Anda di halaman 1dari 12

Kelompok 3

Salwa Helvia (2211401005)


Sepdina Harlianti (2211401009)
Jihad Ramadhani (2211401017)
Rindu Rahma Putri (2211401022)
Ilham Noer Zahid (2211401042)
Aldo Vitra (2211401048)
Syabella Annisa Lala (2211401049)
Mutiara Wulandari Elika (2211401056)

Mekanisme Apoptosis, Nekrosis dan Autofagi


Mekanisme Apoptosis, Nekrosis, & Autofagi

A. Mekanisme Apoptosis
Apoptosis merupakan jalur kematian sel dengan mengaktifkan enzim yang merusak DNA
inti sel itu sendiri dan protein pada inti dan sitoplasma. Fragmen sel yang mengalami apoptosis akan terlepas,
memberikan gambaran yang sesuai dengan namanya (apoptosis, "lepas"). Membran plasma sel apoptotik tetap
utuh, tetapi berubah sehingga sel dan fragmen yang terlepas akan menjadi target fagosit. Sel yang mati dan
fragmennya akan segera dibersihkan sebelum isi sel bocor keluar, sehingga tidak menimbulkan reaksi radang
pada pejamu. Apoptosis dalam hal ini berbeda dengan nekrosis, yang memberikan gambaran kerusakan
integritas membran, pencernaan enzimatik sel, bocornya isi sel, dan sering terjadi reaksi pejamu.
Apoptosis terjadi karena aktivasi enzim kaspase (disebut demikian karena merupakan protease
sistein yang membelah protein setelah menjadi sisa aspartik). Aktivasi kaspase tergantung dari keseimbangan
antara produksi protein pro dan anti-apoptotik. Dua jalur berbeda akan bersatu untuk mengaktifkan kaspase: jalur
mitokondria dan jalur reseptor kematian (Gambar 1-22). Walaupun kedua jalur ini dapat bertemu, namun masing-
masing diinduksi dalam kondisi berbeda, melibatkan molekul berbeda, dan mempunyai peran tersendiri pada
fisiologi dan penyakit.
1. Jalur Mitokondria (Intrinsik) pada Apoptosis

Mitokondria mengandung beberapa protein yang mampu menginduksi apoptosis; yang


termasuk protein ini ialah sitokrom C dan protein lain yang akan menetralkan penghambat apoptosis
endogen. Pilihan antara kehidupan dan kematian sel ditentukan oleh permeabilitas mitokondria, yang
diatur oleh keluarga yang terdiri atas lebih dari 20 protein, dengan prototip Bcl-2. Apabila sel tidak
mengandungi faktor pertumbuhan dan sinyal ketahanan hidup ("survival") lainnya, atau disampaikan
pada agen yang merusak DNA, atau mengakumulasi protein salah bentuk yang jumlahnya tidak bisa
diterima, maka, sejumlah sensor akan diaktifkan. Sensor ini merupakan bagian dari kelompok Bcl-2
disebut protein BH3.
hanya mengandungi sepertiga dari daerah konservasi multipel ("multiple conserved domains") dari kelompok
Bcl-2. Sebaliknya mereka akan mengaktifkan dua jenis dari kelompok pro apoptotik yang disebut Bax dan Bak,
yang mengalami dimerisasi, masuk ke dalam membran mitokondria, dan membentuk terowongan tempat
sitokrom c and protein mitokondria lain keluar menuju sitosol. Sensor ini akan menghambat molekul anti
apoptopik Bcl-2 dan Bc1-xL (lihat lanjut), sehingga memudahkan bocornya protein mitokondria. Sitokrom c,
dengan beberapa kofaktor, mengaktifkan kaspase-9.

Protein lain yang keluar dari mitokondria akan menghalangi aktivitas antagonis kaspase yang
berfungsi sebagai inhibitor apoptosis fisiologis. Hasil akhir ialah aktivasi kaskade kaspase, dengan akibat
terjadinya fragmentasi inti. Sebaliknya apabila sel terpapar pada faktor pertumbuhan dan sinyal ketahanan hidup
("survival") lain, akan terjadi sintesa anti apoptotik dari kelompok Bc1-2, dan ada dua jenis terpenting adalah Bcl-
2 sendiri dan Bc1-xL. Protein ini melawan Bax dan Bak, dan menghambat keluarnya protein pro apoptotik
mitokondria. Sel yang kekurangan faktor pertumbuhan tidak saja mengaktifkan Bax dan Bak yang proapoptotik
tetapi juga menunjukkan kadar Bcl-2 dan Bc1-xL yang menurun, sehingga menggiring sel menuju kematian.
Jalur mitokondria agaknya merupakan jalur penyebab apoptosis yang tersering, dan akan dibahas kemudian.
2. Jalur Reseptor Kematian (Ekstrinsik) Apoptosis

