Anda di halaman 1dari 22

DEMOKRASI INDONESIA

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara Etimologi dan Tanpa mengesampingkan Teori Relativitas Demokrasi

berasal dari bahasa Yunani yakni Demos yang artinya rakyat dan kratos atau

kratein yang berarti kekuasaan atau pemerintahan, jadi demokrasi merupakan

rakyat berkuasa dimana bentuk kekuasaan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat,

dan untuk rakyat. Demokrasi menjadi salah satu bentuk atau mekanisme sistem

pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat atau

negara yang dijalankan oleh pemerintah. Semua warga negara memiliki hak yang

setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka.

Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik secara langsung atau

melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.

Salah satu syarat dari negara demokrasi adalah adanya keterlibatan warga negara

(rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik langsung maupun tidak

langsung (perwakilan). Hal ini dapat diwujudkan melalui pemilu (pemilihan

umum).

Pemilihan umum merupakan salah satu pilar penting dalam sistem

demokrasi Pancasila. Sebagai sebuah negara yang menganut sistem demokrasi,

Indonesia telah konsisten mengadakan pemilihan umum untuk menentukan

pemimpin dan wakil rakyat yang akan mewakili kepentingan rakyat dalam

mengambil keputusan politik. Dalam konteks demokrasi Pancasila, pemilihan

1
umum memiliki peran yang sangat vital untuk menjaga prinsip - prinsip Pancasila,

seperti musyawarah untuk mufakat, keadilan sosial, dan persatuan. Namun

meskipun pemilihan umum telah dijalankan secara rutin di Indonesia, masih

terdapat beberapa permasalahan yang perlu diperhatikan seperti salah satunya ada

kecurangan pemilu dan adanya tekanan dalam memilih. Biasaya suatu partai akan

melakukan kampanye atau melakukan suap untuk mendapatkan suara agar

partainya dipilih oleh rakyat. Yang seharusnya pada saat pelaksanaan pemilu

dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan

asas pemilu yang ada di Indonesia namun dalam kenyataannya masih terdapat

kecurangan, tekanan dan paksaan dalam memilih.

Pemilihan umum yang demokratis memerlukan partisipasi aktif dari seluruh

rakyat. Dalam Pasal 43 Ayat (1 dan 2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dinyatakan, “setiap warga negara berhak

untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak

melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil

sesuai dengan ketentuan peraturan. Seharusnya setiap warga negara mempunyai

hak untuk dipilih dan memilih, namun terdapat ketimpangan akses terhadap

informasi politik yang dapat memengaruhi pemahaman dan partisipasi masyarakat

dalam proses pemilihan umum. Beberapa faktor yang mempengaruhi

ketimpangan ini antara lain infrastruktur komunikasi yang belum merata,

tingginya tingkat buta aksara digital dibeberapa daerah, serta keterbatasan media

massa yang mampu menyediakan informasi yang objektif dan berimbang.

Ketimpangan akses informasi politik ini dapat menyebabkan ketidakmerataan

2
partisipasi politik dan peluang yang adil bagi calon yang bersaing dalam

pemilihan umum.

Salah satu tantangan serius dalam pemilihan umum di Indonesia adalah

praktik politik uang. Dalam pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi

pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan

adil setiap lima tahun sekali. Seharusnya asas pemilu tersebut diterapkan dalam

pelaksaan pemilu namun kenyataannya masih ada kecurangan - kecurangan salah

satunya yaitu adanya praktik politik uang. Praktik politik uang melibatkan

pemberian uang, barang, atau imbalan materi lainnya kepada pemilih dengan

harapan mempengaruhi suara mereka. Hal ini merusak prinsip demokrasi

Pancasila yang mengedepankan musyawarah untuk mufakat dan keadilan sosial.

Praktik politik uang dapat mempengaruhi integritas pemilihan umum,

memperburuk ketimpangan ekonomi, dan mengorbankan kepentingan publik.

Perlu langkah-langkah yang lebih efektif untuk mengatasi dan mencegah praktik

politik uang agar pemilihan umum dapat berlangsung secara adil, bebas, dan

demokratis.

1.2 Rumusan Masalah

A. Bagaimanakah jalannya pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) di Indonesia

dalam konteks Demokrasi Pancasila?

B. Bagaimana ketimpangan akses informasi politik dan praktik politik uang

memengaruhi partisipasi politik masyarakat serta integritas pemilihan umum

di Indonesia dalam konteks menjaga prinsip demokrasi Pancasila?

