Anda di halaman 1dari 91

KATA PENGANTAR

K
ami menyapa dengan penuh cinta kasih ibu-bapak, para pelanggan dan
pengguna materi-materi binaan yang diterbitkan oleh LPJ GPM. Kita
bersua kembali melalui materi bimbingan khotbah edisi tiga bulan kedua, yaitu April -
Mei - Juni 2023.
Pada bulan April, Mei, dan Juni, ada beberapa agenda gerejawi sesuai tahun
liturgis, yaitu minggu sengsara Tuhan Yesus yang keenam dan ketujuh; Jumat Agung
(Kematian Yesus Kristus); Kebangkitan Kristus (Paskah); Kenaikan Tuhan Yesus; dan
Keturunan Roh Kudus (Pentakosta). Selain itu ada agenda perayaan lainnya seperti:
HUT Fakultas Teologi tanggal 11 April, HUT Perempuan GPM tanggal 05 Mei, HUT
PGI tanggal 25 Mei, dst.
Tema yang akan membimbing kita selama bulan April - Juni dilandaskan
pada sub tema tahun 2023 khususnya pada aspek pembangunan demokrasi. Dengan
tema-tema ini diharapkan semua umat dan pelayan memahami betapa pentingnya
keterlibatan kita dalam pembangunan demokrasi. Karena itu, demokrasi dilihat
sebagai ruang untuk kita dapat menghadirkan misi Kerajaan Allah di tengah dunia.
Penjabaran tema-tema itu dalam tema bulanan dan mingguan adalah sebagai berikut:
Tema Bulan April: Spirit Demokrasi: Dari Kematian Ke Kebangkitan Yesus
Tema Minggu 1 : Pikul Salib Bersama Yesus, Elamatlah Dirimu!
Tema Minggu 2 : Wartakanlah Berita Paskah Yang Membebaskan
Tema Minggu 3 : Kuasa Yesus Memulihkan Yang Sedih
Tema Minggu 4 : Tuhan Meluputkan Orang Yang Mengasihinya
Tema Minggu 5 : Jadilah Pelayan Pendamaian

Tema Bulan Mei: Sikap Demokrasi: Tunduklah Dalam Tuntunan Hikmat Dan
Kuasa Roh Kudus
Tema Minggu 1 : Hidup Dalam Hikmat Menuai Berkat
Tema Minggu 2 : Bertekadlah Membangun Bangsamu!
Tema Minggu 3 : Upayakanlah Kekayaan Dengan Cara Yang Benar
Tema Minggu 4 : Hiduplah Dalam Roh Kudus Dan Bertobatlah!

Tema Bulan Juni: Tindakan Demokrasi: Persembahkan Hidup Yang Benar, Adil
Dan Menjadi Berkat
Tema Minggu 1 : Hidup Yang Menghidupkan
Tema Minggu 2 : Usahakanlah Keadilan Maka Engkau Hidup
Tema Minggu 3 : Jadilah Pemimpin Yang Berkenan Kepada Allah
Tema Minggu 4 : Persembahan Yang Benar

8
i
Rumusan tema-tema di atas dan kajian teks Alkitab telah digagas oleh
masing-masing penulis dalam setiap materi Khotbah edisi April - Juni 2023.
Semoga materi Bina Khotbah ini semakin dalam digumuli agar kehidupan kita
terus bermakna dan menjadi saluran berkat bagi banyak orang.
Kami menyampaikan terima kasih kepada para penulis Materi Khotbah atas
kesediaan membantu LPJ GPM. Marilah kita terus memberi diri dan hidup dituntun
oleh Roh Kudus dan Firman Allah supaya keteladanan Kristus mewarnai seluruh
perjalanan hidup dan pengabdian kita, sekarang dan ke masa depan. Dan semoga
melalui materi-materi bimbingan khotbah ini dapat menjadi sarana pemberitaan di
mana umat mengalami Allah dan mendengarkan suaraNya yang mengutus untuk
meneruskan cinta kasihNya di tengah-tengah dunia ini.
Selamat melayani, Tuhan Yesus memberkati kita semua..syaloom!

Lembaga Pembinaan Jemaat GPM

8i
DAFTAR ISI

Hal.

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

APRIL

Matius 27 : 32 – 44
Pikul Salib Bersama Yesus, Selamatlah Dirimu!
Oleh : Pendeta (Em.) I. W. J. Hendriks 1

Matius 27 : 45 – 56 (Jumat Agung)


Dibalik Gelap Kematian, Ada Harapan Kehidupan
Oleh : Pendeta Monike Hukubun, D.Th 8

Yohanes 20 : 1 – 10 (Paskah I)
Wartakanlah Berita Paskah Yang Membebaskan!
Oleh : Pendeta Jois Fabeat-Rooy 12

1 Korintus 15 : 1 – 11 (Paskah II)


Wartakanlah Berita Paskah Yang Membebaskan!
Oleh : Pendeta H. Talaway 15

Yohanes 20 : 11 – 18
Kuasa Yesus Memulihkan Yang Sedih
Oleh : Pendeta N. Refialy 18

Mazmur 116 : 1 – 14
Tuhan Meluputkan Orang Yang MengasihiNya
Oleh : Pendeta M. R. Tuhusula Talakua 23

2 Korintus 5 : 11 – 21
Jadilah Pelayan Pendamaian
Oleh : Pendeta Y. Matatula 27
iii8
MEI

Amsal 21 : 2 – 9 (HUT Perempuan GPM)


Bersyukurlah dan Jadilah Perempuan Pendamai Oleh :
Pendeta M. M. Hendriks Ririmasse 33

Amsal 2 : 1 – 22
Hidup Dalam Hikmat Menuai Berkat
Oleh : Pendeta M. Soukotta 37

Nehemia 2 : 11 – 20
Bertekadlah Membangun Bangsamu!
Oleh : Pendeta A. Hetharion 42

Kisah Para Rasul 1 : 6 – 11 (Kenaikan Tuhan Yesus)


Jadilah Saksi Kristus, Muliakan dan Terima KuasaNya Oleh :
Pendeta R. Rahabeat 46

Ulangan 8 : 1 – 20
Upayakanlah Kekayaan Dengan Cara Yang Benar
Oleh : Pendeta S. Gasperz 50

Kisah Para Rasul 2 : 14 – 40 (Pentakosta I)


Hiduplah Dalam Roh Kudus dan Bertobatlah Oleh :
Pendeta N. Souisa 54

Roma 8 : 1 – 17 (Pentakosta II)


Hiduplah Dalam Roh Kudus dan Bertobatlah
Oleh : Pendeta Frans Serang 57

JUNI

Roma 15 : 1 – 13
Hidup Yang Menghidupkan
Oleh : R Nanuru 62

Yehezkiel 18 : 1 – 32
Usahakanlah Keadilan Maka Engkau Hidup
Oleh : Rachel Iwamony 68
iv8
Mazmur 21 : 1 – 14
Jadilah Pemimpin Yang Berkenan Kepada Tuhan
Oleh : Pendeta W. B. Pariama 72

Roma 12 : 1 – 8
Persembahan Yang Benar
Oleh : Pendeta D. Siwabessy 77
v8
MATERI BIMBINGAN KHOTBAH
Minggu, 02 April 2023 (Minggu
Sengsara VII)

Oleh: Pendeta (Em.) I. W.J. Hendriks


Nas Bacaan : Matius 27 : 32 - 44
Tema Bulan : Spirit Demokrasi: Dari Kematian ke Kebangkitan Yesus
Tema Mingguan : Pikul Salib Bersama Yesus, Selamatlah Dirimu!
Pengantar
inggu ini adalah Minggu Sengsara yang ke VII. Dalam ibadah ini pula
M akan diteguhkan para anggota sidi baru. Pemberitaan firman kali ini
hendaknya menekankan bagaimana menjadi seorang pengikut atau
murid Yesus, menjadi seorang Kristen di tengah dunia sekarang ini. Apa makna
memikul salib sekarang. Untuk maksud itu kita akan mendalami makna pembacaan
kita dengan menggunakan pendekatan sosio-naratif karena episode ini berbentuk
cerita. Kita perlu memperhatikan unsur-unsur yang membentuk cerita dan
menempatkannya dalam pengembangan alur cerita. Kita perlu pula memperhitungkan
faktor-faktor eksternal seperti sosial politik, ekonomi, kultural dan religius abad
pertama dan kita kini untuk memperkaya pemaknaan cerita tersebut.
Pertanyaan yang perlu direnungkan adalah: apa makna episode ini ketika
dibaca oleh jemaat di zaman Matius dan kita kini. Ada hal yang sama antara kita
sekarang dengan jemaat di zaman Matius, yaitu kita membaca cerita ini dalam terang
kebangkitan Tuhan Yesus. Tetapi kita memiliki konteks yang berbeda. Jemaat Matius
di sekitar tahun 80-90 memiliki konteks yang berbeda dengan kita di tahun 2023.
Perbedaan konteks ini menghendaki pemaknaan yang berbeda.

Yesus disalibkan
Cerita ini dimulai dengan keterangan bahwa mereka berjalan ke luar kota.
Kota yang dimaksud di sini adalah Yerusalem. Jadi Yesus dibawa keluar kota
Yerusalem untuk disalib. Siapa yang dimaksudkan dengan mereka di sini? Bila kita
memperhatikan episode sebelumnya, khususnya ayat 27, maka mereka yang
dimaksud adalah para serdadu wali negeri, tentara romawi. Mereka membawa Yesus
ke luar kota Yerusalem. Orang-orang yang akan disalibkan biasanya diarak,
dipertontonkan kepada masyarakat untuk menimbulkan efek jera. Mereka berjumpa
dengan Simon dari Kirene, dan mereka memaksa dia untuk memikul salib Yesus.
Dengan begitu, maka Simon orang Kirene, dalam cerita ini, menjadi orang yang
melakukan apa yang Yesus katakan sebelumnya dalam 16:24: “Setiap orang yang
mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.”
Sementara Simon Petrus yang pernah menyatakan untuk bersama-sama dengan
Yesus sekalipun ia akan mati (26:33, 35), ternyata hanya dapat mengikuti Yesus dari
jauh (26:58) dan kemudian menyangkal Yesus sampai tiga kali (26:69-75). Jemaat
yang membaca cerita ini akan berempati dengan Yesus yang menderita dan

1
berempati juga dengan Simon orang Kirene yang turut memikul salib Yesus.
Sementara para murid yang melarikan diri (26:56b) dan penyangkalan Petrus (26:69-
75) menjadi peringatan kepada mereka untuk tidak mengulangi apa yang dilakukan
para murid dan Simon Petrus.
Sampailah mereka di Golgota, artinya Tempat Tengkorak. Diceritakan bahwa
mereka memberi Yesus minum anggur bercampur empedu. Minuman ini akan
membuat mereka yang disalibkan mati rasa sehingga rasa sakit ketika disalib bisa
dikurangi. Setelah Yesus mengecapnya, Ia tidak mau meminumnya. Yesus ingin
menjalani penderitaan penyaliban dengan penuh kesadaran. Ia telah bersedia
meminum cawan yang disediakan Bapa-Nya.1 Setelah mereka menyalibkan-Nya,
mereka membagi-bagikan pakaian-Nya dengan membuang undi. Matius ingin
pembacanya untuk mengingat Mazmur 22:19, “Mereka membagi-bagi pakaianku di
antara mereka, dan mereka membuang undi atas jubahku.” Apa yang dialami oleh
Yesus sudah dinubuatkan jauh sebelumnya. Inilah jalan yang dijalani oleh orang-orang
benar yang menderita karena kesetiaan mereka kepada Allah.
Di atas kepala-Nya terpasang tulisan yang menjelaskan mengapa Ia
dihukum: “Inilah Yesus Raja orang Yahudi.” Tulisan tersebut mengingatkan pembaca
kepada pertanyaan Pilatus dalam 27:11 “Engkaukah raja orang Yahudi?” Pertanyaan
itu dijawab Yesus dengan mengatakan: “Engkau sendiri mengatakannya.” Jawaban
seperti ini membuka ruang bagi interpretasi yang berbeda. Jawaban ini dapat dilihat
sebagai suatu afirmasi2, yaitu bahwa Yesus mengaku bahwa Ia adalah raja orang
Yahudi. Dari sudut pandang Pilatus, jawaban itu berarti Yesus adalah seorang
pemberontak. Yesus dihukum karena alasan politik dan disalibkan di antara para
penjahat. Dalam sistem hukum kerajaan Roma, jenis penghukuman disesuaikan
dengan status sosial terpidana. Penyaliban diperuntukkan bagi mereka yang status
sosialnya lebih rendah, lebih marginal, para penjahat yang menggunakan kekerasan,
budak yang tidak patuh dan pemberontak.3 Tetapi jawaban Yesus dapat pula berarti
bahwa benar Yesus adalah raja orang Yahudi, namun tidak seperti yang dipikirkan
Pilatus. Interpretasi yang kedua ini yang hendak ditekankan oleh Matius. Para
pembaca Injil Matius/jemaat Matius abad pertama masih mengingat perjuangan kaum
Zelot kurang lebih 10 tahun lalu dalam perang Yahudi-Romawi (tahun 70-73) yang
mengakibatkan Yerusalem dan Bait Allah dihancurkan. Yesus sama sekali bukan
bagian dari kaum Zelot. Yesus memang memberitakan Kerajaan Sorga tetapi dalam
pengertian yang sama sekali berbeda dengan yang diperjuangkan kaum Zelot.
Menyambut Kerajaan Sorga harus dengan pertobatan (Mat.4:17). Hukum Kerajaan
Sorga adalah cinta kasih kepada Allah dan sesama manusia yang harus diberlakukan
dalam kata dan perbuatan (Mat.22:34-40). Perjuangan yang dilakukan Yesus adalah

1
R. T. France, The Gospel of Matthew, The New International Commentary on the
New Testament, Grand Rapids,Michigan: WB Eerdmans Pub. Comp.2007, hlm. 925.
2
Jack Dean Kingsbury, Injil Matius sebagai Cerita, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004,
hlm., 120-121.
3
Warren Carter, Matthew, dalam Margaret Aymer et.al., Fortress Commentary
on the Bible, Illinois: Fortress Press, 2016, hlm. 168.

2
perjuangan tanpa kekerasan. Sejalan dengan itu kesalehan para pengikut Yesus mesti
lebih baik dari orang-orang Farisi dan ahli Taurat (Mat.5:20). Apa yang diajarkan
Yesus, dengan demikian, bukan suatu kejahatan melainkan jalan Allah untuk
menyelamatkan semua orang. Ia memang raja, tetapi raja yang mengorbankan dirinya
bagi keselamatan semua manusia. Yesus memang disalibkan bersama para penjahat.
Tetapi sekali lagi, bukan kejahatan yang dilakukan melainkan penyelamatan, termasuk
penyelamatan kedua penjahat yang disalibkan bersama-Nya, walaupun mereka ikut
mencela-Nya. Jadi tulisan di atas kepala Yesus yang tersalib ditulis dengan maksud
untuk menghina-Nya, justru bagi jemaat Matius telah menyatakan jalan Allah yang
ditempuh Yesus untuk menyelamatkan semua orang berdosa yang bertobat. Dan jalan
ini sudah dikatakan oleh Yesus sebelumnya dalam empat kesempatan (Mat.16:21;
17:22, 23; 20:18, 19; 26:2).
Kata-kata celaan dari orang-orang yang lewat kepada Yesus juga memiliki
makna yang berbeda bagi jemaat Matius. Ucapan tersebut dapat dipilah menjadi dua.
Pertama, ucapan tentang “meruntuhkan Bait Suci dan membangunnya dalam tiga
hari.” Ucapan itu mengulangi tuduhan yang dikemukakan kepada Yesus dalam sidang
Mahkamah Agama Yahudi (26:61). Kata-kata itu tidak menjadi ucapan Yesus dalam
Injil Matius4 dan tentu tidak dapat diartikan secara harfiah.Yesus memang
menubuatkan keruntuhan Bait Suci (24:1-2), dan itu sudah terjadi dalam perang
Yahudi-Romawi. Ucapan tentang meruntuhkan dan membangun Bait Suci dalam tiga
hari sebenarnya hendak menunjuk kepada kematian dan kebangkitan-Nya yang
melahirkan suatu komunitas baru yang berpusat pada Yesus Kristus. Kedua, ucapan,
“selamatkan dirimu jikalau engkau Anak Allah, turunlah dari salib itu,” mengingatkan
pembaca pada godaan Iblis kepada Yesus ketika dicobai di padang gurun (4:5-6). Jadi
dapat dikatakan bahwa ketika Yesus disalibpun Ia mengalami pencobaan.5 Dalam
pencobaan di padang gurun Iblis berkata: “Jikalau Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-
Mu ke bawah.” Ketika Ia disalib, mereka yang mencemooh-Nya bertindak seperti Iblis
dengan mengatakan: “Jikalau Engkau Anak Allah, turunlah dari salib itu.” Yesus
dicobai untuk mengutamakan pemeliharaan diri sendiri dan pembuktian diri sendiri.6
Namun Yesus tetap setia kepada Allah yang mengutus-Nya. Cemohan itu mirip
dengan olok-olokan imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat dan tua-tua: “Orang lain Ia
selamatkan, tetapi dirinya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja Israel? Baiklah Ia
turun dari salib itu dan kami akan percaya kepada-Nya. Ia menaruh harapan-Nya
kepada Allah: baiklah Allah menyelamatkan Dia, jikalau Allah berkenan kepada-Nya!
Karena Ia telah berkata: Aku adalah Anak Allah.” Dalam kritik naratif dikenal apa yang
disebut ironi, yaitu interpretasi yang benar bertentangan dengan arti yang tampak.7
Bagi orang-orang yang lewat dan para pemimpin agama Yahudi (para imam kepala,
4
Kata-kata tersebut terdapat dalam Injil Yohanes 2:19-22.
5
Kingsbury, hlm.121.
6
Charles H. Talbert, Matthew, Paidea Comentaries on the New Testament, Grand
Rapids, Michigan: Baker Academic, 2010, hlm. 304 (PDFDRIVE)
7
Mark Allan Powel, What is Narrative Criticism?, Minneapols: Fortess Press, 1990,
hlm.30.

3
ahli Taurat dan tua-tua) salib adalah tanda dari kegagalan Yesus dalam seluruh karya-
Nya. Yesus berbicara tentang keselamatan tetapi ternyata Ia tidak dapat melepaskan
diri-Nya dari salib. Penyaliban Yesus juga difahami sebagai tanda bahwa Allah tidak
berkenan kepada-Nya. Interpretasi ini sejalan dengan penolakan para pemimpin
agama Yahudi terhadap Yesus. Dan orang-orang yang lewat juga bertolak dari
kenyataan yang mereka lihat bahwa Yesus disalibkan. Tetapi interpretasi tersebut
adalah interpretasi yang salah. Matius dan jemaatnya memakna-kannya secara
berbeda. Jadi bila orang-orang yang lewat dan para tua-tua, ahli Taurat serta imam-
imam kepala dalam olok-olokan mereka meminta Yesus untuk menyelamatkan diri-
Nya dan turun dari salib, maka Matius dan jemaatnya mengetahui bahwa ucapan
mereka keliru sebab Yesus tidak datang untuk menyelamatkan diri-Nya sendiri. Ia
justru mengorbankan diri-Nya untuk menebus orang banyak. Dan karena itu Ia tidak
bisa turun dari salib sebab justru salib menjadi jalan untuk menyelamatkan seluruh
ciptaan. Penderitaan dan kematian Yesus adalah jalan Allah. Sudut pandang ini
secara konsisten diperlihat-kan oleh Yesus yang dalam Injil Matius tampak dalam
beberapa kesempatan:
1. Yesus sendiri sudah mengatakannya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan
menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-
ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga (Mat.16:21; lihat
juga17:22, 23; 20:18, 19; 26:2).
2. Ia sendiri telah memutuskan untuk mengambil jalan penderitaan dan karena itu
memarahi Petrus yang berusaha untuk mempengaruhi Yesus untuk tidak
mengambil jalan penderitaan (Mat.16:22,23).
3. Dan Yesus dalam pergumulan di Getsemani juga sudah dua kali memohon
kepada Allah Bapa, “Ya, Bapa-Ku, jiklau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini
lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti
yang Engkau kehendaki”(26:39). Kemudian dalam doa yang kedua dikatakan
pula: “Ya, Bapa-Ku jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku
meminumnya, jadilah kehendak-Mu” (26:42). Yesus dengan demikian melakukan
apa yang pernah Ia katakan kepada Simon Petrus, yaitu memikirkan apa yang
dipikirkan Allah (16:2) dan menjalaninya dengan setia.

Cara lain yang digunakan Matius untuk menyatakan bahwa penderitaan


Yesus adalah jalan Allah, adalah dengan menggambarkan penyaliban Yesus sebagai
penggenapan Mazmur 22. Kita dapat menyejajarkan kedua bagian tersebut sebagai
berikut:

MATIUS 27 MAZMUR 22
35 Sesudah menyalibkan Dia mereka 19 Mereka membagi-bagikan
membagi-bagikan pakaianku di antara
pakaian-Nya dengan mereka, dan mereka
membuang undi. membuang undi atas
jubahku.
39 Orang-orang yang lewat di 8 Semua yang melihat aku

4
sana menghujat Dia sambil mengolok-olokkan aku,
menggelengkan kepala. mereka mencibirkan
bibirnya, menggelengkan
kepalanya.

43 Ia menaruh harapan-Nya pada 9 “Ia menyerah kepada


Allah: baiklah Allah TUHAN; biarlah Dia yang
menyelamatkan Dia, jikalau meluputkanNya, biarlah
Allah berkenan Dia yang melepaskannya!
kepada-Nya! Karena Ia Bukankah Dia berkenan
telah berkata: Aku adalah kepadanya?”
Anak Allah.

Penyejajaran tersebut di atas memperlihatkan bahwa apa yang terjadi pada


penyaliban Yesus telah dinubuatkan, bukan saja secara verbal melainkan juga
penggambaran8 pemazmur sebagai seorang yang menjalani penderitaannya dengan
rendah hati dan tanpa permintaan supaya Tuhan membalaskan dendamnya. Dalam
mazmur ini juga terdapat visi universal dari keselamatan yang mencakup bangsa-
bangsa lain.9
Ayat yang ke 44 dikatakan bahwa Yesus disalibkan di antara dua orang
penyamun. Kalau kedua penjahat ini dihubungkan dengan Barabas, maka mungkin
kedua orang ini termasuk para perusuh atau pemberontak.10 Mungkin salib Yesus
mestinya diperuntukkan bagi Barabas. Mereka turut mencela Yesus mungkin karena
mereka ingin mendapat simpati dari orang-orang yang ada pada saat itu. Mungkin pula
karena mereka merasa diri mereka sebagai pahlawan yang tidak sama dengan Yesus.
Itu dapat pula berarti bahwa Matius hendak mengontraskan perjuangan Barabas
dengan Yesus.11 Barabas yang menimbulkan kekacauan dalam masyarakat
dibebaskan, sedangkan Yesus yang menghadirkan damai sejahtera justru disalibkan.
Pilihan yang salah akibat kedengkian manusia hendaknya tidak berulang dalam
kehidupan bersama.

Makna Kini Penyaliban Yesus: Suatu Pertimbangan Homiletis


Salib, bagi orang Kristen, bukan lagi lambang penghukuman melainkan tanda
cinta kasih Allah yang menyelamatkan. Karena itu banyak orang Kristen menggunakan
salib sebagai perhiasan misalnya cincin, bros, gelang, anting-anting, digantungkan
pada kalung di leher. Di rumah orang Kristen ada gambar salib atau salib yang
digantung di dinding atau di tempat-tempat lain dalam rumah. Selama Minggu-Minggu

8
Derek Kidner, An Introduction and Commentary on Books I and II of Psalms, Tyndale
Old Testament Commentary, Illinois: InterVarsity Press, 1973, hlm. 105.
9
Kidner, hlm. 105.
10
Lukas menjelaskan bahwa Barabas adalah seorang pemberontak dan pembunuh
(Lk.23:10, 25).
11
France, hlm.930.

5
Sengsara dan Paskah, salib memenuhi jalan-jalan khususnya di lingkungan
pemukiman Kristen. Memikul salib adalah panggilan orang Kristen. Dalam ibadah
peneguhan sidi baru, jemaat biasanya menyanyikan lagu “Hendaklah Engkau Iring
Yesus, Pikul Salib.” Salib dan orang Kristen hampir tak dapat dipisahkan. Pertanyaan
kritis kita adalah apakah dengan menggunakan dan mengenakan asesoris salib kita
telah betul-betul menjadi Kristen? Telah menjadi pengikut setia dari Tuhan Yesus
Kristus?
Pertanyaan di atas perlu direnungkan dengan dalam dan serius. Karena
dalam kehidupan banyak orang Kristen ada kesenjangan antara apa yang diimani dan
apa yang dihidupi. Kesenjangan ini harus dapat dijembatani. Kita harus hidup sesuai
dengan iman kita. Ini tidak mudah. Banyak orang Kristen yang terjerat hukum karena
korupsi, salah menggunakan kewenangan/kuasa atau melakukan berbagai tindak
kekerasan dan berbagai hal buruk lainnya. Cukup banyak keluarga Kristen yang pecah
karena perceraian. Cukup banyak anak muda yang putus sekolah, kehilangan
pekerjaan dan menjadi pengangguran. Kita masih bisa menambahkan berbagai
tantangan yang dihadapi sesuai konteks pelayanan kita masing-masing. Gereja, baik
sebagai person/individu, persekutuan, lembaga/organisasi maupun keluarga, tidak
bisa berdiam diri. Kita tidak bisa hanya menjadi penonton yang pasif. Kita tidak boleh
mencari posisi aman. Sebab sebagai orang Kristen, keberpihakkan kepada kebaikan,
kepentingan bersama, kepada mereka yang lemah, diperlakukan dengan tidak adil
harus secara nyata dilakukan. Ini adalah manifestasi dari hidup beriman di jalan Yesus
dengan segala risikonya. Menjadi seperti Yesus adalah panggilan kita. Yesus yang
ketika disalib tidak tergoda untuk menyelamatkan diri-Nya sendiri atau membuktikan
diri-Nya sendiri dengan menggunakan kuasa ilahi-Nya. Sebaliknya Ia menjalani jalan
Allah dengan setia untuk pembebasan dan pembaruan umat manusia dan seluruh
ciptaan dari kuasa dosa dengan berbagai manifestasinya. Demikian juga kita tidak
boleh hanya mencari keselamatan diri sendiri. Kita dipanggil, bersama semua orang
yang berkehendak baik, berjuang untuk meningkatkan kualitas hidup semua yang
diciptakan Tuhan. Karena itu mengusahakan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh
makhluk ciptaan Tuhan. Dan jalan yang dipilih adalah jalan tanpa kekerasan. Ini harus
menjadi wujud kesetiaan kita di jalan Yesus.
Ibadah peneguhan anggota sidi baru harus dijadikan kesempatan mulia untuk
para pemuda menyatakan komitmen mereka untuk setia di jalan Yesus. Tetapi juga
kesempatan bagi semua warga jemaat yang sudah lama sidi, terutama mereka yang
memiliki kekuasaan atau kewenangan untuk menegakkan keadilan, untuk membarui
komitmen setia kepada Yesus. Komitmen personal yang disertai transformasi personal
harus dengan sengaja diusahakan. Transformasi personal adalah suatu proses yang
berlangsung sepanjang hidup, di mana tantang-jawab iman terjadi setiap kali.
Transformasi personal pada gilirannya akan berakibat pada transformasi sosial di
mana keadilan dan kesejahteraan menjadi prinsip hidup yang direalisasikan dalam
hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dalam rangka transformasi personal demi terjadinya transformasi sosial ada
baiknya kita mengamini doa Fransiskus dari Asisi (5 Juli 1182 sampai 3 Oktober
1226), diterjemahkan oleh I. W. J. Hendriks, sebagai berikut:

6
Tuhan, jadikan aku alat damai sejahtera-Mu
Supaya di tengah kebencian, aku hadirkan cinta kasih.
Di tengah penghinaan, aku hadirkan pengampunan.
Di tengah perselisihan, aku hadirkan perdamaian.
Di tengah kesesatan, aku hadirkan kebenaran.
Di tengah kebimbangan, aku hadirkan kepastian
Di tengah keputusasaan, aku hadirkan pengharapan
Di tengah dukacita, aku hadirkan sukacita
Di tengah kegelapan, aku hadirkan terang.
Tuhan Yang Maha Agung,
Ajarlah aku untuk lebih menghibur dari pada dihibur
Lebih memahami dari pada dipahami
Lebih mengasihi dari pada dikasihi.
Karena dengan memberi, aku menerima
Dengan mengampuni, aku diampuni
Dan dengan mati dalam kesetiaan, aku memasuki hidup yang kekal. Amin.
Selamat berkhotbah. Selamat memulai dan atau melanjutkan transformasi personal
untuk mewujudkan transformasi sosial demi kehidupan yang bermutu dari seluruh
makhluk di bumi. Tuhan Yesus memberkati kita semua.

7
MATERI BIMBINGAN KHOTBAH
Jumat, 07 April 2023
(Jumat Agung/Kebaktian Sore)

Oleh: Pendeta Monike Hukubun, D.Th


Nas Bacaan : Matius 27 : 45 - 56
Tema Bulan : Spirit Demokrasi : Dari Kematian ke Kebangkitan Yesus
Tema Mingguan : Dibalik Gelap Kematian, Ada Harapan Kehidupan

Pendahuluan:
ereja telah merayakan 7 Minggu Sengsara Yesus yang puncaknya pada
G perayaan Jumat Agung di mana Gereja merayakan Kematian Yesus di
Salib. Tema minggu ini: “Di Balik Gelap Kematian, Ada Harapan
Kehidupan” adalah perspektif (cara pandang) yang kita gunakan untuk menafsir dan
menemukan makna teks ini. Dengan menggunakan perspektif tema ini, maka kita
menemukan makna-makna baru di dalam teks ini yang terfokus pada sebuah gerakan
transformasi yang dilakukan Allah melalui peritiwa kematian Yesus, sang Anak Allah.
Melalui transformasi tersebut kita memahami bahwa kematian bukan akhir dari jalan
Salib yang dilalui Yesus. Jalan Salib adalah jalan melintas Golgota menuju Kubur
Terbuka. Jalan Salib melampaui kematian menuju kebangkitan. Di balik kematian
Yesus ada harapan untuk hidup baru yang membebbaskan dan transformatif.
Matius 27: 45-56 akan menjadi dasar tekstual bagi kita untuk memaknai peristiwa
kematian Yesus di salib bagi realitas kehidupan kita masa kini di Maluku dan Maluku
Utara.

