Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan moral merupakan persoalan yang aktual dan penting

untuk dibicarakan, karena semakin berkembangnya zaman, individu manusia

semakin melupakan pentingnya moral melupakan pentingnya moral dalam

kehidupan sehari-hari, sementara budaya sementara budaya barat yang mudah

diterima dikalangan individu. Perilaku moral pada umumnya merupakan unsur

fundamental dalam bertingkah laku sosial yang selalu berkaitan dengan proses

belajar. Perkembangan merupakan suatu proses pembentukan pribadi dalam

keluarga, masyarakat, bangsa dan budaya. Perkembangan dapat diartikan sebagai

“perubahan yang progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu

dari mulai lahir sampai mati. Istilah moral itu sendiri berasal dari kata Latin

“mos” (Moris), yang berarti adat istiadat atau tata cara kehidupan. Moralitas

merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau

prinsip-prinsip moral. Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku

orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijungjung tinggi oleh

kelompok sosialnya.

1
Uraian diatas tentang perkembangan moral dalam kehidupan sosial individu,

memotivasi penulis untuk mengkaji lebih dalam tentang perkembangan moral

tersebut dalam makalah ini yang berjudul “Perkembangan Moral Kohlberg”

1.2 Ruang Lingkup Pembahasan

Pembahasan perkembangan moral dalam makalah disusun sebagai berikut:

1. Apa definisi perkembangan?

2. Apa definisi moral?

3. Apa definisi definisi perkembangan perkembangan moral?

4. Bagaimana tahapan - tahapan perkembangan moral?

5. Apa faktor yang mempengaruhi perkembangan moral?

6. Bagaimana proses perkembangan moral?

1.3 Maksud dan Tujuan Penulisan

Segala sesuatu yang hendak kita lakukan pasti memiliki maksud dan tujuan

hendak dicapai, begitu pula dengan penulisan makalah ini bertujuan untuk

mengetahui :

1. Pengertian perkembangan, moral dan perkembangan moral.

2. Tahapan-tahapan perkembangan moral.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral.

4. Proses perkembangan moral.

2
BAB II

PERKEMBANGAN MORAL KOHLBERG

Lawrence Kohlberg (1927-1987) mulai terkenal sejak tahun 1960-an sebagai

pakar dalam bidang Pendidikan moral. Sebelumnya, penelitian oleh Charles

Hartshorne (1987-2000) dan May dari Universitas Chicago antara tahun 1928-

1930 pada anak- anak mengenai mencuri, berbohong dan berbuat curang

menunjukkan bahwa :

 Tidak terdapat korelasi antara Pendidikan budi pekerti dengan perilku

yang sebenarnya.

 Perilaku seorang anak tidak konsisten

 Tidak selalu terdapat hubungan antara apa yang dikatakan seorang anak

tentang moral dan Tindakan sehari-hari.

 Kecurangan tersebar secara merata diantea anak-anak.

Hal ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang serius mengenai

relevansi Pendidikan moral pada waktu itu disekolah, rumah,

perkumpulan-perkumpulan dan kelompok-kelompok agama. Sejak 1955

Kohlberg mengembangkan lebih lanjut dengan caranya sendiri

berdasarkan penelitian 20 tahun lebih. Teori perkembangan moral

Lawrance Kohlberg dikembangkan secara ilmiah yang ketat dan jelas

3
secara interdisipliner. Antara perkembangan moral dan Pendidikan moral

Kohlberg berusaha mengadakan integrasi yang memadukan ilmu-ilmu

psikologi, sosiologi, antropologi budaya, filsafat, ilmu Pendidikan, politik

dan sebagainya.

2.1 Pengertian Perkembangan

Berikut pandangan-pandangan para ahli tentang tentang pengertian

perkembangan:

2.1.1 Perkembangan menurut Santrok Yussen

Perkembangan menurut Santrok Yusen, merupakan pola perkembangan

individu yang berawal konsepsi dan terus berlanjut sepanjang hayat dan bersifat

involusi (penurunan menuju kematian). Dengan demikian perkembangan

berlangsung dari proses terbentuknya individu dari proses bertemunya sperma

dengan sel telur dan berlangsung sampai ahir h angsung sampai ahir hayat yang

bersifat timbulnya adanya perubahan dalam diri individu.

2.1.2 Perkembangan menurut E.B. Harlock

Perkembangan menurut E.B. Harlock, merupakan serangkaian perubahan

progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman

terdiri atas serangkaian perubahan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif .

Dimaksudkan bahwa perkembangan merupakan proses perubahan individu yang

4
terjadi dari kematangan (kemampuan seseorang sesuai usia normal) dan

pengalaman yang merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan sekitar

yang menyebabkan perubahan kualitatif dan kuantitatif (dapat diukur) yang

menyebabkan perubahan pada diri individu tersebut.

2.1.3 Perkembangan menurut Kasiram

Perkembangan menurut Kasiram, mengandung makna adanya pemunculan

sifat-sifat yang baru, yang berbeda dari sebelumnya. Mengandung arti bahwa

perkembangan merupakan perubahan sifat indiviu menuju kesempurnaan yang

merupakan penyempurnaan dari sifat-sifat sebelumnya.

2.1.4 Perkembangan menurut Libert, Paulus dan Strauss (Singgih, 1990: 31)

Perkembangan menurut Libert, Paulus dan Strauss, ialah proses perubahan dalam

pertumbuhan pada suatu waktu sebagai sebagai fungsi kematangan dan interaksi

dalam lingkungan.

2.1.5 Perkembangan menurut Akhmad Sudrajat

Perkembangan menurut Akhmad Sudrajat, dapat diartikan sebagai perubahan

perubahan yang sistematis, progresif dan berkesinambungan berkesinambungan

dalam diri individu sejak lahir hingga akhir hayatnya atau dapat diartikan pula

5
sebagai perubahan – perubahan yang dialami individu menuju tingkat

kedewasaan atau kematangannya.

2.2 Pengertian Moral

Berikut pandangan-pandangan para ahli tentang pengertian moral:

2.2.1 Moral menurut Kaelan

Moral yaitu suatu ajaran-ajaran atau wejangan, patokan-patokan atau

kumpulan peraturan baik lesan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus

hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik.

2.2.2 Moral menurut Budi Istanto

Pada hakekatnya moral menurut Budi Istanto, adalah ukuran-ukuran yang

telah diterima oleh suatu komunitas.

2.2.3 Moral menurut Hendrowibowo

Moral selalu mengacu pada baik buruk manusia, sehingga moral adalah

bidang kehidupan manusia dilihat dari kebaikan manusia. Norma moral dipakai

sebagai tolak ukur segi kebaikan manusia.

6
2.3 Pengertian Perkembangan Moral

Ukuran tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan

penalaran moralnya. moralnya. Perkembangan moral yang berhasil dapat dilihat dari

perilaku perilaku moral, sedangkan yang gagal dilihat dari perilaku amoral (perilaku

tidak bermoral). Kohlberg mendasarkan teori perkembangan moral pada prinsip-

prinsip dasar hasil temuan Piaget. Perkembangan moral menurut Kohlberg lebih

dapat didefinisikan dalam bentuk reorganisasi kualitatif dari pola pikir seseorang

dibanding dengan mempelajari isi pemikiran yang baru. Teori Kohlberg menekankan

bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran penalaran moral dan

berkembang secara bertahap. Perkembangan moral lebih dapat didefinisikan dalam

bentuk reorganisasi kualitatif dari pola pikir seseorang dibanding dengan mempelajari

isi pemikiran yang baru. Kohlberg mengatakan bahwa perkembangan moral anak-

anak dan remaja mengiringi kematangan kognisi. Anak muda mencapai kemajuan

dalam penilaian moral ketika mereka menekankan egosentrisme dan menjadi cakap

dalam pemikiran abstrak. Walaupun dengan demikian, pada masa dewasa, penilaian

demikian, pada masa dewasa, penilaian moral seringk moral seringkali menjadi lebih

kompleks. ali menjadi lebih kompleks.

7
2.4 Tahapan Perkembangan Moral

Ukuran tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan

penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg. Tahapan

tersebut dibuat saat ia belajar psikologi di University of Chicago berdasarkan teori

yang ia buat setelah terinspirasi hasil kerja Jean Piaget dan kekagumannya akan

reaksi anak-anak terhadap dilema moral Kohlberg melakukan wawancara yang unik

dengan anak-anak selama 20 tahun. Dalam wawancara, Kohlberg memberikan

serangkaian cerita, dimana dalam serangkaian cerita tersebut tokoh-tokohnya

menghadapi dilema moral. Berikut salah satu contoh cerita dilema moral yang

kohlberg ceritakan kepada anak – anak”. Di Eropa seorang seorang perempuan

perempuan hampir meninggal meninggal akibat sejenis sejenis kanker khusus.

