Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN

KELOMPOK 8
Lokasi : PAHANDUT

FAISAL ADISA PUTRA SIMBOLON 213010502001


FAHRUL ROZIE 213010502014
HENI SILVIA RESTI 213010502022
LISA MAULIDA 213020502033
ARMANDA SIHALOHO 213020502040
DENNIS SANDY LAURENTIUS SITUMORANG 213020502046
JEREMIA SIANTURI 213020502053
RAYMOND PERDINAN BUTARBUTAR 213020502078
RASYID YASA BUDIARTA 213030502083

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN ARSITEKTUR
TAHUN 2023/2024

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,


karena atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan tepat waktu. Tujuan dibuatnya laporan ini dalam rangka
menyelesaikan tugas dari mata kuliah DAS, Rawa Gambut, dan
Arsitektur.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat
banyak kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan
kami sebagai penulis. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca tentang makalah ini, agar kami dapat lebih
memperbaiki makalah ini dengan baik ke depannya.
Makalah ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai
pihak, oleh karena itu sudah sepantasnya kami menyampaikan ucapan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu. Semoga
makalah ini dapat menjadi sumber informasi dan belajar yang baik bagi
semua orang.
Dengan ini, akhir kata kami ucapkan terima kasih

Palangka Raya, 25 Agustus 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG ............................................................................................ 1
B. RUMUSAN MASALAH ........................................................................................ 2
C. TUJUAN ................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3
1.) BENTUK-BENTUK ALUR SUNGAI ............................................................. 3
A. Bentuk Daerah Aliran Sungai .............................................................................. 3
B. Pola Aliran Sungai ............................................................................................... 4
C. Alur Sungai.......................................................................................................... 5
2.) PROSES TERBENTUKNYA DATARAN BANJIR ...................................... 6
3.) FENOMENA BANJIR DI KALIMANTAN SELATAN ............................... 6
4.) FENOMENA BANJIR DI KALIMANTAN TENGAH ................................. 9
BAB III METODE PELAKSANAAN........................................................................... 13
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 19
KESIMPULAN ............................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 20

ii
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Secara umum daerah aliran sungai (DAS) dapat diartikan sebagai wilayah aliran
air yang dibatasi oleh igir-igir, di mana air hujan yang jatuh akan mengalir melalui
saluran-saluran tertentu yang pada akhirnya akan mengalir pada danau atau laut. Hal
tersebut tidak berbeda jauh dengan apa yang dikemukakan oleh Suripin bahwa DAS
merupakan suatu ekosistem dimana didalamnya terjadi suatu proses interaksi antara
faktor biotik, non biotik dan manusia. Nasution L. dan Anwar A. (1981) dalam Fatimah
N. (1997) mengemukakan bahwa DAS merupakan kesatuan ekosistem yang
mempunyai bagian-bagian subsistem yang saling berkaitan satu sama lain.
Komponen-komponen DAS antara lain:
a. Vegetasi yang berfungsi mengatur tata air dan pelindung tanah dari daya rusak butir-
butir air hujan, pelindung tanah dari daya tarik air limpasan permukaan, serta sebagai
komponen yang mampu memperbaiki kapasitas infiltrasi dan daya absorpsi air. Vegetasi
yang dimaksud dalam hal ini menurut Soemarwoto (1974) meliputi tumbuhan hidup di
daerah tersebut.
b. Tanah merupakan suatu tumbuk alam atau gabungan tubuh alam yang dapat dianggap
sebagai hasil alam bermata tiga yang merupakan paduan antara gaya pengrusakan dan
pembangunan, yang dalam hal ini Suripin (2002) menyatakan secara fisik, tanah terdiri
dari partikel mineral organik dengan berbagai ukuran.
c. Tata guna lahan adalah suatu proses pembuatan anjuran mengenai lokasi bagi
berbagai kegiatan manusia. Pada umumnya orang memandang bahwa lahan dan tanah
itu adalah bagian penting dari lingkungan hidup.
Aktivitas suatu komponen ekosistem selalu memberi pengaruh pada ekosistem
yang lain. Manusia adalah salah satu komponen yang teramat penting. Sebagai
komponen yang dinamis, manusia dalam menjalankan aktivitasnya sering kali
mengakibatkan dampak yang besar bagi keseluruhan ekosistemnya. Sehingga hubungan
timbal balik antar komponen menjadi tidak seimbang, maka terjadilan gangguan
ekologis. Gangguan tersebut pada dasarnya gangguan pada arus materi, energi dan
informasi antar komponen yang tidak seimbang (Odum, 1972).
Dalam mempelajari ekosistem DAS, daerah aliran sungai biasanya dibagi
menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. Secara biogeofisik, karakteristik hulu DAS
merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi, kemiringan
lereng besar (> 15%), bukan merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air
ditentukan oleh pola drainase, dan jenis vegetasi umumnya merupakan tegakan hutan.
Sementara daerah hilir dicirikan oleh hal-hal seperti: merupakan daerah pemanfaatan,
kerapatan drainase lebih kecil, merupakan daerah dengan kemiringan kecil sampai
dengan sangat kecil (kurang dari 8 % ), pada beberapa tempat merupakan daerah banjir
(genangan), pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi, dan jenis

