Referat Aging
Referat Aging
Penyusun
22010123410009
Pembimbing
SEMARANG
2023
DAFTAR GAMBAR
1
DAFTAR ISI
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR......................................................................................................................1
DAFTAR ISI...................................................................................................................................2
BAB I..............................................................................................................................................3
Pendahuluan....................................................................................................................................3
BAB II.............................................................................................................................................5
Telomer...........................................................................................................................................5
2.1 Definisi.............................................................................................................................5
2.2 Panjang Telomer dan Kapasitas Replikasi.......................................................................6
2.3 Faktor yang Memengaruhi Panjang Telomer...................................................................7
2.4 Mekanisme Pemendekan Telomer...................................................................................8
BAB III.........................................................................................................................................11
Insulin-like growth factor-1 (IGF-1).............................................................................................11
3.1 Definisi...........................................................................................................................11
3.2 Fisiologi IGF-1...............................................................................................................12
3.3 Peran IGF-1 dalam Pertumbuhan...................................................................................13
3.4 Defisiensi IGF-1.............................................................................................................13
BAB IV.........................................................................................................................................16
Peran Telomer terhadap Aging......................................................................................................16
4.1 Disfungsi Telomer terkait Aging....................................................................................16
4.2 Pulmonary Diseases.......................................................................................................17
4.3 Acquired Bone Marrow Failure Syndromes..................................................................18
4.4 Metabolic Diseases.........................................................................................................19
4.5 Cardiovascular Diseases.................................................................................................19
4.6 Skeletal Disorders..........................................................................................................19
4.7 Kidney Diseases.............................................................................................................20
4.8 Neurodegenerative Diseases..........................................................................................20
4.9 Aged-related Macular Degeneration..............................................................................21
4.10 Reduced Fertility........................................................................................................21
BAB V..........................................................................................................................................22
Peran IGF-1 terhadap Aging.........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................24
2
BAB I
Pendahuluan
Telomer adalah struktur nukleoprotein yang ditemukan di ujung setiap lengan kromosom
yang berfungsi untuk menjaga stabilitas genom. Telomer terbentuk dari heksamerik yang sangat
terkonservasi (TTAGGG) urutan DNA pengulangan tandem. Hal tersebut diatur dalam struktur
melingkar yang disebut T-loop dan terkait dengan protein khusus, diantaranya kompleks
Shelterin. T-loop dibentuk melalui aktivitas nukleolitik pada ujung ekstrim DNA telomer untuk
menghasilkan satu untai G-rich yang tergantung. Kemudian terjadi perputaran kembali yang
menyerang saluran telomer untai ganda, memastikan bahwa ujung DNA yang longgar
Insulin-like growth factor-1 (IGF-1) adalah salah satu growth factor. IGF-1 memiliki efek
utama pada perkembangan, pertumbuhan, diferensiasi sel, dan perbaikan jaringan. IGF-1 bekerja
dengan memodulasi aksi insulin, menghambat lipolisis, dan meningkatkan lipogenesis. IGF-1
telah terbukti berkaitan dengan kondisi-kondisi penuaan, seperti halnya sarcopenia. IGF-1
memodulasi ukuran otot dan memainkan peran penting dalam mengatur fungsi otot. Kadar IGF-
1 yang bersirkulasi dalam tubuh berhubungan negatif dengan lemak tubuh, body mass index