Makna Teks dan Implikasi Konteks


Ada 2 hal menarik sebagai makna teks yang dapat kita kembangkan di dalam
isi khotbah kita terkait makna Kematian Yesus di Salib:
1. Kematian Yesus: Totalitas Kasih Allah, Totalitas Perjuangan Yesus.
Injil Matius, sama seperti kitab Injil lainnya, menceritakan tentang peristiwa
kematian Yesus di salib sebagai wujud hukuman mati yang dijatuhkan oleh pengadilan
Negeri yang dipimpin oleh Pilatus. Sebuah bentuk hukuman mati di kerajaan Romawi
abad I Masehi yang tidak hanya terhukumnya mati, tetapi mati secara perlahan-lahan
setelah disiksa dan dipermalukan di hadapan umum berjam-jam lamanya. Siksaan
yang dialami Yesus dan Yesus dipermalukan dengan berbagai cara. IA mengalami
kekerasan fisik akibat disiksa dengan cara dicambuk, dipaku, ditikam, diberi minum air
anggur asam. Ia juga mengalami kekerasan psikologis akibat dipermalukan layaknya
seorang narapidana “extra ordinary crime” (kejahatan luar biasa).12 Kekerasan berlapis

12
Narapidana yang dijatuhi hukuman mati disalib adalah mereka yang melakukan kejahatan
luar biasa. Dengan disiksa dan dipermalukan di depan umum berjam-jam maka diharapkan
hukuman itu memberikan efek jera kepada masyarakat umum agar tidak melakukan kejahatan
yang sama.

8
yang dialami-Nya membuat Yesus merasakan penderitaan mahadalam. Hal itu
diperlihatkan oleh penulis Injil Matius melalui ungkapan Yesus di ayat 46 : “Eli, Eli,
lama sabakhtani?" Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?,
dan di ayat 50 : Yesus berseru pula dengan suara nyaring dan Ia menyerahkan
nyawa-Nya”. Ungkapan-ungkapan ini tidak dimaksudkan bahwa Allah meninggalkan
Yesus, Putera-Nya, di saat krisis mahabesar itu. Ungkapan tersebut adalah sebuah
jeritan yang menegaskan betapa mahaberatnya dan betapa mahadalamnya
penderitaan yang dialami-Nya, sehingga Yesus merasa seolah-olah Allah Bapa-Nya
meninggalkan (egkataleipo: abandon, leave alone, desert) diri-Nya seorang diri
tergantung tanpa daya di tiang kayu salib. Jeritan itu menandakan bahwa Yesus, Anak
Allah yang mahatinggi itu secara total masuk ke dalam hakikat ciptaan, mengalami
eksistensi sebagai ciptaan, dan merasakan betapa dalamnya penderitaan manusia,
betapa dalamnya kerapuhan ciptaan, dan betapa dalamnya ketidakadilan yang dialami
para korban akibat arogansi kekuasaan para penguasa agama dan politik zaman itu.
Jeritan Yesus adalah representasi dari jeritan semua ciptaan yang rapuh, menderita
dan tidak berdaya menghadapi kejahatan dan ancaman kuasa maut. Yesus akhirnya
menyerahkan to pneuma: Roh (spirit), Nyawa, Hidup (soul) kepada Allah, Bapa-Nya.
IA benar-benar mengalami kematian setelah disiksa dan dipermalukan di tiang kayu
salib.
Semua yang dijalani Yesus memerlihatkan sekaligus menegaskan totalitas
cinta kasih Allah di dalam Yesus bagi seluruh ciptaan-Nya. Cinta kasih (agape) yang
rela berkorban demi memperjuangkan pemulihan mutu hidup dari semua yang
dikasihi-Nya. Kematian-Nya di Salib juga menegaskan totalitas perjuangan Yesus
untuk tetap setia berjalan di Jalan Allah, Bapa-Nya. Jalan Allah adalah jalan
viadolorosa, jalan berbatu cadas, jalan penuh perjuangan demi mewujudkan cinta
kasih Allah yang menebus, memerdekakan, dan menyelamatkan seluruh ciptaan-Nya
dari ancaman kuasa kejahatan (dosa) dan maut yang menguasainya. Melalui kematian
Yesus, totalitas cinta kasih Allah kepada semua ciptaan dan perjuangan Yesus untuk
tetap berjalan pada jalan Allah itu terwujudkan.
Sebagai Gereja yang hidup dari cinta kasih Allah dan perjuangan Yesus, kita
disadarkan untuk terus menghargai dan menghormati kematian Yesus di Salib.
Penghargaan dan rasa hormat kita sebagai gereja itu diwujudkan melalui pertobatan
dan pembaruan hidup secara total, baik secara ritual, maupun secara sosial dan
ekologis. Pertobatan dan pembaruan hidup itu dibangun secara ritualistik melalui
Perjamuan Kudus. Di dalam Perjamuan Kudus, kita semua duduk semeja, makan roti
yang sama dari piring yang sama, dan minum anggur yang sama dari cawan yang
sama. Nilai persekutuan, kebersamaan, dan kesederajatan sebagai ciptaan yang
rapuh terwujud tanpa diskriminasi relasi-relasi sosial, relasi jenis kelamin dan peran
jender, relasi berbagai kecenderungan seksualitas, dan relasi ekologis. Kita semua:
umat manusia dan bumi beserta isinya, adalah sesama ciptaan yang terbatas dan
rapuh, namun kita dicintai dan dikasihi oleh Allah melalui Yesus. Cinta Kasih yang
telah berjuang menyelamatkan kita semua melalui kematian Yesus Kristus. Nilai-nilai
tersebut kuat menyatu dalam akta-akta Perjamuan Kudus. Menghargai dan
menghormati kematian Yesus di Salib berarti mengikuti Perjamuan Kudus secara ritual

9
dan menghidupi nilai-nilai persekutuan, kebersamaan dan kesederajatan hidup itu di
dalam ruang-ruang sosial dan ekologis melampaui ruang-ruang ritual Perjamuan
Kudus.

2. Kematian Yesus: Transformasi “Kematian menjadi Kehidupan”.


Kematian Yesus di salib menurut Injil Matius, diliputi dengan sejumlah
peristiwa kosmis sebagai respon alam semesta dan manusia terhadap peristiwa
kematian Yesus. Sebuah gerakan transformatif-kosmis yang dilakukan Allah bersama
seluruh alam semesta melalui peristiwa Penyaliban Yesus.
Pertama, terjadi kegelapan (skotos: darkness, gloom) di seluruh bumi (pasan ten gen)
selama tiga jam (ay.45), dan terjadi gempa bumi sehingga bukit-bukit batu terbelah
(ay.51 b,c). Peristiwa kosmis ini menegaskan makna simbolis bahwa alam semesta
ikut merasakan penderitaan Yesus yang mahadalam itu. Peristiwa ini sekaligus
memerlihatkan sikap tegas alam semesta untuk menolak dan memprotes
ketidakadilan yang dilakukan terhadap Yesus melalui akta penyiksaan dan
dipermalukan di tiang kayu Salib di depan umum. Alam semesta ikut mendukung akta
transformatif, bahwa kematian Yesus mentrasformasi penderitaan menjadi
pembebasan, dan ketidakadilan menjadi keadilan;
Kedua, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah (ay.51a). Sebuah akta
simbolis yang memerlihatkan transformasi cara pandang beragama para pemimpin
agama Yahudi yang eksklusif penuh kebencian, intrik politik, dan kekerasan agama
menjadi cara pandang beragama yang inklusif, penuh ketulusan dan cinta kasih nir
kekerasan;
Ketiga, kuburan-kuburan terbuka dan banyak orang kudus yang telah meninggal
dunia bangkit, kemudian setelah kebangkitan Yesus mereka keluar dari kubur dan
menampakkan diri kepada banyak orang (ay.52,53). Peristiwa kosmis ini menegaskan
transformasi kuasa maut dan kematian menjadi kuasa kasih yang menghidupkan.
Sekaligus menjadi pertanda bahwa kuasa Allah di dalam Yesus mampu menerobos
dan mengubah kegelapan maut dan kematian menuju terang kebangkitan yang
menghidupkan;
Keempat, setelah menyaksikan berbagai peristiwa yang menyertai penyaliban dan
kematian Yesus, maka kepala pasukan dan prajurid-prajurid Romawi yang menjaga
Yesus menjadi takut, dan mereka berkata: “Sungguh, IA ini adalah Anak Allah”
(ay.54). Mereka adalah representasi pihak penguasa kekaisaran Romawi yang diutus
untuk mengeksekusi penyaliban Yesus. Pengakuan ini menegaskan transformasi cara
pandang penguasa Romawi yang semula tidak percaya bahwa Yesus adalah Anak
Allah, menjadi percaya dan mengaku dengan mulutnya sendiri bahwa Yesus adalah
Anak Allah. Pengakuan ini didasarkan pada fakta-fakta lapangan yang mereka
saksikan sendiri tentang Yesus selama proses penyaliban berlangsung. Melalui fakta-
fakta yang mereka saksikan sendiri, mereka percaya bahwa Yesus benar adalah Anak
Allah.
Kelima, seluruh peristiwa penyaliban Yesus disaksikan oleh para murid perempuan
(ay. 55,56). Mereka adalah saksi yang tidak hanya mengikuti Yesus tetapi juga setia
mengikuti Yesus sampai di saat Kematian dan Kebangkitan Yesus. Di sini, terjadi

1
transformasi cara pandang sosial-budaya yang tidak mengakui peran public kaum
perempuan menjadi cara pandang yang terbuka terhadap partisipasi perempuan
sebagai murid Yesus yang setia berjalan bersama Yesus. Mereka bukan hanya
menjadi penyaksi mata peristiwa kematian Yesus, tetapi juga penyaksi mata yang
pertama kebangkitan Yesus. Mereka ikut menjadi saksi dan pemberita di ruang public
tentang fakta-fakta bahwa Yesus adalah Anak Allah.
Dengan demikian, kematian Yesus di Salib meneguhkan sebuah gerakan
transformasi kosmis. Simbol-simbol kekerasan, maut dan kematian ditransformasi oleh
Allah menjadi simbol-simbol nir kekerasan, cinta kasih dan kehidupan yang
bermartabat. Allah berkarya melakukan transformasi tersebut bukan hanya melalui
manusia tetapi juga melalui alam semesta. Seluruh ciptaan menjadi sakramentum
(tanda) kehadiran dan karya-karya Allah yang menghidupkan itu.
Merayakan hari Jumat Agung, Kematian Yesus di salib, harus dilakukan
berdasarkan cara pandang dan sikap iman yang terfokus bukan pada dukacita
kematian Yesus tetapi pada sukacita transfomasi yang dilakukan Allah melalui peritiwa
kematian Yesus di Salib. Baik melalui Perjamuan Kudus yang diikuti oelh warga
jemaat anggota Sidi Gereja, maupun ibadah Jumat Agung yang dihadiri warga jemaat
secara umum, mengajak kita untuk memahami dan berkomitmen untuk ikut bersama
dalam gerakan transformasi yang dikerjakan Allah.
 Transformasi simbol-simbol kekerasan yang melahirkan penderitaan,
dendam, dan kematian, menjadi simbol-simbol nir kekerasan penuh cinta
kasih yang malahirkan kehidupan bersama yang adil, damai, dan sejahtera.
 Transformasi cara pandang beragama yang eksklusif dan radikalisme
menjadi cara pandang beragama yang inklusif, universal, dan fungsional
yang melahirkan hidup bersama di dalam perbedaan secara damai dan
penuh penghargaan terhadap kekhasan agama masing-masing;
 Transformasi peran jender, di mana kaum perempuan yang oleh budaya
patriarki dibatasi peranannya pada ranah domestik (rumah tangga)
ditransfomasi ke ranah publik. Kaum perempuan bersama-sama dengan
kaum laki-laki menjadi penyaksi bahkan ikut berkarya bersama Allah di dalam
Yesus untuk mewujudkan hidup bersama yang adil, damai dan sejahtera.

Penutup
Upaya menafsir secara naratif kisah kematian Yesus menurut Injil Matius ini
difokuskan pada makna teksnya. Semoga para pengkhotbah dapat mempersiapkan
khotbahnya dengan mengembangkan 2 gagasan teologis tersebut secara kontekstual
sesuai konteks jemaat masing-masing. Eirene humin (salam sejahtera bagi saudari-
saudara semua)

1
MATERI BIMBINGAN KHOTBAH
Minggu, 09 April 2023 (Paskah I)

Oleh: Pendeta Jois Fabeat-Rooy


Nas Bacaan : Yohanes 20 : 1 - 10
Tema Bulan : Spirit Demokrasi : Dari Kematian ke Kebangkitan Yesus
Tema Paskah : Wartakanlah Berita Paskah Yang Membebaskan!

Pengantar
1. Hari ini kita merayakan Paskah atau kebangkitan Tuhan Yesus. Hari kemenangan
karena Ia telah mengalahkan maut dan memberikan kepada kita pengharapan
yang pasti. Dalam surat 1 Petrus 1: 3-4 tertulis: “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan
kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita
kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu
hidup yang penuh pengharapan, untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat
binasa, yang tidak dapat cemar, dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di
sorga bagi kamu.” Kebangkitan Tuhan Yesus sungguh bermakna. Iman kita tidak
menjadi sia-sia sebab Tuhan yang bangkit menjadi jaminan dan memberikan
kepada kita kemenangan atas dosa sehingga keselamatan kekal dapat dinikmati.
2. Tema Paskah tahun ini adalah: Wartakanlah Berita Paskah yang Membebaskan!.
Secara tematis, ada tiga kata kunci yaitu: “wartakanlah”, “berita paskah”, dan
“membebaskan”. Sebuah imperatif untuk mewartakan berita kebangkitan Kristus
sebagai wujud karya pembebasan Allah. Melalui Kristus yang bangkit, Allah
berperan membebaskan kehidupan manusia dari dosa dan kematian. Karena itu,
peristiwa paskah menjadi imperatif bagi gereja untuk turut membebaskan dunia ini
dari berbagai belenggu kehidupan, demi kelangsungan hidup seluruh ciptaan yang
lebih bermutu. Tema ini akan ditelaah dari perspektif teks bacaan Yohanes 20:1-
10.

Kajian Teks
 Narasi Yohanes 20: 1-10 dimulai dengan keterangan waktu bahwa kunjungan
Maria Magdalena ke kuburan Yesus terjadi di hari pertama minggu itu ketika hari
masih gelap. Kata Yunani yang digunakan untuk menunjukkan keterangan waktu
itu adalah proi, yang berarti fajar. Biasanya menunjukkan waktu pada pukul tiga
sampai enam pagi. Tidak ada informasi lanjut yang diberikan penulis, mengapa
Maria Magdalena pergi ke kubur Yesus sepagi itu. Beberapa penafsir menjelaskan
bahwa Maria Magdalena adalah perempuan yang pernah dibebaskan oleh Yesus
dari tujuh roh jahat. Bersama perempuan lainnya, ia melayani Yesus dan para
murid-Nya ketika mereka berjalan berkeliling dari kota dan desa memberitakan Injil
Kerajaan Allah (Lukas 8: 1-3). Karya pembebasan yang dilakukan Yesus terhadap
diri Maria Magdalena ini yang memotivasinya untuk datang membawa rempah-
rempah ke kuburan Yesus setelah kematian-Nya. Setelah tiba di sana, Maria

1
Magdalena melihat bahwa batu telah diambil dari kubur. Ia kemudian berlari untuk
menyampaikan fakta penglihatannya itu kepada Simon Petrus dan murid lain yang
dkasihi Yesus. Maria Magdalena berkata: “Tuhan telah diambil orang dari
kuburnya”. Ini sesuai dengan fakta yang dilihatnya di sana. Ia belum menyadari
kalau Yesus telah bangkit.
 Menarik untuk diperhatikan kalimat lanjutan yang disampaikan Maria Magdalena
yakni: “dan kami tidak tahu di mana Ia diletakkan.” (ay.2b) Maria Magdalena pergi
ke kubur sendiri, tetapi dia menggunakan kata kami ketika menyampaikan
berita itu kepada para murid. Secara tidak langsung ini mau menyiratkan bahwa
Maria tidak sendiri. Jika kita bandingkan dengan Injil yang lain, misalnya dalam
Markus 16: 1 dikatakan bahwa yang pergi ke kuburan itu antara lain: Maria
Magdalena, Maria ibu Yakobus dan Salome. Injil Markus dan Lukas menggunakan
kata mereka. Jadi, kata kami dalam Injil Yohanes ini mau menunjukkan Maria
sebagai perwakilan para perempuan lain yang ikut melayani Yesus selama Ia
hidup. Maria Magdalena tidak mau mengatakan dirinya adalah saksi tunggal fakta
kebangkitan itu. Ia tidak mau menjadi satu-satunya saksi dalam peristiwa
kebangkitan Yesus dan ingin mengikutsertakan orang lain baik perempuan
maupun laki-laki. Karena itulah Maria Magdalena dengan cepat bergegas
memberitahukan kabar kebangkitan Tuhan Yesus kepada Simon Petrus dan
Yohanes. Jadi, semua orang baik perempuan dan laki-laki sebenarnya diberikan
mandat atau perintah yang sama untuk menjadi pembawa berita sukacita tentang
Tuhan yang bangkit.
 Dalam bagian selanjutnya dijelaskan tentang reaksi para murid ketika mendengar
berita yang disampaikan Maria Magdalena. Di sini Rasul Yohanes menyelipkan
kesaksian pribadinya yaitu bagaimana Tuhan menolongnya mengatasi
ketidakmengertiannya. Semula dia tidak mengerti apa-apa yang disampaikan oleh
Maria Magdalena. Bersama Simon Petrus, ia ikut berlari ke kubur. Walaupun lebih
dulu sampai disitu, ia tercekat oleh keraguan untuk masuk kedalam (ay.5). Namun
sesudah melihat kain kapan terletak di tanah dan kain peluh yang tadinya ada di
kepala Yesus sudah tergulung (ay.6-7), Yohanes bersaksi bahwa ia melihatnya
dan percaya (ay.8). Sama seperti murid yang lainnya, Yohanes tadinya melihat
kesuraman masa depan. Ia melihat remuknya harapan, sakitnya kehilangan dan
kacaunya kehidupan. Namun di pagi paskah itu Tuhan mengalihkan pandangan
Yohanes pada tanda yang menunjuk pada sesuatu yang belum dilihatnya yaitu
bahwa Ia sudah bangkit. Tanda itu mengubah kepercayaannya. Tanda apakah itu?
Tanda kain kapan dan kain peluh. Kain kapan sudah tidak membungkus jasad
Yesus. Kain kapan tergeletak di tanah, sudah tidak ada isinya. Kain kapan itu
sudah ditinggalkan. Itu sebuah tanda bagi masa silam. Artinya kematian sudah
menjadi masa silam bagi Yesus. Sudah selesai. Itulah simbol kain kapan. Pada
waktu yang sama, Yesus juga meninggalkan kuburnya dengan rapi. Kain peluh
pun ditinggalkan-Nya dalam keadaan rapi tergulung. Kain peluh adalah simbol bagi
kebangkitanNya yang adalah masa depan. Di dalam kain peluh yang tergulung ,
Yohanes melihat bagaimana masa depan tergenggam utuh, tersusun rapi, terjaga
dan teratur sempurna di dalam kendali Yesus yang pergi meninggalkan kubur itu.

1
Seakan-akan hendak meninggalkan pesan penting: “Aku manata semuanya
dengan rapi termasuk masa depanmu.” Itulah yang membuat para murid menjadi
percaya. Setelah mengerti segala yang terjadi sesuai isi Kitab Suci bahwa Yesus
harus bangkit dari antara orang mati, Petrus dan Yohanes kembali pulang ke
rumah. Melalui peristiwa kebangkitan Tuhan Yesus, Maria Magdalena dan para
murid pun dibebaskan dari berbagai belenggu: ketakutan, kesedihan, tekanan dan
sebagainya. Kebangkitan Yesus menegaskan bahwa Dia-lah Sang Sumber Hidup
yang tidak tunduk di bawah kuasa maut, melainkan telah mengalahkannya. Itu
berarti, melalui kebangkitan Yesus manusia dibebaskan dari kuasa dosa dan
kematian, mendapatkan jaminan masa depan dalam kehidupan baru yang cerlang.

Pertimbangan Homiletik
Beberapa pikiran reflektis sebagai pertimbangan homiletik dengan merujuk pada tema
pemberitaan (Bulanan dan Mingguan):
1. Kita sungguh bersyukur sebagai orang-orang yang telah mengalami kemurahan
Allah yang bangkit. Melalui kebangkitan Yesus, kita diyakinkan bahwa kematian
tidak lagi berkuasa. Allah Sang Sumber Hidup yang berkuasa atas seluruh dunia
termasuk atas semua kuasa dosa dan kejahatan. Jadi setiap orang yang
merayakan Paskah adalah orang-orang yang harus dapat membebaskan diri dari
cengkraman dosa dan kematian karena memilih berada di luar Tuhan lalu
menjalani kehidupan sebagai pemberita kebangkitan Yesus. Pemberita yang
kehidupan spiritual dan fisiknya semakin lebih bermutu karena telah
diselamatkan dan ada di bawah kekuasaan Tuhan Sang Sumber Hidup.
2. Secara factual kehidupan yang sedang kita jalani masih dibelenggu oleh
berbagai kuasa dosa dan kematian. Kejahatan, ketidakadilan, kekerasan,
diskriminasi, kemiskinan, tekanan, penindasan dan sebagainya. Menjadi
imperatif bagi gereja untuk mewartakan berita paskah yang membebaskan itu
kepada dunia ini, karena gereja adalah representasi murid Tuhan yang telah
mengalami karya pembebasan Allah. Pewartaan atau pemberitaan yang
dilakukan gereja bukan hanya secara verbal, melainkan terwujud dalam akta
nyata. Kehidupan dalam pelayanan gereja, pekerjaan, jabatan, karier, potensi
dan harta adalah kesempatan memberitakan kebaikan Tuhan yang telah bangkit
dan menang. Bila kebaikan diwujudkan dalam pelayanan gereja dan kehidupan
seutuhnya, sesungguhnya Tuhan sudah kita beritakan. Responilah panggilan
pemberitaan yang membebaskan ini dengan sukacita dan berani. Berita Paskah
memang membebaskan. Membebaskan diri dari belenggu dosa dan kuasa maut,
supaya hidup dapat dijalani dalam kehidupan yang baru. Kehidupan yang
senantiasa bersedia membebaskan setiap orang berdosa, lemah dan menderita
dan menghadirkan kebaikan bagi sesama dan ciptaan Tuhan lainnya demi
kehidupan bermutu yang terus berlanjut di masa depan.
3. Silahkan ibu/ bapak menambahkan muatan pertimbangan homiletik ini sesuai
konteks jemaat masing-masing. Selamat Paskah bagi kita semua, shaloom!!!...

1
MATERI BIMBINGAN KHOTBAH
Senin, 10 April 2023 (Paskah II)

Oleh: Pendeta (Em.) H. Talaway, D.Th


Nas Bacaan : 1 Korintus 15 : 1 - 11
Tema Bulan : Spirit Demokrasi: Dari Kematian ke Kebangkitan Yesus
Tema Paskah : Wartakanlah Berita Paskah Yang Membebaskan!
Pengantar
etiap perayaan Paskah kita membutuhkan pemahaman dan pendalaman
S tentang makna Paskah bagi kehidupan seluruh ciptaan-Nya. Dalam 1
Korintus Paulus memulainya dengan teologi salib dan memuncaknya
dengan pengakuan akan kebangkitan Kristus dan pengharapan akan kebangkitan
orang percaya. Dalam teologi Paulus, salib dan kebangkitan Kristus memang dapat
dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Salib tanpa kebangkitan adalah sia-sia
belaka, sebaliknya kebangkitan tanpa salib adalah pelarian dari realitas hidup.
Dalam 1 Korintus 15, tergambar latar-belakang bahwa ada orang-orang
Korintus yang menolak ada kebangkitan orang mati (ay,12). Ini disebabkan karena
mereka terjatuh pada dualisme Yunani yang mempertentangkan tubuh dengan roh,
karena itu mereka tidak menghargai tubuh dan lebih mengutamakan roh. Jadi merek
sesungguhnya percaya bahwa kebangkitan roh/jiwa sekarang ini sudah terjadi dan
menolak adanya kebangkitan tubuh di masa depan. Pemikiran dualism Yunani itulah
yang ditolak oleh rasul Paulus. Seperti dalam Kekristenan mula-mula, Paulus pun
percaya bahwa yang material dan spiritual (roh dan tubuh), tidak terpisahkan dalam
manusia, juga dalam kematian dan kebangkitannya.
Sebagai respons terhadap masalah kebangkitan orang percaya di Korintus,
maka dalam 1 Korintus 15:1-58, Paulus berbicara tentang kebangkitan orang percaya.
Dasar dari kebangkitan orang percaya, yaitu: kebangkitan Kristus yang dibicarakannya
dalam 1 Kor 15:1-11 Oleh karena itu, perikop ini sebaiknya diberi judul: “ Kristus yang
dibangkitkan Allah dari antara orang mati.” Inti pemberitaan Paulus tentang
kebangkitan Kristus dari antara orang mati adalah berita Injil (kabar baik). Injil atau
kabar baik tentang kebangkitan dari antara orang mati yang hendak diberitakan
Paulus dalam 1 Korintus 15:1-11, bukan upaya untuk membuktikan kebangkitan
Kristus secara obyektif-ilmiah.

Kajian Teks (Penafsiran)


Paulus membahas 1 Korintus 15:1-11 dengan mengingatkan orang-orang di
Korintus mengenai Injil yang diberitakan kepada mereka supaya mereka tidak
mengabaikan hal yang paling penting dalam iman Kristen yaitu tentang Kristus yang
dibangkitkan dari antara orang mati (ay.1). Mereka akan diselamatkan oleh kekuatan
Injil yang menyelamatkan itu jika mereka sungguh-sungguh percaya. Tetapi jika
mereka menolak untuk percaya kepada Injil tentang kematian dan kebangkitan Kristus

1
yang telah diturunalihkan dari tradisi iman Kristen, maka sia-sialah iman mereka
(ay.2), sia-sialah iman dan pemberitaan Kristen (ay.14). Jadi, Paulus menekankan
bahwa pemberitaan tentang makna kematian dan Kebangkitan Kristus adalah masalah
iman yang paling mendasar, bukan masalah pembuktian fakta-faktanya.
Paulus mengakui bahwa hal yang paling penting ini, ia terima dari tradisi
pengakuan iman Kekristenan mula-mula (ay.3-5) yaitu, Kristus telah mati karena dosa-
dosa kita sesuai dengan kitab suci (PL). Penafsiran umum ialah Kristus sebagai
kurban untuk menebus dosa-dosa kita. Dalam dunia pada waktu itu, kurban itu selalu
dikaitkan dengan upaya penghapusan dosa. Namun gambaran metaforis ini perlu
ditafsirkan lebih dalam lagi: Yesus mati karena dosa kita dapat dilihat dari makna
negatif dan positif. Makna negatif, menyadarkan kita bahwa bait suci sebagai lembaga
monopoli pengampunan dosa. Bait suci mengklaim bahwa kurban yang layak di bait
suci sebagai jalan masuk kepada Allah, jalan rekonsiliasi dengan Allah. Dengan
mengatakan Yesus adalah kurban, maka Lembaga bait suci yang memonopoli
pengampuanan dosa dan akses kepada Allah tidak diperlukan lagi. Makna positif,
metafor Yesus sebagai kurban hendak memberitakan anugerah Allah yang
mengampuni dan merangkul semua orang tanpa bulu, sehinggga jalan masuk kepada
Allah yang mengampuni terbuka bagi semua orang, tidak lagi menjadi monopoli sistem
kepercayaan institusional.
“Bahwa Ia telah dikuburkan dan bahwa Ia telah dibangkitkan pada hari yang
ketiga, sesuai dengan kitab Suci. Sesuai dengan kitab suci untuk memberi dukungan
atoritas dari PL atas kematian dan kebangkitan Kristus. Yesus yang dikuburkan
mengacu kepada orang yang menguburkannya, tidak ada narasi dan interpretasi
kubur yang kosong, karena itu penguburan ini berarti bahwa Yesus sungguh-sungguh
telah mati. “Ia dibangkitkan pada hari yang ketiga” mengacu kepada Kristus yang
dibangkitkan oleh Allah. Itu berarti kebangkitan Kristus adalah karya Allah, bukan
karya manusia. Kristus yang dibangkitkan Allah, bukanlah sebuah ilusi, atau halusinasi,
bukan pula Yesus mengalami “mati-bangkit” (Allah menghidupkan Kembali mayat
Yesus dan kemudian Ia mati lagi). Yesus dibangkitkan bukan peristiwa yang bisa
divideokan, tetapi bahasa metaforis yang mengacu kepada karya Allah yang membuat
Yesus yang direndahkan, ditinggikanNya, Yesus yang tersalib sebagai yang bersalah,
dibenarkan dan dimuliakan Allah. Yesus mati dalam tubuh fisik yang fana dan dapat
mati, ditransformasikan Allah kepada tubuh spiritual (eksistensi baru) yang abadi dan
tidak dapat binasa. Di sini ada kesinambungan dan ketidaksinambungan.
Ayat 5-8 menarasikan ceritra penampakan kepada Kefas, kedua belas murid-
Nya, kepada lebih dari lima ratus orang, Yakobus, semua rasul-rasul, dan terakhir
kepada Paulus. Ceritra penampakan bukanlah pembuktian kebangkitan. Ceritra
penampakan hendak memperlihatkan Allah yang menyatakan diriNya di dalam dan
melalui Yesus dapat “terlihat” dalam pengalam iman para pengikutNya. Yesus yang
historis dapat dialami kehadiran-Nya sekarang, di sini dan di mana saja dengan cara
yang baru. Yesus dapat dialami bukan sekedar dalam kenangan masa lalu, tetapi
pada pengalaman di masa kini dan masa depan. Yesus dialami dalam pengalaman
sehari-hari di mana-mana, sebagai Tuhan (seperti Allah) dalam kuasa ilahi yang
menaklukkan kuasa-kuasa lain dan sebagai kuasa Roh yang menghidupkan dan

1
memberi kehidupan serta Kristus sebagai jalan yang mengajarkan jalan salib dan
kebangkitan sebagai jalan transformasi hidup yang baru.

Ayat 9-11 mengacu kepada kesaksian Paulus bahwa Ia sebenarnya di antara


para rasul, adalah orang yang paling hina, rendah dan kurang berarti, karena ia telah
menganiayai orang Kristen. Akan tetapi karena anugerah Allah (kasih karunia), ia
dijadikan rasul. Karena Allah yang begitu besar mengasihinya dan berkerja
bersamanya, maka ia termotivasi untuk bekerja lebih keras dari para rasul yang lain. Ia
pun menyadari bahwa tidak menjadi persoalan, apakah ia atau para rasul yang lain
memberitakan Injil (kabar baik) tentang kematian dan kebangkitan Kristus, sehingga
orang-orang di Korintus menjadi percaya. Dengan ini, Paulus hendak menyampaikan
bahwa hanya karena anugerah dan kasih Allah yang terus menyertainya, ia dan rasul-
rasul dapat mengemban tugas panggilan mereka. Karena itu tugas pemberitaan Injil
(kabar baik) itu harus dilandasi pada anugerah dan kasih Allah, bukan kepada
kesombongan diri, kemampuan dan jasa mereka. Kasih dan anugerah Allah itu
membuat yang tidak berarti menjadi berarti di dalam kasihNya.