1
vegetasi didominasi tanaman pertanian. Daerah aliran sungai bagian tengah merupakan
daerah transisi dari kedua karakteristik biogeofisik DAS yang berbeda tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH
Melalui gambaran umum bahwa daerah aliran sungai (DAS) dapat diartikan sebagai
wilayah aliran air yang dibatasi oleh igir-igir, di mana air hujan yang jatuh akan
mengalir melalui saluran-saluran tertentu yang pada akhirnya akan mengalir pada danau
atau laut. Hal tersebut tidak berbeda jauh dengan apa yang dikemukakan oleh Suripin
bahwa DAS merupakan suatu ekosistem dimana didalamnya terjadi suatu proses
interaksi antara faktor biotik, non biotik dan manusia. Berdasarkan uraian ekosistem
DAS dapat dirumuskan masalah tentang bentuk-bentuk alur sungai, proses terjadinya
dataran banjir dan kajian kasus proses fenomenal banjir di pulau Kalimantan khususnya
Kalimantan Tengah dan/ atau Kalimantan Selatan

C. TUJUAN
Tujuan dibuatnya laporan ini adalah mengetahui gambaran umum berserta contoh
masalah-masalah yang terdapat pada Daerah Aliran Sungai (DAS).

2
BAB II PEMBAHASAN

1.) BENTUK-BENTUK ALUR SUNGAI

A. Bentuk Daerah Aliran Sungai


Menurut Soewarno (1995: 23) bentuk sungai sangat menentukan bentuk DAS.
Bentuk cekungan sangat penting untuk aliran sungai, dan ini mempengaruhi konsentrasi
kecepatan aliran r. Secara umum bentuk DAS dibedakan menjadi empat jenis yaitu:
(Sosrodarsono, 1985:169).
A. Daerah pengaliran bulu burung
Jalur wilayah di kiri dan kanan sungai utama tempat anak sungai mengalir ke sungai
utama disebut sebagai daerah pengaliran bulu burung. Arus banjir di cekungan ini sangat
kecil karena waktu kedatangan banjir dari anak sungai ini berbeda. Di sisi lain, banjir
berlangsung lebih lama.
B. Daerah pengaliran radial
Daerah pengaliran yang berbentuk kipas atau melingkar, dan iran cabang terkonsentrasi
ke suatu titik dalam arah radial, yang disebut zona aliran radial. Waduk seperti itu
dibanjiri di dekat pertemuan anak sungai.
C. Daerah pengaliran paralel
Area drainase paralel bentuk ini memiliki pola dimana dua saluran drainase yang
digabungkan di bagian drainase digabungkan di bagian hilir. Banjir terjadi di bagian
hilir pertemuan sungai.
D. Daerah pengaliran yang komplek
Daerah aliran sungal yang kompleks hanya beberapa DAS yang berbentuk seperti ini
dan disebut DAS kompleks.

3
B. Pola Aliran Sungai
Semua sungai di DPS mengikuti aturan, yaitu sungai dihubungkan melalui
jaringan terarah dimana anak sungai yang mengalir ke sungai utama yang lebih besar
membentuk pola tertentu. Model tersebut bergantung pada kondisi topografi, geologi,
iklim dan vegetasi. Menurut Soewarno (1991:21), Indonesia memiliki beberapa pola
aliran sungai, diantaranya pola aliran yang dibedakan menurut jenis batuan dan
sedimennya. Pola aliran antara lain:
1. Pola Radial
Pola ini biasanya ditemukan di lereng gunung berapi atau daerah dengan topografi
berbentuk kubah. Misalnya sungai-sungai di lereng Gunung Semeru, Merapi, ljen dan
Slamet.
2. Pola Rektangular
Pola ini banyak dijumpai pada daerah pengunungan kapur, misalnya Gunung Kidul.
3. Pola Trellis
Pola ini biasanya dijumpai pada daerah pegunungan dengan lipatan-lipatan yang juga
terdapat lapisan sedimen. Seperti pada daerah pegunungan di Sumatera barat dan Jawa
Tengah.
4. Pola Dendritik
Pola aliran sungai seperti ini banyak dijumpai di daerah dengan komposisi batuan
penyusun yang sejenis dan penyebarannya luas. Misalnya pada daerah pegunungan di
Sumatera dan Kalimantan.
Untuk lebih jelasnya sketsa profil aliran sungai di Indonesia dapat dilihat pada gambar
di bawah ini.