1.3 Tujuan

3
A. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pemilu di Indonesia dalam

konteks Demokrasi Pancasila.

B. Untuk mengetahui pengaruh ketimpangan akses informasi politik dan

praktik politik uang terhadap partisipasi masyarakat dan integritas pemilihan

umum di Indonesia dalam konteks menjaga prinsip demokrasi pancasila.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia

Tanpa mengesampingkan Teori Relativitas Pemilihan Umum (Pemilu)

adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang berasaskan langsung, umum,

bebas, rahasia, jujur dan adil (LUBERJURDIL). Pemilu merupakan salah wujud

nyata demokrasi prosedural yang dilakukan rakyat sebagai perwujudan kehidupan

tata negara yang demokratis (Handita & Anggraini, 2021). Pemilihan umum

dalam pandangan Syamsudin Haris, merupakan salah satu bentuk pendidikan

politik bagi rakyat, yang bersifat langsung, terbuka, massal, yang diharapkan

bisa mencerdaskan pemahaman politik dan meningkatkan kesadaran

masyarakat mengenai demokrasi (Haris, 2014). Pemilu adalah wujud nyata

demokrasi prosedural, meskipun demokrasi tidak sama dengan pemilihan

umum, namun pemilihan umum merupakan salah satu aspek demokrasi yang

sangat penting yang juga harus diselenggarakan secara demokratis. Oleh

karena itu, lazimnya di negaranegara yang menamakan diri sebagai negara

demokrasi mentradisikan Pemilu untuk memilih pejabat-pejabat publik di

bidang legislatif dan eksekutif baik di pusat maupun daerah (Prasetyoningsih,

2017).

Pelaksanaan pemilu di Indonesia melibatkan berbagai pihak, termasuk

Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga penyelenggara pemilu, partai

5
politik yang menjadi peserta pemilu, serta masyarakat yang terlibat sebagai

pemilih. KPU bertanggung jawab dalam menyusun peraturan pemilu,

mengorganisir dan mengawasi proses pemilu, serta mengumumkan hasil pemilu.

Pemilihan umum di Indonesia melibatkan berbagai tahapan, dimulai dari

pendaftaran pemilih, pendaftaran calon, kampanye, pemungutan suara, hingga

penghitungan suara dan penyelesaian sengketa. Proses ini diatur dalam Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan peraturan yang

dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

(Prasetyo dkk, 2022) Tujuan dari pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia

yaitu:

1. Pemilu sebagai implementasi kedaulatan rakyat, bagi negara demokrasi

seperti Indonesia maka kedaulatan berada ditangan rakyat, akan tetapi

dalam hal ini rakyat tidak bisa memerintah atau memimpin secara

langsung sehingga rakyat perlu memilih dan menentukan wakil-

wakilnya di pemerintahanyang akan menampung dan merealisasikan

aspirasinya.

2. Pemilu sebagai sarana membentuk perwakilan politik, melalui pelaksanaan

pemilu, rakyat dapat memilih wakil-wakilnya yang dipercaya dan

dianggap kompeten serta menjalankan kepentingan rakyat.

3. Pemilu sebagai sarana penggantian pemimpin secara konstitusional,

melalui pemilu ini pemerintahan yang aspiratif dan amanah tentu

akan terpilih kembali pada periode berikutnya, dan sebaliknya jika

6
dianggap tidak mumpuni maka kepercayaan rakyat akan pudar dan

menghendaki pergantianatau pemberhentian wakil-wakilnya.

4. Pemilu sebagai sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh

legitimasi, pemungutan suara saat pelaksanaan pemilu merupakan

pemberian mandat dari rakyat kepada pemimpin yang terpilih untuk

menjalankan roda pemerintahan, pemimpin yang terpilih dengan suara

mayoritas berarti mendapatkan legitimasi dari rakyat sebagai pemegang

kedaulatan.

5. Pemilu sebagai sarana partisipasi politik masyarakat, melalui pemilu

rakyat dapat terlibat secara langsung dalam menentukan kebijakan

publik melalui dukungannya kepada kontestan politik yang memiliki

program kerja unggulan.

6. Pemilu sebagai ajang seleksi para pemimpin pemerintahan baik eksekutif

maupun legillatif sehingga kontestan yang terpilih merupakan yang

terbaik dan paling layak dalam mengemban amanat rakyat.

