Anda di halaman 1dari 3

Problema Audit Jiwasraya

Kasus yang menyoroti PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) pada tahun 2020 begitu
menyita perhatian publik. Perusahaan milik BUMN diduga melakukan tindak
korupsi dan memanipulasi laporan keuangan sejak tahun 2006. Sehingga
menimbulkan permasalahan yaitu tidak dapat membayar klaim polis jatuh
tempo nasabah JS Saving Plan sebesar 802 Miliar.
Menurut Ketua BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) Agung Firman Sampurna,
Jiwasraya disebut memanipulasi laporan keuangan sejak 2006. Meski
mencatatkan laba, namun laba itu semu karna adanya rekayasa akuntansi.
Padahal, menurut Agung, audit BPK membuktikan bahwa keuangan Jiwasraya
dalam kondisi merugi.
Pada saat itu BPK lantas memberikan opini disclaimer (tidak menyatakan
pendapat) untuk laporan keuangan 2006-2007 dikarenakan penyajian informasi
cadangan tidak dapat diyakini kebenarannya. Defisit perseroan semakin lebar,
yakni Rp. 5,7 triliun pada 2008 dan Rp. 6,3 triliun pada 2009.
Di tengah permasalahan keuangan, Jiwasraya malah menggelontorkan sponsor
untuk klub sepakbola asal Inggris, Manchester City di tahun 2014.
Di tahun 2017, kondisi keuangan Jiwasraya tampak membaik. Laporan
keuangan Jiwasraya positif dengan raihan pendapatan premi dari produk JS
Saving Plan mencapai Rp. 21 triliun. Selain itu, perseroan meraup laba Rp. 2,4
triliun dan mengalami kenaikan 37,64% dari tahun 2016. Sepanjang tahun
2013-2017 pendapatan premi Jiwasraya meningkat karena penjualan produk JS
Saving Plan dengan periode pencairan setiap tahun.
Pada Mei 2018, pemegang saham menunjuk Asmawi Syam sebagai direktur
utama Jiwasraya. Di bawah kepemimpinannya, direksi baru melaporkan
terdapat kejanggalan laporan keuangan kepada Kementerian BUMN. Dan
indikasi kejanggalan itu terbukti betul, karena hasil audit oleh KAP PWC
mengoreksi laporan keuangan intern tahun 2017 dari laba sebesar Rp. 2,4
triliun menjadi hanya Rp. 428 miliar.
Dalam kasus Jiwasraya, proses audit sesungguhnya sudah dilakukan berkali-kali
baik proses audit dari auditor internal, auditor independen atau akuntan
publik, dan auditor pemerintah. Mula-mula disaat kasus gagal bayar polis
asuransi Jiwasraya belum terjadi pihak yang melakukan auditing selama ini
adalah auditor internal dan akuntan publik. Setelah kasus gagal bayar terjadi
pemerintah turun tangan untuk menyelidiki akar permasalahan yang terjadi.
Lembaga pemerintah yang berwenang dalam melakukan pengauditan ini
adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Hasil dari audit yang telah dilakukan dari berbagai pihak berhasil menemukan
berbagai kejanggalan. Dimulai dari laporan keuangan Jiwasraya sejak tahun
2006, perusahaan terbukti telah membukukan laporan keuangan dengan laba
semu. Kejanggalan berikutnya muncul di 2017 saat akuntan publik memberikan
opini tidak wajar terhadap laporan keuangan Jiwasraya dikarenakan auditor
menemukan kekurangan cadangan teknis sebesar Rp7,7 triliun. Selain itu,
terdapat tidak tepatan pada bagian keuntungan sebesar Rp360 miliar, namun
pihak Jiwasraya sayangnya tidak memperbaiki laporan keuangannya.

Tanggapan
Dalam hal turunnya kualitas asuransi saat ini, menjadikan Jiwasraya bukanlah
satu-satunya problema yang dihadapi negara ini. Rahasia kelam yang turut
terkuak akibat penyelewengan laporan keuangan malah membuka masalah-
masalah yang ditutupi oleh Jiwasraya. Tidak dapat dipungkiri bahwa kasus yang
melanda Jiwasraya memperlihatkan masih lemahnya pengendalian internal
dalam perusahaan. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap kualitas audit. De
Angelo (1981) menyebutkan bahwa suatu peluang seorang auditor dalam
mengoreksi suatu laporan keuangan untuk menemukan ada atau tidaknya
kesalahan atau pelanggaran baik dalam pencatatan maupun sistem yang
digunakan juga dapat disebut kualitas audit. Terdapat tiga hal yang turut
mempengaruhi kualitas audit, yaitu tekanan dari manajemen, sistem
pengendalian, dan gaya pengendalian (Kelly dan Margheim (1990)). Kombinasi
dari ketiga faktor ini adalah guna untuk menghindari adanya perilaku
disfungsional dari seorang auditor yang mampu mengakibatkan turunnya
kualitas audit. Penurunan kualitas audit akan turut menurunkan kepercayaan
publik terhadap profesionalitas dan kredibilitas akuntan publik. Masyarakat
nantinya akan sulit percaya dengan hasil kerja pengauditan para akuntan, yaitu
pengujian laporan keuangan yang ditujukan kepada para pengguna informasi.
Tak dapat dipungkiri bahwa tekanan dari manajemen merupakan tindakan
yang sangat berisiko karena saat itulah perusahaan mati-matian
menyembunyikan kebenaran kondisi laporan keuangan yang sebenarnya
terjadi. Adanya kemungkinan terjadinya korupsi, penyelewengan dana yang
saat itu memang terjadi pada Jiwasraya. Menggelapkan uang nasabah sebegitu
banyaknya. Hingga berujung pada kasus gagal bayar hak nasabah.

Sumber:
Kuncoro SN, Wahyu. 2020. Skandal Jiwasraya dan Nasib Hasil Audit BPK,
https://wartapemeriksa.bpk.go.id/?p=20834
Raharjo, Budi. 2020. Audit BPK: Pengelolaan Jiwasraya Terindikasi Korupsi,
https://ekonomi.republika.co.id/berita/q3tiyq415/audit-bpk-pengelolaan-
jiwasraya-terindikasi-korupsi
Makki, Safir. 2020. Kronologi Kasus Jiwasraya, Gagal Bayar Hingga Dugaan
Korupsi, https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200108111414-78-
463406/kronologi-kasus-jiwasraya-gagal-bayar-hingga-dugaan-korupsi
Imagama, 2020. Problema Audit Jiwasraya,
https://imagama.feb.ugm.ac.id/problema-audit-jiwasraya/

Anda mungkin juga menyukai