Anda di halaman 1dari 60

Pemasangan Implan BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK

SEMESTER 6 KBK-PBL
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

BUKU PANDUAN KETERAMPILAN


MEDIK
(SKILLS LAB)
SEMESTER 6

KURIKULUM KBK-PBL
EDISI KE-11
Halaman Judul

LABORATORIUM KETERAMPILAN MEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2021
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Pemasangan Implan
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

EDISI KESEBELAS

2021

PENYUSUN

Kontributor

Dr. Supanji Raharjo, dr., Sp.O.G.


Bambang Sutanto, dr., Sp.An.
Sahilah Ermawati, dr., Sp.M.
Iin Novita Nurhidayati Mahmuda, dr., Sp.P.D., M.Kes.

Editor

Sulistyani, dr, Sp.N


Erna Herawati, dr., Sp.K.J.
Budi Hernawan, dr., M.Sc.
Devi Usdiana Rosyidah, dr., M.Sc.
Sahilah Ermawati, dr., Sp.M.
Nida Faradisa, dr., MMR
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Pemasangan Implan
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

Daftar Sebaran Keterampilan Klinik Sistem KBK-PBL FK UMS


Kurikulum tahun 2017

SEMESTER MATERI SKILLS LAB (KETERAMPILAN MEDIK)


Komunikasi dan konsultasi
Sterilisasi (aseptik-antiseptik)
1
Pemeriksaan fisik dasar
Pengukuran vital signs

Hechting
Pemeriksaan fisik thoraks paru
2
Pembalutan pembidaian
Antropometri

Anamnesis kasus dewasa


Injeksi dan pemasangan Infus
3
Anamnesis dan pemeriksaan fisik anak
Sirkumsisi

Pemeriksaan Fisik Kardiovaskuler


Elektrokardiografi (EKG)
4 Rectal toucher (RT) dan pemasangan kateter urin,
nasogastric tube (NGT)
Heteroanamnesis kasus sensitif

Pemeriksaan fisik telinga hidung tenggorok (THT)


Pemeriksaan fisik neurologi
5
Pemeriksaan fisik gynekologi dan papsmear
Pemeriksaan fisik Leopold dan ANC

Pemasangan intra uterine device (IUD) dan implant KB


Pemeriksaan fisik mata
6 Pemeriksaan fisik abdomen
Basic life support (BLS) dan pemasangan endotracheal
tube

Pemeriksaan status mental psikiatri


Persalinan normal
7
Komunikasi massa
Resusitasi neonatus

8 Skills lab komprehensif


BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

PRAKTIKUM 2
BASIC LIFE SUPPORT
& PEMASANGAN
ENDOTRACHEAL TUBE

~7~
Basic Life Support BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

KETERAMPILAN KLINIS 2 A

BASIC LIFE SUPPORT

I. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Instruksional Umum


Mahasiswa mampu memahami dan dapat melakukan bantuan
hidup dasar dengan baik

B. Tujuan Instruksional Khusus


1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi pasien henti napas
dengan atau tanpa henti jantung
2. Mahasiswa mampu melakukan tindakan membebaskan jalan
napas
3. Mahasiswa mampu melakukan pijat jantung luar dan
pemberian nafas buatan
4. Mahasiswa mampu melakukan basic life support pada henti
napas dan henti jantung

II. STRATEGI DAN CARA PEMBELAJARAN (pembelajaran


langsung)
1. Instruktur memberikan pretest kepada mahasiswa untuk
mengetahui persiapan praktikum skill lab (10 menit)
2. Instruktur menjelaskan dasar teori dan procedural skill
tentang basic life support.
3. Intruktur melakukan demo keterampilan basic life support
sesuai dengan skenario.
4. Masing-masing mahasiswa melakukan keterampilan
basic life support di bawah pengawasan instruktur.

~9~
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Basic Life Support
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

5. Diskusi dan feedback dari instruktur

III. DASAR TEORI

A. PENDAHULUAN
Pasien gawat darurat ialah pasien yang oleh karena suatu
sebab (penyakit, trauma, kecelakaan, tindakan anestesi/
pembedahan) yang bila tidak segera ditolong akan mengalami
cacat, kehilangan organ tubuh, atau meninggal.

Dalam menghadapi pasien gawat darurat maka faktor waktu


sangat memegang peranan yang penting (time saving is life saving)
tindakan pada menit-menit pertama dalam menangani kegawatan
tersebut, dapat berarti besar dan sangat menentukan hidup atau
matinya pasien. Karena itu harus dilakukan dengan cara yang cepat
tepat dan adekuat.

Dalam menangani pasien, kita kenal adanya initial


assesment, sehingga pengelolaan pasien berlangsung dengan
tepat dan cepat. Initial assesment ini meliputi:

1. Persiapan
2. Triase
3. Survey primer
4. Resusitasi
5. Tambahan dari survey primer dan resusitasi
6. Survey sekunder (head to toe dan anamnesa)
7. Tambahan dari survey sekunder
8. Pemantauan dan re-evaluasi lanjut
9. Penanganan definitive
Basic Life Support BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

Dalam praktik urutan di atas disajikan berurutan, namun


kenyataannya memerlukan tindakan yang simultan. Triase adalah
cara mendiagnosa dan memilah pasien berdasarkan kebutuhan
terapi dan sumber daya yang tersedia. Survey primer mendiagnosa
fungsi vital pasien, yang meliputi: Airway, Breathing, dan
Circulation. Survey sekunder dilakukan setelah fungsi vital telah
teratasi/normal kembali dan stabil. Survey sekunder adalah
pemeriksaan dari ujung kepala sampai kaki dengan pemeriksaan
penunjang untuk melakukan terapi selanjutnya.

Prioritas penanganan pasien gawat darurat harus


dilandaskan kenyataan bahwa terdapat urutan sistem yang dapat
menyebabkan kematian lebih cepat, yaitu:

1. Breath: masalah dengan pernapasan


2. Bleed: masalah dengan sirkulasi
3. Brain: masalah dengan kesadaran dan susunan saraf
4. Bladder: masalah dengan urogenital
5. Bowel: masalah dengan saluran pencernaan
6. Bone: masalah dengan tulang

Keterlambatan penanganan sesuai prioritas dapat


menyebabkan gangguan, cacat, sesuai dengan tingkat
keterlambatan. Resusitasi jantung paru otak merupakan tindakan
awal untuk mencegah kematian akibat gangguan fungsi vital
apapun penyebab gangguan fungsi vital tersebut. Kematian sendiri
terdiri dari 3 tingkatan, yaitu kematian klinis (clinical death),
kematian otak (brain death) dan kematian biologis (biological
death). Kematian klinis di tandai dengan henti napas dan henti

~ 11 ~
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Basic Life Support
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

jantung. Usaha resusitasi dimaksudkan untuk mencegah


berlanjutnya tingkat kematian dari kematian klinis ke kematian otak.

Kematian karena jantung berhenti secara mendadak (cardiac


arrest) dinamakan kematian mendadak. Gejala klinis utama henti
jantung adalah individu secara tiba-tiba kehilangan kesadaran. Hal
ini disebabkan oleh karena sel-sel kortex cerebri mengalami
hypoxia/anoxia. Gejala lain adalah pasien tidak teraba denyut nadi
besar (arteri karotis), pasien henti nafas, pupil melebar, Death like
appearance, dan gambaran EKG berupa fibrilasi ventrikel/asistole.

Faktor yang menjadi penyebab henti jantung adalah:

1. Penyakit cardiovasculer misalkan acute myocard infarct,


emboli paru
2. Kekurangan oksigen akut misalkan berhentinya nafas,
tersumbatnya jalan nafas
3. Kelebihan dosis obat misalkan digitalis, antidepresan
4. Ketidakseimbangan elektrolit misalkan hiperkalemia,
hipokalemia, hiperkalsemia, asidosis, alkalosis
5. Kecelakaan misalkan sengatan listrik, tenggelam
6. Anestesi dan pembedahan
Resusitasi harus dilakukan secepat mungkin, lebih cepat
lebih besar keberhasilannya. Tindakan yang dilakukan sebelun
henti jantung 1 menit akan jauh lebih baik daripada setelah 2 menit.
Keberhasilan pertolongan tergantung pada 4 mata rantai:

1. Segera menjangkau pelayanan gawat darurat


2. Segera lakukan bantuan hidup dasar
3. Segera defibrilasi
Basic Life Support BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

4. Segera bantuan hidup lanjut.

Pedoman Bantuan Hidup Jantung Dasar yang sekarang


dilaksanakan sekarang telah mengalami perbaikan dibandingkan
sebelumnya. Bulan Oktober 2015, American Heart Association
(AHA) mengeluarkan pedoman baru Bantuan Hidup Dasar Dewasa.
Dalam Bantuan Hidup Dasar ini, terdapat beberapa perubahan
sangat mendasar dan berbeda dengan Bantuan Hidup Dasar yang
telah dikenal sebelumnya, seperti:

 Pengenalan kondisi henti jantung mendadak segera


berdasarkan penilaian respon pasien dan tidak adanya
napas.
 Perintah Look, Feel, and Listen dihilangkan dari algoritme
Bantuan Hidup Dasar
 Penekanan bantuan kompresi dada yang berkelanjutan
dalam melakukan resusitasi Jantung paru oleh penolong
yang tidak terlatih
 Perubahan urutan pertolongan Bantuan Hidup Dasar
dengan mendahulukan kompresi sebelum melakukan
pertolongan bantuan napas (CAB dibandingkan dengan
ABC)
 Resusitasi Jantung Paru (RJP) yang efektif dilakukan
sampai didapatkan kembalinya sirkulasi spontan atau
penghentian upaya resusitasi
 Peningkatan fokus metode untuk meningkatkan kualitas
RJP yang lebih baik
 Penyederhanaan Algoritme Bantuan Hidup Dasar

