Oktavian Ekologi
Oktavian Ekologi
NAMA : OKTAVIAN
NIM : C1B121027
KELAS : A
MK : EKOLOGI SOSIAL INDUSTRI PERTAMBANGAN
Badan Geologi tersebut menyebutkan Nusa Tenggara Timur (NTT) termasuk salah
satu daerah di Indonesia dengan potensi mangan cukup besar. Sementara Dinas
Pertambangan NTT menyatakan beberapa daerah di NTT memiliki potensi mangan,
baik di Soe, Kupang ataupun di Flores.
Dengan kata lain NTT yang selama ini identik dengan musim kemarau panjang dan
curah hujan rendah ternyata memiliki potensi sumber daya alam sangat melimpah.
Bukan hanya mangan, sumber daya alam lainnya yang dimiliki provinsi ini berupa
cadangan mineral yang meliputi chrome, nikel, tembaga, dan emas.
Selain untuk industri baja, mangan digunakan untuk produksi baterai kering, keramik,
gelas dan kimia. Sayangnya, eksplorasi potensi mangan tersebut masih dilakukan
secara tradisional. Bahkan mangan masih diekspor dalam bentuk ore, dan belum bisa
dilakukan pemrosesan lebih lanjut menjadi ingot dan produk hilir. Itu sebabnya
penambangan mangan dilakukan masih dalam skala kecil. Dan kebanyakan saat ini
masih dalam proses eksplorasi, masih sedikit yang sudah masuk dalam tahap
produksi.
Data Dinas Pertambangan NTT juga menyebutkan sudah ada sekitar 300 izin Usaha
Pertambangan (IUP) mangan yang diberikan pemerintah daerah di sejumlah
Kabupaten/kota di NTT. Dari jumlah tersebut, hanya separuhnya atau 150 IUP yang
benar-benar melakukan tahapan eksplorasi. Sementara yang sudah produksi tidak
lebih dari 20 perusahaan.
Selain itu, posisi provinsi NTT yang merupakan hasil dari tumbukan lempeng Hindia-
Australia dan Eurasia, kaya akan potensi panasbumi serta berbagai jenis mineral
industri. Bila seluruh potensi mineral tersebut dapat dikelola dengan baik, diharapkan
pertumbuhan sosial-ekonomi masyarakat NTT bisa menjadi salah satu prvpinsi maju
di Indonesia.
Berbagai potensi lain yang ada diantaranya yaitu berupa hasil pertanian, perkebunan,
perikanan dan kehutanan.
Di Bumi, mangan ditemukan dalam sejumlah mineral kimia yang berbeda dengan
sifat fisiknya, tetapi tidak pernah ditemukan sebagai logam bebas di alam. Mineral
yang paling penting adalah pyrolusite, karena merupakan mineral bijih utama untuk
mangan. Mangan terdapat dalam cebakan sedimen dan residu, juga terdapat dalam
cebakan hidrothermal dan metamnorfosa (malihan). Menurut data yang diperoleh
badan Geologi, kementrian energi dan sumberdaya mineral pada tahun 2010
mengatakan bahwa sumberdaya magan di Indonesia 10,62 juta ton berupa bijih dan
5,78 ton berupa logam, dan cadangan yang ada 0,93 juta ton berupa bijih dan 0,59
juta ton berupa logam.
Potensi cadangan bijih mangan di Indonesia cukup besar, namun terdapat di berbagai
lokasi yang tersebar di seluruh Indonesia. Potensi tersebut terdapat di Pulau
Sumatera, Kepulauan Riau, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku,
dan Papua. Produksi mangan di seluruh Indonesia tidak mencapai 10%. Beberapa
daerah di Indonesia memiliki cadangan mangan yang cukup berlimpah contohnya di
Provinsi Nusa Tenggara Timur, di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Timor Tengah
Utara dan Belu. Ke-3 kabupaten ini merupakan kabupaten yang kaya akan sumber
daya alam sehingga dieksploitasi sumberdaya alamnya untuk diambil mangannya.