khusus. Ada suatu obat yang menurut menurut dokter dapat menyelamatkannya.

menyelamatkannya. Obat tersebut tersebut adalah sejenis sejenis radium yang

baru-baru baru-baru ini ditemukan ditemukan oleh seorang seorang apoteker

apoteker di kota yang sama. Biaya membuat membuat obat ini sangat mahal, tetapi

sang apoteker apoteker menetapkan menetapkan harganya sepuluh kali lipat lebih

mahal dari pembuatan obat tersebut. Untuk pembuatan satu pembuatan satu dosis

kecil obat dosis kecil obat ia membayar 20 ia membayar 200 dolar 0 dolar dan

menjualnya dan menjualnya 2000 dolar. 2000 dolar. Suami pasien perempuan,

8
Heinz, pergi ke setiap orang yang ia kenal untuk meminjam uang, tetapi ia hanya

bisa mengumpulkan 1000 dolar atau hanya setengah dari harga obat tersebut. Ia

memberitahu apoteker bahwa istrinya sedang sakit dan memohon agar apoteker

bersedia menjual obatnya lebih murah atau memperbolehkannya membayar

setengahnya kemudian. Tetapi sang apoteker berkata, “Tidak, aku menemukan obat,

dan aku harus mendapatkan uang dari obat itu.” Heinz menjadi nekat dan

membongkar toko obat itu untuk mencuri obat bagi istrinya”. Masalah Heinz

merupakan contoh paling masyur dari pendekatan Kohlberg terhadap perkembangan

moral. Dimulai pada tahun 1950-an, Kohlberg dan para koleganya menyampaikan

dilemma hipotesis seperti yang disebutkan diatas kepada 75 anak laki-laki berusia 10,

13 dan 16. Dengan menanyai korespondennya bagaimana bagaimana cara sampai

kepada jawaban jawaban mereka, mereka, Kohlberg menyimpulkan menyimpulkan

bahwa cara orang memandang masalah moral mereflesikan perkembangan kognitif.

Berdasarkan proses pemikiran yang ditunjukkan dengan respons terhadap dilemanya,

Kohlberg (1969) mendeskripsikan tiga tingkatan penalaran moral, dan setiap

tingkatan terbagi ke dalam dua tahap. Tingkatan tersebut yaitu: pra-konvensional,

konvensional, dan pasca-konvensional. Teorinya didasarkan pada tahapan

perkembangan konstruktif; setiap tahapan dan tingkatan memberi memberi tanggapan

yang lebih kuat terhadap dilema moral dibanding tahap/tingkat sebelumnya.

2.4.1 Tingkat Prakonvensional Moralitas

9
Penalaran Konvensional atau Prakonvensional adalah tingkat yang paling

rendah dalam teori perkembangan perkembangan moral Kohlberg. Tingkat pra-

konvensional menurut Kohlberg, dari penalaran moral umumnya ada pada anak-anak,

walaupun orang dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam tahap ini. Pada

tingkat ini, individu-individu bertindak dibawah kontrol eksternal. Metreka mematuhi

perintah untuk menghindari hukuman atau mendapatkan hadiah, atau bertindak diluar

kepentingan diri.

Kohlberg mengemukakan 3 tingkat dan 6 tahap perkembangan moral yaitu :

1. Tingkat Pra Konvensional

Pada tingkat ini anak sangat dipengaruhi oleh penilaian orang dewasa atau

orang yang lebih kuat dan berkuasa daripada dirinya sendiri. Penilaian baik-

jahay atau benar-salah dilihat dari sudut akibat fisik atau dari sudut enak-

tidaknya akibat (hukuman, ganjaran, dimarahi, disenangi) atau dari sudut ada

tidaknya orang yang berkuasa. Dikemukakan dalam 2 tahap tingkat ini.

1. Tahap Orientasi Kepatuhan dan Hukuman

Pemahaman anak menilai baik-buruk, atau benar-salah dari sudut dampak

(hukuman atau ganjaran) yang diterimanya dari yang mempunyai otoritas (yang

membuat atutarn), baik orang tua atau orang dewasa. Anak mematuhi aturan

orang tua agar terhindar dari hukuman.