~ 13 ~
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Basic Life Support
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

Tindakan Bantuan Hidup Jantung Dasar bukan


merupakan satu jenis keterampilan tindakan tunggal semata,
melainkan suatu kesinambungan tidak terputus antara
pengamatan serta intervensi yang dilakukan dalam pertolongan.
Keberhasilan pertolongan yang dilakukan ditentukan oleh
kecepatan dalam memberikan tindakan awal Bantuan Hidup
Jantung Dasar. Para ahli berpikir bagaimana cara untuk
melakukan suatu Tindakan Bantuan Hidup Jantung Dasar yang
efektif serta melatih sebanyak mungkin orang awam dan
paramedis yang dapat melakukan tindakan tersebut secara baik
dan benar. Secara umum, pengamatan serta intervensi yang
dilakukan dalam Tindakan Bantuan Hidup Jantung Dasar
merupakan suatu rantai tak terputus, disebut sebagai rantai
kelangsungan hidup (chain of survival):

1. Pengenalan kejadian henti jantung dan aktivasi sistem


gawat darurat segera (Early Access)
a. Identifikasi kondisi pasien dan lakukan kontak ke sistem
gawat darurat
b. Informasikan segera Kondisi pasien sebelum melakukan
RJP pada orang dewasa atau sekitar 1 menit setelah
memberikan pertolongan RJP pada bayi dan anak.
c. Penilaian cepat tanda-tanda potensial henti jantung
d. Identifikasi tanda henti jantung atau henti napas.
2. Resusitasi Jantung Segera (Early CPR)
3. Defibrilasi Segera (Early Defibrillation)
4. Perawatan Kardiovaskular Lanjutan yang Efektif (Effective
ACLS)
Basic Life Support BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

5. Penanganan terintegrasi pasca henti jantung (Integrated Post


Cardiac Arrest Care)

B. SURVEI PRIMER BANTUAN HIDUP DASAR


Dalam melakukan pertolongan menggunakan pendekatan
sistematis Bantuan Hidup Jantung Lanjut (ACLS), maka kita
harus melakukan pengamatan dan pemeriksaan secara
sistematis pula. Pengamatan dan pemeriksaan tersebut dimulai
dari survei primer Bantuan Hidup Dasar dilanjutkan dengan
survei Bantuan Hidup Jantung Lanjut.

Survei Bantuan Hidup Dasar Primer merupakan dasar


tindakan penyelamatan jiwa setelah terjadi keadaan henti
jantung. Tindakan ini bisa dilakukan oleh seorang penolong
ataupun secara simultan. Tujuan awal pelaksanaan Survei
Bantuan Hidup Dasar Primer adalah memperbaiki sirkulasi
sistemik yang hilang pada pasien henti jantung mendadak
dengan melakukan kompresi dada secara efektif dan benar,
diikuti dengan pemberian ventilasi yang efektif sampai
didapatkan kembalinya sirkulasi sistemik secara spontan atau
tindakan dihentikan karena tidak ada respon dari pasien setelah
tindakan dilakukan beberapa saat. Jikalau setelah dilakukan
survei Bantuan Hidup Dasar Primer secara efektif
didapatkan kembalinya sirkulasi secara spontan, maka
tindakan Survei Bantuan Hidup Dasar Primer langsung
dilanjutkan Survei Bantuan Hidup Jantung Lanjut.

~ 15 ~
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Basic Life Support
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

Tujuan survei Bantuan Hidup Dasar Primer adalah


berusaha memberikan bantuan sirkulasi sistemik, ventilasi, dan
oksigenasi tubuh secara efektif dan optimal sampai
didapatkan kembali sirkulasi sistemik spontan atau telah tiba
peralatan yang lebih lengkap untuk melaksanakan Bantuan
Hidup Jantung Lanjut.

Profisiensi penolong pada Bantuan Hidup Dasar

Survei Bantuan Hidup Dasar Primer dilakukan baik untuk


pasien yang mengalami henti jantung mendadak atau tidak
sadarkan diri yang kita saksikan atau datang ke Rumah
Sakit sudah tidak sadarkan diri. Kita memeriksa respon
pasien dengan memanggil dan menepuk-nepuk pundak atau
menggoyangkan badan pasien bertujuan untuk mengetahui
respon kesadaran pasien (Check responsiveness) dengan AVPU
Scale:

A: sadar (alert)
Basic Life Support BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

V: memberikan reaksi pada suara (verbal)

P: memberikan reaksi pada rasa sakit (pain)

U: tidak respon (unresponsive)

Setelah yakin bahwa pasien dalam keadaan tidak sadar,


maka kita meminta bantuan orang lain menghubungi ambulans
atau sistem gawat darurat Rumah Sakit terdekat dan
meminta bantuan datang dengan tambahan tenaga serta
peralatan medis yang lengkap (Call for Help). Jika saat
melakukan pertolongan hanya seorang diri, setelah melakukan
pemeriksaan respon kesadaran, penolong segera menghubungi
Rumah sakit terdekat atau ambulans dan melakukan pertolongan
awal kompresi dada dengan dengan cepat dan kuat dengan
frekuensi 30 kali diselingi pemberian bantuan napas 2 kali (1
detik setiap napas bantuan) sampai bantuan datang.

Sebelum melakukan Survei Bantuan Hidup Dasar Primer, kita


harus memastikan bahwa lingkungan sekitar pasien aman untuk
melakukan pertolongan, dilanjutkan dengan memeriksa
kemampuan respon pasien, sambil meminta pertolongan untuk
mengaktifkan sistem gawat darurat dan menyediakan AED.

Urutan sistematis yang digunakan saat ini adalah C - A –


B. Sebelum melakukan Bantuan Hidup Dasar harus
diperhatikan langkah yang tepat dengan melakukan
pemeriksaan terlebih dahulu. Setelah dilakukan pemeriksaan
(kesadaran, sirkulasi, pernapasan, perlu tidaknya defibrilasi),

~ 17 ~
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Basic Life Support
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

harus dianalisis secara cepat dan tepat tindakan yang perlu


dilakukan. Sebagai contoh:

1. Periksa respon pasien untuk memastikan pasien


dalam keadaan sadar atau tidak sadar.
2. Periksa denyut nadi sebelum melakukan kompresi dada
atau sebelum melakukan penempelan sadapan AED.
3. Pemeriksaan analisis irama jantung sebelum melakukan
tindakan kejut lsitrik pada jantung (defibrilasi).

Perhatikan: Selalu melakukan pemeriksaan sebelum


melakukan tindakan.

Ketika akan melakukan pertolongan, penolong harus


mengetahui dan memahami hak pasien serta beberapa
keadaan yang mengakibatkan RJP tidak perlu dilaksanakan
seperti:

1. Henti jantung terjadi dalam sarana atau fasilitas kesehatan


a. Ada permintaan dari pasien atau keluarga inti
yang berhak secara sah dan ditandatangani oleh
pasien atau keluarga pasien
b. Henti jantung terjadi pada penyakit dengan stadium
akhir yang telah mendapat pengobatan secara optimal
c. Pada neonatus atau bayi dengan kelainan yang
memiliki angka mortalitas tinggi, misalnya bayi sangat
prematur, anensefali atau kelainan kromosom seperti
trisomi 13

2. Henti jantung terjadi di luar sarana atau fasilitas kesehatan


Basic Life Support BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

a. Tanda-tanda klinis kematian yang irreversibel, seperti


kaku mayat, lebam mayat, dekapitasi, atau pembusukan.
b. Upaya RJP dengan rIsiko membahayakan penolong
c. Pasien dengan trauma yang tidak bisa
diselamatkan seperti hangus terbakar, dekapitasi atau
hemikorporektomi.

C. KAPAN MENGHENTIKAN RJP


Ada beberapa alasan bagi penolong untuk menghentikan RJP,
antara lain:

1. Penolong sudah melakukan Bantuan Hidup Dasar dan Lanjut


secara optimal, antara lain: RJP, defibrilasi pada pasien
VF/VT tanpa nadi, pemberian vassopressin atau epinefrin
intravena, membuka jalan napas, ventilasi dan
oksigenasi menggunakan bantuan napas tingkat lanjut
serta sudah melakukan semua pengobatan irama sesuai
dengan pedoman yang ada.
2. Penolong sudah mempertimbangkan apakah pasien
terpapar bahan beracun atau mengalami overdosis
obat yang akan menghambat susunan sistem saraf pusat
3. Kejadian henti jantung tidak disaksikan oleh penolong.
4. Penolong sudah merekam melalui monitor adanya asistol
yang menetap selama 10 menit atau lebih.