Mangan yang dihasilkan oleh lingkungan tersebut merupakan bahan tambang yang
menggiurkan banyak orang. Penduduk yang sebagian besar bermata pencaharian
sebagai petani menyewakan atau menjual tanah pertaniannya kepada pemilik modal
untuk dijadikan lokasi penambangan mangan . Tanah pertanian yang semula
merupakan lahan pertanian produktif dikeruk oleh masyarakat setempat dengan
menggunakan alat-alat berat untuk diambil mangan.
Batu Mangan (Mn) di Kabupaten TTS, TTU, dan Belu adalah suatu potensi alam
yang cukup menjanjikan dan memiliki manfaat ekonomis yang cukup tinggi bagi
tingkat pendapatan masyarakat, sehingga masyrakat sekitar lebih memilih untuk
bertambangn tradisional dari pada melakukan usaha untuk bertani, di tambah lagi
dengan masuknya para pemilik modal untuk menambang batu mangan. Penambangan
mangan memberikan dampak negatif pada lingkungan baik sumberdaya alam maupun
lingkungan hidup, karena karena masyrakat sekitar sebagai penambang tradisional
Kegiatan penambangan mangan ini selalu memberikan dampak baik dampak positif
maupun dampak negatif tarhadap lingkungan. Dampak positifnya adalah
meningkatnya devisa negaradan pendapatan asli daerah serta menampung tenaga
kerja sedangkan dampak negatif dari kegiatan penambangan dapat dikelompokan
dalam bentuk kerusakan permukaan bumi, ampas buangan (tailing), kebisingan,
polusi udara, menurunnya permukaan bumi (land subsidence), dan kerusakan karena
transportasi alat dan pengangut berat.
Permasalahan pengelolaan mangan di NTT ini kurangnya pengembangan sumberdaya
manusia, dengan mengembangkan wilayah atau community develoment sekitar lokasi
tambang. Kebanyakan pula penambang yang hanya mementingkan laba saja, tidak
tidak menyisihkan dana yang cukup untuk memulihkan lingkungan bekas tambang.
Sehingga hilangnya media untuk tumbuh bagi tumbuhan dan pada akhirnya merusak
keanekaragaman hayati yang ada dipermukaan tanah yang memerlukan waktu ratusan
bahkan ribuan tahun untuk proses pembentukannya kembali. Disamping itu
pengupasan tubuh tanah atau soil dan bopeng-bopeng permukaan bumi,
penambangan juga menghasilkan gerusan batu, mulai dari yang kasar sampai yang
halus yang merupakan sisa atau ampas buangan (tailing) biasanya selalu menggunung
dilokasi penambangan atau di buang ke sungai, kemudian meyebabkan banjir dan
sungai mengalami kedangkalan, selain itu bisa berakibat pada pencemaran sungai
yang menyebabkan ekosistem sungai terganggu dan manusia yang tinggal disekitar
sungai juga akan terkena dampaknya. Karena hasil tambang suatu saat pasti akan
habis maka pengelolaan kegiatan penambangan sangat penting dan tidak boleh terjadi
kesalahan. Diperlukan adanya kesadaran kita, masyrakat sekitar tambang, maupun
perusahaan terhadap lingkungan sehingga dapat memenuhi standar lingkungan. Hal
ini disampaikan seorang pejabat kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) saat berkunjung ke Kupang akhir 2009 lalu. Ini kabar baik atau buruk bagi
rakyat NTT? Tampak banyak jawaban negatif. Baru-baru ini, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Nusa Tenggara Timur (DPRD NTT) mendesak pemerintah daerah
untuk menghentikan seluruh proses eksploitasi mangan di daerah tersebut, sampai ada
regulasi (peraturan daerah) di tingkat provinsi yang mengatur hal ini. Namun,
sementara tuntutan tersebut dikemukakan, proses eksploitasi terus berlangsung
dengan berbagai dampaknya. Regulasi yang menjadi pegangan sekarang adalah
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Penambangan Mineral dan Batubara
dan peraturan daerah atau keputusan pemegang wewenang di level pemerintahan
daerah kabupaten. Regulasi di tingkat kabupaten ini mengatur hal yang lebih spesifik
seperti batas minimal harga komoditi, ijin usaha penambangan (IUP), dan lain-lain.