4
C. Alur Sungai
Secara umum sungai dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
1) Alur sungai bagian Hulu
Hulu Daerah alur sungai merupakan daerah potensi terjadi erosi tanah, karena pada
umumnya sungai mengalir melalui pegunungan, perbukitan atau lereng vulkanik,
terkadang elevasinya cukup tinggi. Debit aliran sungai di bagian hulu lebih tinggi dari
aliran sungai di area hilir sehingga pada saat banjir material yang tergerus tidak hanya
akan mengangkut partikel pasir halus, terdapat juga material pasir, kerikil bahkan
bebatuan.
2) Bagian Tengah
Bagian tengah Bagian ini merupakan zona transisi hulu dan hilir. Dasar sungai memiliki
kemiringan yang lebih landai, sehingga kecepatan aliran lebih rendah dari kecepatan
aliran di bagian hulu. Bagian ini adalah wilayah di mana persentase erosi dan
pengendapan seimbang, yang dari musim ke musim sangat bervariasi.
3) Bagian Hilir
Bagian bawah sungai biasanya melewati dataran, yang memiliki kemiringan dasar
sungai yang landai sehingga alirannya lebih lambat. Situasi ini sangat mendorong
pembentukan simpanan atau simpanan. Endapan sedimen yang terbentuk biasanya
berupa pasir halus, lanau, sedimen organik dan jenis sedimen lain yang sangat tidak
stabil.

5
2.) PROSES TERBENTUKNYA DATARAN BANJIR
Flood plain atau dataran banjir merupakan dataran yang berada pada sisi kanan
kiri sungai yang mungkin terendam pada waktu air tinggi. Dataran banjir terbentuk dari
hasil endapan di alur dan pengendapan sedimen halus pada daerah genangan pada waktu
banjir (Linsley, Kohler, & Paulhus, 1996). Pembentukan dataran banjir berawal dari
material hasil erosi terangkut ke arah hilir dalam jumlah yang besar dan waktu yang
relatif lama, sehingga membentuk tebing-tebing sungai yang berfungsi sebagai batas
alur sungai kemudian diendapkan pada daerah yang relatif rendah dan membentuk
dataran. Endapan ini terdiri dari material pasir, batu halus, dan lumpur. Dataran banjir
berada di sepanjang kanan kiri sungai sebagian besar telah dimanfaatkan menjadi
kawasan permukiman dan kawasan pertanian.

3.) FENOMENA BANJIR DI KALIMANTAN SELATAN


Pada tahun 2021, terdapat berita mengabarkan tentang banjir di Kalimantan
Selatan. Sebenarnya ini telah diprediksi sejak musim kemarau tahun 2018 (“Memasuki
Kemarau, Tiga Kabupaten Di Kalimantan Selatan Masih Rawan Banjir,” 2018). Tidak
lama kemudian terdapat berita yang menyikapi bahwa banjir disebabkan oleh laju
deforestasi yang tidak terkendali yang merusak lingkungan (“Kerusakan Lingkungan
Picu Banjir Besar Di Kalsel,” 2021). Banjir belum menandakan akan reda, sebaliknya
semakin meluas (“Banjir Kalsel Yang Terus Meluas,” 2021).secara umum, baik banjir
alamiah maupun banjir non alamiah, Banjir diakibatkan oleh kecenderungan perubahan
alih fungsi lahan pada kawasan hutan lindung di hulu DAS serta kondisi sistem drainase
perkotaan yang buruk, sehingga secara simultan dapat memperluas lahan kritis,
mengurangi fungsi resapan air, meningkatkan limpasan permukaan, erosi tanah,
sedimentasi dan banjir (MOT, 2016). Persoalan tentang alih fungsi lahan merupakan hal
yang kompleks. Terdapat permintaan dan penawaran yang secara jangka panjang
menyebabkan alih fungsi lahan menjadi strategi akhir untuk membuka pemukiman.
Namun ini tidak akan terjadi, jika perangkat kebijakan di daerah dirancang untuk
mencegah hal tersebut terjadi.
PENYEBAB :
Sebagai fakta tambahan mengenai penyebab banjir di kalsel, Ada beberapa
penyebab banjir besar yang melanda Kalimantan Selatan ini. Direktur Eksekutif
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel Kisworo Dwi Cahyono
berpendapat bahwa hilangnya hutan sekunder dan primer biasanya menjadi daerah
serapan air dan digantikan dengan perkebunan sawit dan lahan tambang batu baru bara
menyebabkan banjir besar melanda Kalimantan Selatan (Abdi, 2021, hlm. 1). Senada
dengan pendapat ini Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengemukakan adanya
lubang tambang yang tidak ditutup, dan perluasan lahan tambang yang menggantikan
kawasan pertanian dan ladang seluas 251.000 dan kawasan hutan seluas 464.000
(Yulianus et al., 2021, hlm. 1). KLHK mengatakan penurunan luas hutan alam di Daerah
Aliran Sungai (DAS) Barito di Kalimantan Selatan mencapai 62,8%, menjadi penyebab
utama banjir (BBC, 2021). Namun, hal ini dibantah oleh Menteri Lingkungan Hidup

