Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Development Goals/MDGs, 2000)


pada tahun 2015 diharapkan Angka Kematian Ibu menurun sebesar tiga-perempatnya
dalam kurun waktu 1990-2015 dan Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Balita
menurun sebesar dua-pertiga dalam kurun waktu 1990-2015. Berdasarkan hal itu
Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan Angka Kematian Ibu Menjadi
102/100.000 KH, Angka Kematian Bayi dari 68 menjadi 23/1.000 KH, dan Angka
Kematian Balita 97 menjadi 32/1.000 KH pada tahun 2015.
Penyebab langsung kematian Ibu sebesar 90% terjadi pada saat persalinan dan
segera setelah persalinan (SKRT 2001). Penyebab langsung kematian Ibu adalah
perdarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Penyebab tidak langsung
kematian Ibu antara lain Kurang Energi Kronis/KEK pada kehamilan (37%) dan anemia
pada kehamilan terjadinya kematian ibu dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia.
Sedangkan berdasarkan laporan rutin PWS tahun 2007, penyebab langsung kematian
ibu adalah perdarahan (39%), eklampsia (20%), infeksi (7%) dan lain-lain (33%).
Menurut RISKESDAS 2007, penyebab kematian neonatal 0 - 6 hari adalah
gangguan pernafasan (37%), prematuritas (34%), sepsis (12%), hipotermi (7%), kelainan
darah/ikterus (6%), postmatur (3%) dan kelainan kongenital (1%). Penyebab kematian
neonatal 7 – 28 hari adalah sepsis (20,5%), kelainan kongenital (19%), pneumonia (17%),
Respitori Distress Syndrome/RDS (14%), prematuritas (14%), ikterus (3%), cedera lahir
(3%), tetanus (3%), defisiensi nutrisi (3%) dan Suddenly Infant Death Syndrome/SIDS
(3%). Penyebab kematian bayi (29 hari – 1 tahun) adalah diare (42%), pneumonia (24%),
meningitis/ensefalitis (9%), kelainan saluran cerna (7%), kelainan jantung kongenital
dan hidrosefalus (6%), sepsis (4%), tetanus (3%) dan lain-lain (5%). Penyebab kematian
balita (1-4 tahun) adalah diare (25,2%), pneumonia (15,5%), Necrotizing Enterocolitis
E.Coli/NEC (10,7%), meningitis/ensefalitis (8,8%), DBD (6,8%), campak (5,8%),
tenggelam (4,9%) dan lain-lain (9,7%).
Upaya untuk mempercepat penurunan AKI telah dimulai sejak akhir tahun 1980-
an melalui program Safe Motherhood Initiative yang mendapat perhatian besar dan
dukungan dari berbagai pihak baik dalam maupun luar negeri. Pada akhir tahun 1990-
an secara konseptual telah diperkenalkan lagi upaya untuk menjalankan strategi dan
intervensi dalam menurunkan AKI melalui Making Pregnancy Safer (MPS) yang
dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2000. Sejak tahun 1985 pemerintah
merancang Child Survival (CS) untuk penurunan AKB. Kedua Strategi tersebut diatas
telah sejalan dengan Grand Strategi DEPKES tahun 2004.
Sehubungan dengan penerapan sistim desentralisasi dan memperhatikan PP
38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah
Derah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan PP 41/2007 tentang

1
Struktur Organisasi Pemerintah di Daerah maka pelaksanaan strategi MPS di
daerahpun diharapkan dapat lebih terarah sesuai dengan permasalahan setempat.
Dengan adanya variasi antar daerah dalam hal demografi dan geografi maka adanya
variasi antar daerah dalam hal demografi dan geografi maka kegiatan dalam program
Kesehatan Ibu Anak dan KB(KIA) perlu disesuaikan.
Agar pelaksanaan program KIA dapat berjalan lancar, aspek peningkatan mutu
pelayanan program KIA tetap diharapkan menjadi kegiatan prioritas ditingkat
Kabupaten/Kota. Peningkatan mutu program KIA juga dinilai dari besarnya cakupan
program di masing-masing wilayah kerja. Untuk itu, besarnya cakupan program di
masing-masing wilayah kerja perlu dipantau secara terus menerus, agar diperoleh
gambaran yang jelas mengenai kelompok mana dalam wilayah kerja tersebut yang paling
rawan. Dengan diketahuinya lokasi rawan kesehatan ibu dan anak, maka wilayah kerja
tersebut dapat lebih diperhatikan dan dicarikan pemecahan masalahnya. Untuk
memantau cakupan pelayanan KIA tersebut dikembangkan sistem Pemantauan Wilayah
Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA).
B. Tujuan
Tujuan Umum:
Terpantaunya cakupan dan mutu pelayanan KIA secara terus-menerus di setiap
wilayah kerja.
Tujuan Khusus:
1. Memantau pelayanan KIA secara individu melalui Kohort
2. Memantau kemajuan pelayanan KIA dan cakupan indikator KIA secara teratur
(bulanan) dan terus menerus.
3. Menilai kesenjangan pelayanan KIA terhadap standar pelayanan KIA.
4. Menilai kesenjangan pencapaian cakupan indikator KIA terhadap target yang
ditetapkan.
5. Menentukan sasaran individu dan wilayah prioritas yang akan ditangani secara
intensif berdasarkan kesenjangan.
6. Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang tersedia dan
yang potensial untuk digunakan.
7. Meningkatkan peran aparat setempat dalam penggerakan sasaran dan mobilisasi
sumber daya.
8. Meningkatkan peran serta dan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan
pelayanan KIA.
C. Sasaran
Sasaran pedoman ini yaitu sebagai berikut.
1. Petugas puskesmas
2. Dokter
3. Bidan
4. Kader posyandu
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan KIA-KB sebagai berikut

