161 1012 1 PB

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 14

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE

DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN DI SMP


PERBATASAN CIREBON-KUNINGAN

(Code Switching and Code Mixing of Learning Activities in the Junior High School of
Cirebon-Kuningan Border)

Oleh/By

Veni Nurpadillah

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, STKIP NU, Indramayu


Posel: veninurpadilah@yahoo.co.id

*) Diterima: 29 April 2018, Disetujui: 7 Mei 2018

ABSTRAK
Alih kode dan campur kode juga dibutuhkan guru dan siswa dalam interaksi kegiatan
pembelajaran. Tanpa alih kode dan campur kode yang baik, pembelajaran tidak akan
berlangsung efektif. Alih kode dan campur kode sering dilakukan oleh dwibahasawan dan
multibahasawan. Salah satu daerah yang memiliki dwibahasawan dan multibahaswan
adalah daerah perbatasan Cirebon-Kuningan. Masyarakat di Kota Cirebon menggunakan
dua bahasa, salah satunya adalah bahasa Jawa Cirebon karena letaknya berbatasan dengan
Jawa Tengah. Ada juga masyarakat Cirebon yang menggunakan bahasa Sunda,
khususnya masyarakat yang tinggal di perbatasan Cirebon-Kuningan. Peneliti tertarik
meneliti alih kode dan campur kode guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran di SMP
perbatasan Cirebon-Kuningan dengan mengambil data dalam kegiatan pembelajaran di
kelas VII SMP dan MTs. Peneliti mengambil data pada kelas VII karena siswa pada masa
ini sedang mengalami masa transisi (peralihan). Data dikumpulkan dengan metode simak
dengan teknik simak bebas libat cakap. Wujud pilihan kode dianalisis menggunakan
teknik baca markah dan teknik ganti. Berdasarkan hasil analisis data, wujud pemilihan
kode dalam kegiatan pembelajaran di SMP perbatasan Cirebon-Kuningan berupa alih
kode dan campur kode.

Kata kunci: sosiolinguistik, pemilihan kode, alih kode, campur kode

ABSTRACT
Code switching and code mixing are also needed by teachers and students in the
interaction of learning activities. Without any good code switching and code mixing, the
learning will not take place effectively. Code switching and code mixing are often done by
bilingual and multilingual. An area with bilingual and multilingual is the border of
Cirebon Kuningan. The People in Cirebon City use two languages; one of them is
Cirebon Javanese because its location is on the border of Central Java. There are also
people of Cirebon who use Sundanese especially the people who live on the border of
Cirebon-Kuningan. Researcher was interested in studying the code switching and code
mixing of teachers and students in the learning activities of junior high school on the
border of Cirebon-Kuningan by taking data in class VII SMP and MTs. Researcher took
data in class VII because the students were at a transition period. The data were
collected using simak method and simak bebas libat cakap technique. The form of code
choice was analyzed using mark reading technique and change technique. Based on the
results of data analysis, the form of code selections in the learning activities of the junior
high school on the border of Cirebon-Kuningan were code switching and code mixing.

Keywords: sociolinguistics, code selection, switch code. mix code

PENDAHULUAN
pada seorang dwibahasawan.
Alih kode dan campur kode Berbeda dengan alih kode yang
dipandang sebagai masalah yang terjadi akibat perubahan situasi pada
dihadapi masyarakat yang tinggal di saat tuturan, campur kode tidak
antara interaksi dua bahasa atau disertai dengan adanya perubahan
lebih, terutama di lingkungan situasi yang menyertai. Campur kode
pendidikan. Terdapat tiga jenis dapat terjadi pada dwibahasawan
pemilihan kode tutur yang dikaji akibat kemampuannya dalam
dalam sosiolinguistik, yaitu alih menguasai lebih dari satu bahasa.
kode, campur kode, dan variasi Salah satu daerah yang terdapat
dalam bahasa yang sama banyak dwibahasawan dan
(Sumarsono, 2004: 201). Alih kode multibahasa adalah daerah
merupakan gejala peralihan perbatasan Cirebon-Kuningan.
pemakaian bahasa sebagai akibat Cirebon adalah salah satu kota yang
adanya perubahan situasi tutur. berada di Provinsi Jawa Barat,
Campur kode merupakan gejala Indonesia. Kota ini berada di pesisir
peralihan pemakaian bahasa yang utara Pulau Jawa atau yang dikenal
terjadi akibat penutur bahasa dengan jalur Pantura yang
menyelipkan unsur kode lain ketika menghubungkan Jakarta-Cirebon-
sedang memakai kode tertentu. Semarang-Surabaya.
Dalam penelitian ini peneliti Kota Cirebon berbatasan dengan
memfokuskan diri pada alih kode Provinsi Jawa Tengah dan Kota
dan campur kode tanpa meneliti Kuningan, Majalengka, serta
variasi bahasa. Indramayu. Bahasa di Kota Cirebon
Ferguson (1997) menjelaskan memiliki keunikan tersendiri.
bahwa alih kode merupakan Masyarakat di Kota Cirebon
penggunaan dua kode yang memiliki menggunakan dua bahasa, salah
fungsi spesifik dalam konteks sosial. satunya bahasa Jawa, karena
Penggunaan dua kode tersebut berbatasan dengan Jawa Tengah.
dilakukan secara terpisah. Artinya, Ada juga masyarakat Cirebon yang
seorang dwibahasa atau multibahasa menggunakan bahasa Sunda,
beralih dari satu kode ke kode lain khususnya masyarakat yang tinggal
yang dikuasai. Peralihan tersebut di perbatasan Cirebon-Kuningan,
terjadi pada tataran fungsi tuturan karena di Kota Kuningan hampir
yang berbeda. Alih kode hanya dapat semua masyarakatnya berbahasa
dilakukan oleh penutur dwibahasa. Sunda untuk berkomunikasi, selain
Hudson (1996: 56) berpendapat berbahasa Indonesia.
bahwa campur kode merupakan Penelitian ini bertujuan
wujud penggunaan bahasa lainnya mengetahui jenis alih kode dan

