Anda di halaman 1dari 10

FIQH DAN HUKUM POSITIF

MAKALAH

Disusun
Oleh Kelompok 5 :
SITI SARAH (220503066)
NURUL WAHYUNI (220503082)

Dosen Pengampu : Dr . Abdul Razak, Lc., M.A.

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
BANDA ACEH
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “FIQH
DAN HUKUM POSITIF" tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh dan Ushul Fiqh. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr.Abdul Razak, Lc., M.A.
selaku Dosen mata kuliah Fiqh dan Ushul Fiqhyang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Sebagai penulis, saya
berharap pembaca bisa memberikan kritik agar tulisan selanjutnya jauh lebih baik. Di sisi
lain, saya berharap pembaca menemukan pengetahuan baru dari makalah ini. Walaupun
tulisan ini tidak sepenuhnya bagus, saya berharap ada manfaat yang bisa diperoleh oleh
pembaca. Demikian sepatah dua patah kata dari saya. Terima kasih.

Banda Aceh, 10 Mei 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.2. Rumusan Masalah

1.3. Tujuan Makalah

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3

2.1. Pengertian Fiqh....................................................................................3

2.2. Macam macam fiqh.............................................................................4

2.3. Pengertian Hukum Positif....................................................................4

BAB III PENUTUP.............................................................................................6

3.1. Kesimpulan..........................................................................................6

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Fiqih atau Hukum Positif merupakan salah satu bidang studi Islam yang paling dikenal
oleh masyarakat. Hal ini antara lain karena Fiqih terkait langsung dengan kehidupan
masyarakat. Dari sejak lahir sampai dengan meninggal dunia manusia selalu berhubungan
dengan Fiqih. Fiqih adalah pengetahuan tentang hukum syara yang bersifat amaliyah yang
diperoleh dari dalil-dalil terperinci.

Fiqh menurut bahasa (etimologi) adalah mengetahui sesuatu dengan mengerti.


Menurut Ibnu Qayim, Fiqh lebih khusus dari paham, ia adalah pahan akan maksud
pembicaraan. Adapun Fiqh menurut istilah fuqaha seperti dalam Tajudin As-Subki, adalah
ilmu tentang hukum syara yang bersifat amali diambil dari dalil-dalil yang tafsili. Abdul
Wahab Khalaf disamping mengemukakan definisi fiqh sebagai materi ketentuan hukum,
yaitu kumpulan hukum-hukum syara yang bersifat amali dari dali-dalilnya yang tafsili.1

Hukum islam dalam pengertian yang terakhir ini adalah hukum negara. Sebagai ini,
maka ia mempunyai cabang-cabang seperti ilmu hukum umum yang terdiri dari, hukum
konstitusional, hukum perdata, hukum pidana, hukum ekonomi dan seterusnya. Hukum
Islam berarti seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah swt dan sunnah rasul tentang
tingkah laku manusia mukalaf yang diakui, serta diyakini berlaku dan menyikat untuk semua
umat islam. Maka dapat dipahami, bahwa hukum islam menyangkut syariah dan fiqh.2

1
Dr. Syahrul Anwar, M.Ag., Ilmu Fiqh & Ushul Fiqh,(Bogor:Ghalia Indonesia,2010) hlm 13

2
Hlm 15
1.2. Rumusan masalah

1. Apa pengertian dari fiqh ?

2. Apa saja contoh fiqih?

3. Apa pengertian hukum positif ?

4. Apa perbedaan fiqh dan hukum positif ?

1.3. Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui pengertian dari fiqh dan hukum positif

2. Untuk memperluas wawasan tentang fiqh dan hukum positif dalam islam

3. Untuk menerapkan kaidah fiqh dan hukum positif secara benar

4. Untuk memenuhi tugas kelompok mata pelajaran fiqh & ushul fiqh

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Pengertian Fiqh

Fikih (bahasa Arab: ‫فقه‬, translit. fiqh) adalah yurisprudensi Islam. Fikih dimaknai sebagai
pemahaman manusia mengenai praktik-praktik ibadah berdasarkan Syariat, yang disebutkan
dalam al-Qur'an dan Sunnah (praktik yang dicontohkan oleh nabi Islam Muhammad beserta
sahabatnya). Fikih menjadi peletak dasar syariat melalui interpretasi (ijtihad) al-Qur'an dan
Sunnah oleh para ulama dan diimplementasikan menjadi sebuah fatwa ulama. Oleh karena
itu, syariah dianggap tidak berubah dan sempurna oleh umat Islam, sedangkan fikih dapat
diubah sewaktu-waktu. Fikih berkaitan dengan ketaatan ritual, moral, dan norma-norma
sosial dalam Islam serta sistem politik. Di era modern, ada empat mazhab dalam Sunni,
ditambah dua atau tiga mazhab dalam Syiah. Orang yang menguasai ilmu fikih
disebut faqīh (jamaknya fuqaha).

