Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
TESIS
Oleh
LIANA ROSA
NIM. 157032080
TESIS
Oleh
LIANA ROSA
NIM. 157032080
Saya menyatakan dengan ini bahwa tesis saya yang berjudul “Faktor-
beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan
penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika
keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini,
saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila
saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Liana Rosa
i
Universitas Sumatera Utara
Abstrak
Hampir 500 juta kasus baru infeksi menular seksual di seluruh dunia setiap tahun,
dan sepertiganya adalah sifilis. Sifilis sering terjadi di negara berkembang dengan
prevalensi mencapai 25 persen. Laki-laki usia produktif (25-49 tahun) merupakan
kelompok risiko tinggi tertular sifilis karena aktivitas seksualnya. Tujuan
penelitian ini untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya
infeksi penyakit sifilis pada laki-laki usia produktif. Penelitian ini adalah
penelitian studi analitik observasional dengan desain case control. Penelitian
dilakukan di Puskesmas Teladan Medan. Populasi penelitian yaitu seluruh
pengunjung klinik VCT periode Januari 2019-September 2019. Jumlah sampel
kasus sebanyak 59 orang, dan sampel kontrol sebanyak 59. Analisis data
menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan chi-square, dan analisis
multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik berganda. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi terjadinya sifilis yaitu riwayat
sifilis (p=0,013), penggunaan kondom (p=0,012), dan jumlah pasangan seksual
(p=0,003), sedangkan variabel pendidikan (p=0,222), penggunaan napza suntik
(p=0,585) dan jenis kelamin pasangan (p=0,202) tidak berpengaruh. Variabel
yang paling dominan memengaruhi terjadinya penyakit sifilis pada laki-laki usia
produktif (25-49 tahun) di Puskesmas Teladan Medan yaitu riwayat sifilis/IMS.
Laki-laki usia produktif yang memiliki riwayat sifilis/IMS, berpeluang mengalami
terjadinya penyakit sifilis sebesar 15,6 kali lebih tinggi dibanding laki-laki yang
tidak ada riwayat sifilis/IMS. Disarankan kepada Puskesmas Teladan Medan
untuk memberikan pendidikan kesehatan melalui penyuluhan tentang penyakit
sifilis dan cara-cara melakukan pencegahannya.
ii
Universitas Sumatera Utara
Abstract
Nearly 500 million new cases of sexually transmitted infections worldwide each
year, and one third of them are syphilis. Syphilis often occurs in developing
countries with a prevalence of up to 25 percent. A productive-aged man (25-49
years) has high risk of being infected due to his sexual activity. The objective of
the research was to analyze some factors which influence the incidence of syphilis
in productive-aged man. The research used observational analytic method with
case control design. It was done at the Teladan Health Center. The population
was all visitors to VCT Clinic in the periode January-September, 2019, and the
samples were 59 respondents in the case group and the other 59 respondents were
in the control group. The data were analyzed by using univariate analysis,
bivariate analysis with chi-square test, and multivariate analysis with multiple
logistic regression analysis. The results of the research showed were that history
of syphilis (p = 0.013), the use of condoms (p = 0.012), and the number of sexual
mates (p = 0.003), had the influence on the incidence of syphilis while the
variables of education (p = 0.222), the use of Napza injection (p = 0.585) and the
gender of mates (p=0.202) did not. The variable whit the most dominant
influence on the incidence of syphilis in productive-aged men at Teladan Health
Center was the history of syphilis / STI. Productive-aged men who had the history
of syphilis would have the possibility of 15,6 times of being infected compared
with those who did not have the history of syphilis/IMS. It is recommended that
the Teladan Health Center management provide health education through
counseling about syphilis and about how to prevent it.
iii
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas
berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga saya dapat
Penulis menyadari penulisan ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dan
kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
yaitu: dr. Rahayu Lubis, M.Kes., Ph.D., selaku Ketua Komisi Pembimbing Prof.
Drs. Heru Santosa, M.S., Ph.D., selaku Pembimbing Kedua, yang penuh
1. Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan
3. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D., selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu
iv
Universitas Sumatera Utara
5. dr. Fazidah Aguslina Siregar, M.Kes., Ph.D. dan Dr. Asfriyati, S.K.M.,
7. Teristimewa untuk orang tua, suami dan anak-anak tercinta yang penuh
kesabaran, pengorbanan dan do‟a serta cinta yang dalam setia menunggu,
pendidikan ini.
8. Seluruh keluarga atas segala do‟a dan dukungan, dan motivasi bagi penulis
ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan, untuk itu
kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis
Liana Rosa
Halaman
Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji iii
Halaman Pernyataan Keaslian Tesis iv
Abstrak v
Abstract vi
Kata Pengantar vii
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xii
Daftar Gambar xiv
Daftar Lampiran xv
Daftar Istilah xvi
Riwayat Hidup xvii
Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 10
Tujuan Penelitian 11
Manfaat Penelitian 11
Tinjauan Pustaka 12
Sifilis 12
Pengertian sifilis 12
Sejarah sifilis 14
Etiologi sifilis 15
Epidemiologi sifilis 16
Cara penularan sifilis 18
Klasifikasi sifilis 21
Tanda dan gejala sifilis 21
Tahap inkubasi sifilis 26
Diagnosa sifilis 29
Sifilis pada kehamilan 29
Sifilis pada HIV 30
Pencegahan sifilis 31
Tatalaksana pengobatan sifilis 35
Usia Produktif 37
Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyakit Sifilis 38
Umur 38
Tingkat pendidikan 39
Riwayat sifilis/infeksi menular seksual 40
Penggunaan kondom 41
Penggunaan napza suntik 43
vi
Universitas Sumatera Utara
Jumlah mitra pasangan seksual 44
Jenis kelamin mitra/pasangan seksual 45
Landasan Teori 46
Kerangka Konsep 48
Hipotesis Penelitian 48
Metode Penelitian 50
Jenis Penelitian 50
Lokasi dan Waktu Penelitian 51
Lokasi penelitian 51
Waktu penelitian 51
Populasi dan Sampel 51
Populasi penelitian 51
Sampel penelitian 51
Metode Pengumpulan Data 52
Data primer 52
Data sekunder 52
Variabel dan Definisi Operasional 53
Variabel penelitian 53
Definisi operasional 53
Metode Pengukuran 54
Metode Analisis Data 57
Pengolahan data 57
Analisis data 57
Hasil Penelitian 60
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 60
Analisis Univariat 63
Umur 63
Pendidikan 64
Riwayat sifilis pada kelompok kasus dan kelompok kontrol 64
Penggunaan kondom pada kelompok kasus dan kelompok kontrol 65
Penggunaan napza suntik pada kelompok kasus dan kelompok
kontrol 66
Jumlah pasangan seksual pada kelompok kasus dan kelompok
kontrol 66
Jenis kelamin pada kelompok kasus dan kelompok kontrol 67
Analisis Bivariat 68
Pengaruh umur terhadap terjadinya penyakit sifilis pada laki-laki
usia produktif 68
Pengaruh pendidikan terhadap terjadinya penyakit sifilis pada
laki-laki usia produktif 69
Pengaruh riwayat sifilis/IMS terhadap terjadinya penyakit sifilis
pada laki-laki usia produktif 70
Pengaruh penggunaan kondom terhadap terjadinya penyakit sifilis
pada laki-laki usia produktif 71
vii
Pembahasan 78
Pengaruh Riwayat Sifilis/IMS terhadap Terjadinya Penyakit Sifilis
pada Laki-laki Usia Produktif 78
Pengaruh Penggunaan Kondom terhadap Terjadinya Penyakit Sifilis
pada Laki-laki Usia Produktif 80
Pengaruh Jumlah Pasangan Seksual terhadap Terjadinya Penyakit
Sifilis pada Laki-laki Usia Produktif 83
Implikasi Penelitian 87
Keterbatasan Penelitian 87
Daftar Pustaka 92
Lampiran 98
viii
Universitas Sumatera Utara
Daftar Tabel
No Judul Halaman
ix
x
Universitas Sumatera Utara
Daftar Gambar
No Judul Halaman
xi
4 Kuesioner 101
8 Dokumentasi
xii
Universitas Sumatera Utara
Daftar Istilah
xiii
Liana Rosa
xiv
Universitas Sumatera Utara
Pendahuluan
Latar Belakang
penting bagi seorang laki-laki. Hal ini dikarenakan tingkat kebersihan pria juga
satu bagian terpenting dari tubuh. Maka dari itu, sangat penting untuk menjaga
berbagai macam komplikasi dan penyakit. Salah satu penyakit yang dapat
menyerang organ reproduksi pria adalah infeksi menular seksual (IMS), termasuk
Seorang laki-laki yang sudah memiliki istri terkena sifilis maka dapat menularkan
penyakit tersebut pada istrinya, dan jika istri mengandung (hamil) maka kuman
tersebut dapat menular kepada janin yang dikandungnya melalui plasenta atau
pada saat bersalin dan dapat mengakibatkan keguguran, lahir mati, serta sifilis
kongenital pada bayi. (Kemenkes RI, 2013). Tidak semua bayi akan tertular, oleh
karena itu makin awal terjadi infeksi, risiko penularan ke bayi akan semakin
tinggi. Pada perempuan yang telah menderita sifilis dalam beberapa tahun, hampir
dapat berakibat lahir mati termasuk keguguran dan separuhnya lagi berakibat
kematian perinatal atau kongenital sifilis dan berat badan lahir rendah (BBLR)
1
Universitas Sumatera Utara
2
dapat juga terjadi dari ibu kepada janin dalam kandungan atau saat kelahiran,
melalui produk darah atau transfer jaringan yang telah tercemar, kadang-kadang
tertular sifilis akan meningkat pesat (Kemenkes RI, 2016). Berbagai penelitian di
penularan Human Immunodeficiency Virus (HIV) sebesar tiga sampai lima kali.
setelah chancroid. Namun, angka kejadian sifilis di berbagai populasi jauh lebih
masikan 12 juta kasus baru setiap tahunnya dengan lebih dari 90 persen terjadi di
negara berkembang. Sifilis jarang di negara maju dan sering terjadi di negara
juta kasus baru IMS di seluruh dunia setiap tahun, dan sepertiganya adalah sifilis
(Kemenkes RI, 2016). Survei WHO di Eropa tahun 2012 menunjukkan bahwa
angka sifilis pada pria antara 0,3 sampai dengan 94,4 kasus per 100,000 penduduk
pria dan pada wanita berkisar antara 0,1 sampai dengan 70,7 kasus per 100,000
sifilis 10,5 persen pada Man Sex Only with Man (MSOM), sekitar 1,5 persen pada
laki-laki pekerja seks, dan 2,0 persen pada perempuan pekerja seks. Hasil tersebut
homoseksual memiliki risiko terinfeksi sifilis lima kali lebih besar dibanding yang
dengan pekerja seks komersil (PSK) dan laki-laki pekerja seks. Penelitian di
Malaysia, dari 370 PSK didapatkan sifilis sebesar 13,6 persen sedangkan survei
(Widasmara, 2017).
Afrika, Amerika Selatan, dan Asia Tenggara (Lukehart, 2015). Angka kejadian
sifilis di Amerika Serikat terus meningkat, dengan prevalensi tahun 2014 yaitu
20,1 per 100.000 penduduk dan meningkat dibandingkan tahun 2013 yaitu 17,9
per 100.000 penduduk. Prevalensi laki-laki lebih tinggi yaitu 22,1 per 100.000
Sedangkan jumlah kasus baru sifilis yang terjadi di kawasan Asia Tenggara pada
tahun 2011 sebesar 0,61 persen (Kemenkes RI, 2011). Angka prevalensi sifilis
pada populasi wanita pekerja seks (WPS) yang terinfeksi HIV sebesar 16,7
persen, sedangkan pada mereka yang tidak terinfeksi HIV 9,47 persen. Prevalensi
sifilis pada populasi LSL HIV positif 23,8 persen (Djuanda, 2015). Selanjutnya,
prevalensi sifilis pada populasi waria sebesar 25 persen, WPSL (wanita penjaja
seks langsung) 10 persen, LSL (lelaki seks dengan lelaki) 9 persen, warga binaan
lembaga pemasyarakatan lima persen, pria berisiko tinggi empat persen, WPSTL
(wanita penjaja seks tidak langsung) tiga persen dan penasun (pengguna narkoba
kesehatan yaitu 232.958 orang, jumlah yang dites sifilis sebanyak 201.640 orang
dan jumlah pasien yang diobati 4.187 orang. Jumlah wanita pekerja seks (WPS)
yang menderita sifilis 9.686 orang, pria pekerja seks 56 orang, waria 1.280 orang,
lelaki seks dengan lelaki 9.875 orang, pengguna jarum suntik (injection drug user)
471 orang, pasangan risiko tinggi 21.442 orang, pelanggan pekerja seks 2.034
orang, dan lain-lain sebanyak 156.796 orang. Sifilis juga banyak diderita oleh
adalah 5,1 persen dan 8,5 persen narapidana perempuan (Kemenkes RI, 2018).
Utara Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit (P2P) tahun 2018, jumlah
penderita IMS pada tahun 2017 sebanyak 13.736 orang dengan rincian jumlah
penderita laki-laki adalah 3.597 orang dan perempuan 10.139 orang. Prevalensi
ISR pada PSK di Sumatera Utara, ditemukan prevalensi gonore sebesar 40 persen,
klamidia secara umum sebesar 16 persen, vaginal kandidiasis 26 persen dan sifilis
menular prevalensi tertinggi adalah sifilis hal ini sesuai dengan data dari palang
merah Indonesia terhadap pendonor darah tahun 2017 sebanyak 779 warga Kota
Medan terindikasi terkena penyakit sifilis dan usia produktif 25-49 tahun
sebanyak 443 orang yang terkena sifilis dari 47.855 orang pendonor (PMI Kota
Medan, 2018).
terlepas dari status kota Medan sebagai pusat ibukota Provinsi Sumatera utara
serta sebagai pusat perdagangan dan ekonomi. Masyarakat kota Medan ditinjau
dari populasi jumlah penduduk tahun 2018 sebanyak 2.264.624 jiwa yang terdiri
65,99 persen. Tingkat kemiskinan 9,30 persen dengan jumlah 204,22 Orang,
dan kemiskinan menjadi salah satu penyebab sebagian masyarakat bekerja sebagai
pekerja seks yang berdampak terhadap meningkatnya kasus IMS seperti sifilis
yang selama ini memberikan layanan dan bantuan kesehatan bagi masyarakat
Medan Teladan dan masyarakat di luar wilayah kerja yang melakukan perobatan
puskesmas yang telah mendapat sertifikat great A dimana selama ini dijadikan
(IMS). Voluntary Counseling Test (VCT). Klinik IMS dan VCT ini memberikan
pelayanan penyakit menular seksual serta konseling tes HIV kepada orang-orang
yang berisiko yang sifatnya privasi. Pasien di Klinik IMS dan VCT berasal dari
masyarakat di dalam dan luar wilayah Kerja Puskesmas Teladan. Pasien juga
berasal dari populasi kunci yaitu WPS, Waria, LSL, dan Penasun (Puskesmas
Teladan, 2018).