Persoalan-persoalan
Hasil sebuah Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh LSM
Simpul Demokrasi Belu baru-baru ini menyebut empat poin dampak positif dan dua
puluh tiga poin dampak negatif dari pertambangan mangan, disertai sejumlah
rekomendasi kepada pemerintah (lihat di:
http://www.simpuldemokrasi.org/news_detail.php?nid=68). Di sini penulis tidak
merincikan kembali satu per satu hasil FGD tersebut. Beberapa poin di bawah ini
coba merangkum persoalan yang ada, yaitu; pertama, aktivitas penambangan
mengakibatkan kerusakan lingkungan. Di banyak tempat di pulau Timor, bebatuan
berfungsi sebagai tangkapan air hujan yang kemudian bermanfaat menyediakan
sumber air bersih bagi penduduk. Penambangan mangan dikhawatirkan mengganggu
daya tampung alam terhadap air hujan, sehingga mengganggu juga pasokan
kebutuhan akan air.
Disadari, persoalan-persoalan tersebut tak diatasi hanya oleh regulasi yang dibuat di
tingkat daerah. Namun sebagai upaya menciptakan kondisi yang lebih baik, langkah
(pembuatan regulasi) tersebut dapat kita manfaatkan sebagai sebuah “tahapan” yang
diposisikan sesuai dengan kapasitasnya. Artinya, pembuatan dan pengesahan sebuah
peraturan daerah tingkat provinsi, dan atau berbagai peraturan daerah tingkat
kabupaten, tidak menjamin proses yang lebih sehat dalam pemanfaatan kekayaan
alam. Acuan terbaik seharusnya [sic] adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang
dengan tegas menyatakan kekayaan alam harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat. Namun keadaan yang baik itu (menjadikan pasal 33 UUD 1945
sebagai acuan) tidak sedang diterapkan oleh pemerintah Indonesia.
Batu mangan berguna sebagai bahan baku industri, seperti untuk pembuatan baterai,
keramik, bahan kimia, dan baja. Namun saat ini mangan paling banyak digunakan
untuk kebutuhan industri baja yang penggunaannya mencapai 90% (Majalah
Tambang, 3 November 2008). Kandungan mangan dapat menghasilkan baja dengan
kualitas bagus, yaitu lebih kuat dan ringan dibandingkan baja dari bahan mentah lain.
Kualitas demikian membuat batu mangan menjadi bahan baku paling banyak dicari
oleh kalangan industriwan baja akhir-akhir ini. Sebagaimana diketahui, industri baja
merupakan salah satu industri dasar (hulu) yang sangat dibutuhkan, baik untuk
kebutuhan konstruksi, elektronik, otomotif, dll. Negara yang pembeli mangan
terbesar di dunia saat ini adalah Tiongkok dan India. Sementara produsen terbesar
adalah Ukraina dan Afrika Selatan. Kedua negara tersebut menguasai sekitar 80%
cadangan mangan dunia.
Fungsi strategis bahan baku mangan belum tergantikan oleh bahan lain, sehingga
masih akan terus dibutuhkan oleh industri. Namun kondisi industri saat ini tidak
menjamin kestabilan produksi akibat krisis periodik dalam sistem kapitalisme,
sehingga juga tidak menjamin kestabilan harga bahan mentah. Ada perspektif lebih
maju untuk memanfaatkan pasar dalam negeri dengan pembelian langsung misalnya
oleh industri baja milik negara. Namun hal ini tidak ada dalam skema rencana
industrialisasi dari sebuah pemerintahan neoliberal. Sejauh ini Indonesia hanya
memiliki satu pabrik baja yaitu PT. Krakatau Steel (dibangun pada masa Soekarno)
dan sudah berada dalam daftar privatisasi. Pasokan kebutuhan baja sebagian besar
masih dari luar negeri seperti India dan Cina. Tak heran, di berbagai daerah masih
terjadi kelangkaan produk baja sehingga harganya menjadi sangat mahal.