2
1. Pelayanan Antenatal
2. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas
3. Pelayanan Kesehatan Neonatus
4. Deteksi Dini dan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus oleh tenaga
kesehatan maupun masyarakat
5. Penanganan Komplikasi Kebidanan
6. Pelayanan Neonatus dengan Komplikasi
7. Pelayanan Kesehatan bayi
8. Pelayanan Kesehatan anak balita
9. Pelayanan KB Berkualitas
10. Pelayanan Imunisasi
E. Batasan Operasional
 Pelayanan Antenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga
kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya
 Pelayanan kesehatan Ibu Nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada
ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca bersalin oleh tenaga kesehatan
 Pelayanan kesehatan Neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang
diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus sedikitnya 3 kali,
selama periode 0-28 hari setelah lahir baik di fasilitas kesehatan maupun melalui
kunjungan rumah
 Deteksi dini kehamilan dengan faktor resiko adalah kegiatan yang dilakukan untuk
menemukan ibu hamil yang mempunyai faktor resiko dan komplikasi kebidanan
 Penanganan komplikasi kebidanan adalah pelayanan kepada ibu dengan
komplikasi kebidanan untuk mendapat penanganan definitif sesuai standar oleh
tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan
 Pelayanan Neonatus dengan komplikasi adalah penanganan neonatus dengan
penyakit dan kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan, kecacatan, dan
kematian oleh dokter/bidan/perawat terlatih di Puskesmas/Rumah
Bersalin/Rumah Sakit Pemerintah atau Swasta
 Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang
diberikan oleh tenaga kesehatan kepada bayi sedikitnya 4 kali, selama periode 29
hari s/d 11 bulan setelah lahir
 Pelayanan pada anak Balita sakit dan sehat. Pelayanan yang diberikan oleh tenaga
kesehatan sesuai standar
 Pelayanan KB berkualitas adalah pelayanan KB sesuai standar dengan
menghormati hak individu dalam merencanakan kehamilan sehingga diharapkan
dapat berkontribusi dalam menurunkan angka kematian ibu dan menurunkan
tingkat vertilitas (kesuburan) bagi pasangan yang telah cukup memiliki anak (2
anak lebih baik)

3
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Kualifikasi sumber daya manusia yang dibutuhkan program Kesehatan Ibu Anak dan
KB yaitu sebagai berikut.

Standar Kondisi di
No. Jenis Tenaga
Kualifikasi Puskesmas
1 Penanggung jawab (Dokter) 1 orang 1 orang
2 Tenaga Teknis Akbid (D3) 4 orang 1 orang
3 Tenaga Teknis Akbid (D4) 2 orang 0 orang
Tabel 1. Jenis/kualifikasi & jumlah tenaga pelaksana di KIA-KB Puskesmas

B. Distribusi Ketenagaan
Tenaga Kesehatan yang ada di Puskesmas Bawolato berdasarkan standar ketenagaan
Permenkes No.21 Tahun 2021
Standar Menurut
Kondisi di
No. Jenis tenaga Permenkes
Puskesmas
No.21 / 2021
1 Dokter atau Dokter Layanan 1 2
Primer
2 Dokter Gigi 1 0
3 Perawat 5 0
4 Bidan 4 4
5 Tenaga Kesehatan Masyarakat 2 0
6 Tenaga Kesehatan Lingkungan 1 0
7 Ahli Teknologi laboratorium 1 0
medik
8 Tenaga Gizi 1 1
9 Tenaga Kefarmasian 1 2
10 Tenaga Administrasi 3 0
11 Pekarya 2 0

C. Jadwal Kegiatan
Setiap Hari kerja
Senin – Sabtu : Pukul 08.00 - 15.00 WIB

4
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang
Dalam upaya pelayanan kesehatan di Ruang KIA-KB, sistem pencatatan dan pelaporan
merupakan komponen yang sangat penting, selain untuk memantau kesehatan ibu hamil,
bayi baru lahir, dan pelayanan KB juga untuk menilai sejauh mana keberhasilan program.
Pelayanan di Ruang KIA-KB mencakup pelayanan ibu hamil, ibu nifas, pelayanan KB.
Adapun Denah Ruang KIA-KB sebagai berikut :

Filling
Bed pelayanan Lemari
Kabinet
Arsip

Troli
Instrumen Meja Petugas

Lemari Pintu
Obgyn Bed Alat Masuk

B. STANDAR FASILITAS
Sebagai pedoman tentang sarana dan prasarana ruang pelayanan kesehatan ibu anak
pada permenkes 43 tahun 2019 yaitu:
1. Set Pemeriksaan Kesehatan Ibu
Standar Menurut Kondisi di
No. Jenis peralatan Permenkes No. 43 Puskesmas
tahun 2019 Bawolato
1 ½ klem korcher 1 Buah 1 Buah
2 Anuskup 3 Buah -
3 Bak instrumen dengan tutup 2 Buah 2 Buah
4 Baki logam tempat alat steril 1 Buah 1 Buah
bertutup
5 Doppler 1 Buah 1 Buah
6 Gunting benang 4 Buah 1 Buah
7 Gunting perban 1 Buah 1 Buah
8 Korcher tang 1 Buah 1 Buah
9 Mangkok untuk larutan 2 Buah 2 Buah
10 Meja instrumen / alat 1 Buah 1 Buah
11 Meja periksa ginekologi dan kursi 1 Buah 0 Buah
pemeriksa
12 Palu refleks 1 Buah 1 Buah
13 Pen lancet 1 Buah -
14 Pinset anatomi panjang 3 Buah 2 Buah
15 Pinset anatomi pendek 3 Buah 2 Buah