2019 di Puskesmas Teladan Medan jumlah pasien yang terkena penyakit infeksi
seksual menular pada tahun 2018 sebanyak 122 orang dengan tingkat penyakit
reaktif terjangkit penyakit sifilis sebanyak 78 orang, dan pada usia subur antara
usia 25-49 tahun terdapat jumlah pendonor paling banyak pengidap reaktif
terjangkit penyakit sifilis sebanyak 78 orang, dari 78 orang yang terkena penyakit
infeksi seksual menular terdiri dari kelompok wanita pekerja seks (WPS), pria
pekerja seks (PPS), lelaki suka seks dengan laki-laki (LSL) dengan angka
kejadian tertinggi berada pada kelompok lelaki suka seks dengan laki-laki (LSL)
pada kondisi kritis dalam memerangi dan menanggulangi penyakit sifilis oleh
endemik sekaligus ancaman nyata yang berdampak pada generasi yang akan
mendatang dan orang lain dan menjadi mata rantai penyebaran penyakit sifilis.
Sifilis disebabkan oleh banyak faktor. Dugaan ini penyakit sifilis diperkuat
oleh laporan Centers for Disease Control (CDC) pada tahun 2015 bahwa setiap
orang yang aktif secara seksual bisa terinfeksi melalui kontak langsung dengan
lesi sifilis. Pada laki-laki lesi dapat terjadi terutama di alat kelamin eksternal,
anus, atau dubur. Lesi juga dapat terjadi pada bibir dan mulut. Gay atau laki-laki
biseksual bisa terinfeksi sifilis selama seks anal, oral, atau vaginal (CDC, 2015).
mendapatkan hasil bahwa dari 885 LSL yang terinfeksi HIV-1 dengan data awal,
34 persen mengalami sifilis aktif pada awal (21 persen) atau terinfeksi sifilis
usia muda (kurang dari 33 tahun dibandingkan lebih dari 40 tahun), (p <0.001),
jumlah CD4 awal yang tinggi (CD4 ≥350 / μL dibandingkan CD4 <200, (p =
0,050) sebagai faktor risiko untuk kejadian sifilis. Insiden sifilis sangat tinggi di
antara pasien muda (usia <33 tahun). Menariknya, 37 persen pasien dengan
insiden sifilis tidak menunjukkan gejala (Nishijima et al., 2016). Penelitian yang
dilakukan oleh Loza et al. (2010), pada pekerja seks perempuan di Tijuana dan
Ciudad Juarez, mendapatkan hasil bahwa perilaku penggunaan narkoba lebih erat
terkait dengan sifilis aktif daripada perilaku seksual. Faktor-faktor yang secara
memiliki klien warga dari Amerika Serikat. Penelitian Gomes et al. (2017)
prevalensi sifilis adalah 6,3 persen; lebih tinggi pada pria (7,5 persen)
dibandingkan pada wanita (4,3 persen, p<0,001). Sifilis dikaitkan dengan usia 25
perilaku utama yang terkait adalah laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-
laki, pengguna narkoba, penderita IMS, dan mereka yang mengalami penyakit
menular seksual (PMS) pada tahun lalu. Penggunaan alkohol, ganja, kokain, dan
Penelitian Ariani yang meneliti kejadian penyakit sifilis pada Pekerja Seks
(p=036) dan jumlah mitra seksual (p=0,024) dengan kejadian sifilis pada pekerja
seks komersial (Ariani, 2006). Penelitian lainnya oleh Sundari pada Komunitas
bahwa prevalensi sifilis sebesar 16,5 persen. Faktor risiko yang berhubungan
hubungan seks anal, jumlah pasangan seksual, dan pemakaian kondom (Sundari,
Sakit Umum Pusat Sanglah, didapatkan jumlah pasien laki-laki 85,7 persen lebih
24 tahun sebesar 34,3 persen, kelompok umur di atas dan sama dengan 45 tahun
sebesar 5,7 persen, dan kelompok umur di bawah 15 tahun sebesar nol persen.
sebesar 54,3 persen, kelompok stadium sifilis laten lanjut sebesar 20 persen,
kelompok stadium sifilis laten dini sebesar 14,3 persen, kelompok stadium sifilis
primer sebesar 11,4 persen, dan kelompok stadium sifilis tersier sebesar nol
berhubungan dengan kejadian sifilis adalah umur, memiliki riwayat sifilis, positif
antibodi antiamuba, jumlah CD4 awal yang tinggi, penggunaan narkoba suntikan,
riwayat IMS setahun lalu; penggunaan alkohol, ganja, kokain, dan jarum suntik;
umur pertama hubungan seks anal, jumlah mitra/pasangan seksual, dan pemakaian
kondom.
hubungan seks bebas yang terus dilakukan secara terus menerus, narkoba suntik,
kesehatan reproduksi yang banyak dilakukan laki-laki pada usia produktif (25
kasus IMS baru dialami oleh penduduk usia produktif (kelompok usia 25-49
tahun). Aktivitas yang tinggi pada usia ini membuat banyak kelompok produktif
yang melakukan perilaku seks berisiko dan rentan terkena penyakit menular
orang (4,3 persen). Tahun 2018 jumlah kunjungan sebanyak 650 kunjungan
dengan penderita sifilis sebanyak 49 orang (7,5 persen). Tahun 2019 (periode
Perumusan Masalah
Teladan bahwa terjadi peningkatan jumlah penderita sifilis setiap tahunnya serta
sangat luas. Ada banyak kerugian yang akan di alami oleh penderita sifilis baik
produktivitas jangka panjang. Bukan hanya itu, kerugian yang akan di dapatkan
belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apa saja
usia produktif di Puskesmas Teladan Medan Periode Januari 2019 sampai dengan
September 2019.
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
puskesmas Teladan Medan dan dinas kesehatan kota Medan dalam mengambil
pengidap penyakit sifilis dan mendorong pencegahan dan pemutusan mata rantai
masukan dan edukasi pembelajaran bagi kalangan usia produktif 25-49 tahun
diri sendiri dan penularan pada pasangan serta kepada kehamilan; 3) Sebagai
Sifilis
menjadi permasalahan secara global. Banyak orang dewasa yang terinfeksi akibat
penyakit ini. Sifilis tidak hanya menyebabkan morbiditas, tetapi juga dapat
kelainan bawaan dan kematian (Djuanda, 2017). Sifilis apabila dibiarkan saja
tanpa ada pengobatan maka penderita sifilis akan mengalami gangguan kesehatan
yang serius.
yang tidak lazim dipakai. Sinonim yang umum yaitu lues venerea atau disebut
lues saja. Dalam istilah Indonesia disebut raja singa (Djuanda, 2017). Sifilis
pallidum (T. pallidum) dan merupakan salah satu bentuk infeksi menular seksual
(Emerson, 2009). Selain sifilis, terdapat tiga jenis infeksi lain pada manusia yang
disebabkan oleh treponema, yaitu: non venereal endemic syphilis (telah eradikasi),
frambusia (T. pertenue), dan pinta (T. careteum di Amerika Selatan) (Kemenkes
RI, 2013).
pallidum bersifat kronis dan menahun. Bakteri ini masuk ke dalam tubuh manusia
melalui selaput lendir (misalnya di vagina atau mulut) atau melalui kulit (Kent &
Romanelli, 2013). Sifilis bersifat kronis dan sistemik ditandai dengan lesi primer
12
Universitas Sumatera Utara
13
diikuti dengan erupsi sekunder pada kulit dan selaput lendir kemudian masuk ke
dalam periode laten tanpa manifestasi lesi di tubuh diikuti dengan lesi pada kulit,
lesi pada tulang, saluran pencernaan, sistem syaraf pusat dan sistem
bakteri Treponema pallidum. Sifilis bersifat kronik dan sistemik karena memiliki
masa laten, dapat menyerang hampir semua alat tubuh. Masa laten pada sifilis
hasil positif (Sanchez, 2014). Sifilis memiliki dampak besar bagi kesehatan
struktur tubuh, dengan manifestasi klinis yang jelas namun terdapat masa laten
dapat ditularkan kepada janin dalam kandungan, dan dapat disembuhkan. Bila
sifilis mulai menurun, tapi masih merupakan penyakit yang berbahaya karena
dapat menyerang seluruh organ tubuh termasuk sistem peredaran darah, saraf dan
dapat ditularkan oleh ibu hamil kepada bayi yang dikandungnya (Coffin et al.,
2010). Seorang ibu hamil yang positif sifilis dapat menyebabkan kelainan bawaan
Sifilis secara umum dapat dibedakan menjadi dua: yaitu sifilis kongenital
(ditularkan dari ibu ke janin selama dalam kandungan) dan sifilis yang didapat /
acquired (ditularkan melalui hubungan seks atau jarum suntik dan produk darah
Sejarah sifilis. Terdapat banyak pendapat dan spekulasi tentang asal usul
penyakit sifilis ini. Salah satu yang memiliki dukungan bukti yang cukup kuat
adalah Teori Columbian atau New World Theory. Sesuai dengan teori ini, penyakit
ini belum dikenal di Eropa sebelum Tahun 1942. Pada saat itu, Christopher
Atlantik. Para pelautnya dikatakan telah dijangkiti penyakit sifilis oleh wanita-
berwarna tembaga pada setiap penderita yang disebut sebagai Indian Measles.
Sesudah Tahun 1943 timbullah epidemi penyakit ini pada hampir seluruh wilayah
Penurunan kejadian sifilis yang amat tajam terjadi setelah Perang Dunia I
masih menggunakan arsen, berbeda dengan penurunan insidens yang terjadi pada
bahwa yaws adalah sebuah infeksi purba pada manusia sementara sifilis venereal
bentuk spiral, Gram-negative bakteri sangat lincah (Eccleston, Collins, & Higgins,
2008). Tiga penyakit lain manusia disebabkan oleh Treponema pallidum, meliputi
patek, (subspesies pertenue), pinta, (sub spesies carateum). Tidak seperti sub-tipe
Sifilis ditandai dengan lesi primer diikuti dengan erupsi sekunder pada
kulit dan selaput lendir kemudian masuk ke dalam periode laten tanpa manifestasi
lesi di tubuh diikuti dengan lesi pada kulit, lesi pada tulang, saluran pencernaan,
sistem syaraf pusat dan sistem kardiovaskuler (Karp et al., 2009). Treponema
melalui celah diantara sel epitel. Organisme ini juga dapat ditularkan kepada janin
2015).
membran bagian dalam dan luar serta ruang periplasmik, namun T. pallidum tidak
tidak menghasilkan protein toksik apapun. Dengan demikian, sebagian besar dan
kerusakan jaringan pada sifilis terjadi akibat respons imun dan inflamasi pejamu.
Dengan ditemukan dalam darah pasien semua stadium sifilis, dan kadar tertinggi
Sifilis atau yang biasa disebut juga dengan „raja singa‟ disebabkan oleh
sejenis bakteri yang bernama treponema pallidum. Bakteri yang berasal dari
familia spirochaeta ini memiliki ukuran yang sangat kecil dan dapat hidup hampir
di seluruh bagian tubuh (Karp et al., 2009). Spriochaeta penyebab sifilis dapat
ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui hubungan genitor genital
ditularkan melalui handuk, pegangan pintu atau tempat duduk WC (Scorviani &
Nugroho, 2012).
Bila tidak terawat, sifilis dapat menyebabkan efek serius seperti kerusakan
system saraf, jantung, atau otak (Scorviani & Nugroho, 2012).. Sifilis yang tidak
terawat dapat berakibat fatal. Orang yang memiliki kemungkinan terkena sifilis
atau menemukan pasangan seks yang mungkin terkena sifilis dianjurkan untuk
kasus sifilis yaitu 76 per 100.000 penduduk pada tahun 1947 dan menurun ke titik
terendah selama satu dasawarsa yaitu 4 per 100.000 penduduk pada tahun 1958.
Tahun 1959 keadaan ini berubah dan jumlah kasus mulai meningkat kembali 12
per 100.000 penduduk dan pada tahun 1965 menjadi tiga kali lipat (Widasmara,
2017).
1991 sampai dengan tahun 2009 yaitu 13,7 persen menjadi 18,4 persen kasus per
kulit putih yang terserang sifilis menurun 69 persen yaitu 3,2 kasus per 100.000
penduduk. Sedangkan insidens sifilis penduduk kulit berwarna sejak tahun 1992
sampai 2005 menurun 30 persen yaitu dari 101,9 sampai 71,5 kasus per 100.000
kembali menjadi 2 kali lipat yaitu dari 52,6 sampai 121,8 kasus per 100.000
Hasil skrining ibu hamil di Amsterdam dari tahun 1985-1989, dari 37.520
serum hanya 0,15 persen yang menunjukkan STS (+), di Jamaica insidens sifilis
pada ibu hamil sebesar 4,9 persen. Sedangkan dari pengambilan sampel darah
plasenta pada tahun 1989 mengalami kenaikan sebesar 1.1 persen dibandingkan
tahun 1989 yang kemungkinan disebabkan perawatan antenatal yang tidak teratur.