Pertimbangan Homiletis
Ada beberapa pokok pikiran yang perlu dipertimbangkan dan dikembangkan secara
kontekstual dalam khotbah paskah:

1. Khotbah paskah sebaiknya difokuskan pada pemaknaan kematian dan


kebangkitan Kristus sebagai pemberitaan Injil atau kabar baik bagi semua
ciptaan, bukan sebagai upaya pembuktian kebangkitan sebagai fakta historis
yang obyektif-ilmiah.
2. Kebangkitan Kristus adalah karya Allah, bukan karya manusia. Tanpa perbuatan
Allah, tidak ada kebangkitan.
3. Kebangkitan Kristus menjadi dasar bagi iman kepada Allah yang terus menerus
mentransformasikan hidup manusia dan alam menuju ciptaan baru yang
dikehendakiNya.
4. Kebangkitan Kristus membuka mata kita untuk mengalami kuasa kehadiran Allah
dalam Kristus di mana dan kapan saja. Kuasa-Nya itu tampak dalam pengalaman
dan respons kita kini terhadap kuasa Roh-Nya dalam Kristus yang memelihara,
menghidupkan, membebaskan, menyelamatkan dan menakluklukan segala
kuasa jahat yang membelenggui, merusak dan menghancurkan kehidupan
manusia dan ciptaan yang lain.
5. Kematian dan kebangkitan Kristus mengacu kepada anugerah dan kasih Allah
yang besar yang membuat kita yang tidak berarti dan menjadi berarti dalam
tugas pelayanan kita di mana saja.

Selamat membuat khotbah yang setia kepada teks dan relevan terhadap konteks.

1
MATERI BIMBINGAN KHOTBAH
Minggu, 16 April 2023

Oleh: Pendeta (Em) Noor Refialy Latupapua

Nas Bacaan : Yohanes 20 : 11 - 18


Tema Bulan : Spirit Demokrasi: Dari Kematian Ke Kebangkitan Kristus
Tema Minggu : Kuasa Yesus Memulihkan Yang Sedih

Pengantar

K
ita masih ada dalam suasana sukacita Paskah karena kita baru saja
merayakan Paskah Kristus pada minggu kemarin (tgl. 9 April) setelah
tujuh minggu pra Paskah (sengsara) yang kita jalani sebelumnya. Pembacaan di
Minggu ini masih berkaitan dengan peristiwa kebangkitan Yesus, yaitu Yohanes 20:11-
18 yang menceritakan tentang penampakkan Tuhan Yesus yang pertama kepada
Maria Magdalena setelah Yesus bangkit. Siapa Maria Magdalena? Maria Magdalena
berasal dari desa Magdala di daerah Galilea. Daripadanya Yesus pernah
membebaskan tujuh roh jahat (Mk.16:9; Luk.8:2). Setelah dibebaskan dari gangguan
roh jahat Maria selalu setia mengikuti Yesus dalam pelayanan-Nya bersama para
murid bahkan hingga Yesus mati di salib dan dikuburkan (Mat. 27:56, 61). Nama
Maria Magdalena selalu didahulukan, bilamana disebut bersama sekelompok
perempuan dalam ketiga Injil Sinoptik. Hal ini menunjukkan bahwa dia dianggap
penting dan dihargai di dalam kelompok.

Penjelasan Teks
1. Keteguhan dan kesungguhan kasih sayang Maria Magdalena terhadap Tuhan
Yesus (ay.11).
Petrus dan murid yang lain yang dikasihi Yesus (Yohanes) sudah kembali ke
rumah (ay.10, perikop sebelumnya), namun Maria tetap berdiri dekat kuburan itu
sambil menangis. Maria merasa sangat kehilangan sosok yang sangat penting
dalam hidupnya. Semenjak Maria berjumpa dengan Tuhan Yesus dan memperoleh
kesembuhan dari kungkungan roh jahat lalu kemudian berjalan bersama dengan
Yesus dan juga para murid lainnya dalam berbagai aktivitas pelayanan hingga
Tuhan Yesus mati dan dikuburkan, Maria tahu bahwa Tuhan Yesus punya kuasa,
dan melalui kuasa Tuhan Yesus, Maria telah mengalami kebaikan-kebaikan Tuhan
Yesus dalam hidupnya. Karena itu demi rasa kasihnya yang dalam kepada Tuhan
Yesus, Maria pagi-pagi benar sudah datang ke kuburan Yesus karena di kuburan
itu jasad Tuhannya terbaring, dan disanalah ia rindu mendengar sesuatu kabar dari
Tuhannya. Namun yang dihadapinya adalah kubur kosong. Maria, karena itu tidak
lagi kuat menahan rasa sedih dan kecewa yang mendalam sehingga ia hanya

1
menangis di dekat kuburan Yesus. Apa yang dilakukan oleh Maria ini menunjukkan
bahwa dimana ada kasih yang sejati terhadap Yesus, disitu ada kesetiaan yang
teguh kepada-Nya, dan tekad hati yang bulat untuk melekat kepada-Nya (Matthew
Henry). Maria walaupun telah kehilangan Yesus, ingin tetap tinggal disamping
kubur-Nya demi Dia dan terus berada di dalam kasih-Nya. Dia tinggal di sana
sambil menangis, dan air matanya ini berbicara lantang akan kasih sayangnya
terhadap Tuhannya. Maria Magdalena adalah contoh yang baik sekali dari seorang
yang tetap mengasihi dan percaya walau pun ia belum bisa mengerti semuanya.

2. Kesedihan Maria begitu mendalam karena hanya fokus kepada kubur dan
kematian.
Kisah ini jika kita perhatikan dengan seksama maka kita akan memperoleh kesan
yang kuat bahwa seluruh perhatian Maria Magdalena tertuju hanya kepada
kuburan dan kematian. Atau dengan kata lain, Maria sangat terperangkap dalam
suasana kematian dan kuburan yang kosong. Dari tujuan kedatangannya ke
kuburan pagi-pagi benar sampai dengan percakapannya dengan malaekat maupun
juga dengan Yesus yang sudah bangkit menegaskan hal ini. Ia datang ke kuburan
pagi-pagi benar dengan tujuan untuk merempahi jasad Yesus sekaligus menangisi
Yesus yang mati. Ketika yang dijumpainya adalah kubur kosong maka dia ingin
mencari dan menemukan jasad Yesus yang hilang. Dan dalam jawabannya
terhadap pertanyaan malaekat “Ibu, mengapa engkau menangis?”, ia berkata,
“Tuhanku telah diambil orang dan aku tidak tahu dimana Ia diletakkan” (ay.13). dan
terhadap pertanyaan Yesus “Ibu, mengapa engkau menangis? Siapakah yang
engkau cari? dia pun menjawab, ”Tuan, jikalau Tuan yang mengambil Dia,
katakanlah kepadaku dimana Tuan meletakkan Dia supaya aku dapat
mengambilnya” (ay.15). Maria memang sangat mengasihi Yesus dan selalu ingin
dekat dengan-Nya namun Yesus yang Maria bayangkan adalah Yesus yang mati
dan jasad-Nya kini hilang sehingga yang bisa dia lakukan hanya menangis sambil
menjenguk ke dalam kubur yang sudah kosong itu (ay.11b). Kehadiran malaikat
dan bahkan Yesus dihadapannya pun tidak mampu mengalihkan dan
membebaskan perhatiannya dari kubur dan kematian. Bagi Maria, kematian dan
kubur adalah akhir dari kehidupan sehingga dia tidak mampu untuk memandang
jauh ke depan, melampaui kuburan dan kematian yaitu kepada kebangkitan. Maria
mengalami kesedihan yang dalam karena membiarkan hati dan pikirannya
terperangkap pada suasana kematian dan kubur yang kosong. Dari sini Yohanes
hendak menjelaskan bahwa sampai dengan saat kebangkitan Tuhan Yesus pun
para murid belum memahami seluruh isi kitab suci (ay.9).

1
3. Perjumpaan dengan Yesus yang bangkit merubah dukacita menjadi sukacita.
Dalam kesedihan yang dalam dan disertai keputusasaan karena tidak menemukan
jalan keluar, Maria menoleh ke belakang, ke arah dimana Yesus yang sudah
bangkit berdiri. Mulanya Maria mengira bahwa Yesus adalah penunggu taman.
Frasa: “… menoleh ke belakang dan melihat Yesus berdiri disitu” (ay.14b)
mempunyai makna yang penting. Menoleh kebelakang berarti mengalihkan fokus
dari kubur dan kematian kepada kehidupan. Sebab dengan menoleh ke belakang
(mengalihkan perhatian kari kuburan yang tidak memberi harapan kepada Yesus
yang memberi hidup) Maria dapat melihat Yesus yang sudah bangkit. Memang,
pada mulanya Maria belum mengenal Yesus yang sudah bangkit. Menurut William
Barclay, Hal dimana Maria belum mengenal Yesus tidak perlu dicari alasan-alasan
yang rumit tentang mengapa Maria tidak mengenal Yesus sebab hanya karena
banyaknya air mata saja yang menghalanginya mengenali Yesus yang berdiri di
belakangnya (Bacrley W. Pemahaman Alkitab setiap hari, Injil Yohanes). Maria
baru mengenal Yesus yang bangkit ketika namanya disebut oleh Yesus. Hanya
dengan satu kata, “Maria”. Satu panggilan yang sangat akrab, satu panggilan yang
menyatakan pengenalan, cinta kasih, belas kasihan, pengertian serta teguran
untuk keluar dari pandangan tentang kubur kosong dan kematian kepada
kebangkitan dan hidup. Panggilan ini sudah cukup bagi Maria untuk mengenal
bahwa itu adalah Yesus. Sama seperti Yesus mengenal suara domba-dombanya
maka Maria pun mengenal suara Gembalanya. Maka dengan berjumpa dengan
Yesus yang bangkit, dukacita Maria diubah menjadi sukacita. Sebagai respons
Maria terhadap perjumpaan dengan Yesus yang bangkit maka Maria secara
spontan menyapa Yesus dengan berkata, “Rabuni” yang artinya Guru. Ada
penafsir yang mengatakan bahwa sebutan Rabuni terhadap Yesus yang bangkit
menunjukan bahwa Maria masih belum memahami secara benar tentang diri
Yesus. Tetapi jangan lupa bahwa satu hal yang ingin ditonjolkan oleh penginjil
Yohanes tentang Maria Magdalena melalui sebutan Rabuni kepada Yesus yaitu
bahwa Maria disini menyetarakan dirinya sebagai murid yang sama dengan para
murid yang lain. Bahwa komunitas Yesus sangat mengedepankan kesederajatan
antara laki-laki dan perempuan. Maka jika murid yang dikasihi (Yohanes) disebut
sebagai murid Yesus yang pertama melihat dan percaya atas peristiwa
kebangkitan Yesus (ay.8) maka Maria Magdalena adalah murid perempuan yang
pertama berjumpa dengan Yesus yang bangkit (ay.16-17), sekaligus murid
perempuan yang pertama memberitakan kebangkitan Yesus (ay.18).

4. Janganlah engkau memegang Aku … Tetapi pergilah...


Dalam bahasa aslinya kata yang digunakan sebenarnya berarti “menahan” atau
“merintangi”. Jadi, kata-kata “jangan engkau memegang Aku” dimaksudkan
sebagai jangan engkau menahan/merintangi Aku”, frasa ini bersifat larangan.

2
Mengapa Yesus melarang Maria menahan Dia? Kalimat Yesus yang selengkapnya
telah menjelaskan hal itu. Yesus berkata: Janganlah engkau memegang Aku,
sebab Aku belum pergi kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudara-Ku
dan katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku
dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu” (ay. 17). Dari ayat ini kita dapati dua
alasan mengapa Yesus melarang Maria menahan Dia. Pertama, karena Yesus
“belum (harus) pergi kepada Bapa”. Sebab yang jelas bahwa Yesus segera
memasuki babak hidup yang baru. Ia bukan lagi hidup bersama murid-murid-Nya di
dunia, melainkan sudah saatnya Yesus akan hidup dengan Bapa-Nya di sorga.
Kedua, karena Yesus tidak menghendaki Maria kagum dan terpesona, lalu
memuaskan diri dengan memegang Yesus erat-erat sebagai miliknya. Yesus tidak
kehendaki apabila peristiwa kebangkitan-Nya hanya sekadar untuk meluapkan
emosi, apabila peristiwa agung ini hanya membuat Maria ingin memeluk Yesus,
lalu akibatnya Yesus tidak bisa ke mana-mana dan Maria pun tidak bisa ke mana-
mana. Padahal yang Tuhan Yesus kehendaki adalah agar Maria pergi menjumpai
orang-orang lain (saudara-saudaranya) dan mengabarkan kebangkitan-Nya. Jadi
yang Yesus kehendaki adalah bahwa setelah peristiwa kebangkitan-Nya (Paskah)
ada misi yang harus dikerjakan. Yesus harus pergi kembali kepada Bapa di sorga.
Namun pekerjaan-Nya (missi-Nya) harus berjalan terus. Ayat 18; Akhir kisah ini
Maria pergi dan berkata kepada para murid: “Aku telah melihat Tuhan”. Frasa ini
begitu penting bagi Maria Magdalena. Frasa ini merupakan sebuah pengakuan
iman Maria yang berjumpa dengan Yesus yang bangkit yang melaluinya dia kini
bersaksi kepada orang lain tentang Tuhan Yesus yang bangkit itu. Perjumpaannya
dengan Yesus telah membuka mata imannya untuk mengakui bahwa Yesus
adalah Tuhan yang bangkit dan oleh sebab itu berita tentang peristiwa kebangkitan
Yesus ini harus disaksikan kepada orang lain sampai ke seluruh dunia. Maria,
karena itu, dengan sangat pro-aktif melaksanakan perintah Yesus untuk
meneruskan missi yang ditinggalkan dan dipercayakan Yesus kepadanya. Dengan
ini maka Maria Magdalena adalah murid yang pertama melihat Yesus yang bangkit
dan sekaligus saksi pertama dari peristiwa kebangkitan itu. Ini amat penting bagi
kita semua bahwa bukan saja Maria dan murid-murid Yesus yang lain yang harus
mengerjakan dan meneruskan missi itu melainkan kita semua orang percaya
(gereja). Yesus harus pergi … dan kita pun harus pergi. “Pegilah kepada saudara-
saudara-Ku,” begitu pesan Yesus setelah Ia bangkit. Kita semua diminta untuk
melakukan sesuatu bagi Yesus: pergi menemui saudarta-saudara kita yang adalah
saudara-saudara Yesus.

2
Pertimbangan Homiletik
Perikop ini dikhotbahkan pada hari minggu, 16 April 2023, satu minggu
sesudah Paskah Kristus, dengan tema Kuasa Yesus Memulihkan Yang Sedih.
Maka dengan memperhatikan kisah Maria Magdalena dalam perikop ini, ada beberapa
hal yang kiranya dapat menjadi pertimbangan:
1. Maria adalah contoh yang baik untuk belajar mengasihi dan beriman kepada
Tuhan Yesus. Bahwa dia pernah mengalami masa-masa kepedihan yang dalam
karena kematian Tuhan Yesus. Kesedihannya itu begitu dalam karena dia terlalu
fokus pada suasana kematian itu. Akibatnya seluruh hidupnya terperangkap
kedalam suasana kepedihan itu sehingga ia hanya bisa hadapi dengan tangisan air
mata. Jika kita terlalu fokus kepada persoalan dan beban hidup yang kita hadapi
maka kita tidak akan pernah memperolah kekuatan untuk menghadapinya karena
hidup kita terperangkap dalam situasi tersebut. Maka sama seperti Maria yang
memandang kepada Yesus sehingga ia dimampukan untuk keluar dari suasana
kepedihan itu maka demikianlah dengan kita ketika menghadapi persoalan yang
mendatangkan kepedihan. Janganlah terperangkap ke dalam suasana itu tetapi
pandanglah kepada Tuhan Yesus yang bangkit maka kita akan dikuatkan untuk
keluar dari sutiasi yang tidak menyenangkan itu.
2. Dukacita Maria berubah menjadi sukacita karena perjumpaan dengan Tuhan
Yesus yang bangkit. Pengalaman Maria ini juga mesti menjadi pelajaran iman yang
baik kepada kita. Hanya dengan berjumpa dengan Yesus yang bangkit maka kita
pun akan mengalami hal yang sama seperti Maria Magdalena. Kadang ketika kita
mengalami beban hidup yang berat yang membuat kita kecewa, sedih dan putus
asa kita tidak datang untuk berjumpa dengan Tuhan Yesus yang bangkit tetapi kita
mencari pertolongan dari kekuatan lain di luar Tuhan Yesus. Akibatnya bukan
solusi yang kita peroleh tetapi justeru beban hidup semakin berat.
3. Seperti Maria Magdalena maka kita pun hendaknya menjadikan peristiwa
kebangkitan Tuhan Yesus sebagai kesempatan untuk bersaksi kepada orang lain,
terutama mereka yang mengalami beban hidup yang berat yang membuat mereka
hidup dalam kesehidan dan ketidakberdayaan. Para murid Yesus saat itu sedang
berada dalam kesedihan, ketakutan dan tanpa harapan kerena peristiwa kematian
Tuhan Yesus. Maria justeru disuruh untuk menjumpai mereka yang sedang dalam
situasi yang tidak menguntungkan itu. Itulah panggilan paskah yang sebenarnya.
Seperti dikatakan oleh Pak Eka Darmaputra: Paskah bagi Yesus, bukanlah hanya
untuk meluapkan emosi dan nostalgia seperti layaknya dalam sebuah reuni.
Paskah, menurut yang Yesus kehendaki, harus kita jadikan awal dari sebuah missi
terutama bagi mereka yang mengalami beban hidup yang berat.
4. Dapat dikembangkan sesuai konteks.

2
MATERI BIMBINGAN KHOTBAH
Minggu, 23 April 2023

Oleh: Pendeta (Em) Marleen. R. Tuhusula - Talakua

Bacaan Alkitab : Mazmur 116 : 1 - 14


Tema Bulan : Spirit Demokrasi: Dari Kematian Ke Kebangkitan Yesus
Tema Minggu : Tuhan Meluputkan Orang Yang Mengasihi-Nya

PENGANTAR

K
ita baru saja merayakan peristiwa Paskah, Kebangkitan Yesus, setelah
memaknai perayaan minggu sengsara-Nya selama 7 minggu. Peristiwa
Paskah mengingatkan kita bahwa Kristus yang bangkit memberi jaminan kehidupan
bagi seluruh ciptaan-Nya. Walaupun diperhadapkan dengan berbagai ancaman yang
mematikan, namun jika kita berseru, berserah dan percaya pada Yesus serta setia
melakukan kehendak-Nya maka kehidupan-lah yang akan menjadi milik kita.
Kehidupan yang dimaksudkan bukanlah sekedar bernafas, namun kehidupan yang
penuh makna, kehidupan yang berkelanjutan untuk mewujudkan damai sejahtera Allah
bagi seluruh ciptaan-Nya di bumi ini.
Tema pemberitaan Firman di minggu ini, “Tuhan Meluputkan Orang Yang
Mengasihi-Nya”, tidak dapat dipisahkan dari Tema Pemberitaan bulan April, “Spirit
Demokrasi: Dari Kematian Ke Kebangkitan Yesus. Oleh sebab itu Tema pemberitaan
minggu ini akan dapat kita pahami dalam nuansa Kebangkitan Yesus, bahwa
Kebangkitan Yesus meluputkan semua ciptaan Allah dari ancaman kehancuran dan
kematian karena dosa manusia.
Dalam bacaan kita, Mazmur 116:1-14, pemazmur menceriterakan
pengalaman spiritualnya setelah diluputkan dan diselamatkan oleh Tuhan Allah
melewati berbagai tantangan dan kesesakan yang berat. Pemazmur seperti bergerak
dari kematian menuju kehidupan dan untuk mensyukuri kasih Tuhan yang
menganugerahkan kehidupan itu, pemazmur bertekad untuk menjalani hidupnya
sesuai dengan kehendak Tuhan, hidup yang jadi berarti bagi banyak orang dan bagi
kemuliaan Nama Tuhan

KAJIAN TEKS
Mazmur 116 adalah mazmur ucapan syukur yang sarat dengan pengakuan-
pengakuan pemazmur yang penuh syukur. Mazmur ini termasuk kelompok nyanyian
pujian “hallel” yang sering dibacakan pada hari raya tertentu termasuk hari raya
Paskah Yahudi. Nyanyian syukur ini sangat bersifat pribadi, namun rupanya
pemakaiannya dalam kumpulan Mazmur Haleluya yang sering digunakan untuk
mengiringi persembahan korban syukur yang dipersembahkan untuk membayar nazar

2
(ay.14). Pemazmur mengawali nyanyian syukur ini dengan puji-pujian karena
diselamatkan oleh Tuhan dari kesulitan, kesesakan, sakit penyakit, dan banyak
persoalan lain, ibarat tali-tali maut yang melilitnya. Melalui pengalaman ini, pemazmur
lebih mengenal Allah sebagai Allah pengasih, adil dan penyayang. Pemazmur lebih
mengetahui bahwa Allah bertindak untuk menolong, meluputkan, membebaskan,
memelihara, memberi secara limpah dan menyelamatkan. Dalam kaitan dengan tema-
tema pemberitaan, maka fokus pemberitaan firman akan diarahkan pada dua hal :

Tuhan Yang Bangkit Meluputkan Manusia Dari Belenggu Maut


Pemazmur memiliki pengalaman spiritual yang sangat kuat dengan Tuhan
Allah, justru disaat ia mengalami banyak kesesakan sampai pada ancaman kematian,
namun Tuhan Allah yang penuh kasih itu, meluputkannya dan menganugerahkan
hidup kepadanya. Hal itu digambarkan oleh pemazmur dalam berbagai pengakuannya
tentang Allah. Pemazmur mengalami banyak kebaikan Tuhan Allah dalam kurun waktu
yang sangat panjang dengan peristiwa yang sangat beragam. Oleh sebab itulah
pemazmur menuangkan pengakuan dan pujiannya hanya kepada Tuhan Allah.
Pertama. Tuhan Allah menyendengkan telinga-Nya dan mendengarkan suara
permohonan. “..Ia mendengarkan suaraku dan permohonanku..” (ay1.b) Dalam
kesesakan pemazmur berseru dengan sungguh – sungguh memohon belas kasihan
Tuhan Allah dan Allah mendengarkan dia, yakni dengan murah hati-Nya, Allah
menerima doanya, memperhatikan masalahnya, memberi jawaban yang
melegakannya. “…Ia menyendengkan telinga-Nya kepadaku..” (ay.2.a) Hal ini
menunjukkan kerelaan dan kesediaan Tuhan Allah untuk mendengarkan doa, seolah-
olah IA merapatkan telinga-Nya lebih dekat kepada orang yang melafaskan doa, untuk
mendengarkan meskipun hanya dibisikkan dengan keluhan-keluhan yang tidak
terucapkan tetapi Tuhan Allah memperhatikan dan mendengarkan.
Kedua, Tuhan Allah meluputkan dan menyelamatkan. “…Engkau telah
meluputkan Aku dari pada maut, dan mataku dari pada air mata, dan kakiku dari pada
tersandung” (ay.8) Tuhan Allah yang meluputkan dapat diartikan sebagai
menghindarkan atau juga melepaskan dari tali-tali maut yang membelit, tetapi juga
memulihkan dari kesulitan, kesakitan yang sementara dialaminya. Tuhan Allah
meluputkan mata mereka dari air mata, yaitu meluputkan hatinya dari dukacita yang
berlebihan, menghibur orang-orang yang sedang bersedih hati, melepaskan kain
kabung dari mereka dan mengenakan pakaian sukacita. Tuhan Allah meluputkan kaki
mereka dari pada tersandung, artinya Tuhan Allah memegang tangan dan
mengendalikan kaki agar tidak tersandung dan terperosok kedalam lumpur dosa.
Ketiga, Tuhan Allah menunjukkan diri-Nya sebagai Allah yang pengasih,
penyayang dan adil. “Aku sudah lemah, tetapi diselamatkan-Nya aku” Hal ini
menunjukkan bahwa Tuhan Allah berpihak kepada orang-orang yang lemah dan
tertindas dan dalam belas kasihan-Nya Ia memelihara orang-orang yang sederhana,

2
yaitu orang-orang yang tulus dan jujur tanpa kepalsuan, tidak mengandalkan
kemampuan diri tetapi mereka yang berserah diri hanya kepada Tuhan dan
menempatkan diri didalam perlindungan Tuhan. Mereka adalah orang-orang yang
pasti diselamatkan oleh Tuhan Allah.

Tuhan Yang Bangkit Menganugerahkan Hidup Yang Berkelanjutan


Pemazmur menggambarkan realitas hidupnya bukanlah bergerak dari
kehidupan kepada kematian tetapi justru dari kematian menuju kehidupan. Gambaran
ini adalah juga gambaran kematian Yesus yang merupakan jalan penderitaan-Nya
yang berakhir dengan Kebangkitan, yaitu Kehidupan kekal yang dianugerahkan
kepada setiap orang yang mengasihi-Nya. Untuk mengungkapkan rasa syukur dan
terima kasihnya kepada Tuhan, karena telah diluputkan dan diselamatkan dari maut,
pemazmur bertekad untuk membangun hidup yang berkenan di hadapan Tuhan. Hal
ini diungkapkan dalam berbagai bentuk pengakuan pemazmur.
Pertama, “aku akan mengasihi Tuhan…”(ay.1) kasih pemazmur kepada
Tuhan merupakan responsnya terhadap kasih Allah yang telah mendengar
teriakannya minta tolong dan menyelamatkannya. Kedua, “aku akan terus berseru
kepada-Nya” (ay.2,13,17), berseru kepada Allah di dalam doa adalah hal yang sangat
penting dalam kehidupan orang percaya ibarat nafas hidup. Berseru kepada Allah
sepatutnya menjadi nafas hidup yang berhembus setiap saat, tanpa berhenti, bahkan
jika situasi sudah semakin baik, jangan pernah berhenti untuk berseru kepada Allah di
dalam doa dan permohonan. Ketiga, “jiwaku akan menjadi tenang karena Tuhan selalu
bersamaku” (ay.7) ketika meyakini penyertaan dan perlindungan Tuhan yang ajaib,
jiwa akan menjadi tenang, tidak ada rasa takut dan gelisah maupun bimbang apalagi
berputus asa. Keempat, “aku akan berjalan di hadapan Tuhan, di negeri orang-orang
hidup” (ay.9) artinya bahwa ketika Tuhan menganugerahkan kehidupan, serentak
dengan itu IA memberi tanggungjawab untuk menjalani hidup itu dengan melakukan
segala yang baik, mendatangkan damai dan sejahtera, menjadikan semua ciptaan-
Nya dapat menikmati hidup pemberian-Nya. Itulah panggilan untuk membangun hidup
yang berkelanjutan. Semua itu akan dapat dilakukan jika orang bersedia untuk
berjalan di hadapan Tuhan, dan bersama dengan Tuhan. Kelima, “aku akan
membayar nazar ucapan syukurku kepada Tuhan” (ay.14), nazar adalah ikatan janji
untuk setia kepada Allah, bahwa jika Allah setia membebaskan dan menghidupkan
manusia, maka manusiapun berkewajiban untuk tetap menjadi setia kepada Allah,
baik atau tidak baik waktunya.

PERTIMBANGAN HOMILETIS
1. Kebangkitan Kristus mengajarkan kepada kita bahwa Hidup yang kita jalani adalah
anugerah Tuhan, hargailah dan syukurilah setiap pernyataan kasih-Nya yang
memberi hidup, dengan menjalani kehidupan yang berkenan bagi-Nya. Belajarlah

2
menghargai hidup pemberian Tuhan sejak saat ini, jangan tunggu sampai ada
masalah baru belajar menghargai hidup. Hidup yang berharga di mata Tuhan,
membuat kita makin menghayati kehadiran dan keberadaan Tuhan yang sangat
mempedulikan keberadaan umat-Nya dan tidak dibiarkan umat-Nya sendiri
menghadapi berbagai tantangan dan persoalan
2. Kebaikan Allah yang bernilai kekal itu harus direspons dengan sikap yang mulia
yaitu mengabdi sebagai hamba yang setia dan makin mengasihi Yesus, Tuhan
kita. Bagi orang yang percaya, panggilan untuk mengasihi Tuhan adalah hukum
yang terutama yaitu: “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, segenap
jiwamu, segenap akal budimu dan segenap kekuatanmu dan kasihilah sesamamu
manusia seperti dirimu sendiri…” (Ul.6:5 ; Mark.12:30-31) Jika kita mengasihi
Tuhan bukanlah supaya kita dikasihi, tetapi karena kita sudah dikasihi oleh Allah,
kita sudah merasakan kasih dan kemurahan Tuhan Allah yang meluputkan,
membebaskan dan menyelamatkan dari kuasa dosa dan maut, maka kita patut
mengasihi-Nya. Mengasihi Tuhan juga harus diwujudkan lewat kasih kepada
sesama, dengan berjuang bersama orang-orang yang tertindas, orang-orang yang
sakit, untuk menghadirkan hidup yang penuh syukur. Mengasihi Tuhan hendaklah
dihidupi dalam setiap desah nafas, setiap lafasan kata, dan setiap langkah kaki,
artinya menjadi nyata dalam seluruh aktifitas hidup orang percaya.
3. Silakan dikembangkan sesuai dengan pergumulan di tiap jemaat masing-masing..!
Selamat berkhotbah…!

2
MATERI BIMBINGAN KHOTBAH
Minggu, 30 April 2023

Oleh: Pendeta Jan. Z. Matatula

Nas Bacaan : 2 Korintus 5 : 11 - 21


Tema Bulan : Spirit Demokrasi : Dari Kematian ke Kebangkitan Yesus
Tema Mingguan : Jadilah Pelayan Pendamaian

Pengantar:

K
ita bersyukur kepada Allah kehidupan, Allah dalam Kristus Yesus yang
terus menuntun hidup kita sebagai Gereja dan orang-orang percaya
sampai diminggu terakhir bulan April tahun 2023 dengan segala dinamikanya.
Bahkan kita masih berada dalam suasana perayaan Paskah Kristus, sambil berarak
menuju perayaan Kenaikan Tuhan Yesus ke sorga.
Bicara tentang Perayaan Paskah Kristus, maka Paskah Kristus adalah bagian
yang utuh dari rangkaian Karya Penyelamatan Allah melalui AnakNya Yesus Kristus
yang diaktakan mulai dari pelayananNya, PenderitaanNya, KematianNya di kayu salib,
KebangkitanNya, Kenaikan Yesus ke sorga sampai dengan keturunan Roh Kudus.
Semua rangkaian peristiwa ini menegaskan tentang prakarsa Allah, inisiatif Allah
untuk mendamaikan diriNya dengan manusia berdosa melalui AnakNya Yesus
Kristus. Supaya melalui karya Pendamaian Allah itu, manusia dibenarkan dan
mendapatkan kesempatan untuk menikmati kehidupan kekal.
Tentu Karya Pendamaian Allah ini tidak saja diterima Gereja dan orang-orang
percaya sebagai sebuah anugerah, tetapi mesti direspons dengan rasa syukur melalui
komitmen yang kuat, untuk meneruskan Karya Pendamaian Allah dalam bentuk
Pelayanan Pendamaian bagi dunia. Pentingnya meneruskan Pelayanan Pendamaian
itu ditegaskan melalui Tema Mingguan yang ditetapkan LPJ GPM pada minggu ini,
yaitu; Jadilah pelayan Pendamaian.
Tema ini merupakan ajakan sekaligus perintah bagi gereja sebagai institusi,
tetapi juga sebagai persekutuan orang-orang percaya untuk menjadikan dirinya
sebagai pelayan pendamaian, dengan segala resikonya. Nah untuk membekali
setiap orang melakukan tanggung jawab sebagai pelayan pendamaian itu, LPJ GPM
menetapkan teks Alkitab ; 2 Korintus 5:11-21 sebagai bahan perenungan.