63
campur kode apa saja yang muncul mengambil sumber data pada
dalam kegiatan pembelajaran, halaman web di 57 negara,
khususnya di SMP yang berada di sedangkan peneliti menggunakan
perbatasan Cirebon-Kuningan. Selain tuturan siswa dan guru di SMP dan
itu, penelitian ini bertujuan MTs perbatasan Cirebon-Kuningan
mengetahui dampak penggunaan alih sebagai sumber data penelitian.
kode dan campur kode yang Penelitian mengenai alih kode dan
digunakan oleh guru dan siswa campur kode di daerah perbatasan
dalam kegiatan pembelajaran. Cirebon-Kuningan belum pernah
Herring (2012) melakukan dilakukan sehingga penulis sangat
penelitian kajian sosiolinguistik, tertarik untuk menelitinya karena
yakni tentang pemilihan bahasa yang alih kode dan campur kode yang
berjudul “Language Choice on muncul di daerah perbatasan
University Websites: Longitudinal Cirebon-Kuningan dianggap unik.
Trends”. Penelitian ini menganalisis Masyarakat setempat sering
pilihan bahasa pada halaman web menggunakan dua kode yang
dari 1.140 universitas di 57 negara berbeda, yaitu kode Jawa Cirebon
melalui analisis isi penggunaan dan kode Sunda.
bahasa dalam waktu lima tahun. Berdasarkan keunikan alih kode
Hasilnya, sebagian tidak konsisten dan campur kode yang digunakan
dengan teori-teori sebelumnya, masyarakat Cirebon dan Kuningan
multibahasa internet. Sebagai tersebut, peneliti tertarik untuk
alternatif, kami mengusulkan model meneliti alih kode dan campur kode
tri-tingkat multiglossia, yakni di guru dan siswa dalam dalam kegiatan
mana bahasa nasional adalah bahasa pembelajaran di SMP perbatasan
utama yang digunakan untuk Cirebon-Kuningan. Peneliti
berkomunikasi dengan penduduk asli mengambil data di kelas VII SMP
negara. Bahasa Inggris merupakan dan MTs dalam kegiatan
bahasa tambahan pertama, yang pembelajaran. Peneliti mengambil
ditujukan untuk penonton data pada kelas VII karena siswa
internasional, dan bahasa sekunder pada masa ini sedang mengalami
lainnya menargetkan kelompok masa transisi (peralihan), transisi dari
tertentu. Hasil penelitiannya, selama SD ke SMP. Masa transisi ini dapat
periode lima tahun, tingkat pertama menimbulkan masalah bagi
tetap stabil, tingkat kedua meningkat, seseorang karena terjadi tidak hanya
dan ketiga paling meningkat. Hal ini mengenai peralihan tingkat
menunjukkan bahwa dalam domain pendidikan dari SD (kelas enam) ke
pendidikan tinggi, laman menjadi SMP (kelas tujuh), tetapi juga
semakin multibahasa. mengenai peralihan masa anak ke
Penelitian yang dilakukan oleh remaja. Selain itu, masa transisi juga
Herring mempunyai relevansi berpengaruh pada pemilihan kode
dengan penelitian ini. Penelitian tutur siswa; karena siswa kelas VII
Herring dan peneliti ini sama-sama masih kental dengan bahasa daerah
mengkaji masalah sosiolinguistik. mereka. Ketika mereka menginjak
Perbedaannya terletak pada sumber SMP, mereka membiasakan diri untuk
data yang digunakan. Herring menggunakan bahasa Indonesia

64
dalam kegiatan pembelajaran, sosiolinguistik juga mempelajari dan
khususnya dalam pembelajaran membahas aspek-aspek
bahasa Indonesia.Untuk mencapai kemasyarakatan bahasa, khususnya
tujuan pembelajaran, guru juga perbedaan-perbedaan (variasi) yang
menyesuaikan bahasa yang dominan terdapat dalam bahasa yang
digunakan oleh siswa. berkaitan dengan faktor-faktor
Peneliti mengambil sumber data kemasyarakatan sosial (Nababan,
di lingkungan pendidikan yang 1984: 2).
berada di perbatasan Cirebon- Suwito (1985: 2) mendefinisikan
Kuningan karena pendidikan sosiolinguistik sebagai studi tentang
berperan penting dalam lingkungan bahasa dan pemakaian bahasa dalam
berbahasa. Salah satu lingkungan hubungannya dengan masyarakat dan
pendidikan formal adalah sekolah. kebudayaan. Hal ini berarti antara
Sekolah yang berada di perbatasan bahasa dan kebudayaan adalah dua
Cirebon-Kuningan merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan
tempat berkumpulnya para guru dan karena bahasa yang ada dan
siswa yang berasal dari Kota berkembang di masyarakat
Kuningan yang dominan merupakan salah satu unsur
berkomunikasi dengan bahasa Sunda kebudayaaan universal
dan Kota Cirebon yang dominan (Koentjaraningrat, 1994: 16).
berkomunikasi dengan bahasa Jawa. Berdasarkan pengertian beberapa
Dengan demikian, pada kegiatan ahli mengenai sosiolinguistik, dapat
belajar mengajar, guru dan siswa diambil simpulan bahwa
secara tidak sadar melakukan alih sosiolinguistik adalah studi yang
kode dan campur kode dengan mengkaji bahasa dalam hubungannya
bahasa Indonesia sebagai bahasa dengan gejala sosial yang ada dalam
pemersatu bangsa serta bahasa Jawa kehidupan masyarakat. Gardner-
dan bahasa Sunda sebagai bahasa Chloros (2009: 11) mendefinisikan
daerah. alih kode sebagai “Code Switching
Pengertian sosiolinguistik, alih are most important features and well
kode dan campur kode digunakan studied speech processes in
sebagai landasan dalam penelitian multilingual communities” ‘Alih
ini. Istilah sosiolinguistik terdiri atas kode menjadi bagian penting dalam
dua unsur, yaitu “sosio” dan studi bahasa lisan pada masyarakat
“linguistic”. Kata sosio seakar multibahasa’. Masyarakat multibahasa
dengan kata sosial yang memunculkan variasi penggunaan
berhubungan dengan masyarakat. yang dikuasai. Salah satu bentuk
Kata linguistic yaitu ilmu yang variasi tersebut adalah peralihan dari
mempelajari atau membicarakan satu kode ke dalam kode lain. Hal ini
bahasa, khususnya unsur bahasa juga dipengaruhi oleh faktor
(fonem, morfem, kata, kalimat), dan kegunaan tuturan tersebut. Selain itu,
hubungan antarunsur bahasa. Jadi, lokasi terjadinya tindak tutur atau
sosiolinguistik adalah studi atau komunikasi juga berpengaruh
pembahasan dari bahasa sehubungan terhadap kemunculan alih kode.
dengan penutur bahasa sebagai Berdasarkan sifat momentum
anggota masyarakat. Selain itu, dan jarak hubungan antarpenutur,