6
dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya. Menurutnya anomali cuaca merupakan penyebab
utama banjir di Kalimantan Selatan. Menurut Sudharto P Hadi (Guru Besar Manajemen
Lingkungan Universitas Diponegoro) tingginya curah hujan menjadi salah satu faktor
penyebab banjir. Kumpulan air yang terakumulasi menjadi banjir ini dan tidak bisa
diserap permukaan tanah disebabkan karena banyaknya lahan hutan yang
dilalihfungsikan untuk pertambangan dan perkebunan kelapa sawit (Yulianus et al.,
2021, hlm. 1). Menurut data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)
tercatat curah hujan yang sangat tinggi dan ekstrem pada tanggal 10--15 Januari 2021
dengan intensitas harian berturut- turut 125 milimeter (mm), 30 mm, 35 mm, 51 mm,
249 mm, dan 131 mm.(Yulianus et al., 2021, hlm. 1). Hal inilah yang menjadi penyebab
menumpuknya aliran air yang berubah menjadi Banjir. Banjir di Kabupaten Hulu
Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Banjar, Kabupaten Tanah
Bumbu bermuara pada hulu sungai yang berada di kawasan Pegunung Meratus. Air bah
yang mengalir mendadak ini menyebabkan sungai yang dialirinya tidak bisa
menampung air. Hal ini menyebabkan banjir bandang pada daerah-daerah yang berada
dekat dengan hulu sungai di Pegunungan Meratus ini, seperti banjir bandang di
Kecamatan Hantakan Kabupaten Hulu Sungai Tengah yang menghancurkan ratusan
rumah dan menyebabkan beberapa orang hilang dan meninggal dibawa arus. Demikian
juga banjir bandang terjadi di Kecamatan Pengaron, Kabupaten Banjar yang merupakan
daerah hulu sungai dari Sungai Martapura. Isu kerusakan lingkungan, baik hutan
maupun sungai sebagai daerah serapan dan aliran air menjadi isu utama penyebab banjir
ini. Isu kerusakan lingkungan sebetulnya sudah menjadi isu yang menyebabkan
keresahan dunia seperti perubahan lingkungan akibat revolusi industri. (Davies, 2018,
hlm. 1).
DAMPAK :
Masyarakat sekitar adalah korban pertama yang paling terdampak (“Lebih Dari
5.000 Warga Terdampak Banjir Di Kalimantan Selatan,” 2020). Ditambah dengan akses
listrik yang tertutup akibatkan kondisi semakin parah.Nilai kerusakan dan kerugian
material akibat bencana banjir dan tanah longsor yang melanda 11 kabupaten/kota di
Kalimantan Selatan pada awal tahun ini lebih dari Rp 1 triliun. Perhitungan itu belum
final dan berpotensi terus berkembang karena inventarisasi di lapangan masih
dilakukan.Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang
diperbarui pada Rabu (27/1/2021), nilai kerusakan dan kerugian akibat banjir dan tanah
longsor di Kalsel mencapai Rp 1,127 triliun. Rinciannya, nilai kerusakan sebesar Rp
858 miliar dan nilai kerugian sebesar Rp 269 miliar.Banjir di Kalsel pada awal tahun
2021 ini disebut-sebut sebagai bencana besar yang belum pernah dialami dalam kurun
waktu lebih dari 50 tahun. Bahkan, Pemerintah Provinsi Kalsel menyebut banjir besar
ini merupakan siklus 100 tahun sekali karena pernah terjadi pada tahun 1928 di
Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Aliran sungai yang deras sebabkan infrastruktur rusak
seperti jembatan mataraman. Sampai sekarang penyebab banjir di Kalimantan Selatan
masih terus dikaji dan penanganan pasca bencana pun mulai dilakukan (“Kalsel Mulai
Fokus Penanganan Pascabencana Banjir,” 2021; “Solusi Jangka Panjang Bencana
Banjir Di Kalsel Disiapkan,” 2020).