Indonesia merupakan negara yang demokratis sehingga menjamin

kesamaan hak, kewajiban dan kedudukan warga negaranya sama tanpa

diskriminasi baik dalam kedudukannya di muka hukum maupun kedudukannya

dalam pemerintahan.Asas-asas pemilu terdiri dari:

1. Langsung, artinya dalam pelaksanaan pemilu masyarakat dapat memilih

secara langsung berdasarkan hati nurani dan menurut kehendak sendiri

tanpa perantaradan pemberian surat kuasa pada orang lain.

7
2. Umum, artinya berlaku bagi semua warga negara yang memenuhi

syarat yakni sudah berusia 17 tahun tanpa membeda-bedakan agama,

suku, ras, jenis kelamin, golongan pekerjaan, dan lain-lain.

3. Bebas, artinya setiap warga negara berhak memilih siapapun kontestan

yang dikehendaki tanpa paksaan, tekanan, pengaruh, maupun intimidasi

pihak lain.

4. Rahasia, artinya setiap pemilih terjamin kerahasiaannya dalam menyalurkan

suaranya dan tidak ada satu pihak pun yang mengetahui terhadap pilihan

tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi keamanan, keselamatan,

dan kenyamanan rakyat sebagai pemiilih dari pihak-pihak yang tidak

bertanggungjawab.

5. Jujur, memiliki arti bahwa setiap penyelenggara yang terlibat termasuk

rakyat dalam pelaksanaan pemilu harus bersikap jujur serta tidak

melakukan kecurangan dalam hal apapun sesuai dengan aturan perundang-

undangan yang berlaku.

6. Adil, berarti semua pihak yang terlibat harus mendapat perlakuan yang

sama tanpa diskriminasi.

Salah satu aspek penting dalam pelaksanaan pemilu di Indonesia adalah

prinsip-prinsip demokrasi Pancasila. Prinsip-prinsip ini mencakup kesetaraan hak

dan kewajiban, partisipasi aktif masyarakat, serta musyawarah untuk mufakat.

Dalam konteks pemilu, prinsip demokrasi Pancasila tercermin dalam asas pemilu

yang meliputi kebebasan pemilih untuk memilih tanpa paksaan, tekanan, atau

pengaruh dari pihak lain. Selain itu, pemilu di Indonesia juga mengedepankan

8
prinsip keadilan, di mana semua pihak yang terlibat dalam pemilu mendapatkan

perlakuan yang sama tanpa diskriminasi.

2.2 Ketimpangan Akses Informasi Politik dan Partisipasi Masyarakat

dalam Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia

Konsep penting terkait dalam pemilihan umum adalah partisipasi politik

karena pemilihan umum akan menjadi tidak bermakna tanpa dukungan partisipasi

masyarakat. Menurut Miriam Budiarjo (1994: 183) partisipasi politik adalah

kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam

kehidupan politik, dengan jalan memilih pemimpin negara dan secara langsung

atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy).

Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan

umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota partai atau kelompok

kepentingan, mengadakan pendekatan atau kontak dengan anggota parlemen.

Dengan demikian partisipasi politik masing-masing.

Ketimpangan akses informasi politik dan partisipasi masyarakat dalam

Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia telah menjadi perhatian penting dalam

sistem demokrasi. Meskipun peraturan dan undang-undang yang berlaku di

Indonesia mengupayakan penyelenggaraan Pemilu yang adil dan demokratis,

masih terdapat beberapa masalah yang dapat menyebabkan ketimpangan akses

informasi politik dan partisipasi masyarakat. Berikut merupakan faktor yang

menyebabkan terjadinya ketimpangan akses informasi politik dan partisipasi

masyarakan dalam pemilu di Indonesia:

9
1. Keterbatasan Akses Informasi: Terdapat ketimpangan akses informasi

politik di berbagai daerah di Indonesia. Walaupun kita sudah masuk ke

dalam zaman digital namun masih ada seperti wilayah-wilayah terpencil,

terisolasi, atau dengan infrastruktur komunikasi yang terbatas akan

menghadapi tantangan dalam mendapatkan akses yang setara terhadap

informasi politik yang diperlukan untuk membuat keputusan yang

terinformasi dalam pemilihan. Hal ini dapat mengurangi partisipasi

masyarakat dalam pemilihan.