Penelitian di Malaysia, bahwa dari 370 PSK didapatkan sifilis sebesar 13.6 persen
survei pada kelompok PSK di Burkina Faso, insiden sifilis sebesar 22 persen
(Widasmara, 2017).
terbanyak ialah stadium laten, disusul sifilis stadium I yang jarang, dan yang
di Indonesia. Pada tahun 2007, dilaporkan total pasien sifilis di sepuluh kota
Semarang, Banyuwangi, Surabaya, Bitung dan Jayapura sebanyak 217 orang (8,7
persen) pasien dari total 6746 pasien infeksi menular seksual (Widasmara, 2017).
seksual. Perilaku seksual adalah bentuk perilaku yang didorong oleh hasrat
seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk perilaku ini dapat
seksual tidak berisiko dan perilaku seksual berisiko. Perilaku seksual tidak
berisiko memiliki makna perilaku yang tidak merugikan diri sendiri, dilakukan
kepada lawan jenis, dan diakui masyarakat. Perilaku seksual berisiko diartikan
sebagai perilaku seksual yang cenderung merusak, baik bagi diri sendiri maupun
Infeksi penyakit seksual menular seperti sifilis juga dapat dipengaruhi oleh
tulang sampai kematian pada janin atau neonatus. Penyebab kematian janin
infeksi langsung ke janin juga dapat terjadi. Namun bila ibu hamil dengan sifilis
segera diobati saat awal kehamilan sifilis kongenital dapat dicegah. Bila janin
terinfeksi, sekitar 35 persen akan lahir hidup dengan sifilis kongenital dengan
sebagian besar tidak menunjukkan gejala khas terinfeksi, namun dengan berat
badan lahir rendah. Manifestasi sifilis kongenital dipengaruhi oleh usia kehamilan,
stadium sifilis saat hamil, pengobatan ibu hamil, respons imunologis janin
(Indriatmi, 2017).
jarang berkontak langsung dengan Chancre ibu yang menimbulkan infeksi pasca
diderita oleh ibu. Bila wanita hamil dengan sifilis primer dan sekunder serta
pada bayi yang belum dilahirkan dari pada wanita dengan infeksi laten. Penularan
dapat terjadi selama kehamilan. Insiden dari infeksi sifilis kongenital tetap paling
tinggi selama empat tahun pertama sesudah mendapat infeksi primer, sekunder
Sifilis kongenital dibagi atas sifilis kongenital dini dan lanjut. Pada sifilis
kongenital dini, gejala timbul dalam dua tahun pertama, sedangkan pada yang
lanjut, gejala timbul dalam dua dekade pertama. Manifestasi klinis sifilis
kongenital dini terjadi sebagai akibat infeksi dan inflamasi aktif. Pada sifilis
kongenital lanjut, gejala yang timbul merupakan malformasi atau stigmata sebagai
hasil infeksi kronis. Sesudah terjadi infeksi janin, berbagai sistem organ dapat
akibat dari kontak seksual walaupun penanganannya secara kuratif telah tersedia
untuk sifilis selama lebih dari empat dekade, sifilis tetap penting dan tetap
Stadium menular bila perjalanan penyakit kurang dari dua tahun dan stadium tidak
menular perjalanan penyakit lebih dari dua tahun. Infeksi Menular Seksual (IMS)
biasanya melalui kontak seksual; tetapi, ada beberapa contoh lain seperti kontak
langsung dan kongenital sifilis (penularan melalui ibu ke anak dalam uterus)
(Wiknjosastro, 2013).
ini. Ibu pengidap sifilis, tidak diobati, setelah hamil Treponema pallidum dalam
tubuh ibu bisa ke tubuh janin melalui sirkulasi darah, menyebabkan janin tertular
sifilis, cara penularan sifilis jenis ini bersentuhan dengan pakaian dalam, sprei,
selimut, sapu tangan, pisau cukur, dan handuk yang pernah dipakai oleh
pengidap.
pallidum.
akuisita (didapat). Sifilis kongenital dibagi menjadi : dini (sebelum dua tahun),
lanjut (sesudah dua tahun), dan stigmata. Sifilis akuisita dapat dibagi menurut dua
cara, secara klinis dan epidemiologik. Menurut cara pertama sifilis dibagi menjadi
tiga stadium : stadium I (S I), stadium II (S II), dan stadium III (S III) (Djuanda,
2017).
menjadi dua yaitu : 1) Stadium dini menular (dalam satu tahun sejak infeksi),
terdiri atas S-I, S-II, stadium rekumen, dan stadium laten dini; 2) Stadium lanjut
tak menular (setelah dua tahun sejak infeksi), terdiri atas stadium laten lanjut dan
S-III. Bentuk lain ialah sifilis kardiovaskular dan neurosifilis. Ada yang
Tanda dan gejala sifilis. Gejala dan tanda dari sifilis banyak dan
berlainan. Diagnosis gejala sifilis umumnya sulit dilakukan karena itu penyakit ini
sering disebut “Peniru Besar” karena memiliki gejala-gejala yang hampir mirip
karena sering disebut sebagai penyakit lainnya. Menurut (Kent & Romanelli,
2013) gejala sifilis biasanya mulai timbul dalam waktu satu sampai 13 minggu
lainnya adalah merasa tidak enak badan (malaise), kehilangan nafsu makan, mual,
lelah, demam dan anemia. Sementara pada fase laten dimana tidak nampak gejala
sama sekali. Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau berpuluh-puluh tahun
atau bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten kadang luka yang
bahwa gejala yang muncul pada setiap individu sangat berbeda-beda. Menurutnya,
Gejala awal. Gejala awal penyakit ini biasanya ditandai dengan hilangnya
nafsu makan pada penderita. Penderita juga akan mudah lelah dan berkeringat
disertai rasa sakit di bagian kepala. Dalam waktu cepat, penderita juga akan
mengalami anemia (Woods, 2009). Setelah gejala awal muncul, penderita juga
akan menemukan luka terbuka seperti luka digigit serangga pada beberapa bagian
tubuhnya seperti organ vital dan mulut (Shmaefsky et al., 2009). Setelah itu
penderita juga akan merasakan sakit di bagian anus, alat kelamin dan mulutnya.
Kejadian ini biasanya muncul kurang lebih seminggu setelah penderita melakukan
menemukan adanya ruam kemerahan pada daerah organ kelaminnya yang juga
menimbulkan rasa gatal dan panas (Shmaefsky et al., 2009). Beberapa penderita
juga akan mengalami kerontokan pada rambutnya. Hal ini biasanya terjadi
beberapa bulan setelah terinfeksi sifilis. Kemudian pada tahap selanjutnya gejala
sifilis lainnya akan dimulai sekitar dua tahun setelah terinfeksi sifilis. Bakteri
spiroseta telah menyebar dengan sangat cepat dalam tubuh. Bakteri tersebut juga
mulai merusak sistem syaraf dalam otak dan sistem peredaran darah dalam tubuh
Tanda dan gejala yang terjadi dibagi dalam empat stadium berbeda,
Stadium satu. Stadium ini ditandai oleh munculnya luka yang kemerahan
dan basah di daerah vagina, poros usus atau mulut. Luka ini disebut chancre, dan
Pembengkakan kelenjar getah bening juga ditemukan selama stadium ini. Setelah
Stadium dua. Kalau sifilis stadium satu tidak diobati, biasanya para
penderita akan mengalami ruam, khususnya di telapak kaki dan tangan. Mereka
juga dapat menemukan adanya luka-luka di bibir, mulut, tenggorokan, vagina, dan
dubur. Gejala-gejala yang mirip dengan flu, seperti demam dan pegal-pegal,
mungkin juga dialami pada stadium ini. Stadium ini biasanya berlangsung selama
Stadium tiga. Kalau sifilis stadium dua masih juga belum diobati, para
penderitanya akan apa yang disebut dengan sifilis laten. Hal ini berarti bahwa
masih bersarang dalam tubuh, dan bakteri penyebabnya pun masih bergerak di
dalam tubuh. Sifilis laten ini dapat berlangsung hingga bertahun-tahun lamanya.
Stadium empat. Penyakit ini akhirnya dikenal sebagai sifilis tersier. Pada
stadium ini, spirocaheta telah menyebar ke seluruh tubuh dan dapat merusak otak,
jantung, batang otak, dan tulang. Sedangkan pada lelaki yang telah tertular oleh
sifilis memiliki gejala-gejala yang mirip dengan apa yang dialami oleh seorang
penderita wanita. Perbedaan utamanya ialah bahwa pada tahap pertama, chancre
tersebut akan muncul di daerah penis. Dan tahap kedua, akan muncul luka-luka di
daerah penis, mulut, tenggorokan dan dubur (Scorviani & Nugroho, 2012).
Gejala sifilis pada pria. Gejala sifilis pada pria ditunjukkan dengan
beberapa ciri sebagai berikut: 1) Adanya lepuhan yang terdapat di alat vital pria.
Biasanya pada tahap awal, kulit terbuka seperti melepuh namun tidak terasa sakit.
Apabila tidak diambil tindakan, sifilis yang disebabkan oleh bakteri ini bisa saja
kumat dan akan menimbulkan akibat yang fatal; 2) Gejala sifilis pada laki-laki
juga ditandai dengan adanya pembengkakan pada getah bening, atau tonjolan
mirip kutil yang dapat menular dan biasanya terdapat di sekitar anus dan ketiak,
dan merupakan cirri-ciri penyakit sifilis lanjutan. Apabila sifilis berlanjut ke tahap
Gejala sifilis pada wanita. Penyakit sifilis pada umumnya tidak lagi
hanya menyerang kaum pria, namun juga menyerang kaum wanita. Menurut
(Hawkes et al., 2015) banyak penderita sifilis terutama wanita kurang mengenali
memasuki stadium lanjut. Wanita lebih mudah terjangkit sifilis karena memiliki
alat kelamin yang lebih lembab dan basah sehingga bakteri akan lebih mudah
Penyakit sifilis pada wanita akan muncul sekitar 3 minggu-6 bulan setelah
berhubungan seksual dengan penderita. Penyakit sifilis pada wanita tersebut dapat
dilihat dari beberapa ciri sebagai berikut: 1) Muncul benjolan dan luka di sekitar alat
kelamin. Luka terlihat seperti lubang pada kulit dengan tepi yang lebih tinggi.
Biasanya tidak terasa sakit. Dalam beberapa minggu luka akan hilang, tapi justru
bakteri akan menetap pada tubuh dan penyakit dapat muncul berupa lecet-lecet pada
seluruh tubuh. Lalu lecet-lecet ini akan hilang juga, dan virus akan menyerang organ
tubuh lain; 2) Terkadang disertai pusing-pusing dan nyeri tulang seperti gejala flu;
3) Muncul bercak kemerahan pada tubuh sekitar 6-12 minggu setelah hubungan
Sifilis pada wanita bisa memperbesar potensi untuk tertular penyakit HIV
atau AIDS. Luka yang terbuka akibat penyakit menular seksual sifilis membuat
penyebaran virus HIV AIDS dengan sangat cepat melalui kontak seksual secara
langsung. Sifilis pada wanita hamil juga dapat menyebabkan anak yang
dikandungnya menderita kecacatan seperti kerusakan kulit, hati, limpa dan bahkan
keterbelakangan mental. Selama dua sampai tiga tahun pertama penyakit ini tidak
menunjukkan gejala apa-apa, setelah lima sampai sepuluh tahun penyakit ini akan
menyerang susunan syaraf otak, pembuluh darah dan jantung (Mullooly &
Higgins, 2010).
Gejala penyakit sifilis pada wanita memiliki beberapa stadium sifilis yaitu:
1) Stadium pertama. Stadium ini ditandai gejala awal luka yang kemerahan dan
basah di daerah vagina, poros usus atau mulut. Luka ini disebut dengan chancre
atau syangker, dan muncul di tempat spirochaeta masuk ke tubuh seseorang untuk
Stadium ini merupakan stadium yang sangat menular; 2) Stadium kedua. Jika
sifilis stadium pertama tidak diobati, biasanya para penderita akan mengalami
ruam, khususnya di telapak kaki dan tangan. Mereka juga dapat menemukan
Tahap inkubasi sifilis. Masa inkubasi sifilis umumnya terdiri dari tiga
tahapan. Hal tersebut seperti dikemukakan Dayan & Ooi (2005) bahwa terdapat
tiga tahap masa inkubasi penyakit sifilis dalam tubuh manusia seperti dijelaskan
berikut:
kecil, bundar dan tidak sakit chancre tepatnya pada kulit yang terpapar atau
selalu muncul di dalam dan sekitar genetalia, anus bahkan mulut. Pada kasus yang
tidak diobati (sampai satu tahun berakhir), setelah beberapa minggu, chancre akan
Tahap II. Antara satu sampai dua bulan kemudian, muncul gejala lain:
sakit tenggorokan, sakit pada bagian dalam mulut, nyeri otot, demam, lesu,
rambut rontok dan terdapat bintil. Beberapa bulan kemudian akan menghilang.
Tahap III. Dikenal sebagai tahap akhir sifilis. Pada fase ini chancre telah
menimbulkan kerusakan fatal dalam tubuh penderita. Dalam stase ini akan muncul
gejala: kebutaan, tuli, borok pada kulit, penyakit jantung, kerusakan hati, lumpuh
Tahap primer. Selama tahap primer sifilis, sakit (chancre) yang biasanya
tubuh. Hal ini biasanya terjadi dalam waktu tiga minggu paparan tetapi dapat
berkisar antara sepuluh sampai 90 hari. Seseorang sangat menular selama tahap
primer. 1) Pada pria, chancre sering muncul di daerah kelamin, biasanya (tetapi
tidak selalu) pada penis. Luka ini sering menyakitkan; 2) Pada wanita, chancres
dapat mengembangkan pada alat kelamin luar atau di bagian dalam vagina.
Sebuah chancre mungkin tidak diketahui jika terjadi dalam vagina atau pada
pembukaan ke rahim (serviks). Luka biasanya tidak menimbulkan rasa sakit dan
tidak mudah terlihat; 3) Pembengkakan kelenjar getah bening dapat terjadi dekat
daerah chancre; 4) Sebuah chancre juga dapat terjadi di daerah tubuh selain alat
sembuh tanpa pengobatan, dan dapat meninggalkan bekas luka tipis. Tapi
meskipun chancre telah sembuh, sifilis masih ada dan seseorang masih dapat
Tahap sekunder. Sifilis sekunder ditandai dengan ruam yang muncul dua
menyembuhkan. Gejala-gejala lain juga dapat terjadi, yang berarti bahwa Selama
tahap primer sifilis, sakit (chancre) yang biasanya menimbulkan rasa sakit
berkembang di tempat di mana bakteri masuk ke dalam tubuh. Hal ini biasanya
terjadi dalam waktu tiga minggu paparan tetapi dapat berkisar antara sepuluh
sampai 90 hari. Seseorang sangat menular selama tahap primer. 1) Pada pria,
chancre sering muncul di daerah kelamin, biasanya (tetapi tidak selalu) pada
mengembangkan pada alat kelamin luar atau di bagian dalam vagina. Sebuah
chancre mungkin tidak diketahui jika terjadi dalam vagina atau pada pembukaan
ke rahim (serviks). Luka biasanya tidak menimbulkan rasa sakit dan tidak mudah
chancre; 4) Sebuah chancre juga dapat terjadi di daerah tubuh selain alat kelamin;
pengobatan, dan dapat meninggalkan bekas luka tipis. Tapi meskipun chancre
telah sembuh, sifilis masih ada dan seseorang masih dapat menularkan kepada
orang lain
Tahap laten (tersembunyi). Jika tidak diobati, orang yang terinfeksi akan
maju ke laten (tersembunyi) tahap sifilis. Tahap laten didefinisikan sebagai tahun
setelah seseorang menjadi terinfeksi. Setelah ruam sekunder tahap hilang, orang
tersebut tidak akan memiliki gejala untuk waktu (periode laten). Periode laten
Tahap tersier (akhir). Ini adalah tahap yang paling merusak sifilis. Jika
tidak diobati, tahap tersier dapat dimulai sedini satu tahun setelah infeksi atau
setiap saat selama seumur hidup seseorang. Seseorang dengan sifilis mungkin
pernah mengalami tahap ini penyakit. Selama tahap ini, sifilis dapat menyebabkan
pembuluh darah dan masalah jantung yang serius, gangguan mental, kebutaan,
masalah sistem saraf, dan bahkan kematian. Gejala tersier sifilis tergantung pada
yang luka besar di dalam tubuh atau pada kulit; 2) Sifilis kardiovaskular, yang
Diagnosa sifilis. Diagnosis sulit dilakukan dan penyakit ini sering disebut
kasus tidak bergejala diagnosis didasarkan pada uji serologis treponema dan non
dengan aktifitas penyakit sehingga amat membantu dalam skrining, titer naik bila
penyakit aktif (gagal pengobatan atau terinfeksi) dan turun bila pengobatan cukup.
