Anda di halaman 1dari 71

JFP PEMBENTUKAN

Excellence Learning Center


Tapak perjalanan untuk menjadi yang terbaik

SISTEM PENGELOLAAN
KEUANGAN
PEMERINTAH PUSAT

BUKU PESERTA
Badan Diklat Pemeriksaan Keuangan Negara
BPK RI
KATA PENGANTAR

Pendidikan dan pelatihan (diklat) peran dalam keluarga jabatan fungsional


pemeriksa (JFP) merupakan diklat yang memberikan keahlian kepada
pemeriksa untuk dapat melaksanakan peran dan tanggung jawab dalam
jenjang peran yang dituju. Diklat peran JFP merupakan salah satu syarat
untuk dapat diangkat dalam peran tersebut. Diklat peran JFP diberikan
untuk setiap jenjang peran yaitu ATY, ATS, KTY, KTS, PT dan PM. Keahlian
yang diberikan telah dirancang dalam suatu kurikulum, silabus, dan modul
diklat sebagai hasil penjabaran standar kompetensi, baik teknis maupun perilaku. Dengan
demikian, peserta yang lulus diklat ini diharapkan memiliki kompetensi yang diperlukan
untuk dapat melaksanakan tugas sesuai perannya, sehingga layak diangkat dalam peran yang
dituju.

Modul diklat peran JFP dikembangkan dengan bantuan narasumber BPK yang kompeten.
Modul juga dilengkapi kasus-kasus yang diadaptasi dari persoalan riil yang dihadapi
pemeriksa keuangan negara. Diklat peran ini juga mengadopsi metode pembelajaran orang
dewasa (andragogy) yang mengutamakan keaktifan peserta diklat dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran. Instrumen evaluasi yang digunakan juga senantiasa diperbaiki agar penilaian
yang dihasilkan dapat menggambarkan kondisi yang sesungguhnya. Seluruh rancangan yang
terintegrasi, mulai dari kurikulum, silabus, modul, alat bantu pembelajaran, fasilitator, dan
metode evaluasi yang telah kami perbaharui ini merupakan kumpulan perangkat diklat yang
diharapkan dapat mendukung implementasi pembelajaran berbasis kompetensi, demi
tercapainya tujuan pembelajaran yang efektif.

Proses pembelajaran akan dirancang secara berkelanjutan dan sejalan dengan praktik
pemeriksaan keuangan negara di BPK. Melalui pendidikan berkelanjutan pada program
Excellence Learning Center di Badan Diklat PKN BPK. Untuk menjamin pembentukan keahlian
pemeriksa sesuai standar dan metodologi pemeriksaan keuangan negara yang sejalan
dengan perkembangan best practise.

Jakarta, 26 Maret 2018


Salam Sukses Pendidikan
Kepala Pusat Standarisasi dan Evaluasi
Pendidikan dan Pelatihan

Dwi Setiawan Susanto, S.E., M.Si., Ak.


NIP 196911261996031001
SPKPP Buku Peserta

STANDAR KOMPETENSI TEKNIS PEMERIKSA LEVEL ANGGOTA TIM


YUNIOR (ATY)

ii Badan Diklat PKN BPK RI


Buku Peserta SPKPP

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................ i


STANDAR KOMPETENSI TEKNIS PEMERIKSA LEVEL ANGGOTA TIM YUNIOR (ATY) ...............ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................. 1
A. Deskripsi Singkat Mata Diklat ........................................................................................... 1
B. Kompetensi Diklat ............................................................................................................. 1
C. Metode Pembelajaran ....................................................................................................... 1
D. Kerangka Bahasan ............................................................................................................. 2
E. Peta Kompetensi................................................................................................................ 3
BAB II KEUANGAN NEGARA DAN APBN .................................................................................... 4
A. Pengertian, Asas-Asas, Lingkup, dan Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara ........ 4
B. Pengertian, Siklus, Kebijakan dan Asas-asas APBN.......................................................... 7
BAB III PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBN ....................................................................... 12
A. Proses Penyusunan RAPBN ............................................................................................. 12
B. Penganggaran RAPBN ..................................................................................................... 13
C. Pembahasan dan Penetapan APBN ................................................................................ 13
D. APBN................................................................................................................................. 13
BAB IV MEKANISME PELAKSANAAN APBN.............................................................................. 19
A. Pengelola Anggaran ........................................................................................................ 19
B. Mekanisme Penerimaan .................................................................................................. 24
C. Mekanisme Pembayaran ................................................................................................. 30
BAB V SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT ................................................................... 41
A. Pengertian, Tujuan, dan Ciri Pokok SAPP ....................................................................... 41
B. Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara (SA-BUN) ................................................ 44
C. Sistem Akuntansi Instansi (SAI) ...................................................................................... 48
BAB VI LAPORAN BENDAHARA UMUM NEGARA DAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH
PUSAT ......................................................................................................................................... 58
A. Laporan K/L ...................................................................................................................... 59
B. Laporan BUN .................................................................................................................... 61
C. LKPP.................................................................................................................................. 62
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................... 65
Tim Penyusun ............................................................................................................................. 66

Badan Diklat PKN BPK RI iii


Buku Peserta SPKPP

BAB I PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat Mata Diklat


Mata diklat ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan kepada peserta diklat
agar mampu memahami pengelolaan keuangan pemerintah pusat. Memberikan referensi
mendasar mengenai bagaimana mengelola keuangan pemerintah pusat yang baik.
Pengelolaan keuangan negara yang baik harus dilaksanakan secara profesional, terbuka,
dan bertanggung jawab sesuai dengan UUD 1945. Presiden selaku kepala pemerintahan
memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara yang dikuasakan kepada Menteri
Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan
negara yang dipisahkan.

B. Kompetensi Diklat
Standar Kompetensi Diklat
Setelah mengikuti mata diklat ini, peserta diklat diharapkan mampu memahami
pengelolaan keuangan pemerintah pusat.
Kompetensi Dasar Diklat
Setelah mengikuti mata diklat ini, peserta diklat diharapkan mampu:
1. Memahami posisi dan ruang lingkup APBN dalam keuangan negara;
2. Memahami proses perencanaan, penganggaran dan penetapan APBN;
3. Memahami pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN;
4. Memahami Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat : Sistem Akuntansi BUN (SA-BUN); dan
5. Memahami jenis-jenis laporan BUN dan LKPP.

C. Metode Pembelajaran
Proses belajar mengajar dalam mata diklat SPKPP ini menggunakan pendekatan
andragogi. Dengan pendekatan ini, peserta didorong untuk berpartisipasi secara aktif
melalui komunikasi dua arah. Metode yang digunakan merupakan kombinasi dari
ceramah, tanya jawab, dan diskusi.
Instruktur membantu peserta dalam memahami materi melalui ceramah, dimana
dalam proses ini peserta diberikan kesempatan untuk melakukan tanya jawab. Agar
proses pendalaman materi dapat berlangsung dengan baik, dilakukan pula diskusi
kelompok, sehingga peserta diklat benar-benar dapat secara aktif terlibat dalam proses
belajar mengajar.

Badan Diklat PKN BPK RI 1


SPKPP Buku Peserta

D. Kerangka Bahasan
Buku Peserta ini disusun dengan kerangka bahasan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan penjelasan umum sebagai gambaran menyeluruh atas isi
Buku Peserta meliputi: Deskripsi Singkat Mata Pelajaran, Tujuan Pembelajaran,
Metodologi Pembelajaran, Kerangka Bahasan, dan Peta Kompetensi.
BAB II KEUANGAN NEGARA DAN APBN
Bab ini memuat tentang pengertian, asas-asas, lingkup dan kekuasaan pengelolaan
Keuangan Negara serta pengertian, siklus, kebijakan dan asas-asas APBN.
BAB III PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBN
Bab ini memuat tentang proses penyusunan, penganggaran, pembahasan dan
penetapan APBN.
BAB IV MEKANISME PELAKSANAAN APBN
Bab ini memuat tentang mekanisme pembayaran dan pengelola anggaran.
BAB V SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT
Bab ini memuat tentang pengertian, tujuan dan ciri pokok SAPP; tujuan, ruang
lingkup, dan struktur organisasi SAPP; SA-BUN dan SAPP.
BAB VI LAPORAN BUN DAN LKPP
Bab ini memuat tentang LKKL, Laporan BUN dan LKPP.

2 Badan Diklat PKN BPK RI


Buku Peserta SPKPP

E. Peta Kompetensi

Peta kompetensi yang diharapkan dapat digambarkan sebagai berikut:

pengelolaan keuangan
pemerintah pusat

Memahami jenis-jenis
laporan BUN dan LKPP

Memahami Sistem Akuntansi Pemerintah


Pusat : Sistem Akuntansi BUN (SA-BUN)

Memahami pelaksanaan dan


pertanggungjawaban APBN

Memahami proses perencanaan,


penganggaran dan penetapan APBN

Memahami posisi dan ruang lingkup


APBN dalam keuangan negara

Badan Diklat PKN BPK RI 3


SPKPP Buku Peserta

BAB II KEUANGAN NEGARA DAN APBN

Setelah mempelajari materi ini, peserta diklat mampu untuk menjelaskan dan
menghubungkan konsep keuangan negara secara umum dengan APBN

A. Pengertian, Asas-Asas, Lingkup, dan Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara


1. Pengertian Keuangan Negara
Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan
uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan
milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Sedangkan pengertian pengelolaan keuangan negara adalah keseluruhan kegiatan
pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya,
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban.

2. Asas-asas pengelolaan Keuangan Negara


Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan,
efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Dalam pengelolaan keuangan negara
dikenal adanya asas pengelolaan keuangan. Asas tersebut telah lama dikenal dalam
pengelolaan keuangan negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas
kesatuan, dan asas spesialitas maupun asas-asas baru sebagai pencerminan best
practices (penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara,
antara lain :
• akuntabilitas berorientasi pada hasil;
• profesionalitas;
• proporsionalitas;
• keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara; dan
• pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.

3. Lingkup Keuangan Negara


Lingkup keuangan negara mencakup hak dan kewajiban negara, antara lain:
 hak untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan
melakukan pinjaman; dan

4 Badan Diklat PKN BPK RI


Buku Peserta SPKPP

 kewajiban untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara


dan membayar tagihan pihak ketiga, penerimaan negara, pengeluaran negara,
penerimaan daerah, pengeluaran daerah, kekayaan negara/kekayaan daerah
yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang,
barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan
yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah, kekayaan pihak
lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas
pemerintahan dan/atau kepentingan umum, dan kekayaan pihak lain yang
diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.

4. Kekuasaan atas pengelolaan Keuangan Negara


Presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan
keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.
a. Dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan wakil
pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan;
b. Dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/
Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
c. Diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan
daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah
dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
d. Tidak termasuk kewenangan di bidang moneter, yang meliputi antara lain
mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang.
e. Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara digunakan untuk mencapai
tujuan bernegara.

Dari gambar 2.1 Presiden menguasakan pengelolaan keuangan Negara


kepada Menteri-Menterinya. Menteri/Pimpinan Lembaga selaku penyelenggara
urusan tertentu dalam pemerintahan bertindak sebagai PA atas bagian anggaran
yang disediakan untuk penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi tugas
dan kewenangannya tersebut. Menteri/Pimpinan Lembaga selaku PA bertanggung
jawab secara formal dan materiil kepada Presiden. Menteri Keuangan, selain sebagai
PA atas bagian anggaran untuk kementerian yang dipimpinnya, juga bertindak selaku
Bendahara Umum Negara (BUN).

Badan Diklat PKN BPK RI 5


SPKPP Buku Peserta

Presiden

Menteri Keuangan
Menteri Pengelola Fiskal
Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara
(PA) (BUN)

SATKER SATKER
KPPN KPPN
Kuasa Pengguna Anggaran Kuasa Pengguna Anggaran Kuasa Bendahara Umum Negara Kuasa Bendahara Umum Negara
(KPA) (KPA) (Kuasa BUN)
(Kuasa BUN)

Gambar 2.1. Struktur organisasi pengelola Keuangan Negara

Menteri/Pimpinan Lembaga terdiri dari Menteri Teknis dan Menteri Keuangan seperti
terlihat dalam gambar 2.2. Menteri teknis selaku pengguna anggaran berwenang dalam
pembuatan komitmen, pengujian dan pembebanan anggaran dan perintah pembayaran.
Sedangkan menteri keuangan selaku BUN berwenang atas pengujian dan pembebanan serta
perintah pencairan dana untuk menteri teknis.

Gambar 2.2 kewenangan fungsi administrasi menurut UU no. 1 tahun 2004

Bentuk pertanggungjawaban dari pengelolaan Keuangan Negara berupa Laporan


Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). LKPP tersebut disampaikan secara berjenjang dari
Satker terbawah ke jenjang yang lebih atas, seperti terlihat dalam gambar 2.3.

6 Badan Diklat PKN BPK RI


Buku Peserta SPKPP

LKPP
Presiden RI

LKKL LKKL LKKL LK - BUN


Menteri Keuangan Menteri Teknis Menteri Teknis Menteri Keuangan

Eselon 1 Eselon 1 DJPb

Regional/ Regional/ Regional/


Kanwil DJPb
Kanwil Kanwil Kanwil

Satker Satker KPPN

Gambar 2.3 Laporan Keuangan Pemerintah Pusat

B. Pengertian, Siklus, Kebijakan dan Asas-asas APBN


1. Pengertian APBN
Penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara
menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang. Presiden
selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara menguasakan kepada
Menteri Keuangan untuk melakukan pengelolaan fiskal dalam hal ini APBN, yang
pengertiannya adalah:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang selanjutnya disingkat APBN
merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);
b. APBN mempunyai otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi dan
stabilisasi.
1) Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar
untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang
bersangkutan;
2) Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi
pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun
yang bersangkutan;

Badan Diklat PKN BPK RI 7


SPKPP Buku Peserta

3) Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi


pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan
negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan;
4) Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan
untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta
meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian;
5) Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara harus
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan; dan
6) Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi
alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental
perekonomian.
c. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban
negara dalam tahun yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBN.

2. Siklus APBN
Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rangkaian kegiatan
dalam proses penganggaran yang dimulai pada saat anggaran negara mulai disusun
sampai dengan perhitungan anggaran disahkan dengan undang-undang, seperti
terlihat dalam gambar 2.4.