Memahami Teks Dalam Konteks Kita.


Memahami Teks 2 Korintus 5:11-21 ini, kita mesti menempatkannya sebagai
satu kesatuan dari 2 Korintus pasal 3 ; 1 s/d pasal 6; 13, yang berbicara tentang
penugasan dan pelayanan rasul Paulus. Pada bagian ini Paulus menghadapkan
argumentasinya tentang Jabatan Kerasulan dan Injil yang diberitakannya. Hal ini

2
disebabkan adanya beberapa orang dari kalangan jemaat di Korintus yang
meragukan Jabatan Kerasulan Paulus dan Injil yang diberitakannya. Mereka
terpengaruh oleh ajaran sesat yang diberitakan musuh-musuh Paulus, yang oleh
Paulus disebut dengan istilah “saudara-saudara palsu” (bd. Galatia 2:4). Karena itu
untuk menjawab keraguan mereka atas kewibawaan dan integritas Paulus sebagai
Rasul Kristus, Paulus menjelaskan tentang pelayanannya dan motivasinya dalam
melayani.
Penjelasan Paulus ini tidak bermaksud untuk membela diri (apologet), tetapi
Paulus ingin menghadapkan sebuah pendekatan “pastoral-apostolat”, dari seorang
Rasul yang menginginkan warga jemaatnya, mengambil jalan yang benar dengan
menggagas sebuah bentuk pelayanan bagi Jemaat Korintus, yang disebut dengan
pelayanan pendamaian sebagaimana terbaca dalam teks kita 2 Korintus 5:11-21.
Selanjutnya, bila teks ini ditelaah dengan baik, maka paling kurang ada 3 hal
pokok yang hendak disampaikan sebagai bahan perenungan.

Pertama: Integritas seorang Pelayan Kristus dalam pelayanan pendamaian


(Ay. 11 - 15).
Mengawali penjelasan Paulus tentang Pelayanan Pendamaian, ia terlebih
dahulu menghadapkan integritas dan komitmennya sebagai seorang rasul Kristus
kepada jemaat dengan cara meyakinkan jemaat bahwa motivasinya dalam melayani
adalah murni untuk melayani Tuhan dan jemaat. Integritas dan komitmennya sebagai
pelayan pendamaian itu dijelaskan melalui 4 hal pokok yaitu;
(1). Takut akan Tuhan dalam melayani.
Paulus menegaskan bahwa Pemberitaan Injil yang dilakukannya didasarkan
atas rasa takut akan Tuhan. Tegasnya; “Kami tahu apa artinya takut akan Tuhan,
karena itu kami berusaha meyakinkan orang” (ayat 11a). Frase takut akan Tuhan
disini bukan berarti ketakutan, tetapi menunjuk pada sikap hormat, taat dan kagum
kepada Allah. Jadi pernyataan takut akan Tuhan ini hendak menegaskan bahwa
dengan rasa hormat, dengan sikap taat dan kagum pada Allah, Paulus mendasari
pelaksanaan tugas pelayanan yang dipercayakan kepadanya. Rasa takut akan Tuhan
dalam pelayanan ini penting, karena bagi Paulus tidak satupun pelayanan yang
dilakukan lepas dari penglihatan Allah. Semuanya terbuka dihadapan Allah. Bahkan
Allah melihat kedalaman hati. Ungkapan yang digunakan adalah ; “…Bagi Allah hati
kami nyata dengan terang…” (11b). Bahkan semua pelayan akan
mempertanggungjawabkan pelayanannya dihadapan Allah. (bd.5:10).

(2). Tidak mencari pujian diri dalam pelayanan.


Hal ini disampaikan dalam ayat 12a katanya; “dengan ini kami tidak berusaha
memuji-muji diri kami”. Pernyataan ini menegaskan bahwa tidak ada motivasi untuk
memperoleh pujian dari pelayanan yang dilakukannya, yang kemudian membuatnya

2
bermegah. Paulus malah menunjukan tentang kemurnian hatinya dalam pelayanan.
Sebab dengan kemurnian hatinya dalam melayani, Paulus berharap jemaat akan
membanggakan dan memegahkan dirinya bahkan membela dirinya dihadapan musuh-
musuhnya, yang memberitakan Kristus dengan tujuan untuk mencari kemegahan
lahiriah dan popularitas yang ditunjukan melalui kemampuan dan kedudukan mereka
(bd.11; 22-23).

(3). Tidak menyombongkan karunia yang dimiliki dalam melayani.


Paulus menegaskan bahwa pelayanan yang dilakukan bagi umat apakah
dalam bentuk pelayanan pastoral maupun pengajaran atau khotbah, semuanya
disampaikan dalam keadaan sadar, yang dijelaskan melalui frase ; “ menguasai
diri”, bukan dalam keadaan tidak sadar yang dijelaskan melalui frase “tidak menguasai
diri”. Tidak menguasai diri yang dimaksudkan disini, menunjuk pada penggunaan
bahasa roh yang menempatkan orang dalam suasana ekstase.
Disini, Paulus tidak mengikuti kecenderungan Para Pekabar Injil lainnya,
yang membanggakan dirinya karena mengandalkan bahasa roh dalam melakukan
pelayanannya. Itu tidak berarti bahwa Paulus tidak bisa berbahasa roh, atau
menolak bahasa roh, sebagaimana diragukan oleh para pengecamnya. Paulus malah
bersaksi bahwa ia justru memperoleh karunia berbahasa roh lebih dari yang lain. (bd.
1 Kor.14:18). Tetapi karunia itu tidak harus dibanggakan, karena jauh lebih penting
adalah bagaimana berita Injil itu sampai kepada umat, dengan bahasa yang dapat
dimengerti. Sebab itu, ia lebih memilih mengucapkan lima kata yang dapat
dimengerti oleh Jemaat dari pada beribu-ribu kata dalam bahasa roh yang tidak
dimengerti jemaat. (bd. 1 Kor.14; 19). Bahasa roh digunakan Paulus, saat ia berada
dalam persekutuan dengan Tuhan. Saat ia berbicara kepada Tuhan.

(4). Kasih Kristus adalah dasar dari pelayanan


Bahwa selain Takut akan Tuhan, Paulus menempatkan Kasih Kristus sebagai
dasar dari seluruh pelayanannya. Hal itu ditegaskan Paulus ketika ia berkata ; “sebab
kasih Kristus yang menguasai kami”. Bagi Paulus kematian dan kebangkitan Kristus
telah sempurna, karena Kristus telah mati untuk semua orang. Dan itu dilakukan
karena KasihNya, bukan karena jasa manusia. Karena itu, bila Kristus telah
mengasihi Paulus dengan rela mati baginya, maka ia telah mati dan bangkit dengan
Kristus, sehingga hidup Paulus adalah hidup bagi Tuhan, tidak lagi hidup untuk
kepentingan dirinya sendiri. Hal ini juga berlaku bagi bagi semua orang yang percaya
pada Yesus. Paulus menjelaskan pikirannya dalam ayat 15a dengan berkata ;
“...Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup
untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia…” (Bd. Gal.2:20).

2
Pandangan Paulus ini sekaligus menolak hasutan musuh-musuhnya yang
mengajarkan bahwa untuk dibenarkan oleh Allah tidak cukup hanya dengan beriman
kepada Kristus, tetapi juga melakukan adat Yahudi (Hukum Taurat).

Catatan Reflektif:
1. Bahwa dalam panggilan melakukan pelayanan pendamaian bagi dunia, setiap
pelayan harus menyadari bahwa mereka akan diperhadapkan dengan berbagai
resiko, termasuk mungkin ditolak oleh orang-orang yang ada disekitar mereka.
Menghadapi situasi seperti begitu, diharapkan setiap pelayan memiliki
kewibawaan dan integritas serta komitmen sebagai Rasul Kristus, sebagaimana
yang telah diteladankan Paulus dalam pelayananya antara lain; takut Tuhan, tidak
memuji diri sendiri, tidak menggunakan karunia yang dimiliki untuk
menyombongkan diri serta mendasari pelayanannya dalam Kasih Kristus.
2. Hindarilah kecenderungan untuk menggunakan pelayanan sebagai sarana atau
alat untuk mencari popularitas, kemegahan ataupun keuntungan diri lainnya.
Sebaliknya gunakanlah seluruh kapasitas diri yang adalah anugerah Tuhan
(termasuk bahasa roh), untuk mengkomunikasikan Injil Kristus kepada orang lain,
supaya mereka diselamatkan dan Tuhan dimuliakan.
3. Bangunlah soliditas dan solidaritas yang tinggi sebagai pelayan Kristus dalam
perspektif hidup untuk Tuhan, melalui tanggung jawab pelayanan pendamaian itu,
dan bukan saling menyerang satu dengan yang lain.

Kedua: Pelayanan Pendamaian menghadirkan Perubahan Hidup (Ay. 16 - 19).


Pada bagian ini dijelaskan tentang perubahan pandangan Paulus dalam
memandang Kristus, setelah ia mengalami Yesus dalam hidupnya. Bagi Paulus kalau
dulu Ia menilai Kristus dengan ukuran manusia, maka sekarang tidak lagi. Hal itu
dengan jelas disampaikan dalam ayat 16 katanya; “Dan jika kami pernah menilai
Kristus dengan ukuran manusia, sekarang kami tidak lagi menilaiNya demikian”.
Bahwa sebelum Paulus menjadi pengikut Kristus, ia menilai Kristus
“menurut ukuran manusia”. Dimana dalam ukuran manusia, Paulus menilai Kristus
sebagai pemberita ajaran sesat, yang menyatakan bahwa Ia adalah Anak Allah.
Karena itu sebagai pemberita ajaran sesat dan para pengikutnya harus mati.
Pandangan ini yang menjadi alasan Paulus, mengejar dan menganiaya serta
membunuh orang-orang Kristen. Sebaliknya setelah Paulus mengalami Yesus dalam
hidupnya melalui perjalanannya ke Damsyik, maka ia tidak lagi menilai Kristus
“menurut ukuran manusia”, tetapi ia menilai dengan imannya yang tertuju pada Kristus,
sehingga ia berketetapan untuk hidup bagi Kristus, dan bersedia mati untuk
memberitakan Injil yang mendamaikan itu.
Disini kita melihat terjadinya perubahan total dari seluruh kehidupan
Paulus. Dan ungkapan yang dipakai Paulus untuk menjelaskan perubahan hidupnya

3
itu dan setiap orang Kristen yang beriman kepada Kristus adalah “Ciptaan Baru”.
Yang lama sudah berlalu dan sesungguhnya yang baru sudah datang. Ini status baru
yang dikenakan bagi orang yang hidup dengan Kristus.
Pada sisi yang lain, Paulus juga menjelaskan bahwa perubahan status
sebagai “Ciptaan Baru” yang dialaminya dan orang-orang percaya pada Kristus bukan
karena diri mereka. Tetapi karena perbuatan Allah, karena prakarsa Allah, karena
inisitif Allah yang mendamaikan diriNya dengan Paulus dan semua orang berdosa. Hal
itu ditegaskan Paulus dengan berkata ; “…Allah yang dengan perantaraan Kristus
telah mendamaikan kita dengan diriNya…”(ayat 18). Demikian pula ketika ia berkata ;
“Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diriNya oleh Kristus. Pandangan inilah
yang dimaknai Paulus sebagai Berita Pendamaian. Berita pendamaian ini harus
diteruskan, dimana Paulus dan rekan-rekanya dipercayakan untuk meneruskan
berita pendamaian ini melalui pelayanan pendamaian. (bd ayat 18c,19b). Disinilah
inti dari seluruh pemberitaan Paulus dalam suratnya ini.

Catatan Reflektif:
1. Bahwa setiap orang yang percaya pada Yesus telah mendapatkan status yang
baru sebagai orang-orang yang telah diselamatkan oleh Kristus. Mereka adalah
ciptaan baru yang dibaharui oleh Allah melalui karya pendamaian Allah. Status
baru itu mesti diekspersikan melalui gaya hidup yang menjauhkan diri dari
perbuatan-perbuatan dosa dan hidup di dalam kebenaran.
2. Bahwa Pelayanan Pendamaian itu, bukan saja menjadi tanggung jawab para
pelayan khusus, tetapi semua orang yang telah mengalami ciptaan yang baru
dalam Kristus dipanggil dan diberi tanggung jawab untuk menjadi pelayan
pendamaian. Sambutlah tanggung jawab ini dengan baik, jangan menolaknya serta
maknailah tanggung jawab pelayan perdamaian itu sebagai sebuah anugerah yang
patut direspons dengan rasa syukur.

Ketiga; Pelayan Allah adalah Representasi Kehadiran Allah (Ay. 20 - 21)


Bahwa setelah Paulus menjelaskan tentang pelayanan pendamaian itu
pertama-tama dilakukan oleh Kristus yang mendamaikan hubungan manusia dengan
Allah dan kemudian dipercayakan kepada Paulus dan rekan-rekannya, maka pada
bagian ini hendak disampaikan tentang posisi mereka sebagai utusan-utusan Kristus.
Dengan tegas disampaikan dalam ayat 20a ; “Jadi kami ini adalah utusan-utusan
Kristus…” Dalam bahasa Yunani kata utusan diterjemahkan dari kata benda
Anggelos yang artinya “utusan” dan “malaikat”. Fungsi utusan itu adalah
menyampaikan Firman Allah. Karena itu ketika Paulus menegaskan bahwa mereka
adalah utusan-utusan Kristus, maka sebenarnya Paulus hendak menegaskan tentang
posisi mereka sebagai utusan Allah yang berfungsi untuk menyampaikan Firman
Allah.

3
Kehadiran Paulus dan teman-temannya adalah representasi dari kehadiran
Allah. Sehingga ketika Paulus menyampaikan nasehat dan pengajaran kepada umat,
sama dengan nasehat dan pengajaran yang Allah sampaikan kepada mereka. Posisi
Paulus dalam menasehati adalah sebagai perantara antara Allah dan Jemaat, atau
sebagai dutanya Allah.
Dalam Posisi sebagai duta Allah atau Kristus itu, Paulus meminta supaya; “…
berilah dirimu berdamai dengan Allah…”(ayat 20d). Menarik bahwa Paulus tidak
memerintah, tetapi meminta. Kata meminta diterjemahkan dari kata “deomai” yang
berarti “memohon” atau “berharap”. Jadi Paulus memohon dengan penuh harapan
agar dalam kesadaran iman, bukan karena dipaksa atau terpaksa, mereka
memutuskan untuk memberi diri berdamai dengan Allah. Kenapa ??? Karena ini
adalah satu-satunya jalan yang Allah tawarkan untuk menyelamatkan mereka dari
keterbelungguan akibat dosa-dosa mereka. Ini adalah satu-satunya jalan yang
ditawarkan Allah supaya mereka dibenarkan oleh Allah dari dosa-dosa mereka. Jalan
itu adalah jalan yang ditempuh oleh Kristus. Hal itu ditegaskan Paulus dengan berkata;
“Dia yang tidak mengenal dosa, telah dibuatNya menjadi dosa, karena kita supaya
dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” (ayat 21). Disini Paulus sekali lagi hendak
menegaskan bahwa Pembenaran bukan melalui manusia yang taat melakukan hukum
taurat, tetapi melalui Kasih Karunia Allah di dalam Kristus Yesus.

Catatan Reflektif:
1. Dalam tugas sebagai pelayan pendamaian, maka gereja dan orang-orang
percaya adalah utusan-utusan Kristus dan berada pada posisi sebagai perantara
yang menyampaikan berita pendamaian dari Allah bagi dunia. Dalam konteks
itu, maka gereja dan orang-orang percaya harus menguji dengan sungguh berita
yang hendak disampaikan kepada orang lain itu sebagai Firman Allah yang
berisikan berita pendamaian. Tegasnya, gereja dan orang percaya mesti
menjaga kemurnian dari berita Injil yang disampaikannya.
2. Pendekatan yang dilakukaan dalam pelayanan pendamaian itu adalah dengan
cara membangun kesadaran orang, untuk menumbuhkan iman mereka pada
Yesus, bukan dengan cara memaksa. Bahkan cara yang efektif adalah
menjadikan diri kita sendiri sebagai model dalam mengaktakan pelayanan
pendamaian itu bagi orang lain. Mulailah lakukan pelayanan pendamaian itu dari
keluarga kita masing-masing.

Penutup:
Tulisan ini bermaksud untuk membantu para pengkhotbah mempersiapkan
khotbahnya, sesuai dengan konteks jemaat masing-masing. Karena itu silahkan
dikembangkan sesuai dengan konteks Basudara. Selamat Berkhotbah! Tuhan Yesus
Berkati.

3
MATERI BIMBINGAN KHOTBAH
Jumat, 05 Mei 2023
(HUT Perempuan GPM Ke - 55)

Oleh: Pendeta M. M. Hendriks - Ririmasse


Nas Bacaan : Amsal 21 : 2 - 9
Tema Bulanan : Sikap Demokrasi: Tunduklah Dalam Tuntunan Hikmat dan
Kuasa Roh Kudus
Tema Mingguan : Jadilah Pelayan Pendamaian
Tema HUT Perempuan : Bersyukur dan Jadilah Perempuan Pendamai

Pendahuluan:
gl 05 Mei 2023, adalah hari ulang tahun Pelayanan Perempuan GPM
T yang ke 55. Benar seperti yang dikatakan dalam rumusan thema, inilah
hari dimana kita harus bersyukur sebagai Persekutuan umat GPM dan
khususnya sebagai para perempuan GPM. Sebab selama 55 tahun, Pelayanan
Perempuan GPM telah berkembang menjadi semakin dewasa organisasinya, semakin
mampu membina para warganya untuk menyadari jati dirinya sebagai perempuan
gereja yang beriman kepada Yesus Kristus dan sadar akan panggilannya untuk
berfungsi positif dan konstrukstif dalam hidup keluarga, jemaat/Gereja maupun
masyarakat. Pembinaan-pembinaan yang intensif yang dilakukan oleh Gereja lewat
Pelayanan Perempuan telah membuat para perempuan GPM semakin mampu
memberi sumbangan yang positif dan konstruktif dalam hidup bergereja dimanapun
dia hadir. Kita berdoa semoga rahmat dan kasih setia Tuhan menyertai Gerejanya di
Maluku agar pembinaan kepada perempuan, dan kepada saudara-saudaranya yang
bergender lain supaya semua semakin kuat beriman kepada Tuhan sang Kepala
Gereja dan mengimplementasi imannya dalam gaya hidup yang berdamai sejahtera
serta menjadi berkat kepada semua.
Thema ini mengisyaratkan keinginan dan harapan agar para perempuan
menjadi pembawa damai dalam keluarga, jemaat dan masyarakat atau dimanapun
mereka hadir. Itu adalah harapan yang sangat penting, namun perlu diingatkan bahwa
damai tidak tercipta oleh satu pihak saja. Damai di bumi bisa tercipta kalau seluruh
ciptaan Tuhan berespons secara positif terhadap Tuhan Yesus Kristus Sang Sumber
Damai, dan respons positif mereka mewujud dan tercermin dalam kesediaan saling
berelasi positif, saling memberi hidup, saling mengasihi, saling menguatkan dan saling
memulihkan kalau ada yang terganggu hidupnya. Karena itu doa kita perlu terarah ke
sana pula yaitu memohon agar Tuhan memberi kemauan hidup berdamai sejahtera
bagi semua ciptaanNya agar dunia yang kita diami menjadi tempat yang penuh damai
bagi seluruh ciptaan Tuhan yang beragam ini.
Teks Amsal. 21:2-9 ditetapkan oleh LPJ GPM untuk menjadi teks yang akan
dikotbahkan pada HUT Perempuan GPM di tahun ini, maka kita akan menafsirnya
dalam rangka memahami apa makna teks ini bagi GPM yang merayakan HUT
Pelayanan Perempuan yang ke 55 dengan tuntunan thema tersebut di atas.

3
Tafsiran
Kitab Amsal memang merupakan kumpulan dari tulisan-tulisan hikmat yang
dikumpulkan dari berbagai sumber dan digunakan untuk mengajarkan anak-anak
maupun untuk membina orang-orang dewasa yang beriman kepada Tuhan tentang
bagaimana seharusnya mereka hidup di tengah masyarakat. Banyak dari tulisan-
tulisan hikmat ini bahkan berasal dari hikmat Amenhope (Mesir), dan seperti biasanya,
para bijak dan penulis Israel mengadaptasi tulisan-tulisan dari luar itu untuk dijadikan
milik Israel, yang relevan untuk kebutuhan konteks dan kepentingan pendidikan dan
pembinaan umat di Israel. Karena itulah ajaran-ajaran hikmat dalam kitab Amsal tidak
merupakan ajaran-ajaran etika umum saja, tetapi didasarkan dan dikaitkan dengan
ajaran dasar agama umat Israel yang percaya kepada Tuhan. Perhatikan bahwa
bagian awal dari kitab Amsal ini berbunyi, “takut akan Tuhan adalah sumber segala
pengetahuan)” (band, 1:7). Motto ini digunakan untuk menekankan bahwa ajaran
tentang cara hidup , cara berelasi satu kepada yang lain, cara bergiat dalam
masyarakat harus berdasar dan berorientasi pada kehendak Allah sendiri. Tegasnya,
ajaran-ajaran hikmat ini bukanlah dimaksudkan sekedar supaya orang memiliki
kecerdasan intelektual, emosi dan kecerdasan social semata tetapi supaya berbagai
kecerdasan itu, harus diwarnai oleh kecerdasan spiritual, yaitu pengenalan dan
hormat (takut) akan Tuhan. Demikian pula kegiatan-kegiatan keseharian mereka
dimanapun, baik kegiatan-kegiatan social, ekonomi dan politik pun, harus dijalankan
dengan dasar ingat dan hormat kepada Tuhan dan kehendakNya. Atas dasar sikap
hormat dan takut akan Tuhan itu pula maka hidup tidak bisa dijalani sesuka hati dan
sebebas bebasnya, tanpa rasa tanggungjawab. Sebaliknya cara hidup kita harus
selalu diukur dan didasarkan pada, apakah kehendak Tuhan dicerminkan lewat
aktivitas dan karya kita dan apakah sesamaku dan makluk-makluk ciptaan lain
memperoleh manfaat lewat hidup dan kerja kita. Inilah hal-hal yang dibicarakan dalam
teks ini, Ams.21:2-9. Dalam ayat-ayat ini, orang dipanggil untuk selalu harus memilih
perilaku yang baik, benar, berkenan kepada Tuhan daripada yang tidak sesuai dengan
kehendak Tuhan.
Khusus dalam kaitan dengan thema HUT ini maka jelas bahwa sandarannya
terletak pada ayat.9, “lebih baik hidup pada sudut sotoh rumah daripada tinggal
serumah dengan perempuan yang suka bertengkar”. Disini orang disuruh memilih
untuk menghindari persinggungan danegan perempuan yang suka bertengkar dengan
tinggal di tempat yang lebih tenang. Jadi ajaran hikmat dalam ayat ini sekaligus
merupakan nasihat kepada para perempuan yang suka bertengkar untuk sadar diri
dan berubah.
Kelihatannya ajaran ini lebih berfokus arahnya pada para perempuan di
rumah/dalam keluarga. Dalam hidup berkeluarga, para perempuan mengambil posisi
dan fungsi beragam, seperti, anak, ibu, istri, saudara dll. Kata suka bertengkar,
midyanim, lebih menunjuk kepada mereka yang memiliki kecenderungan untuk
memprovokasi lawan bicaranya sehingga terjadi adu argumentasi dan debat yang
membawa kepada pertengkaran yang berlarut-larut (18:18, 23:29). Hal tersebut
selanjutnya akan menyebabkan muncul suasana keluarga penuh keributan, dan
ketegangan sampai hilang rasa damai dari para anggota keluarga. Apalagi kalau

3
pertengkaran dan adu argumentasi itu dibumbui dengan fitnah dan tuduhan (band.
26:21) maka pertengkaran bisa menjadi sangat keras dan sengit. Kalau pertengkaran
seperti itu terjadi antar orang tua, maka anak-anak dalam keluarga akan hidup dalam
ketegangan dan tidak mampu berkonsentrasi. Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa ketegangan yang dialami seseorang secara terus menerus bisa menyebabkan
orang tersebut jatuh sakit. Ada banyak penyakit yang disebabkan karena ketegangan
jiwa yang dialami dalam waktu lama. Alasan inilah rupanya yang melatari ajaran
hikmat dalam ayat ini.
Dalam kaitan itu maka frasa awal dari ayat ini, “lebih baik hidup pada sudut
sotoh rumah dari pada ….”, bisa dipahami maknanya. Orang diajar untuk menghindari
pertengkaran yang menyebabkan akibat yang negatif dalam hidup berkeluarga, agar
kehidupan keluarga beriman yang berdamai sejahtera bisa dikembangkan. Pilihannya
adalah agar anggota keluarga lainnya, apakah suami, anak laki-laki maupun anak
perempuan lebih memilih ketenangan daripada keributan dan pertengkaran. Karena itu
sudut sotoh rumah dipilih sebagai tempat hidup orang rumah demi menghindari
pertemuan dan persinggungan dengan sumber pertengkaran dan ketegangan. Sebab
sotoh rumah adalah tempat yang tenang, jarang digunakan untuk bertemu antar
anggota keluarga. Sotoh rumah lebih banyak digunakan untuk menjemur, kain, buah-
buahan yang mau dikeringkan, seperti buah ara dll. Di musim panas, sotoh rumah juga
bisa menjadi tempat untuk tidur di malam hari untuk mencari udara yang lebih sejuk.
Dia juga bisa digunakan untuk tempat berdoa (band. Yer.19:13, II Raj.23:12 et.al).
karena merupakan tempat yang sepi dan tenang, jauh dari gangguan orang lain.
Fungsi sotoh rumah seperti yang disebutkan, sekaligus menunjukkan bahwa pada
dasarnya dia merupakan tempat yang memberi rasa tenang dan damai, bertentangan
dengan suasana rumah yang ditinggali bersama perempuan yang senang bertengkar
dan berdebat, apalagi mereka yang senang memprovokasi dengan fitnah dan
tuduhan-tuduhan. Jadi bisa disimpulkan bahwa suasana rumah yang berdamai
sejahtera adalah lebih disenangi daripada suasana rumah penuh pertengkaran dan
debat.
Ini tidak berarti bahwa orang serumah tidak boleh berdebat dan adu argumentasi satu
dengan lainnya. Sebab kalau kegiatan debat dan adu argumentasi dilakukan dengan
tujuan untuk mencari solusi dari satu persoalan yang dihadapi bersama. Dalam kaitan
itu adu argumentasi dibutuhkan untuk mengumpulkan visi-visi terbaik demi mengatasi
masalah yang dihadapi bersama.. Itulah debat yang dilakukan dalam spirit ingat Tuhan
dan hormat Tuhan sebab dia bertujuan untuk bersepakat menyelesaikan masalah
bersama-sama. Tetapi adu argumentasi dan pertengkaran tanpa arah, sekedar
bertengkar untuk bertengkar, sekedar untuk membuktikan pihak mana yang paling
pintar ngomong dan debat, maka debat seperti itu akan menjadi debat kusir yang tak
berguna. Debat seperti ini harus dihindari, sebab dia didasarkan pada egosentrisme
seseorang, kesombongan dan ingin menonjol. Debat seperti ini tidak menyelesaikan
masalah tetapi justru menambah masalah. Ini debat yang dilakukan tanpa ingat
Tuhan. Dalam keluarga debat tanpa ingat Tuhan bisa membawa pada ketegangan dan
menimbulkan penyakit fisik dan mental, serta bisa berujung pada perpecahan dan
perceraian dalam keluarga. Itulah sebabnya debat seperti itu harus dihindari.

3
Fungsi perempuan dalam keluarga atau dimanapun adalah untuk
membangun damai. Makhluk perempuan diciptakan dengan kelengkapan-
kelengkapan biologis dan mental untuk membela dan merawat hidup (band fungsi,
rahim, ASI), dan bukan untuk menghancurkan hidup. Karena itu ajaran hikmat ini
mengkritik kecenderungan para perempuan yang suka bertengkar hanya karena suka
bertengkar. Sebab bertengkar bisa membawa kepada ketegangan, permusuhan
bahkan perpecahan dalam keluarga dan dimanapun.

Pertimbangan Homiletis
1. Di tengah kecenderungan dunia yang terpecah-pecah karena berbagai alasan,
baiklah para perempuan GPM menjadi pembangun damai mulai dalam hidup
berkeluarga, berjemaat dan bermasyarakat, untuk membangun persekutuan serta
pemulihan berbagai hubungan yang retak.
2. Damai juga harus dibangun dengan alam semesta, sebab alam sedang rusak akibat
kesombongan dan egosentrisme manusia.
3. Tuhan adalah sumber damai. Semua manusia diciptakan dalam gambar dan
rupaNya. Karena itu hakekat diri Allah sebagai sumber damai harus tercermin pula
dalam diri dan laku para Citra Allah tersebut. Apalagi manusia perempuan dicipta
dengan kelengkapan untuk membela dan merawat hidup. Maka para perempuan
harus merasa terpanggil untuk membawa kebaikan dan damai sejahtera bagi
sesama manusia dan sesama makluk hidup.
4. Rasa hormat Tuhan akan menolong para perempuan untuk meminimalisir
kecenderungan ingat diri dan penonjolan diri dalam interaksi dengan orang lain di
manapun dan kapanpun demi menghindari pertengkaran dan perpecahan.
5. Cara lain dalam membangun perdamaian adalah dengan lebih banyak mendengar
lawan bicara dan memberi perhatian pada yang didengarkan dari pada terlalu
banyak memperdengarkan suara sendiri tanpa peduli untuk mendengar pihak
lainnya. Selain itu lebih bersikap merangkul daripada bersikap antipati kepada
pihak lainnya.
6. Selamat berkhotbah. Tuhan berkati.