Kelainan sifilis primer yaitu chancre harus dibedakan dari berbagai penyakit yang
hamil dan tidak hamil. Pada perempuan seringkali luput dari perhatian, karena
ulkus tidak nyeri atau tidak menimbulkan gejala, meskipun demikian, sifilis dapat
ditularkan kepada janin. Sifilis dapat ditularkan dalam stadium primer dan
sekunder, dan laten. Spiroketa dapat melewati plasenta dan menginfeksi janin
sejak usia gestasi 14 minggu, dan risiko infeksi janin meningkat seiring
meningkatnya usia gestasi. Dalam empat tahun setelah tertular sifilis, seorang
kepada janin. Sekitar 40 persen kehamilan pada perempuan dengan sifilis dini
yang tidak diobati akan berakhir dengan kematian perinatus (Indriatmi, 2017).
Pada perempuan dengan kunjungan antenatal yang tidak optimat tes RPR dapat
terinfeksi atau bila tinggal pada komunitas dengan prevalensi sifilis yang tinggi,
tes serologi dapat dilakukan 2 kali dalam trimester ketiga, sekali pada kehamilan
28 sampai 32 minggu, dan sekali lagi saat melahirkan. Perempuan dengan riwayat
(Indriatmi, 2017).
Sifilis pada HIV. Sifilis dapat mempertinggi risiko terinfeksi HIV. Hal ini
dikarenakan oleh lebih mudahnya virus HIV masuk ke dalam tubuh seseorang bila
terdapat luka (Scorviani & Nugroho, 2012). Berbagai aspek mengenai interaksi
antara sifilis dan infeksi HIV telah banyak dilaporkan sejak mulainya pandemi
HIV. Sifilis akan meningkatkan risiko tertular dan menularkan infeksi HIV. Ulkus
sifilis akan merusak epitel dan mukosa dan menjadi tempat masuk HIV. Lesi
sifilis mengandung banyak makrofag dan limfosit T-CD4+, yang merupakan sel
target HIV. Pada pasien HIV, sifilis menurunkan jumlah sel CD4 dan
meningkatkan viral load HIV. Dalam enam bulan pertama setelah perkiraan
pajanan sifilis, merupakan waktu yang paling berisiko tertular infeksi HIV
(Indriatmi, 2017).
Pada sebagian besar pasien sifilis yang terinfeksi HIV, sifilis dapat
didiagnosis melalui tes serologi, meskipun dapat terjadi modifikasi pada hasil tes
serologi sifilis. Bila secara klinis sifilis, namun tes serologi non reaktif, atau
interpretasi tidak jelas, perlu dilakukan cara lain untuk menegakkan diagnosis,
untuk program pencegahan yang efektif: 1) Pendidikan dan konseling bagi orang
yang berisiko baik berisiko tinggi maupun berisiko rendah untuk memotivasi
adopsi perilaku seksual yang lebih aman; 2) Identifikasi orang yang terinfeksi baik
tanpa gejala atau dengan gejala untuk mencari layanan diagnostik dan
pengobatan; 3) Diagnosis dan pengobatan orang yang terinfeksi dengan cepat dan
5) Vaksinasi orang yang berisiko untuk terkena infeksi menular seksual yang
dengan pasangan yang tidak terinfeksi adalah cara yang paling dapat diandalkan
untuk mencegah sifilis. Pantang harus dianjurkan selama pengobatan untuk IMS
dan untuk siapa saja yang ingin menghindari penyakit menular seksual dan
kehamilan yang tidak diinginkan. Kedua pasangan harus diuji untuk sifilis,
termasuk HIV, sebelum memulai hubungan seksual (Goldman & Ausielo, 2013).
penularan sifilis melalui pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Adapun bentuk
kelompok orang yang memiliki risiko tinggi tertular sifilis. Bentuk pencegahan
(Be Faithful), bersikap saling setia dengan pasangan dalam Pengaruh perkawinan
cegah dengan memakai kondom yang benar dan konsisten untuk orang yang tidak
tinggi untuk tertular sifilis dengan memberikan leaflet, brosur, dan stiker (Chin,
2013).
Diagnosis dini dan pengobatan yang tepat dapat dilakukan dengan cara mencari
dapat dilakukan dengan cara : 1) Melakukan cek darah untuk mengetahui infeksi
penyakit tersebut. Bentuk pencegahan tersier yang dapat dilakukan adalah sebagai
menurunkan kadar titer sifilis dalam darah; 2) Melakukan tes IMS/HIV untuk
menjauhkan diri dari kontak seksual atau berada dalam pengaruh jangka panjang
yang saling monogami dengan pasangan yang telah diuji dan diketahui tidak
seksual berisiko. Bahwa pasangan seks penting berbicara satu sama lain tentang
(CDC, 2015) salah satu cara yang dilakukan untuk upaya pencegahan dan
terjadi hanya ketika lesi sifilis mukokutan yang hadir. Meskipun manifestasi
tersebut jarang terjadi setelah tahun pertama infeksi, orang yang terkena seksual
kepada pasien yang memiliki sifilis pada setiap tahap harus dievaluasi klinis dan
sifilis laten sekunder, atau awal pasangan seks mungkin terinfeksi bahkan jika
seronegatif, karena itu, orang tersebut harus dianggap sebagai suspect; 2) Orang
yang terkena lebih dari 90 hari sebelum diagnosis primer, sekunder sifilis laten,
atau pagi-pasangan seks harus diperlakukan sebagai suspect apabila hasil tes
serologis tidak tersedia segera dan kesempatan untuk tindak lanjut; 3) Sebagai
informasi bagi mitra dan pengobatan terhadap suspect atau dugaan dari pasangan
seks yang diduga memiliki risiko, pasien dengan sifilis yang tidak diketahui
statusnya dan dengan disertai uji serologi non-treponemal dengan titer yang tinggi
(yaitu di atas titer 1:32) dapat diasumsikan memiliki sifilis awal. Namun demikian
boleh digunakan untuk membedakan sifilis awal dari sifilis laten melainkan
4) Pasangan seks jangka panjang dari pasien dengan sifilis latenharus dievaluasi
secara klinis dan serologis segera untuk diobati berdasarkan temuan evaluasi;
memiliki risiko dan segera diberikan pengobatan jika mereka memiliki kontak
seksual dengan pasien dalam waktu tiga bulan plus durasi gejala untuk pasien
yang didiagnosis dengan sifilis primer, durasi enam bulan plus gejala bagi mereka
dengan sifilis sekunder dan satu tahun untuk pasien dengan sifilis laten dini serta
dalam waktu tiga bulan plus durasi gejala untuk pasien yang didiagnosis dengan
sifilis primer. Penyakit ulkus kelamin, seperti sifilis, dapat terjadi di kedua daerah
kelamin laki-laki dan perempuan yang ditutupi atau dilindungi oleh kondom
lateks. Penggunaan kondom lateks dapat mengurangi risiko sifilis, serta herpes
genital dan chancroid, hanya bila daerah yang terinfeksi atau situs paparan potensi
dapat mengurangi transmisi HIV sebesar 64 persen dan IMS sebesar 42 persen.
Penyakit Sifilis hampir seperempatnya akan kambuh bila tidak diobati, pada sifilis
sebanyak 5 persen pada SI dan SII. Kambuh klinis umumnya terjadi setahun
sesudah terapi, berupa lesi menular pada mulut, tenggorokan, dan regio perianal.
sosialisasi seks bebas dan kebijakan pemerintah daerah yang berpihak pada
Immunodeficiency Virus, Sifilis, Dan Hepatitis B Dari Ibu Ke anak maka upaya
untuk memutus rantai penularan HIV, Sifilis, dan Hepatitis B melalui Eliminasi
secara bersama-sama karena infeksi HIV, Sifilis, dan Hepatitis B memiliki pola
dengan cara kombinasi ini akan dapat mengurangi mata rantai penyebaran
Dalam rangka memutus mata rantai penyakit sifilis maka perlu dilakukan
pelayanan kesehatan untuk diagnosa dini dan pengobatan dini PMS (Chin, 2013).
Pada pengobatan jangan dilupakan agar mitra seksualnya juga diobati, dan
mungkin, makin dini hasilnya makin baik. Pada sifilis laten terapi bermaksud
sehingga mencegah infeksi pada janin dan dapat menyembuhkan janin yang
terinfeksi, juga efektif untuk neurosifilis. Kadar yang tinggi dalam serum tidak
diperlukan, asalkan jangan kurang dari 0,03 unit/ml. Jika kadarnya kurang dari
angka tersebut, setelah lebih dari dua puluh empat jam sampai tiga puluh jam
prokain dalam akua dengan lama kerja dua puluh empat jam, jadi bersifat kerja
(PAM), lama kerja tujuh puluh dua jam, bersifat kerja sedang; 3) Penisilin G
benzatin dengan dosis 2,4 juta unit akan bertahan dalam serum dua sampai tiga
minggu, jadi bersifat kerja lama. Ketiga obat tersebut diberikan secara
intramuscular. Derivat penisilin per oral tidak dianjurkan karena absorpsi oleh
Benzatin penicillin G, Bicillin adalah obat pilihan terbaik untuk pengobatan semua
digunakan untuk sifilis pada masa kehamilan. Penicillin memang tetap merupakan
obat pilihan utama karena murah dan efektif. Berbeda dengan gonokokus, belum
sejumlah 0,03 UI/ml sudah bersifat treponemasidal namun menetap dalam darah
selama 10-14 hari pada sifilis menular, 21 hari pada semua sifilis lanjut dan laten
(CDC, 2015).
Usia Produktif
Penduduk usia produktif adalah penduduk usia kerja yang sudah bisa
mengambil penduduk umur 10 tahun ke atas sebagai kelompok usia kerja. Akan
tetapi sejak tahun 1998 mulai menggunakan usia 15 tahun ke atas atau lebih tua
dari batas usia kerja pada periode sebelumnya. Kelompok penduduk umur 0-14
yang produktif, dan kelompok penduduk umur 64 tahun ke atas sebagai kelompok
yang tidak lagi produktif. Berbicara tentang penduduk usia produktif sangat erat
15-54 tahun. Dalam penelitian ini umur yang diambil adalah umur antara 20-49
tahun, sehingga usia tersebut masih termasuk usia produktif. Peran faktor umur
prevalensi penyakit sifilis pada kelompok laki-laki usia produktif dan yang
seksual orang yang lebih dewasa memiliki pertimbangan yang lebih banyak
dibandingkan dengan orang yang belum dewasa (Azwar, 2015). Badan pusat
statistik membagi usia penduduk sebagai berikut: usia <1 tahun, usia 1-14 tahun,
usia 15-19 tahun, usia 20-24 tahun, usia 25-49 tahun, usia >50 tahun. Rentang
usia 25-49 tahun merupakan usia produktif (Badan Pusat Statistik, 2018).
Berdasarkan data dari Center for Disease Control and Prevention, bahwa
angka kejadian tertinggi. Hal ini mungkin terjadi dikarenakan kelompok umur 25
sampai 49 tahun merupakan kelompok umur yang aktif secara seksual (sexual
populasi LSL belum banyak ditemukan. Namun literatur kaitan umur yang lebih
tua sebagai faktor risiko sifilis beberapa sudah tercatat. Sebuah penelitian tentang
sifilis kongenital mencatat bahwa usia wanita yang lebih tua (di atas 30 tahun)
merupakan risiko untuk terkena sifilis di Tanzania (Yususi, 2010 dalam (Hartanti,
sebanyak 20 persen sifilis positif pada pria berusia 35- 44 tahun. Penelitian
Transgender didapatkan sifilis pada usia 25-49 tahun (OR 3,36 ,95 persen CI
1,347-8,225) dan pada usia 50 ke atas (OR 4,76 95 persen CI 1,522- 14,853)
(Hartanti, 2012).
Menular Seksual RSUP Sanglah bahwa pasien sifilis yang datang berumur di
bawah 15 tahun adalah 0 persen, berdasarkan data dari CDC, angka kejadian
pasien sifilis yang datang berumur di bawah 15 tahun sangat rendah. Pada
penelitian ini, didapatkan umur 15 sampai 24 tahun terdapat sebesar 34,3 persen,
berlangsung lama (long lasting) dan menetap (langgeng), karena didasari oleh
bahwa pendidikan adalah upaya persuasif yang dilakukan. proses belajar, makin
sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua
aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek
tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan
adalah 6,3%. Penyakit sifilis dikaitkan dengan tingkat pendidikan yang rendah
menguatkan hasil penelitian yang dilakukan Garcia & Souza (2010) di São Paulo
yang salah tentang bentuk-bentuk pencegahan dan penularan IMS, yang tercermin
oleh prevalensi infeksi menular seksual yang lebih tinggi dalam kelompok ini.
bahwa sifilis dan IMS lain terutama ditularkan melalui kontak seksual, beberapa
perawatan diri.
bertujuan mengukur kondisi kesehatan (health outcome) yang akan diperoleh pada
orang sakit jika tidak mendapatkan pengobatan yang signifikan bagi kesehatannya
(Irwan, 2017). Sedangkan (Broeck & Brestoff, Jan Jonathan R. Baum, 2013)
tujuan dari studi epidemiologi deskriptif, Istilah lain yang sering dipakai dalam
istilah riwayat alamiah penyakit adalah antara lain: Natural History of Disease,
yang merupakan masa inkubasi penyakit dan masa penentuan jenis penyakit,
dengan baik maka terapi yang diberikan akan berjalan dengan baik pula. Riwayat
(Hutapea, 2012).