(BMI), dan kolesterol total. Sebaliknya, kadar IGF-1 yang lebih rendah dikaitkan dengan
berbagai kondisi patologis termasuk penyakit kronis, peradangan, dan kekurangan gizi.2,3
Panjang telomer diketahui memendek setiap terjadi pembelahan sel dan telah diketahui
bahwa atrisi telomer berhubungan dengan kapasitas replikasi secara in vitro. Selain itu,
kehilangan telomer juga berkorelasi dengan proses penuaan in vivo. Penuaan dapat didefinisikan
sebagai penurunan bertahap jaringan normal dan fungsi organ dari waktu ke waktu sebagai
konsekuensi dari akumulasi penuaan dan penurunan potensi regeneratif sel punca. Penurunan
fungsi jaringan ini dapat dianggap sebagai 'keausan' normal yang terjadi dari waktu ke waktu
dan kemungkin menjadi satu-satunya penyebab atau faktor yang berkontribusi terhadap
perkembangan penyakit terkait usia yang dikombinasikan dengan faktor risiko lainnya dari
penuaan sel. Faktor risiko tersebut dapat mencakup faktor endogen (misalnya disfungsi
3
mitokondria dan peradangan) atau faktor eksogen (misalnya merokok, diet tinggi lemak,
kemoterapi, radiasi, dan faktor lingkungan atau gaya hidup lainnya). Faktor-faktor tersebut
berkaitan dengan produksi reactive oxygen species (ROS), yang diketahui menginduksi sel
penuaan dan diperkirakan bahwa urutan pengulangan telomer G-rich rentan terhadap kerusakan
oksidatif.1
Setelah mencapai usia dewasa, sekresi IGF-1 menurun terus menerus menjadi sangat
rendah pada individu yang berusia ≥60 tahun. Pada penyakit kronis yang berkaitan dengan
penuaan, baik IGF-1 sistemik (sebagian besar diproduksi di hati) maupun lokal (kemungkinan
besar bertindak secara parakrin atau autokrin) mengalami penurunan. Hal tersebut dapat
regenerasi otot, serta perkembangan atrofi otot. Autofagi dapat meningkat maupun menurun,
tergantung pada kondisi patofisiologi yang dialami oleh individu. Autofagi yang berlebihan
dapat menimbulkan cacat dan menyebabkan atrofi otot. IGF-1 diperkirakan dapat menurunkan
autofagi. IGF-1 menstimulasi regenerasi otot rangka melalui aktivasi sel satelit. 2,3
4
BAB II
Telomer
2.1 Definisi
Telomer adalah struktur nukleoprotein yang ditemukan di ujung setiap lengan kromosom
yang berfungsi untuk menjaga stabilitas genom. Telomer terbentuk dari heksamerik yang sangat
terkonservasi (TTAGGG) urutan DNA pengulangan tandem. Hal tersebut diatur dalam struktur
melingkar yang disebut T-loop dan terkait dengan protein khusus, diantaranya kompleks
Shelterin. T-loop dibentuk melalui aktivitas nukleolitik pada ujung ekstrim DNA telomer untuk
menghasilkan satu untai G-rich yang tergantung. Kemudian terjadi perputaran kembali yang
menyerang saluran telomer untai ganda, memastikan bahwa ujung DNA yang longgar
ini menggantung kembali untuk membentuk T-loop dan menyerang 50 dupleks telomer beruntai
Terdapat banyak protein yang terkait dengan telomer, yang jika digabungkan akan
membentuk telosom. Beberapa di antaranya terlibat dalam mekanisme respons kerusakan DNA,
misalnya DNA protein kinase (DNA-PK), p53, polyadenosine diphosphate ribose polymerase
pigmentosum group F (ERCC / XPF), radiasi 51 (RAD51), werner (WRN), dan bloom (BLM).
Protein lainnya yang terlibat dalam nuklir adalah lamin associated proteins (LAPs) dan silent
5
information regulator (Sir), yang juga terlibat dalam kontrol epistatik panjang telomer.
Kehadiran dan aksi protein-protein tersebut pada telomer sebagian besar diatur oleh protein yang
membentuk kompleks Shelterin. Kompleks Shelterin terdiri dari kumpulan enam protein khusus
yang berasosiasi dengan struktur telomer untuk membentuk struktur penutup yang berfungsi
penuh.1
Panjang telomer berkorelasi dengan usia, dimana semakin bertambahnya usia, panjang
telomer akan semakin memendek. Ketika panjang telomer menjadi sangat pendek, kemampuan
untuk mendukung kompleks Shelterin menjadi hilang. Akibatnya, terjadi aksi penghambatan
kompleks Shelterin pada kerusakan DNA, dimana siklus sel berubah dari G1 menjadi G0. Hal
tersebut disebabkan oleh ataxia telangiectasia mutated (ATM) atau ataxia telangiectasia and
radiation 3 (RAD3) related protein (ATR) pathway. Kedua hal tersebut menyebabkan
fosforilasi p53, ekspresi p21, dan penghambatan cyclin yang memungkinkan perkembangan
siklus sel. Setelah meninggalkan siklus sel, sel memasuki penuaan (penghentian pembelahan
Konsekuensi dari akumulasi sel yang mengalami penuaan adalah pengurangan jumlah sel
yang aktif secara mitosis dalam jaringan tertentu, membatasi potensi pertumbuhan dan
perbaikan, serta menghasilkan pelepasan protease, yaitu faktor pertumbuhan dan inflamasi
6
sitokin yang bekerja pada sel tetangga yang tidak bertunas. Biasanya, akan terjadi pembersihan
senesen oleh sistem kekebalan tubuh. Namun, seiring bertambahnya usia, kemampuan untuk
membersihkan sel sense menjadi terganggu. Oleh karena itu, diperkirakan bahwa akumulasi sel
sense sebagai akibat dari gesekan telomer mendorong proses penuaan jaringan dan organisme.1
a. Genetik
Beberapa penelitian menyatakan pada orang kembar panjang telomer adalah sama dan
b. Jenis kelamin
Telomer yang lebih panjang ditemukan pada wanita dewasa dibandingkan dengan laki-
laki. Hal ini diduga disebabkan oleh tingkat estrogen yang lebih tinggi, yang memberikan
telomerase.
