BP - Sistem Pengelolaan Keu Pemerintah Pusat
BP - Sistem Pengelolaan Keu Pemerintah Pusat
SISTEM PENGELOLAAN
KEUANGAN
PEMERINTAH PUSAT
BUKU PESERTA
Badan Diklat Pemeriksaan Keuangan Negara
BPK RI
KATA PENGANTAR
Modul diklat peran JFP dikembangkan dengan bantuan narasumber BPK yang kompeten.
Modul juga dilengkapi kasus-kasus yang diadaptasi dari persoalan riil yang dihadapi
pemeriksa keuangan negara. Diklat peran ini juga mengadopsi metode pembelajaran orang
dewasa (andragogy) yang mengutamakan keaktifan peserta diklat dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran. Instrumen evaluasi yang digunakan juga senantiasa diperbaiki agar penilaian
yang dihasilkan dapat menggambarkan kondisi yang sesungguhnya. Seluruh rancangan yang
terintegrasi, mulai dari kurikulum, silabus, modul, alat bantu pembelajaran, fasilitator, dan
metode evaluasi yang telah kami perbaharui ini merupakan kumpulan perangkat diklat yang
diharapkan dapat mendukung implementasi pembelajaran berbasis kompetensi, demi
tercapainya tujuan pembelajaran yang efektif.
Proses pembelajaran akan dirancang secara berkelanjutan dan sejalan dengan praktik
pemeriksaan keuangan negara di BPK. Melalui pendidikan berkelanjutan pada program
Excellence Learning Center di Badan Diklat PKN BPK. Untuk menjamin pembentukan keahlian
pemeriksa sesuai standar dan metodologi pemeriksaan keuangan negara yang sejalan
dengan perkembangan best practise.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
B. Kompetensi Diklat
Standar Kompetensi Diklat
Setelah mengikuti mata diklat ini, peserta diklat diharapkan mampu memahami
pengelolaan keuangan pemerintah pusat.
Kompetensi Dasar Diklat
Setelah mengikuti mata diklat ini, peserta diklat diharapkan mampu:
1. Memahami posisi dan ruang lingkup APBN dalam keuangan negara;
2. Memahami proses perencanaan, penganggaran dan penetapan APBN;
3. Memahami pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN;
4. Memahami Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat : Sistem Akuntansi BUN (SA-BUN); dan
5. Memahami jenis-jenis laporan BUN dan LKPP.
C. Metode Pembelajaran
Proses belajar mengajar dalam mata diklat SPKPP ini menggunakan pendekatan
andragogi. Dengan pendekatan ini, peserta didorong untuk berpartisipasi secara aktif
melalui komunikasi dua arah. Metode yang digunakan merupakan kombinasi dari
ceramah, tanya jawab, dan diskusi.
Instruktur membantu peserta dalam memahami materi melalui ceramah, dimana
dalam proses ini peserta diberikan kesempatan untuk melakukan tanya jawab. Agar
proses pendalaman materi dapat berlangsung dengan baik, dilakukan pula diskusi
kelompok, sehingga peserta diklat benar-benar dapat secara aktif terlibat dalam proses
belajar mengajar.
D. Kerangka Bahasan
Buku Peserta ini disusun dengan kerangka bahasan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan penjelasan umum sebagai gambaran menyeluruh atas isi
Buku Peserta meliputi: Deskripsi Singkat Mata Pelajaran, Tujuan Pembelajaran,
Metodologi Pembelajaran, Kerangka Bahasan, dan Peta Kompetensi.
BAB II KEUANGAN NEGARA DAN APBN
Bab ini memuat tentang pengertian, asas-asas, lingkup dan kekuasaan pengelolaan
Keuangan Negara serta pengertian, siklus, kebijakan dan asas-asas APBN.
BAB III PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBN
Bab ini memuat tentang proses penyusunan, penganggaran, pembahasan dan
penetapan APBN.
BAB IV MEKANISME PELAKSANAAN APBN
Bab ini memuat tentang mekanisme pembayaran dan pengelola anggaran.
BAB V SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT
Bab ini memuat tentang pengertian, tujuan dan ciri pokok SAPP; tujuan, ruang
lingkup, dan struktur organisasi SAPP; SA-BUN dan SAPP.
BAB VI LAPORAN BUN DAN LKPP
Bab ini memuat tentang LKKL, Laporan BUN dan LKPP.
E. Peta Kompetensi
pengelolaan keuangan
pemerintah pusat
Memahami jenis-jenis
laporan BUN dan LKPP
Setelah mempelajari materi ini, peserta diklat mampu untuk menjelaskan dan
menghubungkan konsep keuangan negara secara umum dengan APBN
Presiden
Menteri Keuangan
Menteri Pengelola Fiskal
Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara
(PA) (BUN)
SATKER SATKER
KPPN KPPN
Kuasa Pengguna Anggaran Kuasa Pengguna Anggaran Kuasa Bendahara Umum Negara Kuasa Bendahara Umum Negara
(KPA) (KPA) (Kuasa BUN)
(Kuasa BUN)
Menteri/Pimpinan Lembaga terdiri dari Menteri Teknis dan Menteri Keuangan seperti
terlihat dalam gambar 2.2. Menteri teknis selaku pengguna anggaran berwenang dalam
pembuatan komitmen, pengujian dan pembebanan anggaran dan perintah pembayaran.
Sedangkan menteri keuangan selaku BUN berwenang atas pengujian dan pembebanan serta
perintah pencairan dana untuk menteri teknis.
LKPP
Presiden RI
2. Siklus APBN
Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rangkaian kegiatan
dalam proses penganggaran yang dimulai pada saat anggaran negara mulai disusun
sampai dengan perhitungan anggaran disahkan dengan undang-undang, seperti
terlihat dalam gambar 2.4.
Gambar 3.1. Proses Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
B. Penganggaran RAPBN
Setelah Menteri/Pimpinan Lembaga menerima Surat Edaran Menteri Keuangan tentang
pagu sementara bagi masing-masing program, Kementerian Negara/Lembaga
menyesuaikan Renja-KL menjadi RKA-KL yang dirinci menurut unit organisasi dan
kegiatan. Kementerian Negara/Lembaga membahas RKA-KL bersama-sama dengan
DPR. Hasil pembahasan RKA-KL disampaikan kepada Bappenas. Bappenas menelaah
kesesuaian antara RKA-KL hasil pembahasan bersama DPR dengan Renja Pemerintah.
Menteri Keuangan menghimpun RKA-KL yang telah ditelaah untuk selanjutnya
membuat nota keuangan dan Rancangan APBN (RAPBN) yang antara lain isinya pagu
sementara.
D. APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara yang disetujui oleh DPR. Negara mempunyai sumber pendapatan
dan rencana belanja melalui KLnya.
1. Pendapatan
Pendapatan Negara adalah hak Pemerintah yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih. Setiap K/L yang mempunyai sumber pendapatan wajib
mengintensifkan perolehan pendapatan yang menjadi wewenang dan tanggung
jawabnya. Pendapatan Negara yang diterima KL tidak boleh digunakan langsung untuk
membiayai pengeluaran tetapi harus disetorkan terlebih dahulu ke Kas Negara. Sesuai
PP no. 45 tahun 2013 tentang tata cara pelaksanaan APBN pendapatan negara terdiri
atas penerimaan perpajakan, penerimaan Negara bukan pajak dan pendapatan hibah.
a. Penerimaan Perpajakan
Penerimaan Perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas pajak
dalam negeri dan pajak perdagangan internasional.