2. Ketimpangan Sosial-Ekonomi: Ketimpangan sosial-ekonomi di Indonesia

dapat mempengaruhi akses masyarakat terhadap informasi politik.

Ketidaksetaraan dalam pendapatan, pendidikan, dan kesempatan kerja dapat

membatasi kemampuan masyarakat untuk mengakses media, internet, atau

sarana komunikasi lainnya yang diperlukan untuk mendapatkan informasi

politik yang relevan.

3. Peran Media Massa: Media massa memiliki peran penting dalam

menyebarkan informasi politik kepada masyarakat. Namun, terdapat

ketimpangan dalam kepemilikan media serta akurasi dan keberimbangan

dalam pemberitaan politik. Tidak netralan media dapat mempengaruhi akses

informasi yang setara dan dapat berdampak pada partisipasi masyarakat

dalam Pemilu.

4. Batasan Hukum dan Regulasi: Undang-Undang Pemilu di Indonesia

mengatur kerangka kerja untuk penyelenggaraan Pemilu yang adil dan

demokratis. Namun, terdapat kekhawatiran tentang batasan-batasan yang

10
diatur oleh hukum terkait kampanye, pembiayaan politik, dan akses media

bagi partai-partai politik kecil. Hal ini dapat menciptakan ketimpangan

dalam partisipasi politik dan akses informasi yang adil bagi seluruh

partisipan.

5. Literasi Politik: Ketimpangan dalam tingkat literasi politik dapat

mempengaruhi akses informasi dan partisipasi masyarakat dalam Pemilu.

Tingkat pemahaman yang rendah tentang proses politik, kebijakan publik,

dan platform partai politik dapat menghambat partisipasi aktif dalam

pemilihan.

6. Diskriminasi Politik: Beberapa kelompok minoritas di Indonesia

menghadapi diskriminasi politik, baik dalam hal mendapatkan dukungan

politik, akses ke posisi politik, atau pengambilan keputusan yang

menghormati kepentingan mereka. Diskriminasi ini dapat menghambat

partisipasi politik aktif dan adil bagi kelompok minoritas.

Ketimpangan akses informasi politik dapat memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap partisipasi masyarakat dan integritas pemilihan umum di

Indonesia dalam konteks menjaga prinsip demokrasi Pancasila. Berikut adalah

pengaruh-pengaruh tersebut:

1. Partisipasi Masyarakat yang Tidak Merata: Ketimpangan akses informasi

politik dapat menghambat partisipasi masyarakat secara merata dalam

pemilihan umum. Jika kelompok-kelompok minoritas atau masyarakat di

daerah terpencil tidak memiliki akses yang cukup terhadap informasi

11
politik, mereka mungkin tidak memiliki pengetahuan yang memadai untuk

berpartisipasi dalam proses politik. Hal ini dapat menghasilkan partisipasi

yang tidak merata dan mengurangi representasi yang inklusif dari

seluruhlapisan masyarakat.

2. Ketidakadilan dalam Pengambilan Keputusan: Ketimpangan akses

informasi politik dapat mengakibatkan ketidakadilan dalam pengambilan

keputusan politik. Jika hanya sebagian kecil masyarakat yang memiliki

akses terhadap informasi politik yang akurat dan lengkap, keputusan politik

yang diambil mungkin tidak mencerminkan kepentingan dan aspirasi

seluruh masyarakat. Hal ini melanggar prinsip demokrasi Pancasila yang

menekankan keadilan dalam pengambilan keputusan politik.

3. Potensi Manipulasi dan Kecurangan: Ketimpangan akses informasi politik

dapat meningkatkan potensi manipulasi dan kecurangan dalam pemilihan

umum. Jika sebagian masyarakat memiliki kontrol yang lebih besar

terhadap informasi politik, mereka dapat memanipulasi persepsi dan

pandangan masyarakat lainnya, mengancam integritas pemilihan umum. Hal

ini bertentangan dengan prinsip demokrasi Pancasila yang mendorong

proses pemilihan yang adil, jujur, dan bebas dari manipulasi.

4. Menurunnya Kepercayaan Publik: Ketimpangan akses informasi politik

dapat mengakibatkan penurunan kepercayaan publik terhadap proses politik

dan pemilihan umum. Jika masyarakat merasa bahwa mereka tidak memiliki

akses yang setara terhadap informasi politik yang diperlukan untuk

membuat keputusan yang informan, mereka mungkin menjadi skeptis

12
terhadap integritas dan transparansi pemilihan umum. Hal ini dapat merusak

kepercayaan publik dan mengancam stabilitas demokrasi Pancasila.