Implementasi penghentian usaha resusitasi;


1. Asistol yang menetap atau tidak terdapat denyut nadi pada
neonatus lebih dari 10 menit

~ 19 ~
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Basic Life Support
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

2. Pasien yang tidak respon setelah dilakukan Bantuan


Hidup Jantung Lanjut minimal 20 menit.
3. Secara etik penolong RJP selalu menerima keputusan klinik
yang layak untuk memperpanjang usaha pertolongan
(misalnya oleh karena konsekuensi psikologis dan
emosional). Juga menerima alasan klinis untuk mengakhiri
resusitasi dengan segera (karena kemungkinan hidup yang
kecil).
4. Menurunnya kemungkinan keberhasilan resusitasi sebanding
dengan makin lamanya waktu melaksakanan bantuan hidup.
Perkiraan kemungkinan keberhasilan resusitasi dan pulang ke
rumah, mulai dari 60-90% dan menurun secara jelas 3-10 %
permenit.

Tindakan RJP pada Asistol bisa lebih lama dilakukan pada


pasien dengan kondisi sebagai berikut:
1. Berusia Muda
2. Asistol menetap karena toksin atau gangguan elektrolit
3. Hipotermia
4. Overdosis Obat
5. Usaha bunuh diri
6. Permintaan Keluarga
7. Korban tenggelam di air dingin

D. TEKNIK PELAKSANAAN SURVEY PRIMER BANTUAN HIDUP


DASAR (C-A-B -D):

1. Kita harus memastikan bahwa lingkungan sekitar pasien


aman untuk melakukan pertolongan. Pasien dibaringkan
Basic Life Support BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

di tempat datar dan keras posisi telentang.

2. Dilanjutkan dengan memeriksa kemampuan respon


pasien, sambil meminta pertolongan untuk mengaktifkan
sistem gawat darurat dan menyediakan AED. Setelah yakin
bahwa pasien dalam keadaan tidak sadar, maka kita
meminta bantuan orang lain menghubungi ambulans atau
sistem gawat darurat Rumah Sakit terdekat dan meminta
bantuan datang dengan tambahan tenaga serta peralatan
medis yang lengkap.

Memeriksa respon: dengan memanggil dan menepuk-nepuk


pundak atau menggoyangkan badan pasien (check
responsiveness); “ Pak....Pak.... (sambil menepuk
pundak)......pak....anda baik-baik saja ?” (Call for Help)

Menunjuk orang disekitar; “ Tolong Telpon 118/ambulan,


beritahukan ada pasien cardiac arrest, mohon bantuan
tenaga medis dan AED”

~ 21 ~
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Basic Life Support
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

3. Penilaian denyut nadi

Caranya jika penolong di sebelah kanan pasien,


dengan meletakkan jari telunjuk dan jari tengah pada garis
median leher (trachea), kemudian geser ke lateral (ke
arah penolong atau tidak boleh menyeberangi garis tengah,
lalu raba pulsasi arteri carotisnya.

Periksa teraba nadi atau tidak. Langkah ini tidak boleh lebih
dari 10 detik

Untuk berlatih mahasiswa dapat meraba pulsasi arteri


carotisnya sendiri terlebih dahulu, kemudian meraba pulsasi
arteri carotis mahasiswa lain secara berpasangan.

Penelitian yang telah dilakukan mengenai resusitasi


menunjukkan baik penolong awam maupun tenaga
kesehatan mengalami kesulitan dalam melakukan
pemeriksaan pulsasi arteri carotis.
Basic Life Support BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

Sehingga untuk hal tertentu pengecekan pulsasi tidak


diperlukan, seperti:

a. Penolong tidak perlu memeriksa nadi dan langsung


mengasumsikan pasien menderita henti jantung jika
pasien mengalami pingsan mendadak, atau tidak
berespons tidak bernapas, atau bernapas tidak normal.

b. Penilaian pulsasi sebaiknya dilakukan kurang dari 10 detik.


Jika dalam 10 detik penolong belum bisa meraba pulsasi
arteri, maka segera lakukan kompresi dada.

Catatan: Jika teraba nadi berikan 1 kali napas tiap 5-6 detik.
Cek nadi tiap 2 menit. Jika tidak teraba nadi lanjutkan dengan
kompresi.

4. Kompresi Dada

Dilakukan dengan pemberian tekanan secara kuat dan


berirama pada setengah bawah sternum/ Membuat garis
bayangan antara kedua papila mammae memotong mid line
pada sternum kemudian meletakkan tangan kiri di atas
tangan kanan/ sebaliknya. Yang dipakai adalah tumit
tangan, bukan telapak tangan. Hal ini menciptakan aliran
darah melalui peningkatan tekanan intratorakal dan
penekanan langsung pada dinding jantung.

Komponen yang perlu diperhatikan saat melakukan kompresi


dada:
a. Frekuensi minimal 100 kali permenit
b. Untuk dewasa, kedalaman minimal 5 cm (2 inch)

~ 23 ~
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Basic Life Support
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

c. Pada bayi dan anak, kedalaman minimal sepertiga


diameter diding anterposterior dada, atau 4 cm (1,5 inch)
pada bayi dan sekitar 5 cm (2 inch) pada anak.
d. Berikan kesempatan untuk dada mengembang
kembali secara sempurna setelah setiap kompresi.
e. Seminimal mungkin melakukan interupsi
f. Hindari pemberian napas bantuan yang berlebihan.

Melakukan kompresi dada: tekan dengan cepat dan keras,


interupsi minimal, dan biarkan dada recoil. Siku lengan
harus lurus dengan sumbu gerakan menekan adalah pinggul
bukan bahu. Tekan dada dengan kedalaman minimal 5 cm.
Basic Life Support BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

Beri kesempatan dada recoil sebelum menekan kembali


untuk memberi kesempatan venous return mengisi jantung.

Catatan: untuk membantu penghitungan kompresi:

“ satu, dua................sepuluh”.... satu, dua,......


duapuluh,....satu...dua.... tigapuluh”

5. Airway (pembukaaan jalan napas)

Dalam teknik ini diajarkan bagaimana cara


membuka dan mempertahankan jalan napas untuk
membantu ventilasi dan memperbaiki oksigenasi tubuh.
Tindakan ini sebaiknya dilakukan oleh orang yang sudah
menerima pelatihan Bantuan Hidup Dasar atau
tenaga kesehatan profesional dengan menggunakan teknik
angkat kepala –angkat dagu (Head Tilt-Chin Lift) pada pasien
yang diketahui tidak mengalami cedera leher. Pada pasien
yang dicurigai menderita trauma servikal, teknik head tilt
chin lift tidak bisa dilakukan. Teknik yang digunakan pada
keadaan tersebut adalah menarik rahang tanpa melakukan

~ 25 ~
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Basic Life Support
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

ekstensi kepala (Jaw Thrust). Pada penolong yang hanya


mampu melakukan kompresi dada saja, belum didapatkan
bukti ilmiah yang cukup untuk melakukan teknik
mempertahankan jalan napas secara pasif, seperti
hiperekstensi leher.

6. Breathing (pemberian napas bantuan)

Pemberian napas bantuan dilakukan setelah jalan napas


terlihat aman. Tujuan Primer pemberian napas bantuan
adalah untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat
dengan tujuan sekunder untuk membuang CO2. Sesuai
dengan revisi panduan yang dikeluarkan American Hearth
Basic Life Support BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

Association mengenai Bantuan Hidup Jantung Dasar,


penolong tidak perlu melakukan observasi napas spontan
dengan Look, Listen, Feel, karena langkah pelaksanaan tidak
konsisten dan menghabiskan banyak waktu. Hal yang perlu
diperhatikan dalam melakukan bantuan napas antara lain:
a. Mahasiswa memasang mouth barrier untuk proteksi diri
b. Berikan napas bantuan dalam waktu 1 detik.
c. Sesuai volume tidal yang cukup untuk mengangkat dinding
dada
d. Diberikan 2 kali napas bantuan setelah 30 kompresi
e. Pada kondisi terdapat dua orang penolong atau lebih, dan
telah berhasil memasukkan alat untuk mempertahankan
jalan napas (seperti pipa endotrakheal, combitube, atau
sungkup laring), maka napas bantuan diberikan
setiap 6-8 detik, sehingga menghasilkan pernapasan
dengan frekuensi 8-6 kali permenit. Tidak sinkron
dengan kompresi: memberikan bantuan napas tiap 6-8
detik selama kompresi berlangsung, Ingat Interupsi
minimal saat kompresi
f. Pasien dengan hambatan jalan napas atau komplians
paru yang buruk memerlukan bantuan napas dengan
tekanan lebih tinggi sampai memperlihatkan dinding dada
terangkat.
g. Pemberian bantuan napas yang berlebihan tidak
diperlukan dan dapat menimbulkan distensi lambung serta
komplikasinya, seperti regurgitasi dan aspirasi.

~ 27 ~
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Basic Life Support
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

Cara pemberian napas bantuan:


a. Mulut ke mulut
b. Mulut ke hidung
c. Mulut ke sungkup
d. Dengan Kantung Pernafasan

7. Setelah 5 siklus/ 2 menit, periksa pulsasi arteri carotis,


jika pulsasi tidak ada dan bantuan belum tiba teruskan
RJP. Jika bantuan datang dan membawa peralatan
(AED/Defibrilator) segera pasang alat cek irama jantung
dengan menggunakan AED atau monitor defibrilator.

Apabila irama jantung shockable lakukan defibrilasi, apabila


not shockable teruskan RJP ikuti algoritme.