1) Pajak dalam negeri adalah semua penerimaan Negara yang berasal dai pajak
penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa, dan pajak penjualan atas
barang mewah, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan, cukai dan pajak lainnya;
2) Pajak perdagangan internasional adalah semua penerimaan Negara yang berasal
dari bea masuk dan pajak/pungutan ekspor.
b. Penerimaan Negara Bukan Pajak
Penerimaan negara bukan pajak adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang
tidak berasal dari penerimaan perpajakan antara lain sumber daya alam, bagian
pemerintah atas laba BUMN, serta penerimaan bukan pajak lainnya.
c. Pendapatan Hibah
Pendapatan Hibah adalah setiap penerimaan Pemerintah Pusat dalam bentuk uang,
barang, jasa dan/atau surat berharga yang diperoleh dari Pemberi Hibah yang tidak
perlu dibayar kembali, yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri. Atas
pendapatan hibah pemerintah mendapat manfaat secara langsung yang digunakan
untuk mendukung tugas dan fungsi K/L atau diteruskan kepada Pemda, BUMN, dan
BUMD (PMK No 191/PMK.05/2011).
2. Belanja
Belanja Negara adalah kewajiban Pemerintah yang diakui sebagai pengurang
nilai kekayaan bersih. Belanja dilaksanakan sesuai batas anggaran yang telah
ditetapkan dalam DIPA. Belanja di dalam DIPA dibagi dalam beberapa jenis sesuai
dengan PMK no 24/PMK.05/203 tentang Bagan Akun Standar, yaitu:
a. Belanja pegawai
Belanja Pegawai merupakan pengeluaran yang berupa kompensasi terhadap
pegawai baik dalam bentuk uang atau barang, yang harus dibayarkan kepada
pegawai pemerintah dalam maupun luar negeri baik kepada pejabat negara,
Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang
belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan dalam
rangka mendukung tugas fungsi unit organisasi pemerintah selama periode
tertentu, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal.
b. Belanja barang
Belanja Barang merupakan pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan
jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun
yang tidak dipasarkan serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan
atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan. Belanja ini terdiri dari belanja
barang dan jasa, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan dinas, belanja barang
BLU dan belanja barang untuk diserahkan kepada masyarakat.
c. Belanja modal
Belanja Modal merupakan pengeluaran anggaran dalam rangka memperoleh atau
menambah aset tetap dan/atau aset lainnya yang memberi manfaat ekonomis lebih
dari satu periode akuntansi (12 bulan) serta melebihi batasan nilai minimum
kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Aset Tetap
tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan suatu satuan kerja atau
dipergunakan oleh masyarakat umum/publik serta akan tercatat di dalam Neraca
satker K/L.
d. Belanja Pembayaran Bunga Utang/Kewajiban
Pembayaran Bunga Utang/Kewajiban merupakan pengeluaran pemerintah untuk
pembayaran bunga (interest) yang dilakukan atas kewajiban penggunaan pokok
utang (principal outstanding) baik utang dalam maupun luar negeri yang dihitung
berdasarkan posisi pinjaman jangka pendek atau jangka panjang. Selain itu belanja
pembayaran bunga utang juga dipergunakan untuk pembayaran denda/biaya lain
terkait pinjaman dan hibah dalam maupun luar negeri, serta imbalan bunga. Jenis
belanja ini khusus digunakan dalam kegiatan dari Bagian Anggaran Bendahara
Umum Negara.
e. Belanja Subsidi
Subsidi merupakan pengeluaran atau alokasi anggaran yang diberikan pemerintah
kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah atau pihak ketiga lainnya yang
Badan Diklat PKN BPK RI 15
SPKPP Buku Peserta
3. Mekanisme Pembiayaan
Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang
perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada
tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
Pembiayaan terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum
Negara/Daerah antara lain berasal dari penerimaan pinjaman, penjualan obligasi
pemerintah, hasil privatisasi perusahaan negara/daerah, penerimaan kembali pinjaman
16 Badan Diklat PKN BPK RI
Buku Peserta SPKPP
yang diberikan kepada fihak ketiga, penjualan investasi permanen lainnya, dan
pencairan dana cadangan. Penerimaan pembiayaan diakui pada saat diterima pada
Rekening Kas Umum Negara.
Pengeluaran pembiayaan adalah semua pengeluaran Rekening Kas Umum
Negara/Daerah antara lain pemberian pinjaman kepada pihak ketiga, penyertaan
modal pemerintah, pembayaran kembali pokok pinjaman dalam periode tahun
anggaran tertentu, dan pembentukan dana cadangan. Pengeluaran pembiayaan diakui
pada saat dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara.
Pembentukan dana cadangan untuk menambah dana cadangan yang bersangkutan.
Hasil-hasil yang diperoleh dari pengelolaan dana cadangan di pemerintah daerah
merupakan penambah dana cadangan. Hasil tersebut dicatat sebagai pendapatan
dalam pos pendapatan asli daerah lainnya.
Selisih lebih/kurang antara penerimaan dan pengeluaran pembiayaan selama satu
periode pelaporan dicatat dalam pos Pembiayaan Neto.
Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran adalah selisih lebih/kurang antara realisasi
penerimaan dan pengeluaran selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos
SiLPA/SiKPA.
Pinjaman proyek adalah nilai lawan rupiah dari penarikan pinjaman luar negeri di
luar pinjaman program. Penarikan pinjaman proyek untuk tahun 2006 terdiri dari
penarikan pinjaman proyek bilateral, penarikan pinjaman proyek multilateral,
penarikan pinjaman proyek fasilitas kredit ekspor, penarikan pinjaman proyek
lainnya dan penerusan pinjaman luar negeri ke BUMN.
A. Pengelola Anggaran
Menteri/Pimpinan Lembaga selaku penyelenggara urusan tertentu (Menteri Teknis)
dalam pemerintahan bertindak sebagai PA atas bagian anggaran yang disediakan untuk
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi tugas dan kewenangannya
tersebut. PA/KPA melaksanakan kegiatan sebagaimana tersebut dalam DIPA yang telah
disahkan. Untuk keperluan pelaksanaan kegiatan seperti dalam DIPA, PA/KPA berwenang
mengadakan ikatan/perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah
ditetapkan. Berikut ini merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan DIPA.