5
16 Pinset bedah 3 Buah 1 Buah
17 Silinder korentang steril 1 Buah -
18 Sonde mulut 1 Buah -
19 Spekulum Vagiba (cocor bebek) besar 3 Buah 3 Buah
20 Spekulum Vagina (cocor bebek) kecil 2 Buah 3 Buah
21 Spekulum Vagina (cocor bebek) 5 Buah 3 Buah
Sedang
22 Spekulum Vagina (Sims) 4 Buah 2 Buah
23 Sphygmomanometer Dewasa 1 Buah 1 Buah
24 Stand Lamp untuk tindakan 1 Buah 1 Buah
25 Stetoskop dewasa 1 Buah 1 Buah
26 Stetoskop janin / fetoscope 1 Buah 1 Buah
27 Sudip lidah logam/spatula lidah 2 Buah 1 Buah
logam panjang 12 cm
28 Sudip lidah logam/spatula lidah 2 Buah 1 buah
logam panjang 16,5 cm
29 Tampon tang 1 Buah 1 Buah
30 Tempat tidur periksa 1 Buah 2 Buah
31 Termometer Dewasa 1 Buah 1 Buah
32 Timbangan Dewasa 1 Buah 1 Buah
33 Torniket karet 1 Buah -

2. Set Pemeriksaan Kesehatan anak


Kondisi di
Berdasarkan
No. Jenis Peralatan Puskesmas
Permenkes
Bawolato
1 Alat pengukur panjang bayi 1 Buah 1 Buah
2 Flowmeter anak 1 Buah -
3 Flowmeter neonatus 1 Buah -
4 Lampu periksa 1 Buah 1 Buah
5 Pengukur lingkar kepala 1 Buah 1 Buah
6 Pengukur tinggi badan anak 1 Buah 1 Buah
7 Sphygmanometer dan manset anak 1 Buah 1 Buah
8 Stetoskop pediatric 1 Buah 0 Buah
9 Timbangan anak 1 Buah 1 Buah
10 Timbangan bayi 1 Buah 1 Buah
11 Termometer anak 1 Buah 1 Buah

3. Set pelayanan KB
Kondisi di
Berdasarkan
No. Jenis Peralatan Puskesmas
Permenkes
Bawolato
1 Baki logam tempat alat steril 1 Buah 1 Buah
bertutup
2 Implan KIT 1 Buah 1 Buah
3 IUD KIT 1 Buah 1 Buah

6
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Lingkup Kegiatan
Kegiatan KIA-KB di Puskesmas Bawolato yaitu sebagai berikut.
1. Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga
kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya. Dalam penerapannya terdiri atas
10 T, yaitu sebagai berikut.
1) Timbang BB dan ukur TB
2) Ukur Tekanan Darah
3) Nilai Status Gizi (ukur Lila)
4) Ukur Fundus uteri
5) Tentukan presentasi janin dan DJJ
6) Skrining status imunisasi (TT)
7) Pemberian tablet Fe minimal 90 tablet selama kehamilan
8) Tes Laboratorium (Bb, Golongan darah, protein urin, glukosa urin,
hepatitis/HBSAg)
9) Tata laksana kasus
10) Temu wicara (Konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
komplikasi (P4K) serta KB pasca salin.
2. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas
Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada
ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca bersalin oleh tenaga kesehatan.
Kunjungan nifas minimal sebanyak 3 kali dengan ketentuan waktu sebagai
berikut.
1) KN 1 pada masa 6 jam sampai dengan 3 hari setelah persalinan
2) KN 2 dalam waktu hari ke 4 sampai dengan hari ke 28 setelah persalinan
3) KN 3 dalam waktu hari ke 29 sampai dengan hari ke 42 setelah persalinan
Pelayanan yang diberikan adalah sebagai berikut.
1) Pemeriksaan TD, Nadi, RR dan Suhu
2) Pemeriksaan tinggi fundus uteri (involusi uterus)
3) Pemeriksaan lokhia dan pengeluaran per vaginam lainnya
4) Pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan
5) Pemberian kapsul vit A 200.00 IU sebanyak 2 kali, pertama segera setelah
melahirkan, kedua diberikan setelah 24 jam pemberian kapsul vitamin A
pertama
6) Pelayanan KB pasca salin
3. Pelayanan Kesehatan Neonatus
Pelayanan Kesehatan Neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang
diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus sebanyak 3 kali,

7
selama periode 0-28 hari setelah lahir, baik di faskes maupun melalui kunjungan
rumah.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatus (KN) adalah sebagai berikut.
1) KN 1 dilakukan pada kurun waktu 6-48 jam setelah lahir
2) KN 2 dilakukan pada kurun waktu hari ke 3 sampai dengan hari ke-7
setelah lahir
3) KN 3 dilakukan dalam kurun waktu hari ke-8 sampai dengan hari ke-28
setelah lahir.
Pelayanan kesehatan neonatal dasar dilakukan secara komprehensif dengan
pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir dan pemeriksaan menggunakan
pendekatan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) untuk memastikan bayi
dalam keadaan sehat, yang meliputi berikut ini.
1) Pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir
a. Perawatan tali pusat
b. Melaksanakan ASI eksklusif
c. Memastikan bayi telah diberi injeksi vitamin K1
d. Memastikan bayi telah diberikan salep mata antibiotik
e. Pemberian imunisasi HB 0
2) Pemeriksaan menggunakan pendekatan MTBM
4. Deteksi Dini dan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus oleh tenaga
kesehatan maupun masyarakat
Deteksi dini kehamilan dengan faktor resiko adalah kegiatan yang dilakukan untuk
menemukan ibu hamil yang mempunyai faktor resiko dan komplikasi kebidanan.
Faktor resiko pada ibu hamil adalah
1) Primigravida <20 th, >35th
2) Anak >4
3) Jarak persalinan terakhir < 2 tahun
4) KEK dengan lila < 23,5cm dan penambahan BB < 9Kg selama masa kehamilan
5) Anemi dengan Hb <11 gr/dl
6) TB < 145 cm dan kelainan bentuk panggul
7) Riwayat Hipertensi dalam kehamilan
8) Menderita penyakit kronis (TBC, kelainan jantung, ginjal, hati, psikosis,
kelainan endokrin, tumor dan keganasan)
9) Riwayat kehamilan buruk (keguguran berulang, kehamilan ektopik terganggu,
molahidatidosa, ketuban pecah dini, bayi dengan cacat kongenital)
10)Riwayat persalinan dengan komplikasi (SC, Vakum, forceps)
11)Riwayat nifas dengan komplikasi (perdarahan pasca salin, infeksi masa nifas)
12)Riwayat keluarga menderita penyakit DM, Hipertensi dan riwayat cacat
kongenital
13)Kelainan jumlah janin (kehamilan ganda, janin dampit, monster)
14)Kelainan besar janin