3
MATERI BIMBINGAN KHOTBAH
Minggu, 07 Mei 2023

Oleh: Pendeta Maartje Soukotta/Joseph

Nas Bacaan : Amsal 2 : 1 - 22


Tema Bulanan : Sikap Demokrasi: Tunduklah Dalam Tuntunan Hikmat dan
Kuasa Roh Kudus
Tema Mingguan : Hidup Dalam Hikmat Menuai Berkat

PENGANTAR

K
itab Amsal adalah salah satu kitab tertua dalam Perjanjian Lama, yang
dikategorikan sebagai kitab Hikmat selain kitab Ayub dan Pengkhotbah.
Sesuai tradisi Yahudi, kitab Amsal di tulis oleh Salomo raja Israel. Tapi sebenarnya
kitab Amsal bukan hanya terdiri dari kumpulan Amsal Salomo tapi juga kumpulan
perkataan orang-orang bijak dan perkataan dari Agur anak Yake (Amsal 30) juga raja
Lemuel (pasal 31) .
Kitab Amsal berisikan ajaran dan seruan supaya kita menjadi orang yang berhikmat.
Mengapa harus menjadi orang yang berhikmat? Hikmat itu berasal dari Tuhan. Hikmat
itu penting dan sangat bermanfaat bagi hidup sendiri, dengan orang lain dan dengan
alam semesta. Khususnya perikop bacaan Amsal 2 ayat 1 - 22 berisi ajaran tentang
manfaat Hikmat. Hikmat yang dimaksudkan adalah hikmat Allah. Dan kalau ditanya
apakah kita membutuhkan Hikmat Allah, semua orang percaya akan mengatakan ya.
Namun kita harus mengetahui dahulu apa itu hikmat. Hikmat berasal dari kata Hocmah
dalam bahasa Ibrani. Hikmat (Hokmah) melebihi pengetahuan dan kepandaian.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa, Hikmat (Hokmah) adalah kemampuan atau
kepandaian dalam menjalani kehidupan di dunia berdasarkan kebenaran dan
kehendak Allah. Orang-orang bijak atau guru-guru hikmat yang diceriterakan dalam
Alkitab seperti Salomo (1 Raja-raja 3 : 28), Daud (2 Samuel 14 , 17), Ayub (Ayub 1:1),
telah mempraktekan hikmat Allah dalam kehidupan mereka. Mereka merasakan
sungguh-sungguh manfaat dari Hikmat Allah itu. Kehidupan yang dikuasai oleh Hikmat
Allah membuat hidup manusia bermakna atau berguna. Bukan hanya secara
intelektual, tapi juga moral spiritual. Bukan hanya bermanfaat untuk kehidupan pribadi
dan keluarga, tetapi juga berguna bagi kehidupan sesama manusia dan alam
semesta. Itu sebabnya pada ayat 4 dikatakan, cari dan kejarlah hikmat. Begitu juga di
dalam amsal 3 : 13 - 15 orang yang berbahagia adalah orang yang mendapat Hikmat
karena keuntungannya meleibihi keuntungan perak dan hasilnya melebihi emas. Ia
lebih berharga dari pada permata, apapun yang diinginkan orang tidak dapat
menyamainya.

3
Dari pemahaman tentang arti dan manfaat hikmat , tetapi juga berdasarkan
pengalaman hidup guru-guru hikmat maka tidak salah apabila LPJ GPM menetapkan
Tema pemberitaan minggu pertama bulan Mei “ Hidup dalam Hikmat menuai berkat “.
Tema ini menegaskan bahwa, hidup ini adalah anugerah Tuhan karena itu orang
percaya harus memiliki hikmat Tuhan apabila ingin hidupnya diberkati sekaligus hidup
dapat berarti ( berguna ) bagi semua ciptaan .

KAJIAN TEKS
Teks Amsal 2 : 1 - 22 dibagi atas 2 bagian:
A. Ayat 1 – 4 berisi didikan dari seorang guru hikmat kepada murid, bagaikan bapak
terhadap anak. Sampai 3 kali dikatakan jikalau engkau (ayat 1.2,3). Frasa ini
menunjukan bahwa, sang guru hikmat menghendaki anak atau orang yang dididik
untuk tidak hanya mendengar ajaran tetapi sungguh-sungguh melakukan. Sang
bapak( guru hikmat) mengendaki anaknya mencari dan mengejar hikmat di dalam
dirinya dengan tujuan supaya si anak dapat memiliki hidup takut akan Tuhan
dengan segala perilaku dan etika yang baik. Sang bapak yang adalah guru hikmat,
menasihati anaknya supaya bersedia menerima dan menyimpan kata-kata dan
perintah sang bapak di dalam hati (ayat 1).
Hati adalah pusat pemikiran, perasaan, pertimbangan dan kehendak manusia.
Dengan hati yang tunduk kepada Allah (Yosua 24:23), sang anak selain menerima,
menyimpan juga melakukan perintah bapaknya dengan benar.
Sang bapak juga menghendaki anaknya mencari dan mengejar hikmat seperti
mencari perak dan mengejar harta terpendam (ayat 4). Mencari dan mengejar
hikmat artinya, hikmat bersumber pada Tuhan dan bagi guru hikmat, walaupun
hikmat adalah pemberian Tuhan, tapi hikmat tidak datang begitu saja dalam diri
manusia. Hikmat Tuhan harus diminta, dicari dan dikejar dengan sungguh, pantang
menyerah (ayat 3 - 5). Artinya manusia harus bersikap aktif berusaha, sebagai
tanda manusia sangat rindu dan mau memiliki hikmat Tuhan sebab ia sadar betapa
penting dan berguna hikmat Tuhan bagi hidup manusia. Berulang kali dalam kitab
amsal dikatakan Hikmat lebih berharga dari emas dan perak. Memang emas, perak
dan harta bagi manusia punya nilai yang sangat tinggi dan ingin dimiliki oleh
manusia. Tetapi Firman Tuhan mengatakan Hikmat lebih berharga (cf 4:13-15).
Kepada orang yang mencari dan mengejar hikmat Tuhan, kepadanya Tuhan
memberikan hikmatNya dan menambahkan apa yang perlu bagi hidup manusia
(bandingkan Salomo minta hikmat Tuhan, Tuhan memberikan bukan hanya hikmat
tapi juga yang lain).

B. Ayat 5 – 22 berisi manfaat atau berkat dari hikmat Tuhan. Ada sejumlah manfaat
atau berkat yang akan dinikmati oleh setiap anak atau orang dewasa jika memiliki
hikmat Tuhan.

3
 Hikmat menolong anak mengerti takut akan Tuhan (ayat 5) dan pengenalan
akan Tuhan.
Pengertian Takut akan Tuhan artinya menghormati Tuhan, mengandalkan
dan melakukan perintah (kehendak) Tuhan dalam hidup. Begitu juga
mengenal Tuhan artinya memahami dan mengalami serta merasakan sendiri
kasih setia, kebenaran dan keadilan Allah di dalam kenyataan hidup setiap
saat, baik di saat kita senang maupun susah. Dengan demikian relasi kita
dengan Tuhan semakin akrab dan kita tidak ragu untuk mempercayakan
seluruh hidup pada Tuhan serta melakukan kehendakNya.
 Hikmat menolong anak yang jujur dan hidupnya tidak bercela (ayat 7).
Pertolongan itu dalam bentuk kekuatan dari Tuhan. Kekuatan Tuhan
membuat anak (orang yang memiliki hikmat) mampu menghadapi, melindungi
(perisai) dan mengatasi masalah, kesulitan dan tantangan hidup.
 Hikmat menolong orang menjalani kehidupan yang benar atau berjalan di
jalan yang benar dan terlepas dari jalan orang jahat (ayat 8).
 Hikmat menolong anak mengerti kebenaran, keadilan dan kejujuran serta
mampu menerapkan dalam kehidupan setiap waktu (ayat 9). Kemampuan
intelektual yang dimiliki setiap orang, jika tidak dilandasi dengan kehidupan
moral yang baik seperti sikap jujur, adil dan benar maka ilmu pengetahuan
yang digunakan bisa mendatangkan celaka, bencana dan penderitaan bagi
seluruh ciptaan.
 Hikmat Tuhan yang masuk ke dalam hati akan menolong anak atau orang
untuk berpikir yang benar, berkata dan berbuat yang benar ayat 10. Hati
adalah pusat segala yang baik dan yang jahat. Hikmat Tuhan itu baik dan
berguna. Sesuatu yang baik dan berguna bila masuk ke dalam hati, maka
akan mengeluarkan atau menampakan hal-hal yang baik, benar dan berguna.
Sebaliknya bila hati dimasuki oleh sesuatu yang tidak berguna, maka akan
melahirkan pikiran perkataan dan perbuatan yang salah dan membahayakan.
 Hikmat menolong orang memiliki pengetahuan yang menyenangkan jiwa.
Kebijaksanaan yang memelihara dan kepandaian yang menjaga kita dalam
menjalani kedhidupan ayat 11.
 Hikmat melepaskan orang dari jalan yang jahat dan menyimpang ayat 12-15.
Tidak sedikit orang di dunia ini yang terlihat baik tetapi penuh dengan tipu
muslihat (ayat 12), melakukan kejahatan (ayat 14) dan berperilaku sesat (ayat
15). Karena itu orang yang memiliki hikmat akan terlepas dari semua yang
membahayakan tadi.
 Hikmat akan melepaskan orang dari tangan perempuan jalang yang
menyesatkan (ayat 16-19). Banyak orang (terutama orang lelaki) yang jatuh
karena terpengaruh oleh perempuan yang suka menipu (ayat 16) yang tidak

3
setia (ayat 17), yang menyesatkan (ayat 18). Mereka juga menjauhkan orang
dari jalan kebenaran dan kehidupan (ayat 19). Tapi sesungguhnya bukan
hanya ada perempuan yang berperilaku jahat, ada juga orang laki-laki yang
berperilaku jahat. Ini ancaman bagi anak maupun orang dewasa. Karena itu
dinasihati supaya menjaga dan merawat hubungan cinta kasih diantara suami
istri dalam pernikahan. Konsekwensi menjalin hubungan dengan
perempuan/lelaki yang jahat adalah jalannya menuju kematian atau
kehancuran hidup.
 Ayat 20 – 22. Ayat-ayat terakhir ini merupakan kesimpulan dari pasal 2.
Bahwa hikmat Tuhan akan menjaga anak (orang) untuk tetap berada di jalan
yang benar (ayat 20). Di jalan yang benar ada banyak orang yang hidupnya
benar. Untuk itu anak (orang) diminta untuk memiliki hikmat Tuhan supaya
tetap hidup dan diberkati. Sebaliknya bila tidak akan dibuang atau hidup
binasa.

PERTIMBANGAN HOMILETIS
Berdasarkan telaah teks di atas dan sesuai Tema pemberitaan di minggu pertama
bulan Mei “Hidup dalam Hikmat Menuai Berkat“, maka ada beberapa pikiran dalam
menyusun khotbah yaitu:
1. Hikmat Allah sangat diperlukan oleh manusia terkhusus orang percaya dalam
menjalani kehidupan di dunia ini sesuai dengan kehendak Allah. Ajakan dari para
guru hikmat mendorong kita untuk aktif mencari dan mengejar Hikmat Allah
dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkannya. Caranya dengan selalu
mendekatkan diri kepada Allah melalui doa meminta hikmat dari Tuhan. Yakobus
1:5 apabila ada yang kekurangan hikmat, hendaklah memintanya dari Allah. Selain
berdoa juga membaca Firman, merenungkan, menyimpan dalam hati dan
melakukan. Begitu juga setia beribadah. Nampaknya perkembangan teknologi
membuat orang Kristen lebih banyak menggunakan waktu untuk mendekatkan diri
dengan media sosial dan hanya sedikit waktu dengan Tuhan Allah. Sejak bangun
pagi HP yang dicari dan bukan Firman Tuhan. Anak-anak dibiarkan bermain HP
sampai jauh malam tanpa dikontrol dengan ketat oleh orang tua. Anak-anak kecil
diberikan HP oleh orang tua dengan alasan agar anak tidak ribut saat di rumah, di
gereja atau di tempat ibadah termasuk saat berdoa. Tanpa disadari orang tua telah
mendidik dan menanamkan nilai-nilai hidup yang salah bagi anak. Anak bukan
belajar memperoleh hikmat Tuhan tapi belajar memperoleh hikmat dunia yang
dapat merusak aklak dan imannya. Hal ini berbeda jauh dengan guru-guru hikmat
yang setia mendidik para murid supaya memiliki Hikmat Tuhan karena hikmat
Tuhan sangat bermanfaat bagi kehidupannya. Sebagai orang tua, kita menyayangi
anak-anak kita. Tapi kasih sayang itu jangan kita lakukan dengan cara yang benar
seperti tidak mendidik mereka dengan baik, membiarkan mereka larut di dalam

4
pengaruh zaman yang membahayakan. Karena itu setiap keluarga kristen harus
menyadari dengan sungguh hal ini, bila ingin rumah tangga kita terlindung dan
keturunan kita memiliki aklak yang baik, spiritualitas yang kuat serta masa depan
yang berkualitas.

2. Semua orang ingin mendapat berkat dari Tuhan. Penulis kitab Amsal memberikan
resep yaitu tekun, disiplin dalam mencari dan mengejar hikmat Allah sebab itu
adalah kunci memperoleh berkat. Tema pemberitaan yang ditetapkan LPJ “Hidup
Dalam Hikmat Menuai Berkat”. Berkat yang akan didapatkan adalah berkat
jasmani/materi dan berkat rohani. Berkat pribadi, berkat dalam rumah tangga dan
berkat untuk hidup bersama orang lain dan alam semesta.
Penulis Amsal 2 mengemukakan ada banyak berkat. Berkat pengertian takut akan
Tuhan. Manusia termasuk anak-anak, harus memiliki pengetahuan dan teknologi
ditengah perkembangan zaman digital. Tetapi hikmat juga lebih diperlukan, supaya
hikamt Tuhan menuntun orang mampu menggunakan IPTEK dengan benar.
Hikmat Tuhan menolong kita membedakan yang baik dari yang jahat. Yang benar
dari yang salah sehingga yang benar menurut Tuhan akan dilakukan sekaligus
kejahatan dan kecelakaan menjauh dari diri. Berkat perlindungan, kekuatan
mengatasi kesulitan dan tantangan hidup. Berkat dijauhkan dari perbuatan jahat
dan membimbing ke jalan yang benar….dst. Bahkan dalam Amsal 3 ada juga
berkat umur panjang dan lanjut usia. Berkat damai sejahtera. Sekali lagi kunci
keberhasilan adalah hidup dalam hikmat Tuhan.

3. Masing-masing pengkhotbah dapat memperdalam khotbahnya sesuai kenyataan


dan kebutuhan jemaat masing-masing.

Selamat melayani, Tuhan memberkati

4
MATERI BIMBINGAN KHOTBAH
Minggu, 14 Mei 2023

Oleh: Pendeta A. Hetharion

Bacaan Alkitab : Nehemia 2 : 11 - 20


Tema Bulanan : Sikap Demokrasi: Tunduklah Dalam Tuntunan Hikmat dan
Kuasa Roh Kudus
Tema Mingguan : Bertekadlah Membangun BangsaMu!

PENGANTAR:

T
ema Bulanan ini memberi aksentuasi pada “Sikap Demokrasi Gereja”
dimana seluruh elemen masyarakat berhak dan bertanggung jawab
terhadap hidup dan perkembangan bangsa. Peran serta seluruh rakyat dibutuhkan
untuk mencapai sasaran tersebur termasuk gereja. Tanggung Jawab Gereja terhadap
demokrasi dlaksanakan dalam “Tuntunan Hikmat dan Roh Kudus”. Tugas dan Peran
Gereja tersebut merupakan Panggilan Iman buat gereja baik sebagai Individu, Family,
Komunitas dan Lembaga.
Minggu ke - 2 Mei 2023, menekankan tema khotbah “Bertekadlah Membangun
BangsaMu!” Tema ini berbasis pada suatu pertanyaan penting tentang “Apa Tekad
Gereja Untuk Membangun Bangsa?” Pertanyaan ini menjadi indikator kunci untuk
sejauhmana peran dan partisipasi gereja dalam membangun bangsa. Gereja
menyakini panggilannya untuk mengusahakan kesejahteraan yaitu keadilan,
kebenaran, perdamaian dan keutuhan ciptaan. Gereja mendukung, terlibat dan
berpartisipasi penuh dalam pembangunan bangsa. Komitmen ini dinyatakan secara
gamblang dalam Tata Gereja GPM. Secara umum gereja malakukan tekad tersebut
dalam bentuk partisipasinya melalui pengajaran dan pelayanan gereja di semua aspek
kehidupan berbangsa dan bernegara, baik sebagai institusi maupun oleh setiap
anggotanya.
Untuk tanggung jawab gereja yang bertekad membangun bangsa ini, di tengah
Problematik bangsa hari ini, maka sejatinya misi gereja ini harus menjadi salah satu
agenda penting dalam membina dan menginspirasi umat untuk bukan saja memiliki
karakter baik tetapi menyadari dan menemukan tanggung jawabnya sebagai warga
Negara untuk membangun bangsa. Pengajaran yang mengajak umat memikirkan
masalah bangsa dalam terang Firman Tuhan merupakan pendorong bagi mereka
untuk berpartisipasi dalam pembangunan melalui peran keseharian masing-masing.
Dengan demikian, pengajaran gereja tidak berhenti pada kesalehan pribadi tetapi
berimplikasi pada Aspek Sosial, Ekonomi, Politik, Budaya dan Aspek Kehidupan
lainya.

4
Nas Bacaan kita, Nehemia 2:11-20 mencontohkan Nehemia Sebagai model
keteladanan bagaimana “Gereja Bertekad Membangun Bangsa!” ditengah Problematik
Kebangsaan Hari ini.

KAJIAN TEKS
Nehemia adalah seorang Yahudi yang menjabat Juru Minum Raja di
Kerajaan Persia (Nehemia 1:11b). Bangsa di buang di Babel karena dosa-dosa
mereka. Juru Minum Raja merupakan suatu jabatan tinggi pada waktu itu. Sebab
semua minuman raja harus di seleksi dulu oleh Juru Minum Raja. Dialah yang
menentukan masuk tidaknya minuman ke Istana Kerajaan. Pada masa itu banyak cara
di lakukan untuk mencelakakan Raja, salah satunya adalah minuman. Orang bisa saja
menaruh racun di minuman Raja.
Nehemia adalah seorang yang saleh dan punya kepedulian besar terhadap
bangsanya dan Kota Yerusalem, tatkala ia mendengar khabar bahwa saudara-
saudara sebangsanya di Yehuda berada dalam kesukaran yang besar dan tembok
Yerusalem telah roboh maka ia mengoyakkan bajunya sebagai tanda perkabungannya
serta memohon pengampunan dan pertolongan Allah (Nehemia 1:1-4).
Nehemia adalah seorang pendoa yang selalu melibatkan Tuhan dalam hidupnya.
Banyak doa-doanya Nehemia yang di catat Alkitab. Salah satunya, ketika ia berdoa
bagi teman sebangsanya di Yerusalem, seperti telah di sebutkan di atas (Nehemia 1 :
4-11). Nehemia juga berdoa tatkala ia memberanikan diri menghadap Raja Persia
Artahsasta, agar ia di utus ke Yehuda untuk memperbaiki tembok Kota Yerusalem
yang rusak (Nehemia 2:4b). Saat itu Tuhan mendengar doa Nehemia. Raja Artahsasta
mengijinkan Nehemia ke Yehuda untuk melakukan tugas tersebut, bahkan
memberinya surat kuasa untuk mempermudahnya dalam perjalanannya (Nehemia 2:5-
8).
Nehemia adalah seorang pemimpin yang ahli strategi, hal ini nampak
sebelum ia memulai mengerjakan pembangunan Tembok Kota Yerusalem, setelah ia
tiba dari Persia.

A. OBSERVASI UNTUK PEMATANGAN VISI


Kisah membangun kembali Tembok Kota Yerusalem di mulai dengan tibanya
Nehemia di Yerusalem sebagaimana yang di amanatkan oleh Raja, sebagai
Gubernur dengan kekuasaan penuh dari Pemerintah Persia. Ia tidak melakukan
apa-apa selama tiga hari dan tidak menceritakan rencana-rencana Allah yang
diterimanya (Nehemia 2:11-12). Dapat dipastikan bahwa Ia menantikan Tuhan,
dan tidak tergesa-gesa mengandalkan kekuatan sendiri (lih. Yes 40:14-31).
Kemudian Ia mengadakan survey yang cermat mengenai kerusakan tembok-
tembok Yerusalem oleh orang-orang Samaria (Nehemia 2:13-16). Perhatikan,
Nehemia ketika meng-survey tembok-tembok Yerusalem pada malam hari

4
dilakukan seorang diri. Pada waktu itu, kondisi kota Yerusalem yang telah
menjadi puing-puing sangatlah menyeramkan. Rute yang di tempuh Nehemia
bukanlah rute yang singkat. Ia harus melewati terowongan-terowongan air yang
gelap dimana disana menjadi tempat sarang penjahat dan binatang buas.
Nehemia demi melaksanakan Missi Tuhan ini, Ia berani dan rela menempuh
bahaya sendirian.
Sikap sendirian Nehemia adalah bijaksana, mengingat banyaknya musuh
disekitar situ dan untuk menjaga agar rencananya tetap rahasia sampai Ia bisa
mengetahui dengan pasti keseriusan tugas itu. Sikap sendiri Nehemia
melakukan Peninjauan dan penyelidikan secara menyeluruh dan saksama
tentang keadaan Yerusalem untuk mendapatkan data yang akurat guna
menyusun rencana pembangunan Tembok Kota Yerusalem dan sekaligus
menemukan Visi dan Missinya, serta memotivasi penduduk Yerusalem untuk
memiliki beban yang sama.

B. GAYA KEPEMIMPINAN NEHEMIA


Untuk menjalankan Visi dan Missinya dalam membangun Tembok Kota
Yerusalem, Nehemia menyatukan diri dengan umat dan pergumulan mereka.
Kata Nehemia “kemalangan yang kita alami” (Nehemia 2: 17a). Pernyataan ini
menujukan bahwa Nehemia melihat masalah tersebut bukan “masalah kalian
(Yehuda Saja)” tapi “masalah kita”. Ia mengidentifikasikan dirinya dengan
saudara-saudaranya yang sengsara di reruntuhan Kota Yerusalem. Hal tersebut
merupakan pendekatan yang tepat oleh Nehemia dalam menjalankan visi dan
misinya bagi orang-orang Yehuda. Ia membeberkan dengan jelas tantangan dan
masalah yang dihadapi (Nehemia 2:17b). Ia mengajak saudara-saudaranya
untuk mengambil tidakan yang nyata. Ia memberikan kesaksian yang
meyakinkan dan membangkitkan semangat mereka bahwa Tuhan telah
menolongnya dan akan menolongnya (Nehemia 2:18-20). Nehemia mau
menyaksikan kemurahan Allah yang akan menolong mereka. Ketika hati bersatu
dan kekuatan tergabung, maka Tuhan akan memakai mereka bersama untuk
mengenapi rencanaNya. Ia mendahulukan Kemuliaan Allah dan kepentingan
umaNya.
Gaya Kepemimpinan Nehemia adalah karena kedekatannya dengan Tuhan. Dan
hal ini merupakan kunci keberhasilannya untuk mewujudkan visi-misinya bagi
pembangunan kembali Tembok Kota Yerusalem menjadi nyata. Ia peka terhadap
Suara Tuhan sehingga rencana pembangunan tembok Yerusalem”diberikan
Allah dalam hatinya” (Nehemia 2:11). Tantangan dan ejekan dari kerajaan
tetangga pada awal pelaksanaan pembangunan Tembok Yerusalem dapat
dihadapi berkat keyakinannya akan kuasa Tuhan: “Tuhan semesta langit, Dia
yang membuat kita berhasil” (Nehemia 2:20). Nehemia sebagai pemimpin rohani

4
yang efektif secara realistis megevaluasi setiap masalah dan kesulitan yang
dihadapi, dengan tidak membawa diri dan orang-orangnya terfokus pada
masalah yang dihadapi, melaingkan terfokus pada kekuasaan Allah. Ia berusaha
membangun keyakinan dan semangat kepada mereka berdasarkan kekuasaan
Allah. Nehemia mengajak mereka untuk menyaksikan Kemurahan Allah yang
akan menolong.

PIKIRAN APLIKATIF:
Berdasarkan Tema Bulan kita: ”Sikap Demokrasi: Tunduklah Dalam Tuntunan
Hikmat Dan Kuasa Roh Kudus” dan Tema Mingguan: “Bertekadlah Membangun
BangsaMu!” dan Kajian Teks Alkitab dari Nehemia 2:11-20, maka ada beberapa pokok
pikiran aplikatif dari Nabi Nehemia yang menginspirasi kita yaitu:
1. Nehemia mengajak kita untuk bertekad membangun bangsa sebagai Panggilan
Beriman Kepada Tuhan. Hal ini bisa mungkin terjadi kalau kita mendekatkan diri
kepada Tuhan dan mau mendengarkan suaraNya di dalam kehidupan spiritualitas
dengan berdoa sungguh-sungguh kepada Tuhan ketika kita merasakan
pergumulan bangsa ini.
2. Bagi Nehemia, dengan berdoa kita akan memiliki keberanian untuk melakukan
peran dan partisipasi dalam pembangunan bangsa, meskipun dalam kenyataannya
semangat untuk membangun bangsa selalu di perhadapkan dengan banyak
tantangan.
3. Nehemia memberikan contoh kepada kita tentang bagaimana dia melakukan
tindakan merestorasi bangsanya dengan sangat obyektif dan data yang akurat
untuk mengkonsepkan peran tanggung jawab membangun bangsa, dengan tidak
mencari kemulian diri sendiri tetapi memperlihatkan kemurahan, kekuasaan dan
kemuliaan Tuhan.
4. Nehemia Memperlihatkan suatu metode pendekatan masalah bangsa dengan cara
mengambil masalah itu sebagai masalah bersama, sehingga ketika hati bersatu
dan kekuatan bergabung sebagai suatu semangat anak bangsa maka tanggung
jawab itu akan berhasil dan penyertaan Tuhan akan dinyatakan.
5. Kita sebagai Anak Bangsa di Maluku akan Merayakan Hari Pattimura Pada 15 Mei
2023 ini, sebagai bagian dari cara kita mengambil semangat Pahlawan kita yang
telah berjuang membela bangsanya dari penjajah pada waktu itu.
6. Yakinkanlah diri kita seperti Nehemia meyakinkan Orang Yehuda bahwa “Allah
akan membuat kita berhasil” Bila kita bertekad membangun bangsa ini dalam
seluruh peran dan partisipasi kita.

“Selamat Berkhotbah”

4
MATERI BIMBINGAN KHOTBAH
Kamis, 18 Mei 2023 (Kenaikan
Tuhan Yesus)

Oleh: Pendeta Rudy Rahabeat

Bacaan Alkitab : Kisah Para Rasul 1 : 6 - 11


Tema Bulan : Sikap Demokrasi: Tunduklah Dalam Tuntunan Hikmat dan
Kuasa Roh Kudus
Tema Mingguan : Bertekadlah Membangun BangsaMu!
Tema Kenaikan : Jadilah Saksi Kristus, Muliakan dan Terima KuasaNya

PENGANTAR

P
aling kurang ada lima rangkaian karya keselamatan Allah di dan bagi
dunia yang dimulai dari (1). kelahiran Yesus, (2). Pelayanan,
Kesengsaraan dan Kematian, (3). Kebangkitan, (4). Kenaikan Yesus ke Sorga dan (5).
Keturunan Roh Kudus. Kelima rangkaian ini mesti dilihat sebagai satu kesatuan yang
utuh. Demikian pula ada paling kurang tiga bahkan empat panggilan gereja di dan bagi
dunia yakni: (1). Persekutuan (koinonia), (2). pelayanan (diakonia), (3). kesaksian
(marturia), dan (4). pembangunan/pemberdayaan jemaat (oikodomia).
Terkait momentum peringatan Kenaikan Yesus ke Surga maka berdasarkan teks KPR
1:6-11 yang menjadi aksentuasi atau penekanan Khotbah pada saat ini terhubung
dengan panggilan menjadi saksi (marturia) dengan memaknai Roh Kudus sebagai
penggerak utama dalam karya bersaksi di dan bagi dunia, khusus oleh Gereja
Protestan Maluku. Uraian materi khotbah ini akan mengacu teks KPR 1:6-11 dengan
memperhatikan tema perayaan yang merangkul tiga konsep kunci yakni:
(1). Terima KuasaNya, (2). Muliakan Dia, dan (3). Jadilah Saksi Kristus.
Perlu ditegaskan bahwa kisah Kenaikan Yesus sangat penting dalam Alkitab. 74 %
kitab dalam Perjanjian Baru mencantumkan referensi tentang Kenaikan Yesus (Nindyo
Sasongko, 2021. https://www.youtube.com/watch?v=eCsUEqiawLs). Pada materi ini
kita tidak terlalu banyak mengulik aspek teologi Kenaikan namun lebih memberi
aksentuasi pada panggilan menjadi Saksi sebagai bagian tak terpisahkan dari kisah
Kenaikan itu. Asumsinya, para pelayan dan umat sudah cukup tahu tentang teologi
Kenaikan yang dipelajari selama ini (bisa juga menyimak sajian Prof Joas Adiprasetya
pada aku youtubenya: Teologi Kenaikan Yesus:
https://www.youtube.com/watch?v=zRe03LJgShQ).

4
KAJIAN TEKS
(1) Kenaikan dan Pemberian Kuasa
Agak miris memang jika hingga momen Yesus hendak terangkat ke Sorga
para murid masih mengajukan pertanyaan investigatif yang bernada pesimis
tentang pemulihan kerajaan (basilea) bagi Israel (ayat 6). Pertanyaan itu sekaligus
menimbulkan pertanyaan kecurigaan (suspicious question) apa sebenarnya yang
sedang terjadi dengan para murid selama ini? Bukankah mereka sudah cukup
lama mengenal Yesus minimal 3,5 tahun dalam karya bersama mereka? Mengapa
mereka belum juga yakin dan percaya serta memahami misi kedatangan Yesus ke
dalam dunia? Mestinya mereka keluar dari pandangan politik yang eksklusif
Yudaisme (menjadikan Israel sebagai satu-satu umat pilihan Allah) dan memahami
Kerajaan Allah (Thou Basileia) sebagai tanda universal kehadiran Allah bagi dunia.
Sederhananya, mereka masih membayangkan Yesus sebagai Pahlawan Yahudi
yang datang untuk umat Israel semata. Mispersepsi ini menandakan bahwa
mengenal Yesus bukan perkara mudah dan instan. Terhadap pertanyaan para
murid Yesus tetap memberi respons dialogis. Yesus tidak cuek dan diam. Dengan
nada yang agak sinis Yesus menjawab mereka dengan menegaskan kehendak
bebas Allah (Providentia Dei) yang melampaui akal dan pikiran manusia. “Engkau
tidak perlu mengetahui masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa sendiri menurut
kuasa-Nya” (ayat 7). Selanjutnya Yesus memberikan garansi tentang adanya
pemberian kuasa (dunamis) yakni Roh Kudus agar para murid. Kata kuasa dalam
bahasa Yunani menggunakan kata dunamis dan digunakan sebanyak 120 kali
yang dapat memilki arti “ strength power, ability” dalam terjemahan bahasa
Indonesia adalah kekuatan, kekuasaan, kemampuan untuk mengerjakan sesuatu
(Yacoep Ezra, 2021). Murid-murid tidak dibiarkan sendiri, tidak dibiarkan dalam
kesalapahaman bahkan kelemahan dan kesendirian tetapi mereka diberi kekuatan
dan kemampuan melalui Roh Kudus untuk mennjadi Saksi Kristus. Roh Kudus
tidak hanya bekerja dalam pengalaman hidup anggota-anggota jemaat untuk
pembangunan tubuh Kristus, tetapi Roh Kudus juga bekerja mendorong,
menggerakan dan mengutus Gereja dan anggota-anggota jemaat untuk terlibat
secara sadar dan penuh dalam memberitakan Injil kepada semua makhluk (Mrk
16:20; Mat 28:18-20; Luk 24:47-49; Yoh 20:21-22; 21:1-12; Kis 1:8). (Ajaran Gereja
GPM artikel 74). Kata Roh selalu menyatakan suatu daya hidup, prinsip hidup,
vitalitas, kuasa yang dinamis yang secara positif atau negatif dikaitakan dengan
manusia atau dengan Allah atau dengan alam (AG artikel 64). Hal ini menegaskan
bahwa kata kuasa (dunamis) tak terpisahkan dari Roh Kudus sebagai sumber
penggerak untuk menjadi Saksi Kristus.