Menteri
Pengguna Anggaran
Kuasa Pengguna
Anggaran
Unit
Pembuat Penguji Penerbit
Bendahara Akuntansi
Komitmen Tagihan SPM
Instansi
Bendahara Bendahara
Penerimaan Pengeluaran
Gambar 4.1 struktur organisasi pengelola keuangan Negara (ideal menurut UU)
PA / KPA
SK rencana kegiatan dan
rencana pencairan Laporan
Pejabat
Perbendaharaan DIPA dana serta
Keuangan
Negara pelaksanaannya
4. Bendahara
Menteri Keuangan bertindak sebagai Bendahara Umum Negara (BUN). Selaku BUN,
Menteri Keuangan mengangkat Kuasa BUN untuk melaksanakan tugas
kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran. Dalam melaksanakan tugas
kebendaharaan Kuasa BUN memiliki tugas dan wewenang antara lain:
a. melaksanakan penerimaan dan pengeluaran Kas Negara dalam rangka
pengendalian pelaksanaan anggaran negara;
b. memerintahkan penagihan Piutang Negara kepada pihak ketiga sebagai
penerimaan anggaran; dan
c. melakukan pembayaran tagihan pihak ketiga sebagai pengeluaran anggaran.
Bendahara Penerimaan
Dalam melaksanakan anggaran pendapatan KL, dapat mengangkat Bendahara
Penerimaan. Kewenangan mengangkat Bendahara Penerimaan dapat didelegasikan
kepada kepala Satuan Kerja dan dilakukan setelah memenuhi kriteria yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan selaku BUN. Jabatan Bendahara Penerimaan tidak boleh
dirangkap oleh KPA atau Kuasa BUN.
Bendahara Penerimaan bertanggung jawab secara pribadi atas uang
Pendapatan Negara yang berada dalam pengelolaannya dan bertanggung jawab
secara fungsional atas pengelolaan uang Pendapatan Negara yang menjadi tanggung
jawabnya kepada Kuasa BUN. Pejabat/pegawai yang akan diangkat sebagai
Bendahara Pengeluaran
Dalam melaksanakan anggaran belanja pada kantor/Satuan Kerja dilingkungan
Kementerian Negara/Lembaga, Menteri/Pimpinan Lembaga dapat mengangkat
Bendahara Pengeluaran. Kewenangan mengangkat Bendahara Pengeluaran dapat
didelegasikan kepada kepala Satuan Kerja. Jabatan Bendahara Pengeluaran tidak
boleh dirangkap oleh KPA atau Kuasa BUN. Bendahara Pengeluaran melaksanakan
tugas kebendaharaan atas uang persediaan. Pelaksanaan tugas kebendaharaan atas
uang persediaan, meliputi:
a. menerima dan menyimpan uang persediaan;
b. melakukan pengujian tagihan yang akan dibayarkan melalui uang persediaan;
c. melakukan pembayaran yang dananya berasal dari uang persediaan berdasarkan
perintah KPA;
d. menolak perintah pembayaran apabila tagihan tidak memenuhi persyaratan
untuk dibayarkan;
e. melakukan pemotongan/pemungutan dari pembayaran yang dilakukannya atas
kewajiban kepada Negara;
f. menyetorkan pemotongan/pemungutan kewajiban kepada Negara ke Rekening
Kas Umum Negara;
g. menatausahakan transaksi uang persediaan;
h. menyelenggarakan pembukuan transaksi uang persediaan;
i. mengelola rekening tempat penyimpanan uang persediaan;
B. Mekanisme Penerimaan
Mekanisme penerimaan merupakan proses penerimaan negara dalam pelaksanaan
anggaran pendapatan. Pendapatan negara adalah hak Pemerintah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih. Pendapatan negara berasal dari penerimaan perpajakan,
penerimaan negara bukan pajak dan pendapatan hibah.
Pendapatan negara harus disetorkan ke Kas Negara. Pendapatan negara yang
diterima KL tidak boleh digunakan langsung untuk membiayai pengeluaran. Apabila KL
memiliki Satuan Kerja (Satker) yang telah menerapkan pengelolaan keuangan Badan
Layanan Umum (BLU), satker tersebut dapat menggunakan secara langsung pendapatan
negara yang dipungut tanpa terlebih dahulu menyetorkan ke Kas Negara. Penyetoran
pendapatan negara menggunakan sistem penerimaan negara.
1. Penerimaan Perpajakan
Penerimaan Perpajakan adalah semua Penerimaan Negara yang terdiri atas pajak
dalam negeri dan pajak perdagangan internasional.
a. Jenis Pajak
Ditinjau dari segi pemungut pajak, pajak dibagi menjadi dua jenis yaitu:
1) Pajak Negara, sering disebut pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh
Pemerintah Pusat yang terdiri atas:
Pajak Penghasilan
Diatur dalam UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah
terakhir kali dengan UU No. 36 Tahun 2008
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Diatur dalam UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diubah terakhir kali dengan UU
No. 42 Tahun 2009
Bea Materai, UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai
Bea Masuk, UU No. 10 Tahun 1995 jo. UU No. 17 Tahun 2006 tentang
Kepabeanan
Cukai, UU No. 11 Tahun 1995 jo. UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai
2) Pajak Daerah, sesuai UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, berikut jenis-jenis Pajak Daerah:
Pajak Provinsi terdiri atas:
a. Pajak Kendaraan Bermotor;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
d. Pajak Air Permukaan; dan
e. Pajak Rokok.
Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
g. Pajak Parkir;
h. Pajak Air Tanah;
i. Pajak Sarang Burung Walet;
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada pihak lain atau
pihak ketiga untuk memotong dan memungut besarnya pajak yang terhutang
oleh wajib pajak. Pihak ketiga disini adalah pihak lain selain pemerintah dan
wajib pajak.
Sistem pemungutan pajak di Indonesia sesuai dengan asas pemungutan pajak
menganut sistem pemungutan pajak self assesment system dan witholding
system.
b. Pengelolaan PNBP
PNBP dipungut atau ditagih oleh Instansi Pemerintah (Kementerian dan
Lembaga Non Kementerian) sesuai peraturan, berdasarkan Rencana PNBP yang
dibuat oleh Pejabat Instansi Pemerintah tersebut. PNBP yang telah dipungut
atau ditagih tersebut wajib dilaporkan secara tertulis oleh Pejabat Instansi
Pemerintah kepada Menteri Keuangan dalam bentuk Laporan Realisasi PNBP
Triwulan yang disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan setelah triwulan tersebut
berakhir.
Walaupun PNBP memiliki sifat segera harus disetorkan ke kas negara, namun
sebagian dana dari PNBP yang telah dipungut dapat digunakan untuk kegiatan
tertentu oleh instansi yang bersangkutan. Pemberian ijin penggunaan dan
besaran jumlah ditentukan oleh Menteri Keuangan melalui Keputusan Menteri
Keuangan, setelah Pimpinan instansi pemerintah mengajukan permohonan yang
sedikitnya dilengkapi dengan :
1) tujuan penggunaan dana PNBP antara lain untuk meningkatkan pelayanan,
meningkatkan kualitas sumber daya manusia, meningkatkan produktivitas
kerja serta meningkatkan efisiensi perekonomian;
2) rincian kegiatan pokok instansi dan kegiatan yang akan dibiayai PNBP;
3) jenis PNBP beserta tarif yang berlaku; dan
Badan Diklat PKN BPK RI 27
SPKPP Buku Peserta
4) laporan realisasi dan perkiraan tahun anggaran berjalan serta perkiraan untuk
2 (dua) tahun anggaran mendatang.