Untuk menjaga prinsip demokrasi Pancasila, penting untuk mengatasi

ketimpangan akses informasi politik. Dengan demikian, partisipasi masyarakat

dapat ditingkatkan dan integritas pemilihan umum dapat dipertahankan, menjaga

prinsip-prinsip demokrasi Pancasila yang inklusif, adil, dan transparan.

2.3 Praktik Politik Uang dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Di Indoneisa

Penyelenggaraan pemilihan umum merupakan salah satu ciri dari negara

demokrasi dalam menjalankan roda pemerintahannya dan merupakan satu cara

dalam memilih pemimpin dalam negara indonesia. Dan secara tegas telah diatur

dalam ketentuan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(UUD NRI Tahun 1945) khususnya Pasal 22E. Sesuai dengan ketentuan ayat (1)

hendaknya pemilihan umum dilaksanakan tanpa adanya kecurangan dan

pelanggaran guna terciptanya penyelenggaraan pemilihan umum yang demokratis

dengan mengedepankan adanya asas sebagaimana disebutkan dalam Pasal 22 E

UUD NRI 1945 diatas. Akan tetapi pada faktanya, pelanggaran demi pelanggaran

dalam pelaksanaan pemilihan umum terus terjadi sejak dilaksanakannya

pemilihan umum Presiden dan wakil Presiden untuk pertama kalinya pada tahun

2004.

Gary Goodpaster, dalam studinya mendifinisikan money politic sebagai


bagian dari korupsi yang terjadi dalam proses-proses pemilu, yan meliputi
pemilihan presiden, kepala daerah, dan pemilu legislative, kemudian
menyimpulkan bahwa money politic merupakan transaksi suap-menyuap
yang dilakukan oleh aktor untuk kepentingan mendapatkan keuntungan
suara dalam pemilihan Salah satu problema yang belum tuntas hingga saat

13
ini adalah adanya praktik politik uang yang dijadikan sebagai senjata oleh
para calon legislatif.

Tanpa mengesampingkan teori relativitas politik uang atau Money Politic

adalah suatu upaya memengaruhi orang lain (masyarakat) dengan menggunakan

imbalan materi atau dapat juga diartikan jual-beli suara pada proses politik dan

kekuasaan serta tindakan membagi-bagikan uang, baik milik pribadi atau partai

untuk mempengaruhi suara pemilih. Kurangnya pengetahuan masyarakat

mengenai politik uang ini, menyebabkan kecurangan ini terus terjadi setiap kali

ada Pemilu. Saking sudah bisanya, beberapa masyarakat bahkan menantikan

sogokan paling besar yang ditawarkan oleh calon dalam kontestasi politik yang

sedang berlangsung. Hal ini menyebabkan masyarakat yang kurang pengetahuan

mengenai politik, menjadi berfikir jika hal tersebut adalah hal yang lumrah.

Pemberian uang sebagai sogokan dalam Pemilu menyebabkan calon atau

kontestan politik harus mengeluarkan biaya yang besar dalam proses pemilihan.

Tentunya kontestan politik tersebut tidak menghamburkan uangnya tanpa tujuan.

Beberapa kandidat yang telah terpilih tersebut, terdorong untuk melakukan

korupsi, demi mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan saat pemilihan.

Tindakan-tindakan korupsi ini secara tidak langsung memberikan dampat pada

kehidupan masyarakat, seperti terhambatnya pembangunan, hingga

penyelewengan dana masyarakat

Penegakan hukum daripada praktik politik uang ini yang paling dasar

menggunakan UU No. 07 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum untuk

menganalisa sanksi hukum terhadap pelaku praktik politik uang. Dan yang kedua

adalah upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah maraknya praktik

14
politik uang di Indonesia. Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan jika

dilihat ketentuan larangan politik uang dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun

2017 tentang Pemilihan Umum secara tegas dan jelas telah diatur tentang larangan

berikut juga sanksi yang diberikan kepada pelaku politik uang mulai dari sanksi

administrasi yaitu dari pembatalan sebagai calon anggota legislatif, pembatalan

atau batal demi hukum hasil hasil perolehan suaranya jika terbukti pelanggaran itu

dilakukan secara terstruktur dan masif hingga sanksi pidana dapat dijatuhkan jika

calon anggota legislatif terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana diatur

dalam ketentuan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum

termasuk salah satu didalamnya adalah praktik politik uang. hanya saja regulasi

tanpa diimbangi dengan sistem dan kesadaran dari pelaksana dan peserta pemilu

akan politik uang maka praktik politik uang akan tetap terjadi, oleh karena itu

kesadaran dan kepatuhan terhadap hukum dari warga Negara Indonesia menjadi

faktor utama dalam suksesnya proses demokrasi dalam pemilihan umum baik

dalam kontek pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden maupun dalam

pemilihan Umum anggota legislatif secara khusus.

Praktik politik uang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap partisipasi

masyarakat yang adil sehingga dapat merusak integritas, menyebabkan

ketidakadilan dalam persaingan politik, serta membahayakan kredidibilitas

pemilihan umum di Indonesia dan tidak sesuai dengan demokrasi Pancasila itu

sendiri.

Upaya hukum dalam pencegahan politik uang dapat dilakukan dengan

beberapa strategi hukum berikut ini, pertama, Strategi Pencegahan Melalui

15
Kebijakan Legislasi yaitu Mengkriminalisasikan politik uang sebagai tindak

kejahatan dengan ancaman hukuman yang berat. Stategi kriminalisasi politik

uang, perlu ditempuh karena selama ini terjadi kekosongan hukum (utamanya

hukum pidana) mengenai hal tersebut. Mengikuti teori Von Feurbach,

kriminalisasi yang disertai ancaman hukuman berat terhadap politik uang akan

memberi efek psikologis yang mencegah seseorang melakukan perbuatan serupa,

Kedua, Strategi Pencegahan Melalui Kebijakan Yudikasi. Memantapkan

efektivitas penerapan hokum yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 7

Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum Pasal 286 Ayat (1) (menyangkut kasus

politik uang) melalui peningkatan keterpaduan kerja antar aparat penegak hukum,

peningkatan kemampuan penguasaan hukum, peningkatan keterampilan teknis

yuridis, peningkatan integritas moral, peningkatan profesionalisme, serta

peningkatan sarana dan prasarana yang diperlukan. Strategi ini mutlak diperlukan

karena sekalian hal di atas merupakan syarat penting bagi penerapan hukum

secara efektif. Ketiga. Strategi Pencegahan Melalui Kebijakan Eksekusi.

Mengefektifkan pelaksanaan eksekusi hukuman (terhadap pelaku politik uang)

melalui peningkatan pengawasan oleh pengadilan. Strategi ini merupakan upaya

untuk memastikan bahwa putusan hukum oleh pengadilan mengenai politik uang

benar-benar dieksekusi dan dilaksanakan secara benar dan tepat.

16
17
BAB III

PENUTUP

18
DAFTAR PUSTAKA

Antari, P. E. D. (2018). Interpretasi Demokrasi Dalam Sistem Mekanis Terbuka


Pemilihan Umum di Indonesia. Jurnal Panorama Hukum, 3(1), 87-104.
Haris, S. (2014). Partai, Pemilu, dan Parlemen Era Reformasi. Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia.
Handita, D., & Anggraini, L. (2021, July). Penerapan Pemilu Online Berbasis
Aplikasi Smartphone Di Era Pandemi Covid-19. In Prosiding Seminar
Nasional Desain …, July, 848â (Vol. 851).
Jayus, D. S., Rachmad, S., & Iwan, S. H. Politik Uang Dalam Pemilihan Umum
Legislatif (Doctoral dissertation, Fakultas Hukum Universitas Jember).
Prasetyoningsih, N. (2017). Dampak Pemilihan Umum Serentakbagi
Pembangunan Demokrasi Indonesia. Jurnal Media Hukum Vol. 21 No. 2,
242.
Qodir, Z. (2016). Politik Uang Dalam Pemilu-Pemilukada 2014: Modus dan
Resolusinya. Jurnal Ilmiah Administrasi Pemerintahan Daerah, 8(2).
Supriatnoko. (2008). Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Penaku.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Wibowo, A. P., Wardhana, E. W., & Nurgiansah, T. H. (2022). Pemilihan Umum

di Indonesia dalam Perspektif Pancasila. Jurnal Kewarganegaraan, 6(2),

3217-3225.

Anda mungkin juga menyukai