Anda di halaman 1dari 6

7 Cara Menyucikan Hati

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah


Semoga kesempatan hadir di masjid ini
sebagai sarana meningkatkan takwallah yakni
menjalankan perintah dan menjauhi yang
dilarang.
Hadirin yang Berbahagia
Pada kesempatan kali ini diketengahkan dua
kisah teladan dari Sayyidina Umar bin Khattab
Radhiallahu Aanhu dan Hatim al-Asham.
Kisah ini semoga dapat menjadi inspirasi
dalam beramal dan menjalankan ibadah
keseharian. Sehingga kita benar-benar
menjadi muslim yang sehat lahir dan batin.

Jamaah Rahamakumullah
Suatu ketika seorang sufi ahli ibadah bernama
Hatim al-Asham (w. 237 M) diminta
penjelasan oleh Ashim bin Yusuf setelah
pengajian majlis taklimnya. Ashim bin Yusuf
adalah seorang ahli fiqih yang melihat
segalanya dari kacamata syariah.

Ashim bertanya kepada Hatim: Ya syaikh,


bagaimanakah cara kamu melaksanakan
1
shalat? Hatim al-Asham sebagai ahli tarekat
dan syariat menjawab: Ketika masuk waktu
shalat, aku berwudhu dengan dua wudhu,
wudhu lahir dan wudhu bathin. Wudhu lahir itu
syariat dan wudhu batin adalah hakikat.

Ashim bin Yusuf sebagai santri yang


berkonsentrasi pada fiqih agak terkejut.
Sebelum memperpanjang keterkejutannya,
Hatim al-Asham segera menerangkan:
Wudhu lahir dilakukan dengan membersihkan
anggota badan menggunakan air. Kalau
wudhu bathin itu harus mencuci hati
(salamatush shadri) dengan 7 hal.
1. Dicuci dengan rasa penyesalan
atau an-nadamah.
Menyesali dari berbagai kesalahan dan
menyesali karena meninggalkan kebaikan.

Mengenai an-nadamah ini, kisah


Sayyidina Umar bin Khattab RA patut
direnungkan. Bahwa Sayyidina Umar bin
Khattab RA memiliki kebun kurma di Madinah.
Pohon-pohon kurmanya berbuah dengan
kwalitas bagus, manis dan legit. Tidak hanya
itu, bahkan di dalam kebun terdapat satu
sumber air, padahal sudah maklum sulitnya
sumber air di Madinah. Betapa bahagianya
2
hati Sayyidina Umar memiliki kebun tersebut,
hingga seringkali berjalan mengelilingi dan
memeriksa hasil kebunnya.

Hingga suatu saat sepulang dari kebun itu


beliau berjumpa dengan para sahabat yang
berjalan bersamaan. Kemudian Sayyidina
Umar bertanya: Dari manakah gerangan
kalian berjalan bersama? Para sahabat
menjawab: Ini dari pulang berjamaah ashar.
Kontan saja Sayyidina Umar
berucap: Innalilahi wa inna ilaihi rajiun, jadi ini
tadi habis jamaah ashar? Masyaallah
saksikanlah para sahabat, karena aku
ketinggalan jamaah karena kebun kurma ini.
Maka kebun ini aku wakafkan kepada fakir
miskin.
Demikianlah selayaknya contoh yang harus
kita teladani dalam hal penyesalan
meninggalkan satu ibadah kebaikan. Bacaan
taraji' yakni innalilahi wa inna ilaihi rajiun,
sebenarnya merupakan ungkapan ketika
seseorang mendapatkan cobaan dan
musibah. Jadi suburnya kebun dan sumber air
bagi Sayyidina Umar tidak lain hanyalah
cobaan yang menimpa dirinya. Dan kalimat
innalilahi wa inna ilaihi rajiun menunjukkan

3
betapa penyesalan yang luar bisa dari beliau
akibat ketinggalan shalat jamaah ashar.

Pertanyaannya, apakah demikian keadaan


kita? Pernahkan kita berucap innalilahi wa
inna ilaihi rajiun ketika ketinggalan satu shalat
jamaah? Ada juga kita innalilahi wa inna ilaihi
rajiun ketika gelas di tangan terjatuh, ketika
makanan tertumpah dari tangan. Bukankah itu
sama artinya kita lebih menghargai gelas dan
maknan daripada shalat jamaah?

Hadirian yang Berbahagia


2. Hati harus dicuci dengan tobat.
Tobat yang dimaksud adalah taubatan
nashuha atau sungguh-sungguh dan
bertekad tidak akan mengulanginya lagi. Jika
perlu tobat itu disertai dengan puasa tiga hari
sebagai bukti kesungguhan dan
membiasakan shalat di malam hari.

3. Hati harus dicuci dengan meninggalkan


cinta dunia atau tarku hubbid dunya.
Mengapa? liannahu ra'su kulli
khati'athin, karena cinta dunia mengakibatkan
kesalahan. Mengapa menipu? Karena hubbid
dunya, orang akhirnya selingkuh. Karena
hubbid dunya, tindakan berikutnya korupsi.
4
Sekali lagi sebab utamanya karena hubbid
dunya.

Hadirin yang Dirahmati Allah


4. Hati dicuci dengan menjauhkan diri dari
suka kekuasaan atau hubbur riyasah.
Karena sesunggunya kekuasaan sering
menyibukkan manusia dan memalingkannya
dari Allah Yang Maha Kuasa.

5. Hati harus dicuci dengan meninggalkan


suka dipuji atau hubbul mahmadah.
Pujian seringkali menenggelamkan manusia
dalam ke-Aku-annya yang mengakibatkan
kesombongan yang luar biasa.

6. Baiknya hati dicuci dari dendam (tarkul


hiqdi).
Meninggalkan dan melupakan dendam yang
secara otomatis akan membawa seseorang
tabah dan sabar menghadapi cobaan dan
rasa sakit dari orang lain yang disebut hamlul
adza.

Jamaah yang Berbahagia


7. Baiknya hati dicuci dengan tarkul hasad,
meninggalkan hasud yang sangat
berbahaya.
5
Karena hakikatnya hasad itu sebagaimana
bahayanya api yang dengan cepat membakar
kayu.

Demikian maasyiral muslimin, bahwa Hatim


memaknai wudhu secara bathin. Lalu
bagaimanakah caranya melaksanakan
shalat? Kemudian lanjut Hatim al-Asham:
Ketika memulai shalat aku merasa Ka'bah di
depanku, surga di kananku, neraka di
kiriku, shirathal mustaqim di telapak kakiku,
dan Izrail telah menunggu di belakangku yang
siap menyabut nyawa.

Inilah praktik qashrul amal atau pendeknya


angan-angan sehingga untuk beribadah lebih
ditingkatkan.

Jamaah yang Berbahagia


Demikianlah khutbah Jumat kali ini yang
disampaikan melalui kisah dan cerita.
Sesungguhnya dalam kisah itu terdapat
hikmah yang dapat dijadikan uswah bagi kita.
Ya Allah jadikanlah kami semua bagian dari
orang-orang yang beruntung yang mampu
menjalankan perintah-Mu secara benar dan
meninggalkan larangan dengan benar pula,
amin.
6

Anda mungkin juga menyukai