c. Etnik
Telomer sedikit lebih panjang pada individu berkulit putih dibandingkan dengan orang
kulit hitam dan Hispanik. Namun, perbedaan ini sering kali tidak signifikan secara
statistik, kecuali jika disesuaikan dengan faktor-faktor lain seperti usia, jenis kelamin,
latar belakang sosial ekonomi, dan gaya hidup (diet dan merokok).
d. Psikososial
Telomer yang memendek dikaitkan dengan tingginya stres psikososial sebagai akibat
dari peningkatan stres oksidatif serta berkurangnya aktivitas telomerase. Panjang telomer
e. Aktivitas fisik
Telomer yang lebih panjang telah ditemukan pada individu dengan tingkat aktivitas fisik
f. Obesitas
7
Telomer diketahui memendek pada individu yang mengalami obesitas. Obesitas
dikaitkan dengan peradangan kronis, peningkatan reactive oxygen species (ROS) dalam
jaringan adiposa, dan bukti peningkatan stres oksidatif sistemik. Panjang telomer juga
berkorelasi dengan body mass index (BMI), dimana peningkatan BMI menghasilkan
volume darah yang lebih tinggi, merangsang peningkatan proliferasi sel darah, dan
g. Merokok
Panjang telomer lebih pendek pada perokok dan mantan perokok dibandingkan dengan
non-perokok.
h. Alkohol
Panjang telomer lebih pendek pada individu yang mengonsumsi alkohol dalam jumlah
banyak.1
Baik penyakit kronis maupun proses penuaan, keduanya berhubungan dengan penurunan
panjang telomer. Panjang telomer dapat dipertahankan dengan latihan fisik. Ada beberapa
mekanisme potensial untuk menjelaskan bagaimana aktivitas fisik dapat memengaruhi panjang
telomer, yaitu aktivitas telomerase, stres oksidatif, peradangan, dan penurunan sel satelit otot
rangka.4
8
Gambar 3. Pengaruh Aktivitas Fisik terhadap Panjang Telomer
TRF2 (telomeric repeat-binding factor 2); ROS (reactive oxygen species); WBC (white blood
cell); HSC (haematopoietic stem cell); IL (interleukin); TNF-α (tumor necrosis factor-α).
Aktivitas Telomerase
Sebuah penelitian melaporkan bahwa dari usia 4 hingga 39 tahun, ada penurunan
progresif dalam panjang telomer dan aktivitas telomerase. Namun, pada individu berusia 40
tahun atau lebih, di mana panjang telomer terus menurun secara progresif, 65% individu
memiliki aktivitas telomerase yang stabil tetapi rendah, dan 35% individu tidak memiliki
aktivitas telomerase.
Aktivitas fisik berperan dalam hal ini. Sebuah penelitian membandingkan atlet dengan
orang dewasa yang tidak banyak bergerak, dan pada atlet ditemukan peningkatan regulasi
telomeric repeat-binding factor 2 (TRF2), protein yang berperan dalam melindungi telomer dari
pemendekan. Pada atlet muda, tidak ada perubahan dalam ekspresi p16, regulasi negatif progresi
siklus sel, atau protein Ku, yang merupakan bagian dari jalur perbaikan DNA. Namun, pada atlet
paruh baya, terjadi penurunan regulasi pada p16 dan kenaikan regulasi pada mRNA Ku. Hasil
ini
menunjukkan bahwa regulasi TRF2, protein p16 dan Ku memainkan peran dalam perlindungan
telomer.
Stres Oksidatif
9
Produksi ROS yang berlebihan dapat menyebabkan stres oksidatif pada sel, jaringan atau
organ, yang menyebabkan kerusakan DNA dan penuaan atau apoptosis. Sebuah penelitian
menemukan bahwa beberapa gen stres oksidatif terkait dengan atrisi telomer dan penuaan
biologis. Penurunan kadar fetuin-A, yaitu protein fase akut negatif dan mediator homeostasis
redoks, berhubungan dengan pemendekan telomer leukosit dan kejadian penyakit lainnya seperti
Peradangan
Pelemahan peradangan kronis memberikan mekanisme potensial lain untuk efek perlindungan
dari olahraga dan aktivitas fisik pada telomer. Sebagai contoh, peradangan sistemik kronis
meningkatkan pergantian white blood cell (WBC), yang meningkatkan gesekan telomer. Dengan
peningkatan replikasi sel, dan kemudian mengarah ke pemendekan telomer. Sitokin pro-
inflamasi tumor necrosis factor (TNF)-α dapat menyebabkan pemendekan telomer dengan
peningkatan konsentrasi interleukin (IL)-6 dan TNF-α. Selain itu, individu dengan peningkatan
konsentrasi IL-6 dan TNF-α lebih cenderung memiliki telomer leukosit yang lebih pendek.