Gambar 2.4 Siklus APBN

8 Badan Diklat PKN BPK RI


Buku Peserta SPKPP

Tahapan kegiatan dalam siklus APBN adalah sebagai berikut:


a. Perencanaan dan penganggaran APBN
Tahapan ini dilakukan pada tahun sebelum anggaran tersebut dilaksanakan (APBN
t-1) misal untuk APBN 2014 dilakukan pada tahun 2013 yang meliputi dua kegiatan
yaitu, perencanaan dan penganggaran.
b. Penetapan/persetujuan APBN
Kegiatan penetapan/persetujuan dilakukan pada APBN t-1, sekitar Oktober-
Desember. Kegiatan tahap ini berupa pembahasan Rancangan APBN (RAPBN) dan
Rancangan Undang-undang APBN serta penetapannya oleh DPR. Berdasarkan
persetujuan DPR, RUU APBN ditetapkan menjadi UU APBN. Penetapan UU APBN
diikuti dengan penetapan Keppres mengenai rincian APBN sebagai lampiran UU
APBN dimaksud.
c. Pelaksanaan APBN
Jika tahapan kegiatan ke-1 dan ke-2 dilaksanakan pada APBN t-1, kegiatan
pelaksanaan APBN dilaksanakan mulai 1 Januari - 31 Desember pada tahun berjalan
(APBN t). Kegiatan pelaksanaan APBN dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini
kementerian/lembaga (K/L). K/L mengusulkan konsep Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran (DIPA) berdasarkan Keppres mengenai rincian APBN dan
menyampaikannya ke Kementerian Keuangan untuk disahkan.
DIPA merupakan dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan sebagai acuan
Pengguna Anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai
pelaksanaan APBN. DIPA berlaku sebagai dasar pelaksanaan pengeluaran Negara
setelah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan selaku BUN. Alokasi dana
yang tertuang dalam DIPA merupakan batas tertinggi pengeluaran negara.
Pengeluaran negara tidak boleh dilaksanakan jika alokasi dananya tidak tersedia
atau tidak cukup tersedia dalam DIPA. Khusus pelaksanaan pengeluaran negara
untuk pembayaran gaji dan tunjangan yang melekat pada gaji dapat melampaui
alokasi dana gaji dan tunjangan yang melekat pada gaji dalam DIPA, sebelum
dilakukan perubahan/revisi DIPA.
d. Pelaporan dan pencatatan APBN
Tahap pelaporan dan pencatatan APBN dilaksanakan bersamaan dengan tahap
pelaksanaan APBN, 1 Januari - 31 Desember. Laporan keuangan pemerintah
dihasilkan melalui proses akuntansi, dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi
keuangan pemerintah yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca,
dan Laporan Arus Kas (LAK), serta Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
Badan Diklat PKN BPK RI 9
SPKPP Buku Peserta

e. Pemeriksaan dan pertanggungjawaban APBN


Tahap akhir siklus APBN adalah pemeriksanaan dan pertanggungjawaban yang
dilaksanakan setelah tahap pelaksanaan berakhir (APBN t+1), sekitar Januari - Juli.
Contoh, jika APBN dilaksanakan tahun 2014, tahap pemeriksaan dan
pertanggungjawabannya dilakukan pada tahun 2015. Pemeriksaan ini dilakukan
oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Untuk pertanggungjawaban pengelolaan dan pelaksanaan APBN secara
keseluruhan selama satu tahun anggaran, Presiden menyampaikan rancangan
undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR
berupa laporan keuangan yang telah diperiksa BPK, selambat-lambatnya 6 (enam)
bulan setelah tahun anggaran berakhir.

3. Kebijakan dan struktur APBN


APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan
kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara. Penyusunan Rancangan APBN
berpedoman pada rencana kerja Pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya
tujuan negara. Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber
pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam undang-undang tentang APBN.
Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, pemerintah pusat dapat mengajukan
rencana penggunaan surplus anggaran kepada DPR. Defisit anggaran dibatasi
maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan jumlah pinjaman dibatasi
maksimal 60% dari PDB.
APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan
pembiayaan. Pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan
pajak, dan hibah. Belanja negara dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan
tugas pemerintahan pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah. Belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan
jenis belanja.

4. Asas-asas umum dalam pelaksanaan APBN


Keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan,
efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggungjawab dengan
memperhatikan rasa kepatutan.

10 Badan Diklat PKN BPK RI


Buku Peserta SPKPP

Asas umum pengelolaan keuangan negara:


a. Asas kesatuan; semua pendapatan dan belanja negara disajikan dalam satu
dokumen anggaran;
b. Asas universalitas; setiap transaksi ditampilkan utuh dalam dokumen anggaran;
c. Asas tahunan; membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun
tertentu;
d. Asas spesialitas; agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas
peruntukkannya;
e. Asas akuntabilitas berorientasi hasil;
f. Asas profesionalitas;
g. Asas keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara;
h. Asas pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.

Badan Diklat PKN BPK RI 11


SPKPP Buku Peserta

BAB III PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBN

Setelah mempelajari bab ini peserta mampu menjelaskan mekanisme


perencanaan, penganggaran, penetapan, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban APBN

Sistem pengelolaan keuangan pemerintah pusat dimulai dari penyusunan Rencana


Kerja dan Anggaran – Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) sampai dengan pembuatan
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) melalui aplikasi Sistem Akuntansi Pemerintah
Pusat (SAPP).
Sistem pengelolaan keuangan pemerintah pusat dimulai dari adanya APBN. APBN
disusun mulai dari RAPBN hingga penetapan APBN. Berikut merupakan proses pengelolaan
keuangan pemerintah pusat.

Gambar 3.1. Proses Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

A. Proses Penyusunan RAPBN


Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) merupakan penjabaran dari visi,
misi, dan program Presiden melalui Bappenas sebagai pedoman bagi K/L dalam
menyusun Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra – K/L). Kementerian
Negara/Lembaga menyusun rencana kerja (Renja – K/L) untuk tahun anggaran yang
sedang disusun dengan mengacu pada prioritas pembangunan nasional dan pagu

12 Badan Diklat PKN BPK RI


Buku Peserta SPKPP

indikatif yang ditetapkan dalam Surat Edaran bersama Menteri Perencanaan


(Bappenas) dan Menteri Keuangan.
Bappenas menelaah Renja–K/L yang disampaikan Kementerian Negara/Lembaga
berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan. Perubahan terhadap program
Kementerian Negara/Lembaga disetujui oleh Bappenas berkoordinasi dengan
Kementerian Keuangan, berdasarkan usulan Menteri/Pimpinan Lembaga Terkait.
Berdasarkan Renja–K/L disusunlah rencana kerja pemerintah (RKP) untuk periode 1
tahun.

B. Penganggaran RAPBN
Setelah Menteri/Pimpinan Lembaga menerima Surat Edaran Menteri Keuangan tentang
pagu sementara bagi masing-masing program, Kementerian Negara/Lembaga
menyesuaikan Renja-KL menjadi RKA-KL yang dirinci menurut unit organisasi dan
kegiatan. Kementerian Negara/Lembaga membahas RKA-KL bersama-sama dengan
DPR. Hasil pembahasan RKA-KL disampaikan kepada Bappenas. Bappenas menelaah
kesesuaian antara RKA-KL hasil pembahasan bersama DPR dengan Renja Pemerintah.
Menteri Keuangan menghimpun RKA-KL yang telah ditelaah untuk selanjutnya
membuat nota keuangan dan Rancangan APBN (RAPBN) yang antara lain isinya pagu
sementara.

C. Pembahasan dan Penetapan APBN


Nota keuangan dan RAPBN beserta himpunan RKA-KL yang telah ditetapkan Menteri
Keuangan disampaikan Pemerintah kepada DPR untuk dibahas bersama dan ditetapkan
menjadi Undang-Undang APBN.
RKA-KL yang telah disepakati DPR ditetapkan dalam Keputusan Presiden tentang
Rincian APBN. Keputusan Presiden tentang Rincian APBN, menjadi dasar bagi masing-
masing KL untuk menyusun konsep dokumen pelaksanaan anggaran (DPA). Konsep
DPA, disampaikan kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum (BUN) dan
disahkan oleh Menteri Keuangan.

D. APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara yang disetujui oleh DPR. Negara mempunyai sumber pendapatan
dan rencana belanja melalui KLnya.

Badan Diklat PKN BPK RI 13


SPKPP Buku Peserta

1. Pendapatan
Pendapatan Negara adalah hak Pemerintah yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih. Setiap K/L yang mempunyai sumber pendapatan wajib
mengintensifkan perolehan pendapatan yang menjadi wewenang dan tanggung
jawabnya. Pendapatan Negara yang diterima KL tidak boleh digunakan langsung untuk
membiayai pengeluaran tetapi harus disetorkan terlebih dahulu ke Kas Negara. Sesuai
PP no. 45 tahun 2013 tentang tata cara pelaksanaan APBN pendapatan negara terdiri
atas penerimaan perpajakan, penerimaan Negara bukan pajak dan pendapatan hibah.
a. Penerimaan Perpajakan
Penerimaan Perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas pajak
dalam negeri dan pajak perdagangan internasional.
1) Pajak dalam negeri adalah semua penerimaan Negara yang berasal dai pajak
penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa, dan pajak penjualan atas
barang mewah, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan, cukai dan pajak lainnya;
2) Pajak perdagangan internasional adalah semua penerimaan Negara yang berasal
dari bea masuk dan pajak/pungutan ekspor.
b. Penerimaan Negara Bukan Pajak
Penerimaan negara bukan pajak adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang
tidak berasal dari penerimaan perpajakan antara lain sumber daya alam, bagian
pemerintah atas laba BUMN, serta penerimaan bukan pajak lainnya.
c. Pendapatan Hibah
Pendapatan Hibah adalah setiap penerimaan Pemerintah Pusat dalam bentuk uang,
barang, jasa dan/atau surat berharga yang diperoleh dari Pemberi Hibah yang tidak
perlu dibayar kembali, yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri. Atas
pendapatan hibah pemerintah mendapat manfaat secara langsung yang digunakan
untuk mendukung tugas dan fungsi K/L atau diteruskan kepada Pemda, BUMN, dan
BUMD (PMK No 191/PMK.05/2011).

2. Belanja
Belanja Negara adalah kewajiban Pemerintah yang diakui sebagai pengurang
nilai kekayaan bersih. Belanja dilaksanakan sesuai batas anggaran yang telah
ditetapkan dalam DIPA. Belanja di dalam DIPA dibagi dalam beberapa jenis sesuai
dengan PMK no 24/PMK.05/203 tentang Bagan Akun Standar, yaitu:

14 Badan Diklat PKN BPK RI


Buku Peserta SPKPP

a. Belanja pegawai
Belanja Pegawai merupakan pengeluaran yang berupa kompensasi terhadap
pegawai baik dalam bentuk uang atau barang, yang harus dibayarkan kepada
pegawai pemerintah dalam maupun luar negeri baik kepada pejabat negara,
Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang
belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan dalam
rangka mendukung tugas fungsi unit organisasi pemerintah selama periode
tertentu, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal.
b. Belanja barang
Belanja Barang merupakan pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan
jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun
yang tidak dipasarkan serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan
atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan. Belanja ini terdiri dari belanja
barang dan jasa, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan dinas, belanja barang
BLU dan belanja barang untuk diserahkan kepada masyarakat.
c. Belanja modal
Belanja Modal merupakan pengeluaran anggaran dalam rangka memperoleh atau
menambah aset tetap dan/atau aset lainnya yang memberi manfaat ekonomis lebih
dari satu periode akuntansi (12 bulan) serta melebihi batasan nilai minimum
kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Aset Tetap
tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan suatu satuan kerja atau
dipergunakan oleh masyarakat umum/publik serta akan tercatat di dalam Neraca
satker K/L.
d. Belanja Pembayaran Bunga Utang/Kewajiban
Pembayaran Bunga Utang/Kewajiban merupakan pengeluaran pemerintah untuk
pembayaran bunga (interest) yang dilakukan atas kewajiban penggunaan pokok
utang (principal outstanding) baik utang dalam maupun luar negeri yang dihitung
berdasarkan posisi pinjaman jangka pendek atau jangka panjang. Selain itu belanja
pembayaran bunga utang juga dipergunakan untuk pembayaran denda/biaya lain
terkait pinjaman dan hibah dalam maupun luar negeri, serta imbalan bunga. Jenis
belanja ini khusus digunakan dalam kegiatan dari Bagian Anggaran Bendahara
Umum Negara.
e. Belanja Subsidi
Subsidi merupakan pengeluaran atau alokasi anggaran yang diberikan pemerintah
kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah atau pihak ketiga lainnya yang
Badan Diklat PKN BPK RI 15
SPKPP Buku Peserta

memproduksi, menjual, mengekspor atau mengimpor barang dan jasa untuk


memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat
dijangkau oleh masyarakat. Belanja ini antara lain digunakan untuk penyaluran
subsidi kepada masyarakat melalui perusahaan negara dan/atau perusahaan
swasta dan perusahaan swasta yang diberikan oleh Menteri Keuangan selaku
Bendahara Umum Negara.
f. Belanja Hibah
Hibah merupakan pengeluaran pemerintah berupa transfer dalam bentuk
uang/barang/jasa, yang dapat diberikan kepada pemerintah negara lain, organisasi
internasional, pemerintah daerah, atau kepada perusahaan negara/daerah yang
secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak
mengikat yang dilakukan dengan naskah perjanjian antara pemerintah selaku
pemberi hibah dan penerima hibah, serta tidak terus menerus kecuali ditentukan
lain dalam peraturan perundangundangan.
g. Belanja Bantuan Sosial
Bantuan Sosial merupakan Pengeluaran berupa transfer uang, barang atau jasa
yang diberikan oleh Pemerintah kepada masyarakat guna melindungi dari
kemungkinan terjadinya risiko sosial, meningkatkan kemampuan ekonomi
dan/atau kesejahteraan masyarakat.
h. Belanja Lain-lain
Belanja Lain-lain merupakan pengeluaran/belanja pemerintah pusat yang sifat
pengeluarannya tidak dapat diklasifikasikan ke dalam pos-pos pengeluaran diatas.
Pengeluaran ini bersifat tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti
penanggulangan bencana alam, bencana social dan pengeluaran tidak terduga
lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan
pemerintah, bersifat mendesak dan tidak dapat diprediksi sebelumnya.

3. Mekanisme Pembiayaan
Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang
perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada
tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
Pembiayaan terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum
Negara/Daerah antara lain berasal dari penerimaan pinjaman, penjualan obligasi
pemerintah, hasil privatisasi perusahaan negara/daerah, penerimaan kembali pinjaman
16 Badan Diklat PKN BPK RI
Buku Peserta SPKPP

yang diberikan kepada fihak ketiga, penjualan investasi permanen lainnya, dan
pencairan dana cadangan. Penerimaan pembiayaan diakui pada saat diterima pada
Rekening Kas Umum Negara.
Pengeluaran pembiayaan adalah semua pengeluaran Rekening Kas Umum
Negara/Daerah antara lain pemberian pinjaman kepada pihak ketiga, penyertaan
modal pemerintah, pembayaran kembali pokok pinjaman dalam periode tahun
anggaran tertentu, dan pembentukan dana cadangan. Pengeluaran pembiayaan diakui
pada saat dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara.
Pembentukan dana cadangan untuk menambah dana cadangan yang bersangkutan.
Hasil-hasil yang diperoleh dari pengelolaan dana cadangan di pemerintah daerah
merupakan penambah dana cadangan. Hasil tersebut dicatat sebagai pendapatan
dalam pos pendapatan asli daerah lainnya.
Selisih lebih/kurang antara penerimaan dan pengeluaran pembiayaan selama satu
periode pelaporan dicatat dalam pos Pembiayaan Neto.
Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran adalah selisih lebih/kurang antara realisasi
penerimaan dan pengeluaran selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos
SiLPA/SiKPA.

a. Jenis-Jenis Pembiayaan dalam APBN


 Pembiayaan defisit anggaran adalah semua jenis pembiayaan yang digunakan
untuk menutup defisit APBN.
 Pembiayaan dalam negeri netto adalah semua pembiayaan yang berasal dari
perbankan dan nonperbankan dalam negeri yang meliputi penggunaan SAL dan
saldo rekening pemerintah di luar SAL, hasil privatisasi, penjualan aset
perbankan dalam rangka program restrukturisasi dan surat utang negara
dikurangi pelunasan atau penarikan pokok utang dalam negeri pemerintah.
 Pembiayaan luar negeri adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan
utang/pinjaman luar negeri yang terdiri dari pinjaman program dan pinjaman
proyek, dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok utang/pinjaman luar negeri.
 Pinjaman program adalah nilai lawan rupiah dari pinjaman luar negeri dalam
bentuk pangan dan bukan pangan serta pinjaman yang dapat dirupiahkan.
Penarikan pinjaman program untuk tahun 2006 terdiri dari penarikan pinjaman
program dari OECF, pinjaman program dari IBRD, penarikan pinjaman program
dari IBRD dan penarikan pinjaman program multilateral lainnya.