10
Anak tunduk pada kekuasaan dan menghindar hukuman, tanpa

mempersoalkannya. Bukan atas dasar hormat pada peraturan moral yang

mendasarinya dan yang didukung oleh hukuman dan otoritas seperti pada tahap 4.

Akibat fisik dari tindakannya menetukan baik-jahat atau benar-salah Tindakan itu,

apapun arti atau nilai akibat itu bagi manusia.

2. Tahap Orientasi Hedonistik Instrumental / Orientasi relativis instrumental.

Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang merupakan cara atau alat

untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan

juga kebutuhan orang lain. orang lain. Hubungan antar manusia dipandang

seperti hubungan di pasar (jual-beli). Terdapat elemen kewajaran tindakan

yang bersifat resiprositas (timbal-balik) dan pembagian sama rata, tetapi

ditafsirkan secara fisik dan pragmatis. Resiprositas ini merupakan tercermin

dalam bentuk: “jika engkau menggaruk punggungku, nanti juga aku akan

menggaruk menggaruk punggungmu”. Jadi perbuatan baik tidaklah

didasarkan karena loyalitas, loyalitas, terima kasih atau pun keadilan.

2. Tingkat Konvensional

Pada tingkat ini, anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau

bangsa. Anak memandang bahwa hal tersebut bernilai bagi dirinya sendiri,

tanpa mengindahkan akibat yang segera dan nyata. Sikapnya bukan hanya

konformitas terhadap harapan pribadi dan tata tertib sosial, melainkan juga

11
loyal (setia) (setia) terhadapnya terhadapnya dan secara aktif

mempertahankan, mempertahankan, mendukung mendukung dan

membenarkan seluruh tata-tertib atau norma-norma tersebut serta

mengidentifikasikan diri dengan orang tua atau kelompok yang terlibat di

dalamnya. Tingkat Konvensional ini biasanya dicapai setelah usia 10 - 13

tahun atau lebih. Tingkatan ini memiliki 2 tahap yaitu :

3. Tahap Orientasi Anak yang Baik/ orientasi masuk kelompok “anak baik, anak

manis”.

Seseorang memasuki masyarakat dan memiliki peran sosial. Individu mau

menerima persetujuan atau ketidaksetujuan dari orang-orang lain karena hal tersebut

merefleksikan persetujuan masyarakat terhadap peran yang dimilikinya. Individu

tersebut mencoba menjadi seorang anak baik untuk memenuhi harapan tersebut,

karena telah mengetahui ada gunanya melakukan hal tersebut. Penalaran tahap 3

menilai moralitas dari suatu tindakan dengan mengevaluasi konsekuensinya dalam

bentuk hubungan interpersonal, yang mulai menyertakan hal seperti rasa hormat,

rasa terimakasih, dan golden rule. Keinginan untuk mematuhi aturan dan otoritas ada

hanya untuk membantu peran sosial yang stereotip ini. Maksud dari suatu tindakan

memainkan peran yang lebih signifikan dalam penalaran di tahap ini, yaitu

bermaksud baik.

4. Tahap Orientasi Keteraturan dan Otoritas / Orientasi hukum dan ketertiban

12
Dalam tahap keempat ini, anak mulai berfikir tentang pentingnya untuk

mematuhi hukum, dan konvensi sosial karena berguna dalam memelihara fungsi

dari masyarakat. Penalaran moral dalam tahap empat lebih dari sekedar kebutuhan

akan penerimaan individual seperti dalam tahap 3; kebutuhan masyarakat harus

melebihi kebutuhan pribadi. Idealisme utama sering menentukan apa yang benar dan

apa yang salah, seperti dalam kasus yang benar dan apa yang salah, seperti dalam

kasus fundamentalisme. undamentalisme. Apabila seseorang bisa melanggar hukum,

mungkin orang lain juga akan begitu - sehingga ada kewajiban atau tugas untuk

mematuhi hukum dan aturan. Apabila seseorang melanggar hukum, maka dinyatakan

salah secara moral, sehingga celaan menjadi faktor yang signifikan dalam tahap ini

karena memisahkan yang buruk dari yang baik.