8. Defibrilasi
Basic Life Support BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

Tindakan defibrilasi sesegera mungkin memegang peranan


penting untuk keberhasilan pertolongan pasien henti jantung
mendadak berdasarkan alasan berikut:
a. Irama jantung yang paling sering didapat pada kasus henti
jantung mendadak yang disaksikan di luar rumah sakit
adalah Fibrilasi ventrikel
b. Terapi untuk fibrilasi ventrikel adalah defibrilasi
c. Kemungkinan keberhasilan tindakan defibrilasi
berkurang seiring dengan bertambahnya waktu
d. Perubahan irama dari fibrilasi ventrikel menjadi asistol
seiring dengan berjalannya waktu.

Pelaksanaan defibrilasi bisa dilakukan dengan menggunakan


defibrilator manual atau menggunakan Automated External
Defibrilator (AED). Pasien dewasa yang mengalami fibrilasi
ventrikel atau ventrikel takikardi tanpa nadi diberikan energi
kejutan 360 J pada defibrilator monofasik atau 200 J pada
bifasik. Pada anak, walaupun kejadian henti jantung
mendadak sangat jarang, energi kejutan listrik diberikan
dengan dosis 2-4 J/Kg, dapat diulang dengan dosis 4-10
J/Kg dan tidak melebihi energi yang diberikan kepada pasien
dewasa. Pada neonatus, penggunaan defibrilator manual
lebih dianjurkan.

Penggunaan defibrilator untuk tindakan kejut listrik tidak


diindikasikan pada pasien dengan asistol atau pulseless
electrical activity (PEA).

~ 29 ~
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Basic Life Support
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

Shockable Waves

No Shockable Waves

E. ALGORITMA ACLS (Advance Cardiac Life Support)


Basic Life Support BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

~ 31 ~
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Basic Life Support
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

F. PROTOKOL PENGGUNAAN AED


1. Hidupkan AED dengan menekan sakelar ON atau
beberapa alat dengan membuka tutup AED
2. Pasang bantalan elektroda pada dada pasien

3. Jangan melakukan kontak langsung dengan pasien saat


sedang dilakukan analisis irama pasien oleh alat AED
4. Tekan tombol SHOCK jika alat AED memerintahkan tindakan
kejut listrik, atau langsung lakukan RJP 5 siklus petugas
kesehatan terlatih tanpa mencek nadi terlebih dahulu jika alat
tidak memerintahkan tindakan kejut listrik
5. Tindakan tersebut terus diulang sampai tindakan RJP
boleh dihentikan sesuai indikasi.

G. PROTOKOL PENGGUNAAN ALAT KEJUT LISTRIK


KONVENSIONAL (MANUAL DEFIBRILATOR)
1. Pada kasus henti jantung, RJP adalah tindakan yang mutlak
dilakukan dan interupsi terhadap kompresi harus minimal.
Basic Life Support BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

Prinsip ini tetap berlaku pada penggunaan defibrilator.


Selama persiapan alat dan pengisian tenaga, korban tetap
dilakukan kompresi dada.
2. Tekan tombol ON atau putar saklar ke arah gambaran EKG
untuk menghidupkan monitor
3. Tempelkan elektroda atau gunakan pedal defibrilator
untuk melakukan analisis secara cepat (quick look analysis)
4. Lihat irama di monitor. Bila akan melakukan tindakan kejut
listrik, berikan gel di pedal defibrilator atau dada pasien
untuk mencegah luka bakar yang berat serta memperbaiki
hantaran listrik dari pedal ke tubuh pasien
5. Bila irama yang terlihat pada monitor adalah fibrilasi ventrikel
dan ventrikel takikardi tanpa nadi, maka lakukan
pemberian kejut lsitrik dengan energi 360 J pada alat
defibrilator monofasik atau 200 J pada alat bifasik.
Lakukan pengisian (charge) sampai ke energi yang
diinginkan (biasanya ditandai dengan bunyi alarm. satu pedal
diletakkan di apeks jantung dan yang lain diletakkan di
sternum dengan disertai pemberian tekanan sebesar 12,5 kg
saat ditempelkan ke dinding dada. Listrik dialirkan
dengan menekan tombol discharge (bergambar listrik) yang
berada di kedua gagang
6. Sebelum melakukan shock berikan aba-aba pada seluruh
anggota tim untuk tidak dengan pasien maupun tempat
tidurnya sambil memastikan diri sendiri juga tidak
bersentuhan.
Contoh aba-aba:

~ 33 ~
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Basic Life Support
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

I'm going to shock on three:

o One, I'm clear


o Two, you are clear
o Three, Every body is clear.
7. Untuk terakhir kali lihat secara visual apakah semua
sudah tidak bersentuhan dengan pasien, lihat ke monitor
untuk pastikan irama belum berubah
8. Segera lakukan RJP selama 2 menit atau 5 siklus. Setelah 2
menit lakukan evaluasi. Bila irama yang terlihat dimonitor
adalah irama yang harus diberikan kejut listrik (shockable
rhytm) yaitu VT tanpa nadi atau VF, maka lakukan pemberian
kejut listrik kembali. Bila irama yang terlihat adalah PEA atau
Asistol, maka lakukan pemberian RJP selama 2 menit atau 5
siklus dan penatalaksanaan sesuai algoritma PEA/Asystole.

H. ALGORITMA BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)


Basic Life Support BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

~ 35 ~
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Basic Life Support
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

I. REKOMENDASI

Rekomendasi
Komponen Dewasa Anak tidak sadarkan bayi
pengenal diri
awal Tidak ada nafas Tidak bernafas atau ada usaha nafas
atau tidak
bernafas normal
Tidak teraba nadi dalam 10 detik (hanya dilakukan oleh tenaga
professional)
Urutan BHD CAB CAB CAB
Frekuensi Minimal 100-120x/menit
Kompresi
Kedalaman Minimal 5 cm (2 Minimal 1/3 diameter Minimal 1/3diameter
kompresi inci) dinding Anterior dinding Anterior
posterior toraks posterior toraks
(sekitar 5cm / 2inci) (sekitar 4cm /1,5
inci)
Recoil Usahakan terjadi recoil sempurna setiap kompresi
dinding dada Untuk penolong terlatih, pergantian posisi penolong setiap 2 menit.
Interupsi Interupsi seminimal mungkin, jikalaummemungkinkan interupsi
bantuan kurang dari 10 detik
Jalan nafas Head Tilt Chin Lift (untuk kecurigaan trauma leher lakukan jaw
(airway) thrust)
Kompresi 30:2 30:2 (satu penolong) 30:2 (satu penolong)
(1 atau 2 penolong) 15:2 (dua penolong) 15:2 (dua penolong)
Ventilasi Jika penolong tidak terlatih, kompresi saja.
Pada penolong terlatih, dengan jalan nafas lanjutan berikan nafas
setiap 6-8 detik (8-10x / menit).
Defibrilasi Pasang dan tempelkan AED sesegera mungkin, interupsi kompresi
minimal baik sebelum atau sesudah kejut listrik. Lanjutkan RJP
diawali dengan kompresi setelah kejut listrik.
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

IV. PROSEDURAL KLINIS

1. Memastikan bahwa lingkungan dan pasien aman untuk


dilakukan pertolongan.
Pasien dibaringkan di tempat datar dan keras posisi
telentang.

2. Memeriksa kemampuan respon pasien dengan AVPU Scale,


sambil meminta pertolongan untuk mengaktifkan sistem gawat
darurat dan menyediakan AED.
Setelah yakin bahwa pasien dalam keadaan tidak sadar,
maka kita meminta bantuan orang lain menghubungi
ambulans atau sistem gawat darurat Rumah Sakit terdekat
dan meminta bantuan datang dengan tambahan tenaga serta
peralatan medis yang lengkap.

3. Penilaian denyut nadi


a. Penilaian pulsasi sebaiknya dilakukan kurang dari 10
detik. Jika dalam 10 detik penolong belum bisa meraba
pulsasi arteri, maka segera lakukan kompresi dada.
b. Jika teraba nadi berikan 1 kali napas tiap 5-6 detik. Cek nadi
tiap 2menit
c. Jika tidak teraba nadi lanjutkan dengan kompresi

4. Circulation (lakukan Kompresi Dada)


a. Dilakukan pada setengah bawah sternum/ Membuat
garis bayangan antara kedua papila mammae memotong
mid line pada sternum kemudian meletakkan tangan kiri di
atas tangan kanan/ sebaliknya.
b. Frekuensi minimal 100-120 kali permenit

~ 37 ~
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

c. Untuk dewasa, kedalaman minimal 5 cm (2 inch)


d. Pada bayi dan anak, kedalaman minimal sepertiga
diameter diding anterposterior dada, atau 4 cm (1,5 inch)
pada bayi dan sekitar 5 cm (2 inch) pada anak.
e. Berikan kesempatan untuk dada mengembang
kembali secara sempurna setelah setiap kompresi.
f. Seminimal mungkin melakukan interupsi
g. Hindari pemberian napas bantuan yang berlebihan

5. Airway (melakukan pembukaaan jalan napas)


a. Lakukan Head Tilt-Chin Lift pada pasien yang diketahui
tidak mengalami cedera leher.
b. Pada pasien yang dicurigai menderita trauma servikal,
teknik head tilt chin lift tidak bisa dilakukan. Teknik yang
digunakan pada keadaan tersebut adalah menarik rahang
tanpa melakukan ekstensi kepala (Jaw Thrust)