Secara istilah, fikih artinya ‫“ معرفة باألحكام الشرعية العملية بأدلتها التفصيلية‬pengetahuan tentang
hukum-hukum syariat praktis berdasarkan sebuah dalil-dalil secara rincinya.” Yang
dimaksud ‫“ معرفة‬pengetahuan” mencakup ilmu pasti dan dugaan. Hukum-hukum syariat ada
yang diketahui secara pasti dari dalil yang meyakinkan dan ada yang diketahui secara
dugaan. Masalah-masalah ijtihad yang menjadi bahan perbedaan pendapat di kalangan
ulama adalah masalah dugaan karena jika diketahui secara yakin, maka pasti tidak ada
perbedaan pendapat. Yang dimaksud ‫“ األحكام الشرعية‬hukum-hukum syariat” adalah seperti
wajib dan haram.

Fikih tidak membahas hukum-hukum logika, seperti "semua itu lebih besar dari
sebagian," maupun hukum-hukum alam, seperti turunnya embun di akhir malam yang cerah
musim panas. Yang dimaksud dengan ‫(“ العملية‬hukum) praktis,” fikih tidak membahas
permasalahan keyakinan. Ajaran tentang keyakinan dibahas dalam ilmu aqidah. Para ulama
menyebutnya ‫ الفقه األكبر‬al-fiqh al-akbar “Fikih agung.” Oleh karena itu, hadis Nabi
“Barangsiapa yang Allah kehendaki menjadi baik maka Allah faqihkan dia terhadap agama”
mencakup ilmu fikih dan ilmu aqidah.3

3
Al-'Utsaimin, Muhammad Shalih (1434 H). Syarḥ al-Uṣūl min ‘Ilm al-Uṣūl (dalam bahasa Arab). Riyadh:
Dar Ibnul Jauzi.
Yang dimaksud dengan ‫“ بأدلتها التفصيلية‬berdasarkan dalil-dalil rincinya” adalah dalil yang
langsung berhubungan dengan suatu praktek. Misal, dalil firman Allah;

‫ِإَذ ا ُقْم ُتْم ِإَلى الَّصالِة َفاْغ ِس ُلْو ا‬

“... apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah ...”[Qur'an Al-Ma’idah:6] berhubungan
dengan disyaratkannya wudu sebelum mendirikan salat. Dengan begitu, dalil yang
dibawakan langsung berhubungan dengan masalah praktek tertentu. Berbeda dengan,
misal, dalil dari hadis: ‫“ من عمل عمال ليس عليه أمرنا فهو رد‬Barangsiapa mengamalkan suatu
perkara yang tidak kami perintahkan, maka ia tertolak,” ini tidak termasuk fikih karena
berhubungan dengan masalah umum yang menjadi satu di antara kaidah-kaidah fikih.
Secara umum, fikih bermakna pengetahuan akan hukum-hukum Islam berdasarkan
sumber-sumbernya. Menurunkan sumber hukum Islam memerlukan metode ijtihad yang
dilakukan oleh seorang mujtahid untuk mendapatkan pemahaman yang lebih rinci berkaitan
dengan hukum-hukum Islam. Seorang faqīh harus melihat dan memahami secara mendalam
segala permasalahan dan tidak berpuas diri dengan makna tersurat saja, dan orang yang
hanya sebatas memahami hukum tanpa mengetahui intisari hukum tersebut tidak
memenuhi syarat sebagai faqīh. 4
Imam al-Jurjani mendefinisikan fiqh sebagai hukum-hukum syar’ï yang menyangkut
amaliah dengan dalil-dalilnya yang terperinci (tafsili). Fiqh adalah suatu ilmu yang disusun
melalu ra’yu dan ijtihad yang memerlukan penalaran dan pengkajian, karena itu Allah tidak
boleh disebut faqqih, karena tidak ada sesuatu yang diluar jangkauan ilmu Allah.
Imam Al-Ghazali mengemukakan bahwa fiqh ialah, hukum syar’i yang berhubungan
dengan perbuatan orang-orang mukalaf, seperti mengetahui hukum wajib haram dan
mubah, mandub sunnah dan makruh atau mengetahui suatu akad itu sah atau tidak dalam
suatu ibadah ‘’qadha” (pelaksanaan ibadah diluar waktunya) maupun ada (ibadah dalam
waktunya).
Muhammad Salam Madqur menjelaskan bahwa pengertian fiqh semula mempunyai
pengertian ruang lingkup yang sama dengan pengertian syariah yang meliputi hukum kaidah
amaliah dan akhlak. Setelah wilayah kekuasaan islam semakin luas dan semakin banyak
penduduknya dari berbagai bangsa serta telah timbul masalah-masalah yang memerlukan
fatwa hukumnya, maka istilah fiqh dipakai untuk istilah khusus, untuk suatu cabang ilmu dari
ilmu syariah, yakni ilmu yang membahas hukum-hukum syara berkenaan dengan amaliah
saja, diambil dari dalil-dalil syar’iyang terperinci.