3. Tingkat Pasca-Konvensional

Tingkatan pasca-konvensional, juga dikenal sebagai tingkat berprinsip. Pada

tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip -

prinsip moral yang memiliki memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari

otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip-prinsip itu dan terlepas

pula dari identifikasi individu sendiri dengan kelompok tersebut. Tingkatan ini

biasanya dicapai pada usia masa remaja awal, atau lebih umum lagi pada masa

dewasa awal. Ada 2 tahap pada tingkat ini:

4. Tahap Orientasi Kontrol Sosial Legastik

13
Hak-hak masyarakat versus hak-hak individual (community rights versus

individual rights) ialah tahap ke 5 dalam teori perkembangan perkembangan moral

Kohlberg. Pada tahap ini, seseorang memahami bahwa nilai-nilai dan aturan-aturan

adalah bersifat relatif dan bahwa standar dapat berbeda dari satu orang ke orang lain.

Seseorang menyadari bahwa hukum penting bagi masyarakat, tetapi juga mengetahui

bahwa hukum dapat diubah. Seseorang percaya bahwa beberapa nilai, seperti

kebebasan, lebih penting daripada hukum.

6. Tahap Orientasi Kata Hati / orientasi asas etika universal

Penalaran moral berdasar pada penalaran Penalaran moral berdasar pada

penalaran abstrak abstrak menggunakan menggunakan prinsip etika universal.

Prinsip-prinsip etis universal (universal ethical principles) ialah tahap keenam dan

tertinggi dalam teori perkembangan perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini,

seseorang seseorang telah mengembangkan suatu standar moral yang didasarkan pada

hak-hak manusia yang universal. Apabila menghadapi konflik antara hukum dan

suara hati, seseorang akan mengikuti suara hati, walaupun keputusan itu mungkin

melibatkan resiko pribadi. Kohlberg yakin bahwa tahapan tahapan ini ada, namun

merasa kesulitan kesulitan untuk menemukan menemukan seseorang yang

menggunakannya secara konsisten.

Suara hati yang menentukan baik-jahat atau benar-salah, sesuai dengan

prinsip-prinsip etika yang dipilih sendiri, dengan berpedoman pada logika yang

menyeluruh, serta pada universalitas dan konsistensi (tidak berubah-ubah). Prinsip-

14
prinsip ini bersifat abstrak dan etis (“hukum emas”, misalnya : “janganlah lakukan

pada orang lain apa yang anda sendiri tidak mau orang lain lakukan pada anda”,

“kasihanilah sesama manusia seperti dirimu sendiri”, “lebih baik memberi daripada

menerima”) dan bukan peraturan-peraturan moral yang konkret. Itulah prinsi-prinsip

universal mengenai keadilan, Tindakan timbal balik dan kesamaan hak asasi manusia

serta penghormatan kepada martabat manusia sebagai pribadi dan berlaku untuk

“siapa saja dan kapan saja”.

Kohlberg percaya bahwa ke 3 tingkat dan ke 6 tahap tersebut terjadi dalam

suatu urutan dan berkaitan dengan usia :

1. Sebelum usia 9 tahun, kebanyakan anak-anak berpikir tentang dilema moral

dengan cara yang prakonvensional.

2. Pada awal masa remaja, berpikir dengan cara-cara yang lebih konvensional.

3. Pada awal masa dewasa, sejumlah kecil orang berpikir dengan cara-cara yang

pascakonvensional.

Kohlberg berpendapat bahwa untuk mengetahui taraf perkembangan moral

seseorang, tidak cukup denga mengamati perilakunya sehari-hari saja dalam kurun

waktu yang singkat. Diperlukan waktu yang lama sekali seehingga menjadi sangat

sukar dilakukan dan tidak praktis. Akan tetapi bila orang itu ditanya mengapa suatu

Tindakan boleh atau tidak boleh, baik atau jahat dan alas an yang dikemukakannya

diteliti, maka hal ini dapat mencerminkan taraf perkembangan untuk melihat taraf

15
perkembangan moralnya. Bukan menjawab “boleh” atau “tidak boleh” saja, tetapi

yang paling penting untuk melihat taraf perkembangan moral adalah alasan yang

diberikan mengapa boleh atau tidak boleh. Misalnya bila seorang anak di Taman

Kanak-Kanak ditanya “Apakah boleh mencuri mangga?”, ia akan menjawab “Tidak

boleh”. Seorang guru besar pun akan menjawab demikian. Kedua-duanya juga tidak

mencuri mangga waktu di observasi. Apakah perkembangan moral anak dan Guru

Besar itu sama? Kiranya tidak. Untuk mengetahui perkembangan moral pada mereka,

perlu diketahui penalaran moral (moral reasoning) mereka. Mereka ditanya

“mengapa tidak boleh (atau mengapa boleh, bila ada yang menjawab boleh) mencuri

mangga? “mungkin anak itu akan menjawab : “ tidak boleh , nanti dimarahi ibu”

(Tahap 1), atau “Kalau boleh, nanti barang saya juga dicur” (Tahap 2). Anak SD

mungkin menjawab: “anak manis tidak mencuri mangga” (Tahap 3). Orang dewasa ,

mudah-mudahan Guru Besar itu juga, mungkin menjawab: “Mencuri itu melanggar

peraturan, kalua orang-orang boleh mencuri, nanti masyarakat jadi kacau” (Tahap 4).