7
PENANGGULANGAN :
Penelitian oleh Kumalawati et al. (2018) bertujuan untuk mengetahui kriteria ruang
terbaik komplek permukiman berdasarkan pemetaan risiko bencana banjir di Kabupaten
Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan. Metode penelitian menggunakan mix
method. Teknik analisis yang akan digunakan untuk penentuan kriteria ruang terbaik
komplek permukiman berbasis risiko bencana banjir dalam bentuk peta (2D) dan maket
(3D) dengan pendekatan tingkat risiko sungai utama dan kepadatan permukiman.
Menurutnya, wilayah yang direncanakan untuk pembangunan ruang yang baru, harus
memasukkan faktor risiko bencana alam.Hasil dari penelitian Kumalawati et al. (2018)
menghasilkan kriteria ruang terbaik komplek permukiman berdasarkan pemetaan risiko
bencana banjir di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan dalam bentuk
maket. Sebagian besar kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah tidak mempunyai
risiko terhadap bencana banjir. Daerah yang tidak mempunyai risiko bencana banjir
dapat dijadikan untuk pembangunan tempat pengungsian dan alokasi pengembangan
permukiman yang baru (Kumalawati et al., 2018).
SOLUSI :
Alat pendeteksi dini sudah lama menjadi bahan hasil penelitian utamanya di
fakultas teknik khususnya teknik sipil dan teknik lingkungan. Indonesia memiliki
sejumlah penelitian yang menghasilkan rancangan alat pendeteksi dini. Banjir
merupakan bencana alam yang sering terjadi di beberapa daerah di Indonesia salah
satunya adalah di Kalimantan Timur, terkadang banjir terjadi di waktu malam dan di
saat penghuni sedang tidak ada di rumah yang dapat mengakibatkan kerugian
materil.Penelitian Astuti (2018) dan Indianto (2017) bermanfaat untuk memberi
informasi awal tentang alat pendeteksi dini banjir. Penelitiannya bertujuan untuk
menghasilkan sistem prototipe untuk mengetahui kemungkinan terjadi banjir sebelum
memasuki rumah menggunakan peringatan berupa pesan SMS. Sistem prototipe
pendeteksi banjir peringatan dini menggunakan Arduino sebagai mikrokontroler yang
mengendalikan sensor ultrasonik dan sensor pendeteksi air dalam mendeteksi banjir
serta ketinggiannya. SMS akan dikirim oleh sistem yang PHP dan SMS Gateway
(Gammu) tergantung dari kondisi sensor air dan ketinggian air, serta website yang
menginformasikan ketinggian air dan keadaan sensor pendeteksi air. Hasil dari
penelitian ini adalah telah dibangun sebuah sistem prototipe pendeteksi banjir
peringatan dini menggunakan Arduino dan PHP yang memudahkan pengguna untuk
mengetahui keadaan luapan air di parit pengguna (Astuti et al., 2018; Indianto et al.,
2017).
Kedua, perlu diketahui bahwa banjir ini tidak banyak terjadi di musim kemarau.
Dengan kata lain, banjir hanya terjadi pada daerah dengan curah hujan yang tinggi
bahkan di atas rata-rata. Ini terjadi hampir di wilayah Pulau Sumatera dan Pulau
Kalimantan. Banjir yang terjadi adalah banjir yang mana air hujan yang turun butuh
waktu lebih lama untuk meresap ke tanah atau mengalir ke sungai (Nandiasa,
2020).Suatu strategi dirumuskan untuk dapat mengenali lahan dengan tingkat resiko
banjir. Penelitian oleh Angriani Kumalawati terkait dengan ini menghasilkan strategi
penanggulangan banjir dengan pemetaan risiko banjir. Penelitian ini menggunakan

8
tingkat kerawanan sebagai sampling frame, kemudian sampling frame tersebut dibagi
ke dalam empat strata yakni tingkat bahaya tinggi, sedang, rendah dan tidak bahaya.
Selanjutnya Alue Dohong, Wakil Menteri LHK mengatakan, ada lima aspek
dalam upaya pemulihan lingkungan banjir Kalsel. Pertama, perencanaan detail terkait
kegiatan, dengan kejelasan lokus, tata waktu, siapa yang bertanggung jawab, dan
anggaran. Dalam upaya penyusunan aspek perencanaan ini, kata Aloe, harus didukung
data kuat dan kerjasama antara KLHK dan Pemprov Kalsel, termasuk penyiapan sistem
diteksi dini tentang banjir.Kedua, rekayasa teknis terhadap aspek regulatif dan penataan
ruang, antara lain, membuat bendungan, daerah tangkapan air, dan normalisasi sungai,
termasuk Perda Jasa Ekosistem Kalsel.Ketiga, vegetatif, dengan rehabilitasi DAS,
konservasi tanah dan air, penanganan lahan kritis dan agroforestri. Keempat, aspek
sosial, ada sosialisasi, pelibatan masyarakat, dan komunikasi, serta membangun
database yang bagus hingga tidak terjadi simpang siur informasi. Keempat, aspek
kelembagaan terkait kelembagaan KLHK dan Kalsel."Selain kelima aspek tadi, juga
perlu langkah mitigasi yang sangat segera, berupa tindakan aksi jangka pendek segera,
seperti kebutuhan pengungsi dan penataan lingkungan."