65
Poedjosoedarmo (1978: 22—31) penggunaan dua kode atau lebih oleh
membagi alih kode menjadi dua, dwibahasawan atau multibahasawan.
yaitu alih kode sementara dan alih Penutur dwibahasa melakukan
kode permanen. peralihan kode pada saat berinteraksi
(1) Alih kode sementara adalah dengan mitra tutur. Misalnya, setelah
pergantian kode bahasa oleh menggunakan kode Indonesia,
penutur yang berlangsung penutur beralih kode ke dalam kode
sebentar saja meskipun kadang- bahasa Jawa. Hal ini disebabkan
kadang dapat juga berlangsung kemampuan penutur yang menguasai
lama. Misal, ketika sedang lebih dari satu bahasa. Selain itu, alih
berbicara menggunakan bahasa kode juga dilakukan karena tujuan
Indonesia, tiba-tiba hadir orang komunikasi yang ingin dicapai oleh
ketiga dengan bahasa Jawa penutur dan mitra tutur. Hudson
dialek Ngapak, penutur akan (1996: 56) berpendapat bahwa
menggunakan bahasa Jawa campur kode merupakan wujud
dialek Ngapak, kemudian penggunaan bahasa lainnya pada
beralih kembali menggunakan seorang dwibahasawan. Berbeda
bahasa Indonesia. dengan alih kode yang terjadi akibat
(2) Alih kode permanen terjadi perubahan situasi pada saat tuturan,
apabila penutur secara tetap campur kode tidak disertai dengan
mengganti kode bicaranya adanya perubahan situasi yang
terhadap lawan tutur. Alih kode menyertai. Campur kode dapat
permanen jarang terjadi karena terjadi pada dwibahasawan akibat
alih kode ini mencerminkan kemampuannya dalam menguasai
pergantian status penutur dan lebih dari satu bahasa.
sifat hubungan antarpenutur. Senada dengan Hudson,
Pergantian ini biasanya Sumarsono (2004: 202) menyatakan
menentukan sikap penutur bahwa campur kode serupa dengan
terhadap relasi tutur. interferensi dari bahasa satu ke
Poedjosoedarmo (1978: 32) juga bahasa lain. Dengan campur kode,
menjelaskan, misalnya di Jawa, penutur memasukkan salah satu
seorang teman yang suatu ketika unsur bahasa lain dalam percakapan.
menjadi menantu, bekas kenalan Bahasa lain yang diselipkan
yang menjadi suami atau istri, teman merupakan bahasa yang dikuasai dan
sepermainan waktu kecil yang secara sadar digunakan untuk tujuan
menjadi atasannya, dapat mengganti tertentu.
kode yang digunakannya secara Berdasarkan unsur-unsur
permanen. Hal ini terjadi karena kebahasaan yang terlibat di
adanya perubahan yang radikal pada dalamnya, Suwito (1991: 92)
kedudukan status sosial dan relasi membedakan campur kode sebagai
pribadi. Dalam hal ini, faktor berikut.
kepribadian masing-masing sangat (1) Unsur-unsur yang berwujud
memengaruhi. kata. Kata merupakan unsur
Berdasarkan beberapa pendapat terkecil dalam pembentukan
tersebut, dapat disimpulkan bahwa kalimat yang sangat penting
alih kode adalah fenomena peranannya dalam tata bahasa.