4
Al-'Utsaimin, Muhammad Shalih (1434 H). Syarḥ al-Uṣūl min ‘Ilm al-Uṣūl (dalam bahasa Arab). Riyadh: Dar
Ibnul Jauzi.
Secara bahasa, fiqih (‫ )الِفْقُه‬berarti fah-mun ( ‫)َفْه ٌم‬, yang artinya pemahaman mendalam yang
memerlukan pengerahan akal pikiran.Pengertian ini ditunjukkan oleh beberapa firman
Allah ta’ala, diantaranya :
5

‫َو اْح ُلْل ُع ْقَد ًة ِّم ن ِّلَس اِني *َيْفَقُهوا َقْو ِلي‬

‘’dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka memahami perkataanku’’


(QS. Thaha : 27 – 28)

Adapun secara istilah, berikut ini pengertian fiqih menurut para ulama :

1. Al-Utsaimin

‫َم ْع ِرَفُة اَأْلْح َك اِم الَّش ْر ِع َّيِة اْلَع َم ِلَّيِة ِبَأِد َّلِتَها الَّتْفِص ْيِلَّيِة‬

“Mengenal hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliyyah dengan dalil-dalilnya yang


terperinci”.

2. Az-Zarkasyi

‫اْلِع ْلُم ِباَأْلْح َك اِم الَّش ْر ِع َّيِة اْلَع َم ِلَّيِة اْلُم ْك َتَس ُب ِم ْن َأِد َّلِتَها الَّتْفِص يِلَّيِة‬

“Ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliyyah yang digali dari dalil-dalilnya
yang terperinci”.

3. Imam Al-Haramain

‫ُهَو اْلعلم ِبَأْح َك ام َأفَع ال اْلُم َك ّلفين الَّش ْر ِع َّية دون اْلَع ْقِلَّية‬

“Adalah ilmu tentang hukum-hukum perbuatan mukallaf secara syar’i bukan secara akal”.

2.2. Pengertian hukum positif


Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia sumber adalah asal sesuatu. Pada
hakekatnya yang dimaksud dengan sumber hukum adalah tempat kita dapat menemukan

5
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Al-Ushul min Ilmi Al-Ushul, (Daaru Ibni Al-Jauziy) hlm. 7
atau menggali hukumnya. Sumber hukum Islam adalah asal (tempat pengambilan) hukum
Islam.
Kata „sumber‟ dalam hukum fiqh adalah terjemah dari lafadz ‫ صادر م‬-‫ صد م‬, lafadz
tersebut terdapat dalam sebagian literatur kontemporer sebagai ganti dari sebutan dalil ( ‫يل‬
‫ ( دل ال‬atau lengkapnya “ al-adillah syar’iyyah-al islāmiyyah” ( ‫ ٍةاإلسالي ٍةانشسع األدنة‬.(Sedangkan
dalam literatur klasik, biasanya yang digunakan adalah kata dalil atau adillāh syar’iyyāh, dan
tidak pernah kata “ yang Mereka ). ‫“ ) م صادر األ ح كام ال شرع ية‬iyyah’syar-al ahkām-al mashadir
menggunakan kata māshādir sebagai ganti al-adillah beranggapan bahwa kedua kata
tersebut memiliki arti yang sama.
Bila dilihat secara kamus, maka akan terlihat bahwa kedua kata itu tidaklah sinonim,
setidaknya bila dihubungkan kepada „syariah‟. Kata sumber ‫ صادر م‬atau dengan jamaknya
‫ صادر م‬, dapat diartikan suatu wadah yang dari wadah itu dapat ditemukan atau ditimba
norma hukum. Sedangkan „dalil hukum‟ berarti sesuatu yang memberi petunjuk dan
menuntun kita dalam menemukan hukum Allah. Kata “sumber” dalam artian ini hanya dapat
digunakan untuk AlQur‟an dan sunah, karena memang keduanya merupakan wadah yang
dapat ditimba hukum syara‟ tetapi tidak mungkin kata ini digunakan untuk „ijma dan qiyas
karena keduanya bukanlah wadah yang dapat ditimba norma hukum. Ijma dan qiyas itu,
keduanya adalah cara dalam menemukan hukum. Kata „dalil‟dapat digunakan untuk Al-
Qur‟an dan sunah, juga dapat digunakan untuk ijma dan qiyas, karena memang semuanya
menuntun kepada penemuan hukum Allah.
Sebagian sumber utama hukum islam, al-qur’an memuat pokok-pokok permasalahan
yang menyangkut kebutuhan umat manusia. Allah swt. Tidak melupakan sedikitpun hal-hal
yang dibutuhkan manusia didalam al-qur’an(QS AL-An’am[6]:38)6

