Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN KONSERVASI LAHAN DAN AIR

ANALISIS MODEL SWAT DI DANAU RAWA PENING


Dosen Pengampu : Yaskinul Anwar, M.Sc

Disusun Oleh:
Annisa Alia Rahmi 2005156034
Muhammad Maulana 2005156038
Bella Dinda Septania 2005156041
Qoriah Maulida 2005156043
Mahdani 2005156044
Savira Djumi Wardhani 2005156045
Aulia Rahman 2005156046
Lina Suriani 2005156049
Evi Astuti 2005156051
Satria Nugraha Dewantara 2005156060

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2023
KAJIAN TEORI

SWAT

SWAT adalah model yang dikembangkan oleh Dr. Jeff Arnold pada awal tahun
1990-an untuk pengembangan Agricultural Research Service (ARS) dari USDA. Model
tersebut dikembangkan untuk melakukan prediksi dampak dari manajemen lahan
pertanian terhadap air, sedimentasi dan jumlah bahan kimia, pada suatu area DAS yang
kompleks dengan mempertimbangkan variasi jenis tanahnya, tata guna lahan, serta
kondisi manajemen suatu DAS setelah melalui periode yang lama. SWAT
memungkinkan untuk diterapkan dalam berbagai analisis serta simulasi dalam suatu
DAS. Informasi data masukan pada tiap sub das kemudian dilakukan pengelompokan
atau disusun dalam kategori : iklim, unit respon hidrologi (HRU), tubuh air, air tanah,
dan sungai utama sampai pada drainase pada sub das. Unit respon hidrologi pada tiap
subdas terdiri dari variasi penutup lahan, tanah dan manajemen pengelolaan.

RAWA PENING

Rawa Pening adalah danau alam di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah dengan
luas 2.670 hektar. Secara geografis Waduk Rawa Pening berada di antara jalan negara
Semarang- Salatiga-Surakarta dan jalan kabupaten antara Salatiga-Ambarawa. Danau
Rawa Pening terletak 32 km ke arah selatan dari kota Semarang dan 10 km ke arah
utara dari kota Salatiga. Rawa Pening berada di cekungan terendah lereng Gunung
Merbabu, Gunung Telomoyo, dan Gunung Ungaran yang mencakup beberapa
kecamatan yaitu kecamatan Ambarawa, Bawen, Tuntang, dan Banyu biru.

Danau Rawapening berperan sebagai sumber kehidupan bagi masyarakat


karena tidak terlepas dari beragam aktivitas masyarakat yang dilakukan di Sub DAS
Rawapening. Beberapa fungsi strategis danau Rawa Pening yaitu sebagai pembangkit
tenaga listrik, perikanan darat, irigasi pertanian, sumber air baku air minum dan obyek
wisata air.

Rawa Pening berada dalam Sub DAS Rawapening. Sub DAS Rawapening
terdiri dari 9 Sub-sub DAS dengan beberapa sungai yang bermuara di Danau Rawa
Pening sebagai inlet dan satu sungai sebagai outlet yaitu Sungai Tuntang. Sembilan
Sub-sub DAS tersebut adalah Sub-sub DAS Rengas, Panjang, Torong, Galeh, Legi,
Parat, Sraten, Ringis, dan Kedung Ringin. Sub DAS Rawapening dibatasi oleh
beberapa Pegunungan yaitu Gunung Ungaran, Telomoyo dan Merbabu. Sub DAS
Rawapening terletak pada ketinggian antara 368 – 3.681 m dpl. Kelerengan Sub DAS
Rawapening bervariasi dari datar, landai, agak curam, curam hingga sangat curam.
Antara 0% sampai dengan lebih dari 40%. Wilayah Sub DAS Rawapening terdiri dari
3 jenis tanah yaitu Alluvial, Latosol dan Regosol dengan tekstur tanah halus sampai
agak halus danmemiliki kedalaman 30-90 cm.

EROSI

Setiap kehidupan manusia tidak terlepas duri sumber daya alam yang ada.
Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting bagi kehi-dupan
manusia. Penggunaan tanah secara baik merupa- kan hal yang perlu diperhatikan dalam
upaya menjamin kelangsungan hidup manusia. Dalam pemanfaatan suatu lahan untuk
pertanian maupun non pertanian tanpa adanya usaha pengelolaan yang baik dapat
menim- bulkan kerusakan lahan dan penurunan produktivitas lahan. Konversi lahan
hutan menjadi areal penggunaan lahan lain disadari menimbulkan banyak masalah
seperti erosi, penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir,
kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global, dan masalah ini bertambah berat
dari waktu ke waktu sejalan dengan makin sempitnya luas areal hutan.