Orang pada tahap 5 mungkin menjawab: “Menurut hukum tidak boleh, tapi kadang-

kadang boleh bila untuk kepentingan masyarakat”. Orang pada tahap 6 mungkin akan

menjawab: “Tergantung suara hatimu, misalnya bila sudah kelaparan, boleh mencuri

untuk bertahan hidup, dimana pun ia berada, siapapun dia dan kapan saja. Kalau saya

tidak berada dirumah, makanan saya boleh juga dicuri orang itu bila dalama keadaaan

demikian. Keputusan itu harus tetap, konsisten, sudah dipertimbangkan baik-baik dan

berlaku bagi siapapun dan kapan pun”.

16
Pada suatu investigasi longitudinal 20 tahun yang dilakukan Kohlberg,

Kohlberg menemukan fakta-fakta berikut :

1. Penggunaan tahap satu dan dua berkurang.

2. Tahap empat, yang tidak muncul sama sekali dalam penalaran moral anak berusia

sepuluh tahun, tercermin dalam 62 persen penalaran moral manusia berusia 36 tahun.

3. Tahap lima tidak muncul sampai usia 20 hingga 22 tahun dan tidak pernah

dialami lebih dari sepuluh persen individu.

Dengan demikian, tahap-tahap moral muncul kurang sesuai dengan yang

dibayangkan semula oleh Kohberg, dan tahap-tahap yang lebih tinggi, khususnya

tahap enam, benar-benar sangat sulit untuk dipahami.

2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral

Perkembangan moral manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Kurangnya perhatian dan pendidikan agama oleh keluarga

Orang tua adalah tokoh percontohan oleh anak-anak termasuk didalam aspek

kehidupan sehari-hari, namun soal keagamaan hal itu seakan-akan terabaikan,

oleh karena itu, akan lahir generasi baru yang bertindak tidak sesuai ajaran agama

dan bersikap materialistik.

2. Pengaruh lingkungan yang tidak baik

17
Kebanyakan individu yang tinggal di kota besar menjalankan kehidupan yang

individualistik dan materialistic, sehingga kadang kala didalam mengejar kemewahan

individu tersebut sanggup berbuat apa saja tanpa menghiraukan hal itu bertentangan

dengan agama atau tidak, baik atau buruk.

3.Tekanan psikologi yang dialami

Beberapa individu mengalami tekanan psikologi ketika di rumah diakibatkan

adanya perceraian atau pertengkaran orang tua yang menyebabkan individu tersebut

tidak betah di rumah dan menyebabkannya mencari pelampiasan.

4. Gagal dalam studi/pendidikan

Individu yang gagal dalam pendidikan atau tidak mendapat pendidikan,

mempunyai waktu senggang yang banyak, jika waktu itu tidak dimanfaatkan sebaik-

baiknya, bisa menjadi hal yang buruk ketika berkenalan dengan hal-hal yang tidak

baik untuk mengisi kekosongan waktunya.

5. Peranan Media Massa

Media massa sangat mempengaruhi terhadap perkembangan moral individu,

terutama pada anak dan remaja. Anak dan remaja adalah kelompok atau golongan

yang mudah atau golongan yang mudah dipengaruhi, karena anak dan remaja sedang

karena anak dan remaja sedang mencari identitas diri sehingga mudah untuk meniru

atau mencontoh apa yang di lihat, seperti pada film atau berita yang sifatnya

kekerasan, dan sebagainya.

18
6. Perkembangan teknologi modern

Dengan perkembangan teknologi modern saat ini seperti mengakses informasi

dengan cepat, mudah dan tanpa batas juga memudahkan remaja atau anak untuk

mendapatkan hiburan untuk mendapatkan hiburan yang tidak yang tidak sesuai

dengan mereka.

