Anda di halaman 1dari 3

pada 17 Agustus 2022 ini diusung oleh karena refleksi panjang sebab, jika kita melihat peristiwa

yang telah dialami oleh bangsa kita selama akhir-akhir ini

Tentu ini merupakan suatu bentuk rasa syukur atas usia yang semakin dewasa.

Maka bersama-sama kita akan merayakan dirgahayu Indonesia di tahun ini.

Tentu mencapai usia yang semakin senja, banyak hal yang telah dialami oleh bangsa
Indonesia sebagai suatu bangsa yang besar yang mana memiliki kisah kelam.

Mulai dari kejayaan, penjajahan , dan perjuangan dalam perebutan kemerdekaan dan
mengusir para penjajah.

Belum lagi begitu banyak persoalan yang tengah dihadapi oleh negara saat ini.

Masih begitu banyak hal yang harus diurus dan diperbaiki agar menuju sebuah bangsa
yang jaya dan makmur.

Belum lagi saat ini Indonesia menghadapi sebuah persoalan yang begitu besar dan
bukan Indonesia saja, melainkan seluruh negara di dunia mengalaminya, yaitu
pandemi.

Melihat situasi yang mencekam ini, saatnya Indonesia tampil harus lebih tangguh dan
harus bertahan dalam menghadapi pandemi covid-19.

Melihat situasi ini, maka perlu untuk membangun semangat baru agar kita tidak selalu terlalu
larut dalam suasana duka dan terpuruk ini.

Tema yang menyiratkan sebuah pesan untuk bangkit bersama dalam membangun
bangsa yang sudah mengalami peristiwa yang menyedihkan oleh karena pandemi ini.

Kita sebagai anak bangsa tentunya harus sadar akan betapa pentinya kita bersinergi
dalam membangun bnagsa.
Matahari masih termangu di sudut kelam. Hari ini hari Senin, waktu masih
menunjukkan pukul 05.00 Subuh. Jalanan masih sepi, hanya ada langkah kaki
jamaah yang belum lama keluar dari masjid.

Di pinggiran jalan raya, kisahnya sangat berbeda. Tiada matahari, tiada bulan,
tapi entah mengapa di sana ada cahaya.

Bersama desiran angin fajar yang gigil, terdengar suara goresan sapu lidi di
aspal. Dari dekat, tampak seorang Wanita tua sedang menepikan sampah dan
dedaunan yang mengusik jalan.

Semakin mendekat, tampaknya hiasan senyum yang berbalut dengan keringat


dingin. Wanita tua itu semakin bersemangat.

“Sebentar lagi Hari Kemerdekaan Indonesia tiba!” begitu kira-kira teriakan yang
tergambar dari raut wajahnya.

Tujuh belas Agustus masih dua hari lagi. Sekarang suasananya pun sedang
pandemi. Sesekali angin mengusik daun dan sampah-sampah mengotori.
Padahal orang-orang di rumah. Sepi.

Tapi kepala orang kita tidak tahu. Ada-ada saja pasukan keras hati yang dengan
entengnya membuang sampah.

Walau begitu, sungguh tak mengapa. Sampah dan kotornya tepi jalan menjadi
ladang rezeki bagi wanita tua itu. Ia merasa beruntung dan merdeka walau
hanya bekerja sebagai tukang sapu jalan.

Setidaknya, ia bisa selalu bangun pagi. Jauh sebelum pagi, tepatnya saat fajar
akan membuka mata. Wanita tua itu merasa sehat, dan hatinya juga semakin
cerah ketika melihat sudut-sudut jalan yang semakin bersih.

Baginya, tepi jalan yang bersih adalah bagian dari kemerdekaan. Wanita tua itu
merasa iri dengan para pahlawan yang berjuang siang-malam pagi-petang
bermodalkan bambu runcing hingga bertumpah darah.

Sedangkan dirinya? Hanya bermodalkan sapu yang setiap hari lidinya terus
bertambah patah.

Tiada alasan baginya untuk mengeluh. Setidaknya, kucuran keringat saat


menyapu di tepi jalan adalah salah satu perjuangan kemerdekaan yang bisa ia
lakukan. Setidaknya untuk saat ini.

Salam Merdeka!
Tidak ada hasil yang memuaskan tanpa kerja keras dan perjuangan yang gigih. Tidak ada
kegigihan perjuangan dan kerja keras yang tidak menghasilkan apa-apa. Dirgahayu Indonesia,
merdeka

Anda mungkin juga menyukai