8
15)Kelainan letak dan posisi janin (lintang/oblik, sungsang pada usia kehamilan
32 minggu)
5. Penanganan Komplikasi Kebidanan
Penanganan Komplikasi Kebidanan adalah pelayanan kepada ibu dengan
komplikasi kebidanan untuk mendapat penanganan definitif sesuai standar oleh
tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan. Di
Puskesmas Bawolato penanganan komplikasi kebidanan dengan cara merujuk ke
FKRTL.
6. Pelayanan neonatus dengan komplikasi
Pelayanan neonatus dengan komplikasi adalah penanganan neonatus dengan
penyakit dan kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan, kecacatan dan
kematian. Di Puskesmas Bawolato penanganan pelayanan neonatus dengan
komplikasi dengan cara merujuk ke FKRTL
7. Pelayanan Kesehatan Bayi
Adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan oleh tenaga kesehatan
kepada bayi sedikitnya 4 kali, selama periode 29 hari sampai dengan 11 bulan
setelah lahir.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan bayi sebagai berikut.
1) Kunjungan bayi 1 kali pada umur 29 hari-2 bulan
2) Kunjungan bayi 1 kali pada umur 3-5 bulan
3) Kunujungan bayi 1 kali pada umur 6-8 bulan
4) Kunjungan bayi 1 kali pada umur 9-11 bulan
Dengan demikian hak anak mendapatkan pelayanan kesehatan terpenuhi meliputi
1) Pemberian imunisasi dasar lengkap
2) Stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang bayi (SDIDTK)
3) Pemberian vitamin A 100.000 IU (6-11 bulan)
4) Konseling ASI eksklusif
5) Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan
8. Pelayanan kesehatan anak balita
Pelayanan kesehatan anak balita meliputi pelayanan pada anak balita sakit dan
sehat. Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai stanadr yang
meliputi beriut ini.
1) Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang tercatat
dalam buku KIA atau KMS
2) Stimulasi deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang (SDIDTK) minimal 2
kali dalam setahun
3) Pemberian vitamin A dosis tnggi (200.000 IU) 2 kali dalm setahun
4) Kepemilikan dan pemanfaatan buku KIA oleh setiap anak balita
5) Pelayanan anak balita sakit sesuai standar dengan menggunakan
pendekatan MTBS

9
9. Pelayanan KB Berkualitas
Adalah pelayanan KB sesuai standar dengan menghormati hak individu dengan
merencanakan kehamilan sehingga diharapkan dapat berkontribusi dakam
menurunkan angka kematian ibu dan menurunkan tingkat kesuburan.
Pelayanan KB bertujuan untuk menunda kehamilan dapat menggunakan metode
kontrasepsi meliputi
1) KB alamiah (sistem kalender, koitus interuptus)
2) KB hormonal (pil, suntik, susuk)
3) KB non hormonal (kondom, IUD, Vasektomi dan tubektomi)
10. Kelas Ibu Hamil
Kegiatan yang dilakukan pada kelas ibu hamil yaitu sebagai berikut.
1) Melakukan identifikasi/mendaftar semua ibu hamil yang ada di wilayah kerja.
Ini dimaksudkan untuk mengetahui berapa jumlah ibu hamil dan umur
kehamilannya sehingga dapat menentukan jumlah peserta setiap kelas ibu
hamil dan berapa kelas yang akan dikembangkan dalam kurun waktu tertentu
misalnya, selama satu tahun
2) Mempersiapkan tempat dan sarana kelas ibu hamil misalnya di Puskesmas,
poskeskel, bidan praktek mandiri, posyandu, atau dirumah warga. Sarana
belajar menggunakan tikar/karpet, bantal, dll jika tersedia.
3) Mempersiapkan materi, alat bantu penyuluhan dan jadwal pelaksanaan kelas
ibu hamil serta mempelajari materi yang akan disampaikan
4) Persiapan peserta kelas ibu hamil mengundang semua ibu hamil di wilayah
kerja
5) Siapkan tim pelaksana kelas ibu hamil yaitu fasilitatornya dan narasumber
6) Petugas menghubungi kader yang akan mendampingi dalam kelas ibu hamil
7) Mengirim surat undangan ke sasaran
8) Memberikan materi kehamilan, persalinan, dan nifas pada ibu hamil
11. Kelas Ibu Balita
1) Melakukan identifikasi/mendaftar semua ibu yang memiliki balita yang ada di
wilayah kerja. Ini dimaksudkan untuk mengetahui berapa jumlah ibu yang
memiliki anak balita sehingga dapat menentukan jumlah peserta setiap kelas
ibu balita dan berapa kelas yang akan dikembangkan dalam kurun waktu
tertentu misalnya, selama satu tahun
2) Mempersiapkan tempat dan sarana kelas ibu balita misalnya di Puskesmas,
poskeskel, bidan praktek mandiri, posyandu, atau dirumah warga. Sarana
belajar menggunakan tikar/karpet, bantal, dll jika tersedia.
3) Mempersiapkan materi, alat bantu penyuluhan dan jadwal pelaksanaan kelas
ibu balita serta mempelajari materi yang akan disampaikan
4) Persiapan peserta kelas ibu balital mengundang semua ibu balita di wilayah
kerja
5) Siapkan tim pelaksana kelas ibu balita yaitu fasilitatornya dan narasumber
6) Petugas menghubungi kader yang akan mendampingi dalam kelas ibu balita
7) Mengirim surat undangan ke sasaran
8) Memberikan materi.
12. Pembinaan Teknis ke Bidan Praktik Mandiri
Kegiatannya terdiri dari sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi potensi dan permasalahan klinis profesi bidan
a. Kompetensi tenaga bidan
b. Kelengkapan sarana, alat dan bahan habis pakai di fasilitas pelayanan