Kegiatan penatausahaan sebagian dana dari PNBP ini dilakukan oleh pimpinan
instansi/bendaharawan penerima dan bendaharawan pengguna, yang ditunjuk
setiap awal tahun anggaran. Apabila terdapat saldo lebih maka pada akhir tahun
anggaran wajib disetor seluruhnya ke Kas Negara.
c. PNBP terutang
PNBP yang harus dibayar pada suatu saat atau dalam suatu periode tertentu
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku disebut PNBP yang
Terutang.
Jumlah PNBP yang terutang ditentukan dengan cara :
1) ditetapkan oleh instansi pemerintah, antara lain pemberian paten, pelayanan
pendidikan, pelayanan kesehatan, dan penjualan karcis masuk; atau
2) dihitung sendiri oleh Wajib Bayar, antara lain pemanfaatan sumber daya alam.
Pengaturan PNBP terutang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29
Tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran, dan Penyetoran
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang, dihitung dengan menggunakan
tarif :
1) spesifik;
2) advalorem; atau
3) ketentuan perundang-undangan.
Untuk pembayaran yang dilakukan oleh wajib pajak, penyetoran dilakukan
menggunakan formulir SSBP (Surat Setoran Bukan Pajak) dan disampaikan
kepada Bendahara Penerimaan Satuan Kerja. Wajib bayar yang menghitung
sendiri PNBP yang terutang harus menyampaikan surat tanda bukti pembayaran
yang sah kepada Menteri Keuangan c.q. Dirjen Anggaran.
Apabila Wajib Bayar tidak melakukan pembayaran sampai melampaui jatuh
tempo, maka akan dikenakan sanksi sebesar 2% per bulan dari bagian yang
terutang dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh. Pemberian denda
ini juga berlaku dalam hal terjadi keterlambatan kekurangan pembayaran PNBP
dan hanya dikenakan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
Terhadap PNBP yang Terutang dilakukan pemeriksaan oleh instansi berwenang
untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban sesuai dengan peraturan
3. Pendapatan Hibah
Klasifikasi hibah dapat dibedakan menurut bentuk hibah, mekanisme pencairan
hibah, dan sumber hibah.
a. Berdasarkan bentuknya, hibah dibagi menjadi:
1) hibah uang, terdiri diri:
uang tunai; dan
uang untuk membiayai kegiatan
2) hibah barang/jasa; dan
3) hibah surat berharga
b. Berdasarkan mekanisme pencairannya, hibah dibagi menjadi:
1) hibah terencana; dan
2) hibah langsung
c. Berdasarkan sumbernya, hibah dibagi menjadi:
1) hibah dalam negeri; dan
2) hibah luar negeri.
C. Mekanisme Pembayaran
Dalam melaksanakan anggaran belanja, mekanisme pembayaran disesuaikan dengan
Peraturan Menteri Keuangan no 190/PMK.05/2012 tentang tata cara pembayaran dalam
rangka pelaksanaan APBN. Pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran pada DIPA
yang mengakibatkan pengeluaran negara, dilakukan melalui pembuatan komitmen.
Pembuatan komitmen dilakukan dalam bentuk perjanjian/kontrak untuk pengadaan
barang/jasa dan/atau penetapan keputusan. Anggaran yang sudah terikat dengan
komitmen tidak dapat digunakan untuk kebutuhan lain.
Bentuk perjanjian/kontrak untuk pengadaan barang/jasa sampai dengan batas nilai
tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan
30 Badan Diklat PKN BPK RI
Buku Peserta SPKPP
Bukti perjanjian/kontrak
Referensi Bank yang menunjukkan nama dan nomor rekening
penyedia barang/jasa
Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan
Berita Acara Serah Terima Pekerjaan/Barang
Bukti penyelesaian pekerjaan lainnya sesuai ketentuan
Berita Acara Pembayaran
Kuitansi yang telah ditandatangani oleh penyedia barang/jasa dan
PPK, yang dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini;
Faktur pajak beserta Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah
ditandatangani oleh Wajib Pajak/Bendahara Pengeluaran;
Jaminan yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga keuangan
lainnya sebagaimana dipersyaratkan dalam peraturan
perundangan tentang pengadaan barang/jasa pemerintah;
dan/atau
Dokumen lain yang dipersyaratkan khususnya untuk
perjanjian/kontrak yang dananya sebagian atau seluruhnya
bersumber dari pinjaman atau hibah dalam/luar negeri
Uang Persediaan (UP) adalah uang muka kerja dalam jumlah tertentu yang
diberikan kepada Bendahara Pengeluaran untuk membiayai kegiatan operasional
sehari-hari Satker atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya
tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme pembayaran langsung.
b. Penerbitan SPP LS
Setelah PPK melakukan pengujian dan dinyatakan dokumen telah memenuhi
persyaratan, maka PPK dapat mengesahkan dokumen tagihan dan menerbitkan
SPP. Penerbitan SPP-LS ditujukan untuk penyedia barang/jasa atas dasar
perjanjian/kontrak dan bendahara pengeluaran. Bendahara Pengeluaran
menggunakan SPP-LS untuk keperluan pembayaran belanja pegawai, honorarium,
langganan daya dan jasa, serta perjalanan dinas.
Pembayaran belanja pegawai termasuk di dalamnya adalah pembayaran gaji
induk, gaji susulan, kekurangan gaji, uang duka wafat/tewas, terusan
penghasilan/gaji, uang muka gaji, uang lembur, uang makan, dan honorarium tetap/
vakasi.
•Daftar Gaji, Rekapitulasi Daftar •Surat Keputusan yang •perjalanan dinas jabatan yang
Gaji, dan Halaman Luar Daftar menyataan bahwa biaya yang sudah dilaksanakan, dilampiri:
Gaji timbul akibat penerbitan surat •Daftar nominatif perjalanan
•Daftar Perubahan data pegawai keputusan dimaksud dinas; dan
•Daftar Perubahan Potongan dibebankan pada DIPA; •Dokumen
•Daftar Penerimaan Gaji Bersih •Daftar nominatif penerima pertanggungjawaban biaya
pegawai untuk honorarium yang memuat perjalanan dinas jabatan
paling sedikit nama orang, sebagaimana diatur dalam
•pembayaran gaji yang
besaran honorarium, dan nomor Peraturan Menteri Keuangan
dilaksanakan secara langsung
rekening masing-masing mengenai perjalanan dinas
•pada rekening masing-masing penerima; dalam negeri bagi pejabat
pegawa
•SSP PPh Pasal 21. negara, pegawai negeri, dan
•Copy dokumen pendukung pegawai tidak tetap.
perubahan data pegawai
•perjalanan dinas jabatan yang
•ADK perubahan data pegawai; belum dilaksanakan, dilampiri
•ADK perhitungan pembayaran daftar nominatif perjalanan
Belanja Pegawai sesuai dinas.
perubahan data pegawai; dan Langganan Daya & Jasa •Daftar nominatif memuat paling
•Surat Setoran Pajak Penghasilan kurang informasi mengenai
(SSP PPh)Ps 21. pihak yang melaksanakan
•Dilengkapi dengan dokumen perjalanan dinas (nama,
pendukung berupa surat tagihan pangkat/golongan), tujuan,
penggunaan daya dan jasa yang tanggal keberangkatan, lama
sah. perjalanan dinas, dan biaya yang
diperlukan untuk masing-masing
pejabat.