Badan Diklat PKN BPK RI 17


SPKPP Buku Peserta

 Pinjaman proyek adalah nilai lawan rupiah dari penarikan pinjaman luar negeri di
luar pinjaman program. Penarikan pinjaman proyek untuk tahun 2006 terdiri dari
penarikan pinjaman proyek bilateral, penarikan pinjaman proyek multilateral,
penarikan pinjaman proyek fasilitas kredit ekspor, penarikan pinjaman proyek
lainnya dan penerusan pinjaman luar negeri ke BUMN.

b. Mekanisme penerimaan dan pengeluaran pembiayaan


Penerimaan pembiayaan terdiri dari pembiayaan dalam negeri dan penerimaan
pembiayaan luar negeri.
1) Penerimaan pembiayaan dalam negeri terdiri dari:
a) Pembiayaan dalam negeri perbankan; terdiri dari penggunaan SAL tahun
sebelumnya dan penggunaan saldo rekening pemerintah yang ada di bank
indonesia serta hasil penerimaan pelunasan pokok dana RDI dan RPD.
Penggunaan SAL dalam pelaksanaan APBN dilakukan oleh Ditjen
Perbendaharaan dengan mengurangi saldo rekening tempat SAL disimpan
dan dicatat sebagai penerimaan pembiayaan dalam negeri perbankan.Untuk
penggunaan rekening pemerintah, dilakukan Ditjen Perbendaharaan dengan
mentransfer dana dari rekening pemerintah ke rekening BUN di BI.
b) Pembiayaan dalam negeri non perbankan terdiri dari pelunasan piutang
pokok RDI/RPD, privatisasi, penjualan aset program restrukturisasi
perbankan dan penjualan SUN. Untuk pelunasan pokok piutang RDI/RPD
dilakukan ditjen perbendaharaan dengan mentransfer dana dari rekening
RDI/RPD ke BUN.
Untuk penerimaan privatisasi, berdasarkan hasil penjualan privsatasi BUMN
yang dilakukan oleh Meneg BUMN langsung disetor ke rekening BUN. Untuk
penerimaan dari penjualan SUN, terlebih dahulu ditampung di rekening
antara dan kemudian ditransfer ke rekening BUN.
2) Penerimaan pembiayaan luar negeri terdiri dari:
a) Penerimaan penarikan pinjaman program merupakan penerimaan yang
bersifat menambah likuiditas APBN dimana dana tersebut masuk ke rekening
BUN.
b) Penerimaan penarikan pinjaman proyek merupakan penerimaan yang
bersifat pengesahan atas transaksi pembelian barang atau jasa yang
dilakukan di luar negeri dan dibayarkan oleh lender. Bukti penerimaan ini
berupa SP3 (Surat Perintah Pembukuan dan Pengesahan).
18 Badan Diklat PKN BPK RI
Buku Peserta SPKPP

BAB IV MEKANISME PELAKSANAAN APBN

Setelah mempelajari bab ini, peserta mampu memahami dan


menjelaskan pembayaran atas pelaksanaan APBN.

Setelah APBN ditetapkan, pelaksanaannya disesuaikan dengan Peraturan


Pemerintah no 45 tahun 2013 tentang tatacara pelaksanaan APBN. Sedangkan untuk
mekanisme pembayarannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan no 190 tahun 2012
tentang tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN. Dalam mekanisme
pelaksanaan APBN terdapat pejabat perbendaharaan negara yang menjadi pengelola APBN,
mekanisme penerimaan APBN dan mekanisme belanja.

A. Pengelola Anggaran
Menteri/Pimpinan Lembaga selaku penyelenggara urusan tertentu (Menteri Teknis)
dalam pemerintahan bertindak sebagai PA atas bagian anggaran yang disediakan untuk
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi tugas dan kewenangannya
tersebut. PA/KPA melaksanakan kegiatan sebagaimana tersebut dalam DIPA yang telah
disahkan. Untuk keperluan pelaksanaan kegiatan seperti dalam DIPA, PA/KPA berwenang
mengadakan ikatan/perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah
ditetapkan. Berikut ini merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan DIPA.

Menteri
Pengguna Anggaran

Kuasa Pengguna
Anggaran

Unit
Pembuat Penguji Penerbit
Bendahara Akuntansi
Komitmen Tagihan SPM
Instansi

Bendahara Bendahara
Penerimaan Pengeluaran

Gambar 4.1 struktur organisasi pengelola keuangan Negara (ideal menurut UU)

Badan Diklat PKN BPK RI 19


SPKPP Buku Peserta

1. Pengguna Anggaran (PA)/ Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)


Pada setiap awal tahun anggaran untuk melaksanakan DIPA, KL selaku PA menunjuk
Pejabat KPA dengan surat keputusan. PA/KPA berhak untuk menguji, membebankan
pada mata anggaran yang telah disediakan, dan memerintahkan pembayaran
tagihan-tagihan atas beban APBN. Sesuai PP no. 45 tahun 2013 tentang tata cara
pelaksanaan APBN, PA berwenang untuk:
a. menunjuk kepala Satuan Kerja yang melaksanakan kegiatan Kementerian
Negara/Lembaga sebagai KPA;
b. menetapkan Pejabat Perbendaharaan Negara lainnya yang dilimpahkan kepada
KPA; dan
c. menunjuk pejabat selain kepala Satuan Kerja sebagai KPA.

Dalam rangka pelaksanaan anggaran, KPA memiliki tugas dan wewenang:


a. menyusun DIPA;
b. menetapkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Penandatangan Surat
Perintah Membayar (PPSPM), jabatan PPK atau PPSPM dapat dirangkap oleh KPA;
c. menetapkan panitia/pejabat yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan dan
anggaran;
d. menetapkan rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana pencairan dana;
e. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran Belanja Negara;
f. melakukan pengujian tagihan dan perintah pembayaran atas beban anggaran
negara;
g. memberikan supervisi, konsultasi, dan pengendalian pelaksanaan kegiatan dan
anggaran;
h. mengawasi penatausahaan dokumen dan transaksi yang berkaitan dengan
pelaksanaan kegiatan dan anggaran; dan
i. menyusun laporan keuangan dan kinerja sesuai dengan Peraturan Perundang-
undangan.

Pengelola keuangan dipimpin oleh PA/KPA. PA/KPA membuat dan melaksanakan


komitmen sesuai batas anggaran yang telah ditetapkan dalam DIPA. Gambar berikut
merupakan dokumen yang menjadi tanggung jawab PA/KPA.

20 Badan Diklat PKN BPK RI


Buku Peserta SPKPP

PA / KPA
SK rencana kegiatan dan
rencana pencairan Laporan
Pejabat
Perbendaharaan DIPA dana serta
Keuangan
Negara pelaksanaannya

Gambar 4.4 Dokumen yang dihasilkan PA/KPA

2. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)


Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh
PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat
mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara. PPK melaksanakan
kewenangan KPA. PPK dapat ditetapkan lebih dari 1 orang. Dalam hal tidak terdapat
perubahan pejabat yang ditetapkan sebagai PPK pada saat penggantian periode
tahun anggaran, penetapan PPK tahun anggaran yang lalu masih tetap berlaku.
Jabatan PPK tidak boleh dirangkap oleh PPSPM dan bendahara. PPK bertanggung
jawab atas kebenaran materiil dan akibat yang timbul dari penggunaan bukti
mengenai hak tagih kepada negara.
Dalam rangka melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran
anggaran Belanja Negara, PPK memiliki tugas dan wewenang:
a) menyusun rencana pelaksanaan Kegiatan dan rencana pencairan dana;
b) menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
c) membuat, menandatangani dan melaksanakan perjanjian dengan Penyedia
Barang/Jasa;
d) melaksanakan kegiatan swakelola;
e) memberitahukan kepada Kuasa BUN atas perjanjian yang dilakukannya;
f) mengendalikan pelaksanaan perikatan; dan
g) menguji dan menandatangani surat bukti mengenai hak tagih kepada negara;

3. Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


PPSPM melaksanakan kewenangan KPA dalam melakukan pengujian tagihan
dan perintah pembayaran atas beban anggaran Negara. PPSPM hanya ditetapkan 1
orang. Jabatan PPSPM tidak boleh dirangkap oleh PPK dan bendahara. Dalam hal
penunjukan KPA berakhir, penunjukan PPSPM secara otomatis berakhir.

Badan Diklat PKN BPK RI 21


SPKPP Buku Peserta

Dalam rangka melakukan pengujian tagihan dan perintah pembayaran, PPSPM


memiliki tugas dan wewenang:
a. menguji kebenaran SPP atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPP
beserta dokumen pendukung;
b. menolak dan mengembalikan SPP, apabila tidak memenuhi persyaratan untuk
dibayarkan;
c. membebankan tagihan pada mata anggaran yang telah disediakan;
d. menerbitkan SPM atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPM;
e. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen hak tagih;
f. melaporkan pelaksanaan pengujian dan perintah pembayaran kepada KPA; dan
g. melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan
pengujian dan perintah pembayaran.

4. Bendahara
Menteri Keuangan bertindak sebagai Bendahara Umum Negara (BUN). Selaku BUN,
Menteri Keuangan mengangkat Kuasa BUN untuk melaksanakan tugas
kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran. Dalam melaksanakan tugas
kebendaharaan Kuasa BUN memiliki tugas dan wewenang antara lain:
a. melaksanakan penerimaan dan pengeluaran Kas Negara dalam rangka
pengendalian pelaksanaan anggaran negara;
b. memerintahkan penagihan Piutang Negara kepada pihak ketiga sebagai
penerimaan anggaran; dan
c. melakukan pembayaran tagihan pihak ketiga sebagai pengeluaran anggaran.

Bendahara Penerimaan
Dalam melaksanakan anggaran pendapatan KL, dapat mengangkat Bendahara
Penerimaan. Kewenangan mengangkat Bendahara Penerimaan dapat didelegasikan
kepada kepala Satuan Kerja dan dilakukan setelah memenuhi kriteria yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan selaku BUN. Jabatan Bendahara Penerimaan tidak boleh
dirangkap oleh KPA atau Kuasa BUN.
Bendahara Penerimaan bertanggung jawab secara pribadi atas uang
Pendapatan Negara yang berada dalam pengelolaannya dan bertanggung jawab
secara fungsional atas pengelolaan uang Pendapatan Negara yang menjadi tanggung
jawabnya kepada Kuasa BUN. Pejabat/pegawai yang akan diangkat sebagai

22 Badan Diklat PKN BPK RI


Buku Peserta SPKPP

Bendahara Penerimaan harus memiliki sertifikat Bendahara yang diterbitkan oleh


Menteri Keuangan atau pejabat yang ditunjuk.
Bendahara Penerimaan bertugas:
a. menerima dan menyimpan uang Pendapatan Negara;
b. menyetorkan uang Pendapatan Negara ke rekening Kas Negara secara periodik
sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
c. menatausahakan transaksi uang Pendapatan Negara di lingkungan
Kementerian/Lembaga/ Satuan Kerja;
d. menyelenggarakan pembukuan transaksi uang Pendapatan Negara;
e. mengelola rekening tempat penyimpanan uang Pendapatan Negara; dan
f. menyampaikan laporan pertanggungjawaban bendahara kepada Badan
Pemeriksa Keuangan dan Kuasa BUN.

Bendahara Pengeluaran
Dalam melaksanakan anggaran belanja pada kantor/Satuan Kerja dilingkungan
Kementerian Negara/Lembaga, Menteri/Pimpinan Lembaga dapat mengangkat
Bendahara Pengeluaran. Kewenangan mengangkat Bendahara Pengeluaran dapat
didelegasikan kepada kepala Satuan Kerja. Jabatan Bendahara Pengeluaran tidak
boleh dirangkap oleh KPA atau Kuasa BUN. Bendahara Pengeluaran melaksanakan
tugas kebendaharaan atas uang persediaan. Pelaksanaan tugas kebendaharaan atas
uang persediaan, meliputi:
a. menerima dan menyimpan uang persediaan;
b. melakukan pengujian tagihan yang akan dibayarkan melalui uang persediaan;
c. melakukan pembayaran yang dananya berasal dari uang persediaan berdasarkan
perintah KPA;
d. menolak perintah pembayaran apabila tagihan tidak memenuhi persyaratan
untuk dibayarkan;
e. melakukan pemotongan/pemungutan dari pembayaran yang dilakukannya atas
kewajiban kepada Negara;
f. menyetorkan pemotongan/pemungutan kewajiban kepada Negara ke Rekening
Kas Umum Negara;
g. menatausahakan transaksi uang persediaan;
h. menyelenggarakan pembukuan transaksi uang persediaan;
i. mengelola rekening tempat penyimpanan uang persediaan;

Badan Diklat PKN BPK RI 23


SPKPP Buku Peserta

j. menyampaikan laporan pertanggungjawaban bendahara kepada Badan


Pemeriksa Keuangan dan Kuasa BUN; dan
k. menjalankan tugas kebendaharaan lainnya.
Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara pribadi atas uang/surat
berharga yang berada dalam pengelolaannya dan bertanggung jawab secara
fungsional kepada Kuasa BUN. Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi
pelaksanaan anggaran belanja, kepala Satuan Kerja dapat mengangkat Bendahara
Pengeluaran Pembantu.
Bendahara Pengeluaran Pembantu bertanggung jawab kepada Bendahara
Pengeluaran dan bertanggung jawab secara pribadi atas uang/surat berharga yang
berada dalam pengelolaannya. Pejabat/pegawai yang akan diangkat sebagai
Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu harus memiliki
sertifikat bendahara yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan atau pejabat yang
ditunjuk.