6. Breathing (pemberian napas bantuan)


a. Mahasiswa memasang mouth barrier untuk proteksi diri
b. Berikan napas bantuan dalam waktu 1 detik.
c. Sesuai volume tidal yang cukup untuk mengangkat dinding
dada
d. Diberikan 2 kali napas bantuan setelah 30 kompresi
e. Pada kondisi terdapat dua orang penolong atau lebih,
dan telah berhasil memasukkan alat untuk mempertahankan
jalan napas (seperti pipa endotrakheal, combitube, atau
sungkup laring), maka napas bantuan diberikan setiap
6-8 detik, sehingga menghasilkan pernapasan dengan
frekuensi 8-6 kali permenit.
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

f. Tidak sinkron dengan kompresi: memberikan bantuan


napas tiap 6-8 detik selama kompresi berlangsung, ingat
Interupsi minimal saat kompresi
g. Pasien dengan hambatan jalan napas atau komplians paru
yang buruk memerlukan bantuan napas dengan tekanan
lebih tinggi sampai memperlihatkan dinding dada terangkat.
h. Pemberian bantuan napas yang berlebihan tidak
diperlukan dan dapat menimbulkan distensi lambung
serta komplikasinya, seperti regurgitasi dan aspirasi.
i. Cara pemberian napas bantuan:
1). Mulut ke mulut
2). Mulut ke hidung
3). Mulut ke sungkup
4). Dengan Kantung Pernafasan

7. Setelah 5 siklus/ 2 menit, periksa pulsasi arteri carotis (evaluasi).

8. Jika pulsasi tidak ada dan bantuan belum tiba teruskan RJP.
Jika bantuan datang dan membawa peralatan
(AED/Defibrilator) segera pasang alat cek irama jantung
dengan menggunakan AED atau monitor defibrilator.
Apabila irama jantung shockable lakukan defibrilasi, apabila
not shockable teruskan RJP

V. DAFTAR PUSTAKA

1. American Heart Association: Management of Cardiac


Arrest. Circulation 2010;112;IV-58-IV 66. Lippincott Williams &
Wilkins, a division of Wolters Kluwer Health, 351 West
CamdenStreet, Baltimore.

~ 39 ~
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

2. Colquhoun MC, Handley AJ, Evans TR. ABC of


Resuscitation 5thedition. BMJ Publishing Group 2004.

3. American Heart Association. 2015. Guidelines Updates for CPR


and ECC.

VI. SKENARIO KLINIK


1. Seorang laki-laki berusia 40 tahun, tiba-tiba tidak sadarkan diri
saat jogging di suatu taman.

Instruksi:Lakukan Basic life support (BLS) pada pasien.


BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skill Lab Fakultas Kedokteran UMS

VII. CHECKLIST LATIHAN


KETERAMPILAN BASIC LIFE SUPPORT

NILAI
No ASPEK KETRAMPILAN DAN MEDIS YANG DILAKUKAN
0 1 2 3
Melakukan tahap-tahap CPR basic dan advance sesuai algoritme
Memastikan bahwa lingkungan dan pasien aman untuk dilakukan
1 pertolongan.
Memeriksa kemampuan respon pasien, sambil meminta pertolongan untuk
2 mengaktifkan sistem gawat darurat dan menyediakan AED.
3 Melakukan penilaian denyut nadi a. Carotis communis.
4 Jika denyut nadi tidak ada, lakukan kompresi dada (Circulation)
5 Melakukan pembukaan jalan napas (Airway)
6 Melakukan pemberian napas bantuan (Breathing)
7 Setelah 5 siklus/ 2 menit, periksa pulsasi arteri carotis (evaluasi).
Jika pulsasi tidak ada dan bantuan belum tiba teruskan RJP. Jika
bantuan datang dan membawa peralatan (AED/Defibrilator) segera
pasang alat cek irama jantung dengan menggunakan AED atau monitor
8 defibrilator. Apabila irama jantung shockable lakukan defibrilasi, apabila
not shockable teruskan RJP
Tambahan: Melakukan prosedur defibrilasi
PROTOKOL PENGGUNAAN AED
Hidupkan AED dengan menekan sakelar ON atau beberapa alat dengan
membuka tutup AED
Pasang bantalan elektroda pada dada pasien
Jangan melakukan kontak langsung dengan pasien saat sedang
9 dilakukan analisis irama pasien oleh alat AED
Tekan tombol SHOCK jika alat AED memerintahkan tindakan kejut listrik,
atau jika alat tidak memerintahkan tindakan kejut listrik, petugas kesehatan
terlatih tanpa men-cek nadi terlebih dahulu langsung lakukan RJP 5 siklus.
Tindakan tersebut terus diulang sampai tindakan RJP boleh dihentikan
sesuai indikasi.
PROTOKOL PENGGUNAAN ALAT KEJUT LISTRIK KONVENSIONAL
(MANUAL DEFIBRILATOR)
Selama persiapan alat dan pengisian tenaga, korban tetap dilakukan
10 kompresi dada.
Tekan tombol ON atau putar saklar ke arah gambaran EKG untuk
menghidupkan monitor
Tempelkan elektroda atau gunakan pedal defibrilator untuk melakukan
analisis secara cepat (quick look analysis)

~ 41 ~
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS
NILAI
No ASPEK KETRAMPILAN DAN MEDIS YANG DILAKUKAN
0 1 2 3
Lihat irama di monitor. Bila akan melakukan tindakan kejut listrik,
berikan gel di pedal defibrilator atau dada pasien.
- Bila irama yang terlihat pada monitor adalah fibrilasi ventrikel dan
ventrikel takikardi tanpa nadi, maka lakukan pemberian kejut lsitrik dengan
energi 360 J pada alat defibrilator monofasik atau 200 J pada alat bifasik.
Lakukan pengisian (charge) sampai ke energi yang diinginkan (biasanya
ditandai dengan bunyi alarm. satu pedal diletakkan di apeks jantung
dan yang lain diletakkan di sternum dengan disertai pemberian tekanan
sebesar 12,5 kg saat ditempelkan ke dinding dada. Listrik dialirkan
dengan menekan tombol discharge (bergambar listrik) yang berada di kedua
gagang.
Sebelum melakukan shock berikan aba-aba pada seluruh anggota tim:
I’m going to shock on three:
o One, I’m clear
o Two, you are clear
o Three, Every body is clear.
Untuk terakhir kali lihat secara visual apakah semua sudah tidak
bersentuhan dengan pasien, lihat ke monitor untuk pastikan irama belum
berubah
- Segera lakukan RJP selama 2 menit atau 5 siklus. Setelah 2 menit
lakukan evaluasi. Bila irama yang terlihat dimonitor adalah irama yang
harus diberikan kejut listrik (Shockable rhytm) ya itu VT tanpa nadi atau
VF, maka lakukan pemberian kejut listrik kembali. Bila irama yang
terlihat adalah PEA atau Asistol, maka lakukan pemberian RJP selama
2 menit atau 5 siklus dan penatalaksanaan sesuai algoritma
PEA/Asystole.
JUMLAH
Keterangan kriteria penilaian:
0: tidak dilakukan Nilai batas lulus 75 %
1: dilakukan, tetapi tidak sempurna
2: dilakukan dengan kurang sempurna
3: dilakukan dengan sempurna Nilai = Jumlah x 100%=
Mengetahui:

Koordinator/Instruktur, Mhs. Penilai

(__________________) (________________)
Pemasangan ETT BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skill Lab Fakultas Kedokteran UMS

KETERAMPILAN KLINIS 2 B

PEMASANGAN ENDOTRACHEAL TUBE

I. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Instruksional Umum:


Mahasiswa mampu melakukan intubasi dengan baik

B. Tujuan Instruksional Khusus:


1. Mahasiswa mengetahui indikasi intubasi pipa endotrakeal
(Endo tracheal Tube = ETT).
2. Mahasiswa trampil melakukan intubasi Endotrakeal pada
pasien dewasa dan bayi atau anak

II. STRATEGI DAN CARA PEMBELAJARAN (pembelajaran


langsung)
1. Instruktur memberikan pretest kepada mahasiswa untuk
mengetahui persiapan praktikum skill lab (10 menit)
2. Instruktur menjelaskan dasar teori dan procedural skill tentang
pemasangan endotracheal tube.
3. Intruktur melakukan demo keterampilan pemasangan
endotracheal tube sesuai dengan skenario.
4. Masing-masing mahasiswa melakukan keterampilan
pemasangan endotracheal tube di bawah pengawasan
instruktur.
5. Diskusi dan feedback dari instruktur

~ 43 ~
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL Pemasangan ETT
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

III. DASAR TEORI

A. PENDAHULUAN
Ventilasi melalui pipa endotrakeal merupakan cara yang
sangat efektif. Jalan nafas yang terjaga menyebabkan pemberian
ventilasi dan oksigen lebih terjamin. Kemungkinan aspirasi cairan
lambung lebih kecil. Tekanan udara pernafasan juga menjadi
mudah dikendalikan dan penggunaan Positive End Expiratory
Pressure (PEEP) dapat dilakukan dengan mengatur katup
ekspirasi.