4
(2). Muliakan Yesus dan Menjadi Saksi
Frasa “muliakan Yesus” bukan saja sebuah ajakan untuk memuji Yesus (seperti
saat kita melagukan pujian “Mulia, Mulia NamaNya”, tetapi juga sebuah pengakuan
tentang Yesus sebagai Yang Maha Kuasa, Sumber Kuasa dan otoritas. Akta
Yesus naik ke sorga mengkonfirmasi dan melegitimasi eksistensinya sebagai Anak
Allah yang berinkarnasi dan bertransfigurasi serta mengalami kepenuhan/pleroma
(Filipi 2; Matius 17; Kolose 2:6-15) ). Fenomena Kenaikan Yesus ke sorga yang
diselimuti awal merupakan sebuah konfirmasi tentang siapa Yesus yang
sebenarnya. Yesus bukan manusia biasa tetapi luar biasa. Ia anak Allah sekaligus
Anak manusia. Fakta kenaikanNya ke Sorga disaksikan oleh para MuridNya dan
ditegaskan oleh para malaikat menjadi tanda tentang siapa Yesus Sang Mulia itu.
Peristiwa Kenaikan itu begitu menggentarkan sekaligus mempesona. Meminjam
konsep teolog dan filsuf Jerma, Rudolf Otto (1869-1937), tremendum et
fascinosum. Allah itu begitu misterius, Allah begitu suci dan mulia (The Idea of The
Holy).
Oleh sebab itu, para murid dan kita semua patut memuji dan memuliakannnya, dan
semua itu diaktualisasikan dalam tindakan menjadi saksiNya mulai dari Yerusalem,
Yudea, Samaria hingga ujung bumi (bangsa-bangsa lainnya). Tempat-tempat yang
disebutkan di atas bukan saja penanda geografis tetapi juga penanda sosiologis-
antropologis tentang berbagai suka bangsa dan berbagai perbedaan menjadi
alamat tugas para Saksi Kristus. Mereka diutus untuk berjumpa dan
bertransformasi bersama dalam menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah.
Demikian pula sapaan “Orang-Orang Galilea” (andres Galilaioi) merupakan sapaan
faktual dan simbolik yang merujuk pada orang-orang kecil sekaligus orang-orang
tertindas. Para murid Yesus yang pertama adalah orang Galilea, orang kecil dan
yang juga menjadi sasaran penindasan dan marginalisasi penjajah Romawi kala
itu. Justru orang-orang kecil itu dipanggil dan dipakai Allah, diperlangkapi dengan
kuasa (dunamis) Roh Kudus untuk menjadi saksi menghadirkan Kerajaaan Allah
hingga ke ujung-ujung bumi. Karen Armstong (2021) menyebutkan Galilea, tempat
Yesus menjalankan misinya di sebelah utara dari apa yang sekarang dikenal
sebagai wilayah Israel, adalah rumah bagi masyarakat yang merasakan trauma
akibat kekejaman penjajah. Masyarakatnya kena pajak berat, tanahnya dirampas
dan dijadikan tenaga kerja paksa. Kepada orang-orang dan dalam konteks
penderitaan itulah para murid diutus untuk menjadi saksi, tidak apatis atau
termangu-mangu saja, melihat ke langit tetapi menatap ke bumi, lalu menjadi Saksi
Kristus yang setia.

4
PERTIMBANGAN HOMILETIK
- Menarik mencermati kisah ini bahwa ketika Yesus hendak terangkat ke Sorga, Ia
tidak sekaligus mengangkat murid-muridNya naik ke Sorga. Yesus tidak
memberikan sebuah jalan pintas (instant) menuju Sorga. Sebaliknya, Yesus
menyuruh murid-muridNya tetap tinggal di dunia untuk menjadi SaksiNya. Itu
berarti ada tugas mulia yang mesti dikerjakan oleh murid-murid. Murid-murid tidak
perlu tahu kapan waktu dan masa penggenapan KedatanganNya, yang mereka
mesti tahu dan yakin bahwa IA memberikan kuasa melalui Roh Kudus untuk terus
setia memberitakan dan menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah di dunia.
Gereja dan orang Kristen pun tidak perlu terburu-buru (ojo kesusu, paparipi)
terangkat ke Sorga, apalagi berkumpul di tempat tertentu agar segera terangkat ke
Sorga seperti ajaran sesat yang pernah muncul di waktu lalu. Kadang Allah
sengaja terlambat datang agar manusia berbenah dan bertobat. Agar dunia
dipulihkan dan memulihkan dirinya.
- Murid-murid di masa lalu dan kita semua di masa kini membutuhkan kuasa di
dalam Roh Kudus, karena dunia yang dihadapi dan dihidupi di masa lalu dan di
masa kini penuh dengan pertarungan dan penyalahgunaan kuasa. Kerajaan
Romawi (Perjanjian Baru) dan Kerajaan Israel (Perjanjian Lama) penuh dengan
intrik dan manipulasi kuasa. Kuasa tidak digunakan untuk membangun dan
menghidupkan tetapi untuk menindas dan menggilas orang-orang kecil dan lemah.
Kuasa digunakan untuk mempertahankan status quo, melanggengkan dominasi
dan hegemoni serta memuaskan kerakusan dan nafsu manusia. Janji tentang
kuasa Roh Kudus menjadi jaminan yang terus menggerakan (dunamis) agar kita
tetap militan dan setia, tidak loyo tetapi berani mati untuk terus menjadi saksi
Kristus (martyr) kapan dan dimana saja, apapun resiko dan berapapun harganya.
- Oleh sebab itu peringatan Kenaikan Yesus ke Sorga bukan untuk mempercepat
Kedatangan Tuhan (Porusia) melainkan mengingatkan kita untuk terus konsisten
berjibaku dan berjuang menjadi saksiNya menghadirkan Kerajaan Allah di Maluku
dan Maluku Utara, Indonesia bahkan dunia. Sedangkan soal KedatanganNya
kembali, biarlah itu menjadi kehendak bebas dan rahasia Allah. Yang pasti kita
percaya bahwa IA pasti datang kembali seperti kata-kata para malaikat itu. Hal ini
selaras dengan ajaran gereja GPM yang menyebutkan bahwa Kerajaan Allah
merupakan inti pemberitaan Tuhan Yesus. Tuhan Yesus menghadirkan Kerajaan
Allah dalam apa yang diucapkan dan apa yang dilakukan-Nya. Kerajaan Allah juga
diberitakan Tuhan Yesus sebagai yang akan datang. Karena itu dapat dikatakan
bahwa Kerajaan Allah memiliki sisi “sudah” dan sisi “belum”. Kerajaan Allah sudah
hadir dalam karya Tuhan Yesus dan akan terealisasi secara penuh pada waktu
parousia, atau di akhir zaman.
- Silahkan berimprovisasi sesuai konteks masing-masing, sambil tetap on the track.
Shalom !

4
MATERI BIMBINGAN KHOTBAH
Minggu, 21 Mei 2023

Oleh: Pendeta Steve G. C. Gaspersz

Bacaan Alkitab : Ulangan 8 : 1 - 20


Tema Bulanan : Sikap Demokrasi: Tunduklah Dalam Tuntunan Hikmat dan
Kuasa Roh Kudus
Tema Mingguan : Upayakanlah Kekayaan Dengan Cara Yang Benar

Konteks Umum Kitab Ulangan

K
alangan peneliti Perjanjian Lama menghadapi kerumitan tersendiri dalam
menentukan dan mengamati situasi dan konteks penyusunan Kitab
Ulangan karena begitu variatifnya bahan-bahan yang terkandung pada dirinya.
Sebagian ahli menerima dan mendukung teori bahwa Kitab Ulangan secara garis
besar disusun dari Israel Utara. Persoalan mengenai bagaimana bahan Ulangan bisa
sampai ditemukan dalam Bait Allah Yerusalem pada masa pemerintahan Raja Yosia
(Israel Selatan), masih menjadi dugaan-dugaan sejauh bukti-bukti yang ditemukan.
Paruhan pertama abad ke-8 s.M. merupakan masa kembalinya kemakmuran
di Israel (Utara), khususnya di bawah pemerintahan Yerobeam II, raja ke-4 dari Dinasti
Yehu. Kedua kerajaan Ibrani itu bebas dari gangguan negara luar. Yerobeam makin
memperluas batas-batas kerajaannya dan kemakmuran nasional bertambah besar-
besaran. Ini membawa suatu kondisi kehidupan yang mapan dan makmur di kalangan
masyarakat Israel Utara saat itu.
Pada sisi lain, peningkatan kemakmuran besar-besaran dalam skala nasional
ini membawa dampak negatif terhadap sistem kehidupan sosial masyarakat. Sistem-
sistem sosial yang tidak adil menjamur ketika kemakmuran nasional dinikmati dan
dikuasai hanya oleh segelintir orang saja, yaitu para pedagang kaya dan tuan-tuan
tanah yang memperkaya diri atas jerih payah para petani; para lintah darah yang
memangsa kaum petani kecil dengan pinjaman disertai bunga yang tinggi; para hakim
yang menyelidiki perkara-perkara hukum dengan sogokan dan menjatuhkan
keputusan dengan tidak adil. Ada juga orang-orang yang bertingkah seperti nabi yang
menubuatkan hal-hal yang disukai oleh para pendengarnya, bukan kebenaran (bnd.
Ul. 18:20-22). Kondisi semacam inilah yang mendorong timbulnya kecaman-kecaman
keras dari para nabi, seperti Amos dan Hosea. Kecaman bukan saja karena
ketidakadilan yang dilakukan oleh golongan kaya tetapi juga karena kemunafikan
mereka.
Kira-kira tahun 745 s.M., Tiglat Pileser III menjadi Raja Asyur dan memulai
agresi militernya terhadap bangsa-bangsa lain. Kurang dari seperempat abad, ia

5
mengakhiri eksistensi Kerajaan Israel dan merenggut kemerdekaan Kerajaan Yehuda.
Kalangan lapisan atas dari penduduk kedua daerah ini diasingkan dan digantikan
dengan para imigran dari wilayah-wilayah lain Kerajaan Asyur. Raja Shalmaneser
mengepung kota Samaria selama dua tahun. Setelah ia wafat, Sargon II naik tahta
dan menaklukkan Israel Utara. Ia melanjutkan kebijakan Tiglat Pileser dulu dengan
memindahkan orang-orang taklukannya ke wilayah-wilayah lain untuk mengantisipasi
kemungkinan munculnya pemberontakan yang terorganisasi oleh bangsa taklukan.
Dengan runtuhnya Kerajaan Israel Utara maka diduga ada kelompok orang Lewi dan
pemelihara tradisi turut mengungsi ke Selatan dengan kemungkinan membawa serta
bahan tradisi Ulangan. Mereka melakukan penyelarasan agar bahan Ulangan itu dapat
diakarkan di Yehuda.
Mazhab Ulangan mendapatkan kesempatan dengan diangkatnya Yosia
menjadi raja pada tahun 639 s.M. Ada kemungkinan besar bahwa beberapa tokoh dari
mazhab ini termasuk golongan pemuka (bnd. Zef 1:28) yang membimbing raja muda
itu sebelum dia cakap bertindak sendiri. Setelah mengambil tanggung jawab penuh
atas pemerintahannya, Yosia mulai mengadakan upaya pemurnian ibadah di
Yerusalem dengan jalan menghentikan berbagai jenis peribadahan asing, serta
menegakkan kembali kultus Yahwisme. Gerakan reformasi itu kemungkinan dimulai
sekitar tahun 627 s.M. (bnd. 2Taw 34:3), karena dalam proses pembersihan dan
pembenahan Bait Allah pada tahun 621 s.M. ditemukan sebuah naskah Torah (Kitab
Hukum). Penemuan naskah tersebut makin memberi dorongan yang kuat terhadap
gerakan reformasi yang sementara berlangsung.

Telaah Teks
Teks pasal 8 ini memperlihatkan empat prinsip utama yang hendak dijadikan pilar
kehidupan Israel untuk melakukan kritik diri dan mempertahankan kesetiaan kepada
Tuhan yang seharusnya mewujud dalam cara hidup sehari-hari, baik bagi
pengembangan diri sendiri maupun dalam memperkuat relasi sosial dengan orang
lain.
1. Ingatan: Perikop pasal 8 ini merupakan pidato II Musa dari serangkaian pidatonya
pada pasal 6-11. Dengan jelas tampak ciri khas anjuran Musa yang secara
berulang mengajak umat Israel untuk belajar dari sejarah penyertaan Tuhan
dengan mengingat pengalaman mereka mengembara di Padang gurun selama 40
tahun (ayat 2-3 & ayat 14-15). Ingatan tentang pengalaman menjalani perbudakan
di Mesir dan jerih payah memperjuangkan kebebasan sebagai manusia merdeka
terus-menerus digaungkan agar umat Israel dan seluruh generasinya tetap
menjalani kehidupan yang sekarang dengan “merendahkan hati” dan
mempertahankan kesetiaan “berpegang pada perintah Tuhan”. Ingatan kepada
masa-masa sulit di waktu lampau selalu berfungsi menjadi penanda untuk tidak
menyikapi masa kini dengan kesombongan.

5
2. Pengalaman (baru): Umat Israel mengalami transformasi total kehidupan selama
beberapa generasi mengembara di Padang gurun. Pengalaman pertama adalah
mereka dihadapkan pada situasi kehidupan yang memaksa mereka berpikir dan
bertindak sebagai “orang merdeka”. Pengembaraan di padang gurun adalah
transformasi mental yang melaluinya umat Israel ditempa untuk mengatur hidup
mereka secara mandiri. Proses transformasi mental budak menjadi mental orang
merdeka tidaklah mudah. Meskipun di Mesir mereka berstatus budak tapi segala
sesuatunya ditentukan oleh penguasa Mesir. Mentalitas budak mereka
menciptakan sikap dan perilaku ketergantungan absolut pada penguasa atau pihak
lain. Pengalaman kedua adalah makan manna. Ini adalah pengalaman unik yang
sama sekali baru. Bahkan disebutkan “engkau makan manna, yang tidak kaukenal
dan yang juga tidak dikenal oleh nenek moyangmu”. Makan manna merupakan
pengalaman inovasional, yaitu pengalaman hidup yang melahirkan kreativitas dan
inovasi untuk memasuki perkembangan masa depan yang tidak pernah ada
dan/atau dikenal sebelumnya dalam sejarah Israel.
3. Ajaran: Ingatan dan pengalaman umat Israel baik selama menjalani perbudakan di
Mesir maupun saat mengembara di padang gurun selama 40 tahun bermuara pada
suatu kehendak Tuhan untuk membentuk karakter hidup yang tangguh, rendah
hati, dan setia kepada perintah Tuhan. Seluruh proses dan/atau pengalaman hidup
itu merupakan cara pengajaran Tuhan “sama seperti seseorang mengajari anaknya”
(ayat 5). Suatu pengajaran yang baik selalu berimplikasi kepada gaya
hidup yang berdisiplin tinggi. Artinya, kesulitan dan tantangan mengarahkan
orientasi manusia untuk mengelola kesempatan dan modal (potensi) yang
dimilikinya. Orientasi tersebut bertujuan memurnikan kehidupan sehingga tidak
canggung dalam menentukan pilihan-pilihan utama dalam hidup sebab sudah
terbiasa dengan kedisiplinan diri.
4. Daya tahan hidup: Tujuan dari proses pengajaran Tuhan melalui serangkaian
pengalaman hidup umat Israel (di Mesir dan di Padang gurun) bermuara pada
terbentuknya mentalitas tangguh dan tahan uji untuk bertahan hidup tanpa
melacurkan karya sejarah keselamatan Tuhan bagi umat Israel dan membentuk
karakter kesetiaan yang sejati tanpa dipengaruhi oleh perubahan-perubahan
situasi kehidupan. Untuk apa Tuhan melakukan pengajaran semacam itu kepada
manusia? Karena kehidupan yang dianugerahkannya kepada manusia terlalu
berharga untuk disia-siakan. Kehidupan yang berharga itu bukan untuk Tuhan
karena IA tidak membutuhkannya. Sebaliknya, kehidupan yang berharga itu
ditujukan kepada manusia agar mencapai kualitas hidup yang tinggi sehingga
manusia terus-menerus belajar untuk menghormati pengalaman-pengalaman
hidupnya sejauh ia mampu menjalaninya. Dengan demikian, daya tahan hidup
adalah keunggulan manusia yang dapat dilakukan dengan mengembangkan

5
kreativitas dan inovasi. Bukan dengan cara “harap gampang” atau “berpangku
tangan” lalu mau terima enaknya saja kendati itu harus mengorbankan orang lain.

Implikasi Khotbah
Tema “Upayakanlah Kekayaan dengan Cara yang Benar” membingkai pesan teks
Ulangan 8:1-20 yang dengannya kita dapat meneropong perubahan-perubahan gaya
hidup personal dan sosial saat ini. Beberapa tren yang berkembang belakangan ini
adalah:
 Gaya hidup “sultan” dimana kaum crazy rich (super kaya) tidak canggung lagi
memamerkan kemewahan harta yang mereka punya (rumah, mobil, liburan
ke luar negeri, kuliner dll).
 Tuntutan gaya hidup “sultan” tersebut memaksa banyak orang menjadi social
climber, yaitu ingin mendapat pengakuan publik bahwa dirinya tergolong
kaum high-class seperti yang ditampilkan melalui foto-foto selfie yang makin
membuat banyak orang selfish (hanya pikir diri sendiri).
 Tidak ada yang steril dari virus gaya hidup “sultan” semacam itu karena
diberikan ruang oleh media sosial untuk mengekspresikan diri seluas-
luasnya. Virus gaya hidup “sultan” itu pula yang kian merasuki para pendeta
dan warga jemaat GPM yang untuk mencapainya segala cara ditempuh
hanya untuk diakui sebagai kaum berada. Semangat keugaharian hanya
menjadi slogan-slogan kosong di atas mimbar-mimbar gereja.
 Apakah salah menjadi kaya? Tentu tidak salah. Namun, segala sesuatu yang
berlebihan selalu mempunyai implikasi negatif dan destruktif karena
keinginan manusia tidak ada batasnya. Jika ketidakterbatasan keinginan itu
dituruti maka yang terjadi adalah ketidakadilan karena hak-hak orang lain
akan dirampas untuk memuaskan hasrat diri sendiri. Oleh karena itu, catur
gaya hidup (cagadu) yang ditampilkan oleh Ulangan 8:1-20 mesti menjadi
norma kehidupan kristiani yang berkualitas tinggi karena dimaknai sebagai
anugerah Tuhan yang tidak dapat dikendalikan oleh situasi kehidupan.

Selamat mewartakan ajaran Tuhan!

5
MATERI BIMBINGAN KHOTBAH
Minggu, 28 Mei 2023 (Pentakosta
I)

Oleh: Pendeta Nancy N. Souissa

Bacaan Alkitab : Kisah Para Rasul 2 : 14 - 40


Tema Bulanan : Sikap Demokrasi: Tunduklah Dalam Tuntunan Hikmat dan
Kuasa Roh Kudus
Tema Mingguan : Hiduplah Dalam Roh Kudus dan Bertobatlah!

Pengantar

K
isah Para Rasul menampilkan tema keselamatan yang universal. Dalam
hal ini, Roh Allah beroperasi dengan kehendak untuk membarui dan
menyatukan. Kelompok yang dianggap negatif dan jauh dari keselamatan, dipandang
secara inklusif dan dirangkul. Oleh karena itu, gerakan orang-orang Kristen
memperlihatkan sisi keberlanjutan dari Israel. Khotbah Petrus ini adalah salah satu
kisah yang menonjol mengenai Pentakosta sebagai penggenapan Allah terhadap
Israel. Kisah Para Rasul (dan Lukas) memperlihatkan isu keberlanjutan dan
berpengaruhnya pesan kekristenan diantara orang Yahudi, namun juga terhadap
kelompok orang yang belum percaya. Terdapat kritik terhadap corak keyahudian yang
eksklusif yang dilihat sebagai hal yang menghambat misi Allah, dan pada saat yang
sama memperlemah kehidupan sosial yang berkualitas. Kelompok Kristen yang
dipengaruhi oleh Roh Allah memberikan alternatif hidup yang berkualitas dengan
terlebih dahulu melakukan advokasi terhadap hak hidup dan hak untuk menerima
karya Roh Allah melalui diri mereka.

Peristiwa Pentakosta
Hal pertama yang penting, dalam pekerjaan Roh adalah bukan mengikuti begitu saja
cara pandang kebanyakan orang melainkan menempatkan ulang cara pandang itu
dengan menguji kebiasaan. Petrus menegaskan kepada kelompok dominan saat itu
bahwa mereka keliru dalam memandang peristiwa Pentakosta. Kekeliruan mereka
sangat fatal namun mereka tidak sadari. Oleh karena itu Petrus, membawa mereka
untuk mengingat bagian dari kitab Yoel. DI dalam teks itu terdapat visi tentang karya
Allah yang menjangkau semua generasi, lapisan sosial, dan usia, dengan tujuan
keselamatan. Karya Allah yang demikian, tidak dapat diklaim oleh sekelompok orang
saja. Tidak ada yang paling berwewenang dan tidak ada yang paling tidak berdaya.
Allah menginginkan perubahan dan pertobatan berdasarkan pada kepercayaan. Hal
itu mendatangkan keselamatan.

5
Hal kedua yang penting, Pentakosta menyadarkan orang Israel bahwa mereka telah
menolak Kristus di dunia, padahal Yesus Kristus adalah keturunan Daud, nabi yang
adalah leluhur mereka sendiri. Nabi yang telah menyatakan visi dari Allah tentang
kehadiran Mesias. Hanya sedikit orang yang memahami, percaya dan diselamatkan
padahal keselamatan disediakan Allah kepada semua orang, siapa saja yang percaya.
Orang-orang Israel sendiripun tidak menerima penyataan Allah melalui Kristus itu.
Perjalanan hidup Yesus dari Nazaret yang diurapi Allah ditolak oleh orang Israel, dan
orang Israel sendirilah juga yang menyerahkan Yesus ke tangan pemerintah Romawi
untuk dibunuh. Kebenarannya adalah bahwa Yesus Kristus itu penggenapan janji
Allah kepada Daud yang merupakan nabi bagi orang Israel. Daud sangat dekat di hati
orang Isarel sebagai raja yang memerintah dan sebagai nabi yang kenangannya abadi
dalam hidup umat. Kuburannya masih ada di antara orang Israel. Dan Yesus Kristus
adalah keturunan Daud. Dengan demikian orang Israel masa Yesus telah
mengabaikan janji selamat yang telah dinyatakan leluhurnya sendiri atas firman Allah
dan menolak keturunan dari Daud itu yang dijanjikan sebagai Mesias.
Hal ketiga yang penting, Pentakosta adalah Proklamasi ulung tentang kebangkitan
Kristus sebagai penyataan Allah terhadap janjiNya di masa lalu. Betapapun demikian
besar kekeliruan orang Israel, Allah membangkitkan Yesus Kristus. Petrus dan banyak
murid lainnya menjadi SAKSI KEBANGKITAN ITU. Hidup orang yang percaya akan
karya Allah melalui Yesus Kristus adalah hidup yang setia pada janji sejak jaman
leluhur dan masa para nabi. Yesus telah menderita penyaliban oleh bangsanya
sendiri, padahal Ia adalah kegenapan janji keselamatan Allah yang melalui Israel,
akan diberitakan kepada banyak orang.
Hal keempat yang penting, Pentakosta adalah turunnya Roh yang pernah turun atas
Yesus sebagai Mesias. Itu-lah yang turun kepada orang-orang dalam Pentakosta.
Sebagaimana Roh Kudus itu memampukan para murid dan segenap orang yang
percaya kepada Allah untuk melanjutkan pekabaran Injil. Roh Kudus terbuka, karena
membawa kasih dan hikmat Allah, kepada setiap orang yang dikehendaki Allah dan
yang mau memberi dirinya percaya akan karya selamat dari Allah.
Hal kelima yang penting adalah karunia Roh Kudus dinyatakan Allah yang terbuka
kepada yang bertobat dan memberi dirinya diampuni. Ketika orang banyak itu terharu
akan khotbah Petrus, dan bertanya apa yang harus diperbuat? Petrus menjawab:
bertobatlah dan hendaklah masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama
Yesus Kristus untuk pengampunan dosa. Percaya kepada Kristus adalah jalan masuk
pada karunia Roh Kudus. Banyak orang dipanggil oleh Allah, dari generasi ke
generasi; bangsa ke bangsa. Perjalanan dari pentakosta masih panjang karena janji
keselamatan Allah yang merangkul sebanyak mungkin karena Allah menyediakan bagi
seisi dunia.

5
Pertimbangan Homiletis
1. Pentakosta dihayati dengan syukur dan sukacita karena umat percaya dan
diselamatkan Allah. Karena itu rawat dan peliharalah kepercayaan kepada
Kristus, maka karunia Roh Kudus akan memampukan umat menjalani hidup
untuk mengabarkan Injil.
2. Dari generasi ke generasi, kepercayaan Kristus disaksikan dan diwariskan.
Sebab janji keselamatan itu kepada kita dan generasi yang akan datang. Jemaat
harus saling menjaga dan memberi dukungan. Kita semua rindu keselamatan
dari Allah terus menjadi bagian hidup terpenting. Dengannya kita berkarya
semaksimal mungkin dalam hidup ini; mengembangkan potensi, berusaha
menghadapi berkat Allah dengan bersemangat, tekun dan berpengharapan
dalam menghadapi tantangan, terus hidup dengan Kristus di dalam hati kita.

----- selamat mempersiapkan diri -----

5
MATERI BIMBINGAN KHOTBAH
Senin, 29 Mei 2023 (Pentakosta II)

Oleh: Pdt. Frans E. Serang


Bacaan Alkitab : Roma 8 : 1 - 17
Tema Bulanan : Sikap Demokrasi: Tunduklah Dalam Tuntunan Hikmat dan
Kuasa Roh Kudus
Tema Mingguan : Hiduplah Dalam Roh Kudus dan Bertobatlah!

Pengantar
ada dasarnya setiap krisis selalu mendorong manusia beradaptasi dan
P menciptakan kebiasaan baru. Karena pada saat itu muncul yang namanya
sense of urgency. Dikuasai oleh dosa atau daging itu krisis yang dapat
menyesatkan jika salah merespons. Sense of urgency adalah cara manusia
merespons hidup yang sesungguhnya rapuh penuh kontradiktif agar supaya selaras
dengan dengan Roh Allah. Respons yang benar Itulah yang menjadi motivasi untuk
menginisiasi hasrat hidup untuk berubah.
Hiduplah dalam Roh Kudus dan Bertobatlah menjadi bingkai perspektif yang
bersifat instruktif, mengimperasikan pesan dan meminta respons balik atas ajaran
yang disampaikan (protreptiklos logos). Roma 8:1-17 bagi Paulus merupakan sense of
urgency, titik balik manusia untuk konsisten berada di dalam Kristus dan dibimbing
oleh Roh Allah atau tetap dikuasai oleh dosa (“daging”).
Kajian Teks dan Relevansi Teologis
 Eksistensi Baru Umat Kristiani
- Kehidupan Baru dalam Roh
Roma 8:1 Tidak ada lagi kutukan: Yesus Kristus melepaskan status-Nya
sebagai Putra tunggal Allah, mengorbankan diri-Nya supaya manusia lepas
dari belenggu dosa. Itu dilakukan-Nya dengan rela, sebagai bukti cinta-Nya
pada manusia. Tidak ada jalan lain untuk lepas dari kutukan dosa selain
kekuatan dari Kristus yang bangkit dan hadir didunia. Vitalitas ini tidak pernah
dapat diberikan oleh Hukum Musa. Jadi manusia diselamatkan karena
manusia ada di dalam Dia. Inilah arti "di dalam Kristus": berdiri di tempat
Kristus di hadapan Allah. Ayat 1 pada dasarnya adalah ringkasan dari
kebenaran yang Paulus ajarkan dalam Roma 1-5:11. Ungkapan "berada di
dalam Kristus" berarti mati bagi diri sendiri. Paulus menulis dalam Gal. 2:20:
Bukan lagi aku yang hidup, tetapi Kristus yang hidup di dalam aku!”.
“Kematian” pribadi berarti mengambil kembali kehendak sendiri untuk
mengubahnya menjadi kehendak Allah. “Kematian” ini membutuhkan kekuatan
dan kemauan, tetapi ini adalah keuntungan, karena hanya melalui “kematian”
ini keberadaan di dalam Kristus dapat terwujud sepenuhnya.

5
Berada didalam Kristus: menegaskan pola Kristus ada di dalam orang percaya
oleh Roh-Nya, dan orang percaya ada di dalam Kristus melalui iman. Berkat
tersedia karena hidup bertumpu didalam Kristus Yesus. Artinya, tidak ada
penghukuman. Deklarasi yang luar biasa. Jadi seharusnya tidak ada
alasan untuk merasa bersalah atau takut dihakimi. Karena berada di dalam
Yesus. Tetapi yang perlu di perhatikan adalah bahwa kemerdekaan ini
digunakan untuk niat jahat; 'Tidak peduli apapun dosa yang dilakukan, tidak
akan diadili! Akan baik-baik saja karena Tuhan mengampuni semuanya!'
Perbuatan menjatuhkan diri kedalam dosa tidak dapat diterima dengan alasan
apapun. Tujuan memaafkan dosa dengan cara ini adalah
pengkhianatan terhadap kemerdekaan atas pengampunan yang Tuhan
sediakan.

- Roma 8:2-4: Kemenangan atas dosa melalui Kristus: adalah tentang kasih
karunia melakukan apa yang tidak dapat dilakukan oleh hukum Musa,
memberi manusia (orang percaya) kekuatan untuk berjalan dalam kekudusan.
Paulus mengatakan bahwa hukum itu "tidak berdaya melalui daging." Ini tidak
berarti bahwa ada sesuatu yang salah dengan hukum itu, tetapi bahwa itu
tidak dapat menghasilkan sesuatu yang baik dari daging karena sifat
materialnya (sifat dosa) semuanya buruk. Tegasnya: Tuhan mengutuk dosa
dalam daging, bukan hukum. Tidak ada yang salah dengan hukum;
masalahnya adalah dengan daging. Hukum dapat melakukan banyak hal,
karena dapat membimbing, mengajar, dan memberi tahu tentang karakter
Allah. Tetapi hukum tidak dapat memberi kekuatan untuk menyenangkan
Tuhan. Hukum bisa mengenali dosa tetapi tidak dapat mengalahkan dosa.
Hanya Yesus yang bisa mengalahkan dosa, dan itulah yang dilakukan melalui
karya-Nya di kayu salib. Untuk mengalahkan dosa, Yesus harus menyamakan
diri-Nya dengan orang-orang yang diikat olehnya, datang dalam rupa daging
yang berdosa.