10
2. Mengidentifikasi potensi permasalahan manajemen program KIA berdasarkan
a. Cakupan pelayanan (ibu hamil, ibu bersalin, bayi baru lahir (BBL) , nifas,
penanganan komplikasi obstetri dan neonatal, pemberian tablet Fe, vit.A
bufas, Inisiasi Menyusui Dini, salep mata antibotika pada BBL, vitamin k1,
Hepatitis B0, imunisasi lengkap, ASI eksklusif, KB, pemberian kapsul
Yodium didaerah endemis, pemeriksaan tanda bahaya pada BBL, bayi dan
balita dan penaganannya termasuk penanganan ISPA, Diare)
b. Hasil pencatatan dan pelaporan serta ketersediaan formulir-formulir
pencatatannya (Status ibu, Partograf, kohort ibu kohort bayi, kohort anak
balita, kartu kunjungan bayi, sttaus bayi, KMS, buku KIA, register
persalinan, status KB, status gizi balita, otopsi verbal kematian ibu dan bayi,
surat keterangan kelahiran, surat keterangan kematian ibu dan bayi,
formulir rujukan)
c. Jumlah bidan yang akan diselia
d. Jarak tempuh perjalanan
e. Bidan yang belum memberikan pelayanan sesuai standar (sesuai hasil kajian
mandiri)
f. Bidan yang wilayah kerjanya terjadi kasus kematian ibu /bayi / balita atau
kasus lain yang berkaitan dengan pelayanan KIA
g. Bidan yang dalam membuat laporan sering tidak valid atau sering terlambat
h. Pertimbangan keadaan khusus / setempat antara lain adanya keluhan
laporan dari masyarakat.
B. Metode atau Cara Kerja
1. Pelayanan Antenatal yang ditetapkan dalam standar pelayanan kebidanan (SPK)
meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum & kebidanan), pemeriksaan
laboratorium rutin dan khusus dalam penerapannya terdiri atas 10 T, yaitu:
a. Timbang BB & TB
b. Ukur tekanan darah
c. Nilai status gizi (ukur lila)
d. Ukur tinggi fundus uteri
e. Tentukan presentasi janin & DJJ
f. Skrining status imunisasi (TT)
g. Pemerian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan
h. Tes laboratorium
i. Tata laksana kasus
j. KIE termasuk P4K & KB pasca salin
2. Melakukan Kunjungan Nifas (KF) minimal 3 kali dengan ketentuan 4 waktu :
a. Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam sampai dengn 3 hari setelah
persalinan
b. Kunjungan nifas ke dua dalam waktu hari ke-4 sampai dengan hari ke-28
setelah persalinan

11
c. Kunjungan nifas ke tiga dalam waktu hari ke-29 sampai dengan hari ke-42
setelah persalinan
Pelayanan yang diberikan adalah :
 Pemeriksaan TD, Nadi, Respirasi, dan Suhu
 Pemeriksaan Tinggi fundus uteri (involusi uterus)
 Pemeriksaan Lokhia dan pengeluaran perpaginam lainnya
 Pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan
 Pemberian kapsul vitamin A 200 ribu unit sebanyak 2 kali, pertama segera
setelah melahirkan, kedua diberikan setelah 24 jam pemberian kapsul yang
pertama
3. Pelaksanaan pelayanan kesehatan Neonatus
a. Kunjungan Neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun waktu 6 – 48 jam setelah
lahir
b. Kunjungan Neonatal ke-2 (KN 2) dilakukan pada kurun waktu hari ke 3 sampai
dengan hari ke 7 setelah lahir
c. Kunjungan Neonatal ke-3 (KN 3) dilakukan pada kurun waktu hari ke 8 sampai
dengan hari ke 28 setelah lahir
4. Mendeteksi faktor resiko pada ibu hamil, seperti :
1. Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
2. Anak lebih dari 4
3. Jarak persalinan terakhir kurang dari 2 tahun
4. Kurang energi kronis (KEK) dengan lila atas kurang dari 23,5 cm
5. Anemia dengan Hemoglobin < 11 g/dl
6. Tinggi badan kurang dari 145 cm
7. Riwayat Hipertensi dalam kehamilan
8. Menderita penyakit kronis antara lain, TBC, jantung, ginjal, hati, psikosis, DM,
lupus, dll.
9. Riwayat kehamilan buruk : keguguran berulang, kehamilan ektopik,
Molahidatidosa dan KPD
10. Riwayat persalinan dengan komplikasi : persalinan dengan SC
11. Riwayat nifas dengan komplikasi : pendarahan pasca Persalinan, infeksi masa
nifas
12. Riwayat keluarga menderita penyakit DM, Hipertensi, dan cacat konginital
13. Kelainan jumlah janin : kehamilan ganda, janin dampit, monster
14. Kelainan besar janin
15. Kelainan letak pada posisi janin : lintang/oblique, sungsang
C. Langkah Kegiatan

1. Perencanaan
Perencanaan akan menghasilkan penentuan prioritas, rumusan tujuan, rumusan
intervensi dan jadwal kegiatan yang akan dilaksanakan. Perencanaan kegiatan KIA-