•perjalanan dinas pindah,
dilampiri dengan Dokumen
pertanggungjawaban biaya
perjalanan dinas pindah
KPA mengajukan permintaan TUP kepada kepala KPPN selaku Kuasa BUN
dilengkapi dengan rincian rencana penggunaan TUP dan surat pernyataan dari KPA.
Setelah TUP dimanfaatkan dan dalam waktu satu bulan setelah SPP-TUP
diterbitkan, KPA harus mempertanggungjawabkan TUP dengan menerbitkan SPM-
TUP. Surat Perintah Membayar Tambahan Uang Persediaan (SPM-TUP) adalah
dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan TUP.
Bendahara Pengeluaran/BPP melakukan pembayaran atas UP berdasarkan Surat
Perintah Bayar (SPBy) yang dilampiri bukti pengeluaran yang disetujui dan
ditandatangani oleh PPK. Berdasarkan SPBy yang diterimanya, Bendahara
Pengeluaran/BPP melakukan pengujian atas tagihan pada SPBy dan
pemungutan/pemotongan pajak/bukan pajak atas tagihan dalam SPBy yang
diajukan dan menyetorkan ke kas negara. Apabila pengujian SPBy tidak memenuhi
persyaratan, Bendahara Pengeluaran/BPP harus menolak SPBy yang diajukan oleh
PPK.
Apabila UP pada Penggantian Bendahara Pengeluaran/BPP telah digunakan paling
sedikit 50% maka PPK menerbitkan SPP-GUP untuk pengisian kembali UP. Surat
Permintaan Pembayaran Penggantian Uang Persediaan (SPP-GUP) adalah dokumen
yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi pertanggungjawaban dan permintaan
kembali pembayaran UP.
Penerbitan SPP-GUP dilengkapi dengan dokumen pendukung berupa daftar rincian
permintaan pembayaran, bukti pengeluaran dan SSP yang telah dikonfirmasi KPPN.
Perjanjian/Kontrak beserta faktur pajaknya dilampirkan untuk nilai transaksi yang
harus menggunakan perjanjian/Kontrak sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah. SPP-GUP
disampaikan kepada PPSPM paling lambat 5 hari kerja setelah bukti-bukti
pendukung diterima secara lengkap dan benar.
Sisa dana dalam DIPA yang dapat dilakukan pembayaran dengan UP minimal sama
dengan nilai UP yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran. Apabila GUP yang
diminta lebih besar dari sisa dana dalam DIPA maka GUP dilaksanakan maksimal
sebesar sisa dana dalam DIPA.
Apabila sisa dana pada DIPA yang dapat dibayarkan dengan UP minimal sama
dengan besaran UP yang diberikan (anggaran dalam DIPA untuk UP telah habis)
atau pertanggungjawaban UP untuk akhir tahun atau UP tidak diperlukan lagi maka
satker dapat memproses SPP-GUP Nihil. Surat Permintaan Pembayaran
3. Pengujian dan Penelitian SPM dan Penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D)
SPM yang diajukan ke KPPN digunakan sebagai dasar penerbitan SP2D. Surat
Perintah Pencairan Dana (SP2D) adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN
selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Dalam pencairan anggaran belanja negara, KPPN melakukan penelitian dan pengujian
atas SPM yang disampaikan oleh PPSPM.
KPPPN tidak dapat menerbitkan SP2D apabila Satker belum mengirimkan data
perjanjian/kontrak beserta ADK untuk pembayaran melalui SPM-LS kepada penyedia
barang/jasa dan Daftar perubahan data pegawai beserta ADK yang disampaikan
kepada KPPN. Apabila hasil penelitian dan pengujian tidak memenuhi syarat, Kepala
KPPN mengembalikan SPM beserta dokumen pendukung secara tertulis.
Pencairan dana berdasarkan SP2D dilakukan melalui transfer dana dari Kas
Negara pada bank operasional kepada rekening pihak penerima yang ditunjuk pada
SP2D. Bank operasional menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala KPPN jika
terjadi kegagalan transfer dana. Pemberitahuan kegagalan transfer dana memuat data
SP2D dan alasan kegagalan transfer. Atas dasar pemberitahuan tersebut, Kepala KPPN
memberitahukan kepada KPA untuk diteliti dan selanjutnya menyampaikan perbaikan
atau ralat SPM.
sepanjang SP2D belum diterbitkan. Dalam hal SP2D telah diterbitkan dan belum
mendebit kas negara, pembatalan SPM dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan
Direktur Jenderal Perbendaharaan atau pejabat yang ditunjuk. Koreksi SP2D atau
daftar nominatif untuk penerima lebih dari satu rekening hanya dapat dilakukan oleh
Kepala KPPN berdasarkan permintaan KPA. Pembatalan SP2D tidak dapat dilakukan
dalam hal SP2D telah mendebit Kas Negara.
Setelah mempelajari materi ini, peserta diklat mampu untuk memahami dan
menjelaskan gambaran umum SAPP khususnya SABUN
SAPP terdiri dari Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara (SA-BUN) yang
dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah,
dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI)
yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara/Lembaga selaku pengguna anggaran.
Pemerintah melalui Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 3 Tahun 2003 tanggal
9 Juni 2003, melaksanakan proses transformasi menuju e-government. Untuk
mewujudkan terbentuknya e-government di lingkup Kementerian Keuangan, maka
dilaksanakan sebuah proyek penyempurnaan manajemen keuangan dalam hal
modernisasi anggaran dan perbendaharaan Negara. Perubahan tersebut diwujudkan
dalam bentuk implementasi Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN).
SPAN akan memfasilitasi arah kebijakan penganggaran, mendukung
pertanggungjawaban dari para pengguna anggaran, meningkatkan efisiensi pengelolaan
perbendaharaan, memfasilitasi reformasi akuntansi dan pelaporan, mengurangi biaya
pinjaman dan memperkuat keamanan dan kredibilitas data keuangan. Pada dasarnya,
SPAN adalah bagian dari Integrated Financial Management Information System (IFMIS)
yaitu Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Negara yang Terintegrasi, sehingga
pengembangan SPAN merupakan langkah awal menuju implementasi IFMIS. IFMIS terdiri
dari beberapa unsur, mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran,
hingga pertanggungjawaban keuangan negara.
Di Indonesia, pengelolaan keuangan negara dimulai dengan adanya transaksi
keuangan di lingkup Kementerian Negara/Lembaga. Implementasi IFMIS diwujudkan
dalam bentuk beberapa penyempurnaan proses bisnis pengelolaan keuangan negara
dengan menggunakan aplikasi yang terintegrasi. Perubahan yang akan dilaksanakan
meliputi penyederhanaan aplikasi yang saat ini jumlahnya sangat banyak pada satuan
kerja dengan data base yang terpisah-pisah menjadi satu aplikasi dengan data base yang
terintegrasi. Penyederhanaan sistem aplikasi ini bertujuan untuk mengurangi terjadinya
duplikasi pekerjaan dan pengulangan entry data. Penggabungan aplikasi dan data base
pada tingkat satuan kerja akan diwujudkan dalam suatu sistem aplikasi di lingkup Satuan
kerja yang dinamakan Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI).