Erosi merupakan peristiwa berpindahnya atau terangkutnya material tanah dari


suatu tempat yaitu lereng atas oleh media alami dalam hal ini air, kemudian diendupkan
pada daerah yang lebih rendah sebagai bahan sedimen atau deposit. Menurut Schwab
et al. (1981) erosi terdiri dari dua tipe yaitu erosi geologi (geological erosion) dan erosi
dipercepat (accelerated erosion). Erosi geologi adalah proses ketika tanah yang
terbentuk dan tanah yang tererosi berada dalam keadaan seimbang, serta sangat sesuai
untuk mendukung banyak pertumbuhan tanaman. Sedangkan erosi dipercepat adalah
erosi yang terjadi oleh pengaruh manusia yaitu hancurnya agregat-agregat tanah dan
mempercepat perpindahan bahan organik serta pertikel-partikel mineral sebagai akibat
dari pengolahan tanah yang tidak sesuai dan hilangnya vegetasi alami. Selanjutnya.

Dikatakan bahwa erosi merupakan fungsi dari faktor iklim yaitu curah hujan,
tanah, topografi, vegetasi dan manusia (tindakan konservasi tanah dan air).Lahan pada
suatu daerah aliran sungai (DAS) dengan kondisi curah hujan yang tinggi, tanah yang
peka erosi, topografi berupa lereng yang panjang dan lebih curam, vegetasi yang
terganggu dan tidak adanya tindakan konservasi tanah dan air, akan mengalami erosi
lebih tinggi dibandingkan dengan lahan yang memiliki curah hujan yang lebih rendah,
tanah yang lebih resisten, lereng lebih datar, vegetasi masih baik disertai adanya
tindakan konservasi tanah dan air. Untuk mengkaji masalah pengelolaan sumber daya
air dan tanah serta konservasinya secara komprehensif pada suatu wilayah maka
pendekatan yang tepat adalah melalui pendekatan DAS (Manik et al., 1996).
Perkembangun pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk yang semakin pesat,
memerlukan perluasan lahan permukiman untuk tempat tinggal dan lahan pertanian
untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Salah satu sumberdaya lahun, yaitu
suatu DAS cenderung mendapat tekanan seiring dengan pesatnya pertumbuhan
penduduk. Hal tersebut tentunya akan dapat mempengaruhi kualitas suatu DAS.
PROSEDUR ANALISIS ArcSWAT
Map Window Soil and Water Assessment Tool (MWSWAT) dalam prosesnya
dilakukan beberapa tahapan untuk memperoleh nilai variabel yang diinginkan. Tahap
pertama yaitu dilakukan Deliniate Watershed atau deliniasi batas DAS Catchment Area
Sungai Besar. Pada tahapan ini dilakukan penginputan data, yang pertama adalah peta
DEM SRTM Kalimantan Selatan 30 meter kemudian data DEM diproses. Proses ini
terdapat tiga kali proses running, yang pertama yaitu setelah proses pemfokusan peta
batas Catchment Area Sungai Besar yang telah ditumpuk dengan peta shp sungai dan
peta DEM. Running yang kedua yaitu pengaturan untuk pembentukan jaringan sungai
dan running yang ketiga adalah penentuan outlet alir an sungai pada daerah penelitian.
Hasil dari tahap ini adalah dapat melihat pola aliran sungai.
Setelah deliniasi batas DAS kemudian dilakukan proses pembentukan Unit
Respon Hidrologi (HRU). Pada tahapan ini dilakukan proses overlay terhadap data
DEM, petatanah dan peta penggunaan lahan. Lahan yang memiliki karakteristik
penggunaan lahan dan tanah yang sama akan dikelompokkan dengan menggunakan
peta penggunaan lahan dan peta tanah yang telah diproses menjadi bentuk grid melalui
reproject grid. Setelah kedua peta telah diinput maka dilakukan pengaturan kemiringan
lereng (slope).
Setelah melakukan proses HRU, tahap selanjutnya adalah proses Weather
Definition dengan memasukkan data iklim berupa hujan, suhu udara, kelembapan
udara, radiasi matahari dan kecepatan angin. Kemudian meng-input data pola tanam
sesuai dengan data yang sebelumnya sudah dikumpulkan. Tahap selanjutnya yaitu
dilakukan pengaturan periode untuk simulasi data sesuai yang dibutuhkan. Hasil
simulasi ini menunjukkan periode hasil sedimen selama satu tahun Catchment Area.
Setelah tahap simulasi data, yang terakhir dari proses MWSWAT yaitu visualisasi.
Dalam penelitian ini menggunakan visualisasi statistik untuk member warna pada peta
sub DAS sesuai dengan nilai dari variabel output SWAT.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Peta Sebaran Sedimen