B. INDIKASI

1. Proteksi jalan nafas


a. Hilangnya refleks pernafasan (cedera cerebrovascular,
kelebihan dosis obat)
b. Obstruksi jalan nafas besar (epiglotitis, corpus alienum,
paralisis pita suara) baik secara anatomis maupun
fungsional.
c. Perdarahan faring (luka tusuk, luka tembak pada leher)
d. Tindakan profilaksis (pasien yang tidak sadar untuk
pemindahan ke rumah sakit lain atau pada keadaan di
mana potensial terjadi kegawatan nafas dalam proses
transportasi pasien)

2. Optimalisasi jalan nafas


a. Saluran untuk pelaksanaan pulmanary toilet darurat
(sebagai contoh: penghisapan atau bronchoscopy untuk
aspirasi akut atau pun trakheitis bakterialis berat)
b. Tindakan untuk memberikan tekanan positif dan kontinu
yang tinggi pada jalan nafas (respiratory distress syndrome
Pemasangan ETT BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skill Lab Fakultas Kedokteran UMS

pada orang dewasa dan penyakit membran hyalin)


(Dibutuhkan tekanan inspirasi yang tinggi atau PEEP).

3. Ventilasi mekanik,

Ventilasi mekanik pada kegagalan respirasi yang


dikarenakan:
a. Pulmonar: penyakit asma, penyakit paru obstruktif kronik,
emboli paru, pneumonia. ("Work of breathing" berlebihan)
b. Penyakit jantung atau edema pulmoner
c. Neurologi: berkurangnya dorongan respirasi (Gangguan
kontrol pernafasan dari susunan saraf pusat)
d. Mekanik: paru-paru pada flail-chest atau pada penyakit
neuromuskuler
e. Hiperventilasi therapeutik untuk pasien - pasien dengan
peningkatan tekanan intrakranial.

IV. ALAT DAN BAHAN


1. Laryngoscope lengkap dengan handle dan bladenya
2. Pipa endotrakeal (orotracheal) dengan ukuran: perempuan no. 7;
7,5; 8. Laki-laki: 8; 8,5. Keadaan emergency: 7.5
3. Forceps (cunam) magill (untuk mengambil benda asing di mulut)
4. Benzokain atau tetrakain anestesi lokal semprot
5. Spuit 10 cc atau 20 cc
6. Stetoskop, ambubag, dan masker oksigen
7. Alat penghisap lendir
8. Plester, gunting Jelli
9. Stilet

~ 45 ~
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL Pemasangan ETT
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

A. LARINGOSKOP
Ada 2 jenis laringoskop yang umum dipakai pada anak,
yaitu laringoskop berdaun lurus (Miller) dan lengkung (Macintosh)
(gambar 2).

Gambar 2. Laringoskop berdaun lurus dan lengkung berbagai ukuran.

Alat ini dirancang untuk menyingkirkan lidah, kemudian


membuka dan melihat daerah laring. Sesuai dengan rancang
bangunnya, laringoskop lurus digunakan dengan meletakkan
ujung pada epiglottis, kemudian mengangkat seluruh daun
laringoskop tegak lurus dengan tuasnya. Laringoskop lengkung
digunakan dengan meletakkan ujung daun pada vallecula
kemudian mengungkitnya dengan menggerakkan tuas ke
belakang. (gb. 3)
Pemasangan ETT BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skill Lab Fakultas Kedokteran UMS

Gambar 3. Teknik penggunaan laringoskop daun lurus dan lengkung

Laringsokop daun lurus juga dapat diletakkan di vallecula.


Keuntungan bila diletakkan di epiglottis adalah seringkali dapat
melihat pita suara dengan lebih jelas. Keuntungan bila diletakkan
di vallecula adalah mengurangi rangsang epiglotis yang dapat
berakibat spasme laring. Karena bentuk anatomis jalan nafas
neonatus, laringoskop berdaun lurus lebih banyak digunakan
pada neonatus. Sangat penting diingat bahwa dalam persiapan
selalu disediakan lampu dan batu batere cadangan. Sebelum
digunakan, laringoskop dirakit dahulu, disesuaikan dengan daun
yang akan dipilih.

B. PIPA ENDOTRAKEAL
Pipa ET yang paling banyak digunakan untuk resusitasi
adalah pipa plastik lengkung dengan kedua ujung yang terbuka.
Pada bagian proksimalnya, pipa ET dihubungkan dengan adaptor
yang berdiameter 15 mm, sesuai daengan adaptor balon
resusitasi. Terdapat juga adapator dengan baku lain, yaitu 8,5

~ 47 ~
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL Pemasangan ETT
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

mm. Karena itu pada tas resusitasi, adaptor ini harus


diseragamkan. Bagian distal pipa terdapat garis yang
menunjukkan lokasi yang tepat setinggi pita suara agar posisi
pipa setelah terpasang tepat pada trakea (Gb. 4).

Gambar 4. Pipa Endotrakeal dengan adaptor

Ada pula pipa ET yang memiliki lubang pada sisinya,


dikenal dengan istilah Murphy eye. Lubang ini dirancang sebagai
penyelamat bila terjadi obstruksi pada ujung pipa. Untuk anak di
bawah berusia 8 - 10 tahun atau lebih, biasanya tidak digunakan
pipa yang menggunakan cuff (baton) untuk mencegah edema
setinggi rawan krikoid. Pipa karet merah tidak banyak lagi
digunakan karena lebih sering menyebabkan edema.
Pemasangan ETT BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skill Lab Fakultas Kedokteran UMS

Tabel Pedoman ukuran laringoskop, pipa endotrakeal dan kateter


penghisap

JARAK
DIAMETER ANTARA GIGI SERI KATETER
LARINGO-
USIA DALAM PIPA ET / GUSI KE BAGIAN PENGHISAP
SKOP
(mm) TENGAH (F)
TRAKEA (cm)
NEONATUS Miller 0 2,5; 3,0 tanpa 8 5–6
< BULAN balon penyekat
NEONATU
S
3,0; 3,5 tanpa
CUKU 9 – 10 6–8
Miller 0-1 balon penyekat
P
BULAN
3,5; 4,0 tanpa
6 BULAN 10 8
balon penyekat
4,0; 4,5 tanpa
1 TAHUN 11 8
balon penyekat
4,5; 5,0 tanpa
2 TAHUN 12 8
Miller 2 balon penyekat
5,0; 5,5 tanpa
4 TAHUN 14 10
balon penyekat
5,5 tanpa balon
6 TAHUN 15 10
penyekat
Miller 2 6,0 dengan atau
8 TAHUN MacIntosh tanpa balon 16 10
2 penyekat
6,5 dengan atau
10 TAHUN tanpa balon 17 12
penyekat
MacIntosh 7,0 dengan balon
12 TAHUN 18 12
3 penyekat
MacIntosh
7,0; 8,0 dengan
REMAJA 3 20 12
balon penyekat
Miller 3

~ 49 ~
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL Pemasangan ETT
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

Panjang = (usia /2) + 12 (pipa oral)

= (usia /2) + 15 (pipa nasal)

Rumus di atas dapat berlaku untuk berusia di atas 1 tahun.


Neonatus umumnya menggunakan pipa berukuran 3 - 3,5 mm,
kecuali bayi prematur yang mungkin memerlukan pipa
berdiameter 2,5 mm. Cara lain untuk memperkirakan diameter
pipa adalah dengan membandingkannya dengan diameter
kelingking pasien atau diameter yang tepat dengan liang hidung.
Pemilihan diameter yang tepat dapat diketahui bila dalam
penggunaannya terjadi kebocoran udara melaui tepi pipa pada
tekanan di atas 20 -30 cm H20. Bila digunakan pipa dengan cuff,
pengisian udara ke dalam cuff, juga harus dapat menghasilkan
kebocoran udara melalui tepi cuff pada tekanan di atas 20 -30 cm
H20.

C. CUNAM MAGILL
Cunam Magill adalah alat penjepit bersudut agar dalam
penggunaannya tidak mengganggu lapangan pandang. Alat ini
digunakan untuk menjepit pipa endotrakeal, terutama yang
dimasukkan melalui liang hidung, dan mendorongnya hingga
melewati pita suara. Cunam ini dapat juga untuk mengeluarkan
benda asing dari jalan nafas atas.
Pemasangan ETT BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skill Lab Fakultas Kedokteran UMS

Gambar 5. Cunam Magill

V. PROSEDURAL KLINIS

A. TEKNIK PEMASANGAN ET PADA DEWASA

1. Beritahukan pada pasien atau keluarga mengenai prosedur


tindakan yang akan dilakukan, indikasi dan komplikasinya, dan
mintalah persetujuan dari pasien atau keluarga (informed
consent)

2. Cek alat yang diperlukan, pastikan semua berfungsi dengan


baik dan pilih pipa endotrakeal (ET) yang sesuai ukuran.
Masukkan stilet ke dalam pipa ET. Jangan sampai ada
penonjolan keluar pada ujung balon, buat lengkungan pada
pipa dan stilet dan cek fungsi baton dengan
mengembangkan dengan udara 10 ml. Jika fungsi baik,
kempeskan balon. Beri pelumas pada ujung pipa ET sampai
daerah cuff.

3. Letakkan bantal kecil atau penyangga handuk setinggi 10 cm


di oksiput dan pertahankan kepala sedikit ekstensi. (jika resiko
fraktur cervical dapat disingkirkan)

4. Bila perlu lakukan penghisapan lendir pada mulut dan faring


dan berikan semprotan bensokain atau tetrakain jika pasien
sadar atau tidak dalam keadaan anestesi dalam.

5. Lakukan hiperventilasi minimal 30 detik melalui bag masker


dengan FiO2 100 %.

6. Buka mulut dengan cara cross finger dan tangan kiri


memegang laringoskop.