Banyak sel mengekspresikan molekul permukaan, disebut reseptor kematian, yang memicu
apoptosis. Umumnya sel tersebut termasuk golongan reseptor faktor nekrosis tumor (TNF), yang mengandungi
"daerah kematian" pada sitoplasmanya, disebut demikian karena terjadi interaksi dengan protein lain yang
terlibat dalam kematian sel. Reseptor kematian prototipik adalah reseptor TNF tipe 1 dan Fas (CD95). Ligan
Fas (FasL) merupakan protein membran yang berekspresi terutama pada limfosit T yang aktif. Apabila sel T ini
mengenali target yang mengekspresikan Fas, maka molekul Fas akan diikat silang oleh FasL dan mengikat
protein adaptor melalui daerah kematian.

Kemudian terjadi pengumpulan dan aktivasi kaspase-8. Pada banyak jenis sel kaspase-8 akan
terbelah dan mengaktifkan proapoptotik kelompok Bcl-2 yang disebut Bid, dan mengisi jalur mitokondria.
Kombinasi aktivasi kedua jalur akan merupakan pukulan telak yang mematikan pada sel. Protein sel,
khususnya antagonis kaspase yang disebut FLIP, akan menghambat aktivitas kaspase pada bagian hilir dari
reseptor kematian. Menarik adalah bahwa beberapa virus membentuk homolog dari FLIP, dan diperkirakan hal
ini merupakan mekanisme virus agar sel yang terinfeksi tetap hidup. Jalur reseptor kematian terlibat dalam
eliminasi limfosit reaktif dan dalam mematikan sel target oleh limfosit T sitotoksik.
B. MEKANISME NEKROSIS
Seperti yang dijelaskan sejak awal, nekrosis merupakan kematian sel akibatcedera (jejas) yang
bersifat Irreversible. Ketika sel mengalami gangguan, maka selakan berusaha beradaptasi dengan jalan
hipertrofi, hiperplasia, atrofi, dan metaplasia supaya dapat mengembalikan keseimbangan tubuh.Namun,
ketika sel tidak mampuuntuk beradaptasi, sel tersebut akan mengalami jejas atau cedera. Jejas tersebut
dapatkembali dalam keadaan normal, apabila penyebab jejas hilang (reversible).Tetapi ketika jejas tersebut
berlangsung secara kontinu, maka akan terjadi jejas yang bersifat irreversible
(tidak bisa kembali normal) dan selanjutnya akan terjadi kematian sel.
Mekanisme cedera secara biokimia adalah sebagai berikut (Kumar; Cotran &Robbins, 2007):1.
1. Deplesi ATP
ATP penting bagi setiap proses yang terjadi dalam sel, sepertimempertahankan osmolaritas seluler, proses
transport, sintesis protein, dan jalur metabolik dasar. Hilangnya sintesis ATP menyebabkan penutupan segera
jalur homeostasis.

2.Deprivasi oksigen
Kekurangan oksigen mendasari patogenesis jejas sel pada iskemia.

3.Hilangnya homeostasis kalsium


Kalsium bebas sitosol normalnya dipertahankan oleh transpor kalsiumyang bergantung pada ATP. Iskemia
atau toksin menyebabkan masuknyakalsium ekstrasel diikuti pelepasan kalsium dari deposit intrasel.
Peningkatankalsium sitosol akan mengaktivasi fosfolipase (pencetus kerusakan membran)
protease (katabolisator protein membran dan struktural), ATPase(mempercepat deplesi ATP), dan endonuklease
(pemecah materi genetik).4.

4. Defek permeabilitas membran plasma


Membran plasma dapat langsung dirusak oleh toksin bakteri, virus,komponen komplemen, limfosit sitolitik,
agen fisik maupun kimiawi.Perubahan permeabilitas membran dapat juga disebabkan oleh hilangnyasintesis
ATP atau aktivasi fosfolipase yang dimediasi kalsium.5.