Gambar 2. Peta Koefisien Aliran Tahunan
Koefisien aliran merupakan salah satu nilai parameter yang sangat dibutuhkan
dalam memperkirakan besarnya aliran pada suatu DAS yang nilainya mempunyai
variasi yang cukup besar disebabkan karena berbedanya tutupan lahan, jenis tanah,
karakteristik DAS (kemiringan DAS, panjang sungai, bentuk DAS, dsb) dan
karakteristik curah hujan (distribusi hujan, intensitas hujan, antecedent curah hujan)
dari suatu DAS. Besarnya koefisien aliran ini juga sangat dipengaruhi oleh durasi dari
waktu perhitungan (jam-jaman, harian, bulanan dan tahunan). Pada DAS yang tidak
termonitor data debitnya dan hujannya yang cukup panjang, besamya prakiraan
koefisien runoff sering kali tidak stabil/konsisten, hal tersebut disebabkan oleh
banyaknya faktor terkait yang mempengaruhi perhitungan besamya koefisien runoff
tersebut.
Kelas Nilai dan Luas KAT
Nilai KAT Kelas Luas (HA)
KAT ≤ 0.2 Sangat Rendah 2427,09
0.2 ≤ KAT ≤ 0.3 Rendah -
0.3 ≤ KAT ≤ 0.4 Sedang 2116,03
0.4 ≤ KAT ≤ 0.5 Tinggi -
KAT ≥ 0.5 Sangat Tinggi 630,28

Berdasarkan hasil perhitungan KAT dengan rumus limpasan dibagi curah hujan
didapatkan hasil untuk membagi ke beberapa kelas sesuai dengan Peraturan Kemenhut
tahun 2014. Hasil yang didapatkan adalah DAS dengan kelas KAT sangat rendah
seluas 2427,09 ha; sedang 2116,03 ha; dan sangat tinggi 630,28 ha.

Kelas Nilai dan Luas Sebaran Sedimen


Nilai Sedimen Kelas Luas (HA)
0 – 15 Sangat Rendah 919,79
15 – 60 Rendah 585,83
60 – 180 Sedang 2722,35
180 – 480 Tinggi 452,74
>480 Sangat Tinggi 492,69

Sedangkan nilai sedimen dibagi ke beberapa kelas berdasarkan Departemen Kehutanan


tahun 1998. Luas kelas-kelas tersebut, yaitu sangat rendah 919,79 ha; rendah 585,83
ha; sedang 2722,35 ha; tinggi 452,74 ha; sangat tinggi 492,69 ha.

KESIMPULAN

Dari hasil analisis SWAT yang dilakukan di Rawa Pening adalah danau alam
di Kabupaten Semarang terhadap erosi dapat disimpulkan jika besarnya aliran
disebabkan karena berbedanya tutupan lahan, jenis tanah, karakteristik DAS
(kemiringan DAS, panjang sungai, bentuk DAS, dsb) dan karakteristik curah hujan
(distribusi hujan, intensitas hujan, antecedent curah hujan) dari suatu DAS serta durasi
dari waktu perhitungan (jam-jaman, harian, bulanan dan tahunan). Dari hasil analisis
diperoleh data bahwa Rawa Pening memiliki hasil perhitungan KAT dengan kelas
KAT sangat rendah seluas 2427,09 ha; sedang 2116,03 ha; dan sangat tinggi 630,28
ha.
DAFTAR PUSTAKA

Ardi, Angga Dwisapta dan Sri Rahayu. 2013. “Kajian Kesesuaian Perubahan
Penggunaan Lahan Terhadap Arahan Pemanfaatan Fungsi Kawasan Sub Das
Rawa Pening”. Jurnal. Semarang: Jurusan Teknik PWK Universitas Diponegoro.
Indrayati, Ariyani dan Nur Izzatul Hikmah. 2018. “Prediksi Sedimen Danau Rawa
Pening Tahun 2020 Sebagai Dasar Reservasi Sungai Tuntang Berbasis Sistem
Informasi Geografis”. Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS IX 2018.
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Manik, K.E.S., Afandi, dan S.B. Yuwono. 1996. Karakterisasi beberapa sub-sub Das
Kuripan Kotamadya Bandar Lampung. Jurnal Tanah Tropika Tahun II No. 2.
Hal 94-99.
Neitsch, S.L, J.G Arnold, J.R Kiniry dan J.R Williams. 2005. Soil and Water
Assessmen Tool Theoretical Documentation. Agriculture Research Service and
Texas Agricultur Experiment Station. Texas
Schwab. G.O., Richard. Frevert, Talcott. W. Edminster, Kenneth. K. Barnes. 1981. Soil
and Water Conservation Engineering. Third Edition. John Willey and Sons New
York. Chichester. Brisbone Toronto.

Anda mungkin juga menyukai