12
KB hendaknya terintergrasi dengan kegiatan perencanaan di wilayah kerja
puskesmas.
Kegiatan perencanaan terdiri dari berikut ini.
a. Menentukan prioritas masalah
b. Menentukan tujuan
c. Menentukan kegiatan
d. Menyusun jadwal kegiatan
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan upaya yang akan dilakukan sesuai dengan rencana
kegiatan. Kegiatannya merupakan implementasi dari kegiatan terpilih. Mekanisme
pelaksanaan dapat dilakukan dengan berbagai cara, sebagaimana dijelaskan di
lingkup kegiatan di atas.
3. Monitoring
Monitoring adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
pencapaian dan pelaksanaan proghram KIA-KB di puskesmas. Monitoring dapat
dilakukan pada saat pelaksanaan kegiatan baik dalam gedung maupun di luar
gedung. Mekanisme monitoring dapat dilakukan dengan cara melakukan pelaporan
pelaksanaan dan pencapaian program kesehatan lingkungan di Puskesmas, yang
disampaikan oleh pengelola program KIA-KB di puskesmas kepada kepala
puskesmas setiap bulannya (secara langsung ataupun melalui mini lokakarya
bulanan puskesmas).
4. Evaluasi
Evaluasi sebaiknya dilakukan di setiap tahapan manajerial mulai dari perencanaan,
pelaksanaan dan hasil evaluasi dilakukan pada setiap pertengahan dan akhir tahun
untuk menilai proses dan hasil pelaksanaan kegiatan KIA-KB di Puskesmas. Hal
tersebut dimaksudkan uintuk menilai sejauh mana kemajuan kegiatan dan hasil
yang dicapai. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan indikator kinerja program
KIA-KB Puskesmas Bawolato
5. Pelaporan
Menyampaikan laporan kegiatan Pelayanan KIA/KB secara berkala kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kota.
Laporan kegiatan Pelayanan KIA/KB merupakan bahan pertimbangan untuk
menetapkan kebijakan kesehatan lingkungan dalam skala kota.

13
BAB V
LOGISTIK

Manajemen Logistik alat kesehatan adalah suatu pengetahuan atau seni serta proses
mengenai perencanaan, penentuan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pemeliharaan
serta penghapusan material atau alat-alat kesehatan. Tujuan dari manajemen logistik adalah
tersedianya setiap bahan setiap saat dibutuhkan, baik mengenai jenis, jumlah maupun
kualitas yang dibutuhkan secara efesien. Dengan demikian manejemen logistik dapat
dipahami sebagai proses pergerakkan dan pemberdayaan semua sumber daya yang dimiliki
dan atau potensial untuk dimanfaatkan, untuk operasional, secara efektif dan efisien. Oleh
karena itu untuk menilai apakah pengelolaan logistik sudah memadai adalah dengan menilai
apakah sering terjadi keterlambatan dan atau bahan yang dibutuhkan tidak tersedia, berapa
kali frekuensinya, berapa banyak persediaan yang menganggur (idle stock) dan berapa lama
hal itu terjadi. Berapa banyak bahan yang kadaluarsa atau rusak atau tidak dapat dipakai
lagi.
Manajemen logistik sebagai suatu fungsi mempunyai kegiatan-kegiatan:
A. Perencanaan kebutuhan
Fungsi perencanaan ini pada dasarnya adalah menghitung berapa besar kebutuhan bahan
logistik yang diperlukan untuk periode waktu tertentu, biasanya untuk satu tahun. Ada dua
cara pendekatan yang digunakan dalam perencanaan kebutuhan obat, yaitu:
1. Dengan mengetahui atau menghitung kebutuhan yang telah dengan nyata dipergunakan
dalam periode waktu yang lalu :
a. Jumlah sisa/persediaan pada awal periode
b. Jumlah pembelian pada periode waktu
c. Jumlah bahan logistik yang terpakai selama periode
d. Membuat analisis efisiensi penggunaan bahan logistik, dikaitkan dengan kinerja
yang dicapai.
e. Membuat analisis kelancaran penyediaan bahan logistik, misalnya frekuensi
barang yang diminta “habis” atau tidak ada penyediaan jumlah barang yang
menumpuk, serta penyebab terjadinya keadaan tersebut.
2. Dengan melihat program kerja yang akan datang:
a. Membuat analisa kebutuhan untuk dapat menunjang pelaksanaan kegiatan
pelayanan, pola penyakit, target kinerja kerja
b. Memperhatikan kebijakan pimpinan mengenai standarisasi bahan, ataupun
kebijakan dalam pengaduan. (untuk obat misalnya ada formularium, untuk
pengadaan di puskesmas).
c. Menyesuaikan perhitungan dengan memperhatikan persediaan awal, baik
meliputi jenis, jumlah maupun spesifikasi logistic.
d. Memperhatikan kemampuan gudang tempat penyimpanan barang.

14
B. Penganggaran
Fungsi berikutnya adalah menghitung kebutuhan diatas dengan harga satuan (dapat
didasarkan harga pembeli waktu yang lalu atau menurut informasi yang terbaru)
sehingga akan diketahui kebutuhan untuk pengadaan bahan logistik tersebut.
C. Pengadaan
Fungsi berikutnya adalah pengadaan, yaitu semua kegiatan yang dilakukan untuk
mengadakan bahan logistik yang telah direncanakan, melalui prosedur pengusulan dan
pembelian. Untuk pengadaan obat di Puskesmas dilakukan oleh Gudang farmasi Kota
berdasarkan usulan kebutuhan obat dari Puskesmas.
D. Penyimpanan
Fungsi penyimpanan ini sebenarnya termasuk juga fungsi penerimaan barang, yang
sebenarnya juga mempunyai peran strategi. Secara garis besar yang haris dicek
kebenarannya adalah:
1. Kesesuaian dengan jenis, jumlah dan spesifikasi bahan serta waktu penyerahan
barang terhadap surat pesan (SP), surat perintah kerja (SPK) atau purchase order
(PO).
2. Kondisi fisik bahan, apakah tidak ada perubahan warna, kemasan, bau, noda
dan sebagainya yang menindikasikan tingkat kualitas bahan.
3. Kesesuain waktu penerimaan bahan terhadap batas waktu SP/PO
Barang yang diterima tersebut kemudian dibuatkan berita cara penerimaan (BAP)
barang. Berdasarkan sifat dan kepentingan barang/bahan logistik ada beberapa jenis
barang logistik, yaitu biasanya tidak langsung disimpan digudang, akan tetapi
diterimakan langsung kepada pengguna. Yang penting adalah bahwa mekanisme ini
harus diatur sedemikian rupa sehingga tercipta internal check (saling uji secra otomatis)
yang memadai, yang ditetapkan oleh yang berwenang (pimpinan).
Fungsi penyimpanan ini sangat menentukan kelancaran distribusi. Beberapa
keuntungan melakukan fungsi penyimpanan ini adalah:
1. Untuk mengantisipasi keadaan yang fluktuatif, karena sering terjadi kesulitan
memperkirakan kebutuhan secara akurat.
2. Untuk menghindari kekosongan bahan (out of stock)
3. Untuk menghemat biaya, serta mengantisipasi fluktuasi kenaikan harga beban.
4. Untk menjaga agar kualitas bahan dalam keadaan siap pakai
5. Untuk mempercepat pendistribusian.
Metode yang sering digunakan dalam pengendalian persediaan di puskesmas adalah
dengan memperhatikan sifat barang/obat, apakah termasuk barang vital, esensial atau
normal (VEN system), digabungkan dengan apakah barang tersebut termasuk fast atau
slow moving. Kombinasi kedua metode ini selama periode tertentu kemudian dihitung
kebutuhan atau penggunaannya akan diketahui rata rata penggunaan perbulan, juga
fluktuasi permintaannya. Dari perhitungan itu secara empiris, dapat ditentukan berapa
besar jumlah.
1. Persediaan minimal/jenis barang perbulan
2. Persediaan maksimal/jenis barang per bulan