Sel satelit adalah prekursor sel otot rangka yang dapat meregenerasi sel otot atau sel satelit
tambahan sebagai respons terhadap cedera otot. Setelah usia 70 tahun, jumlah sel satelit
menurun. Hal ini dapat berkontribusi pada penurunan massa otot, terutama individu yang tidak
banyak bergerak. Diperkirakan sekitar 40% jaringan otot hilang pada usia 70 tahun pada
individu yang tidak banyak bergerak. Pada wanita tua, terdapat korelasi positif antara jumlah sel
satelit dan panjang telomer otot rangka. Aktivitas fisik bertindak untuk merangsang kumpulan
sel satelit. Dengan demikian, kandungan sel satelit merupakan faktor lain yang dapat
10
BAB III
3.1 Definisi
IGF merupakan kelompok insulin peptida yang meliputi relaxin dan beberapa peptida yang
diisolasi dari invertebrata yang lebih rendah. IGF-1 adalah peptida kecil yang terdiri dari 70
asam amino dengan berat molekul 7649 Da. IGF-1 memiliki rantai A dan rantai B yang
dihubungkan oleh ikatan disulfida. Daerah peptida C memiliki 12 asam amino. Kemiripan
struktural dengan insulin menjelaskan kemampuan IGF-1 untuk mengikat (dengan keaslian
IGF-1 disekresikan oleh banyak jaringan dan tempat sekresi IGF-1 menentukan aksinya.
Sebagian besar IGF-1 disekresikan oleh hati dan diangkut ke jaringan lain, bertindak sebagai
hormon endokrin. IGF-1 juga disekresikan oleh jaringan lain, termasuk sel tulang rawan, dan
bertindak secara lokal sebagai hormon parakrin. IGF-1 juga diasumsikan dapat bertindak secara
11
3.2 Fisiologi IGF-1
IGF-I adalah hormon yang relevan baik dalam embriologis dan keadaan pasca kelahiran.
Meskipun sebagian besar diproduksi oleh hati, hampir setiap jaringan mampu mengeluarkan
IGF-I untuk tujuan autokrin / parakrin. Hipofisis (GH) dan hati (IGF-I) membentuk mekanisme
umpan balik yang umum untuk kelenjar endokrin lainnya. Somatotrop hipofisis (sel yang
mensekresi GH) berada di bawah keseimbangan yang terkendali antara stimulatory growth
hipotalamus sebagai hasil dari neurogenik sistemik dan kortikal, metabolisme, metabolik, dan
faktor hormonal. Di sisi lain, IGF-I menghambat sekresi GH yang bekerja pada hipotalamus
oleh dua mekanisme umpan balik: pertama, menghambat ekspresi gen GH, dan kedua dengan
GH yang disekresikan bisa dalam keadaan bebas maupun terikat oleh GHBP (domain
sekunder reseptor GH). Juga, aktivasi reseptor GH hati, mendorong sintesis IGF-I yang pada
gilirannya dilepaskan ke sirkulasi dan dapat ditemukan dalam bentuk bebas tetapi sebagian
12
3.3 Peran IGF-1 dalam Pertumbuhan
Salah satu fungsi terpenting dari IGF-1 adalah pengaturan sintesis protein dalam otot
rangka dan meningkatkan pertumbuhan. Setelah mengikat IGF-1, reseptor IGF-1 (IGF-1R)
merekrut dan memfosforilasi phosphoinositide 3-kinase (PI3K) diikuti oleh fosforilasi Akt. Jalur
PI3K/Akt memainkan peran penting dalam hipertrofi myotube, dan aktivasi Akt pada otot
mencegah atrofi.2
Target mamalia rapamycin (mTOR) adalah target hilir dari Akt, dan dalam sel mamalia
aktivitas mTOR diatur secara ketat oleh ketersediaan asam amino ke sel. Asam amino
diperlukan untuk membangun protein, asam nukleat, glukosa, dan ATP dalam tubuh. Aktivitas
mTOR sangat berkorelasi dengan keseimbangan anabolik/katabolik. Jalur IGF-1 / Akt / mTOR
telah terbukti sangat diperlukan dalam meningkatkan hipertrofi otot. Akt memfosforilasi dan
menghambat tuberous sclerosis 1 dan 2 (TSC1 / TSC2), menghasilkan aktivasi protein G kecil
Ras homolog enriched in brain (Rheb) melalui pengikatannya dengan GTP. Rheb yang terikat
mendorong sintesis protein dengan mengaktifkan protein ribosom S6, komponen dari subunit
ribosom 40S. mTORC1 juga memfosforilasi 4EBP1, yang mengarah pada pelepasannya dari
kompleks penghambatan dengan faktor inisiasi terjemahan eIF4E, tutupnya protein pengikat,
kompleks.2
Penuaan adalah proses yang universal, intrinsik, tidak dapat dipulihkan, heterogen, dan
proses multidimensi dari involusi progresif yang ditandai dengan hilangnya fungsi fisiologis
secara bertahap yang meningkatkan kemungkinan kematian. Kadar GH dan IGF-I bersirkulasi
maksimal selama pertumbuhan peripubertas dan awal masa dewasa, tetapi semakin menurun
seiring bertambahnya usia. Penurunan kadar GH dan IGF-1 disebut sebagai somatopause.