4.) FENOMENA BANJIR DI KALIMANTAN TENGAH


Kondisi kebencanaan
Kondisi kebencanaan berkaitan dengan gambaran umum wilayah di Kota
Palangka Raya. Kondisi wilayah rentan dapat menimbulkan potensi bencana jika tidak
didukung oleh kapasitas daerah yang memadai. Potensi bencana tersebut dapat diketahui
salah satunya berdasarkan pembuktian dari pencatatan kejadian bencana di Kota
Palangka Raya. Gambaran kondisi wilayah yang didukung oleh sejarah kejadian
bencana di Kota Palangka Raya memiliki kontribusi pengaruh terhadap potensi dan
informasi dampak dari kejadian bencana di Kota Palangka Raya. Keterkaitan antara
gambaran kondisi wilayah dan sejarah kejadian bencana terhadap potensi bencana akan
dijabarkan pada sub bab berikutnya.
Gambaran Umum Wilayah
Fenomena alam dapat berubah akibat pengaruh kondisi geologis,
hidrometeorologi, dan akibat dari bencana yang pernah terjadi. Oleh karena itu,
penyusunan Dokumen KRB didasarkan pada data kongkrit wilayah Kota Palangka Raya
terkini untuk mengetahui kerentanan Kota Palangka Raya terhadap bencana. Beberapa
aspek terkait kondisi geografis, demografi, topografi, dan iklim yang menjadi dasar
perhitungan parameter-parameter setiap bencana untuk mendapatkan potensi bencana
dan kemungkinan risiko bencana. 2.1.1. Geografis Secara geografis, Kota Palangka
Raya terletak pada 113030’-114007’ Bujur Timur dan 1035’-2024’ Lintang Selatan.
Wilayah administrasi Kota Palangka Raya mempunyai luas wilayah 267.351 Ha yang
terdiri atas 5 (lima) Kecamatan yang terdiri dari 30 kelurahan dengan batas-batas: -
Sebelah utara : Kabupaten Gunung Mas - Sebelah timur : Kabupaten Gunung Mas -
Sebelah selatan : Kabupaten Pulau Pisang - Sebelah barat : Kabupaten Katingan
Gambaran administrasi Kota Palangka Raya dapat dilihat pada gambar berikut.

9
Gambar 1. Peta Administrasi Wilayah Kota Palangka Raya

Berdasarkan gambar di atas, Kota Palangka Raya terletak di antara 3 (tiga) kabupaten
yaitu Kabupaten Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulau Mas dan Kabupaten
Katingan. Kota Palangka Raya memiliki 5 (lima) kecamatan diantaranya Pahandut,
Sabangau, Jekan Raya, Bukit Batu dan Rakumpit. Tiap-tiap kecamatan memiliki luas
wilayah yang berbeda-beda. Pembagian wilayah administrasi Kota Palangka Raya dapat
dilihat padatabel berikut :

10
Luas Daerah dan Jumlah Pulau Menurut Kecamatan di Kota Palangka Raya, 2021

Kondisi geografis dan administrasi Kota Palangka Raya jika dihubungkan dengan
bencana yang berpotensi terjadi maka akan berdampak pada faktor pemicu luas paparan
bencana. Luas paparan bencana tersebut akan berbeda tiap kecamatannya. Semakin luas
wilayah suatu daerah maka semakin luas daerah terdampak bencana di Kota Palangka
Raya.
Demografi
Hasil penghitungan proyeksi penduduk berdasarkan data Sensus Penduduk 2021 yang
dimuat pada Kecamatan penduduk Kota Palangka Raya memiliki jumlah penduduk
298.950 jiwa. Dari jumlah tersebut 152.060 jiwa penduduk laki-laki dan 146.900 jiwa
penduduk perempuan. Rincian jumlah penduduk setiap kecamatan dapat dilihat pada
tabel berikut.

11
Source Url: https://palangkakota.bps.go.id/indicator/153/280/1/jumlahpenduduk-kota-
palangka-raya-menurut-kecamatan.html Access Time: August 11, 2022, 12:14 pm
Dari tabel di atas terlihat bahwa penyebaran penduduk pada Kota Palangka Raya tidak
merata. Jumlah penduduk akan berkaitan dengan potensi jiwa terpapar pada wilayah
rentan yang berpotensi bencana. Setiap menjadi sebagai salah satu pemicu terjadinya
bencana. Salah satunya yaitu banjir untuk daerah dataran rendah di Kota Palangka Raya.
Iklim
Kota Palangka Raya memiliki iklim tropis yang terdidri dari 2 (dua) musim yaitu musim
hujan dan musim kemarau. Dari kajian klimatologis yang mengacu pada data curah
hujan BMKG selama 30 tahun (1980-2010), Wilayah Kota Palangka Raya memiliki
curah hujan dalam rentang normal yakni 1001-1500 mm/6 (enam) bulan. Dari analisa
pola hujan, Kota Palangka Raya memiliki pola hujan monsunal dengan puncak hujan
terjadi pada bulan November,Desember dan Januari dengan curah hujan 300 mm.
Adapun hujan minimum terjadi di bulan Agustus dengan curah hujan 100 mm. Di bulan
Maret, Palangka Raya memiliki kondisi curah hujan sangat banyak yaitu 450 mm.
Berdasarkan kondisi iklim tropis dan seling pergantian musim yang menyebabkan
musim pancaroba, berpengaruh pada bahaya cuaca ekstrim. Selain itu, curah hujan juga
akan memberikan berdampak. Curah hujan yang tinggi berdampak pada bahaya banjir,
sedangkan curah hujan sedikit berdampak pada bahaya kekeringan.
Topografi
Keadaan topografis Kota Palangka Raya dapat dibedakan dalam 2 (dua) tipe yaitu
daerah dataran dan daerah berbukit. Daerah berbukit pada umumnya terdapat di bagian
utara Wilayah Kota Palangka Raya dengan ketinggian mencapai > 75 m dari permukaan
laut, dengan titik tertinggi terdapat di daerah Bukit Tangkiling. Berdasarkan morfologi
Kota Palangka Raya memiliki kondisi datar hingga landai dan tidak dijumpai perbukitan
tajam melainkan perbukitan halus (tanpa ada perbukitan curam) dengan tingkat
kemiringan lahan di daerah berbukit kurang dari 40%. Sedangkan daerah dataran
terdapat di bagian selatan Wilayah Kota Palangka Raya yang terdiri dari dataran rendah
dan rawa, dengan ketinggian kurang dari 40 m dari permukaan laut dengan kemiringan
0 – 8%. Berdasarkan keadaan topografi daerah Kota Palangka Raya, maka tidak tertutup