B. Mekanisme Penerimaan
Mekanisme penerimaan merupakan proses penerimaan negara dalam pelaksanaan
anggaran pendapatan. Pendapatan negara adalah hak Pemerintah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih. Pendapatan negara berasal dari penerimaan perpajakan,
penerimaan negara bukan pajak dan pendapatan hibah.
Pendapatan negara harus disetorkan ke Kas Negara. Pendapatan negara yang
diterima KL tidak boleh digunakan langsung untuk membiayai pengeluaran. Apabila KL
memiliki Satuan Kerja (Satker) yang telah menerapkan pengelolaan keuangan Badan
Layanan Umum (BLU), satker tersebut dapat menggunakan secara langsung pendapatan
negara yang dipungut tanpa terlebih dahulu menyetorkan ke Kas Negara. Penyetoran
pendapatan negara menggunakan sistem penerimaan negara.
1. Penerimaan Perpajakan
Penerimaan Perpajakan adalah semua Penerimaan Negara yang terdiri atas pajak
dalam negeri dan pajak perdagangan internasional.
a. Jenis Pajak
Ditinjau dari segi pemungut pajak, pajak dibagi menjadi dua jenis yaitu:
1) Pajak Negara, sering disebut pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh
Pemerintah Pusat yang terdiri atas:
 Pajak Penghasilan

24 Badan Diklat PKN BPK RI


Buku Peserta SPKPP

Diatur dalam UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah
terakhir kali dengan UU No. 36 Tahun 2008
 Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Diatur dalam UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diubah terakhir kali dengan UU
No. 42 Tahun 2009
 Bea Materai, UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai
 Bea Masuk, UU No. 10 Tahun 1995 jo. UU No. 17 Tahun 2006 tentang
Kepabeanan
 Cukai, UU No. 11 Tahun 1995 jo. UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai

2) Pajak Daerah, sesuai UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, berikut jenis-jenis Pajak Daerah:
 Pajak Provinsi terdiri atas:
a. Pajak Kendaraan Bermotor;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
d. Pajak Air Permukaan; dan
e. Pajak Rokok.
 Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
g. Pajak Parkir;
h. Pajak Air Tanah;
i. Pajak Sarang Burung Walet;
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Badan Diklat PKN BPK RI 25


SPKPP Buku Peserta

b. Sistem pemungutan pajak


Tidaklah mudah memungut pajak. Perlu disiapkan sumber daya yang besar untuk
memungut pajak tiap wajib pajak. Agar tidak menimbulkan banyak masalah,
maka pemungutan pajak ditentukan dari sistem pemungutannya yaitu:
 Official Assessment System

Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada pemerintah


(petugas pajak) untuk menentukan besarnya pajak terhutang wajib pajak.
Sistem pemungutan pajak ini sudah tidak berlaku lagi setelah reformasi
perpajakan pada tahun 1984. Ciri-ciri sistem pemungutan pajak ini adalah:
(i) pajak terhutang dihitung oleh petugas pajak,
(ii) wajib pajak bersifat pasif, dan
(iii) hutang pajak timbul setelah petugas pajak menghitung pajak yang
terhutang dengan diterbitkannya surat ketetapan pajak.
 Self Assessment System

Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada wajib pajak


untuk menghitung sendiri, melaporkan sendiri, dan membayar sendiri pajak
yang terhutang yang seharusnya dibayar. Ciri-ciri sistem pemungutan pajak
ini adalah:
(i) pajak terhutang dihitung sendiri oleh wajib pajak,
(ii) wajib pajak bersifat aktif dengan melaporkan dan membayar sendiri
pajak terhutang yang seharusnya dibayar, dan
(iii) pemerintah tidak perlu mengeluarkan surat ketetapan pajak setiap saat
kecuali oleh kasus-kasus tertentu saja seperti wajib pajak terlambat
melaporkan atau membayar pajak terhutang atau terdapat pajak yang
seharusnya dibayar tetapi tidak dibayar.
 Withholding System

Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada pihak lain atau
pihak ketiga untuk memotong dan memungut besarnya pajak yang terhutang
oleh wajib pajak. Pihak ketiga disini adalah pihak lain selain pemerintah dan
wajib pajak.
Sistem pemungutan pajak di Indonesia sesuai dengan asas pemungutan pajak
menganut sistem pemungutan pajak self assesment system dan witholding
system.

26 Badan Diklat PKN BPK RI


Buku Peserta SPKPP

2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)


a. Jenis-jenis PNBP
Pengelompokkan PNBP diatur dalam UU No. 20 Tahun 1997. Selanjutnya
ditetapkan dalam PP No. 22 Tahun 1997 yang telah diubah dalam PP No. 52 Tahun
1998 dengan menjabarkan jenis-jenis PNBP yang berlaku umum di semua
Kementerian dan Lembaga Non Kementerian, sebagai berikut :
1) Penerimaan kembali anggaran (sisa anggaran rutin dan sisa anggaran
pembangunan);
2) Penerimaan hasil penjualan barang/kekayaan Negara;
3) Penerimaan hasil penyewaan barang/kekayaan Negara;
4) Penerimaan hasil penyimpanan uang negara (jasa giro);
5) Penerimaan ganti rugi atas kerugian negara (tuntutan ganti rugi dan
tuntutan perbendaharaan);
6) Penerimaan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pemerintah;
7) Penerimaan dari hasil penjualan dokumen lelang.

b. Pengelolaan PNBP
PNBP dipungut atau ditagih oleh Instansi Pemerintah (Kementerian dan
Lembaga Non Kementerian) sesuai peraturan, berdasarkan Rencana PNBP yang
dibuat oleh Pejabat Instansi Pemerintah tersebut. PNBP yang telah dipungut
atau ditagih tersebut wajib dilaporkan secara tertulis oleh Pejabat Instansi
Pemerintah kepada Menteri Keuangan dalam bentuk Laporan Realisasi PNBP
Triwulan yang disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan setelah triwulan tersebut
berakhir.
Walaupun PNBP memiliki sifat segera harus disetorkan ke kas negara, namun
sebagian dana dari PNBP yang telah dipungut dapat digunakan untuk kegiatan
tertentu oleh instansi yang bersangkutan. Pemberian ijin penggunaan dan
besaran jumlah ditentukan oleh Menteri Keuangan melalui Keputusan Menteri
Keuangan, setelah Pimpinan instansi pemerintah mengajukan permohonan yang
sedikitnya dilengkapi dengan :
1) tujuan penggunaan dana PNBP antara lain untuk meningkatkan pelayanan,
meningkatkan kualitas sumber daya manusia, meningkatkan produktivitas
kerja serta meningkatkan efisiensi perekonomian;
2) rincian kegiatan pokok instansi dan kegiatan yang akan dibiayai PNBP;
3) jenis PNBP beserta tarif yang berlaku; dan
Badan Diklat PKN BPK RI 27
SPKPP Buku Peserta

4) laporan realisasi dan perkiraan tahun anggaran berjalan serta perkiraan untuk
2 (dua) tahun anggaran mendatang.
Kegiatan penatausahaan sebagian dana dari PNBP ini dilakukan oleh pimpinan
instansi/bendaharawan penerima dan bendaharawan pengguna, yang ditunjuk
setiap awal tahun anggaran. Apabila terdapat saldo lebih maka pada akhir tahun
anggaran wajib disetor seluruhnya ke Kas Negara.

c. PNBP terutang
PNBP yang harus dibayar pada suatu saat atau dalam suatu periode tertentu
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku disebut PNBP yang
Terutang.
Jumlah PNBP yang terutang ditentukan dengan cara :
1) ditetapkan oleh instansi pemerintah, antara lain pemberian paten, pelayanan
pendidikan, pelayanan kesehatan, dan penjualan karcis masuk; atau
2) dihitung sendiri oleh Wajib Bayar, antara lain pemanfaatan sumber daya alam.
Pengaturan PNBP terutang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29
Tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran, dan Penyetoran
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang, dihitung dengan menggunakan
tarif :
1) spesifik;
2) advalorem; atau
3) ketentuan perundang-undangan.
Untuk pembayaran yang dilakukan oleh wajib pajak, penyetoran dilakukan
menggunakan formulir SSBP (Surat Setoran Bukan Pajak) dan disampaikan
kepada Bendahara Penerimaan Satuan Kerja. Wajib bayar yang menghitung
sendiri PNBP yang terutang harus menyampaikan surat tanda bukti pembayaran
yang sah kepada Menteri Keuangan c.q. Dirjen Anggaran.
Apabila Wajib Bayar tidak melakukan pembayaran sampai melampaui jatuh
tempo, maka akan dikenakan sanksi sebesar 2% per bulan dari bagian yang
terutang dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh. Pemberian denda
ini juga berlaku dalam hal terjadi keterlambatan kekurangan pembayaran PNBP
dan hanya dikenakan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
Terhadap PNBP yang Terutang dilakukan pemeriksaan oleh instansi berwenang
untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban sesuai dengan peraturan

28 Badan Diklat PKN BPK RI


Buku Peserta SPKPP

perundang-undangan. Instansi yang berwenang adalah BPK sesuai dengan


ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Pendapatan Hibah
Klasifikasi hibah dapat dibedakan menurut bentuk hibah, mekanisme pencairan
hibah, dan sumber hibah.
a. Berdasarkan bentuknya, hibah dibagi menjadi:
1) hibah uang, terdiri diri:
 uang tunai; dan
 uang untuk membiayai kegiatan
2) hibah barang/jasa; dan
3) hibah surat berharga
b. Berdasarkan mekanisme pencairannya, hibah dibagi menjadi:
1) hibah terencana; dan
2) hibah langsung
c. Berdasarkan sumbernya, hibah dibagi menjadi:
1) hibah dalam negeri; dan
2) hibah luar negeri.

4. Pengelolaan Penerimaan Negara


Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara, dalam pelaksanaan
operasional penerimaan, membuka rekening penerimaan pada bank umum/kantor
pos. Rekening penerimaan tersebut digunakan untuk menampung penerimaan
negara setiap hari pada Bank Persepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi. Saldo rekening
penerimaan pada Bank Persepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi setiap akhir hari kerja
wajib disetorkan ke rekening Kas Umum Negara (KUN). Ilustrasi dari proses tersebut
dapat dipelajari dari gambar berikut.

Badan Diklat PKN BPK RI 29


SPKPP Buku Peserta

Gambar 4.3 Ilustrasi proses penerimaan Negara

Pada pengelolaan penerimaan negara di Kementerian Negara/Lembaga, seluruh


estimasi pendapatan dicantumkan ke dalam DIPA. Menteri/pimpinan lembaga selaku
PA mengangkat/menetapkan Bendahara Penerimaan untuk melaksanakan
pemungutan PNBP pada satuan kerja di lingkungan KL bersangkutan pada setiap
awal tahun anggaran. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Menteri/Pimpinan
Lembaga dapat membuka rekening penerimaan pada bank umum/kantor pos
setempat setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Keuangan selaku
Bendahara Umum Negara. Bendahara Penerimaan wajib menyetor penerimaan
negara setiap akhir hari kerja ke kas negara dan wajib mengirim rekening koran
bulanan/Laporan Realisasi Penerimaan ke KPPN. Dalam hal penerimaan negara
diterima pada hari libur dan/atau di daerah tersebut tidak terdapat Bank
Perepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi, maka Bendahara Penerimaan menyetor
penerimaan tersebut selambat-lambatnya pada hari kerja berikutnya.

C. Mekanisme Pembayaran
Dalam melaksanakan anggaran belanja, mekanisme pembayaran disesuaikan dengan
Peraturan Menteri Keuangan no 190/PMK.05/2012 tentang tata cara pembayaran dalam
rangka pelaksanaan APBN. Pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran pada DIPA
yang mengakibatkan pengeluaran negara, dilakukan melalui pembuatan komitmen.
Pembuatan komitmen dilakukan dalam bentuk perjanjian/kontrak untuk pengadaan
barang/jasa dan/atau penetapan keputusan. Anggaran yang sudah terikat dengan
komitmen tidak dapat digunakan untuk kebutuhan lain.
Bentuk perjanjian/kontrak untuk pengadaan barang/jasa sampai dengan batas nilai
tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan
30 Badan Diklat PKN BPK RI
Buku Peserta SPKPP

barang/jasa pemerintah dapat berupa bukti-bukti pembelian/pembayaran.


Perjanjian/kontrak pengadaan barang/jasa hanya dapat dibebankan pada DIPA tahun
anggaran berkenaan.

Bukti-bukti Pendukung atas perjanjian/kontrak :

 Bukti perjanjian/kontrak
 Referensi Bank yang menunjukkan nama dan nomor rekening
penyedia barang/jasa
 Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan
 Berita Acara Serah Terima Pekerjaan/Barang
 Bukti penyelesaian pekerjaan lainnya sesuai ketentuan
 Berita Acara Pembayaran
 Kuitansi yang telah ditandatangani oleh penyedia barang/jasa dan
PPK, yang dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini;
 Faktur pajak beserta Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah
ditandatangani oleh Wajib Pajak/Bendahara Pengeluaran;
 Jaminan yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga keuangan
lainnya sebagaimana dipersyaratkan dalam peraturan
perundangan tentang pengadaan barang/jasa pemerintah;
dan/atau
 Dokumen lain yang dipersyaratkan khususnya untuk
perjanjian/kontrak yang dananya sebagian atau seluruhnya
bersumber dari pinjaman atau hibah dalam/luar negeri

Pembuatan komitmen melalui penetapan keputusan yang mengakibatkan


pengeluaran negara antara lain digunakan untuk:
a. pelaksanaan belanja pegawai;
b. pelaksanaan perjalanan dinas yang dilaksanakan secara swakelola;
c. pelaksanaan kegiatan swakelola, termasuk pembayaran honorarium kegiatan; atau
d. belanja bantuan sosial yang disalurkan dalam bentuk uang kepada penerima
bantuan sosial.

Bukti-bukti Pendukung atas Penetapan Keputusan


 Surat Keputusan
 Surat Tugas/Surat Perjalanan Dinas
 Daftar penerima pembayaran; dan/atau
 Dokumen pendukung lainnya sesuai ketentuan

Perjanjian/kontrak yang pembayarannya akan dilakukan melalui Surat Perintah


Membayar Langsung (SPM-LS), PPK mencatat perjanjian/kontrak yang telah

Badan Diklat PKN BPK RI 31


SPKPP Buku Peserta

ditandatangani ke dalam sistem yang disediakan oleh Direktorat Jenderal


Perbendaharaan.
Selanjutnya akan dijelaskan proses penyelesaian tagihan Negara mulai dari surat
permintaan pembayaran hingga pelaksanaan pembayaran pada akhir tahun. Berikut ini
merupakan gambaran proses pembayaran pada satuan kerja.

Gambar 4.5 Bagan alir proses pembayaran pada satuan kerja

1. Penerbitan Surat Permintaan Pembayaran (SPP)


Surat Permintaan Pembayaran (SPP) adalah dokumen yang diterbitkan oleh
PPK, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada Negara. Berikut ini proses
penerbitan SPP:
a. Pengajuan tagihan
Penerima hak mengajukan tagihan kepada negara atas komitmen
berdasarkan bukti-bukti yang sah untuk memperoleh pembayaran. Atas dasar
tagihan tersebut PPK melakukan pengujian. Pelaksanaan pembayaran tagihan
dapat dilakukan dengan pembayaran LS maupun UP kepada penyedia barang/jasa
atau Bendahara Pengeluaran/pihak lainnya.
Pembayaran Langsung (LS) adalah pembayaran yang dilakukan langsung
kepada Bendahara Pengeluaran/penerima hak lainnya atas dasar perjanjian kerja,
surat keputusan, surat tugas atau surat perintah kerja lainnya melalui penerbitan
Surat Perintah Membayar Langsung.
32 Badan Diklat PKN BPK RI
Buku Peserta SPKPP

Uang Persediaan (UP) adalah uang muka kerja dalam jumlah tertentu yang
diberikan kepada Bendahara Pengeluaran untuk membiayai kegiatan operasional
sehari-hari Satker atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya
tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme pembayaran langsung.

b. Penerbitan SPP LS
Setelah PPK melakukan pengujian dan dinyatakan dokumen telah memenuhi
persyaratan, maka PPK dapat mengesahkan dokumen tagihan dan menerbitkan
SPP. Penerbitan SPP-LS ditujukan untuk penyedia barang/jasa atas dasar
perjanjian/kontrak dan bendahara pengeluaran. Bendahara Pengeluaran
menggunakan SPP-LS untuk keperluan pembayaran belanja pegawai, honorarium,
langganan daya dan jasa, serta perjalanan dinas.
Pembayaran belanja pegawai termasuk di dalamnya adalah pembayaran gaji
induk, gaji susulan, kekurangan gaji, uang duka wafat/tewas, terusan
penghasilan/gaji, uang muka gaji, uang lembur, uang makan, dan honorarium tetap/
vakasi.