Hukum digenapi: Karena Yesus memenuhi persyaratan hukum yang benar,


dan manusia (orang percaya) yang berada di dalam Kristus, memenuhi
hukum. Sederhananya, Yesus adalah Pengganti kita. Yesus diperlakukan
sebagai orang berdosa agar kita dapat diperlakukan sebagai orang benar.
Itulah Hukum (prinsip) baru menentukan perubahan: Paulus berkata,
"Sebab hukum Roh kehidupan dalam Kristus Yesus memerdekakan kamu dari
hukum dosa dan maut." Roma 8:2-4 merangkum ajaran Paulus dalam Roma
5:12-7:25: pembebasan dari kuasa dosa. Jadi dalam Roma 8:1 orang percaya
menerima dan dalam Roma 8:2 memiliki pembebasan.

Penerimaan yang disebutkan pertama menunjukkan bahwa pertama-tama


harus mengetahui kedudukannya di hadapan Allah di dalam Kristus (dimana
kita menerima Roh Kudus) sebelum memiliki kuasa praktis dari pembebasan
Roh dalam hidup. Penting untuk dipahami: Kehidupan baru adalah kehidupan

5
yang bergantung. Dibutuhkan kuasa Roh Kudus untuk menjalankan kehendak
Allah. Setelah menerima Roh, sekarang ada kuasa yang mengendalikan
dalam diri orang Kristen yang lebih besar daripada sifat dosa. Itu
mengesampingkan pengaruh jahat dari daging dan memampukan orang
percaya untuk menjalani kehidupan yang suci. Namun, perlu memperhatikan
kata di depannya. “Bagi kami yang 'berjalan' bukan menurut daging (ayat 4)
tetapi menurut Roh” Berjalan menurut Roh adalah dalam bentuk waktu
sekarang. Sederhananya, Tuhan memenuhi semua persyaratan hukum
melalui Yesus, dan Dia ingin terus memenuhinya melalui orang percaya yang
berjalan menurut Roh. Kebebasan orang percaya dari hukum bukanlah
kebebasan untuk tidak taat. Allah mengutus Putra-Nya dan bekerja melalui
Roh Kudus agar terus menjadi umat yang kudus dan memenuhi persyaratan
hukum.

- Roma 8:5-8: Roh Tuhan Memimpin Orang Percaya: Ini bukan pengulangan
yang tidak perlu karena itu membantu orang percaya untuk melihat pentingnya
dibimbing oleh Roh Tuhan dalam segala hal, dalam berurusan dengan orang
lain seperti dengan diri sendiri, dalam kesulitan dan dalam membuat
keputusan, dalam hal kecil dalam hal besar. Dalam roh seseorang berjuang
untuk apa yang diinginkan oleh roh. Manusia baru dalam Kristus adalah
tentang berbagi dalam perjuangan Roh Kudus, mencari apa yang Dia
kehendaki, berpikir dan menilai seperti Dia, dan dipengaruhi oleh Dia.

Berjalan dalam Roh berarti bahwa arah, kemajuan hidup seseorang


diarahkan oleh Roh Kudus. Paulus mengontraskan mereka yang mengikuti
Roh dengan mereka yang mengikuti daging. Mereka yang mengikuti daging
memikirkan hal-hal yang dari daging, dan hasilnya adalah kematian.
Sebaliknya, mereka yang mengikuti roh memikirkan hal-hal dari roh, dan
hasilnya adalah kehidupan dan kedamaian. Kata 'berpikir' di sini berarti
menjadikan objek perhatian, kasih sayang, dan tujuan. Kata ini membuat
orang sering melihat ke belakang di mana hatinya berada. Itu berhubungan
dengan minat apa yang membuat pikiran dan energi tertuju dan
membenamkan diri didalamnya.

Pikiran yang tertuju pada daging menurut Roma 10:3 adalah karakter atau sifat
yang percaya beerlebihan bahwa diri sendiri adalah yang paling benar dan
yang secara moral lebih baik dibandingkan orang lain (self-righteous). Ciri-ciri
orang yang self-righteous diantaranya minim toleransi terhadap perbedaan,
menjadikan dirinya tolak ukur yang paling ideal, pikirannya sempit dan suka
menghakimi.

Pikiran yang berfokus roh bukanlah orang percaya yang secara sempurna
tidak pernah jatuh kedalam dosa. Namun dalam kuasa Roh Kudus, ia terus
berjuang untuk mematikan keinginan-keinginan daging. Repetition

5
(pengulangan) hal-hal bersifat roh adalah baik karena membentuk habid
(kebiasaan hidup) yang berpotensi besar mengasah diri untuk menjadi mudah
peka dan menilai mana perilaku diri dan lingkungan sekitar yang membantu
merubah hidup atau sebaliknya merusak hidup.

- Roma 8:9-11: Tuhan bersemayam di dalam diri orang percaya: Setiap


orang percaya yang menerima Roh Kudus, Roh Kudus akan selalu menyertai.
Ungkapan “berdiamnya Roh Kudus”. Dapat dianalogikan bahwa, tubuh orang
percaya telah menjadi bait suci tempat tinggal Tuhan. Jadi bagi mereka yang
tidak memiliki roh bukanlah milik Kristus. Roh Kudus adalah karunia yang
diberikan tanpa kecuali ketika orang percaya kepada Yesus. Syaratnya ringan
dan sederhana tetapi butuh konsistensi untuk menjadi tempat berdiamnya Roh
Kudus didalam hidup orang percaya. Konsistensi pada kesetiaan menjalani
latihan kehidupan (repetition: pengulangan), meskipun hanya beberapa menit
sehari, sedikit demi sedikit akan diketahui bahwa ada tempat di dalam diri
orang percaya di mana Tuhan berdiam dan mengalami anugerah tinggal
bersama Tuhan.

Sebagai konsekuensi dari pekerjaan ini: Paulus menggunakan kata "jika"


berbeda dari pada ayat sebelumnya (ayat 9), dalam ayat 10 apakah itu kondisi
jika; di sini adalah jika argumen. "Jika", digunakan secara kondisional, apa
yang dikatakan Paulus adalah bahwa orang percaya tidak lagi dikuasai oleh
keinginan dan nafsu dagingnya karena Roh Kristus yang berada dalam orang
percaya menolongnya berperilaku sesuai dengan karakter Kristus. Paulus
berbicara tentang apa yang mencirikan kondisi Kristen yang telah diubahkan.

Dalam situasi hidup ini terbentuklah Perspektif baru pemuliaan: Menurut


Paulus Roh Allah yang tinggal di dalam diri orang percaya dan bahwa
kehadiran-Nya adalah pendahuluan dari apa yang akan datang (2Kor 5:5).
Kuasa yang sama yang "membangkitkan Yesus dari kematian" dahulu kala
akan "menghidupkan tubuh fana". Tubuh orang percaya akan diubah menjadi
keadaan yang dimuliakan ( 1Kor 15:51-56 ; Flp 3:21). Keselamatan yang
Tuhan berikan bukan sekadar keluar dari tubuh fana ini. Tuhan menebus
tubuh ini dan membangkitkannya lagi. Dan Allah Roh Kudus menjamin
kebangkitan orang percaya. Itu adalah anugrah yang Tuhan berikan kepada
orang percaya.

- Rm 8:12-17: Kewajiban Orang Percaya: Allah Tritunggal telah melakukan


hal-hal yang tidak dapat dipahami bagi orang percaya. Tuhan yang mengutus
Putranya, Yesus memberikan nyawanya, dan Roh Kudus yang kudus dan tak
terbatas yang tinggal di dalam diriku yang lemah dan kekurangan, semua
manusia berutang besar yang tidak dapat dipahami dan tidak dapat dibayar
sepenuhnya. “Karena itu, saudara-saudara, kita adalah orang berutang,” kata

6
Paulus (ayat 12). Bukan hidup menurut daging, karena jika kita melakukannya,
kita akan mati (ayat 13).

Paulus tidak secara langsung mengatakan apa kewajiban itu, tetapi


kontrasnya menyiratkan bahwa kewajiban orang percaya adalah hidup
menurut Roh Allah. Tidak ada hukuman untuk kegagalan, kata Paulus di ayat
1, tetapi kewajiban tetap ada: “jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-
perbuatan tubuh yang salah, kamu akan hidup” (ayat 13). Kita dipanggil untuk
melayani Roh, bukan daging. Kita diperintahkan untuk melayani Tuhan, bukan
diri sendiri. Kita diperintahkan untuk menolak dosa, untuk mematikan
perbuatan salah. Sekarang kami memanggilnya, 'Abba, Bapa.' Karena Roh-
Nya menyatu dengan roh orang percaya untuk menegaskan posisi sebagai
anak-anak Allah” (ayat 15-16). Implikasinya adalah kita adalah ahli waris – ahli
waris Allah dan ahli waris bersama Kristus…” (ayat 17). Dengan demikian
orang percaya memperoleh jaminan keselamatan dan jaminan kemuliaan.

“Selamat berkhotbah didalam ruang lingkup hidup yang terus berubah”

Referensi
1. LAI, Alkitab Edisi Study, Edisi Kedua, Jakarta, 2012
2. Lembaga Biblika Indonesia, Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, Ed. Dianne
Bergant & Robert J. Karris, Yogyakarta. Kanisius, 2002
3. William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Surat Roma. Jakarta, BPK
Gunung Mulia, 2012
4. John Drane, Memahami Perjanjian Baru: Pengantar Historis Teologis.
Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2012

6
MATERI BIMBINGAN KHOTBAH
Minggu, 04 Juni 2023

Oleh: R. Nanuru

Bacaan Alkitab : Roma 15 : 1 - 13


Tema Bulanan : Tindakan Demokrasi : Persembahkan Hidup Yang Benar, Adil dan
Menjadi Berkat
Tema Mingguan : Hidup Yang Menghidupkan

Pengantar

B
anyak perdebatan terjadi di kalangan teolog APB (Alkitab Perjanjian
Baru) terkait Penulis Surat Roma dan keasliannya. Namun kita tidak akan
menyinggung hal itu dalam proses membangun persepsi bersama bersangkutan
dengan topik yang akan dibicarakan. Hal ini sekedar informasi. Jika tertarik saudara
dapat mempelajarinya sendiri. Sesuai dengan tradisi Gereja tentang kanon Alkitab,
kita menerima Rasul Paulus sebagai penulis surat in, meskipun kita mengetahui
bahwa rasul ini tidak pernah mengunjungi ataupun memberitakan Injil Kristus ke sana
(Rom. 15 : 22 - 24).
Ketika membuka Alkitab, terlihat bahwa surat Paulus kepada jemaat di Roma
merupakan kitab nomor satu dalam kumpulan surat-surat Paulus. Apakah karena ia
ditulis paling awal? Jawabannya: tidak. Karena dalam seri surat-surat Paulus yang kita
miliki dalam Alkitab, yang pertama kali ditulis (menurut catatan sejarah) adalah Surat
kepada Jemaat di Tesalonika 1 dan 2, yang ditulis sekitar tahun 50 hingga 52. Lalu
diikuti oleh 1 dan 2 Korintus, Galatia, dan Roma yang ditulis sekitar tahun 55 hingga
57. Disusul oleh surat-surat dari penjara pada waktu pemenjaraan pertamanya di
Roma yaitu Efesus, Filipi, Kolose dan Filemon yang ditulis sekitar tahun 60-62. Dan
yang terakhir adalah, tulisan Paulus yang paling pokok yang ditulis sekitar tahun 65
hingga 67, yaitu 1 Timotius dan 2 Timotius serta Titus.
Lalu mengapa kitab Roma menempati bagian yang paling awal dalam
Alkitab? Hal itu disebabkan karena kitab Roma merupakan kitab yang paling penting.
Ditulis sekitar tahun 55 di Korintus ketika Paulus menjadi tamu di rumah Gayus, orang
yang telah dia baptiskan. Surat ini dibawa kepada jemaat di Roma oleh Phebe, yang
merupakan seorang pelayan di jemaat Kengkrea, suatu kota pelabuhan yang terletak
di sebelah selatan kota Korintus. Surat ini merupakan salah satu dokumen yang paling
penting yang ditemukan dalam seluruh literatur. Saya menyampaikan hal ini bukan
berdasarkan penilaian saya sendiri, tetapi saya mengutipnya dari beberapa teolog
yang terkenal sepanjang masa. Hidup hanya oleh iman, merupakan instisari Kitab
Roma yang menjadi dasar dari tulisan Paulus ini.

6
Secara garis besar, surat Paulus kepada jemaat di Roma dapat dibagi ke
dalam tiga bagian utama: Pertama, pasal 1-8. Dalam pasal-pasal ini berisi tentang
pembahasan hal-hal doktrinal. Yang pertama dalam pasal-pasal ini Paulus
menjelaskan manusia yang berdosa di hadapan Allah. Kita semua telah berdosa.
Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. Kemudian dalam bagian kedua dari pasal-
pasal doktrinal tersebut Paulus menjelaskan kasih dan kemurahan Allah yang telah
menyediakan suatu penebusan untuk menutupi dan menghapus semua dosa-dosa
kita. Kemudian bagian ketiga dari bagian pasal-pasal doktrinal itu, Paulus berkata
bahwa kita hanya dapat hidup oleh iman. Kita telah diselamatkan oleh anugrah dan
penebusan Yesus Kristus. Ini merupakan hal yang utama. Kedua, pasal 9-11. Dalam
pasal-pasal ini, Paulus berbicara tentang masalah dispensasi. Paulus
menggambarkan ketidakpercayaan orang Israel dan berkata bahwa pada hari
kedatangan Kristus, orang-orang Israel akan bertobat dan diselamatkan. Dapatkah
anda membayangkan hal itu, bahwa suatu hari nanti Negara Israel akan menjadi
fondasi kekristenan dan orang-orang Yahudi di seluruh dunia akan menjadi duta-duta
yang luar biasa, pengkotbah-pengkotbah serta misionaris-misionaris ke seluruh bumi.
Bukankah ini adalah suatu hal yang belum pernah terlihat sebelumnya? Dan itulah
yang Paulus sampaikan dan katakan dalam bagian kedua ini. Ketiga, pasal 12-16
menekankan bagaimana menghidupi kehidupan yang telah dilahirbarukan,
diselamatkan oleh iman di dalam Kristus. Ini semacam implementasi dari kedua
bagian sebelumnya.
Maksud utama surat Paulus kepada jemaat di Roma adalah mau
menekankan bahwa setiap usaha manusia untuk melakukan kebaikan dan hidup
benar, dan bagaimana pun manusia berusaha, hal itu tidak akan cukup. Semua yang
dilakukan manusia tetap akan kurang di hadapan Allah. Hanya kebenaran Allah saja
yang akan diterima, ditanamkan, dan diberikan kepada manusia melalui iman dan
kasih kepada Yesus Kristus. Hanya lewat iman kepada Yesus Kristus, maka manusia
layak memperoleh keselamatan.

Telaah Teks
1. “Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan
jangan kita mencari kesenangan kita sendiri” (ay.1)

MASALAH DALAM JEMAAT ROMA. Agaknya ada masalah dalam persekutuan


Jemaat Kristen Roma, yang mendorong Paulus menuliskan surat ini. Hal ini
terbaca : “Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak
kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri”. Masalah tersebut
terkait ajaran dan iman kristen berhadap-hadapan dengan tradisi Agama Israel
(Hukum Taurat dan Sunat  Roma psl 2 – 11) dan praktiknya. Perselisihan ini
bersifat principal tentang keselamatan : apakah manusia diselamatkan oleh

6
perbuatan baik ataukah oleh anugerah Allah. Orang Kristen-Israel menuntut
mempraktikkan Hukum Taurat dan Sunat. Sementara orang Kristen non-israeli
menolaknya. Masing-masing kelompok di dalam Jemaat Roma mencari
keuntungan sendiri (“… dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri …”).

Paulus sengaja menasihati Jemaat Kristen di Roma tentang perselisihan prinsipal


dalam ajaran Kristen (internal pressure). Hal itu dapat menimbulkan masalah
baru. Warga Jemaat Roma patut memikirkan, bahwa pertumbuhannya sedang
dihambat oleh kelompok anti-kekristenan. Jikalau keadaan dalam Jemaat
sebagai Keluarga Allah tidak bersatu, maka mereka akan lemah menghadapi
ancaman atau tekanan dari luar (external pressure).

2. “…Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi
kebaikannya untuk membangunnya. Karena Kristus juga tidak mencari
kesenangan-Nya sendiri… Yang aku maksudkan ialah, bahwa oleh karena
kebenaran Allah Kristus telah menjadi pelayan orang-orang bersunat untuk
mengokohkan janji yang telah diberikan-Nya kepada nenek moyang kita, dan
untuk memungkinkan bangsa-bangsa, supaya mereka memuliakan Allah
karena rahmat-Nya” (ay. 2 – 3, 8)

ETOS DAN ETIKA KRISTEN. Untuk mengatasi masalah tersebut Paulus


menasihati anggota Jemaat Kristen Roma, agar mereka meneladani cara hidup
Kristus-Yesus (ay.3. “Karena Kristus juga tidak mencari kesenangan-Nya
sendiri”). Inilah dasar etika kristen! Paulus memakai kata penghubung “karena”
yang menunjuk pada hubungan antara Kristus-Yesus dan warga jemaat. Warga
Jemaat wajib memikirkan dan bertindak demi kesenangan sesama seiman,
karena Kristus-Yesus telah melakukannya bagi mereka. Artinya, Kristus-Yesus
rela memikul penderitaan salib demi kesenangan tiap orang beriman, karena itu,
mereka pun wajib melakukan hal yang sama kepada sesama warga Kristen.

PERILAKU IBADAH YANG MENGHADIRKAN ANUGERAH KESELAMATAN.


Warga Jemaat Kristen-Israel di Roma patut mengerti dan menghayati anugerah
Allah dalam pekerjaan Kristus-Yesus yang dikaruniakan kepada keturunan
Abraham. Sesungguhnya, keselamatan itu telah dianugerahkannya kepada
seluruh umat manusia, dimulai dari dalam rumah-Nya, yakni Israel, sesuai ikatan
perjanjian dengan leluhur Abraham, Ishak dan Yakub. Oleh karena itu, mereka
wajib bertindak sedemikian rupa untuk memungkinkan segala bangsa
diselamatkan serta ikut memuliakan Allah karena rahmat-Nya. Itulah pendapat
Paulus. Apakah yang perlu dipikirkan? Karya penyelamatan Allah yang dikerjakan
Kristus-Yesus, yang olehnya Jemaat menerima keselamatan

6
dalam iman. Dan, apakah yang perlu ditindaklanjuti? Perilaku ibadah yang
memungkinkan manusia di seluruh bangsa menerima keselamatan serta ikut
memuliakan Allah (“Pujilah Tuhan, hai kamu semua bangsa-bangsa, dan biarlah
segala suku bangsa memuji Dia” – ay. 11), karena mereka bersukacita
(“Bersukacitalah, hai bangsa-bangsa, dengan umat-Nya” – ay. 10).

TUJUAN ANTARA DALAM PELAYANAN. Paulus menasihati Jemaat Roma :


“Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi
kebaikannya untuk membangunnya”. Menurut Paulus, ibadah tertuju pada 2 (dua)
objek, yakni : a). Melayani kemuliaan Allah, dan b). Melayani
kepentingan bersama sesama. Itulah yang tersirat dalam kata kerja “untuk
membangun”. Ketika seorang beriman melayani kemuliaan Allah demi mencapai
kepentingan dan kebutuhan pribadi, maka pasti akan terjadi pertengkaran.
Sebaliknya, jika tujuan dan praktik pelayanan itu dilakukan demi kebaikan
sesama, maka sesama akan dapat menikmati kebaikan Allah serta iman
bertumbuh dan kepribadian (karakter)-nya dapat dibangun. Itulah yang
dimaksudkan oleh Paulus : “Setiap orang di antara kita harus mencari
kesenangan sesama!”. Jadi tujuan pelayanan Kristen itu adalah bekerja
membangun karakter manusia untuk menjadi pelayan Allah yang membawa
damai-sejahtera ke dalam kehidupan bersama sesama di dalam dunia ciptaan
Allah.

PELAYANAN YANG MENCIPTAKAN SUKACITA. Paulus menulis: “Dan


selanjutnya "Bersukacitalah, hai bangsa-bangsa, dengan umat-Nya." Dan lagi:
"Pujilah Tuhan, hai kamu semua bangsa-bangsa, dan biarlah segala suku bangsa
memuji Dia” (ay. 10 – 11). Pemberitaan Injil Kristus/Kerajaan Allah patut
merealisasikan karya penyelamatan dari dosa dan pembebasan dari
kesengsaraan. Demi mencapai tujuan yang ditetapkan Allah sejak langit – bumi
belum diciptakan, maka warga Jemaat Roma wajib memikirkan dan bertindak
berdasarkan kehendak Allah yang diperlihatkan Kristus-Yesus. Kata Paulus:
“Karena Kristus juga tidak mencari kesenangan-Nya sendiri” (ay. 3).

SUKACITA SEBAGAI SPIRITUALITAS/RELIGIOSITAS KRISTEN. Secara umum


orang berpandangan, bahwa “sukacita” adalah sebuah keadaan yang tercipta
setelah segala usaha/pekerjaan telah berhasil. Menurut kesaksian Alkitab,
“sukacita” adalah sebuah kekuatan spiritual yang melekat pada karya Kristus.
Sukacita itu adalah pemberian Allah karena karya Kristus yang menang,
bukan hasil usaha manusia. Oleh iman “sukacita” menjadi kekuatan spiritual
yang menguatkan setiap orang beriman melayani Allah dan sesama, meskipun
menghadapi tantangan dan bahaya yang mengancam kehidupannya.

6
Karena Kristus telah menang melawan penderitaan, sekalipun Dia mengorbankan
kesenangan pribadi demi orang lain menikmati kesenangan, maka orang
beriman (Kristen) wajib berpikir dan bertindak meniru Kristus (imitatio Christi).

3. “Dan selanjutnya kata Yesaya: „Taruk dari pangkal Isai akan terbit, dan Ia akan
bangkit untuk memerintah bangsa-bangsa, dan kepada-Nyalah bangsa-bangsa
akan menaruh harapan‟” (ay. 12).

TUJUAN AKHIR DARI MISI/PEKERJAAN JEMAAT. Apakah tujuan Paulus


mengutip nubuat Yesaya (11:1, 10)? Tujuannya amat Jelas, yaitu Paulus
mengingatkan Jemaat Roma tentang tujuan akhir dari seluruh pekerjaan
(misi) pelayanan-kesaksian yang diselenggarakan oleh jemaat adalah
Pemerintahan Kristus atas manusia dan alam semesta, di mana seluruh harapan
manusia terpenuhi. Tanda-tanda pemerintahan Kristus, yakni : keselamatan dan
pembebasan, kebenaran dan keadilan, kasih dan rahmat, sukacita dan
damai-sejahtera, hadir ke dalam kehidupan masyarakat dan lingkungan alam
melalui pekerjaan/misi jemaat oleh pertolongan Roh Allah.

4. “Semoga Allah, yang adalah sumber ketekunan dan penghiburan,


mengaruniakan kerukunan kepada kamu, sesuai dengan kehendak Kristus
Yesus, sehingga dengan satu hati dan satu suara kamu memuliakan Allah dan
Bapa Tuhan kita, Yesus Kristus. Sebab itu terimalah satu akan yang lain, sama
seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah”
Ajakan untuk menjalani hidup yang saling menghidupkan dalam suasana
kerukunan dalam Kristus demi kemuliaan Allah.

PERTIMBANGAN HOMILETIK

Tema “Hidup yang Menghidupkan” membingkai pesan teks.


 Kuat dan Lemah dipersatukan dalam Kristus. Ada banyak kekuatan/talenta di
antara orang Kristen. Orang kuat di sini adalah dari sisi imannya kepada Kristus.
Maksudnya adalah bahwa orang Kristen tidak perlu membedakan mana Kristen
yang paling benar dan mana yang kurang benar. Tetapi dapat hidup dalam
kekristenan yang saling memperkuat satu dengan yang lainnya. Tidak ada Kristen
Yahudi dan Kristen Non Yahudi, tetapi yang ada adalah kekristenan karena iman
akan Kristus. Tidak ada Kristen mayoritas dan Kristen minoritas, yang ada adalah
Kristen yang saling bersinergi membangun kehidupan bersama yang saling
menghidupkan.

6
 Kerjasama antar saudara seiman. Di saat sesama saudara bekerja bersama
(orang kuat dan orang lemah), maka di situ akan ada pembangunan iman yang
datangnya dari Tuhan. Kristus telah memberikan contoh dengan kehadiranNya, di
mana Ia datang untuk mencari manusia yang lemah dan memberikan
keselamatan.
 Kasih dan pengharapan di antara saudara seiman. Surat Paulus kepada jemaat di
Roma dibangun di atas kasih dan pengharapan: bahwa jemaat akan saling
menopang dalam kasih, dan selalu memupuk pengharapan mereka lewat iman
kepada Kristus. Dengan iman, kita dapat mempercayakan hidup untuk aktif
bersama-sama dengan kasih Tuhan yang senantiasa nyata. Iman akan
memampukan kita untuk dapat melihat segala sesuatu yang ada di balik
pengharapan yang kita bangun di dalam Kristus. Sebab itu pengharapan yang kita
bangun dalam iman bersama Kristus takkan pernah menjadi pengharapan yang
sia-sia. Kristus akan menuntun kita untuk dapat melewati apapun kesulitan hidup
yang kita alami. Kasih dan pengharapan akan Kristus adalah dasar hidup
kekristenan menuju hidup yang lebih menghidupkan sesama, termasuk mereka
yang tidak seiman, serta alam semesta.

~ Selamat memberitakan Firman Tuhan ~

6
MATERI BIMBINGAN KHOTBAH
Minggu, 11 Juni 2023

Oleh: Rachel Iwamony

Bacaan Alkitab : Yehezkiel 18 : 1 - 32


Tema Bulanan : Tindakan Demokrasi : Persembahkan Hidup Yang Benar, Adil dan
Menjadi Berkat
Tema Mingguan : Usahakanlah Keadilan Maka Engkau Hidup!

Pengantar

T
ema mingguan kali ini menegaskan tentang keadilan sebagai salah satu
nilai yang mengarahkan manusia kepada hidup. Keadilan yang
dibicarakan dalam teks kajian ini, Yehezkiel 18:1-32 adalah keadilan Allah; bukan
keadilan yang dirumuskan manusia. Dalam rangka mengkaji teks ini bagi pemaknaan
terhadap tema mingguan ini, perlu diberi gambaran singkat terkait teks ini.
Teks itu memberi kita petunjuk tentang keadaan sebagian orang Israel, khususnya
Yehuda/ Israel selatan, sebagai tawanan perang di Babel. Sebagian komunitas Yahudi
yang berada sebagai tawanan di Babilonia ini, secara paksa dideportasi dari Yehuda;
dari “tanah Israel”. Setelah pengepungan yang kejam dan berdarah, mereka telah
berjalan ratusan mil sebagai tawanan; Kondisi yang sangat mempermalukan mereka.
Kota Yerusalem dan Bait Suci, yang pernah dianggap tidak dapat diganggu gugat,
tidak akan bertahan selamanya dari ketangguhan kerajaan besar, seperti Babel. Bagi
para tawanan ini, pendertitaan ini terlalu berat; Mereka tidak pantas menerimanya.
Tuhan telah membawa pengasingan dan kehancuran sebagai hukuman atas dosa,
seperti yang dinubuatkan oleh para nabi. Tapi dosa siapa? Orang-orang Israel yang di
buang ke Babilonia yakin bahwa itu bukan kesalahan mereka: mereka membayar
harga kejahatan generasi sebelumnya.

Kajian Teks
Teks ini menggambarkan tentang satu pergumulan yang dihadapi orang-
orang Yahudi buangan di Babel. Dalam melihat peristiwa buangan itu, mereka
memahminya dari pesan peribahasa "Orang tua makan buah mentah dan gigi anak-
anaknya menjadi ngilu." Orang-orang buangan sedang memaknai peribahasa ini pada
situasi mereka saat itu. Maknanya jelas: anak-anak menderita karena kesalahan orang
tuanya; generasi Israel yang mengalami pembuangan, itu adalah karena dosa-dosa
orang tua mereka. Pepatah ini adalah pepatah populer di zaman Yehezkiel; pepatah
yang akan menuntun orang dari penderitaan sakit hingga meninggal. Kata-kata
sederhana ini telah membuat mereka untuk pasrah dan menyerah; karena
menghadapi rasa sakit yang mengerikan, mereka tidak bisa melihat jalan keluar. Alih-

6
alih bertanya, apa yang bisa mereka ubah dari diri mereka. Mereka saling mengatakan
bahwa mereka tidak punya pilihan: penderitaan adalah satu-satunya pilihan yang
tersedia.
Dengan peribahasa itu, orang Israel yang mengalami pembuangan,
cenderung mempersalahkan orangtua mereka atau generasi sebelumnya, atas
penderitaan yang sedang mereka alami. Sikap seperti ini tidak menolong mereka
untuk berusaha memperbaiki hidup mereka dalam konteks mereka sendiri, yaitu
konteks pembuangan. Dengan menyamakan diri dengan anak-anak dalam peribahasa
itu, orang-orang buangan menjadikan diri mereka sebagai korban yang tidak bersalah.
Untuk mengkritisi cara pandang itu, penulis membangun percakapan nabi
Yehezkiel dengan TUHAN. Tuhan mengarahkan orang-orang buangan untuk
mengakui kesalahan mereka sendiri, bertobat, dan hidup. Pertanyaan yang perlu
dipertimbangkan di sini adalah bagaimana menolak peribahasa ini, karena secara
sepintas, sepertinya peribahasa ini memiliki hubungan dengan Keluaran 34:7b
…“tetapi tidaklah sekali-kali membebaskan orang yang bersalah dari hukuman, yang
membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya dan cucunya, kepada keturunan
yang ketiga dan keempat.” Dalam kaitan dengan keterhubungan ini, maka teks
Yehezkiel 18 mengingatkan Israel bahwa Yehezkiel 18 menandai terobosan baru
menuju pemahaman yang dianggap lebih tinggi tentang tanggung jawab moral individu
atau tanggungjawab setiap orang. Dalam hal ini, Yehezkiel mengritisi peribahasa itu
dengan logika yang terdengar kasar, namun menawarkan anugerah kehidupan.
Dalam ayat 4, muncul pertama kali tanggapan Allah terhadap peribahasa,
yang menetapkan hubungan erat antara kesalahan dan hukuman bahwa “hanya orang
yang berdosa yang harus mati” (18:4). Dalam rangka memberi cara pandang lain
terhadap paham hubungan antara kesalahan dan hukuman, maka penulis
membahasnya dalam dua tahap. Tahap pertama terbaca dalam ayat 5 - 18. Pada
tahan ini, asumsi konvensional tentang kesalahan dan hukuman antar -generasi
dibongkar dengan sangat hati-hati melalui pemeriksaan terhadap nasib ayah yang
saleh, putra yang jahat, dan cucu yang saleh. Pesan penulis adalah baik kesalahan
maupun kebenaran, tidak dibawa dari satu generasi ke generasi berikutnya; hanya
orang jahat yang mati (ayat18). Pada tahap kedua, perdebatan diarahkan untuk
memeriksa jalan hidup individu orang saleh dan orang jahat. Orang benar bisa
berubah menjadi jahat dan kehilangan nyawanya; sebaliknya, orang jahat dapat
berpaling kepada kebenaran dan hidup (18:19-24). Dari pembahasan ini, terungkap
bahwa dalam satu masa hidup, masa lalu seseorang tidak serta merta menentukan
masa depannya. Juga, kesalahan masa lalu seseorang juga tidak menghukumnya
seumur hidup, jika ada pertobatan dan pembaruan hidup.
Dalam pembahasan tentang kesalahan dan hukuman, penulis menegaskan
pemikiran tentang Tuhan sebagai pemilik hidup: “Ketahuilah bahwa semua kehidupan
adalah milikku; nyawa orang tua maupun nyawa anaknya adalah milikku” (18:4a).