12
dapat ataupun kecil. Kejadian bencana yang pernah terjadi di Kota Palangka Raya
merupakan bencana alam dan non alam.
Sejarah Kejadian Bencana Kota Palangka Raya
Kondisi kebencanaan menjadi hal mendasar dibutuhkannya pengkajian risiko bencana
Kota Palangka Raya. Salah satu dasar untuk melihat kondisi kebencanaan adalah sejarah
kejadian bencana Kota Palangka Raya. Dari sejarah kejadian bencana diketahui
dampak-dampak yang ditimbulkan oleh bencana, baik dampak besar kecamatan
memiliki kerentanan wilayah berbeda-beda terhadap bencana. Luasnya kerentanan
tersebut dipengaruhi kondisi wilayah setiap kecamatan. Hanya beberapa bencana
berkemungkinan dapat dirasakan oleh hampir seluruh wilayah berpotensi. Bencana
tersebut antara lain gempabumi, kekeringan, cuaca ekstrim, serta bencana lainnya.
Sejarah kejadian bencana dilihat dari catatan Data dan Informasi Bencana Indonesia
(DIBI) yang dikeluarkan oleh BNPB. Berdasarkan DIBI, dalam rentang tahun 2017–
2021 tercatat 9 (Sembilan) jenis bencana yang pernah terjadi di Kota Palangka Raya.
Bencana tersebut meliputi bencana tanah longsor, banjir, kekeringan, kebakaran hutan
dan lahan, Asap, Kebakaran Pemukiman, cuaca ekstrim dan wabah. Catatan sejarah
kejadian bencana Kota Palangka Raya dari tahun 2017–2021 dapat dilihat pada tabel
berikut.

BAB III METODE PELAKSANAAN

13
14
Potensi Bencana Kota Palangka Raya
Potensi bencana di kota Palangka Raya diketahui berdasarkan catatan bencana alam dan
kemungkinan bencana. catatan kejadian Bencana tersebut dibahas pada sub bab sejarah
peristiwa. Kota Palangka Raya bencana, adapun kemungkinan terjadinya bencana
diketahui berdasarkan penilaian risiko bencana yang dilakukan di kota tersebut
Palangkaraya. Dari situlah segala potensi bencana yang ada di Kota Palangka Raya

dapat dilihat pada grafik berikut.

Tabel di atas menunjukkan terdapat 10 (sepuluh) potensi bencana mengancam wilayah


kota Palangka Raya. Sepuluh jenis bencana Hal ini terjadi di Kota Palangka Raya, antara
lain tanah longsor, banjir, kekeringan, kebakaran hutan, lahan, kabut asap, kebakaran
hutan Koloni, kondisi cuaca ekstrem, epidemi, konflik sosial Tentang insiden gempa
bumi dahsyat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Tapi sebuah bencana dikatakan
mempunyai potensi sebagaimana ditunjukkan secara jelas oleh parameter pengukuran
yang ada tentang metode penilaian risiko bencana. Penilaian risiko bencana perkotaan
Palangka Raya akan dilakukan terhadap 10 (sepuluh) jenis bencana diidentifikasi

15
mengancam wilayah kota Palangka Raya. tugas beresiko Bencana ini akan dijelaskan
pada bab berikutnya.

PENGKAJIAN RISIKO BENCANA BANJIR

Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan karena peningkatan volume air akibat
hujan deras, luapan air sungai, atau pecahnya bendungan. Bencana banjir termasuk
bencana yang sering terjadi di Indonesia dan beberapa wilayah bagiannya, termasuk
Kota Palangka Raya. Bencana tersebut dapat berpotensi terjadiuntuk beberapa wilayah
didukung yang didukung oleh kondisi wilayah yang rentan.Perhitungan potensi bahaya
bencana banjir dilihat berdasarkan parameter-parameter standar ukur untuk setiap
bencana. Parameter yang digunakan dalam menghitung potensi bencana banjir, yaitu:
• Daerah rawan banjir dan kemiringan lereng, data yang digunakan DEM SRTM
30 dengan sumber dataUSGS Tahun 2000
• Jarak dari sungai, data yang digunakan jaringan sungai dengan sumber data BIG
Tahun 2013
• Curah hujan, data yang digunakan curah hujan wilayah dengan sumber data
NOAA Tahun 1998-2015
Berdasarkan perhitungan dengan standar parameter tersebut, diperoleh potensi luas
bahaya banjir di KotaPalangka Raya seperti tabel di bawah ini.