Gaji Induk Honorarium Perjalanan Dinas

•Daftar Gaji, Rekapitulasi Daftar •Surat Keputusan yang •perjalanan dinas jabatan yang
Gaji, dan Halaman Luar Daftar menyataan bahwa biaya yang sudah dilaksanakan, dilampiri:
Gaji timbul akibat penerbitan surat •Daftar nominatif perjalanan
•Daftar Perubahan data pegawai keputusan dimaksud dinas; dan
•Daftar Perubahan Potongan dibebankan pada DIPA; •Dokumen
•Daftar Penerimaan Gaji Bersih •Daftar nominatif penerima pertanggungjawaban biaya
pegawai untuk honorarium yang memuat perjalanan dinas jabatan
paling sedikit nama orang, sebagaimana diatur dalam
•pembayaran gaji yang
besaran honorarium, dan nomor Peraturan Menteri Keuangan
dilaksanakan secara langsung
rekening masing-masing mengenai perjalanan dinas
•pada rekening masing-masing penerima; dalam negeri bagi pejabat
pegawa
•SSP PPh Pasal 21. negara, pegawai negeri, dan
•Copy dokumen pendukung pegawai tidak tetap.
perubahan data pegawai
•perjalanan dinas jabatan yang
•ADK perubahan data pegawai; belum dilaksanakan, dilampiri
•ADK perhitungan pembayaran daftar nominatif perjalanan
Belanja Pegawai sesuai dinas.
perubahan data pegawai; dan Langganan Daya & Jasa •Daftar nominatif memuat paling
•Surat Setoran Pajak Penghasilan kurang informasi mengenai
(SSP PPh)Ps 21. pihak yang melaksanakan
•Dilengkapi dengan dokumen perjalanan dinas (nama,
pendukung berupa surat tagihan pangkat/golongan), tujuan,
penggunaan daya dan jasa yang tanggal keberangkatan, lama
sah. perjalanan dinas, dan biaya yang
diperlukan untuk masing-masing
pejabat.
•perjalanan dinas pindah,
dilampiri dengan Dokumen
pertanggungjawaban biaya
perjalanan dinas pindah

Gambar 4.4 Contoh kelengkapan dokumen

Badan Diklat PKN BPK RI 33


SPKPP Buku Peserta

c. Pembayaran dengan UP dan TUP


UP digunakan untuk keperluan membiayai kegiatan operasional sehari-hari
Satker dan membiayai pengeluaran yang tidak dapat dilakukan melalui mekanisme
Pembayaran LS. UP merupakan uang muka kerja dari Kuasa BUN kepada Bendahara
Pengeluaran yang dapat dimintakan penggantiannya (revolving). Pembayaran
dengan UP dapat dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran/BPP kepada 1
penerima/penyedia barang/jasa paling banyak sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh
juta rupiah) kecuali untuk pembayaran honorarium dan perjalanan dinas. Pada
setiap akhir hari kerja, uang tunai yang berasal dari UP yang ada pada Kas Bendahara
Pengeluaran/BPP paling banyak sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
UP dapat diberikan untuk pengeluaran-pengeluaran belanja barang, belanja
modal dan belanja lain-lain. Bendahara Pengeluaran melakukan penggantian
(revolving) UP yang telah digunakan sepanjang dana yang dapat dibayarkan dengan
UP masih tersedia dalam DIPA. Penggantian UP dilakukan apabila UP telah
dipergunakan paling sedikit 50% (lima puluh persen).
Pemberian UP disesuaikan dengan total DIPA yang boleh dibayarkan dengan
UP, yaitu diberikan paling banyak sebagai berikut.
a. Rp50.000.000,- untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP
sampai dengan Rp900.000.000;
b. Rp100.000.000 untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP
antara Rp900.000.000 sampai dengan Rp2.400.000.000;
c. Rp200.000.000 untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP
antara Rp2.400.000.000 sampai dengan Rp6.000.000.000; atau
d. Rp500.000.000 untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP di
atas Rp6.000.000.000.
KPA dapat mengajukan TUP kepada Kepala KPPN dalam hal sisa UP pada
Bendahara Pengeluaran tidak cukup tersedia untuk membiayai kegiatan yang
sifatnya mendesak/tidak dapat ditunda. Tambahan Uang Persediaan (TUP) adalah
uang muka yang diberikan kepada Bendahara Pengeluaran untuk kebutuhan yang
sangat mendesak dalam 1 (satu) bulan melebihi pagu UP yang telah ditetapkan.
Syarat penggunaan TUP adalah sebagai berikut.
a. digunakan dan dipertanggungjawabkan paling lama 1 bulan sejak tanggal SP2D
diterbitkan; dan
b. tidak digunakan untuk kegiatan yang harus dilaksanakan dengan LS.

34 Badan Diklat PKN BPK RI


Buku Peserta SPKPP

KPA mengajukan permintaan TUP kepada kepala KPPN selaku Kuasa BUN
dilengkapi dengan rincian rencana penggunaan TUP dan surat pernyataan dari KPA.
Setelah TUP dimanfaatkan dan dalam waktu satu bulan setelah SPP-TUP
diterbitkan, KPA harus mempertanggungjawabkan TUP dengan menerbitkan SPM-
TUP. Surat Perintah Membayar Tambahan Uang Persediaan (SPM-TUP) adalah
dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan TUP.
Bendahara Pengeluaran/BPP melakukan pembayaran atas UP berdasarkan Surat
Perintah Bayar (SPBy) yang dilampiri bukti pengeluaran yang disetujui dan
ditandatangani oleh PPK. Berdasarkan SPBy yang diterimanya, Bendahara
Pengeluaran/BPP melakukan pengujian atas tagihan pada SPBy dan
pemungutan/pemotongan pajak/bukan pajak atas tagihan dalam SPBy yang
diajukan dan menyetorkan ke kas negara. Apabila pengujian SPBy tidak memenuhi
persyaratan, Bendahara Pengeluaran/BPP harus menolak SPBy yang diajukan oleh
PPK.
Apabila UP pada Penggantian Bendahara Pengeluaran/BPP telah digunakan paling
sedikit 50% maka PPK menerbitkan SPP-GUP untuk pengisian kembali UP. Surat
Permintaan Pembayaran Penggantian Uang Persediaan (SPP-GUP) adalah dokumen
yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi pertanggungjawaban dan permintaan
kembali pembayaran UP.
Penerbitan SPP-GUP dilengkapi dengan dokumen pendukung berupa daftar rincian
permintaan pembayaran, bukti pengeluaran dan SSP yang telah dikonfirmasi KPPN.
Perjanjian/Kontrak beserta faktur pajaknya dilampirkan untuk nilai transaksi yang
harus menggunakan perjanjian/Kontrak sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah. SPP-GUP
disampaikan kepada PPSPM paling lambat 5 hari kerja setelah bukti-bukti
pendukung diterima secara lengkap dan benar.
Sisa dana dalam DIPA yang dapat dilakukan pembayaran dengan UP minimal sama
dengan nilai UP yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran. Apabila GUP yang
diminta lebih besar dari sisa dana dalam DIPA maka GUP dilaksanakan maksimal
sebesar sisa dana dalam DIPA.
Apabila sisa dana pada DIPA yang dapat dibayarkan dengan UP minimal sama
dengan besaran UP yang diberikan (anggaran dalam DIPA untuk UP telah habis)
atau pertanggungjawaban UP untuk akhir tahun atau UP tidak diperlukan lagi maka
satker dapat memproses SPP-GUP Nihil. Surat Permintaan Pembayaran

Badan Diklat PKN BPK RI 35


SPKPP Buku Peserta

Penggantian Uang Persediaan Nihil (SPP-GUP Nihil) adalah dokumen yang


diterbitkan oleh PPK, yang berisi pertanggungjawaban UP.

2. Pengujian SPP dan Penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM)


PPSPM melakukan pemeriksaan dan pengujian SPP beserta dokumen
pendukung yang disampaikan oleh PPK. Pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan
antara lain kelengkapan dan keabsahan dokumen pendukung. Apabila pemeriksaan
dan pengujian SPP beserta dokumen pendukungnya memenuhi ketentuan, maka
PPSPM menerbitkan/ menandatangani SPM.
Jika PPSPM menolak/mengembalikan SPP karena dokumen pendukung tagihan
tidak lengkap dan benar, maka PPSPM harus menyatakan secara tertulis alasan
penolakan/pengembalian tersebut paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya
SPP. Seluruh bukti pengeluaran sebagai dasar pengujian dan penerbitan SPM disimpan
oleh PPSPM.
Penerbitan SPM oleh PPSPM dilakukan melalui sistem aplikasi yang disediakan
oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Dalam penerbitan SPM melalui sistem
aplikasi, PPSPM bertanggung jawab atas
a. keamanan data pada aplikasi SPM;
b. kebenaran SPM dan kesesuaian antara data pada SPM dengan data pada ADK
SPM; dan
c. penggunaan Personal Identification Number (PIN) pada ADK SPM.
Arsip Data Komputer (ADK) adalah arsip data dalam bentuk softcopy yang disimpan
dalam media penyimpanan digital.
PPSPM menyampaikan SPM dalam rangkap 2 (dua) beserta ADK SPM kepada KPPN.
Penyampaian SPM-UP, SPM-TUP, dan SPM-LS diatur sebagai berikut:
a. SPM-UP dilampiri surat pernyataan dari KPA yang dibuat sesuai format;
b. SPM-TUP dilampiri surat persetujuan pemberian TUP dari Kepala KPPN; atau
c. SPM-LS dilampiri Surat Setoran Pajak (SSP) dan/atau bukti setor lainnya, dan/atau
daftar nominatif untuk yang lebih dari 1 (satu) penerima.
PPSPM menyampaikan SPM kepada KPPN paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah SPM
diterbitkan. Penyampaian SPM kepada KPPN dilakukan oleh Petugas Pengantar SPM
yang sah dan ditetapkan oleh KPA

36 Badan Diklat PKN BPK RI


Buku Peserta SPKPP

3. Pengujian dan Penelitian SPM dan Penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D)
SPM yang diajukan ke KPPN digunakan sebagai dasar penerbitan SP2D. Surat
Perintah Pencairan Dana (SP2D) adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN
selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Dalam pencairan anggaran belanja negara, KPPN melakukan penelitian dan pengujian
atas SPM yang disampaikan oleh PPSPM.
KPPPN tidak dapat menerbitkan SP2D apabila Satker belum mengirimkan data
perjanjian/kontrak beserta ADK untuk pembayaran melalui SPM-LS kepada penyedia
barang/jasa dan Daftar perubahan data pegawai beserta ADK yang disampaikan
kepada KPPN. Apabila hasil penelitian dan pengujian tidak memenuhi syarat, Kepala
KPPN mengembalikan SPM beserta dokumen pendukung secara tertulis.
Pencairan dana berdasarkan SP2D dilakukan melalui transfer dana dari Kas
Negara pada bank operasional kepada rekening pihak penerima yang ditunjuk pada
SP2D. Bank operasional menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala KPPN jika
terjadi kegagalan transfer dana. Pemberitahuan kegagalan transfer dana memuat data
SP2D dan alasan kegagalan transfer. Atas dasar pemberitahuan tersebut, Kepala KPPN
memberitahukan kepada KPA untuk diteliti dan selanjutnya menyampaikan perbaikan
atau ralat SPM.

4. Pembayaran Pengembalian Penerimaan


Setiap keterlanjuran setoran ke Kas Negara dan/atau kelebihan penerimaan
negara dapat dimintakan pengembalian. Permintaan pengembalian dapat dilakukan
berdasarkan surat-surat bukti setoran yang sah. Pembayaran pengembalian
keterlanjuran setoran dan/atau kelebihan penerimaan negara harus diperhitungkan
terlebih dahulu dengan utang pada negara.

5. Pembayaran Tagihan yang Bersumber dari Penggunaan PNBP


Pembayaran tagihan atas beban belanja negara yang bersumber dari
penggunaan PNBP, dilakukan sebagai berikut:
a. Satker pengguna PNBP menggunakan PNBP sesuai dengan jenis PNBP dan batas
tertinggi PNBP yang dapat digunakan sesuai yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
b. Batas tertinggi PNBP yang dapat digunakan merupakan maksimum pencairan
dana yang dapat dilakukan oleh Satker berkenaan.

Badan Diklat PKN BPK RI 37


SPKPP Buku Peserta

c. Satker dapat menggunakan PNBP setelah PNBP disetor ke kas negara


berdasarkan konfirmasi dari KPPN.
d. Dalam hal PNBP yang ditetapkan penggunaannya secara terpusat, pembayaran
dilakukan berdasarkan Pagu Pencairan sesuai Surat Edaran/Peraturan Direktur
Jenderal Perbendaharaan.
e. Besarnya pencairan dana PNBP secara keseluruhan tidak boleh melampaui pagu
PNBP Satker yang bersangkutan dalam DIPA.
f. Dalam hal realisasi PNBP melampaui target dalam DIPA, penambahan pagu dalam
DIPA dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan c.q Direktur
Jenderal Anggaran.
Satker pengguna PNBP dapat diberikan UP sebesar 20% (dua puluh persen) dari
realisasi PNBP yang dapat digunakan sesuai pagu PNBP dalam DIPA maksimum sebesar
Rp500.000.000,-. Realisasi PNBP yang diijinkan termasuk sisa Maksimum Pencairan
(MP) dana PNBP tahun anggaran sebelumnya. Apabila UP tidak mencukupi dapat
mengajukan TUP sebesar kebutuhan riil 1 (satu) bulan dengan memperhatikan batas
MP.
Pembayaran UP/TUP untuk Satker Pengguna PNBP dilakukan terpisah dari
UP/TUP yang berasal dari Rupiah Murni. Satker pengguna PNBP yang belum
memperoleh Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP dapat diberikan UP sebesar
maksimal 1/12 (satu perduabelas) dari pagu dana PNBP pada DIPA, maksimal sebesar
Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), dapat dilakukan untuk pengguna PNBP:
a. yang telah memperoleh Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP namun belum
mencapai 1/12 (satu perduabelas) dari pagu dana PNBP pada DIPA; atau
b. yang belum memperoleh Pagu Pencairan.

Penggantian UP atas pemberian UP dilakukan setelah Satker pengguna PNBP


memperoleh Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP paling sedikit sebesar UP yang
diberikan. Penyesuaian besaran UP dapat dilakukan terhadap Satker pengguna PNBP
yang telah memperoleh Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP melebihi UP yang telah
diberikan.