Berkurangnya sekresi GH / IGF-I pada orang tua diyakini berkontribusi terhadap banyak gejala
13
penuaan, termasuk hilangnya massa otot, peningkatan adipositas, berkurangnya kepadatan
mineral tulang, dan penurunan energi, bersama dengan penurunan kondisi psikologis.6
Ada beragam teori penuaan, diantaranya adalah stabilitas genetik, pemendekan telomer,
stress resistensi, dan kontrol metabolik. IGF-I terkait dengan semua teori tersebut.
Mitokondria adalah sumber utama radikal bebas endogen, dimana akumulasi radikal
anion superoksida menyebabkan kerusakan sel dan mempercepat penuaan. IGF-I adalah karakter
utama dalam memulihkan disfungsi mitokondria selama penuaan dengan meningkatkan potensi
membran mitokondria, mengurangi konsumsi oksigen, dan meningkatkan sintesis ATP yang
kelangsungan hidup saraf dengan mengurangi caspase yang diinduksi apoptosis. Selain itu,
kemampuan antioksidan IGF-I di korteks otak dan hipokampus meningkatkan aktivitas enzim
kerusakan oksidatif (MDA dan PCC). Dengan demikian, dengan meningkatkan fungsi
mitokondria dan mengurangi gangguan oksidatif, IGF-I dapat melindungi DNA, protein, dan
lipid.6
14
IGF-I telah dianggap sebagai indeks penuaan yang sehat karena berkorelasi langsung
dengan panjang telomer leukosit, yaitu sebuah biomarker penuaan manusia yang terkait dengan
metabolisme bersama dengan insulin. Substrat intraseluler terbaik untuk reseptor insulin dan
IGF-I adalah protein substrat reseptor insulin 1 hingga 4. Setelah fosforilasi tirosin, masing-
masing substrat berasosiasi dengan Src homologi 2 (SH2) domain molekul intraseluler untuk
menghasilkan sinyal hilir. Selain itu, sensitivitas insulin biasanya menurun selama penuaan, dan
resistensi insulin merupakan faktor risiko untuk berbagai penyakit yang mempengaruhi
morbiditas dan mortalitas, termasuk hipertensi, aterosklerosis, obesitas, diabetes, dan gangguan
neurodegeneratif.6
15
BAB IV
genetik gen komponen telomerase, baik telomerase RNA component (Terc) atau telomerase
aktivasi telomerase DNA damage response (tDDR) dan penuaan seluler, yang merekapitulasi
Secara konsisten, satu atau beberapa telomer yang pendek cukup untuk memicu DDR dan
memaksakan penuaan seluler in vivo. Dengan demikian, peristiwa pensinyalan DDR individu
pada telomer adalah penentu utama nasib sel dan penuaan organisme. Penanda DDR dan
Beberapa bukti mendukung peran tDDR sebagai pendorong penuaan dan penyakit yang
berkaitan dengan usia. Pertama, intervensi yang diketahui dapat meningkatkan rentang
kesehatan seperti pembatasan diet, olahraga, rapamycin, dan 17β-estradiol dapat mengurangi
frekuensi sel dengan TAF. Pembersihan sel senesen dengan strategi senolitik mengurangi jumlah
TAF in vivo. Sebaliknya, TAF terakumulasi setelah peradangan kronis, obesitas, disfungsi
mitokondria, dan gangguan autofagi, yang semuanya diketahui dapat mempercepat penuaan.