66
Yang dimaksud kata adalah oleh penutur dan digunakan dalam
satuan bahasa yang berdiri tuturannya. Dengan demikian, wujud
sendiri, terdiri atas morfem pemilihan kode tutur berupa variasi
tunggal atau gabungan morfem; bahasa, alih kode, dan campur kode
(2) Unsur-unsur yang berwujud dapat tampak dengan jelas. Dalam
frasa. Frasa adalah gabungan penelitian ini digunakan pendekatan
dua kata atau lebih yang sifatnya metodologis deskriptif-kualitatif.
tidak predikatif. Gabungan itu Moleong (2010: 6) berpendapat
dapat rapat dan dapat renggang; bahwa penelitian kualitatif
(3) Unsur-unsur yang berwujud digunakan dengan maksud untuk
bentuk baster. Baster merupakan memahami fenomena tentang apa
hasil perpaduan dua unsur yang dialami oleh subjek penelitian,
bahasa berbeda yang misalnya perilaku, persepsi,
membentuk satu makna; motivasi, tindakan, dan lain-lain
(4) Unsur-unsur yang berwujud dengan cara deskripsi berbentuk
perulangan kata. Perulangan kata-kata dan bahasa pada suatu
kata merupakan kata yang konteks khusus yang alamiah dengan
terjadi sebagai akibat dari memanfaatkan berbagai metode
reduplikasi; alamiah.
(5) Unsur-unsur yang berwujud Penelitian ini dilakukan untuk
ungkapan atau idiom. Idiom mengetahui wujud alih kode dan
merupakan konstruksi unsur- campur kode. Pendekatan kualitatif
unsur yang saling memilih. dalam penelitian ini bertujuan
Masing-masing anggota mengungkapkan data yang ada di
mempunyai makna hanya lapangan dengan cara menguraikan
karena bersama yang lain dan menginterpretasikan sesuatu
Dengan pengertian lain, idiom seperti apa yang ada di lapangan; dan
merupakan konstruksi yang memperoleh gambaran realita
maknanya tidak sama dengan mengenai alih kode dan campur
gabungan makna anggota- kode. Penelitian dilakukan dalam
anggotanya; kegiatan pembelajaran di SMP
(6) Unsur-unsur yang berwujud perbatasan Cirebon-Kuningan, yaitu
klausa. Klausa merupakan SMP Negeri 1 Waled dan MTs Ash
satuan gramatikal yang berupa Shidiqiyah Sumber yang secara letak
kelompok kata yang sekurang- geografis berada di sebelah timur
kurangnya terdiri atas subjek Kabupaten Kuningan dan Kabupaten
dan predikat serta mempunyai Cirebon.
potensi untuk menjadi kalimat. Fokus penelitian ini mengenai
Pendapat tersebut menunjukkan alih kode dan campur kode dalam
bahwa terdapat tiga jenis pemilihan kegiatan pembelajaran di SMP
kode tutur. Tiga pemilihan kode tutur perbatasan Cirebon-Kuningan. Data
tersebut merupakan variasi bahasa, diambil melalui tahap seleksi
alih kode, dan campur kode. berdasarkan kebutuhan yang menjadi
Sebelum menentukan variasi bahasa, fokus penelitian, yaitu data yang
alih kode, dan campur kode, perlu berupa penggalan tuturan dari guru
diketahui kode-kode yang dikuasai dan siswa. Pengumpulan data dalam

67
penelitian ini menggunakan metode HASIL DAN PEMBAHASAN
simak, dengan teknik lanjutan, yakni
teknik simak bebas libat cakap Kegiatan pembelajaran di SMP
(SBLC). Teknik simak bebas libat Negeri 1 Waled dan MTs Ash
cakap (SBLC) adalah teknik Shidiqiyah Sumber memunculkan
pengumpulan data dengan cara penggunaan kode yang menarik.
peneliti tidak ikut serta dalam Guru ataupun siswa memilih kode
pembicaraan (Sudaryanto 2015: yang digunakan dalam kegiatan
204—205). Teknik lanjutan pembelajaran, baik alih kode maupun
berikutnya yang digunakan dalam campur kode. Hal ini disebabkan
penelitian ini adalah teknik rekam. subjek dalam kegiatan pembelajaran
Ketika teknik pertama atau teknik merupakan dwibahasawan, bahkan
kedua digunakan, sekaligus dapat multibahasawan. Keadaan tersebut
dilakukan pula perekaman dengan merupakan salah satu penyebab
tape atau voice recorder tertentu munculnya alih kode dan campur
sebagai alatnya. kode dalam proses pembelajaran.
Wujud alih kode dan campur
kode ditentukan dengan teknik baca Alih Kode
markah (TBM). Dalam hal ini dilihat
langsung pemarkah pada penggalan Dalam pembahasan ini terdapat dua
tuturan. Pemarkah tersebut dijadikan alih kode yang dideskripsikan, yaitu
sebagai tanda pengenal akan status alih kode sementara dan alih kode
lingual atau identitas konstituen permanen. Alih kode sementara
tertentu yang diamatinya. Variasi digunakan oleh guru ataupun siswa
tunggal kode akan tampak berupa untuk mencapai maksud tuturan,
kode Indonesia, kode Jawa, dan kode seperti mencari padanan kata yang
Sunda, baik ragam formal maupun sulit dipahami. Selain itu, alih kode
nonformal. Teknik baca markah sementara juga digunakan sebagai
(TBM) termasuk ke dalam teknik langkah pengondisian kegiatan
analisis yang lain. Metode agih pembelajaran.
merupakan analisis data yang Sementara itu, alih kode
menggunakan alat penentu bahasa permanen digunakan setelah guru
yang bersangkutan (Sudaryanto, atau siswa menggunakan kode
2015: 37). Teknik dasar yang asing/daerah dalam bentuk
digunakan berupa teknik ganti pertanyaan atau konfirmasi terkait
(substitusi). Teknik ganti dilakukan dengan topik atau kosakata dalam
dengan mengganti unsur tertentu pembelajaran.
satuan lingual yang bersangkutan.
Peneliti menggunakan teknik ini Alih Kode Sementara
untuk mengganti unsur dalam
mengelompokan data yang telah Alih kode sementara digunakan guru
diperoleh berupa pemilihan kode dan siswa dalam interaksi kegiatan
tutur guru dan siswa dengan wujud pembelajaran sebagai wujud
pemilihan kode. penerjemahan atau penunjuk
padanan kata. Alih kode ini terjadi
secara sementara. Artinya, guru dan