SAKTI yang akan dikembangkan meliputi penggabungan fungsi-fungsi dalam
penyusunan anggaran, pelaksanaan APBN, hingga penyusunan laporan keuangan. Dalam
penyusunan anggaran, fungsi yang akan digabung meliputi penyusunan RKAKL,
penyusunan DIPA dan revisi DIPA. Dalam pelaksanaan APBN, akan terdapat beberapa
proses bisnis yang baru, yaitu manajemen data supplier, manajemen data kontrak,
Badan Diklat PKN BPK RI 43
SPKPP Buku Peserta
Resume Tagihan dan Surat Perintah Membayar. Dalam penyusunan laporan keuangan,
penyempurnaan yang akan dilakukan meliputi aplikasi akuntansi keuangan, akuntansi
barang milik negara, rekonsiliasi SAI, penyusunan LPJ bendahara, dan akuntansi
persediaan. Untuk memfasilitasi pengiriman data dari aplikasi SAKTI yang ada di lingkup
Satuan Kerja ke aplikasi SPAN yang ada pada Kementerian Keuangan, juga dikembangkan
aplikasi pendukung yang meliputi Portal SPAN dan SPAN SMS.
SAKTI merupakan gabungan beberapa aplikasi yang akan digunakan oleh Satuan
Kerja yang memiliki fungsi perbendaharaan, seperti Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat
Pembuat Komitmen, dan Pejabat Penandatangan SPM, serta Bendahara dengan
didasarkan pada peran dan tupoksi masing-masing, sehingga akses terhadap aplikasi
SAKTI akan diberikan untuk mereka yang menjalankan fungsi Perbendaharaan yang
berbeda-beda tersebut. Berikut merupakan gambar 5.2 hubungan antara SPAN dan
SAKTI.
10
Dalam pelaksanaan SA-BUN, Menteri Keuangan selaku BUN membentuk Unit Akuntansi
Bendahara Umum Negara (UABUN) yang terdiri dari:
a. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BUN (UABUN);
b. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu BUN (UAPBUN);
c. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa BUN tingkat Pusat (UAKBUN-Pusat);
d. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa BUN tingkat Kantor
Wilayah (UAKKBUN-Wilayah);
e. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa BUN Tingkat Daerah/KPPN (UAKBUN-
Daerah/KPPN);
f. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Pengguna Anggaran Eselon I
BUN (UAPPA-E1 BUN); dan
g. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran BUN (UAKPA
BUN).
Dengan adanya SPAN, maka fungsi-fungsi pengelolaan keuangan yang ada pada
beberapa unit yang berbeda seperti perencanaan dan penganggaran di Direktorat
Jenderal Anggaran (DJA), manajemen DIPA dan pembayaran serta penyusunan laporan
keuangan di Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) dan fasilitasi dukungan
teknologi informasi di Pusat Sistem Informasi dan Teknologi Keuangan (Pusintek) dapat
terintegrasi ke dalam suatu sistem yang sama.
Penyempurnaan proses bisnis dikembangkan melalui beberapa modul yang ada
pada SPAN yaitu perencanaan anggaran (Budget Preparation), manajemen DIPA
(Management of Spending Authority), Manajemen Komitmen (Commitment
Management), Manajemen Pembayaran (Payment Management), Manajemen Kas (Cash
SPAN
PROSES BISNIS MODUL OUTPUT YANG DIHASILKAN
Penganggaran Penganggaran • RKAKL - DIPA termasuk revisi
• RDP-BUN-DIPA termasuk revisi
Komitmen • kontrak pengadaan barang/jasa
• penetapan keputusan
Pembayaran • Penerbitan SP2D
• Penerbitan Warkat atau Bilyet Giro
• penerbitan SP2B BLU, SPHL, SP3HL,
Persetujuan MPHLBJS;
P
E • penerbitan APD-PL/APD-PP;
L • penerbitan SKP-L/C;
A • penerbitan SP3; dan
K • penerbitan APD-Reksus.
S Kas • Pengaturan rekening milik BUN
A
• Perencanaan Kas
N
A • Pemindahbukuan dana
A • Rekonsiliasi Bank
N • Pelaporan manajerial
Penerimaan • penerimaan perpajakan;
• penerimaan negara bukan pajak;
• penerimaan hibah;
• penerimaan pengembalian belanja;
• penerimaan pembiayaan; dan
• penerimaan non
anggaran/transitoris.
Pertanggungjawaban Akuntansi & Pelaporan • data BAS;
• Konversi data transaksi keuangan;
• koreksi data transaksi keuangan;
• penyesuaian sisa pagu;
• jurnal penyesuaian;
• rekonsiliasi; dan
• laporan keuangan.
Tabel 5.1 Modul dalam SPAN
Mekanisme pelaporan
Adapun mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban pada Sistem Akuntansi Instansi,
dapat diperhatikan pada gambar berikut ini:
kemudian setiap bulan dikonsolidasikan ke dalam UAKPA. Hasil konsolidasian ini akan
direkonsiliasikan UAKPA ke KPPN dan UAKPB ke KPKNL. UAKPA dan UAKPB juga
melaporkan data setiap triwulan ke UAPPA-W dan UAPPB-W secara terpisah.Proses yang
sama akan berulang di tahap wilayah. UAPPA-W akan mengkonsolidasikan laporannya
dengan laporan UAPPB-W, yang diterima dari UAKPA/B-UAKPA/B di lingkup kerjanya. Hasil
konsolidasian itu akan direkonsiliasikan dengan data yang diperoleh Kanwil DJPBN dari
KPPN. Kanwil DJPBN juga akan merekonsiliasikan data yang dimilikinya dengan Kanwil
DJKN.
Jika tidak ada kesalahan maka masing-masing unit akuntansi wilayah akan meneruskan
laporannya ke unit akuntansi Eselon 1 setiap semester yang akan melakukan konsolidasi
dan rekonsiliasi setahun sekali sebelum meneruskan ke tingkat UAPA/B.
SAI akan dapat berjalan apabila memenuhi unsur pokok sebagai berikut:
1. Formulir/ dokumen sumber, antara lain dokumen terkait penerimaan,
pengeluaran, memo penyesuaian, piutang, persediaan dan dokumen lainnya.
2. Jurnal
3. Buku besar
4. Buku pembantu
5. Laporan, yang terdiri dari laporan realisasi anggaran (LRA), neraca, laporan
operasional, laporan perubahan ekuitas (LPE) dan Catatan atas Laporan Keuangan
(CaLK).
Pada tahun 2016, rekonsiliasi dilakukan secara elektronik, atau disebut juga dengan e-
rekon. E-Rekon adalah aplikasi berbasis web (yang dapat diakses di e-rekon-
lk.djpbn.kemenkeu.go.id). E-rekon dibuat untuk mendukung pelaksanaan rekonsiliasi
antara KPPN dan satker dan proses konsolidasi pelaporan keuangan Kementerian
Negara/Lembaga. Pengguna e-rekon adalah Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Kementerian Keuangan (KPPN, DJPBN), penyusun laporan keuangan (UAKPA, UAPPAW,
UAPPA Eselon 1, UAPA), dan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP).