2.6 Proses Perkembangan Moral

Perkembangan moral dapat berlangsung melalui beberapa cara, yaitu :

1. Pendidikan langsung, yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku

yang benar dan salah, atau baik dan buruk oleh orangtua, guru atau orang lain. Di

samping itu, yang paling penting dalam pendidikan moral ini, adalah keteladanan dari

orang tua, guru atau orang lain dalam melakukan nilai-nilai moral.

2. Identifikasi, yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau

tingkah laku moral seseorang yang menjadi idolanya (seperti orang tua, guru, kiai,

artis, dan lain-lain)

3. Proses coba-coba (trial & error), yaitu dengan cara mengembangkan tingkah laku

moral secara coba-coba. Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau penghargaan

akan terus dikembangkan, sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau

celaan akan dihentikannya.

19
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Perkembangan moral adalah adalah ukuran tinggi rendahnya moral seseorang

berdasarkan berdasarkan perkembangan perkembangan penalaran penalaran

moralnya. moralnya. Perkembangan Perkembangan moral yang berhasil berhasil

dapat dilihat dari perilaku moral, sedangkan yang gagal dilihat dari perilaku

amoral dan perilaku tidak bermoral. Dalam pandangan Kohlberg, setiap orang

pada dasarnya adalah moral philosopher , tidak peduli apakah ia masih anak-anak

ataukah sudah dewasa. Kohlberg mendasarkan teori perkembangan moral pada

prinsip-prinsip dasar hasil temuan Piaget. Berdasarkan hasil dari wawancaranya

selama 20 tahun, Kohlberg mengemukakan ada 3 tingkatan perkembangan moral,

yang setiap tingkatnya ditandai oleh dua tahap. Tahapan-tahapan tersebut yaitu :

1. Tingkat Prakonvensional

a. Tahap orientasi kepatuhan dan hukuman

b. Taha orientasi hedonistik instrumental

2. Tingkat Konvensional

a. Tahap orientasi anak yang baik

b. Tahap orientasi keteraturan dan otoritas

20
3. Tingkat Pasca-Konvensionna

a. Tahap orientasi kontrol sosial legastik

b. Tahap orientasi kata hati

3.2 Saran

Penulis setelah menyampaikan pembahasan diatas, penulis memiliki beberapa

saran yang berkaitan dengan masalah maupun tema dalam makalah ini. Saran-

saran tersebut antara lain :

1. Peran Orang tua sangat membantu dalam upaya meningkatkan perkembangan

perkembangan moral individu. individu. Oleh karena itu, orang tua harus banyak

banyak memberikan rangsangan atau koreksi, baik itu dalam bentuk diskusi atau

komunikasi bebas kepada anak atau remaja.

2. Di dalam ruang lingkup sekolah, hendaknya sering diadakan kegiatan kerja

sosial, bakti karya dan kelompok-kelompok belajar di bawah asuhan guru

pembimbing. Hal ini, dapat merangsang individu berprilaku kea rah yang

bermanfaat dan positif

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Akbar, R, & Hawadi. (2001). Psikologi Psikologi perkembangan

perkembangan anak – mengenal sifat, bakat dan kemampuan anak . PT

Gramedia Widiasarana Indonesia: Jakarta.

2. Christiana, Esther, dkk. 2013. Pemetaan Perkembangan Pemetaan

Perkembangan Moral Mahasiswa Moral Mahasiswa Binus Ditinjau

Ditinjau dari Perspektif Perspektif . Kohlberg. Humaniora Humaniora. Vol. 4

No. 2 Oktober 2013.

3. Hurlock. Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan

Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

4. Kaplan, H.I. Sadock B.J. and Grebb, J.A. 2010. Sinopsis Psikiatri: Ilmu

Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Edisi 2: Dr. I. Made Wiguna S.

Jakarta: Bina Rupa Aksara.

5. Maramis, Willy F. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2: Surabaya:

Airlangga University Press.

6. Santrock, John.W. 2007 Perkembangan Anak. Jakarta: Penerbit Erlangga.

7. Slavin. Robert E. 2008. Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktik. Jakarta: PT.

Indeks.

8. Sunarto. 2013. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta.

9. Ormrod, Jeanne Ellis. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Erlangga

22
10. Puri, B.K., Laking, P.J., & Treasaden, I.H., 2011. Buku Ajar Psikiatri Edisi 2.

Jakarta: EGC

23

Anda mungkin juga menyukai