68
siswa kembali ke bahasa asal setelah [Pilih salah satu A ataʷ
melakukan alih kode ke dalam kode bә, Sәpti]
asing atau daerah. Hal ini dapat ‘Pilih salah satu A atau
dilihat ketika guru dan siswa beralih B, Septi?’
kode dari kode Indonesia ke dalam Siswa : A ya Bu?
[A ya, Bu]
kode Sunda atau Jawa, kemudian
‘A ya Bu?’
kembali lagi ke dalam kode Guru : Iya benar.
Indonesia pada tuturan berikutnya. [Iya bәnar]
Berikut penggalan tuturan yang ‘Iya benar’
menunjukkan terjadinya alih kode
sementara dalam interaksi kegiatan Penggalan tuturan (1) terjadi
pembelajaran di SMP. antara guru dan siswa di SMP Negeri
1 Waled. Kode yang muncul dalam
(1) Konteks: guru menugasi siswa untuk kegiatan pembelajaran Teknologi
membaca soal dan memberikan Informatika dan Komputer adalah
jawabannya pada kegiatan kode Indonesia dan kode Sunda.
pembelajaran teknologi informasi
Teknik yang digunakan untuk
dan komputer di SMP Waled.
Guru : Septi, bacakan soal menentukan alih kode dalam
nomor dua. interaksi pembelajaran adalah teknik
[Sԑpti, bacakan soal ganti (substitusi). Teknik ganti
nɔmɔr duʷa] dilaksanakan dengan mengganti
‘Septi, bacakan soal unsur tertentu satuan lingual yang
nomor dua’ bersangkutan. Dengan demikian,
Guru : Septian Herdiansyah diketahui wujud alih kode sementara
ada? Cepat bacakan dari kode Indonesia ke dalam kode
sekarang! Sunda pada penggalan tuturan yang
[Sԑptian Hԑrdiansyah dimaksud.
ada? Cәpat bacakan
Terdapat alih kode dalam
sәkaraᶇ]
‘Septian Herdiansyah penggalan tuturan di atas. Alih kode
ada? Cepat bacakan dilakukan oleh siswa dalam
sekarang!’ tuturannya, ‘Bagaimana cara
Siswa : Bagaimana cara menyalakan komputer? Jawabana B
menyalakan komputer? sanes Bu? Ih bukan, sepertinya A ya
Jawabana B sanes Bu? Bu. Guru melakukan peralihan kode
Ih bukan, kayanya A ya dari kode Indonesia berupa
Bu? ‘Bagaimana cara menyalakan
[Bәgaәmana cara komputer?’, ke dalam kode Sunda
mәᶇalakan komputәr? ‘Jawabana B sanes bu?’. Alih kode
Jawabana bԑ sanԑs Bu?
ini dilakukan siswa dalam merespons
Ih bukan, kayaňa A ya
Bu?] tuturan guru pada saat interaksi
‘Bagaimana cara pembelajaran. Setelah itu, siswa
menyalakan komputer? kembali menggunakan kode
Jawabannya be bukan, Indonesia pada tuturan berikutnya.
Bu?’ Hal ini dapat dilihat pada tuturan “Ih
Guru : Pilih salah satu A atau bukan kayaknya A ya Bu?’. Kondisi
B, Septi? tersebut menunjukkan bahwa alih

69
kode yang dilakukan siswa bersifat yang digunakan berinteraksi terhadap
sementara. Siswa kembali mitra tutur. Alih kode permanen
menggunakan kode Indonesia setelah jarang terjadi karena alih kode ini
beralih ke dalam kode Sunda. mencerminkan pergantian status
Wujud alih kode dapat dilihat penutur dan sifat hubungan
berdasarkan penggunaan dua kode antarpenutur. Pergantian ini biasanya
dalam suatu tuturan. Seperti pada menentukan sikap penutur terhadap
penggalan tuturan di atas, siswa relasi tutur. Akan tetapi, dalam
menggunakan dua kode dalam kegiatan pembelajaran ditemukan
tuturannya, yaitu kode Indonesia dan alih kode secara permanen yang
kode Sunda. Siswa menggunakan dilakukan oleh guru/siswa. Alih kode
kode Sunda setelah menggunakan ini terjadi dari kode daerah ke dalam
kode Indonesia pada tuturan kode Indonesia. Setelah beralih dari
sebelumnya. Setelah itu, siswa kode daerah ke dalam kode
kembali menggunakan kode Indonesia, guru/siswa menggunakan
Indonesia. Dengan demikian, kode Indonesia secara utuh pada
terdapat dua kode dalam satu tuturan tuturan-tuturan berikutnya.
siswa, yaitu kode Indonesia dan kode
Sunda yang digunakan secara (2) Konteks: saat kegiatan
sementara. pembelajaran berlangsung di kelas
Alih kode sementara ini VII-E MTs Ash Shidiqiyah Sumber
digunakan oleh siswa untuk guru melihat pekerjaan rumah
menunjukkan terjemahan kalimat siswa satu per satu, dan guru
menegur siswa yang tidak
‘Jawabnnya B bukan Bu?’, siswa
mengerjakan pekerjaan rumah.
beralih kode ke dalam kode Sunda Guru : Endi tugase? Priben
untuk menekankan dan memastikan jeh kamu tuh?
jawabannya yang sudah dipilih benar Tugasnya mana? Tidak
atau tidak, meskipun setelahnya mengerjakan tugas ya?
siswa kembali ke dalam kode [әndI tugasԑ pribԑn jԑh
Indonesia sebagai wujud kegiatan kamu tUh. tugasňa mana
pembelajaran yang bersifat formal. tida? mәngerjakan tugas
Oleh karena itu, alih kode dari kode ya]
Indonesia ke dalam kode lain seperti ‘Mana tugasnya?
kode Sunda atau kode Jawa Bagaimana kamu itu?
Tugasnya mana? tidak
sebaiknya dilakukan secara
mengerjakan tugas ya?’
sementara oleh guru/siswa dalam Siswa : Lupa Bu, bukunya
kegiatan pembelajaran. Harapannya, ketinggalan di rumah.
pembelajaran yang bersifat formal [lupa bu, bukuňa
lebih bermakna dan tidak kәtiᶇgalan di rumah]
terinterferensi kode lain (Sunda dan ‘Lupa Ibu, bukunya
Jawa). tertinggal di rumah’
Guru : Ah, alasan saja kamu
Alih Kode Permanen tuh.
[ah alasan saja kamu
Alih kode permanen terjadi apabila tUh]
‘Ah alasan saja kamu
penutur secara tetap mengganti kode
itu’