15
3. Persediaan pengaman (iron stock/idle stock)
Dalam penyimpanan dikenal ada system FIFO (first in first out). Khusus di
puskesmas seharusnya FIFO juga dibaca sebagai first expired first out (FEFO).
Dimana yang mempunyai masa kadaluarsa pendek/singkat harus dikeluarkan
terlebih dahulu, tidak tergantung kapan diterimanya digudang.

16
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN PROGRAM

Keselamatan pasien (patient safety) adalah reduksi dan meminimalkan tindakan yang
tidak aman dalam sistem pelayanan kesehatan sebisa mungkin melalui praktik yang terbaik
untuk mencapai luaran klinis yang optimum (The Canadian Patient Safety Dictionary,
October 2003). Keselamatan pasien menghindarkan pasien dari cedera/cedera potensial
dalam pelayanan yang bertujuan untuk membantu pasien.
Tujuan Patient Safety terciptanya budaya keselamatan pasien di Puskesmas,
meningkatnya akuntabilitas (tanggung jawab) Puskesmas terhadap pasien dan masyarakat,
menurunnya KTD (kejadian tidak diharapkan) di puskesmas, terlaksananya program –
program pencegahan, sehingga tidak terjadi pengulangan KTD (kejadian tidak diharapkan).
Sistem Patient Safety
 Assesment Resiko
 Identifikasi dan Pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien
 Pelaporan dan Analisa Insiden
 Kemampuan belajar dari insiden dan tidak lanjutnya
 Implementasi solusi
Standar keselamatan pasien tersebut antara lain :
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik stap tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien dan
tindakan yang diambil.
8. Resiko yang dapat ditimbulkan KB suntik antara lain OEDEM, pendarahan
9. Resiko yang dapat ditimbulkan Implan antara lain OEDEM, pendarahan

IDENTIFIKASI RESIKO PELAYANAN PROGRAM KIA

No. Identifikasi Resiko Pada Sasaran Upaya pencegahan

1 KB injeksi:
- Dapat terjadi abses di daerah Melakukan tindakan injeksi sesuai
penyuntikan (bokong, paha dengan SOP
lengan atas)
- Terjadi spooting pasca
penyuntikan

17
2 IUD:
- Dapat terjadi alergi benang Sebelum pemasangan IUD dilakukan:
dari pemasangan IUD - anamnesa mendalam mengenai
- Terjadi keputihan pada alergi, riwayat keputihan
pemasangan IUD - KIE tentang menjaga kebersihan
- Terjadi spooting pasca alat reproduksi, efek pemakaian
pemasangan IUD IUD, dan kemungkinan terjadinya
- 99% dapat terjadi kehamilan kegagalan KB
3 Implant:
- Dapat terjadi alergi pada Melakukan tindakan sesuai dengan
lengan pasien setelah SOP
pemasangan implant
- Terjadi spooting pasca
pemasangan implant
4 IVA: - Diadakan pelatihan untuk petugas
- Kesalah menginterpretasikan IVA
hasil IVA - Konsul pada yang lebih ahli jika
menemukan kasus yang sulit /
meragukan
5 Kondom:
Terjadi iritasi, alergi, infeksi Melakukan anamnesa tentang riwayat
saluran kelamin dan saluran alergi, Konseling/KIE mengenai efek
kencing samping, keamanan/tingkat kegagalan
dari kondom

18
BAB VIII
KESELAMATAN KERJA

Dalam undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 dinyatakan


bahwa upaya Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) harus dilaksanakan di semua tempat
kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit
penyakit atau mempunyai karyawan sedikitnya 10 orang. Jika memperhatikan dari isi pasal
diatas, maka jelaslah bahwa Puskesmas termasuk dalam kriteria tempat kerja dengan
berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya
terhadap para pelaku langsung yang bekerja di puskesmas, tetapi juga terhadap pasien
maupun pengunjung puskesmas.
Dari berbagai potensi bahaya, maka perlu upaya untuk mengendalikan,
meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya. Oleh karena itu K3 Puskesmas perlu
dikelola dengan baik. Agar penyelenggaraan K3 Puskesmas lebih efektif, efesien dan terpadu,
diperlukan sebuah pedoman manjemen k3 di Puskesmas, baik bagi pengelola maupun
karyawan Puskesmas.
Manajemen adalah pencapaian tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya, dengan
mempergunakan bantuan orang lain. Hal tersebut diharapkan dapat mengurangi dampat
kelalaian atau kesalahan (malpraktek) serta mengurangi penyebaran langsung dampak dari
kesalahan kerja. Proses manajemen keselamatan dan kesehatan kerja seperti proses
manjemen umumnya adalah penerapan berbagai fungsi manjemen, yaitu perencanaan,
organisasi, pelaksanaan dan pengawasan.
Setiap kegiatan yang dilakukan di Ruang KIA/KB puskesmas, mulai dari persiapan
pasien sampai selesai dapat menimbulkan bahaya atau resiko terhadap petugas yang berada
di Ruang KIA. Untuk mengurangi dan mencegah bahaya yang akan terjadi, setiap petugas
Ruang KIA harus mengerjakan pekerjaannya dengan hati-hati mengenali bahan potensial
berbahaya dan penanggungannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kegiatan tersebut
merupakan upaya kesehatan dan keselamatan kerja di Ruang KIA.
Bebarapa hal yang perlu di perhatikan antara lain :
1. Kesehatan dan keselamatan kerja yang bersifat umum
2. Kesehatan dan keselamatan kerja yang bersifat khusus.