38 Badan Diklat PKN BPK RI


Buku Peserta SPKPP

6. Koreksi/Ralat, Pembatalan SPP, SPM dan SP2D


Apabila terjadi kesalahan dalam pembuatan SPP, SPM dan SP2D, dapat dilakukan
koreksi/ralat maupun pembatalan. Koreksi/ralat SPP, SPM, dan SP2D hanya dapat
dilakukan sepanjang tidak mengakibatkan:
a. Perubahan jumlah uang pada SPP, SPM dan SP2D;
b. Sisa pagu anggaran pada DIPA/POK menjadi minus; atau
c. perubahan kode Bagian Anggaran, eselon I, dan Satker.
Dalam hal diperlukan perubahan kode Bagian Anggaran, eselon I, dan Satker,
dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal
Perbendaharaan. Koreksi/ralat SPP, SPM, dan SP2D dapat dilakukan untuk:
a. Memperbaiki uraian pengeluaran dan kode BAS selain perubahan kode;
b. pencantuman kode pada SPM yang meliputi kode jenis SPM, cara bayar, tahun
anggaran, jenis pembayaran, sifat pembayaran, sumber dana, cara penarikan,
nomor register; atau
c. koreksi/ralat penulisan nomor dan nama rekening, nama bank yang tercantum
pada SPP, SPM dan SP2D beserta dokumen pendukungnya yang disebabkan
terjadinya kegagalan transfer dana.
Koreksi/ralat SPM dan ADK SPM hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan
koreksi/ralat SPM dan ADK SPM secara tertulis dari PPK. Koreksi/ralat kode mata
anggaran pengeluaran (akun 6 digit) pada ADK SPM dapat dilakukan berdasarkan
permintaan koreksi/ralat ADK SPM secara tertulis dari PPK sepanjang tidak mengubah
SPM. Koreksi/ralat SP2D hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan koreksi SP2D
secara tertulis dari PPSPM dengan disertai SPM dan ADK yang telah diperbaiki.
Pembatalan SPP hanya dapat dilakukan oleh PPK sepanjang SP2D belum
diterbitkan. Pembatalan SPM hanya dapat dilakukan oleh PPSPM secara tertulis

Badan Diklat PKN BPK RI 39


SPKPP Buku Peserta

sepanjang SP2D belum diterbitkan. Dalam hal SP2D telah diterbitkan dan belum
mendebit kas negara, pembatalan SPM dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan
Direktur Jenderal Perbendaharaan atau pejabat yang ditunjuk. Koreksi SP2D atau
daftar nominatif untuk penerima lebih dari satu rekening hanya dapat dilakukan oleh
Kepala KPPN berdasarkan permintaan KPA. Pembatalan SP2D tidak dapat dilakukan
dalam hal SP2D telah mendebit Kas Negara.

40 Badan Diklat PKN BPK RI


Buku Peserta SPKPP

BAB V SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT

Setelah mempelajari materi ini, peserta diklat mampu untuk memahami dan
menjelaskan gambaran umum SAPP khususnya SABUN

Dalam rangka mewujudkan pertanggungjawaban keuangan negara sebagaimana


ditetapkan dalam Penjelasan UU no 1 tahun 2004, maka perlu dibuat suatu mekanisme dan
peraturan yang mengatur tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan (SAPP) .

A. Pengertian, Tujuan, dan Ciri Pokok SAPP


Sesuai PMK no 213 tahun 2013 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Pemerintah Pusat, Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) adalah rangkaian
sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan, dan elemen lain untuk
mewujudkan fungsi akuntansi sejak pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran
sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pada Pemerintah Pusat.
SAPP merupakan sistem yang digunakan untuk menghasilkan laporan keuangan
pemerintah pusat yang terdiri dari SA-BUN dan SAI, seperti dalam gambar 5.1.

Gambar 5.1 Pengertian dan unsur pembentuk SAPP

Badan Diklat PKN BPK RI 41


SPKPP Buku Peserta

SAPP terdiri dari Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara (SA-BUN) yang
dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah,
dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI)
yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara/Lembaga selaku pengguna anggaran.

Adapun tujuan SAPP adalah:


1. Menjaga aset Pemerintah Pusat dan instansi-instansinya melalui pencatatan,
pemprosesan dan pelaporan transaksi keuangan yang konsisten sesuai dengan
standar dan praktik akuntansi yan diterima secara umum;
2. Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang anggaran dan kegiatan
keuangan Pemerintah Pusat, baik secara nasional maupun instansi yang berguna
sebagai dasar penilaian kinerja, untuk menentukan ketaatan terhadap otorisasi
anggaran dan untuk tujuan akuntabilitas;
3. Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang posisi keuangan suatu instansi
dan Pemerintah Pusat secara keseluruhan;
4. Menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan, pengelolaan
dan pengendalian kegiatan dan keuangan pemerintah secara efisien.

Lima Ciri Pokok SAPP:


1. Basis Akuntansi
Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis
akrual. Penerapan basis kas tetap digunakan dalam penyusunan Laporan Realisasi
Anggaran sepanjang APBN disusun menggunakan pendekatan basis kas.
2. Sistem Pembukuan Berpasangan
Sistem Pembukuan Berpasangan didasarkan atas persamaan dasar akuntasi yaitu:
Aset = Kewajiban + Ekuitas Dana. Setiap transaksi dibukukan dengan mendebet
sebuah perkiraan dan mengkredit perkiraan yang terkait. Namun demikian untuk
akuntansi atas anggaran dilaksanakan secara single entry (pembukuan tunggal).
3. Desentralisasi Pelaksanaan Akuntansi
Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan di instansi dilaksanakan secara
berjenjang oleh unit-unit akuntansi baik di kantor pusat instansi maupun di daerah.
4. Bagan Akun Standar
SAPP menggunakan akun standar yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang
berlaku untuk tujuan penganggaran maupun akuntansi.

42 Badan Diklat PKN BPK RI


Buku Peserta SPKPP

5. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)


SAPP mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan dalam melakukan pengakuan,
pengukuran, penyajian, dan pengungkapan terhadap transaksi keuangan entitas
pemerintah pusat.

Pemerintah melalui Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 3 Tahun 2003 tanggal
9 Juni 2003, melaksanakan proses transformasi menuju e-government. Untuk
mewujudkan terbentuknya e-government di lingkup Kementerian Keuangan, maka
dilaksanakan sebuah proyek penyempurnaan manajemen keuangan dalam hal
modernisasi anggaran dan perbendaharaan Negara. Perubahan tersebut diwujudkan
dalam bentuk implementasi Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN).
SPAN akan memfasilitasi arah kebijakan penganggaran, mendukung
pertanggungjawaban dari para pengguna anggaran, meningkatkan efisiensi pengelolaan
perbendaharaan, memfasilitasi reformasi akuntansi dan pelaporan, mengurangi biaya
pinjaman dan memperkuat keamanan dan kredibilitas data keuangan. Pada dasarnya,
SPAN adalah bagian dari Integrated Financial Management Information System (IFMIS)
yaitu Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Negara yang Terintegrasi, sehingga
pengembangan SPAN merupakan langkah awal menuju implementasi IFMIS. IFMIS terdiri
dari beberapa unsur, mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran,
hingga pertanggungjawaban keuangan negara.
Di Indonesia, pengelolaan keuangan negara dimulai dengan adanya transaksi
keuangan di lingkup Kementerian Negara/Lembaga. Implementasi IFMIS diwujudkan
dalam bentuk beberapa penyempurnaan proses bisnis pengelolaan keuangan negara
dengan menggunakan aplikasi yang terintegrasi. Perubahan yang akan dilaksanakan
meliputi penyederhanaan aplikasi yang saat ini jumlahnya sangat banyak pada satuan
kerja dengan data base yang terpisah-pisah menjadi satu aplikasi dengan data base yang
terintegrasi. Penyederhanaan sistem aplikasi ini bertujuan untuk mengurangi terjadinya
duplikasi pekerjaan dan pengulangan entry data. Penggabungan aplikasi dan data base
pada tingkat satuan kerja akan diwujudkan dalam suatu sistem aplikasi di lingkup Satuan
kerja yang dinamakan Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI).
SAKTI yang akan dikembangkan meliputi penggabungan fungsi-fungsi dalam
penyusunan anggaran, pelaksanaan APBN, hingga penyusunan laporan keuangan. Dalam
penyusunan anggaran, fungsi yang akan digabung meliputi penyusunan RKAKL,
penyusunan DIPA dan revisi DIPA. Dalam pelaksanaan APBN, akan terdapat beberapa
proses bisnis yang baru, yaitu manajemen data supplier, manajemen data kontrak,
Badan Diklat PKN BPK RI 43
SPKPP Buku Peserta

Resume Tagihan dan Surat Perintah Membayar. Dalam penyusunan laporan keuangan,
penyempurnaan yang akan dilakukan meliputi aplikasi akuntansi keuangan, akuntansi
barang milik negara, rekonsiliasi SAI, penyusunan LPJ bendahara, dan akuntansi
persediaan. Untuk memfasilitasi pengiriman data dari aplikasi SAKTI yang ada di lingkup
Satuan Kerja ke aplikasi SPAN yang ada pada Kementerian Keuangan, juga dikembangkan
aplikasi pendukung yang meliputi Portal SPAN dan SPAN SMS.
SAKTI merupakan gabungan beberapa aplikasi yang akan digunakan oleh Satuan
Kerja yang memiliki fungsi perbendaharaan, seperti Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat
Pembuat Komitmen, dan Pejabat Penandatangan SPM, serta Bendahara dengan
didasarkan pada peran dan tupoksi masing-masing, sehingga akses terhadap aplikasi
SAKTI akan diberikan untuk mereka yang menjalankan fungsi Perbendaharaan yang
berbeda-beda tersebut. Berikut merupakan gambar 5.2 hubungan antara SPAN dan
SAKTI.

Gambar 5.2 Hubungan antara SPAN dan SAKTI

B. Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara (SA-BUN)


Seperti yang terlihat dalam Gambar 5.3, SA-BUN dilaksanakan oleh Kementerian
Keuangan selaku Pengelola Fiskal, dalam hal ini BUN dan BAPP. SA-BUN menghasilkan
Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK BUN).

44 Badan Diklat PKN BPK RI


Buku Peserta SPKPP

10

Gambar 5.3 Gambaran umum megenai SA-BUN

Dalam pelaksanaan SA-BUN, Menteri Keuangan selaku BUN membentuk Unit Akuntansi
Bendahara Umum Negara (UABUN) yang terdiri dari:
a. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BUN (UABUN);
b. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu BUN (UAPBUN);
c. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa BUN tingkat Pusat (UAKBUN-Pusat);
d. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa BUN tingkat Kantor
Wilayah (UAKKBUN-Wilayah);
e. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa BUN Tingkat Daerah/KPPN (UAKBUN-
Daerah/KPPN);
f. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Pengguna Anggaran Eselon I
BUN (UAPPA-E1 BUN); dan
g. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran BUN (UAKPA
BUN).

SABUN terdiri dari beberapa subsistem yaitu:


a. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pusat (SiAP), yang terdiri dari Sistem
Akuntansi Kas Umum Negara (SAKUN) dan Sistem Akuntansi Umum (SAU).
b. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Utang Pemerintah (SA-UP);
c. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Hibah (SIKUBAH);
d. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Investasi Pemerintah (SA-IP);

Badan Diklat PKN BPK RI 45


SPKPP Buku Peserta

e. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Penerusan Pinjaman Pemerintah (SA-


PPP);
f. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi ke Daerah (SA-TD);
g. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Bagian Subsidi (SA-BS);
h. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Belanja Lain-lain (SA-BL);
i. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus (SA-TK); dan
j. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Lainnya (SAPBL).

Program reformasi keuangan negara dalam mewujudkan e-government


mengimplementasikan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) untuk
menggantikan SA-BUN. SPAN merupakan sistem pengelolaan keuangan negara yang
mengintegrasikan pengelolaan keuangan ke dalam satu sistem terintegrasi, yang meliputi
fungsi penganggaran, pelaksanaan anggaran dan pertanggungjawaban keuangan negara
seperti dalam gambar 5.4 dengan output yang dihasilkan tiap proses bisnisnya pada tabel
5.1. SPAN merupakan program transformasi berskala besar di bidang keuangan negara
yang bertujuan meningkatkan efisiensi, efektivitas, akuntabilitas dan transparansi dalam
pengelolaan anggaran dan perbendaharaan negara.

Gambar 5.4 SPAN

Dengan adanya SPAN, maka fungsi-fungsi pengelolaan keuangan yang ada pada
beberapa unit yang berbeda seperti perencanaan dan penganggaran di Direktorat
Jenderal Anggaran (DJA), manajemen DIPA dan pembayaran serta penyusunan laporan
keuangan di Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) dan fasilitasi dukungan
teknologi informasi di Pusat Sistem Informasi dan Teknologi Keuangan (Pusintek) dapat
terintegrasi ke dalam suatu sistem yang sama.
Penyempurnaan proses bisnis dikembangkan melalui beberapa modul yang ada
pada SPAN yaitu perencanaan anggaran (Budget Preparation), manajemen DIPA
(Management of Spending Authority), Manajemen Komitmen (Commitment
Management), Manajemen Pembayaran (Payment Management), Manajemen Kas (Cash

46 Badan Diklat PKN BPK RI


Buku Peserta SPKPP

Management), Manajemen Penerimaan (Governement Receipt), Buku Besar dan Bagan


Akun Standar (General Ledger and Chart of Account), dan Pelaporan (Reporting), serta
modul SAKTI. SPAN digunakan dalam lingkup Kementerian Keuangan selaku Bendahara
Umum Negara, sedangkan SAKTI digunakan oleh Kementerian/Lembaga selaku Pengguna
Anggaran.

SPAN
PROSES BISNIS MODUL OUTPUT YANG DIHASILKAN
Penganggaran Penganggaran • RKAKL - DIPA termasuk revisi
• RDP-BUN-DIPA termasuk revisi
Komitmen • kontrak pengadaan barang/jasa
• penetapan keputusan
Pembayaran • Penerbitan SP2D
• Penerbitan Warkat atau Bilyet Giro
• penerbitan SP2B BLU, SPHL, SP3HL,
Persetujuan MPHLBJS;
P
E • penerbitan APD-PL/APD-PP;
L • penerbitan SKP-L/C;
A • penerbitan SP3; dan
K • penerbitan APD-Reksus.
S Kas • Pengaturan rekening milik BUN
A
• Perencanaan Kas
N
A • Pemindahbukuan dana
A • Rekonsiliasi Bank
N • Pelaporan manajerial
Penerimaan • penerimaan perpajakan;
• penerimaan negara bukan pajak;
• penerimaan hibah;
• penerimaan pengembalian belanja;
• penerimaan pembiayaan; dan
• penerimaan non
anggaran/transitoris.
Pertanggungjawaban Akuntansi & Pelaporan • data BAS;
• Konversi data transaksi keuangan;
• koreksi data transaksi keuangan;
• penyesuaian sisa pagu;
• jurnal penyesuaian;
• rekonsiliasi; dan
• laporan keuangan.
Tabel 5.1 Modul dalam SPAN

Badan Diklat PKN BPK RI 47


SPKPP Buku Peserta

Sistem Akuntansi Instansi (SAI)


SAI akan dilaksanakan oleh Kementerian Negara/Lembaga selaku pengguna
anggaran untuk menghasilkan Laporan Keuangan. Dari gambar 5.5, SAI dihasilkan dari
konsolidasian antara Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan Sistem Informasi Manajemen
dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK – BMN).

Gambar 5.5 Ruang Lingkup dan unsur pembentuk SAI

Tujuan dan Ruang Lingkup


Laporan keuangan merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran yang dibuat
melalui SAK sedangkan laporan barang milik negara dibuat melalui SIMAK-BMN yang
merupakan pertanggungjawaban penatusahaan barang. SAI ini berlaku untuk seluruh unit
organisasi Pemerintah Pusat serta unit akuntansi dan pelaporan Pemerintah Daerah.
Dalam pelaksanaan SAI, KL membentuk unit akuntansi keuangan dan unit akuntansi
barang, yang terdiri dari sekaligus sebagai jenjang pelaporan seperti dalam gambar 5.6:
a. Tingkat Kementerian Negara/Lembaga, yaitu Unit Akuntansi Pengguna
Anggaran/Barang (UAPA/UAPB);
b. Tingkat Eselon 1, yaitu Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang
(UAPPA-E1/UAPPB-E1);
c. Tingkat kantor wilayah atau unit kerja yang ditetapkan, yaitu Unit Akuntansi
Pembantu Pengguna Anggaran/Barang (UAPPA-W/UAPPB-W);
d. Tingkat satuan kerja yang mendapatkan alokasi DIPA, yaitu Unit Akuntansi Kuasa
Pengguna Anggaran/Barang (UAKPA/ UAKPB).