70
tetapi mempunyai makna yang sama.
Penggalan tuturan (2) terjadi Hal tersebut dapat dilihat dari frasa
pada interaksi kegiatan “mana tugase?” sama maknanya
pembelajaran. Penggalan tuturan dengan penggalan berikutnya, yaitu
tersebut terjadi antara guru dan siswa “tugasnya mana?”. Oleh karena itu,
pada mata pelajaran matematika. teknik hubung banding
Guru menegur siswa yang tidak memperbedakan (HBB) dapat
mengerjakan tugas. Adapun teknik digunakan dalam menentukan alih
yang digunakan untuk menentukan kode pada suatu tuturan.
alih kode dalam interaksi
pembelajaran adalah teknik hubung Campur Kode
banding memperbedakan (HBB).
Teknik HBB merupakan salah satu Wujud pemilihan kode tutur
teknik lanjutan dari teknik pilah berikutnya adalah campur kode.
unsur penentu (PUP). Campur kode muncul dalam
Berdasarkan penggalan tuturan interaksi kegiatan pembelajaran di
tersebut terdapat wujud dua kode, SMP dan MTs Perbatasan Cirebon-
yaitu kode Jawa dan kode Indonesia. Kuningan sebagai salah satu gejala
Dari kode yang muncul, terdapat alih ditemukannya penutur dwibahasa.
kode permanen pada tuturan guru. Campur kode yang muncul dalam
Guru melakukan alih kode pada interaksi pembelajaran adalah
tuturan pertama, yaitu “Mana pencampuran antara kode Indonesia
tugase? Priben jeh kamu tuh? dan kode daerah, khususnya kode
Tugasnya mana? tidak mengerjakan Sunda dan Jawa.
tugas ya”. Pada penggalan tuturan Selain digunakan oleh guru,
tersebut, guru menggunakan kode campur kode juga digunakan oleh
Jawa. Selanjutnya, guru beralih ke siswa. Terdapat penyisipan pada
dalam kode Indonesia ketika tataran kata, idiom, dan baster dalam
menanyakan tugas kepada siswa. campur kode.
Guru juga tetap bertahan
menggunakan kode Indonesia pada Campur Kode Penyisipan Kata
tuturan berikutnya. Hal ini dapat
dilihat pada penggalan tuturan, “Ah, Campur kode terjadi pada setiap
alasan saja kamu tuh.”. Dengan tataran konstruksi. Pada tiap
demikian, guru melakukan alih kode konstituen kalimat dapat terjadi
secara permanen dalam penggalan penyisipan kode lain sebagai wujud
tersebut. campur kode. Kata juga berpotensi
Penggalan tuturan tersebut dapat menjadi unsur yang disiapkan dalam
dianalisis dengan menggunakan campur kode. Kata merupakan unsur
teknik hubung banding terkecil dalam pembentukan kalimat
memperbedakan (HBB). Hal ini yang sangat penting peranannya
dapat dilihat pada tuturan “Mana dalam tata bahasa.
tugase? Priben jeh kamu tuh? Adapun campur kode dengan
Tugasnya mana? Kok masih penyisipan kata dapat dilihat pada
kosong?”. Kedua tuturan tersebut penggalan tuturan (3) yang berisi
menggunakan kode yang berbeda, tentang tanya jawab antara guru dan