‫ٰۤط‬
‫َو َم ا ِم ْن َد ۤا َّبٍة ِفى اَاْلْر ِض َو اَل ِٕىٍر َّيِط ْيُر ِبَج َناَح ْيِه ِآاَّل ُاَم ٌم َاْم َثاُلُك ْم ۗ َم ا َفَّر ْطَنا ِفى اْلِكٰت ِب ِم ْن َش ْي ٍء ُثَّم ِاٰل ى َر ِّبِه ْم ُيْح َش ُرْو َن‬

‘’Dan tidak ada seekor binatang pun yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang
dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan umat-umat (juga) seperti kamu.
Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Kitab, kemudian kepada Tuhan mereka
dikumpulkan’’.

Al-qur’an menjelaskan dasar-dasar hukum secara terperinci dalam lapangan aqidah, tapi
dalam lapangan ibadah dan muamalah hanya diberikan petunjuknya secara garis besar.
Dalam kitab suci ini terdapat beberapa persoalan yang dijelaskan secara agak terperinci, tapi
6
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fikih,(Jakarta: Pustaka Amani, 2003), 51.
hal itu sangat terbatas, seperti warisan, cara meli’an,Wanita-wanita yang dilarang dinikahi,
dan beberapa hukuman jarimah hudud. Selebihnya diungkapkan secara umum. 7
Berikut dua pembahasan sumber utama hukum, yaitu :
a. Al-Quran Kata Al-Quran dalam kamus bahasa Arab berasal dari kata Qara'a artinya
membaca. Bentuk mashdarnya artinya bacaan dan apa yang tertulis padanya. Sepert
tertuang dalam ayat Al-Qur'an: Secara istilah Al-Qur'an adalah Kalamullah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad, tertulis dalam mushhaf berbahasa Arab, yang sampai kepada kita
dengan jalan mutawatir, bila membacanya mengandung nilai ibadah, dimulai dengan surat
Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas. Al-Qur'an adalah (Kalamullah) yang diturunkan
kepada Rasulullah tertulis dalam mushhaf, ditukil dari Rasulullah secara mutawatir dengan
tidak diragukan. Adapun hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur'an, meliputi:3
1) Hukum-hukum I'tiqadiyyah, yaitu hukum yang berhubungan dengan keimanan kepada
Allah swt, kepada Malaikat, kepada Kitab-kitab, para Rasul Allah dan kepada hari
akhirat.
2) Hukum-hukum Khuluqiyyah, yaitu hukum yang berhubungan dengan manusia wajib
berakhlak yang baik dan menjauhi prilaku yang buruk.
3) Hukum-hukum Amaliyah, yaitu hukum yang berhubungan dengan perbuatan manusia.
Hukum amaliyah ini ada dua; mengenai Ibadah dan mengenai muamalah dalam arti yang
luas. Hukum dalam Alqur'an yang berkaitan dengan bidang ibadah dan bidang. al-Ahwal al-
Syakhsyiyah/ihwal perorangan atau keluarga, disebut lebih terperinci dibanding dengan
bidang- bidang hukum yang lainnya.

7
Prof, Dr. H. alaiddin Koto, M.A.,(Depok:2004)62

Anda mungkin juga menyukai