Berdasarkan tabel di atas memperlihatkan hasil kajian bahaya banjir di Kota Palangka
Raya. Total luas bahaya bencana banjir yaitu 2.073,12. Total bahaya banjir Kota
Palangka Raya merupakan hasil rekapitulasi penjumlahan seluruh wilayah terdampak
bencana di Kota Palangka Raya. Dari total potensi bahaya diperoleh kelas bahaya setiap
wilayah. Kelas bahaya Kota Palangka Raya berdasarkan pada kelas bahaya maksimal
dari seluruh kecamatan/wilayah terdampak banjir, yaitu kelas Tinggi. Total potensi
bahaya banjir dilihat berdasarkan besarnya luas wilayah berpotensi banjir dari hasil
kajian.

16
KERENTANAN BENCANA BANJIR

Penelitian mengenai tingkat kerentanan kota Palangka Raya telah mencapai kesimpulan
tertentu. Kelompok rentan dan kelompok rentan
banjir. Komunitas yang rentan mencakup rasio jenis kelamin,
kelompok umur rentan, masyarakat miskin dan penyandang disabilitas. Kuantitas
dikelompokkan bersama untuk menciptakan kelas populasi yang terpapar
bencana banjir di kota Palangka Raya. Ringkasan hasil akhir
kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir di setiap kecamatan di kota.

Palangkaraya.

Tabel di atas merupakan hasil penilaian kerentanan terkait kelas


Warga menghadapi kekeringan di Kota Palangka
Raya, bahwa seluruh penduduk menghadapi bencana
Kekeringan di Kota Palangka Raya secara umum tergolong tinggi
292.618 jiwa. Potensi populasi yang terkena kekeringan dikumpulkan
dengan mempertimbangkan rentannya penduduk kota Palangka Raya.
Jumlah kelompok penduduk rentan dan aktivitas masyarakat di wilayah tersebut
Risiko bencana mempengaruhi jumlah penduduk yang mungkin terkena dampaknya
bencana kekeringan.
Jenis-jenis kerugian dikelompokkan menjadi 2 (dua) kategori, yaitu kerugian
rupiah (fisik dan ekonomi) dan kerugian berupa kerusakan lingkungan.
Namun bencana kekeringan tersebut tidak menimbulkan kerugian materil.

17
karena kekeringan tidak merusak infrastruktur. Kekuatan
Kerugian tersebut disajikan pada tabel berikut:

Tabel di atas merupakan hasil kajian terkait kerentanan lapisan loss


melawan bencana kekeringan di Kota Palangka Raya, yakni.
Total potensi kerugian rupiah jika terjadi bencana kekeringan adalah
grade rendah dengan nilai total Rp 5,661 miliar, sedangkan kemungkinan rusak
lingkungan untuk bencana terkait kekeringan adalah kategori teratas dengan jumlah
total 245 Ha.

18
BAB III PENUTUP

KESIMPULAN

DAS atau daerah aliran sungai merupakan fenomena alam atau buatan yang
banyak di jumpai di beberapa daerah di Indonesia. Aliran sungai yang dijumpai pun
bermacam-macam bentuknya dari bentuk alirannya dan polanya. Namun daerah aliran
sungai juga berperan penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia
khususnya daerah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan yang menjadi topik
pembahasan kali ini. Bencana alam seperti banjir sudah menjadi momok di dalam
masyarakat Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Ada begitu banyak penyebab
kenapa banjir bisa terjadi salah-satunya terjadi karena alam atau karena ulah manusia.
Banjir pun membawakan dampak bagi masyarakat yang terdampak bencana ini.

19
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Wanjat Kastolani, M. D. (2005). KAJIAN EKOSISTEM SUB DAERAH ALIRAN


SUNGAI (SUB DAS) CITARIK HULU DI KAB. BANDUNG DAN SUMEDANG.
ARTIKEL PENELITIAN FUNDAMENTAL, 1-24.
Miardini, A. (2019). DINAMIKA BENTUKAN LAHAN FLUVIAL AKIBAT
SEDIMENTASI DI SUNGAI GRINDULU, SEGMEN ARJOSARI-PACITAN.
Jurnal Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, 13-26.
Puspitarini, R. C. (2021). Perspektif Melihat Banjir Kalimantan Selatan Tahun 2021. JISIP, 1-
14.
Sukur, T. D. (2015). Penentuan Tingkat Kerentanan Banjir Secara Geospasial. Jurnal
Teknologi Informasi Dinamik, 50-76.
𝑨𝒈𝒖𝒔, A. B (2021). EVALUASI INDEKS KRITIS DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS).
JURNAL BUANA, 1-7.

20

Anda mungkin juga menyukai