71
siswa mengenai cara menyalakan Dengan demikian, diketahui wujud
dan mematikan komputer di dalam campur kode penyisipan kata dari
kegiatan pembelajaran pada mata kode Indonesia ke dalam kode Sunda
pelajaran Teknologi Informatika pada penggalan tuturan yang
Komputer di SMP Negeri 1 Waled. dimaksud.
Guru melakukan campur kode
(3) Konteks : Guru sedang menjelaskan tersebut antara kode Indonesia dan
kepada siswa mengenai makhluk kode Sunda pada tuturan ‘Kita
sosial dalam pembelajaran manusia adalah makhluk sosial,
pendidikan kewarganegaraan di artinya kita semua saling
SMP Negeri 1 Waled kelas VII-A. membutuhkan. Maka dari itu kalian
Guru : Kita manusia adalah
harus saling bantu ya. Paham?
makhluk sosial, artinya
kita semua saling Paham teu? ‘. Pada penggalan
membutuhkan. Maka tuturan tersebut, terdapat kata
dari itu kalian harus ‘paham, teu?. Paham merupakan
saling membantu ya. kode Indonesia, sedangkan teu
Paham? Paham teu? merupakan kode Sunda. Kata dalam
[Kita manusia adalah bentuk kode Sunda disisipkan ke
makhluk sosial, artiňa dalam konstruksi kode Indonesia.
kita sәmua saliᶇ Hal ini terjadi sebagai wujud campur
mәmbUtUhkan. Maka kode pada tataran penyisipan kata.
dari itU kalian harus Tuturan guru merepresentasikan
saliᶇ mәmbantu ya.
campur kode pada tataran penyisipan
Paham? Paham tә]
‘Kita manusia adalah kata. Akan tetapi, kode Indonesia
mahluk sosial, artinya secara dominan digunakan dalam
kita semua saling tuturan tersebut. Hal ini dapat dilihat
membutuhkan. Maka pada pemilihan kode tutur dan
dari itu kalian harus struktur kalimat yang digunakan oleh
saling membantu ya. siswa. Campur kode pada tataran
Paham? Paham tidak?’ penyisipan kata banyak digunakan
Siswa : Iya Ibu paham. dalam interaksi pembelajaran. Hal ini
[Iya Ibu, paham] disebabkan penyisipan kata dapat
‘Iya Ibu, paham’ mewakili kosakata/konsep yang sulit
dipahami oleh siswa dalam proses
Penggalan tuturan (3) terjadi
pembelajaran.
antara guru dan siswa. Dalam
penggalan tuturan tersebut terdapat
Campur Kode Penyisipan Idiom
campur kode antara kode Indonesia
dan kode Sunda. Kode tersebut
Idiom merupakan konstruksi yang
dilakukan oleh guru dan siswa.
maknanya tidak sama dengan
Adapun teknik yang digunakan
gabungan makna tiap konstituennya.
untuk menentukan campur kode
Idiom dapat menjadi sisipan dalam
dalam interaksi pembelajaran
campur kode. Hal tersebut
menggunakan teknik ganti
disebabkan campur kode dapat
(substitusi). Teknik ganti dilakukan
terjadi pada setiap tataran konstruksi.
dengan mengganti unsur tertentu
Selain penyisipan kata dan frasa,
satuan lingual yang bersangkutan.

72
penyisipan idiom juga ditemukan Setelah membaca pemarkah dengan
dalam interaksi pembelajaran. menggunakan teknik baca markah
(TBM) diketahui wujud campur kode
(4) Konteks: guru menasihati siswa penyisipan idiom dari kode
kelas VII-D SMP Islam Ainurrafiq Indonesia ke dalam kode Sunda pada
untuk belajar dengan giat dan rajin. penggalan tuturan yang dimaksud.
Guru : Perhatikeun! Tiasa Berdasarkan penggalan tuturan
cicing? tersebut, guru menasihati siswa
[pәrhatIkәn. tiasa cIcIᶇ]
untuk belajar dengan rajin, yaitu
‘Perhatikan, bisa diam
tidak?’ pada tuturan “Henteu karunya ka
Siswa : Iya, Ibu. sepuh sugan? Sepuh mah banting
[Iya, Ibu] tulang kanggo maraneh. Sok diajar
‘Iya, Ibu’ sing rajin, meh pinter. Regepkeun
GURU : Henteu karunya ka nya.”. Pada penggalan tuturan
sepuh sugan? Sepuh tersebut terdapat campur kode antara
mah banting tulang kode Sunda dan kode Indonesia.
kanggo maraneh. Sok “banting tulang” merupakan idiom
diajar sing rajin, meh dalam kode Indonesia. Penyisipan
pinter. Regepkeun nya. idiom ini terjadi sebagai bentuk
[hәntә karuňa ka sәpUh
campur kode yang dipengaruhi oleh
sugan sәpUh mah bantIᶇ
tulaᶇ kaᶇgo maranԑh. peserta tutur.
sOk diajar sIᶇ rajin mԑh
pintәr rәgәpkәn ňa] Campur Kode Penyisipan Baster
‘Tidak kasihan sama
orang tua? Orang tua Selain campur kode dengan sisipan
kalian banting tulang kata, frasa, dan idiom, ditemukan
demi kalian. Belajar juga campur kode dengan sisipan
yang rajin biar pinter. baster. Baster merupakan hasil
Perhatikan ya.’ perpaduan dua unsur kode yang
berbeda dan membentuk satu makna.
Penggalan tuturan (4) terjadi Baster ini terjadi pada tataran kata,
antara guru dan siswa. Pada tetapi dengan dua unsur yang
penggalan tuturan tersebut terdapat berbeda. Artinya, unsur suatu kode
campur kode penyisipan idiom yang digabungkan dengan unsur kode lain
terjadi pada saat pembelajaran pada satu konstruksi. Misalnya, kata
berlangsung. Penyisipan unsur-unsur dalam kode Indonesia dalam
berwujud ungkapan atau idiom. imbuhan kode Sunda. Penggabungan
Idiom merupakan konstruksi dari tersebut akan menghasilkan makna
unsur-unsur yang saling memilih, yang berbeda (Suwito, 1991: 92).
masing-masing anggota mempunyai Penggunaan sisipan baster
makna yang ada hanya karena dalam campur kode dipengaruhi oleh
bersama yang lain. Pengertian lain keterbatasan kosakata yang hendak
idiom adalah konstruksi yang digunakan oleh guru maupun siswa.
maknanya tidak sama dengan Sisipan baster dalam campur kode
gabungan makna anggota- dapat dilihat pada penggalan tuturan
anggotanya (Suwito, 1991: 92). berikut.