48 Badan Diklat PKN BPK RI


Buku Peserta SPKPP

Gambar 5.6 Struktur Organisasi SAI

Mekanisme pelaporan
Adapun mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban pada Sistem Akuntansi Instansi,
dapat diperhatikan pada gambar berikut ini:

Gambar 5.7 Mekanisme Pelaporan SAI


Dalam melaksanakan SAI, UAKPA akan melakukan pemrosesan data yang nantinya
menghasilkan laporan keuangan. Begitu juga UAKPB akan melakukan perekaman data
belanja modal dan barang persediaan. Proses ini secara sistem dilakukan oleh UAKPA/B
setiap hari atau setiap ada transaksi. Perekaman data yang dilakukan oleh UAKPB

Badan Diklat PKN BPK RI 49


SPKPP Buku Peserta

kemudian setiap bulan dikonsolidasikan ke dalam UAKPA. Hasil konsolidasian ini akan
direkonsiliasikan UAKPA ke KPPN dan UAKPB ke KPKNL. UAKPA dan UAKPB juga
melaporkan data setiap triwulan ke UAPPA-W dan UAPPB-W secara terpisah.Proses yang
sama akan berulang di tahap wilayah. UAPPA-W akan mengkonsolidasikan laporannya
dengan laporan UAPPB-W, yang diterima dari UAKPA/B-UAKPA/B di lingkup kerjanya. Hasil
konsolidasian itu akan direkonsiliasikan dengan data yang diperoleh Kanwil DJPBN dari
KPPN. Kanwil DJPBN juga akan merekonsiliasikan data yang dimilikinya dengan Kanwil
DJKN.
Jika tidak ada kesalahan maka masing-masing unit akuntansi wilayah akan meneruskan
laporannya ke unit akuntansi Eselon 1 setiap semester yang akan melakukan konsolidasi
dan rekonsiliasi setahun sekali sebelum meneruskan ke tingkat UAPA/B.
SAI akan dapat berjalan apabila memenuhi unsur pokok sebagai berikut:
1. Formulir/ dokumen sumber, antara lain dokumen terkait penerimaan,
pengeluaran, memo penyesuaian, piutang, persediaan dan dokumen lainnya.
2. Jurnal
3. Buku besar
4. Buku pembantu
5. Laporan, yang terdiri dari laporan realisasi anggaran (LRA), neraca, laporan
operasional, laporan perubahan ekuitas (LPE) dan Catatan atas Laporan Keuangan
(CaLK).
Pada tahun 2016, rekonsiliasi dilakukan secara elektronik, atau disebut juga dengan e-
rekon. E-Rekon adalah aplikasi berbasis web (yang dapat diakses di e-rekon-
lk.djpbn.kemenkeu.go.id). E-rekon dibuat untuk mendukung pelaksanaan rekonsiliasi
antara KPPN dan satker dan proses konsolidasi pelaporan keuangan Kementerian
Negara/Lembaga. Pengguna e-rekon adalah Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Kementerian Keuangan (KPPN, DJPBN), penyusun laporan keuangan (UAKPA, UAPPAW,
UAPPA Eselon 1, UAPA), dan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP).
E-rekon dibuat sebagai bentuk tindak lanjut atas temuan pemeriksaan terinci kinerja BPK
atas pengendalian internal terhadap pelaporan keuangan pemerintah pusat berbasis
akrual terkait kelemahan pengendalian aplikasi. Dengan adanya e-rekon ini maka efisiensi
dan efektivitas pelaksanaan rekonsiliasi dapat ditingkatkan karena adanya reduksi
perulangan dan waktu pelaksanaan rekonsiliasi. Selain itu, efisiensi dan efektivitas
konsolidasi LK juga meningkat karena adanya reduksi redundansi data dan waktu proses
konsolidasi. Yang perlu menjadi catatan adalah bahwa e-rekon hanya menyatukan data
UAPPAW, UAPPAE1, dan UAPA secara terpusat untuk seluruh Kementerian/Lembaga,
50 Badan Diklat PKN BPK RI
Buku Peserta SPKPP

penyatuan data dalam e-rekon bukan berarti menghapuskan penyampaian LK secara


berjenjang, dan saldo awal e-rekon didasarkan pada data LKKL Audited tingkat
Kementerian/Lembaga tahun 2015.
Fitur yang didukung e-rekon antara lain adalah:
1. Rekonsiliasi secara mandiri oleh satker;
2. Dokumentasi seluruh kegiatan pelaksanaan rekonsiliasi;
3. Monitoring pelaksanaan rekonsiliasi;
4. Pencetakan BAR dengan tanda tangan elektronik;
5. Penyatuan data LKKL mulai dari UAPPAW, UAPPA E1, dan UAPA
6. Pencetakan Laporan Keuangan mulai dari UAKPA, UAPPAW, UAPPAE1, dan UAPA;
dan
7. Validasi data Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga.

Gambar 5.8 Gambaran Aplikasi E-Rekon

Lingkup rekonsiliasi e-rekon adalah:


1. Pagu Belanja;
2. Belanja;
3. Pengembalian Belanja;
4. Estimasi Pendapatan Bukan Pajak;
5. Pendapatan Bukan Pajak;
6. Pengembalian Pendapatan Bukan Pajak;
7. Pengembalian Pajak;
8. Mutasi Uang Persediaan;
9. Kas di Bendahara Pengeluaran;
10. Kas pada Badan Layanan Umum;
11. Kas Lainnya di K/L dari Hibah.

Badan Diklat PKN BPK RI 51


SPKPP Buku Peserta

Alur proses rekonsiliasi menggunakan e-rekon dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 5.9 Alur Rekonsiliasi E-Rekon

Keuangan yang dihasilkan dari e-rekon adalah Laporan Operasional, Laporan Perubahan
Ekuitas, Neraca, LRA (termasuk LRA Pendapatan dan Belanja), dan Neraca Percobaan.
Data LKKL disusun berdasarkan data satker yang telah melakukan rekonsiliasi dengan
KPPN dengan saldo awal LKKL adalah saldo LKKL audited tahun 2015. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam penyusunan LK adalah:
1. Kelengkapan entitas dan kelengkapan data;
2. Validitas;
3. Penyampaian ADK rekon.
Untuk menggambarkan hubungan antara e-rekon dengan SAIBA, dapat dilihat gambar
5.10 berikut ini:

52 Badan Diklat PKN BPK RI


Buku Peserta SPKPP

Aplikasi SAIBA
Dokumen Sumber SAIBA E-Rekon LK

Mulai
Menu Pada Aplikasi Akun Akrual Terkait
E – Rekon LK

Mutasi Aset Tetap,


Penarikan Data dari
Aset Lainnya & ATB
ADK Load Master Aplikasi SAS
(Neraca)
SAS Jurnal Pembalik
Jurnal Kolorari Aset User UAPPA-W
Ya Tetap (Neraca)
Belanja Gaji &
Belanja Barang Non Beban Mutasi Akumulasi
Persediaan Penyusutan Aset
Metode Tetap & Aset
Terintegrasi? Belanja Barang Persediaan Belum
Lainnya (Neraca)
Persediaan Diregister Neraca PPAW
Beban Penyusutan
Aset Tetap Belum Aset Tetap (LO) LO PPAW
Tidak Belanja Modal
Diregister
Beban
Ekstrakomptabel LPE PPAW
DIPA/Revisi DIPA Pendapatan Pendapatan (LO)
Beban Kerugian
SP2D/SP3 Pelepasan Aset (LO)
Tidak Penginputan Data
SSBP/SSPB DIPA, Revisi DIPA, Beban Persediaan
Piloting Sakti?
SP2D, SP3, SSBP, (LO) User UAPPA-E1
dan/atau SSPB
Beban Barang
Ya
Diserahkan (LO)

Penerimaan Aset Beban Kerugian


ADK Pengiriman dari SIMAK Persediaan (LO) Neraca PPAE1
SIMAK BMN
Pendapatan
Mutasi Akun-akun LO PPAE1
Pelepasan Aset (LO)
Neraca
Formulir Jurnal LPE PPAE1
Menu Jurnal Pendapatan
Penyesuaian
Penyesuaian Rampasan (LO)
Pengakuan Beban/
Pendapatan/ Koreksi Nilai Aset
Transfer Tetap Non Revaluasi
(LPE)

Seluruh Akun yang Revaluasi Aset


Formulir Jurnal Tetap (LPE) User UAPA
Menu Jurnal Umum terdaftar dalam
referensi Transfer Masuk/
Transfer Keluar
(LPE)
Mutasi Persediaan
& Pembalik Jurnal Neraca PA
Kolorari Persediaan
LO PA

LPE PA

Database SAIBA
ADK Sakti

Neraca KPA

LO KPA ADK SAIBA

LPE KPA

Gambar 5.10 SAIBA dan E-Rekon

Badan Diklat PKN BPK RI 53


SPKPP Buku Peserta

SAKTI
Program Reformasi Penganggaran dan Perbendaharaan Negara bagi Kementerian
Keuangan dan Kementerian/Lembaga diwujudkan melalui implementasi SPAN tidak akan
terlepas dari sistem keuangan yang ada pada Satuan kerja (Satker). Penyempurnaan
aplikasi keuangan SATKER harus sesuai dengan aplikasi SPAN mengingat kualitas data
SPAN sangat bergantung pada kemampuan Sistem Aplikasi Keuangan di Satker yang akan
dikembangkan.
Saat ini terdapat dua Eselon I Kementerian Keuangan yang mendistribusikan beberapa
aplikasi ke Satker. Pertama, Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mendistribusikan
aplikasi-aplikasi dibagi ke dalam dua kelompok besar yaitu Pelaksanaan (Aplikasi SPM,
Gaji, dan Perencanaan Kas) dan Pelaporan (Aplikasi SAK, SIMAK BMN, dan Persediaan).
Masing-masing aplikasi tersebut bersifat terpisah (stand alone) dan memiliki database
terpisah, namun interakasi data baik input maupun outputnya saling berkaitan satu sama
lain. Kedua, Direktorat Jenderal Anggaran, yang mendistribusikan Aplikasi RKAKL DIPA.
Aplikasi ini juga bersifat stand alone dan memiliki database terpisah. Dengan demikian
sejalan dengan usaha untuk menyelaraskan aplikasi-aplikasi Satker agar sesuai dengan
SPAN, perlu juga dilakukan pengintegrasian aplikasi-aplikasi di atas ke dalam satu aplikasi
Satker yang terintegrasi dengan database yang tersentralisasi. Hal ini dimungkinkan
karena kebutuhan penggabungan tersebut akan memudahkan Satker dalam
menggunakan dan meningkatkan akurasi data transaksi keuangannya.
Dalam lingkup Satuan Kerja, perubahan yang akan dilaksanakan meliputi penyederhanaan
aplikasi yang sangat banyak pada satuan kerja dengan database yang terpisah-pisah,
menjadi satu aplikasi dengan database yang terintegrasi. Penyederhanaan sistem aplikasi
ini untuk mengurangi terjadinya duplikasi pekerjaan dan pengulangan entry data.
Penggabungan aplikasi dan database pada tingkat satuan kerja akan diwujudkan dalam
suatu Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI).
SAKTI meliputi seluruh proses pengelolaan keuangan negara pada Satker dimulai dari
proses penganggaran, pelaksanaan anggaran dan pelaporan keuangan. SAKTI merupakan
gabungan beberapa aplikasi yang keberadaan sebelumnya tersebar pada beberapa
kewenangan, seperti bendahara, KPB, PPK, dan PPSPM. Dengan adanya Sakti, maka
Satker difasilitasi untuk menyusun laporan keuangan tingkat Satker.
Dalam penyusunan anggaran, fungsi yang akan digabung meliputi penyusunan RKAKL,
penyusunan DIPA dan revisi DIPA. Dalam pelaksanaan anggaran, akan dikenal beberapa
proses bisnis yang baru, yaitu manajemen data supplier, manajemen data kontrak,
Resume Tagihan dan Surat Perintah Membayar. Dalam penyusunan laporan keuangan,
54 Badan Diklat PKN BPK RI
Buku Peserta SPKPP

penyempurnaan yang akan dilakukan meliputi aplikasi akuntansi keuangan, akuntansi


barang milik negara, rekonsiliasi SAI, penyusunan LPJ bendahara, dan akuntansi
persediaan, penyusutan dan pelaporan akuntansi berbasis akrual. Aliran database SAKTI
dapat dilihat pada gambar 5.8.
Aplikasi SAKTI memfasilitasi beragam Satker. Menurut jenisnya, Satker terdiri atas 3
kelompok utama, yaitu Satker biasa, Satker Bendahara Umum Negara (BUN) dan Satker
Badan Layanan Umum (BLU). Satker BUN tidak masuk dalam cakupan SAKTI mengingat
Satker BUN sudah terintegrasi dengan dan akan menggunakan SPAN. Tetapi, khusus
untuk Satker BUN Belanja Subsidi dan Belanja Lainnya akan menggunakan SAKTI dengan
pertimbangan jumlah Satker yang relatif lebih banyak dari BUN yang lain.

Gambar 5.11 SAKTI

Sampai dengan pelaporan keuangan tahun 2016, SAKTI belum digunakan untuk pelaporan
keuangan Satuan Kerja. Saat ini sistem informasi yang dikembangkan untuk pelaporan
keuangan level satuan kerja adalah aplikasi E-Rekon.

Barang Milik Negara


Pengelola BMN
Barang Milik Negara (BMN) adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban
APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Pengelola barang adalah pejabat yang
berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta
melakukan pengelolaan BMN. Pengguna barang adalah pejabat pemegang kewenangan
penggunaan BMN. Pejabat pengelola BMN adalah pengelola barang dan pengguna
barang/kuasa pengguna barang (PB/KPB). Menteri Keuangan selaku bendahara umum
negara adalah Pengelola Barang Milik Negara. Menteri/Pimpinan Lembaga selaku
pimpinan Kementerian/Lembaga adalah Pengguna Barang Milik Negara.

Badan Diklat PKN BPK RI 55


SPKPP Buku Peserta

Penatausahaan BMN
Pengelola Barang harus melakukan pendaftaran dan pencatatan BMN yang berada di
bawah penguasaannya ke dalam Daftar Barang Pengelola menurut penggolongan dan
kodefikasi barang. Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang harus melakukan
pendaftaran dan pencatatan BMN yang status penggunaannya berada pada Pengguna
Barang/Kuasa Pengguna Barang ke dalam Daftar Barang Pengguna/Daftar Barang Kuasa
Pengguna menurut penggolongan dan kodefikasi barang.
Pengelola Barang harus menghimpun Daftar Barang Pengguna/ Daftar Barang Kuasa
Pengguna yang telah dibuat. Pengelola Barang menyusun Daftar BMN berdasarkan
himpunan Daftar Barang Pengguna/Daftar Barang Kuasa Pengguna. Daftar Barang
Pengelola disusun sesuai penggolongan dan kodefikasi barang. Penggolongan dan
kodefikasi BMN ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Inventarisasi
Pengguna Barang melakukan Inventarisasi BMN paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima)
tahun. Apabila BMN tersebut berupa persediaan, konstruksi dalam pengerjaan,
inventarisasi dilakukan oleh Pengguna Barang setiap tahun. Pengguna Barang
menyampaikan laporan hasil Inventarisasi kepada Pengelola Barang paling lama 3 (tiga)
bulan setelah selesainya inventarisasi. Pengelola Barang melakukan inventarisasi BMN
berupa tanah dan/atau bangunan yang berada dalam penguasaannya paling sedikit 1
(satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Pelaporan
Kuasa Pengguna Barang harus menyusun Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran
dan Tahunan sebagai bahan untuk menyusun neraca satuan kerja untuk disampaikan
kepada Pengguna Barang. Pengguna Barang menghimpun Laporan Barang Kuasa
Pengguna Semesteran dan Tahunan sebagai bahan penyusunan Laporan Barang
Pengguna Semesteran dan Tahunan. Laporan Barang Pengguna digunakan sebagai bahan
untuk menyusun neraca Kementerian/Lembaga/satuan kerja perangkat daerah untuk
disampaikan kepada Pengelola Barang.