Seseorang yang pernah terinfeksi salah satu jenis IMS membuat lebih
mudah untuk IMS lain menyerang. Jika terinfeksi dengan herpes, sifilis, gonore
atau klamidia dan melakukan hubungan seks tanpa kondom dengan pasangan
yang memiliki gejala infeksi menular seksual positif, kemungkinan dapat tertular
penyakit infeksi menular seksual dan penyakit sifilis (Nari, Zhaluhiyah, &
Nugraha, 2015).
terhadap penularan sifilis bila digunakan secara konsisten dan benar tetapi
jumlah paparan seksual, terutama untuk penyakit seperti sifilis yang dapat
Pemakaian kondom yang benar dan konsisten selama ini telah banyak
kondom lateks dapat mengurangi risiko sifilis, serta herpes genital dan chancroid,
hanya bila daerah yang terinfeksi atau situs paparan potensi dilindungi (Urada,
Malow, Santos, & Morisky, 2012). Menurut guidelines WHO (2011) mengenai
seperti sifilis disebabkan karena mudah terpengaruh secara proporsial untuk tidak
menggunakan kondom saat berhubungan intim. Mereka lebih sering terlibat dalam
perilaku seksual berisiko, selain merasa tidak nyaman membicarakan seksual yang
kurang percaya diri menolak hubungan seksual yang tidak aman (Gross & Tyring,
2014).
oleh Gomes et al. (2017) mengenai hubungan sifilis dengan penggunaan kondom
dalam dua belas bulan sebelumnya dengan pasangan di luar nikah dan hubungan
penggunaan kondom mencegah penularan sifilis dan IMS ketika digunakan secara
teratur. Sebuah survei yang dilakukan Garcia & Souza (2010), yang telah
kondom masih lebih terkait dengan kontrol reproduksi, perhatian utama kaum
wanita (yang dapat digunakan baik untuk hubungan seks penis-vagina dan penis-
anal) dapat memberikan rute untuk meningkatkan jumlah seks yang dilindungi di
ditawarkan oleh kondom wanita untuk seks vaginal dan anal, mode perlindungan
ini dapat memberikan tingkat perlindungan yang lebih baik untuk sifilis dan IMS
memberikan kontribusi dalam peningkatan risiko IMS seperti sifilis dan HIV
terutama meningkatkan risiko terhadap perilaku seks yang tidak aman. Hal ini
menunjukkan hubungan yang kuat dengan sifilis. Sebuah studi di Recife dengan
400 pengguna narkoba menilai faktor risiko dan prevalensi sifilis dan HIV pada
populasi ini. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar kasus adalah laki-laki (71%)
dan orang muda dalam hubungan informal yang menggunakan narkotika jenis
kokain (empat hari seminggu) dan mengkonsumsi banyak obat. Setengah dari
pengguna ini telah mulai menggunakan obat-obatan terlarang lebih dari enam
tahun, termasuk ganja pada usia muda dan sebelum usia 18 tahun (Santos, 2013).
seksual dini meningkatkan kerentanan terhadap sifilis dan IMS lainnya. Survei
obat-obatan terhadap kerentanan dan pajanan terhadap HIV dan IMS lainnya,
menunjukkan peran sentral mereka dalam dinamika penyebaran HIV / AIDS dan
Waria, proporsi yang menyuntik narkoba rendah (kurang dari empat persen) dan
dalam tiga bulan terakhir (Kemenkes RI, 2011). Sementara menurut Pandu, et al
mengkonsumsi alkohol.
seksual seperti sifilis. Penelitian Joffe et al. (1992) menunjukkan bahwa ada
hubungan yang kuat antara jumlah pasangan seksual dan infeksi menular seksual
seperti sifilis. Perempuan dengan lima atau lebih pasangan seksual 8 kali lebih
mungkin melaporkan memiliki IMS daripada yang hanya memiliki satu pasangan,
Insidensi infeksi sifilis dan IMS relatif tinggi di antara LSL mungkin
bertukar (gonta ganti) pasangan, dan frekuensi hubungan seks tanpa kondom
seluruh dunia, dengan peningkatan angka di antara pria yang berhubungan seks
dengan pria (Stoltey & Cohen, 2015). Penularan infeksi menular seksual
dalam hubungan seksual tergantung pada banyak faktor, termasuk frekuensi seks,
jenis kelamin pasangan kontak seksual (yaitu penis-vagina, penis-anal atau penis-
oral), tahap sifilis pada pasangan seksual, dan kerentanan pasangan seksual (Gray
et al., 2011).
Sifilis sangat mudah menular selama sifilis primer dan sekunder, dan dapat
vertikal, dan parenteral. Terjadi peningkatan kejadian sifilis pada LSL, meskipun
telah bertahun-tahun dilakukan upaya pencegahan sifilis (Stoltey & Cohen, 2015).
Schober et al. dalam Stoltey & Cohen (2015) mendapatkan hasil bahwa enam
puluh lima dari 127 kontak (51%) terinfeksi sifilis. Penelitian mengelompokkan
pasien berdasarkan jenis kelamin pasangan seks, dan ada perbedaan yang
ditemukan dalam kejadian sifilis antara kontak heteroseksual (58%) dan kontak
homoseksual (49%).
Data CDC menunjukkan bahwa sebagian besar kasus sifilis primer dan
sekunder pada tahun 2017. Dari 30.644 kasus sifilis primer dan sekunder yang
dilaporkan pada tahun 2017, sebanyak 17.736 (57,9%) adalah di antara lelaki suka
lelaki, termasuk 15.953 (52,1%) kasus di antara laki-laki yang hanya berhubungan
seks dengan laki-laki dan 1.783 (5,8%) kasus di antara laki-laki yang berhubungan
seks dengan laki-laki dan perempuan. Secara keseluruhan, 4.548 (14,8%) kasus
adalah di antara MSW, 3.722 (12,1%) di antara wanita, 4.601 (15,0%) di antara
pria tanpa informasi tentang jenis kelamin pasangan seks, dan 37 (0,1%) adalah
kasus yang dilaporkan dengan seks yang tidak diketahui. Di antara 22.284 kasus
laki-laki dengan informasi tentang jenis kelamin pasangan seks, 79,6% terjadi di
Landasan Teori
tubuh, bahkan kematian. Walaupun telah tersedia teknologi yang relatif sederhana
dan terapi efektif dengan biaya yang terjangkau, sifilis masih menjadi masalah
pallidum. Tanda dan gejala sifilis bervariasi bergantung pada fase mana penyakit
tersebut muncul (primer, sekunder, laten, dan tersier). Fase primer secara umum
rasa sakit, tidak gatal di kulit), sifilis sekunder ditandai dengan ruam yang
menyebar yang seringkali muncul di telapak tangan dan tumit kaki, sifilis laten
biasanya tidak memiliki atau hanya menunjukkan sedikit gejala, dan sifilis tersier
dengan gejala gumma, neurologis, atau jantung. Namun, penyakit ini telah dikenal
sebagai "peniru ulung" karena kemunculannya ditandai gejala yang tidak sama.
paling cocok yaitu modifikasi Teori dari Konsep Penularan Penyakit Menular “R.
penyakit sifilis pada laki-laki usia produktif (usia 25-49 tahun). Kerangka teori
Pekerjaan
Riwayat sifilis/
IMS
Host yang Sifilis
Infeksi
Penggunaan Rentan
Kondom
Penggunaan
Napza Suntik
Jumlah
Mitra/Pasangan
Seksual
Jenis Kelamin
Mitra/ Pasangan
Seksual
Faktor Risiko Sifilis Mekanisme terjadinya Sifilis
Kerangka Konsep
1. Umur
2. Pendidikan
3. Riwayat sifilis/IMS Penyakit
4. Penggunaan Kondom Sifilis pada
5. Penggunaan napza suntik Laki-laki usia
6. Jumlah mitra/pasangan produktif (25-
seksual 49 tahun)
7. Jenis kelamin mitra/pasangan
seksual
Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh umur terhadap terjadinya infeksi penyakit sifilis pada laki-laki
3. Ada pengaruh riwayat sifilis / IMS terhadap terjadinya infeksi penyakit sifilis
Jenis Penelitian
desain case control. Rancangan case control adalah studi analitik yang
penyebab (faktor risiko). Adapun alasan menggunakan desain ini karena studi
faktor penyebab di masa lalu terhadap kejadian pada saat ini (Hastono, 2016).
Dalam penelitian ini laki-laki usia produktif usia 25-49 tahun penderita sifilis
adalah sebagai kasus dan laki-laki usia produktif bukan penderita sifilis sebagai
berikut:
Kasus (Sifilis)
50
Universitas Sumatera Utara
51
2019.
kasus dan populasi kontrol, dimana populasi kasus adalah seluruh laki-laki usia
produktif (usia 25-49 tahun, status sudah menikah) yang terdiagnosa menderita
penyakit sifilis di Klinik VCT Puskesmas Teladan Kota Medan pada tahun 2019
(periode Januari 2019 sampai September 2019) berjumlah 59 orang dan populasi
kontrol adalah seluruh laki-laki usia produktif (usia 25-49 tahun) yang datang
penyakit sifilis.
Total Sampling, yaitu sampel kasus adalah seluruh laki-laki usia produktif
Sampel kontrol adalah sebagian laki-laki usia produktif (usia 25-49 tahun)
Kriteria Inklusi untuk sampel kasus adalah laki-laki berusia 25-49 tahun,
bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Teladan Kota Medan serta bersedia
menjadi responden. Kriteria Inklusi untuk sampel kontrol adalah laki-laki berusia
Medan pada saat dilakukan penelitian dan bertempat tinggal di wilayah kerja
primer dan data sekunder, dimana data primer peneliti memberikan pertanyaan
dalam bentuk kuesioner kepada responden kemudian responden baik kasus atau
Sedangkan data sekunder yang diperoleh dari laporan tahunan Puskesmas Teladan
Kota Medan.
berdasarkan status rekam medis dan laporan penyakit menular Puskesmas Teladan
ini adalah :
1) Umur adalah usia responden yang dihitung dari lahir sampai dengan penelitian
oleh responden;
3) Riwayat sifilis/IMS adalah kondisi masa lalu responden sebelumnya atau ada
(heteroseksual).
Metode Pengukuran
1. Umur
dengan membatasi responden pada usia antara 25-49 tahun dan menggunakan
2. Pendidikan
1 = Rendah (SD/SMP)
3. Riwayat sifilis/IMS
apakah pernah menderita penyakit sifilis atau infeksi menular seksual lainnya
sebagai berikut:
4. Penggunaan kondom
berikut:
napza suntik
0 = 1 orang
8. Kejadian Sifilis
1 = Sifilis
berikut ini.
Tabel 1
Bobot Skala
Nama Variabel Alat Ukur Kategori
Nilai Ukur
Independen
Umur Kuesioner 1 <36 tahun Ordinal
0 >36 tahun
berikut:
2. Coding yaitu untuk memudahkan proses entri data tiap jawaban diberi kode
dan skor.
dan perbaikan.
Analisis data. Data dalam penelitian ini data dianalisis secara univariat,
antara variabel dependen dengan variabel independen menggunakan uji chi square
1) Pada tabel lebih dari 2x2 (misalnya 3x2 atau 3x3), apabila ada nilai frekuensi
harapan (expected) yang kurang dari 5 tidak lebih dari 20%, maka nilai χ2 atau
Namun, jika nilai expected yang kurang dari 5 lebih dari 20% atau ada nilai
expected yang kurang dari 1.0 (karena ada sel yang kosong), maka hasil uji
digunakan. Tetapi jika ada nilai frekuensi harapan kurang dari 5, maka nilai p-
value dari uji Fisher’s Exact yang harus digunakan. Nilai p-value uji Fisher’s
Exact merupakan p-value yang cukup valid, sehingga dapat juga kita gunakan
meskipun frekuensi harapan tidak ada yang kurang dari 5 (Hastono, 2016).
Untuk mengetahui nilai Odds Ratio (OR) menggunakan rumus sebagai berikut:
OR = ad / bc
Keterangan:
OR = Odds Ratio
a = jumlah sampel kasus yang terpapar
b = jumlah sampel kontrol yang terpapar
c = jumlah sampel kasus yang tidak terpapar
d = jumlah sampel kontrol yang tidak terpapar
1) Odds Ratio (OR) = 1 : Berarti variabel yang diteliti tidak ada pengaruhnya
3) Odds Ratio (OR) < 1 : Berarti faktor yang diteliti justru mengurangi kejadian
faktor yang paling dominan yang berpengaruh terhadap kejadian sifilis pada laki-
laki usia produktif (25-49 tahun). Penelitian ini menggunakan analisis uji regresi
logistik dengan pemodelan pada tingkat kemaknaan p < 0,05 dan CI (Confidence
Interval) dan variabel yang menjadi kandidat model yaitu memiliki nilai p < 0,25.
Utara, Marah Halim Harahap. Puskesmas Teladan mempunyai luas wilayah kerja
± 229,1 Ha, yang terdiri dari 5 (lima) kelurahan yaitu Kelurahan Mesjid,
Kelurahan Teladan Barat, Kelurahan Pasar Baru, Kelurahan Pusat Pasar dan
sebanyak 22.366 orang dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 10.905 dan
jumlah penduduk perempuan lebih banyak yaitu 11.461 orang. Selengkapnya dapat
Tabel 2
Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelurahan di Wilayah Kerja Puskesmas Teladan
Medan Tahun 2018
60
Universitas Sumatera Utara
61
1.554 KK, swasta sebanyak 1.424 KK, TNI/POLRI sebanyak 1.063 KK, PNS
sebanyak 998 KK, pensiunan sebanyak 881 KK, buruh sebanyak 619 KK, dan
Tabel 3
yang ada di wilayah kerja Puskesmas Teladan Medan peringkat atas adalah infeksi
rongga mulut sebanyak 3.041 pasien, penyakit kulit sebanyak 2.472 pasien,
hipertensi sebanyak 2.326 pasien, penyakit jaringan otot dan jaringan pengikat
sebanyak 1.823 pasien, infeksi saluran pernafasan bawah sebanyak 1.312 pasien,
penyakit infeksi usus sebanyak 873 pasien, penyakit IMS sebanyak 644 pasien,
penyakit telinga dan mastoid sebanyak 262 pasien, dan penyakit tuberkulosis paru
Tabel 4
Sepuluh Penyakit Terbanyak di Puskesmas Teladan Medan Tahun 2018
Jumlah Pasien
Nama penyakit
(Januari-Desember 2018)
ISPA 4344
Penyakit rongga mulut 3041
Penyakit Kulit 2472
Hipertensi 2326
Penyakit jaringan otot & jaringan pengikat 1823
Infeksi saluran pernafasan bawah (ISPB) 1312
Penyakit infeksi usus 873
Penyakit infeksi menular seksual (IMS) 644
Penyakit telinga dan mastoid 262
Tuberkulosis paru 215
programnya yaitu LARAS HIV atau Layanan Ramah Anti Stigma HIV. Inovasi
LARAS HIV bertujuan meningkatkan akses dan cakupan terhadap upaya promosi,
pencegahan dan pengobatan HIV & IMS serta rehabilitasi yang berkualitas
rasa tanggung jawab dalam mengendalikan epidemic HIV & IMS dengan
memperkuat koordinasi antar pelaksana layanan HIV & IMS melalui peningkatan
1. Populasi kunci yang terdiri dari Laki-laki yang berhubungan seks dengan
suntik (penasun);
2. Ibu hamil;
6. Remaja;
perawat, petugas laboratorium serta admin yang terlatih. Sarana : Integrasi antar
layanan tersedia Ruang Poli umum, Poli KIA-KB, Ruangan IMS dan VCT ,Ruang
Konseling dan Ruang laboratorium serta ruang farmasi. Peralatan : terdiri atas
reagensia, ATK dan peralatan pendukung Sistem Pelaporan Online (SIHA online).
Pendanaan : sumber dana kegiatan berasal dari dana BOK, BPJS dan dana Global
Fund.
Analisis Univariat
tahun dengan umur terendah 25 tahun dan umur tertinggi 49 tahun, mayoritas
responden pada kelompok kasus berumur >36 tahun sebanyak 32 orang (54,2%),
demikian juga responden pada kelompok kontrol berumur >36 tahun sebanyak 31
Tabel 5
Tabel 6
kasus, sebagian besar tidak ada riwayat sifilis sebanyak 47 orang (79,7%),
sebagian kecil ada riwayat sifilis sebanyak 12 orang (20,3%). Demikian juga
responden pada kelompok kontrol sebagian besar tidak ada riwayat sifilis
sebanyak 58 orang (98,3%), sebagian kecil ada riwayat sifilis sebanyak 1 orang
Tabel 7
Bukan Sifilis
Sifilis (Kasus)
Riwayat Sifilis (Kontrol)
f % f %
Ada 12 20,3 1 1,7
Tidak ada 47 79,7 58 98,3
Total 59 100,0 59 100,0
8 berikut ini.