Hipotesis yang paling umum adalah bahwa bukan disfungsi telomer yang menyebabkan penuaan
dan penyakit terkait usia, tetapi telomer tDDR yang diaktifkan oleh disfungsi yang
menyebabkan penuaan sel, yang juga oleh senescence-associated secretory phenotype (SASP),
Penuaan yang berkaitan dengan disfungsi telomer dan penyakit yang timbul berkaitan
dengan usia sering disebut dengan telomeropati, gangguan biologi telomer, atau sindrom
telomer. Penyakit yang ditimbulkan bermacam-macam, sesuai dengan organ tubuh mana yang
terserang. Individu dengan telomeropati sering menunjukkan lebih dari satu manifestasi klinis,
16
Gambar 7. Pemendekan dan Kerusakan Telomer
a Kerusakan DNA genom (DD) memicu respons kerusakan DNA sementara (DDR) tidak cukup
untuk pembentukan penuaan atau kerusakan DNA yang tidak dapat diperbaiki.
b Dalam jaringan yang berkembang biak, telomer diperpendek dengan pembelahan sel dan
ketika sangat pendek, mereka memicu DDR. Pada jaringan yang tidak berproliferasi dan pasca-
mitosis, disfungsi telomer dapat disebabkan oleh kerusakan DNA yang tidak dapat diperbaiki.
Beberapa penyakit paru-paru telah dikaitkan dengan penuaan dan secara kausal terkait
17
Idiopathic Pulmonary Fibrosis (IPF)
Mempengaruhi sekitar 3 juta orang di seluruh dunia, merupakan penyakit degeneratif yang
ditandai dengan perubahan interstisial. Fibrosis pada paru-paru manusia yang menua telah
dikaitkan dengan tpemendekan telomer, DDR dan penuaan sel. Pasien dengan IPF
mengakumulasi TAF dan penanda penuaan di paru-paru yang meningkat dengan keparahan
penyakit dan mengaktifkan SASP. Selain itu, leukosit yang bersirkulasi dan sel epitel alveolar
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) mempengaruhi sekitar 300 juta orang di seluruh dunia
dan berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada pasien usia lanjut. PPOK
menunjukkan percepatan penuaan paru-paru yang ditandai dengan peradangan parenkim dan
saluran udara, perubahan kronis bronkus perifer dan gangguan septa inter-alveolar menuju
emfisema. Dibandingkan dengan individu yang tidak terpengaruh, sel epitel saluran napas kecil
dari pasien PPOK menunjukkan tingkat TAF yang lebih tinggi dan penanda penuaan. Asap
rokok (faktor risiko utama untuk PPOK) menginduksi TAFs, penuaan sel dan SASP dalam
kultur sel epitel saluran napas manusia primer dan fibroblast, serta berkurangnya telomere
Sel darah berinti menunjukkan telomer terpendek di antara jaringan manusia. Dengan
Anemia Aplastic
Anemia aplastik adalah penyakit langka dengan usia diagnosis yang bervariasi dan ditandai
dengan pansitopenia pada darah tepi dan sumsum tulang yang sangat hiposeluler. Sekitar 9%
pasien dengan anemia aplastik yang didapat membawa mutasi pada komponen telomerase
TERC, TERT dan DKC1, yang juga mengalami mutasi pada anemia aplastik yang diturunkan,
seperti pada diskeratosis kongenital. Sekitar sepertiga dari pasien dengan anemia aplastik
menunjukkan telomer pendek di darah perifer, yang menunjukkan bahwa ada hubungan sebab
18
Myelodisplasia Syndrome
MDS adalah kelompok heterogen gangguan hematopoietik klonal yang ditandai dengan
hematopoiesis yang tidak efektif dan kerusakan DNA akumulasi dalam sel induk dan sel
progenitor hematopoietik. MDS mempengaruhi hingga 13,2 per 100.000 orang, seringkali pada
usia lanjut. MDS juga bisa menjadi sekunder akibat kemoterapi atau radiasi atau dikaitkan
dengan kelainan yang diwariskan dalam perbaikan DNA dan gen pemeliharaan telomer. Sel
sumsum tulang pada pasien dengan MDS memiliki telomer yang lebih pendek dibandingkan
Diabetes mellitus tipe 2 adalah penyakit yang berkaitan dengan usia, yang ditandai dengan
penurunan massa dan fungsi sel β pankreas serta resistensi insulin pada berbagai jaringan yang
mengakibatkan hiperglikemia. Terdapat adanya hubungan antara T2D dan telomer pendek.