No. Identifikasi Resiko Pada Petugas Upaya Pencegahan

1 KB injeksi:
- Dapat terjadi luka tusuk jarum Melakukan tindakan injeksi sesuai
pada saat penyuntikan dengan SOP

2 IUD:
- Dapat terjadi iritasi akibat cairan Sebelum pemasangan IUD dilakukan:
pembersih alat - Anamnesa mendalam mengenai alergi,
riwayat keputihan

19
- KIE tentang menjaga kebersihan alat
reproduksi, efek pemakaian IUD, dan
kemungkinan terjadinya kegagalan KB
3 Implant:
- Dapat terjadi luka gores atau luka Melakukan tindakan sesuai dengan SOP
tusuk
4 Kondom:
Terjadi iritasi, alergi, infeksi saluran Melakukan anamnesa tentang riwayat
kelamin dan saluran kencing alergi, konseling/KIE mengenai efek
samping, keamanan/tingkat kegagalan
dari kondom

20
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Pengendalian mutu (quality control) dalam manjemen mutu merupakan suatu sistem
kegiatan teknis yang bersifat rutin yang dirancang untuk mengukur dan menilai mutu
produk atau jasa yang diberikan kepada pasien. Pengendalian mutu pada pelayanan
kesehatan diperlukan agar produk layanan kesehatan terjaga kualitasnya sehingga
memuaskan masyarakat sebagai pelanggan. Penjaminan mutu pelayanan kesehatan dapat
diselenggarakan melalui pelbagai model manajemen kendali mutu. Salah satu model
manajemen yang dapat digunakan adalah model PDCA (Plan, Do, Check, Actinon) yang akan
menghasilkan pengembangan berkelanjutan (continuous improvement) atau kaizen mutu
pelayan kesehatan.
Yoseph M. Juran terkenal dengan konsep “Quality Trilogy” mutu dan
mengidentifikasikannya dalam tiga kegiatan :
1. Perencanaan mutu meliputi siapa pelanggan, apa kebutuhannya, meningkatkan
produk sesuai kebutuhan, dan merencanakan proses untuk suatu produksi
2. Pengendalian mutu mengevaluasi kinerja untuk mengidentifikasi perbedaan antara
kinerja aktual dan tujuan
3. Peningkatan mutu membentuk infrastruktur dan team untuk melaksanakan
peningkatan mutu.
Ada empat langkah menuju pelaksanaan solusi yang efektif, yaitu :
a. Merencanakan (PLAN): sebelum dilaksanakan solusi, perlu ditentukan tujuan dan
apa kriteria keberhasilan
b. Pelaksanaan (DO): melaksanakn solusi sering melibatkan pelatihan, termasuk proses
pengumpulan data/informasi untuk memantau perubahan yang terjadi dan
mengamati tingkat kemudahan atau kesulitan pelsanaan solusi.
c. Cek (CHECK): amati efek pelaksanaan solusi dan simpulkan pelajaran apa yang
diperoleh dari tindakan yang sudah dilakukan.
d. Bertindak (ACTION): ambil langkah-langkah praktis sesuai dengan pelajaran yang
diperoleh dari tindakan yang sudah diambil.
Demi menjamin tercapai dan terpeliharanya mutu dari waktu ke waktu, diperlukan
bakuan mutu berupa pedoman yang tertulis dan dapat dijadikan pedoman kerja bag tenaga
pelaksana.
1. Tiap pedoman yang ditunjuk memiliki pegangan yang jelas tentang bagaimana
prosuder untuk melakukan suatu aktifitas.
2. Standar yang tertulis memudahkan proses pelaksanaan bagi tenaga pelaksana baru
yang akan mengerjakan suatu aktifitas
3. Kegiatan yang dilaksanakan mengikuti prosedur yang tertulis akan menjamin
konsistensi hasil yang dicapai.
4. Kebijakan mutu dibuat oleh penanggungjawab Ruang KIA
5. Standar opersional prosedur dan instruksi kerja dibuat oleh tenaga teknisRuang KIA
dan disahkan oleh penanggungjawab Ruang KIA puskesmas.
6. Audit internal dilakukan oleh tim audit.

21
BAB IX
PENUTUP

Pelayanan KIA merupakan pelayanan kesehatan komprehensif dan berkualitas yang


diberikan kepada semua ibu hamil, bayi, balita untuk memberi pelayanan kesehatan yang
berkualitas.
Pelayanan Kesehatan Ibu Anak dan KB mencakup layanan promotif, preventif,
sekaligus kuratif dan rehabilitatif yang meliputi pelayanan KIA, gizi, pengendalian penyakit
menular (Imunisasi, HIV/AIDS, TB, Malaria, Penyakit Menular Seksual, dan Hepatitis)
Pedoman pelayanan Kesehatan Ibu Anak dan KB merupakan pedoman yang dinamis
sehingga dapat disesuaikan dengan perkembangan program dan kebutuhan spesifik daerah.

22

Anda mungkin juga menyukai