Tabel 8
Bukan Sifilis
Sifilis (Kasus)
Penggunaan Kondom (Kontrol)
f % f %
Rutin 33 55,9 56 94,9
Jarang 26 44,1 3 5,1
Total 59 100,0 59 100,0
(33,9%). Demikian juga responden pada kelompok kontrol sebagian besar tidak
Tabel 9
Bukan Sifilis
Sifilis (Kasus)
Penggunaan Napza Suntik (Kontrol)
f % f %
Ya 20 33,9 8 13,6
Tidak 39 66,1 51 86,4
Total 59 100,0 59 100,0
orang (49,2%). Demikian juga responden pada kelompok kontrol sebagian besar
Tabel 10
Bukan Sifilis
Sifilis (Kasus)
Jumlah Pasangan Seksual (Kontrol)
f % f %
1 orang 29 49,2 55 93,2
≥1 orang 30 50,8 4 6,8
Total 59 100,0 59 100,0
Tabel 11
Bukan Sifilis
Sifilis (Kasus)
Jenis Kelamin Pasangan Seksual (Kontrol)
f % f %
Sejenis 8 13,6 1 1,7
Berbeda jenis 51 86,4 58 98,3
Total 59 100,0 59 100,0
Analisis Bivariat
dengan umur <36 tahun sebanyak 27 orang (45,8%), sedangkan umur >36 tahun
sebanyak 32 orang (54,5%). Kelompok kontrol dengan umur <36 tahun sebanyak
(CI95%: 0,453-1,926) atau OR < 1 artinya umur merupakan faktor protektif atau
pada laki-laki usia produktif karena pada laki-laki produktif berumur di bawah
terhadap terjadinya penyakit sifilis, sehingga tidak ada perbedaan antara kedua
kelompok umur tersebut. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12 berikut ini.
Tabel 12
Penyakit Sifilis
Sifilis Bukan Sifilis OR
Umur p-value
(Kasus) (Kontrol) (CI95%)
f % f %
<36 tahun 27 45,8 28 47,5
0,934
>36 tahun 32 54,2 31 52,5 1,000
(0,453-1,926)
Total 59 100,0 59 100,0
laki usia produktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok kasus
Tabel 13
Penyakit Sifilis
Sifilis Bukan Sifilis p-value OR
Pendidikan
(Kasus) (Kontrol) (CI95%)
f % f %
Rendah (SD/SMP) 11 18,6 02 3,4
6,531
Tinggi (SMA/PT) 48 81,4 57 96,6 0,016
(1,380-30,920)
Total 59 100,0 59 100,0
kasus yang ada riwayat sifilis/IMS sebanyak 12 orang (20,3%), sedangkan yang
tidak ada riwayat sifilis/IMS sebanyak 47 orang (79,7%). Kelompok kontrol yang
ada riwayat sifilis/IMS sebanyak 1 orang (1,7%) sedangkan yang tidak ada
Tabel 14
Penyakit Sifilis
Sifilis Bukan Sifilis OR
Riwayat Sifilis/IMS p-value
(Kasus) (Kontrol) (CI95%)
f % f %
Ada 12 20,3 01 1,7
14,809
Tidak ada 47 79,7 58 98,3 0,002
(1,858-118,055)
Total 59 100,0 59 100,0
14,707 (CI95%: 4,130-52,377) atau OR > 1 artinya laki-laki yang jarang atau
kali lebih tinggi mengalami penyakit sifilis dibandingkan laki-laki yang rutin
Tabel 15
Penyakit Sifilis
Sifilis Bukan Sifilis p-value OR
Penggunaan Kondom
(Kasus) (Kontrol) (CI95%)
f % f %
Rutin 33 55,9 56 94,9
3,269
Jarang 26 44,1 3 5,1 0,001
(1,303-8,202)
Total 59 100,0 59 100,0
sifilis pada laki-laki usia produktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
suntik berpeluang 3,2 kali lebih tinggi mengalami penyakit sifilis dibandingkan
laki-laki yang tidak menggunakan napza suntik. Selengkapnya dapat dilihat pada
Tabel 16
Penyakit Sifilis
Sifilis Bukan Sifilis OR
Penggunaan Napza Suntik p-value
(Kasus) (Kontrol) (CI95%)
f % f %
Ya 20 33,9 8 13,6
3,269
Tidak 39 66,1 51 86,4 0,016
(1,303-8,202)
Total 59 100,0 59 100,0
sifilis pada laki-laki usia produktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
pasangan seksual >1 orang berpeluang 14,2 kali lebih tinggi mengalami penyakit
Tabel 17
Penyakit Sifilis
Sifilis Bukan Sifilis p-value OR
Jumlah Pasangan Seksual
(Kasus) (Kontrol) (CI95%)
f % f %
1 orang 29 49,2 55 93,2
14,224
>1 orang 30 50,8 4 6,8 0,001
(4,567-44,302)
Total 59 100,0 59 100,0
sifilis pada laki-laki usia produktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
Tabel 18
Penyakit Sifilis
Sifilis Bukan Sifilis p-value OR
Jenis Kelamin Pasangan
(Kasus) (Kontrol) (CI95%)
f % f %
Sejenis 8 13,6 1 1,7
9,098
Berbeda jenis 51 86,4 58 98,3 0,032
(1,100-75,240)
Total 59 100,0 59 100,0
Analisis Multivariat
model. Variabel yang dipilih sebagai kandidat adalah variabel yang memiliki
nilai signifikan.
2) Dalam pemodelan ini, variabel yang menjadi kandidat yaitu variabel yang
memiliki nilai p <0,25 pada analisis bivariat (uji chi-square) yang dimasukkan
statistik 0,25 sebagai persyaratan dalam uji regresi logistik berganda untuk
model pada uji regresi logistik berganda pada penelitian ini karena memiliki
usia produktif. Metode forward conditional yaitu memasukkan satu per satu
statistik untuk masuk ke dalam model, sampai semua variabel yang memenuhi
kriteria tersebut masuk ke dalam model. Variabel yang masuk pertama kali
dependen dan yang memenuhi kriteria tertentu untuk dapat masuk model.
variabel yang berpengaruh terhadap terjadinya penyakit sifilis pada laki-laki usia
produktif yaitu riwayat sifilis, penggunaan kondom, dan jumlah pasangan seksual.
Tabel 19
95%CI for
Variabel B Sig. Exp(B)
Exp(B)
Riwayat sifilis/IMS 2,748 0,013 15,616 1,790-46,200
Penggunaan kondom 1,818 0,012 6,158 1,483-25,565
Jumlah pasangan seksual 1,944 0,003 6,990 1,972-24,773
Konstanta -1,021 0,001
penyakit sifilis sebesar 15,6 kali lebih tinggi dibanding laki-laki yang tidak ada
riwayat sifilis/IMS.
artinya laki-laki yang memiliki pasangan seksual >1 orang, berpeluang mengalami
terjadinya penyakit sifilis sebesar 6,9 kali lebih tinggi dibanding laki-laki yang
terjadinya penyakit sifilis sebesar 6,1 kali lebih tinggi dibanding laki-laki yang
Tabel 20
15,616 artinya laki-laki usia produktif yang ada riwayat sifilis/IMS, berpeluang
mengalami penyakit sifilis sebesar 15,6 kali lebih tinggi dibanding laki-laki usia
bahwa salah satu faktor risiko untuk kejadian sifilis adalah memiliki riwayat sifilis
(p <0.001). Insiden sifilis sangat tinggi di antara pasien muda (usia <33 tahun).
gejala yang khas. Hasil penelitian Nari et al. (2015) pada Remaja di Klinik IMS
Puskesmas Rijali dan Passo Kota Ambon bahwa riwayat IMS berhubungan
dengan kejadian IMS. Hasil uji regresi logistik menunjukkan riwayat IMS
IMS 31.4 kali lebih besar dibandingkan dengan remaja yang tidak mempunyai
riwayat IMS. Kedua hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa jika seseorang
78
Universitas Sumatera Utara
79
penyakit sifilis/IMS lagi menjadi lebih besar dibandingkan dengan yang tidak
Seseorang yang pernah terinfeksi salah satu jenis IMS membuat lebih
mudah untuk IMS lain menyerang. Jika terinfeksi dengan herpes, sifilis, gonore
atau klamidia dan melakukan hubungan seks tanpa kondom dengan pasangan
yang memiliki gejala IMS positif, kemungkinan dapat tertular penyakit IMS dan
penyakit tanpa adanya intervensi yang dilakukan oleh manusia dengan sengaja
seluruh dunia. Kedua penyakit ini dapat ditularkan melalui hubungan seksual,
progresivitas yang lebih cepat, penegakan diagnosis yang lebih sulit, peningkatan
Pada ODHA, penderita yang memiliki riwayat sifilis meningkatkan daya infeksi
IMS dan HIV. Mereka yang belum terinfeksi IMS/HIV, riwayat penyakit
negara melaporkan bahwa infeksi sifilis dapat meningkatkan risiko penularan HIV
Puskesmas Teladan Medan dan memiliki riwayat sifilis/IMS berisiko lebih besar
untuk menderita penyakit sifilis dibandingkan dengan pasien yang tidak memiliki
riwayat sifilis/IMS. Pasien yang memiliki riwayat penyakit sifilis atau penyakit
infeksi menular seksual (IMS) lainnya seperti klamidia, gonore, dan trikomoniasis
dapat terjangkit kembali jika tidak dilakukan pencegahan dengan maksimal dan
pengaman maupun memiliki jumlah pasangan seksual lebih dari 1 atau sering
yang memiliki riwayat penyakit sifilis/IMS akan mudah terkena penyakit tersebut
kembali jika tidak patuh terhadap anjuran dokter dalam mengonsumsi obat yang
diberikan. Selain itu, memiliki pasangan yang juga berisiko penyakit sifilis/IMS
penyakit sifilis sebesar 6,1 kali lebih tinggi dibanding laki-laki yang rutin
menggunakan kondom.
sifilis dengan penggunaan kondom dalam dua belas bulan sebelumnya dengan
pasangan di luar nikah dan hubungan terakhir dengan pasangan tetap. Secara
Pemakaian kondom yang benar dan konsisten selama ini telah banyak
lateks dapat mengurangi risiko sifilis, serta herpes genital dan chancroid, hanya
bila daerah yang terinfeksi atau situs paparan potensi dilindungi (Urada et al.,
transmisi HIV sebesar 64 persen dan infeksi menular seksual (Sex Transmitted
intim. Mereka lebih sering terlibat dalam perilaku seksual berisiko, selain merasa
tidak nyaman membicarakan seksual yang aman dengan pasangan atau meminta
Teladan Medan yang tidak rutin menggunakan kondom saat melakukan hubungan
seksual lebih banyak yang terkena penyakit sifilis dibandingkan dengan yang
tidak terkena penyakit sifilis. Dalam penelitian ini juga terlibat bahwa sebagian
pasien yang mengaku menggunakan kondom tetapi terkena penyakit sifilis, hal ini
akhir-akhir ini saja, tetapi pada saat awal-awal ia melakukan hubungan seksual
kondom yang tidak teratur atau tidak rutin saat menggunakan kondom sangat
besar risikonya untuk tertular berbagai penyakit kelamin seperti sifilis bahkan bisa
Ukuran kondom yang tidak pas (kekecilan atau kebesaran) menjadi alasan
banyak laki-laki tidak mau menggunakan kondom. Seperti hasil survei yang
menggunakan kondom karena alat pengaman tersebut tidak cocok dengan ukuran
penisnya. Banyak yang mengaku bahwa kondom yang ada di pasaran cenderung
lebih besar ketimbang ukuran penis. Ini membuat kondom terasa longgar atau
Sebagian dari mereka merasa sangat percaya diri bahwa mereka tidak akan
pernah tertular penyakit, sehingga mereka tidak takut dan enggan menggunakan
kondom. Bahkan ada pasien yang merasa tahu dan nyaman dengan pasangannya,
tahun) yang tidak menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual, maka
akan memperbesar risiko dirinya untuk tertular penyakit kelamin seperti sifilis,
yang memiliki risiko tinggi tertular penyakit kelamin tetapi adanya alasan-alasan
jumlah pasangan seksual terhadap terjadinya penyakit sifilis pada laki-laki usia
6,990 artinya laki-laki yang memiliki pasangan seksual >1 orang, berpeluang
mengalami penyakit sifilis sebesar 6,9 kali lebih tinggi dibanding laki-laki yang
Insidensi infeksi sifilis dan IMS relatif tinggi di antara lelaki suka lelaki
(LSL), hal ini mungkin terkait dengan beberapa faktor, termasuk perilaku individu
Penelitian Joffe et al. (1992) menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat
antara jumlah pasangan seksual dan IMS seperti sifilis. Perempuan dengan lima
bahkan setelah disesuaikan dengan usia pada hubungan seksual pertama kali
dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Chrisna, Nadeak, & Hutapea, (2017)
terhadap 29 orang wanita risiko tinggi di desa Sempajaya, desa Kuta Bangun dan
desa Tiga Binanga, kabupaten Karo mendapatkan hasil bahwa sebagian besar
(65.5%) memiliki pasangan seksual lain selain pasangan tetap serta pasangan tetap
Demikian juga hasil dari laporan kasus yang dilakukan oleh Yuliwaty,
(2017) pada pasien yang menderita fisilis melaporkan bahwa pasien mulai
berhubungan seksual pertama kali saat pasien berusia 17 tahun, dengan pacar
12 tahun ini, meskipun pasien memiliki pacar, pasien juga sering berhubungan
seksual dengan wanita penjaja seks, seringkali tanpa menggunakan kondom, baik
pacarnya memiliki pasangan seksual lainnya. Sejak 6 bulan terakhir ini, pasien
Salah satu faktor risiko penularan penyakit IMS adalah jumlah pasangan
seksual. Semakin banyak pasangan seksual, maka semakin tinggi risiko seseorang
harus diberikan pengobatan agar tidak terjadi fenomena pingpong (Siregar, 2012).