7. Masukkan bilah laringoskop dengan lembut menelusuri mulut

~ 51 ~
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL Pemasangan ETT
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

sebelah kanan, sisihkan lidah ke kiri. Masukkan bilah sedikit


demi sedikit sampai ujung laringoskop mencapai dasar lidah,
perhatikan agar lidah atau bibir tidak terjepit di antara bilah dan
gigi pasien.

8. Angkat laringoskop ke atasdan ke depan dengan kemiringan


30 samapi 40 sejajar aksis pengangan. Jangan sampai
menggunakan gigi sebagai titik tumpu.

9. Bila pita suara sudah terlihat, tahan tarikan / posisi laringoskop


dengan menggunakan kekuatan siku dan pergelangan tangan.
Masukkan pipa ET dari sebelah kanan mulut ke faring sampai
bagian proksimal dari cuff ET melewati pita suara ± 1 - 2 cm
atau pada orang dewasa atau kedalaman pipa ET ±19 -23 cm

10. Angkat laringoskop dan stilet pipa ET dan isi balon dengan
udara 5 - 10 ml. Waktu intubasi tidak boleh lebih dari 30 detik.

11. Hubungan pipa ET dengan ambubag dan lakukan ventilasi


sambil melakukan auskultasi (asisten), pertama pada lambung,
kemudaian pada paru kanan dan kiri sambil memperhatikan
pengembangan dada. Bila terdengar gurgling pada lambung
dan dada tidak mengembang, berarti pipa ET masuk ke
esofagus dan pemasangan pipa harus diulangi setelah
melakukan hiperventilasi ulang selama 30 detik. Berkurangnya
bunyi nafas di atas dada kiri biasanya mengindikasikan
pergeseran pipa ke dalam bronkus utama kanan dan
memerlukan tarikan beberapa cm dari pipa ET.

12. Setelah bunyi nafas optimal dicapai, kembangkan balon cuff


dengan menggunakan spuit 10 cc.

13. Lakukan fiksasi pipa dengan plester agar tak terdorong atau
Pemasangan ETT BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skill Lab Fakultas Kedokteran UMS

tercabut

14. Pasang orofaring untuk mencegah pasien menggigit pipa ET


jika mulai sadar.

15. Lakukan ventilasi terus dengan oksigen 100 % (aliran 10


sampai 12 liter per menit).

B. TEKNIK PEMASANGAN ET PADA BAYI

1. Memilih dan menyiapkan pipa ET.


Pipa ET sekali pakai (disposable) ukuran disesuaikan dengan
berat badan bayi.
Tabel 2. Perbandingan berat badan bayi dengan ukuran pipa
ET yang dibutuhkan

Berat Ukuran pipa ET


(gram) (mm)
<1000 2,5
1000-2000 3,0
2001-3000 3,5
>3000 4,0
Pipa ET dipotong secara diagonal pada angka 13,
sambungkan dengan sambungan yang sesuai. Agar pipa lebih
kaku dan mudah dilegkungkan, masukkan stilet yang ujungnya
tidak melebihi panjang pipa ET.

2. Menyiapkan laringoskop
Pilih laringoskop dengan lidah / daun lurus, no. 1 (cukup bulan)
dan 0 (kurang bulan). Pasang daun laringoskop pada
pegangannya. Hidupkan lampu laringoskop, periksa lampu dan
baterenya

3. Menyiapkan perlengkapan lain

~ 53 ~
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL Pemasangan ETT
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

Alat dan kateter penghisap no 10 F.


Balon dan sungkup, sumber oksigen 100 %, stetoskop, plester.

4. Posisi bayi
Kepala sedikit ekstensi / tengadah
Untuk anak di atas 2 tahun, posisi optimal dapat dicapai
dengan meletakkan ganjal pada kepala anak, kemudian
melakukan sniffing position. Pada bayi hal ini tidak perlu
dilakukan karena oksiput bayi yang prominen. Pada trauma
leher intubasi harus dilakukan dalam posisi netral.

Gambar 5. A. Sudut antara oral (0), faringeal (P) dan trakea


(T) pada anak berusia 2 tahun bila anak terbaring datar. B.
Dengan meletakkan ganjal pada oksiput, sumbu p dan t
menjadi hampir segaris. C. Dengan mengekstensikan sendi
atlanto-oksipital, ketiga sumbu hampir segaris.

5. Menyiapkan pemasukan laringoskop.


a. Penolong berdiri di sisi atas kepala bayi.
b. Nyalakan lampu laringoskop
c. Pegang laringoskop dengan ibu jari dan ketiga jari tangan
kiri (normal atau pun kidal), arahkan daun laringoskop ke
sisi berlawanan dengan penolong.
d. Pegang kepala bayi dengan tangan kanan.
Pemasangan ETT BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skill Lab Fakultas Kedokteran UMS

6. Memasukkan daun laringoskop


a. masukkan daun laringoskop antara palatum dan lidah
b. ujung daun laringoskop dimasukkan menyusuri lidah secara
perlahan ke pangkallidah sampai vallecula (lekuk antara
pangkal lidah dan epiglotis)

7. Melihat glottis
a. angkat daun laringoskop dengan cara mengangkat seluruh
laringoskop ke arah batang laringoskop menunjuk, lidah
akan terjulur sedikit sehingga terlihat faring.
b. Menentukan letak dan posisi daun laringsokop:
Tabel 3. Tanda penunjuk tampilan bring melalui laringoskop
apabila terpasang dengan benar, kurang dalam, dan terlalu
dalam
Letak Tanda penunjuk
Benar Glottis tampak di sebelah atas dengan muara di bawah
Kurang dalam Lidah terlihat menutupi daun
Terlalu dalam Terlihat dinding esofagus
Lebih ke kiri Di belakang faring terlihat sebagian trakea di samping i

Gambar 6. Tampilan liang glottis melalui laringoskop

c. Penekanan di daerah laring akan memperlihatkan glottis,


dengan menggunakan jari ke -4 dan ke-5 tangan kiri. atau
dilakukan asisten dengan telunjuk

8. Batasan waktu 20 detik

~ 55 ~
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL Pemasangan ETT
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

Tindakan dibatasi 20 detik untuk mencegah hipoksia. Sambil


menunggu, bayi diberikan VTP dengan oksigen 100 %.

9. Memasukkan pipa ET
a. Glottis dan pita suara harus terlihat. b. Pipa ET dipegang
dengan tangan kanan, dimasukkan dari sebelah kanan
mulut.
b. Tetap melihat glottis, dimasukkan waktu pita suara terbuka.
c. Jika dalam 20 detik pita suara belum terbuka, hentikan,
sementara lakukan VTP.
d. Masukkan pipa ET di antara pita suara, sampai sebatas
garis tanda pita suara, ujung pipa pada pertengahan pita
suara dan karina. Hindari mengenai pita suara, dapat
mengakibatkan spasme.

10. Mengeluarkan laringoskop.


a. Pipa ET dipegang dengan tangan kanan, bertumpu pada
muka bayi, tekan bibir.
b. Laringoskop dikeluarkan dengan tangan kiri tanpa
mengganggu atau menggeser pipa ET.
c. Cabut stilet dari pipa ET

11. Memastikan letak pipa ET


a. Sambil memegang pipa ET pada bibir, pasang sambungan
pipa ke balon resusitasi dan lakukan ventilasi sambil
mengamati dada dan perut bayi.
Jika letak ET benar akan terlihat:
1). dada mengembang perut
2). tidak mengembung
b. Mendengarkan suara nafas dengan menggunakan
Pemasangan ETT BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skill Lab Fakultas Kedokteran UMS

stetoskop di dada atas kiri dan kanan.


Jika letak ET benar:
1). udara masuk ke kedua sisi dada
2). suara nafas kiri = kanan

12. Pastikan Letak pipa ET


a. Pipa ET tepat di tengah trakea:
1). kedua sisi dada mengembang sewaktu melakukan
ventilasi
2). suara nafas terdengar sama di kedua sisi dada
3). tidak terdengar suara di lambung
4). perut tidak kembung
b. pipa ET terletak di bronkus
1). suara nafas hanya terdengar di salah satu sisi paru
2). suara nafas terdengar tidak sama keras
3). tidak terdengar suara di lambung
4). perut tidak kembung
c. pipa ET terletak di esofagus
1). tidak terdengar suara nafas di kedua dada atas
2). terdengar suara udara masuk lambung
3). perut tampak gembung
Tindakan:
1). Cabut pipa ET
2). Beri VTP dengan balon dan sungkup
3). Ulangi intubasi pipa ET.