menyebabkan peningkatan kekakuan ventrikel dan gangguan fungsi jantung. Selama proses
penuaan terjadi, TAF terjadi secara independen dari telomer panjang pada kardiomiosit pasca
mitosis. Hal ini terkait dengan induksi p16 dan p21 dan bentuk SASP khusus jantung
Osteoarthritis
Osteoartritis ditandai dengan degenerasi tulang rawan sendi dan tulang subkondral. Kondrosit,
sel-sel yang membentuk tulang rawan artikular, menunjukkan beberapa penanda penuaan,
termasuk aktivasi DDR. Hubungan antara osteoartritis dan disfungsi telomer didukung oleh
pengamatan bahwa pasien dengan osteoartritis memiliki leukosit dengan telomer yang lebih
pendek dibandingkan dengan individu yang sebaya yang sehat, dan pemendekan telomer
berkorelasi dengan rasa sakit kronis yang parah. Selain itu, kondrosit yang dikultur, yang
diisolasi dari daerah yang dekat dengan lesi osteoartritis dari pinggul pasien memiliki panjang
19
Osteoporosis
Osteoporosis adalah gangguan tulang kronis yang ditandai dengan rendahnya kepadatan mineral
tulang dan kerusakan mikroarsitektur tulang yang dapat menyebabkan peningkatan risiko patah
tulang. Sebanyak 33% wanita dan 20% pria di atas usia 50 tahun diperkirakan mengalami patah
tulang yang berhubungan dengan osteoporosis. Osteosit senesen yang mengekspresikan p16
pada tingkat tinggi telah dikaitkan dengan pengeroposan tulang. Osteoporosis berkorelasi
dengan telomer pendek pada leukosit pasien, dan telomer panjang pada kelompok perempuan
dikaitkan dengan kepadatan mineral tulang yang tinggi dan mengurangi risiko osteoporosis.7
Chronic Kidney Disease (CKD), merupakan faktor risiko independen untuk kejadian
kardiovaskular pada lansia, yang sering menyebabkan penyakit ginjal stadium akhir. Dialisis dan
transplantasi ginjal tetap merupakan dua pengobatan utama. CKD menunjukkan penurunan
fungsi ginjal, penurunan berat badan, atrofi, sklerosis, fibrosis, dan sekresi yang berhubungan
dengan fenotipe sekretori terkait CKD, yang mirip dengan SASP. Pada CKD, penanda penuaan
diamati pada sel epitel tubular, podosit, interstisial dan sel mesangial, serta akumulasinya
Kerusakan DNA terakumulasi dalam berbagai bentuk cedera ginjal. Ginjal pada pasien
dengan CKD menunjukkan peningkatan jumlah tubulus positif untuk penanda DDR γH2AX,
yang berbanding terbalik dengan perkiraan laju filtrasi glomerulus, dan jumlah sel ATR-positif
terfosforilasi yang lebih besar. Peningkatan kadar γH2AX dan ATM terfosforilasi dalam
glomerulus dikaitkan dengan parameter klinikopatologi pada pasien dengan nefropati IgA, suatu
kondisi yang sering menyebabkan CKD. Dengan demikian, aktivasi DDR dan penuaan, atau
dalam kombinasi dengan gangguan seperti infeksi, lipopolisakarida, racun uraemik, dan
Penuaan otak ditandai dengan penurunan progresif dalam memori dan kognisi dan diakui
sebagai faktor risiko terbesar untuk penyakit neurodegeneratif. Penuaan sel menumpuk seiring
20
Penanda penuaan seluler telah dilaporkan dalam neuron dan astrosit dari pasien dengan
penyakit Alzheimer dan dalam kultur astrosit manusia yang terpapar β-amiloid. Kerusakan DNA
dan DDR telah diamati pada model penyakit Alzheimer dan pada neuron di otak postmortem
dari pasien dengan penyakit ini. Kematian sel neuron, sebuah karakteristik penyakit Alzheimer,
dianggap sebagai konsekuensi dari penuaan mikroglia, dan telomer dalam mikroglia dilaporkan
lebih pendek pada pasien dengan penyakit dibandingkan dengan individu yang sehat.7
AMD adalah penyakit mata yang memengaruhi daerah makula di retina dan merupakan
penyebab paling umum dari kebutaan yang tidak dapat disembuhkan pada orang lanjut usia di
seluruh dunia, mempengaruhi sekitar 67 juta orang di Eropa. Beberapa penanda penuaan
terdeteksi pada jaringan retina model hewan AMD dan pada pasien AMD. Kesimpulan yang
berbeda telah dicapai mengenai hubungan antara panjang telomer leukosit dan AMD, tetapi
studi terhadap sejumlah kecil pasien dengan AMD dini menunjukkan bahwa pengobatan dengan