Puskesmas Teladan Medan. Pada pasien yang menderita sifilis, mengakui bahwa
memiliki pasangan seksual lebih dari 1 orang, walaupun sebagian yang lain
infeksi menular seksual tidak selalu menimbulkan gejala atau bisa hanya
menyebabkan gejala ringan. Oleh karena itu, tidak heran beberapa orang baru
menderita sifilis atau penyakit infeksi menular seksual. Jumlah pasangan seksual
ini jika hanya 1 orang berarti ia mengaku hanya berhubungan seksual dengan istri
atau pacar tetapnya, sedangkan jika pasangan seksual >1 orang maka pasien
dengan orang lain seperti pekerja seks komersial (PSK), selingkuhan, atau ia
memiliki lebih dari 1 istri (poligami). Tetapi pada umumnya mereka yang
mengatakan memiliki pasangan seksual lebih dari 1 orang dan menderita sifilis
tersebut karena ia berhubungan seks dengan pekerja seks komersial, yang sudah
risiko tinggi. Hal tersebut diperparah dengan perilaku seks yang tidak aman yaitu
pada saat melakukan hubungan seks tidak menggunakan kondom sehingga lebih
Selain itu mereka juga jarang atau tidak menggunakan kondom pada saat
penyakit sifilis. Hubungan seksual dengan banyak pasangan bagi sebagian laki-
seks atau tidak melakukan hubungan seks bagi yang belum menikah. B (Be
faithful) artinya bersikap saling setia kepada satu pasangan seks (tidak berganti-
pemberian edukasi dan informasi yang benar mengenai sifilis, cara penularan,
Implikasi Penelitian
kesehatan reproduksi terutama pada laki-laki usia produktif maupun pada ibu
rumah tangga yang memiliki suami berisiko tinggi menderita sifilis maka
kesehatan reproduksi merupakan hal yang sangat penting dijaga dan dipelihara
pemberian promosi kesehatan tentang kesehatan seks yang sehat dan aman dengan
penyakit infeksi menular seksual seperti sifilis, terutama dari suami pada istri atau
Keterbatasan Penelitian
baik, tetapi masih ditemukan keterbatasan dalam penelitian ini yaitu sebagian
aib sehingga tidak terbuka atau tidak jujur dalam menjawab pertanyaan yang
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan telah disajikan pada
berpengaruh terhadap terjadinya sifilis pada laki-laki usia produktif (25-49 tahun)
risiko penularan sifilis pada laki-laki usia produktif terjadi karena memiliki
riwayat penyakit sifilis atau IMS lain sebelumnya, jarang atau tidak pernah
seksual tidak berpengaruh terhadap terjadinya sifilis pada laki-laki usia produktif
2019. Peningkatan risiko penularan sifilis pada laki-laki usia produktif tidak
berpendidikan rendah atau tinggi rendah mengalami sifilis. Selain itu, sifilis juga
tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin pasangan seksual karena sebagian besar
responden yang diteliti lebih sebagian besar melakukan hubungan seksual secara
pada laki-laki usia produktif (25-49 tahun) di Puskesmas Teladan Medan periode
89
Universitas Sumatera Utara
90
sifilis sebesar 15,6 kali lebih tinggi dibanding laki-laki yang tidak ada riwayat
sifilis/IMS. Hal ini berarti bahwa penderita sifilis pernah menderita penyakit sifilis
Saran
dengan cara ABCDE. Penggunaan media seperti leaflet, poster, dan spanduk dapat
kesehatan penyakit infeksi menular seksual khususnya sifilis secara berkala pada
sudah terinfeksi penyakit sifilis untuk melakukan pengobatan secara teratur serta
melakukan upaya pencegahan agar tidak menularkan pada pasangan atau tidak
Condom, Drug No, Education). Bagi laki-laki usia produktif yang tidak menderita
penyakit sifilis agar menggali informasi tentang penyakit sifilis berkaitan dengan
Badan Pusat Statistik. (2018). Indonesia Dalam Angka. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.
BPS Kota Medan. (2018). BPS Kota Medan Dalam Angka 2018. Medan.
Chrisna, R., Nadeak, K., & Hutapea, R. (2017). Proporsi sifilis dini dan
karakteristik wanita risiko tinggi di kabupaten Karo. Majalah Kedokteran
Nusantara The Journal Of Medical School, 46(3), 133–136.
Coffin, L., Newberry, A., Hagan, H., Cleland, C., Des Jarlais, D., & Perlman, D.
(2010). Syphilis in Drug Users in Low and Middle Income Countries. The
International Journal on Drug Policy, 21(1), 20–27.
Dayan, L., & Ooi, C. (2005). Syphilis treatment: old and new. Expert Opinionon
92
Universitas Sumatera Utara
93
Dinkes Propsu. (2018). Laporan Data Kasus Infeksi Menular Seksual (IMS)
Propinsi Sumatera Utara. Medan: Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara
Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit (P2P).
Djuanda, A. (2015). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin (Edisi 7). Jakarta:
BadanPenerbit FKUI.
Djuanda, A. (2017). Sifilis. In Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin (Edisi 7). Jakarta:
Badan Penerbit FK Universitas Indonesia.
Eccleston, K., Collins, L., & Higgins, S. P. (2008). Primary syphilis. International
Journal of STD & AIDS, 19(3), 145–151.
Gomes, N. C. R. C., Meier, D. A. P., Pieri, F. M., Alves, E., Albanese, S. P. R.,
Lentine, E. C., … Dessunti, E. M. (2017). Prevalence and factors associated
with syphilis in a reference center. Revista Da Sociedade Brasileira de
Medicina Tropical, 50(1), 216–223. https://doi.org/10.1590/0037-8682-0102-
2016
Gray, R. T., Hoare, A., McCann, P. D., Bradley, J., Down, I., & Donovan, B.
(2011). Will changes in gay men‟s sexual behavior reduce syphilis rates? Sex
Transm Dis, 38(1), 1151–1158.
Gross, G., & Tyring, S. K. (2014). Sexually Transmitted Infection and Sexually
Transmitted Disease. Berlin: Springer.
Harper, K. N., Ocampo, P. S., Steiner, B. M., & George, R. W. (2008). On the
Origin of the Treponematoses: A Phylogenetic Approach. PloS Negl Trop
Dis, 2(1), e148.
UMY.
Hastono, S. P. (2016). Analisis Data pada Bidang Kesehatan (Edisi I). Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Hawkes, S., Matin, N., Broutet, N., & Low, N. (2015). Effectiveness
ofinterventions to improve screening for syphilis in pregnancy: a
systematicreview and meta-analysis. The Lancet Infectious Diseases, 11(9),
684–691.
Indriatmi, W. (2017). Sifilis. In Infeksi Menular Seksual (Edisi 5). Jakarta: Badan
Penerbit FK Universitas Indonesia.
Joffe, G. P., Foxman, B., Schmidt, A. J., Farris, K. B., Carter, R. J., Neumann, S.,
… Walters, A. M. (1992). Multiple partners and partner choice as risk factors
for sexually transmitted disease among female college students. Sexually
Transmitted Diseases, 19(5), 272–278.
Karp, G., Schlaeffer, F., Jotkowitz, A., & Riesenberg, K. (2009). Syphilis andHIV
co-infection. European Journal of Internal Medicine, 20(1), 9–13.
Kemenkes RI. (2013). Pedoman Tata Laksana Sifilis Untuk Pengendalian Sifilis
Di Layanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Kemenkes RI. (2018). Laporan Perkembangan HIV AIDS & lnfeksi Menular
Seksual (IMS) Triwulan IV Tahun 2018.
Loza, O., Patterson, T. L., Rusch, M., Martínez, G. A., Lozada, R., Staines-
Orozco, H., … Strathdee, S. A. (2010). Drug-related behaviors independently
associated with syphilis infection among female sex workers in two Mexico-
US border cities. Addiction, 105(8), 1448–1456.
Mullooly, C., & Higgins, S. P. (2010). Secondary syphilis: the classical triad
ofskin rash, mucosal ulceration and lymphadenopathy. International
Journalof STD & AIDS, 21(8), 537–545.
Nari, J., Zhaluhiyah, Z., & Nugraha, P. (2015). Analisis Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian IMS pada Remaja di Klinik IMS Puskesmas
Rijali dan Passo Kota Ambon. The Indonesian Journal of Health Promotion,
10(2), 131–143.
Newman, L., Kamb, M., Hawkes, S., Gomez, G., Say, L., Seuc, A., & Broutet, N.
(2013). Global estimates of syphilis in pregnancy and associated adverse
outcomes: Analysis of multinational antenatal surveillance data. PLoS Med,
10(2), 13–25.
Nishijima, T., Teruya, K., Shibata, S., Yanagawa, Y., Kobayashi, T., &
Mizushima, D. (2016). Incidence and Risk Factors for Incident Syphilis
among HIV-1-Infected Men Who Have Sex with Men in a Large Urban HIV
Clinic in Tokyo, 2008−2015. PLoS ONE, 11(12), 52–64.
Oliveira, M. M. (2012). Estudo das redes sociais entre usuários de drogas como
fator de vulnerabilidade ou proteção às infecções sexualmente transmissíveis.
Dissertação de Mestrado, 76(2), 76–81.
PMI Kota Medan. (2018). Laporan Pemeriksaan Darah dan Kejadian Sifilis pada
Penyumbang Darah di Kota Medan. Medan.
Ponyai, K., Ostorhazi, E., Mihalik, N., Rozgonyi, F., & Karpati, S. (2013).
Syphilis and HIV Coinfection-Hungarian Sexually Transmitted Infection
Centre Experience between 2005-2013. Acta Microbiologica et Immunologi
Hungarica, 60(3), 247–259.
Scorviani, V., & Nugroho, T. (2012). Mengungkap Tuntas 9 Jenis PMS (Penyakit
Menular Seksual) (Cetakan 2). Yogyakarta: Nuha Medika.
Snowden, J. M., Konda, K. A., Leon, S. R., Giron, J. M., Escobar, G., Coates, T.
J., … Trial, N. H. C. I. (2010). Recent syphilis infection prevalence and risk
factors among male low-income populations in coastal Peruvian cities.
Sexually Transmitted Diseases, 37(2), 75–80.
Todd, J., Munguti, K., & Grosskurth, H. (2001). Risk factors for active syphilis
and TPHA seroconversion in a ruralAfricanpopulation. Sex Transm Infect,
77(4), 37–45.
Februari 126 12 74 9 67 6
Maret 117 5 42 4 57 4
April 123 4 75 9 39 1
Mei 164 10 58 3 43 3
Juni 90 9 47 2 44 4
Juli 101 1 43 2 43 14
Agustus 148 3 47 0 38 7
September 103 0 42 3 41 12
Oktober 112 1 33 2
November 100 6 46 2
Desember 81 4 53 6
98
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Lembar Penjelasan kepada Responden
Utara, Untuk memenuhi salah satu syarat yang sedang saya jalani, saya
Untuk itu dibutuhkan kerjasama yang baik antara peneliti dan bapak.
Identitas bapak dan semua informasi yang diberikan akan dirahasiakan dan hanya
Atas kerjasama yang baik dari semua pihak saya ucapkan terima kasih.
Peneliti,
(Liana Rosa)
99
Universitas Sumatera Utara
100
PERNYATAAN PERSETUJUAN
responden, maka dengan ini kami berterima kasih atas kepercayaan yang saudara
berikan dan dengan ini saya menyatakan bersedia untuk berpartisipasi menjadi
Responden,
(..................................)
KUESIONER
No Resp. : ...........................
Kelompok : Kasus
Kontrol
Data Responden :
2. Umur : .............................................
101
Universitas Sumatera Utara
102
d. HIV/AIDS
e. Lainnya, sebutkan : .............................
Penggunaan Kondom
b. Tidak ada
2. Jika ya, apakah Saudara menggunakan narkotika jenis suntik secara bergantian
dengan orang lain?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah anda menggunakan narkoba jarum suntik sebelum melakukan
hubungan seksual ?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah jarum suntik yang digunakan selalu dalam keadaan baru?
a. Ya
b. Tidak
5. Selain menggunakan jarum suntik, apakah anda menggunakan narkotika yang
lainnya ?
a. Ya
b. Tidak
6. Jika ya, apa jenis narkoba lain yang anda gunakan?
a. Ganja
b. Shabu-shabu
c. Morfin/kokain
d. Lainnya, sebutkan : ...................................
a. Pria (homoseksual)
b. Wanita (heteroseksual)
2. Apakah anda juga pernah melakukan hubungan sesama pria dan juga
a. Ya, saya pernah berhubungan seksual dengan pria dan juga pernah dengan
wanita
b. Tidak pernah
3. Jika ya, lebih banyak mana anda berhubungan seksual dengan pria dan
wanita?