13. Fiksasi pipa ET


a. Perhatikan tanda cm pada pipa ET setinggi batas bibir atas.
Tanda ini digunakan untuk:
1). mengetahui apakah pipa ET berubah letaknya

~ 57 ~
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL Pemasangan ETT
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

2). jarak pipa ET ke bibir menentukan dalamnya pipa


b. Fiksasi pipa ET ke wajah bayi dengan plester

C. BEBERAPA KEADAAN YANG MENYEBABKAN


PENGEMBANGAN PARU TIDAK ADEKUAT DENGAN
MASKER RESUSITASI DAN PIPA ET
1. Pipa ET terlalu kecil
2. Katup pelindung kelebihan tekanan pada balon resusitasi lupa
ditutup, hingga udara tekan keluar melalui katup ini
3. Kebocoran pada konektor
4. Volume tidal yang diberikan kurang
5. Sumbatan pada pipa ET
6. Pneumothorax

D. KOMPLIKASI
1. Pipa ET masuk ke dalam esofagus yang dapat menyebabkan
hipoksia.
2. Luka pada bibir dan lidah akibat terjepit antara laringoskop
dengan gigi.
3. Gigi patah.
4. Laserasi pada faring dan trakea akibat stilet pada ujung pipa.
5. Kerusakan pita suara
6. Perforasi pada faring dan esofagus
7. Muntah dan aspirasi
8. Pelepasan adrenalin dan noradrenalin akibat rangsangan
intubasi sehingga terjadi hipertensi, takikardi, dan aritmia.
9. Pipa masuk ke salah satu bronkus, umumnya masuk ke
bronkus kanan. Untuk mengatasinya, tank pipa 1-2 cm sambil
dilakukan inspeksi gerakan dada dan auskultasi bilateral.
Pemasangan ETT BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skill Lab Fakultas Kedokteran UMS

VI. DAFTAR PUSTAKA


1. Kumpulan Materi pelatihan resusitasi Pediatrik Tahap Lanjut. Unit
Kerja Koordinasi Pediatri Gawat Darurat Ikatan Dokter Anak
Indonesia.Semarang. 2001
2. Brigade Siaga Bencana (BSB) RS dr. Sardjito. 2004. Materi
Pelatihan General emergency Life Support (GELS). Yogyakarta.
3. American Heart Association. 2015. Guidelines Updates for CPR
and ECC.

~ 59 ~
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL Pemasangan ETT
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

VII. CHECKLIST LATIHAN


TEKNIK PEMASANGAN ETT PADA DEWASA

Nama:

NIM:

NILAI
NO TEKNIK
0 1 2 3
1 Beritahukan pada pasien atau keluarga mengenai prosedur tindakan
yang akan dilakukan, indikasi dan komplikasinya, dan mintalah
persetujuan dari pasien atau keluarga (informed consent)
2 Cek alat yang diperlukan, pastikan semua berfungsi dengan baik
dan pilih pipa endotrakeal (ET) yang sesuai ukuran.
3 Masukkan stilet ke dalam pipa ET. Jangan sampai ada penonjolan
keluar pada ujung baton
4 Buat lengkungan pada pipa dan stilet
5 Cek fungsi balon dengan mengembangkan dengan udara 10 ml. Jika
fungsi baik, kempeskan balon.
6 Beri pelumas pada ujung pipa ET sampai daerah cuff.
7 Letakkan bantal kecil atau penyangga handuk setinggi 10 cm di
oksiput dan pertahankan kepala sedikit ekstensi. (jika resiko fraktur
cervical dapat disingkirkan)
8 Bila perlu lakukan penghisapan lendir pada mulut dan faring dan
berikan semprotan benzokain atau tetrakain jika pasien sadar atau
tidak dalam keadaan anestesi dalam.
9 Lakukan hiperventilasi minimal 30 detik melalui bag masker dengan
Fi 02 100 %.
10 Buka mulut dengan cara cross finger dan tangan kiri memegang
laringoskop.
11 Masukkan bilah laringoskop dengan lembut menelusuri mulut
sebelah kanan, sisihkan lidah ke kiri.
12 Masukkan bilah sedikit demi sedikit sampai ujung laringoskop
mencapai dasar lidah, perhatikan agar lidah atau bibir tidak terjepit di
antara bilah dan gigi pasien
13 Angkat laringoskop ke atas dan ke depan dengan kemiringan 30
samapi 40 sejajar aksis pengangan. Jangan sampai menggunakan
gigi sebagai titik tumpu.
Pemasangan ETT BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skill Lab Fakultas Kedokteran UMS
NILAI
NO TEKNIK
0 1 2 3
14 Bila pita suara sudah terlihat, tahan tarikan / posisi laringoskop
dengan menggunakan kekuatan siku dan pergelangan tangan.
15 Masukkan pipa ET dari sebelah kanan mulut ke faring sampai
bagian proksimal dari cuff ET melewati pita suara ±1 - 2 cm atau
pada orang dewasa atau kedalaman pipa ET ±19 -23 cm.
16 Angkat laringoskop dan stilet pipa ET dan isi balon dengan udara 5-
10 ml.
17 Hubungan pipa ET dengan ambubag dan iakukan ventilasi sambil
melakukan auskultasi (asisten), pertama pada lambung, kemudian
pada paru kanan dan kiri sambil memperhatikan pengembangan
dada.
18 Bila terdengar gurgling pada lambung dan dada tidak mengembang,
berarti pipa ET masuk ke esofagus dan pemasangan pipa harus
diulangi setelah melakukan hiperventilasi ulang selama 30 detik.
19 Setelah bunyi nafas optimal dicapai, kembangkan balon cuff dengan
menggunakan spuit 10 cc.
20 Lakukan fiksasi pipa dengan plester agar tak terdorong atau tercabut
21 Pasang orofaring untuk mencegah pasien menggigit pipa ET jika
mulai sadar.
22 Lakukan ventilasi terus dengan oksigen 100 % (aliran 10 sampai 12
liter per menit).
JUMLAH
Keterangan kriteria penilaian:
0: tidak dilakukan
1: dilakukan, tetapi tidak sempurna
2: dilakukan dengan kurang sempurna
3: dilakukan dengan sempurna
Batas lulus 75%, dengan tidak ada critical point yang bernilai = 0

Nilai = (jumlah/66) x 100 =.............

Mengetahui,

Koordinator Instruktur Mahasiswa Penilai

(___________) (___________)

~ 61 ~
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL Pemasangan ETT
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS
TEKNIK PEMASANGAN ETT PADA BAYI

Nama:

NIM:

NO LANGKAH 0 1 2 3
Memilih dan menyiapkan pipa ET.
1 Pilih pipa ET sekali pakai (disposable) ukuran disesuaikan dengan berat
badan bayi.
2 Pipa ET dipotong secara diagonal pada angka 13, sambungkan dengan
sambungan yang sesuai.
3 Agar pipa lebih kaku dan mudah dilegkungkan, masukkan stilet yang
ujungnya tidak melebihi panjang pipa ET.
Menyiapkan laringoskop
4 Pasang daun laringoskop pada pegangannya.
5 Hidupkan lampu laringoskop, periksa lampu dan batere nya*
Menyiapkan perlengkapan lain
6 Persiapkan alat dan kateter penghisap no 10 F.
7 Persiapkan balon dan sungkup, sumber oksigen 100 %, stetoskop,
plester.
8 Memposisikan bayi: Kepala sediit ekstensi / tengadah
Menyiapkan pemasukan laringoskop.
9 Penolong berdiri di sisi atas kepala bayi.
10 Nyalakan lampu laringoskop
11 Pegang laringoskop dengan ibujari dan ketiga jari tangan kiri (normal
atau pun kidal), arahkan daun laringoskop ke sisi beriawanan dengan
penolong.
12 Pegang kepala bayi dengan tangan kanan.
Memasukkan daun laringoskop
13 Masukkan daun laringoskop antara palatum durum dan lidah
14 Ujung daun laringoskop dimasukkan menyusuri lidah secara perlahan ke
pangkal lidah sampai vallecula epiglottica
Melihat glottis
15 Angkat daun laringoskop dengan cara mengangkat seluruh laringoskop
ke arah batang laringoskop menunjuk, lidah akan terjulur sedikit
sehingga terlihat faring.
16 Menentukan letak dan posisi daun laringsokop:
17 Penekanan di daerah laring akan memperiihatkan glottis, dengan
menggunakan jari ke -4 dan ke-5 tangan kiri. atau dilakukan asisten
Pemasangan ETT BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skill Lab Fakultas Kedokteran UMS
NO LANGKAH 0 1 2 3
dengan telunjuk
Batasan waku 20 detik
18 Sambil menunggu, bayi diberikan VTP dengan oksigen 100 %.
Memasukkan pipa ET: Glottis dan pita suara harus terlihat.
19 Pipa ET dipegang dengan tangan kanan, dimasukkan dari sebelah
kanan mulut.
20 Tetap melihat glottis, dimasukkan waktu pita suara terbuka. Jika dalam
20 detik pita suara belum terbuka, hentikan, sementara lakukan VTP.
21 Masukkan pipa ET di antara pita suara, sampai sebatas garis tanda pita
suara, ujung pipa pada pertengahan pita suara dan karina.*
Mengeluarkan laringoskop.
22 Pipa ET dipegang dengan tangan kanan, bertumpu pada muka bayi,
tekan bibir.
23 Laringoskop dikeluarkan dengan tangan kiri / tanpa mengganggu atau
menggeser pipa ET.
24 Cabut stilet dari pipa ET
Memastikan letak pipa ET
25 Sambil memegang pipa ET pada bibir, pasang sambungan pipa ke
balon resusitasi dan lakukan ventilasi sambil mengamati dada dan perut
bayi.
26 Mendengarkan suara nafas dengan menggunakan stetoskop di dada
atas kiri dan kanan.*
27 Fiksasi pipa ET ke wajah bayi dengan plester
JUMLAH
Keterangan:
0: Tidak dilakukan
1: Dilakukan tetapi tidak benar
2: Dilakukan dengan kurang sempurna
3: Dilakukan dengan sempurna.

Nilai = (jumlah/54) x 100 =.............


Mengetahui,
Koordinator Instruktur Mahasiswa Penilai

(___________) (___________)

~ 63 ~
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN MEDIK Pemasangan Fisik Abdomen
SEMESTER 6 KBK-PBL
Skills Lab Fakultas Kedokteran UMS

Anda mungkin juga menyukai