Saat ini, hingga 25% pasangan dipengaruhi oleh infertilitas dan seiring bertambahnya usia,
terutama pada wanita, dikaitkan dengan penurunan reproduksi. Pemendekan telomer telah
dikaitkan dengan penurunan kesuburan. Perempuan yang menjalani fertilisasi in vitro cenderung
memiliki panjang telomer leukosit yang lebih pendek daripada individu yang sehat. Pasien
dengan sindrom ovarium polikistik dengan aktivitas telomerase yang rendah dan telomer pendek
pada sel granulosa, yang mendukung pematangan oosit, menunjukkan tanda infertilitas yang
lebih awal. Demikian pula pasien dengan insufisiensi ovarium prematur memiliki telomer yang
lebih pendek dan aktivitas telomerase berkurang dalam leukosit dan sel granulosa.7
21
BAB V
Sarkopenia adalah masalah kesehatan masyarakat yang banyak terjadi pada lansia. The
Third National Health and Nutrition Examination Survey menunjukkan bahwa perkiraan biaya
medis yang terkait dengan sarkopenia di Amerika Serikat adalah 18,5 miliar dolar AS pada
tahun 2000, terhitung 1,5% dari total biaya medis. The U.S. Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) memperkirakan bahwa ada sekitar 34 juta orang berusia di atas 65 tahun di
Sarkopenia mempengaruhi semua individu lanjut usia, tanpa membeda-bedakan ras, jenis
kelamin, atau status sosial. Di Asia, prevalensi sarkopenia diperkirakan mencapai 11,5% pada
populasi lansia. Lansia yang lemah sering membutuhkan bantuan untuk melakukan aktivitas
rutin sehari-hari, karena kehilangan massa otot dan kekuatan otot yang cukup besar. Akibatnya,
lansia sering mengalami cedera serius karena jatuh dan patah tulang. Kehilangan kemampuan
Setelah usia 60 tahun, berbagai hormon yang mendorong pertumbuhan sel otot, seperti
testosteron (T), growth hormone (GH), insulin growth factor-1 (IGF-1), dan mechanical growth
factor (MGF) mengalami penurunan. Hal tersebut berkaitan dengan kejadian dan patogenesis
sarcopenia. Gen IGF-1 otot rangka dapat membelah untuk menghasilkan tiga subtipe IGF-1,
yaitu IGF-1Ea, IGF-1Eb, dan IGF-1Ec (juga juga dikenal sebagai MGF). Kerusakan otot dapat
menginduksi ekspresi IGF-1 isoform MGF, diikuti dengan munculnya molekul adhesi sel yang
bergantung pada kalsium dan satelit penanda sel, musin. Karena puncak tingkat ekspresi IGF-
1Ea dicapai setelah MGF, MGF mungkin merupakan fenotipe IGF-1 awal yang memicu aktivasi
sel satelit otot (SC). Selanjutnya, ekspresi IGF-1Ea dipertahankan selama sintesis protein. Oleh
karena itu, perbaikan otot disebabkan oleh pelepasan MGF setelah cedera, diikuti oleh aktivasi
SCs, dan tingkat cadangan SC menentukan potensi regenerasi otot. Selain itu, MGF adalah
faktor utama yang mengaktifkan kerangka sel satelit otot untuk memulai perbaikan sel otot
rangka dan meningkatkan proliferasi, ketika sel otot rangka dirangsang atau rusak oleh faktor
22
eksternal. Dengan bertambahnya usia, kekuatan otot rangka tubuh dapat semakin berkurang, dan
berkurangnya kekuatan otot tersebut disertai dengan penurunan kemampuan untuk mensintesis
Status gizi merupakan faktor penting yang mempengaruhi kadar IGF-1 plasma. Sebuah
penelitian mengatakan bahwa puasa selama 7 hari dapat menginduksi penurunan kadar IGF-1
plasma sebesar 50%. Dalam mempertahankan kadar IGF-1 plasma normal, setidaknya 20
kCal/kg dan 0,6 g/kg protein harus dicerna setiap hari. Kondisi patologis seperti malnutrisi,
penyakit kronis, sepsis, penggunaan glukokortikoid eksogen dosis tinggi, dan peradangan secara
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Turner KJ, Vasu V, Griffin DK. Telomere biology and human phenotype. Cells.
2019;8(1):1–19.
3. Riia K. Junnila, Edward O. List, Darlene E. Berryman, John W. Murrey and JJ. The
4. Arsenis NC, You T, Ogawa EF, Tinsley GM, Zuo L. Physical activity and telomere
7. Rossiello F, Jurk D, Passos JF, d’Adda di Fagagna F. Telomere dysfunction in ageing and
and levels of growth hormone and insulin-like growth factor-1 in the elderly. BMC
24