56 Badan Diklat PKN BPK RI


Buku Peserta SPKPP

C. Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP)


SAPP merupakan konsolidasian dari SAI dan SA-BUN. Konsolidasi adalah proses
penggabungan antara akun-akun yang diselenggarakan oleh suatu entitas pelaporan
dengan entitas pelaporan lainnya, dengan mengeliminasi akun-akun timbal balik agar
dapat disajikan sebagai satu entitas tunggal. Konsolidasi yang dilaksanakan dengan cara
menggabungkan dan menjumlahkan akun yang diselenggarakan oleh entitas pelaporan
dengan entitas pelaporan lainnya dengan atau tanpa mengeliminasi akun timbal balik.
Untuk mewujudkan terbentuknya e-government di lingkup Kementerian Keuangan
sesuai gambar 5.9 terlihat bahwa aplikasi SAI akan digantikan oleh aplikasi SAKTI dan
aplikasi SA-BUN akan digantikan oleh aplikasi SPAN.

SAPP

SAI SA-BUN

SA-IP SA-PPPSA-TD SA-PBLSA-TK


SA-BS SA-BL SiAP SAUP SIKUBAH

Aplikasi SAKTI Aplikasi SPAN

Gambar 5.12 SAPP Akrual

Hasil keluaran dari proses SAPP berupa LKPP. LKPP disampaikan kepada DPR sebagai
pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN, yang sebelumnya telah direviu oleh Aparat
Pengawasan Intern dan diperiksa oleh BPK. LKPP yang dihasilkan dari proses SAPP paling
sedikit berupa:
1. Laporan Realisasi Anggaran;
2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih;
3. Neraca;
4. Laporan Operasional;
5. Laporan Arus Kas;
6. Laporan Perubahan Entitas; dan
7. Catatan atas Laporan Keuangan.

Badan Diklat PKN BPK RI 57


SPKPP Buku Peserta

BAB VI LAPORAN BENDAHARA UMUM NEGARA DAN LAPORAN


KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT

Setelah mempelajari materi ini, peserta diklat mampu memahami dan menjelaskan
bentuk, jenis dan hubungan antara laporan BUN dengan LKPP.

Sesuai dengan peraturan Direktut Jenderal Perbendaharaan no PER-57/PB/2013


tentang pedoman penyusunan LKKL, entitas pelaporan wajib menyajikan laporan
pertanggungjawaban berupa Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) dan
menyampaikannya kepada Menteri Keuangan. Entitas akuntansi wajib menyampaikan
Laporan Keuangan selaku kuasa pengguna anggaran/barang secara periodik dan berjenjang
kepada entitas pelaporan. Laporan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) wajib
dikonsolidasikan dengan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga.
Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga semesteran dan tahunan wajib
direviu oleh aparat pengawas intern Kementerian Negara/Lembaga sebelum disampaikan
kepada Menteri Keuangan. Pelaporan dan penyajian Laporan Keuangan dilakukan pada
setiap tingkat unit akuntansi secara berjenjang dari tingkat UAKPA sampai dengan tingkat
UAPA.
Kementerian Negara/Lembaga selaku pengguna anggaran dan barang
menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan dan barang yang berada dalam
tanggung jawabnya. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) berwenang
menetapkan Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Negara serta mengatur Pengelolaan
Anggaran dan Barang Milik Negara. Menteri Keuangan juga menghimpun Laporan Keuangan
dan Laporan Barang dari seluruh Kementerian Negara/Lembaga untuk menyusun Laporan
Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah dalam
pengelolaan anggaran dan barang.
Pertanggungjawaban APBN berupa Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP)
dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan selaku BUN. LKPP merupakan konsolidasian dari
LK BUN dan LKKL seperti yang terlihat dalam gambar 6.1. LK BUN diselenggarakan oleh
Kementerian Keuangan selaku BUN. LKKL diselenggarakan oleh Kementerian Negara/
Lembaga.

58 Badan Diklat PKN BPK RI


Buku Peserta SPKPP

Laporan Laporan
Keuangan
KL
+ Keuangan
BUN
Laporan
Keuangan
Pemerintah
Pusat

Gambar 6.1 LKKL, LK BUN dan LKPP

Laporan Keuangan ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna kepada
para pemakai laporan khususnya sebagai sarana untuk meningkatkan akuntabilitas/
pertanggungjawaban dan transparansi pengelolaan keuangan. Disamping itu, laporan
keuangan ini juga dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada manajemen dalam
pengambilan keputusan dalam usaha untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik
(good governance).

A. Laporan K/L
Sebagaimana diamanatkan UU nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai Pengguna Anggaran/Barang mempunyai tugas
antara lain menyusun dan menyampaikan LKKL yang dipimpinnya. Laporan
pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN disusun sesuai Peraturan Dirjen
Perbendaharaan nomor Per-57/PB/2013 tentang pedoman penyusunan LKKL.
Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai Pengguna Anggaran wajib menyusun laporan
pertanggungjawaban berupa Laporan Keuangan Semesteran dan Tahunan. Penyusunan
Laporan Keuangan dilakukan secara berjenjang dari tingkat UAKPA sampai dengan
tingkat UAPA. Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai Pengguna Barang Milik Negara (BMN)
wajib menyusun laporan pertanggungjawaban berupa Laporan Barang Pengguna
Semesteran dan Tahunan. Penyusunan Laporan Barang berpedoman pada peraturan
yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN).
Berdasarkan Pasal 55 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.05/2013 tentang Sistem
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, Menteri/Pimpinan Lembaga selaku
PA/PB menyusun dan menyampaikan LKKL yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran
(LRA), Laporan Operasional (LO), Neraca, Laporan Perubahan Ekuitas (LPE) dan Catatan

Badan Diklat PKN BPK RI 59


SPKPP Buku Peserta

atas Laporan Keuangan (CaLK) kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal, dalam
rangka penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), seperti dalam gambar
6.2.

Neraca
LO LPE

LRA LKKL CaLK

Gambar 6.2 Susunan LKKL

LRA menggambarkan perbandingan antara anggaran dengan realisasinya yang


mencakup unsur-unsur pendapatan dan belanja selama periode 1 Januari sampai dengan
31 Desember. Laporan yang lebih mirip dengan Laporan Laba Rugi pada pemerintahan
disebut dengan LO. Laporan Operasional adalah salah satu unsur laporan keuangan yang
menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya
yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan dalam satu periode pelaporan. Neraca menggambarkan posisi keuangan
entitas mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada 31 Desember. LPE yaitu laporan
keuangan yang menunjukkan perubahan ekuitas selama satu periode. CaLK meliputi
penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam LRA
dan Neraca. Termasuk pula dalam CaLK adalah penyajian informasi yang diharuskan dan
dianjurkan oleh Standar Akuntansi Pemerintahan serta pengungkapan lainnya yang
diperlukan untuk penyajian yang wajar atas LK.
Laporan Keuangan ini dihasilkan melalui aplikasi SAKTI untuk Kementerian
Negara/Lembaga. Dalam hal SAKTI belum dapat dilaksanakan, LK berbasis akrual disusun
menggunakan Sistem Aplikasi Akuntansi Instansi Berbasis Akrual (SAIBA). Bisnis proses
aplikasi SAIBA pada gambar 6.3 dimulai dari perekaman dokumen baik secara manual
maupun secara elektronik dan akan membentuk jurnal transaksi, selanjutnya jurnal
tersebut dilakukan posting ke buku besar dan diikhtisarkan dalam laporan keuangan.

60 Badan Diklat PKN BPK RI


Buku Peserta SPKPP

Gambar 6.3 Proses Bisnis SAIBA


Proses pelaporan dapat digambarkan pada laporan akuntansi instansi pada gambar
6.4 sebagai berikut.

Gambar 6.4 Laporan Akuntansi Instansi

Laporan yang dihasilkan oleh Kementerian Negara/Lembaga adalah LRA, LO, LPE
Neraca dan CaLK.

B. Laporan BUN
Bendahara Umum Negara (BUN) adalah pejabat yang diberi tugas untuk
melaksanakan fungsi BUN. Laporan BUN diselenggarakan oleh Kementrian Keuangan
selaku BUN, sesuai salah satu kewenangan BUN dalam menyusun dan menyampaikan
laporan keuangan. Laporan BUN dihasilkan melalui aplikasi Sistem Perbendaharaan dan
Anggaran Negara (SPAN).
Badan Diklat PKN BPK RI 61
SPKPP Buku Peserta

Aplikasi SPAN menghasilkan laporan keuangan berupa:


a. Laporan Realisasi Anggaran;
b. Neraca;
c. Laporan Arus Kas;
d. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL);
e. Laporan Operasional; dan
f. Laporan Perubahan Ekuitas.
Laporan Keuangan BUN disusun melalui KPPN yang dilanjutkan ke Kanwil Direktorat
Jenderal Perbendaharaan (DJPB) kemudian disampaikan ke DJPB-Direktorat Akuntansi
dan Pelaporan Keuangan (Dit. APK). Laporan Keuangan tersebut dikonsolidasikan dengan
laporan keuangan dari unit akuntansi BUN yang lain. Ilustrasi tersebut dapat dilihat pada
gambar 6.5 berikut.

BUN

LK BUN
Gambar 6.5 LK BUN
LRA LSAL
Neraca LO
LAK LPE

Selain menghasilkan laporan keuangan, aplikasi SPAN dapat juga menghasilkan


Laporan Kinerja. Laporan Kinerja berisi perbandingan antara anggaran dengan realisasi
belanja dan antara target dengan capaian output. Capaian output disampaikan oleh
Satker ke KPPN setiap bulan dan laporan kinerja disusun paling kurang setiap semester
atau setiap tahun.

C. LKPP
Menteri Keuangan selaku BUN berwenang menetapkan Sistem Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan Negara serta mengatur Pengelolaan Anggaran dan Barang Milik
Negara. Menteri Keuangan juga menghimpun Laporan Keuangan dan Laporan Barang dari
seluruh Kementerian Negara/Lembaga untuk menyusun Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat (LKPP) sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan
anggaran dan barang. Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL)

62 Badan Diklat PKN BPK RI


Buku Peserta SPKPP

semesteran dan tahunan wajib direviu oleh aparat pengawas intern Kementerian
Negara/Lembaga sebelum disampaikan kepada Menteri Keuangan.
LKKL yang digunakan sebagai pertanggungjawaban keuangan Kementerian
Negara/Lembaga meliputi LRA, LO, Neraca, LPE dan CaLK yang disertai dengan
Pernyataan Telah Direviu yang ditandatangani oleh Aparat Pengawasan Intern, dan
Pernyataan Tanggung Jawab yang ditandatangani oleh Menteri/Pimpinan Lembaga
sebagai Pengguna Anggaran.
Dalam penyusunan LKPP dimaksud:
a. KL selaku PA/PB menyusun dan menyampaikan LK yang meliputi LRA, LO, LPE, Neraca,
dan CaLK dilampiri LK Badan Layanan Umum pada masing-masing KL;
b. LK disampaikan kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah
tahun anggaran berakhir;
c. Menteri Keuangan selaku BUN menyusun Laporan Arus Kas Pemerintah Pusat dan
Laporan Perubahan SAL;
d. Menteri Keuangan selaku wakil Pemerintah Pusat menyusun ikhtisar kepemilikan
kekayaan negara yang dipisahkan dalam LK perusahaan negara.

LKPP merupakan konsolidasian dari LK-KL dan LK-BUN. LKPP dapat dilihat dalam
gambar 6.6, terdiri dari:
a. Laporan Realisasi Anggaran
b. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL)
c. Neraca Pemerintah
d. Laporan Operasional (LO)
e. Laporan Arus Kas
f. Catatan atas Laporan Keuangan

Laporan Keuangan dimaksud disampaikan oleh presiden kepada Badan Pemeriksa


Keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Menteri Keuangan
selaku wakil dari Pemerintah memberikan pernyataan bahwa pengelolaan APBN telah
diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan akuntansi
keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.

Badan Diklat PKN BPK RI 63


SPKPP Buku Peserta

Satker
LK KL
Wilayah Eselon - 1 KL
LRA LO
Satker Neraca LPE
DPR
CaLK
BLU

Konsolidasi Presiden

LRA LSAL
Neraca LO
BUN LAK LPE
CaLK

LK BUN

LRA LSAL
BPK
Neraca LO
Gambar 6.6 Isi laporan keuangan LAK LPE
CaLK

Laporan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) digabungkan pada KL yang secara
organisatoris membawahinya dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Laporan Realisasi Anggaran BLU digabungkan secara bruto kepada Laporan Realisasi
Anggaran kementerian negara/lembaga teknis pemerintah pusat/daerah yang secara
organisatoris membawahinya
b. Neraca BLU digabungkan kepada neraca kementerian negara/lembaga teknis pemerintah
pusat/daerah yang secara organisatoris membawahinya.

64 Badan Diklat PKN BPK RI


Buku Peserta SPKPP

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2010 Tentang Penyusunan


Rencana Kerja Dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2013 Tentang Tata cara
pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.262 Tahun 2014 tentang Sistem
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 238/PMK.05/2011 Tentang Pedoman


Umum Sistem Akuntansi Pemerintahan

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 27, 2014 Tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/ Daerah

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 Tentang Tata Cara Pembayaran APBN

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.05/2012 Tentang Tata Cara Penyusunan


Laporan Keuangan Konsolidasian Bendahara Umum Negara.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.05/2013 tentang Sistem Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.05/2013 Bagan Akun Standar

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.05/2014 Tentang Kebijakan Akuntansi


Pemerintah Pusat.
Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-05/PB/2007 Tentang Prosedur Penyusunan
Laporan Keuanga Pemerintah Pusat.

Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor: Per- 57/Pb/2013 Tentang Pedoman


Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga.

PPAKP Kementerian Keuangan RI 2014 Modul Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat

PPAKP Kementerian Keuangan RI 2014 Modul Kebijakan Akuntansi Berbasis Akrual

Badan Diklat PKN BPK RI 65


SPKPP Buku Peserta

Tim Penyusun

Penanggung Jawab : Dwi Setiawan Susanto


Pereviu : Nur Budi Setiawan
Penyunting : Nina Roslina
Perevisi : Ikromi
Sekretariat : 1. Caesar Rudy Rahardjo
2. Dewi Sarwoassri W.

© 2018 Bidang Standarisasi

Saran dan kritik dapat disampaikan ke:


palupi.widyanthi@bpk.go.id

66 Badan Diklat PKN BPK RI

Anda mungkin juga menyukai