6
Muncul pertanyaan: Apakah pernyataan ini hanya demi membenarkan hak Tuhan
untuk membunuh orang fasik? Nampaknya tidak demikian, karena Allah dengan tegas
menolak segala kegembiraan atas kematian siapa pun, bahkan orang berdosa (ayat
23 dan 32). Di sini, pertanyaan yang lebih mendesak bukanlah siapa yang dihukum,
tetapi apakah mungkin kita dapat membayangkan kehidupan setelah berbuat dosa
atau kesalahan? Jika Tuhan tidak menginginkan kematian siapa pun, bahkan orang
jahat sekalipun (ayat 23 dan 32), lalu apa yang harus dilakukan orang berdosa?
Cara pandang yang penulis kembangkan dalam pasal 18 ini, menunjukkan
harapannya, agar orang-orang Israel yang dibuang ke Babel tidak menggunakan
peribahasa ini, untuk memahami peristiwa pembuangan itu. Nyatanya, malahan orang-
orang buangan berpegang padanya, bahkan setelah Allah menetapkan bahwa hanya
orang fasik yang menderita karena dosa-dosa mereka (18:5-18). Pembaca mungkin
berpikir ini adalah kabar baik; namun dalam ay. 19 orang buangan memprotes,
“Mengapa anak tidak ikut menderita karena kesalahan ayahnya?” Rupanya orang
buangan lebih suka melihat diri mereka sebagai korban, daripada sebagai agen moral
yang mampu memilih dan menentukan nasib mereka sendiri. Mereka keberatan lagi
ketika Tuhan menyatakan bahwa bahkan orang jahat dapat hidup dengan berbalik dari
kejahatan mereka. Mereka ungkapkan protes melalui pernyataan: “Tindakan Tuhan
tidak tepat” (ayat 25a terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia-LAI); atau “Jalan Tuhan
tidak adil” (New Revised Standard Version-NRSV). Terjemaan versi NRSV
menunjukkan bahwa penulis dengan sengaja membangun ceritera tentang protes
Israel yang berkaitan dengan pertanyaan tentang keadilan Allah.
Penulis menggunakan pendekatan percakapan antara TUHAN dengan nabi,
untuk menjelaskan kehendak dan jalan Tuhan. Bahwa Tuhan menghargai kehidupan
di atas segalanya. Karena itu Tuhan terbuka untuk pertobatan dan perubahan dalam
diri manusia. Sebaliknya, peribahasa yang dipercakapkan di antara orang-orang Israel
di tempat pembuangan, mengarahkan mereka kepada suatu siklus atau lingkrana
penderitaan tanpa akhir. Betentangan dengan peribahasa itu, yang Tuhan tawarkan
sebaliknya adalah hidup yang didasarkan pada kebenaran dan tanggung jawab.
Melalui percakapan itu, penulis mau mengingatkan Israel bahwa ketika
mereka mau menerima tanggung jawab atas kesalahan mereka, maka mereka akan
membuka ruang pertobatan untuk mereka sendiri. Hal ini disampaikan secara harfiah
dalam tantangan Allah kepada orang-orang Israel untuk "membuang" pelanggaran
mereka (ayat 31). Karena itu, pertobatan bukanlah masalah menanggung kesalahan
sebagai beban, juga tidaklah sekedar menumbuhkan penyesalan. Sebaliknya,
mengaku salah adalah langkah pertama menuju perubahan hidup atau transformasi.
Inilah yang disebut penulis dengan pernyataan “mendapatkan hati yang baru dan
semangat yang baru”. Pertobatan adalah langkah yang aktif dan disengaja ke arah
yang baru. Ini adalah langkah ke masa depan, ke dalam kehidupan itu sendiri.

7
Pertimbangan Homiletis
Terkait dengan tema mingguan “Usahakanlah keadilan maka engkau hidup”, ada
beberapa pertimbangan khotbah:
1. Keadilan yang perlu dibangun dalam hidup bergereja adalah keadilan yang
bersumber dari keadilan Allah. Keadilan Allah adalah berbasis pada kehidupan,
bukan kematian. Karena itu, Allah tidak menghendaki kematian orang fasik;
tetapi menghendaki orang fasik bertobat untuk memperoleh hidup. Karena itu,
pilihan-pilihan hidup ditawarkan oleh Allah kepada seluruh manusia, antara lain
pertobatan atau pembaruan diri.
2. Keadilan yang dibangun dalam hidup manusia, bukan hanya keadilan kepada
orang-orang di sekitar. Keadilan juga perlu dilakukan kepada diri sendiri. Salah
satu wujud keadilan kepada diri sendiri adalah menemukan dan mengakui
kesalahan dan kelemahan diri, lalu membangun tekad untuk memperbaiki
kelemahan dan kesalahan itu, sehingga terjadi pembaruan hidup yang akan
mengarahkan manusia kepada hidup. Keadilan kepada diri sendiri bermakna
penerimaan diri, termasuk menerima diri yang lemah dan terbatas, sehingga
ruang pertobatan atau pembaruan diri terbuka untuk dijalani. Hal ini
mengarahkan manusia kepada hidup, daripada melemparkan kesalahan kepada
orang lain.
3. Pertobatan bukanlah masalah menanggung kesalahan sebagai beban, juga
tidaklah sekedar menumbuhkan penyesalan dalam diri. Sebaliknya, mengaku
salah adalah langkah pertama menuju perubahan hidup atau transformasi. Inilah
yang disebutkan dalam teks kajian dengan pernyataan “mendapatkan hati yang
baru dan semangat yang baru”. Pertobatan adalah langkah yang aktif dan
disengaja ke arah yang baru. Ini adalah langkah ke masa depan, ke dalam
kehidupan itu sendiri.

**RI**

7
MATERI BIMBINGAN HOTBAH
Minggu, 18 Juni 2023

Oleh: Pendeta (Em.) Willem B. Pariama

Bacaan Alkitab : Mazmur 21 : 1 - 14


Tema Bulan : Tindakan Demokrasi : Persembahkan Hidup Yang Benar, Adil dan
Menjadi Berkat
Tema Mingguan : Jadilah Pemimpin Yang Berkenaan Kepada Tuhan

CATATAN PENGANTAR:
epanjang bulan juni ini aksentuasi pembinaan umat sesuai dengan Tema
S bulanan berorientasi pada upaya memanifestasikan karakteristik dan
spiritualitas seorang Kristen (umat GPM) yang berkualitas terkait dengan peran dan
kedudukannya berdasarkan amanat Agung Yesus Kristus (Mt.28 : 19, 20 dan I Pertus
2 : 9), yakni menjadi saksi Kristus dengan jalan mempersembahkan hidup yang benar,
adil sehingga eksistensi seorang Kristen dimana ia berkarya dan beraktifitas selalu
menghadirkan kebaikan-kebaikan demi menjadi teladan dan juga berkat bagi banyak
orang (band. Pernyataan Theologis Paulus dalam Roma 12:1 …persembahan hidup
yang kudus dan berkenaan kepada Allah adalah wujud implementasi ibadah yang
sejati. serta Peran Abraham dalam memberikan pemikiran konstruktif bagi
upaya penyelamatan sodom dan Gomora (Kej. 18:16–33).
Dari Tema bulanan ini kemudian pada minggu III GPM memfokuskan
perhatiannya pada aspek kepemimpinan. Tentu tema mingguan ini memiliki korelasi
dengan Tema bulanan diatas, bahwa Gereja ini menghendaki karakter dan spiritualitas
seorang Pemimpin (baik pemimpin dalam keluarga, dalam gereja maupun dalam
masyarakat yang mumpuni). banyak orang berpandangan bahwa Tentunya seorang
Pemimpin (terutama pemimpin Kristen) yang berkenaan pada Tuhan adalah mereka
yang memiliki sejumlah kematangan a.l: kematangan spiritual, kematangan intelektual,
kematangan emosional, kematangan moral dan kematangan sosial. Kematangan-
kematangan itu akan mampu membentuk jati dirinya sebagai seorang pemimpin
Kristen yang berkualitas yang dapat menghadirkan pola dan ciri kepemimpinan Yesus
dalam tindakan praktisnya. Seperti yang dikatakan oleh J. Roberth.Clinton dalam
bukunya “Leadership emergence Theory“ ia katakan: seorang Pemimpin Kristen
adalah seorang yang mendapat Kapasitas dan tanggungjawab dari Allah untuk
memberi pengaruh kepada kelompok umat Allah,untuk menjalankan kehendak Allah.
Definisi ini mengarah pada inisiatif Allah dalam panggilanNya terhadap seseorang
untuk menjadi pemimpin yang baik (Theokrasi), sehingga pemimpin itu
mampu mengaktualisasikan kehendak Allah secara konkrit dalam seluruh proses
kepemimpinannya.

7
Mazmur 21:1–14. Merupakan Sebuah Mazmur ucapan Syukur pada Allah atas realitas
keberpihakanNya pada Raja dalam berbagai tantangan di medan peperangan.

KAJIAN TEKS:
Teks ini diberi judul oleh LAI: Nyanyian syukur karena kemenangan Raja. Bacaan
ini merupakan bentuk apresiasi umat/Pemazmur terhadap respons Tuhan atas
permohonan mereka yang terungkap dalam Fsl. 20:1-10. Mazmur 20 ini dikategorikan
sebagai Mazmur doa dan diungkapkan dalam bentuk Permohonan: dengan kalimat
yang jelas; a.l:
o kiranya Tuhan menjawab aku…..dst. (20 : 2)
o kiranya dipersembahkan Nya bantuan….(20 : 3)
o kiranya diingatkan korban persembahanmu (20 : 4).
o kiranya diberikan kepadamu apa yang dikehendaki (20 : 5)
Daud dalam konteks ini dianggap sebagai pahlawan yang memberikan petunjuk dalam
bentuk doa agar dipakai oleh umat untuk mendoakannya maupun para pemimpin lain
yang berada dibawahnya,agar dilindungi saat menghadapi bahaya.
Selanjutnya dalam Fsl. 21:1–14 atas berbagai kemurahan Allah itulah, maka ungkapan
puji-pujian/syukur di sampaikan. Mazmur ini merupakan akta ritual untuk upacara
kerajaan,atau sesudah kemenangan dalam perang, dan juga untuk pelantikan raja.
Mazmur 21 ini terdiri dari dua bagian besar yakni:
 Mengucapkan syukur kepada Tuhan atas kemenangan raja dan atas
kehormatan yang telah diperoleh (2 - 7)
 Kematangan spiritualitas Raja yang akan menyelamatkannya dari gempuran
musuh-musuhnya (8 – 14).

1. Mengucapkan syukur kepada Tuhan atas kemenangan raja dan atas kehormatan
yang telah diperoleh (ayt. 2-7).
Pada waktu Tuhan mewujudanyatakan keberpihakanNya pada manusia (terutama
raja) saat menghadapi bahaya apapun, maka sukacita dan kebahagiaan akan
muncul dengan sendirinya sebagai bentuk ucapan syukur.
Khusus seorang raja yang diangkat dan dilimpahkan kekuasan oleh Tuhan
(THEOKRASI) ia pasti memperoleh beberapa privilege (keistimewahan) a.l
 Karena kuasaNya yang besar,Ia melimpahkan kekuatanNya pada raja yang
diangkatNya (band. I semuel 2:10 dan Mikha 5:3), serta dalam Mazmur 28 : 8,,,
semua narasi ini hendak menegaskan bahwa : disinilah wujud kepedulian Allah
yang sangat besar untuk memberikan penyelamatan kepada raja dan umatNya.
 Raja diberi hak istimewah untuk meminta dari Tuhan dalam menjalankan
tugasnya dengan meyakinkannya bahwa permohonan Raja akan dikabulkan
(Mazmur 20:4, dan I Raja-raja 3:5, 9, 13, Yeremia 30:21).

7
 Tuhan sendiri akan datang menyambut raja dengan berkat melimpah bila ia
berada di Bait kudus dan kemudian memahkotainya sebagai pemerintah yang
sah (Mazmur 132 : 18).
Dalam konteks inilah bukan saja Daud sebagai raja yang dipilih oleh Allah
meyakini sukacitanya adalah dari Allah, tetapi ia memotivasi umatnya untuk
bersama bersyukur atas sejumlah kemenangan yang diraihnya (refleksikan
pengalaman iman Daud dalam I Sam. 17, I Sam.18:6-9, I Sam 23, 1 Sam 30 ).
Dari ayt. 2 - 7, ditemukan beberapa catatan penting:
o Ucapan syukur umat/rakyatnya dimulai dengan sebuah pengakuan bahwa
raja bersukacita, dan kesukacitaan itu karena kuasa Allah yang memberi
kemenangan padanya (ayt.2) sukacita yang sama dirasakan pada mereka
juga (band. 2 Semuel 3 : 36), disini rakyat / umat berbahagia karena raja
menjadikan Allah sebagai kekuatan dalam mengembangkan kemajuan
bagi bangsanya.
o Pada ayt. 3 syukur disampaikan pada Allah karena Allah mendengarkan
doa permohonanan mereka (fsl. 20:5). Dalam berbagai doa,selalu
terdengar ungkapan: “selamatkanlah“ (mazmur 3:8, 7:2). Wujud
pertolongan Tuhan itulah yang diungkapkan dalam bentuk ucapan syukur.
Tuhan juga selalu menyelamatkan dan mensejahterakan umatNya (Kel.
15:13, Mazm. 29:11).
o Bahwa Allah telah menunjukan kebaikanNya pada raja, malah jauh
melampaui ekspektasinya (ayt.4).
Dalam hal ini Pemazmur dan umat, memahami bahwa berkat Tuhan telah
diterima bukan karena jasa mereka, tetapi murni karena kebaikanNya; malah
sebelum ada permohonan disampaiakan Tuhan telah meresponinya disinilah
semakin membuat mereka menyayangi dan mencintai Tuhan.
Malah lebih dari pada itu raja dinobatkan secara terhormat dengan menaruh
mahkota dari emas tua dikepalanya (ayt. 4b) sebagai wujud pelimpahan
wewenang (legalitas) Allah pada Raja, sehingga raja dikaruniai kemuliaan
lebih dari raja-raja sekitarnya (ayt. 6) agar ia memiliki kuasa untuk memerintah
berdasarkan kehendak Allah dan tentu dapat menjadi berkat bagi bangsanya
dan bangsa-bangsa sekitarnya (ayt. 7). ..
2. Kematangan spiritualitas Raja yang akan menyelamatkannya dari gempuran
musuh-musuhnya (8 - 14)..
Karena spiritualitas raja kokoh pada Tuhan (ayt. 8) maka ia tidak saja memotivasi
umat untuk merefleksi kebelakang tentang berbagai bentuk keberpihakan Tuhan
pada mereka dengan selalu bersukacita, tetapi ia mengajak mereka untuk melihat
kedepan dengan Iman, doa dan pengharapan (8 - 14). Itulah sebabnya umat/
rakyatnya tetap yakin akan kukuhnya kerajaan Daud,karena Kasih setia Allah telah
nyata. Karena itu bagi mereka negri yang makmur itu tidak akan runtuh.

7
Keyakinan itu dimunculkan dalam beberapa komitmen iman bahwa semua seteru
Daud yang membencinya akan dihancurkan (ayt. 9), realitas kehancuran itu dalam
bentuk:
 Tuhan membuat mereka seperti perapian yang menyala-nyala dan api akan
memakan mereka (10)
 Tuhan akan membinasakan keturunan mereka, (11)
 Tuhan akan menhancurkan rencana jahat mereka (12)
 Tuhan akan membuat mereka melarkan diri (13)
Dari catatan ini dapat dipahami bahwa Raja yang mendapat legalitas dari Tuhan
karena pilihanNya, maka secara otomatis diproteksi oleh Tuhan dalam
menghadapi berbagai ancaman apapun dalam menjalankan tanggungjawab
kepemimpinannya kedepan. Disinilah Tuhan akan berperang saat menghadapi
musuh sebagai konsekwensi dari sistim kepemimpinan theokrasi, sehingga raja
akan terselamatkan dalam menjalankan fungsinya sebagai pemimpin .

PERTIMBANGAN HOMILETIK :
1. Masing-masing pribadi/komunitas memiliki pengalaman iman bersama Yesus yang
berbeda pula. para penghotbah dapat mengeksplor sejumlah realitas keberpihakan
Yesus dalam perjalanan hidup (baik pribadi, Gereja maupun dalam tugas-tugas
kemasyaraatan lainnya) terhadap berbagai tantangan dan pergumulan hidupnya,
sebagai reverensi untuk mengakui bahwa Yesus sungguh baik dalam merespons
berbagai kebutuhan yang diperlukan. Disitulah ucapan syukur kepada Yesus
menjadi kata kunci sebagai seorang Kristen yang beriman. Sebab pada prinsipnya
ucapan syukur dalam upaya memuliahkan Yesus karena kasih dan kehendak
bebasasnya itu adalah bagian penting dalam kehidupan beriman. Camkan ceritra
menarik dalam Lukas 17:11-19 (ceritra tentang penyembuhan 10 orang kusta), dari
sepuluh orang hanya 1 orang saja yang kembali kepada Yesus untuk
bersyukur dan memuliahkan Yesus. Menarik dalam ayt. 19, Yesus katakan:
pergilah karena imanmu telah menyelamatkan engkau. Disinilah ucapan syukur
menjadi cara yang terpenting dalam beriman pada Yesus. Camkan sebuah kata-
kata bijak: Bahagia tidak menjadikan kita bersyukur, tetapi bersyukurlah yang
menjadikan kita bahagia.
Dengan bersyukur berarti seorang Kristen mengakui bahwa kuasa Yesus sungguh
ajaib dalam hidupnya,dan karena itu dia harus merespons kebaikan Tuhan itu
dengan menghadirkan perbuatan-perbuatan baik berdasarkan nilai-nilai
kekrsitenan yang dianutnya itu yakni: hidup penuh kasih, rendah hati, pengampun,
solider, jujur, adil dan lain-lain, sehingga dimana seorang Kisten berada ia akan
tetap menjadi berkat dalam hidupnya berdasarkan Tema Bulan Juni.
2. Sesuai Tema mingguan, maka pemimpin mesti dimaknai dalam pendekatan yang
lebih komprehensip yakni pemimpin dalam keluarga, dalam Gereja (termasuk di

7
Unit, sektor, organisasi, wadah pelayanan, dan juga dalam masyarakat). Dalam
konteks berpikir seperti ini maka sebagai pemimpin dia harus memahamai bahwa
jabatan dan kedudukan yang ada padanya adalah anugerah Tuhan dan karena ia
harus memiliki sense of belonging dan sense of responsibility dalam melaksanakan
perannya ,sehingga ia akan menghadirkan Pola kepemimpinan Yesus dalam
berbagai tugas dan tanggungjawabnya (Yohanis 10:1-21) yakni pola Gembala.
Pemimpin Kristen harus menjadilkan jabatan dan kedudukan yang dipercayakan
padanya untuk menjadi alat memanusiakan manusia lain yang dipimpinnya bukan
mengorbankan orang lain demi kepentingan dirinya. Disitulah Ia akan berkenaan
pada Tuhan.
3. Realitas tantangan yang dihadapi kedepan semakin nyata : baik tantangan
internal di gereja ini (krisis pada aspek spiritual, moral,krisis keterpanggilan ,krisis
solidaritas dll) juga secara eskternal: resesi ekonomi, turbulensi Politik makin
menguat menjelang proses politk di tahun 2024, serta Politik identitas yang dapat
memporak-porandakan tatanan demokrasi dan nilai pluralitas bangsa ini.
(fenomena ini semakin nampak dan perlu diantisipasi dengan langkah-langkah
yang proporsional dan gerejawi )
Tegasnya dapat dikatakan bahwa berbagai fenomena ini mengharuskan para
pemimpin dan umat mesti memiliki komitmen dan spiritualitas seperti Pemazmur
dan umat saat itu, bahwa harapan sepenuhnya hanya pada Yesus yang adalah
jalan kebenaran dan hidup. Penghotbah mesti meyakinkan umat bahwa janji Tuhan
tidak pernah tidak ditepati (Mt. 7:7 dst, mat 11:28), Yesus akan tetap menunjukan
keberpihakan pada setiap orang yang memberi dirinya diintervensi oleh kuasa
RohNya. Karena itu jadikan doa sebagai kekuatan : camkan pernyatan penting
dalam: Yakobus 5 : 16……doa orang benar bila dengan yakin didoakan
sangat besar kuasanya.
Mt. 21:22….dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh
kepercayaan,kamu akan menerimanya.
4. Kembangkanlah pikiran-pikiran aplikatif sesuai realitas pergumulan di wilayah
masing-masing. Selamat berrefleksi Shalom.

=====================

7
MATERI BIMBINGAN KHOTBAH
Minggu, 25 Juni 2023

Oleh: Pendeta (Em.) Adeltje A. Sopacua-Siwabessy

Nas Bacaan : Roma 12 : 1 - 8


Tema Bulanan : Tindakan Demokrasi: Persembahan Hidup yang Benar, Adil dan
Menjadi Berkat
Tema Mingguan : Persembahan yang Benar

PENGANTAR

T
ema pemberitaan minggu ini: “Persembahan yang Benar”, mengisyaratkan
bahwa setiap orang percaya, baik para pelayan maupun umat harus
mempersembahkan hidup secara benar kepada Allah, dan tetap hidup dalam
kebenaran di hadapan Allah. Dan ini sebuah tanggung jawab Kristiani yang tidak boleh
diabaikan, sebab pembenaran oleh Allah yang telah diterima secara cuma-cuma oleh
setiap orang percaya adalah pengalaman spiritual, pengalaman iman, yang harus
nampak secara nyata, secara lahiriah dalam kehidupan sehari-hari.
Pada dasarnya, hidup seorang percaya, adalah hidup yang dipersembahkan kepada
Allah, yang tidak menuruti keinginan dunia, tetapi sesuai kehendah Allah, seperti yang
disaksikan dalam teks bacaan saat ini, Roma 12:1-8.

KAJIAN TEKS
Setelah Paulus selesai menulis tentang asas-asas Injil dan persoalan-
persoalan yang ditimbulkan oleh Injil (Pasal 1-11), maka ia melanjutkan tulisannya
tentang bagaimana orang dapat menjadi benar dan tetap dalam kebenaran di hadapan
Allah. Paulus sangat menekankan pembenaran Allah yang bebas dan mutlak itu, yang
dianugerahkan kepada setiap orang percaya secara cuma-cuma. Oleh sebab itu, ia
berusaha untuk menjelaskan hidup beriman dalam hidup sehari-hari kepada para
pembaca Surat Roma, tentang mempersembahkan hidup (Roma 12).
Roma 12 : 1-8 adalah perikop yang berbicara tentang :
1. Nasihat Paulus dalam kehidupan etis secara pribadi
Dalam nasihatnya, pertama-tama Paulus katakan: “Karena itu saudara-saudara
demi kemurahan Allah, aku menasihatkan kamu…” (ay. 1). Dalam nasihat
Paulus ini, kemurahan Allah menjadi dasar utama atau hal yang sangat
penting.
Kemurahan Allah menurut Paulus adalah perbuatan kasih Allah kepada semua
orang, baik orang Yahudi maupun non Yahudi. Karena kemurahan Allah yang
besar itu, maka dituntut dari kamu adalah ibadahmu yang sejati. Paulus sedang

7
menggambarkan bagaimana kasih itu dipraktekkan dalam kehidupan pribadi.
Sebab itu ia menggunakan analogi tubuh manusia untuk melukiskan
bagaimana anggota-anggota tubuh itu dapat bekerja bersama di dalam sebuah
kesatuan. Paulus mendesak pembacanya untuk mempersembahkan “tubuhmu
sebagai persembahan yang hidup”. Mengapa?
Sebab jemaat di Roma, baik orang Yahudi maupun non Yahudi
mengasosiasikan kata “persembahan” itu dengan anak domba dan hewan-
hewan lain yang mereka bawa ke Bait Suci, diserahkan kepada seorang Iman,
yang kemudian akan menyembelihnya di atas mezbah. Namun Paulus mau
menasihati jemaat di Roma, bahwa Allah menghendaki manusia yang hidup,
bukan hewan yang mati, Allah menghendaki penyerahan diri kepada Allah
secara batiniah, total, bukan penyerahan diri secara seremonial (upacara).
Penyerahan diri meliputi tubuh dan roh, sebagai orang yang hidup secara
kudus, secara suci, secara jujur, seperti yang dikehendaki Allah (band. Filipi 4 :
18).Sebab seorang yang berkomitmen pada kehendak Allah adalah
persembahan yang paling berkenaan kepada Allah.

2. Menurut Paulus, persembahan yang hidup meliputi budi juga, tetapi budi ini
harus dibaharui dulu sebelum dapat dipersembahkan (ay. 2). Dibaharui secara
total, sebab tanpa pembaharuan budi, maka persembahan hidup itu tidak
berarti dan tidak bermakna.
Bagi Paulus, pembaharuan budi adalah suatu perubahan yang sangat penting,
yang menjadikan budi itu berada dalam sebuah kebenaran Allah, budi yang
berkenaan di hadapan Allah, budi yang sesuai dengan kehendak Allah.
Apa itu pembaharuan budi?
Sebuah proses pengoreksian diri untuk mengerti kehendak Allah. Sebuah
proses yang berlangsung terus-menerus sepanjang hidup, sehingga menjadi
persembahan yang benar.

3. Penggunaan karunia-karunia (ay. 3-8).


Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku …. (ay. 3), Paulus
menasihati bahwa karunia yang datang dari Allah harus dipakai dengan rendah
hati, sebab orang yang telah beroleh karunia terkadang merasa begitu penting
sehingga membuat ia menjadi orang yang sombong dan angkuh. Karena itu
Paulus memperingatkan orang yang demikian supaya mawas diri, hati-hati dan
menghindari kesombongan atau keangkuhan. Pandangan yang benar adalah
bahwa Allahlah yang telah memberikan karunia dan setiap orang saling
menopang dan melengkapi menurut ukuran iman yang dikaruniakan Allah
kepada kamu masing-masing (ay. 4), artinya setiap orang percaya tidak boleh

7
angkuh dalam dirinya, tetapi dengan karunia Allah yang diberikan kepadanya,
ia dapat mengenal dirinya dan menguasai diri.
Dengan kata lain, setiap orang harus mengukur dirinya dengan ukuran yang
telah diberikan Tuhan kepadanya dalam iman, sebab karunia adalah
pembagian menurut ukuran iman yang oleh Paulus disimbolkan dengan
hubungan tubuh dan anggota-anggotanya.

4. Selanjutnya oleh Paulus disebutkan 7 (tujuh) jenis karunia yang bekerja dengan
saling membantu (ay. 6-8) yaitu:
 Bernubuat yaitu hikmat untuk mengatakan kebenaran atau berkhotbah
(band. I Korintus 14:3), harus sesuai dengan iman kita. Kata-kata
kebenaran atau khotbah terucap melalui 2 cara yaitu:
a. Melalui hikmat yang berasal dari Roh,
b. Melalui hikmat yang berasal dari iman.
Bahwa hikmat yang berasal dari Roh dan iman, memberdayakan
seseorang untuk mampu mengatakan kebenaran dan berkhotbah
dengan benar.
 Melayani, sebuah pekerjaan melayani secara bendawi lebih dari rohani,
yang dilakukan oleh seorang Syamas atau Diaken.
 Mengajar dan menasihati
Melayani, mengajar dan menasihati adalah karunia yang harus
dilakukan pada porsinya masing-masing, kalau tidak, semuanya sia-sia.
 Memberi (membagikan sesuatu), harus dilakukan dengan hati yang
ikhlas, artinya tanpa pamer dan karena pemberian itu dibutuhkan oleh
orang lain (sesama).
 Siapa yang memberi pimpinan, oleh Calvin diartikan orang yang
memerintah hidup jemaat, yang lebih khusus lagi, orang yang mengatur
pekerjaan sosial jemaat.
 Siapa yang menunjukkan kemurahan artinya orang yang melayani orang
lain (sesama) dengan gembira.

PERTIMBANGAN HOMOLITIK
Perikop Roma 12:1-8 ini dikhotbahkan pada minggu terakhir bulan Juni di hari
ke-176 perjalanan kita di tahun 2023. Berdasarkan tema mingguan: “Persembahan
yang Benar”, maka ada beberapa hal yang dapat dipertimbangkan dalam
pengembangan khotbah, yaitu :
1. Mempersembahkan diri (hidup) kepada Tuhan Allah secara utuh merupakan
sebuah panggilan iman kita kepada Tuhan Allah, pemilik hidup ini. Sikap
mempersembahkan diri adalah sikap yang lahir dari iman karena kita adalah
orang-orang yang telah dibenarkan oleh Tuhan Allah.

7
Secara konkrit, sikap mempersembahkan diri kepada Allah adalah dengan
berkata jujur, bertindak adil, berpikir positif, hidup dalam kekudusan, selalu
bersyukur dan memahami kehendak Allah dalam seluruh realita hidup ini.
2. Dalam proses mempersembahkan diri kepada Allah maka aspek pembaharuan
hidup itu penting. Sebab dalam sapek pembaharuan budi itu, ada sikap
pertobatan hidup. Orang yang bertobat adalah orang yang selalu mau
mengoreksi dirinya dan mengenal siapa ia untuk mengerti kehendak Allah
dalam hidupnya. Aspek pertobatan hidup sangat dominan dalam kita
mempersembahkan diri (hidup) yang benar kepada Tuhan.
3. Pergunakanlah karunia-karunia yang ada pada kita sebagai sebuah
persembahan hidup kepada Tuhan dan sesama. Apalagi ketika karunia-karunia
itu dipergunakan secara adil, benar dan jujur maka seluruh hidup kita menjadi
persembahan yang benar di hadapan Tuhan.
4. Bersyukur kepada Tuhan sebab oleh kemurahanNya kita berada di hari ke-176
ini dalam anugerah keselamatanNya.
5. Silahkan Bapak/Ibu/Sdr/I Pelayan Firman mengembangkannya sesuai konteks
gumul jemaat masing-masing.

~ Tuhan memberkati ~

Anda mungkin juga menyukai