73
(TBM), dapat diketahui wujud
(5) Konteks : guru menugasi siswa campur kode dalam penggalan
untuk membuat teks pidato dalam tuturan di atas.
pembelajaran Bahasa Indonesia di Guru menggunakan campur
SMP Islam Ainurrafiq Cilimus. kode penyisipan baster dalam
Guru : Siapa yang sudah tuturannya. Penggalan tuturan yang
selesai? Rio sudah
mengandung campur kode pada
selesai? Ayo maju
bacakan teks pidatonya. tataran baster, antara lain ‘Mana sini
[Siapa yaᶇ sudah ibu lihat. Mana Rio? Sudah? Kamu
sәlәsai? Rio suɖah dari tadi berisik terus. Cepet
sәlәsai? Ayɔ maju kerjakeun!’. Guru menggabungkan
bacakan tԑks pidatoň] unsur kode Indonesia berupa kata
‘Siapa yang sudah kerja dengan unsur kode Sunda
selesay? Rio sudah berupa pronominal -keun.
selesay? Ayo maju Penggabungan dua unsur yang
bacakan teks pidatonya’ berasal dari dua kode berbeda
Siswa : Belum, belum Ibu ih. tersebut merepresentasikan campur
[Bәlum, bәlum Ibu ih]
kode pada tataran baster. Kata kerja
‘belum Ibu ih’
Guru : Mana sini Ibu lihat. dan -keun merupakan konstituen
Mana Rio? Sudah? yang berbeda kode. Akan tetapi,
Kamu dari tadi berisik kedua konstituen tersebut digabung
terus. Cepat kerjakeun! menjadi satu kesatuan.
[Mana sini Ibu lihat. Kemunculan campur kode pada
Mana Riɔ? Sudah? tataran baster disebabkan oleh
Kamʊ dari tadi bәrisik keterbatasan penguasaan kosakata
tәrus. Cәpat kәrjakәn] yang hendak digunakan oleh guru
‘Mana sini Ibu lihat. maupun siswa. Dalam hal ini, guru
Mana Rio? Sudah? bertujuan agar siswa lebih cepat
Kamu dari tadi berisik
memahami maksud tuturannya dan
terus. Cepat kerjakan!’
segera melakukan perintah yang
Campur kode pada tataran ditugaskan oleh guru.
baster direpresentasikan pada
penggalan tuturan (5). Penggalan PENUTUP
tuturan tersebut terjadi di kelas VII-C
SMP Islam Ainurafiq pada saat Alih kode maupun campur kode
pembelajaran Bahasa Indonesia. merupakan hasil dari proses
Pada saat guru sedang menugasi pemilihan salah satu kode yang
siswa untuk membuat teks pidato, dikuasai oleh penutur. Dengan alih
terdapat penyisipan baster. kode dan campur kode, dapat dilihat
Penyisipan unsur-unsur berwujud kemampuan berbahasa penutur
bentuk baster. Baster merupakan sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan
hasil perpaduan dua unsur bahasa kondisi. Alih kode dan campur kode
yang berbeda membentuk satu terjadi akibat kemunculan penutur
makna (Suwito, 1991: 92). Setelah dwibahasa atau multibahasa dalam
membaca pemarkah dengan proses komunikasi. Berdasarkan
menggunakan teknik baca markah temuan dalam penelitian ini, dapat

74
disimpulkan bahwa alih kode dan Gardner-Chloros, Penelope. 2009.
campur kode dalam kegiatan Code Switching. New York:
pembelajaran di SMP perbatasan Cambridge University Press.
Cirebon-Kuningan, tepatnya di SMP
Negeri 1 Waled, MTs Ash Hudson, Richard A. 1996.
Shidiqiyah Sumber, dan SMP Sosiolinguistics: Second
Ainurrafiq Cilimus, yang berada di Edition. New York: Cambridge
daerah perbatasan Cirebon-Kuningan University Press.
berupa (1) alih kode, baik alih kode
permanen maupun sementara: dan Koentjaraningrat. 1994.
(2) campur kode, yaitu campur kode Kebudayaan, Mentalitas, dan
penyisipan kata, idiom, dan baster. Pembangunan. Jakarta:
Alih kode dan campur kode muncul Gramedia Pustaka Utama.
dalam kegiatan pembelajaran
disebabkan oleh kehadiran penutur Nababan, P.W.J. 1984.
dwibahasawan maupun Sosiolinguistik Suatu
multibahasawan. Oleh karena itu, Pengantar. Jakarta: Gramedia
dalam kegiatan pembelajaran Pustaka Utama.
ditemukan alih kode dan campur
kode. Poedjosoedarmo, Soepomo. 1978.
Penelitian ini memiliki implikasi Kode dan Alih Kode dalam
postif maupun negatif terhadap Widyaparwa 15. Yogyakarta:
pemilihan kode tutur dalam kegiatan Balai Penelitian Bahasa.
pembelajaran di SMP dan MTs di
daerah perbatasan Cirebon- Sudaryanto. 1993. Metode dan
Kuningan. Alih kode dan campur Aneka Teknik Analisis Bahasa:
kode yang digunakan secara Pengantar Penelitian Wahana
dominan di dalam kegiatan Kebudayaan secara Linguistik.
pembelajaran pada kelas VII Yogyakarta: Duta Wacana.
berpengaruh negatif terhadap hasil
belajar. Akan tetapi, penelitian ini Sumarsono & Paina Pratama. 2004.
sangat bermanfaat dalam kegiatan Sosiolinguistik. Yogyakarta.
belajar mengajar karena tanpa Sabda Lembaga Studi Agama
penggunaan alih kode dan campur dan Perdamaian Kerja Sama
kode yang baik, kegiatan Pustaka Pelajar.
pembelajaran tidak akan berjalan
secara efektif. Suwito. 1985. Sosiolinguistik
Pengantar Awal. Surakarta:
Henary Offset.
DAFTAR PUSTAKA
Suwito. 1991. Pengantar Awal
Ferguson, Nicola. 1977. Sosiolinguistik, Teori, dan
“Simultaneous Speech, Problema. Surakarta: Henary
Interruptions, and Dominance”. Offset.
British Journal of Clinical
Psychology, 16 (4): 295—302.

75

Anda mungkin juga menyukai