5. Kerusakan mitokondria
Peningkatan kalsium sitosol, stress oksidatif intrasel dan produk pemecahan lipid menyebabkan pembentukan
saluran membran mitokondriainterna dengan kemampuan konduksi yang tinggi. Pori nonselektif
inimemungkinkan gradien proton melintasi membran mitokondria sehinggamencegah pembentukan ATP
C. MEKANISME AUTOFAG

Autofag ("memakan diri sendiri") diartikan dengan pencernaan lisosomal atas komponen sel itu
sendiri. Merupakan upaya agar tetap hidup pada saat terjadi kekurangan nutrisi, sehingga sel yang kelaparan
tetap hidup dengan memakan isi selnya sendiri dan mendaur-ulangnya untuk menghasilkan nutrisi dan energi.
Pada proses ini, pertama terjadi pemecahan organel intrasel dan bagian dari sitosol di dalam vakuol autofag,
yang terbentuk dari daerah bebas ribosom pada ER. Vakuol akan bersatu dengan lisosom untuk membentuk
autophagolysosome, dimana enzim lisosom mencerna komponen sel. Autofag dipicu oleh kompleks multi
protein yang mendeteksi adanya kekurangan gizi dan menstimulasi pembentukan vakuol autofag. Dengan
berjalannya waktu, sel yang kelaparan akhirnya tidak dapat mencukupi kebutuhannya hanya dengan memakan
dirinya; pada stadium ini, autofag juga akan memberikan sinyal kematian sel melalui apoptosis.

Autofag juga terlibat dalam pembersihan protein salah bentuk, misalnya pada neuron dan sel
hepar. Karena itu, autofag yang defek dapat mengakibatkan kematian neuron yang terjadi karena akumulasi
protein ini dan kemudian mengakibatkan penyakit neurodegeneratif. Sebaliknya, aktivasi farmakologik autofag
akan membatasi penimbunan protein salah bentuk di sel hati pada binatang percobaan sehingga mengurangi
fibrosis hati. Polimorfisme gen yang terlibat pada autofag dikaitkan dengan penyakit radang usus, tetapi
hubungan mekanisme antara autofag dan radang usus tidak jelas. Peran autofag pada kanker. Dengan
demikian, jalur ketahanan hidup pada sel yang dulu dianggap remeh terbukti berperan luas pada penyakit
manusia
Autofagi sebenarnya adalah mekanisme alami tubuh untuk bertahan hidup. Dengan mempelajari ini
para ilmuwan berusaha memahami bagaimana manusia menghadapi situasi ekstrem. Penemuan Ohsumi
membuka jalan untuk memahami pentingnya authophagy dalam berbagai proses fisiologis, misalnya adaptasi
pada kelaparan atau respon infeksi. Tubuh kita memiliki triliunan sel dengan bentuk yang bermacam-macam.
Seiring berjalannya waktu, sel tubuh dapat rusak atau mengalami penurunan fungsi. Pemicunya beragam, mulai
dari pertambahan usia hingga adanya kondisi kesehatan tertentu. Jika sel-sel yang rusak dibiarkan tumbuh dan
berkembang tanpa terkendali, dapat terjadi gangguan kesehatan, termasuk meningkatnya risiko terkena kanker.
Nah, di sinilah peran autofagi diperlukan. Mekanisme autofagi ibarat menekan tombol “reset” atau
detoks tubuh yang akan meregenerasi sel-sel tubuh. Autofagi bisa terjadi secara alami, tetapi ada sejumlah faktor
yang diketahui dapat mempercepat prosesnya. Salah satu yang paling efektif adalah puasa, termasuk metode diet
puasa intermiten.

Ketika berpuasa, tubuh tidak mendapatkan asupan makanan selama berjam-jam dan membuat sel-
sel tubuh menjadi “kelaparan”. Di saat inilah, proses autofagi bekerja untuk menghancurkan sel yang sudah rusak
dan menggantinya dengan yang baru. Saat mengaktifkan mekanisme autofagi melalui puasa dan membuat tubuh
berada pada fase ketosis, umumnya akan muncul beberapa gejala tertentu, seperti penurunan nafsu makan,
munculnya bau keton (bau seperti buah atau bau logam), rasa lelah, dan penurunan berat badan akibat terpicunya
pemecahan lemak.

Anda mungkin juga menyukai