E-rekon dibuat sebagai bentuk tindak lanjut atas temuan pemeriksaan terinci kinerja BPK
atas pengendalian internal terhadap pelaporan keuangan pemerintah pusat berbasis
akrual terkait kelemahan pengendalian aplikasi. Dengan adanya e-rekon ini maka efisiensi
dan efektivitas pelaksanaan rekonsiliasi dapat ditingkatkan karena adanya reduksi
perulangan dan waktu pelaksanaan rekonsiliasi. Selain itu, efisiensi dan efektivitas
konsolidasi LK juga meningkat karena adanya reduksi redundansi data dan waktu proses
konsolidasi. Yang perlu menjadi catatan adalah bahwa e-rekon hanya menyatukan data
UAPPAW, UAPPAE1, dan UAPA secara terpusat untuk seluruh Kementerian/Lembaga,
50 Badan Diklat PKN BPK RI
Buku Peserta SPKPP
Keuangan yang dihasilkan dari e-rekon adalah Laporan Operasional, Laporan Perubahan
Ekuitas, Neraca, LRA (termasuk LRA Pendapatan dan Belanja), dan Neraca Percobaan.
Data LKKL disusun berdasarkan data satker yang telah melakukan rekonsiliasi dengan
KPPN dengan saldo awal LKKL adalah saldo LKKL audited tahun 2015. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam penyusunan LK adalah:
1. Kelengkapan entitas dan kelengkapan data;
2. Validitas;
3. Penyampaian ADK rekon.
Untuk menggambarkan hubungan antara e-rekon dengan SAIBA, dapat dilihat gambar
5.10 berikut ini:
Aplikasi SAIBA
Dokumen Sumber SAIBA E-Rekon LK
Mulai
Menu Pada Aplikasi Akun Akrual Terkait
E – Rekon LK
LPE PA
Database SAIBA
ADK Sakti
Neraca KPA
LPE KPA
SAKTI
Program Reformasi Penganggaran dan Perbendaharaan Negara bagi Kementerian
Keuangan dan Kementerian/Lembaga diwujudkan melalui implementasi SPAN tidak akan
terlepas dari sistem keuangan yang ada pada Satuan kerja (Satker). Penyempurnaan
aplikasi keuangan SATKER harus sesuai dengan aplikasi SPAN mengingat kualitas data
SPAN sangat bergantung pada kemampuan Sistem Aplikasi Keuangan di Satker yang akan
dikembangkan.
Saat ini terdapat dua Eselon I Kementerian Keuangan yang mendistribusikan beberapa
aplikasi ke Satker. Pertama, Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mendistribusikan
aplikasi-aplikasi dibagi ke dalam dua kelompok besar yaitu Pelaksanaan (Aplikasi SPM,
Gaji, dan Perencanaan Kas) dan Pelaporan (Aplikasi SAK, SIMAK BMN, dan Persediaan).
Masing-masing aplikasi tersebut bersifat terpisah (stand alone) dan memiliki database
terpisah, namun interakasi data baik input maupun outputnya saling berkaitan satu sama
lain. Kedua, Direktorat Jenderal Anggaran, yang mendistribusikan Aplikasi RKAKL DIPA.
Aplikasi ini juga bersifat stand alone dan memiliki database terpisah. Dengan demikian
sejalan dengan usaha untuk menyelaraskan aplikasi-aplikasi Satker agar sesuai dengan
SPAN, perlu juga dilakukan pengintegrasian aplikasi-aplikasi di atas ke dalam satu aplikasi
Satker yang terintegrasi dengan database yang tersentralisasi. Hal ini dimungkinkan
karena kebutuhan penggabungan tersebut akan memudahkan Satker dalam
menggunakan dan meningkatkan akurasi data transaksi keuangannya.
Dalam lingkup Satuan Kerja, perubahan yang akan dilaksanakan meliputi penyederhanaan
aplikasi yang sangat banyak pada satuan kerja dengan database yang terpisah-pisah,
menjadi satu aplikasi dengan database yang terintegrasi. Penyederhanaan sistem aplikasi
ini untuk mengurangi terjadinya duplikasi pekerjaan dan pengulangan entry data.
Penggabungan aplikasi dan database pada tingkat satuan kerja akan diwujudkan dalam
suatu Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI).
SAKTI meliputi seluruh proses pengelolaan keuangan negara pada Satker dimulai dari
proses penganggaran, pelaksanaan anggaran dan pelaporan keuangan. SAKTI merupakan
gabungan beberapa aplikasi yang keberadaan sebelumnya tersebar pada beberapa
kewenangan, seperti bendahara, KPB, PPK, dan PPSPM. Dengan adanya Sakti, maka
Satker difasilitasi untuk menyusun laporan keuangan tingkat Satker.
Dalam penyusunan anggaran, fungsi yang akan digabung meliputi penyusunan RKAKL,
penyusunan DIPA dan revisi DIPA. Dalam pelaksanaan anggaran, akan dikenal beberapa
proses bisnis yang baru, yaitu manajemen data supplier, manajemen data kontrak,
Resume Tagihan dan Surat Perintah Membayar. Dalam penyusunan laporan keuangan,
54 Badan Diklat PKN BPK RI
Buku Peserta SPKPP
Sampai dengan pelaporan keuangan tahun 2016, SAKTI belum digunakan untuk pelaporan
keuangan Satuan Kerja. Saat ini sistem informasi yang dikembangkan untuk pelaporan
keuangan level satuan kerja adalah aplikasi E-Rekon.
Penatausahaan BMN
Pengelola Barang harus melakukan pendaftaran dan pencatatan BMN yang berada di
bawah penguasaannya ke dalam Daftar Barang Pengelola menurut penggolongan dan
kodefikasi barang. Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang harus melakukan
pendaftaran dan pencatatan BMN yang status penggunaannya berada pada Pengguna
Barang/Kuasa Pengguna Barang ke dalam Daftar Barang Pengguna/Daftar Barang Kuasa
Pengguna menurut penggolongan dan kodefikasi barang.
Pengelola Barang harus menghimpun Daftar Barang Pengguna/ Daftar Barang Kuasa
Pengguna yang telah dibuat. Pengelola Barang menyusun Daftar BMN berdasarkan
himpunan Daftar Barang Pengguna/Daftar Barang Kuasa Pengguna. Daftar Barang
Pengelola disusun sesuai penggolongan dan kodefikasi barang. Penggolongan dan
kodefikasi BMN ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Inventarisasi
Pengguna Barang melakukan Inventarisasi BMN paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima)
tahun. Apabila BMN tersebut berupa persediaan, konstruksi dalam pengerjaan,
inventarisasi dilakukan oleh Pengguna Barang setiap tahun. Pengguna Barang
menyampaikan laporan hasil Inventarisasi kepada Pengelola Barang paling lama 3 (tiga)
bulan setelah selesainya inventarisasi. Pengelola Barang melakukan inventarisasi BMN
berupa tanah dan/atau bangunan yang berada dalam penguasaannya paling sedikit 1
(satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Pelaporan
Kuasa Pengguna Barang harus menyusun Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran
dan Tahunan sebagai bahan untuk menyusun neraca satuan kerja untuk disampaikan
kepada Pengguna Barang. Pengguna Barang menghimpun Laporan Barang Kuasa
Pengguna Semesteran dan Tahunan sebagai bahan penyusunan Laporan Barang
Pengguna Semesteran dan Tahunan. Laporan Barang Pengguna digunakan sebagai bahan
untuk menyusun neraca Kementerian/Lembaga/satuan kerja perangkat daerah untuk
disampaikan kepada Pengelola Barang.