a. Dengan pria
b. Dengan wanita
MASTER DATA
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA INFEKSI PENYAKIT SIFILIS
PADA LAKI-LAKI USIA REPRODUKTIF DI PUSKESMAS TELADAN MEDAN
PERIODE JANUARI 2019-JULI 2019
KASUS
Jenis
Jumlah
No Riwayat Penggunaan Penggunaan Napza Kelamin
Identitas Pasangan
subjek Sifilis Kondom Suntik Pasangan
Seksual
Seksual
Umur Didik kerja 1 2 3 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 1 2 3
1 39 0 0 2 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
2 30 1 0 5 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0
3 38 0 0 5 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0
4 37 0 0 5 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 2 1 0 1 0 1 1 1
5 39 0 0 5 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 2 1 0 0 0 1 1 1
6 42 0 0 5 0 0 0 0 2 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0
7 37 0 0 2 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0
8 33 1 0 5 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0
9 29 1 1 3 0 1 2 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0
10 30 1 1 1 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0
11 38 0 0 5 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 2 1 0 0 0 1 0 0
12 32 1 0 5 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 2 1 0 1 0 1 1 1
105
Universitas Sumatera Utara
106
13 34 1 0 5 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0
14 36 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
15 39 0 0 2 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
16 43 0 0 5 0 1 1 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
17 41 0 0 2 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 1 1 3 1 0 0 1 1 0 0
18 37 0 0 6 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0
19 36 0 1 3 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 1
20 31 1 0 2 1 1 2 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
21 33 1 0 3 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0
22 35 1 0 5 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
23 39 0 0 2 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 3 0 1 0 0 0 0 0
24 42 0 1 3 0 1 3 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
25 30 1 0 3 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
26 33 1 0 5 0 1 2 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
27 38 0 0 2 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0
28 32 1 0 3 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 2 1 0 1 0 0 0 0
29 34 1 0 3 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0
30 39 0 0 5 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
31 37 0 0 2 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1
32 36 0 1 2 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 2 0 1 0 0 0 0 0
33 31 1 1 5 0 1 3 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0
34 39 0 0 5 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
35 34 1 0 6 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
36 40 0 0 6 1 1 2 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
37 34 1 0 6 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0
38 41 0 0 6 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 3 1 0 0 1 1 1 0
39 33 1 0 2 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
40 44 0 0 3 0 1 2 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
41 31 1 0 3 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0
42 34 1 1 3 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 2 1 0 0 0 0 0 0
43 29 1 0 2 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 2 0 1 0 0 0 0 0
44 33 1 0 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 2 1 0 0 1 0 0 0
45 36 0 0 5 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0
46 39 0 0 5 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 2 1 0 0 0 1 0 0
47 35 1 0 6 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0
48 32 1 0 5 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
49 41 0 0 2 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
50 30 1 0 3 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 2 1 0 0 1 1 1 1
51 34 1 1 3 1 1 2 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
52 37 0 0 2 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
53 40 0 1 3 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0
54 34 1 0 2 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
55 36 0 0 2 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1
56 38 0 0 2 0 0 0 0 2 0 0 1 1 0 1 1 0 2 0 1 0 0 0 0 0
57 32 1 0 2 0 1 1 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
58 36 0 0 5 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
59 45 0 1 3 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 3 1 0 0 1 1 1 1
Keterangan :
Umur
Pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tinggi (SMA/PT) 48 81.4 81.4 81.4
Rendah (SD/SMP) 11 18.6 18.6 100.0
Total 59 100.0 100.0
Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Supir 3 5.1 5.1 5.1
Wiraswasta 17 28.8 28.8 33.9
Buruh 14 23.7 23.7 57.6
Pegawai Swasta 19 32.2 32.2 89.8
PNS 6 10.2 10.2 100.0
Total 59 100.0 100.0
Riwayat Sifilis
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak ada 47 79.7 79.7 79.7
Ada 12 20.3 20.3 100.0
Total 59 100.0 100.0
Penggunaan Kondom
109
Universitas Sumatera Utara
110
Umur
Pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tinggi (SMA/PT) 57 96.6 96.6 96.6
Rendah (SD/SMP) 2 3.4 3.4 100.0
Total 59 100.0 100.0
Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Wiraswasta 22 37.3 37.3 37.3
Buruh 9 15.3 15.3 52.5
Pegawai Swasta 17 28.8 28.8 81.4
PNS 11 18.6 18.6 100.0
Total 59 100.0 100.0
Riwayat Sifilis
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak ada 58 98.3 98.3 98.3
Ada 1 1.7 1.7 100.0
Total 59 100.0 100.0
Penggunaan Kondom
Tabel Silang
Crosstab
Kejadian Sifilis
Bukan Sifilis Sifilis Total
Umur > 36 Count 31 32 63
Expected Count 31.5 31.5 63.0
% within Umur 49.2% 50.8% 100.0%
% within Kejadian Sifilis 52.5% 54.2% 53.4%
% of Total 26.3% 27.1% 53.4%
< 36 Count 28 27 55
Expected Count 27.5 27.5 55.0
% within Umur 50.9% 49.1% 100.0%
% within Kejadian Sifilis 47.5% 45.8% 46.6%
% of Total 23.7% 22.9% 46.6%
Total Count 59 59 118
Expected Count 59.0 59.0 118.0
% within Umur 50.0% 50.0% 100.0%
% within Kejadian Sifilis 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .034 1 .854
b
Continuity Correction .000 1 1.000
Likelihood Ratio .034 1 .854
Fisher's Exact Test 1.000 .500
Linear-by-Linear .034 1 .854
Association
N of Valid Cases 118
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 27.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Umur (> 36 / < .934 .453 1.926
36)
For cohort Kejadian Sifilis = .967 .674 1.387
Bukan Sifilis
For cohort Kejadian Sifilis = 1.035 .720 1.487
Sifilis
N of Valid Cases 118
Crosstab
Kejadian Sifilis
Bukan Sifilis Sifilis Total
Pendidikan Tinggi (SMA/PT) Count 57 48 105
Expected Count 52.5 52.5 105.0
% within Pendidikan 54.3% 45.7% 100.0%
% within Kejadian Sifilis 96.6% 81.4% 89.0%
% of Total 48.3% 40.7% 89.0%
Rendah (SD/SMP) Count 2 11 13
Expected Count 6.5 6.5 13.0
% within Pendidikan 15.4% 84.6% 100.0%
% within Kejadian Sifilis 3.4% 18.6% 11.0%
% of Total 1.7% 9.3% 11.0%
Total Count 59 59 118
Expected Count 59.0 59.0 118.0
% within Pendidikan 50.0% 50.0% 100.0%
% within Kejadian Sifilis 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 7.002 1 .008
b
Continuity Correction 5.533 1 .019
Likelihood Ratio 7.632 1 .006
Fisher's Exact Test .016 .008
Linear-by-Linear 6.943 1 .008
Association
N of Valid Cases 118
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Pendidikan 6.531 1.380 30.920
(Tinggi (SMA/PT) / Rendah
(SD/SMP))
For cohort Kejadian Sifilis = 3.529 .974 12.779
Bukan Sifilis
For cohort Kejadian Sifilis = .540 .396 .738
Sifilis
N of Valid Cases 118
Crosstab
Kejadian Sifilis
Bukan Sifilis Sifilis Total
Riwayat Sifilis Tidak ada Count 58 47 105
Expected Count 52.5 52.5 105.0
% within Riwayat Sifilis 55.2% 44.8% 100.0%
% within Kejadian Sifilis 98.3% 79.7% 89.0%
% of Total 49.2% 39.8% 89.0%
Ada Count 1 12 13
Expected Count 6.5 6.5 13.0
% within Riwayat Sifilis 7.7% 92.3% 100.0%
% within Kejadian Sifilis 1.7% 20.3% 11.0%
% of Total .8% 10.2% 11.0%
Total Count 59 59 118
Expected Count 59.0 59.0 118.0
% within Riwayat Sifilis 50.0% 50.0% 100.0%
% within Kejadian Sifilis 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 10.460 1 .001
b
Continuity Correction 8.645 1 .003
Likelihood Ratio 12.125 1 .000
Fisher's Exact Test .002 .001
Linear-by-Linear 10.371 1 .001
Association
N of Valid Cases 118
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Riwayat Sifilis 14.809 1.858 118.055
(Tidak ada / Ada)
For cohort Kejadian Sifilis = 7.181 1.084 47.578
Bukan Sifilis
For cohort Kejadian Sifilis = .485 .372 .632
Sifilis
N of Valid Cases 118
Crosstab
Kejadian Sifilis
Bukan Sifilis Sifilis Total
Penggunaan Kondom Rutin Count 56 33 89
Expected Count 44.5 44.5 89.0
% within Penggunaan 62.9% 37.1% 100.0%
Kondom
% within Kejadian Sifilis 94.9% 55.9% 75.4%
% of Total 47.5% 28.0% 75.4%
Jarang Count 3 26 29
Expected Count 14.5 14.5 29.0
% within Penggunaan 10.3% 89.7% 100.0%
Kondom
% within Kejadian Sifilis 5.1% 44.1% 24.6%
% of Total 2.5% 22.0% 24.6%
Total Count 59 59 118
Expected Count 59.0 59.0 118.0
% within Penggunaan 50.0% 50.0% 100.0%
Kondom
% within Kejadian Sifilis 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 24.185 1 .000
b
Continuity Correction 22.128 1 .000
Likelihood Ratio 26.924 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear 23.980 1 .000
Association
N of Valid Cases 118
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Penggunaan 14.707 4.130 52.377
Kondom (Rutin / Jarang)
For cohort Kejadian Sifilis = 6.082 2.059 17.969
Bukan Sifilis
For cohort Kejadian Sifilis = .414 .307 .557
Sifilis
N of Valid Cases 118
Crosstab
Kejadian Sifilis
Bukan Sifilis Sifilis Total
Pengunaan Napza tidak Count 51 39 90
Suntik Expected Count 45.0 45.0 90.0
% within Pengunaan 56.7% 43.3% 100.0%
Napza Suntik
% within Kejadian Sifilis 86.4% 66.1% 76.3%
% of Total 43.2% 33.1% 76.3%
ya Count 8 20 28
Expected Count 14.0 14.0 28.0
% within Pengunaan 28.6% 71.4% 100.0%
Napza Suntik
% within Kejadian Sifilis 13.6% 33.9% 23.7%
% of Total 6.8% 16.9% 23.7%
Total Count 59 59 118
Expected Count 59.0 59.0 118.0
% within Pengunaan 50.0% 50.0% 100.0%
Napza Suntik
% within Kejadian Sifilis 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 6.743 1 .009
b
Continuity Correction 5.666 1 .017
Likelihood Ratio 6.918 1 .009
Fisher's Exact Test .016 .008
Linear-by-Linear 6.686 1 .010
Association
N of Valid Cases 118
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Pengunaan 3.269 1.303 8.202
Napza Suntik (tidak / ya)
For cohort Kejadian Sifilis = 1.983 1.075 3.661
Bukan Sifilis
For cohort Kejadian Sifilis = .607 .435 .846
Sifilis
N of Valid Cases 118
Crosstab
Kejadian Sifilis
Bukan Sifilis Sifilis Total
Jumlah 1 orang Count 55 29 84
Pasangan Expected Count 42.0 42.0 84.0
Seksual % within Jumlah Pasangan 65.5% 34.5% 100.0%
Seksual
% within Kejadian Sifilis 93.2% 49.2% 71.2%
% of Total 46.6% 24.6% 71.2%
>1 orang Count 4 30 34
Expected Count 17.0 17.0 34.0
% within Jumlah Pasangan 11.8% 88.2% 100.0%
Seksual
% within Kejadian Sifilis 6.8% 50.8% 28.8%
% of Total 3.4% 25.4% 28.8%
Total Count 59 59 118
Expected Count 59.0 59.0 118.0
% within Jumlah Pasangan 50.0% 50.0% 100.0%
Seksual
% within Kejadian Sifilis 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 27.930 1 .000
b
Continuity Correction 25.823 1 .000
Likelihood Ratio 30.685 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear 27.693 1 .000
Association
N of Valid Cases 118
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Jumlah 14.224 4.567 44.302
Pasangan Seksual (1 orang /
>1 orang)
For cohort Kejadian Sifilis = 5.565 2.188 14.156
Bukan Sifilis
For cohort Kejadian Sifilis = .391 .284 .538
Sifilis
N of Valid Cases 118
Crosstab
Kejadian Sifilis
Bukan Sifilis Sifilis Total
Jenis Kelamin Berbeda jenis Count 58 51 109
Pasangan Expected Count 54.5 54.5 109.0
% within Jenis Kelamin 53.2% 46.8% 100.0%
Pasangan
% within Kejadian Sifilis 98.3% 86.4% 92.4%
% of Total 49.2% 43.2% 92.4%
Sejenis Count 1 8 9
Expected Count 4.5 4.5 9.0
% within Jenis Kelamin 11.1% 88.9% 100.0%
Pasangan
% within Kejadian Sifilis 1.7% 13.6% 7.6%
% of Total .8% 6.8% 7.6%
Total Count 59 59 118
Expected Count 59.0 59.0 118.0
% within Jenis Kelamin 50.0% 50.0% 100.0%
Pasangan
% within Kejadian Sifilis 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 5.894 1 .015
b
Continuity Correction 4.330 1 .037
Likelihood Ratio 6.648 1 .010
Fisher's Exact Test .032 .016
Linear-by-Linear 5.844 1 .016
Association
N of Valid Cases 118
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Jenis Kelamin 9.098 1.100 75.240
Pasangan (Berbeda jenis /
Sejenis)
For cohort Kejadian Sifilis = 4.789 .748 30.648
Bukan Sifilis
For cohort Kejadian Sifilis = .526 .388 .715
Sifilis
N of Valid Cases 118
Model Summary
Cox & Snell R Nagelkerke R
Step -2 Log likelihood Square Square
a
1 132.898 .229 .305
a
2 122.745 .293 .390
b
3 115.708 .334 .445
a. Estimation terminated at iteration number 5 because
parameter estimates changed by less than .001.
b. Estimation terminated at iteration number 6 because
parameter estimates changed by less than .001.
a
Classification Table
Predicted
Kejadian Sifilis
Percentage
Observed Bukan Sifilis Sifilis Correct
Step 1 Kejadian Sifilis Bukan Sifilis 55 4 93.2
Sifilis 29 30 50.8
Overall Percentage 72.0
Step 2 Kejadian Sifilis Bukan Sifilis 54 5 91.5
Sifilis 23 36 61.0
Overall Percentage 76.3
Step 3 Kejadian Sifilis Bukan Sifilis 53 6 89.8
Sifilis 18 41 69.5
Overall Percentage 79.7
a. The cut value is .500
a
Model if Term Removed
Model Log Change in -2 Log Sig. of the
Variable Likelihood Likelihood df Change
Step 1 jlh_pasangan -82.529 32.161 1 .000
Step 2 riwayat_sifilis -66.564 10.382 1 .001
jlh_pasangan -76.259 29.772 1 .000
Step 3 riwayat_sifilis -62.894 10.081 1 .001
guna_kondom -61.522 7.336 1 .007
jlh_pasangan -63.088 10.468 1 .001
a. Based on conditional parameter estimates
Halaman Halaman
No. Item Sebelum setelah
Perbaikan
diperbaiki diperbaiki
1. Pada abstrak ditambahkan data-
Sudah ditambahkan data-data
data sifilis v v
sifilis
2. Landasan teori harus dijelaskan
Sudah ditambahkan sumber
sumber jurnalnya dari mana. 46-47 46-47
dalam landasan teori bab 2
3. Sampel sebagai kontrol sudah
Kontrol lebih diperjelas.
diperjelas pada bab 51-52 51-52
3.
4. Metode pengukuran variabel Metode pengukuran variabel
diperbaiki pada bab 3 sudah disesuaikan. 54-57 54-57
Halaman Halaman
No. Item Sebelum setelah
Perbaikan
diperbaiki diperbaiki
1. Pada abstrak ditambahkan data-
Sudah ditambahkan data-data
data sifilis v v
sifilis
2. Landasan teori harus dijelaskan
Sudah ditambahkan sumber
sumber jurnalnya dari mana. 46-47 46-47
dalam landasan teori bab 2
3. Sampel sebagai kontrol sudah
Kontrol lebih diperjelas.
diperjelas pada bab 51-52 51-52
3.
4. Metode pengukuran variabel Metode pengukuran variabel
diperbaiki pada bab 3 sudah disesuaikan. 54-57 54-57
Halaman Halaman
No. Item Sebelum setelah
Perbaikan
diperbaiki diperbaiki
1. Perbaiki abstrak Abstrak sudah diperbaiki
v v
sesuai arahan
2. Pembagian dasar umur harus Pembagian umur sudah
lebih jelas. diperbaiki. 54, 63-64 54, 63-64
Editing ke- 1 Editing ke- 2 Editing ke- 3 Editing ke- 4 Editing ke- 5 Editing ke- 6 Editing ke- 7 Setuju
No Persyaratan
Sesuai Belum Sesuai Belum Sesuai Belum Sesuai Belum Sesuai Belum Sesuai Belum Sesuai Belum Cetak
1 Halaman sampul depan tesis √ √
2 Halaman sampul dalam tesis √ √
3 Halaman persetujuan tesis √ √
4 Halaman penetapan tim penguji tesis √ √
5 Halaman pernyataan keaslian tesis √ √
6 Abstrak √ √
7 Abstract √ √
√
8 Kata pengantar √ √
9 Daftar isi √ √ SETUJU CETAK
10 Daftar tabel √ √
11 Daftar gambar √ √
14/04/2021
12 Daftar lampiran √ √*
13 Daftar istilah √ √
14 Riwayat hidup √ √
15 Headings dan permulaan kalimat √ √
16 Body text √ √
17 Tabel √ √
18 Gambar √ √
19 Daftar pustaka √ √
20 Lampiran √ √*
Paraf & Tanggal Periksa 01/10/2020 14/04/2021