SAPP
SAI SA-BUN
Hasil keluaran dari proses SAPP berupa LKPP. LKPP disampaikan kepada DPR sebagai
pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN, yang sebelumnya telah direviu oleh Aparat
Pengawasan Intern dan diperiksa oleh BPK. LKPP yang dihasilkan dari proses SAPP paling
sedikit berupa:
1. Laporan Realisasi Anggaran;
2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih;
3. Neraca;
4. Laporan Operasional;
5. Laporan Arus Kas;
6. Laporan Perubahan Entitas; dan
7. Catatan atas Laporan Keuangan.
Setelah mempelajari materi ini, peserta diklat mampu memahami dan menjelaskan
bentuk, jenis dan hubungan antara laporan BUN dengan LKPP.
Laporan Laporan
Keuangan
KL
+ Keuangan
BUN
Laporan
Keuangan
Pemerintah
Pusat
Laporan Keuangan ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna kepada
para pemakai laporan khususnya sebagai sarana untuk meningkatkan akuntabilitas/
pertanggungjawaban dan transparansi pengelolaan keuangan. Disamping itu, laporan
keuangan ini juga dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada manajemen dalam
pengambilan keputusan dalam usaha untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik
(good governance).
A. Laporan K/L
Sebagaimana diamanatkan UU nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai Pengguna Anggaran/Barang mempunyai tugas
antara lain menyusun dan menyampaikan LKKL yang dipimpinnya. Laporan
pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN disusun sesuai Peraturan Dirjen
Perbendaharaan nomor Per-57/PB/2013 tentang pedoman penyusunan LKKL.
Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai Pengguna Anggaran wajib menyusun laporan
pertanggungjawaban berupa Laporan Keuangan Semesteran dan Tahunan. Penyusunan
Laporan Keuangan dilakukan secara berjenjang dari tingkat UAKPA sampai dengan
tingkat UAPA. Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai Pengguna Barang Milik Negara (BMN)
wajib menyusun laporan pertanggungjawaban berupa Laporan Barang Pengguna
Semesteran dan Tahunan. Penyusunan Laporan Barang berpedoman pada peraturan
yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN).
Berdasarkan Pasal 55 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.05/2013 tentang Sistem
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, Menteri/Pimpinan Lembaga selaku
PA/PB menyusun dan menyampaikan LKKL yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran
(LRA), Laporan Operasional (LO), Neraca, Laporan Perubahan Ekuitas (LPE) dan Catatan
atas Laporan Keuangan (CaLK) kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal, dalam
rangka penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), seperti dalam gambar
6.2.
Neraca
LO LPE
Laporan yang dihasilkan oleh Kementerian Negara/Lembaga adalah LRA, LO, LPE
Neraca dan CaLK.
B. Laporan BUN
Bendahara Umum Negara (BUN) adalah pejabat yang diberi tugas untuk
melaksanakan fungsi BUN. Laporan BUN diselenggarakan oleh Kementrian Keuangan
selaku BUN, sesuai salah satu kewenangan BUN dalam menyusun dan menyampaikan
laporan keuangan. Laporan BUN dihasilkan melalui aplikasi Sistem Perbendaharaan dan
Anggaran Negara (SPAN).
Badan Diklat PKN BPK RI 61
SPKPP Buku Peserta
BUN
LK BUN
Gambar 6.5 LK BUN
LRA LSAL
Neraca LO
LAK LPE
C. LKPP
Menteri Keuangan selaku BUN berwenang menetapkan Sistem Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan Negara serta mengatur Pengelolaan Anggaran dan Barang Milik
Negara. Menteri Keuangan juga menghimpun Laporan Keuangan dan Laporan Barang dari
seluruh Kementerian Negara/Lembaga untuk menyusun Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat (LKPP) sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan
anggaran dan barang. Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL)
semesteran dan tahunan wajib direviu oleh aparat pengawas intern Kementerian
Negara/Lembaga sebelum disampaikan kepada Menteri Keuangan.
LKKL yang digunakan sebagai pertanggungjawaban keuangan Kementerian
Negara/Lembaga meliputi LRA, LO, Neraca, LPE dan CaLK yang disertai dengan
Pernyataan Telah Direviu yang ditandatangani oleh Aparat Pengawasan Intern, dan
Pernyataan Tanggung Jawab yang ditandatangani oleh Menteri/Pimpinan Lembaga
sebagai Pengguna Anggaran.
Dalam penyusunan LKPP dimaksud:
a. KL selaku PA/PB menyusun dan menyampaikan LK yang meliputi LRA, LO, LPE, Neraca,
dan CaLK dilampiri LK Badan Layanan Umum pada masing-masing KL;
b. LK disampaikan kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah
tahun anggaran berakhir;
c. Menteri Keuangan selaku BUN menyusun Laporan Arus Kas Pemerintah Pusat dan
Laporan Perubahan SAL;
d. Menteri Keuangan selaku wakil Pemerintah Pusat menyusun ikhtisar kepemilikan
kekayaan negara yang dipisahkan dalam LK perusahaan negara.
LKPP merupakan konsolidasian dari LK-KL dan LK-BUN. LKPP dapat dilihat dalam
gambar 6.6, terdiri dari:
a. Laporan Realisasi Anggaran
b. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL)
c. Neraca Pemerintah
d. Laporan Operasional (LO)
e. Laporan Arus Kas
f. Catatan atas Laporan Keuangan
Satker
LK KL
Wilayah Eselon - 1 KL
LRA LO
Satker Neraca LPE
DPR
CaLK
BLU
Konsolidasi Presiden
LRA LSAL
Neraca LO
BUN LAK LPE
CaLK
LK BUN
LRA LSAL
BPK
Neraca LO
Gambar 6.6 Isi laporan keuangan LAK LPE
CaLK
Laporan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) digabungkan pada KL yang secara
organisatoris membawahinya dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Laporan Realisasi Anggaran BLU digabungkan secara bruto kepada Laporan Realisasi
Anggaran kementerian negara/lembaga teknis pemerintah pusat/daerah yang secara
organisatoris membawahinya
b. Neraca BLU digabungkan kepada neraca kementerian negara/lembaga teknis pemerintah
pusat/daerah yang secara organisatoris membawahinya.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2013 Tentang Tata cara
pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.262 Tahun 2014 tentang Sistem
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 27, 2014 Tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/ Daerah
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 Tentang Tata Cara Pembayaran APBN
Tim Penyusun