Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

UNSUR DAN MATERI PENYUSUN


BAHAN BAKAR BIO-FUEL

OLEH KELOMPOK 5:
LEONARDO (220203501007)
HIDAYAT AL RIZKY (220203502011)
ISHAR (220203501004)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK OTOMOTIF S1


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
yang berjudul "Unsur dan Materi Penyusun Bahan Bakar Biofuel" ini sesuai dengan
petunjuk, kemampuan, serta ilmu pengetahuaan yang penulis miliki.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini, semoga makalah ini bemanfaat
khususnya bagi penulis, umumnya bagi siapa saja yang membacanya.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari teman-teman yang
bersifatmembangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 16 Februari 2023

Penyusun,

1
DAFTAR ISI

Unsur dan Materi Penyusun Bahan Bakar Biofuel


KATA PENGANTAR............................................................................................................1
DAFTAR ISI...........................................................................................................................2
PENDAHULUAN..................................................................................................................3
1.1. Latar Belakang........................................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................................3
1.3. Tujuan Makalah.......................................................................................................3
PEMBAHASAN.....................................................................................................................4
2.1. Pengertian Bio-Fuel.................................................................................................4
2.2. Jenis-jenis Biofuel...................................................................................................4
2.2.1. Biodiesel..........................................................................................................4
2.2.2. Bioetanol.........................................................................................................5
2.2.3. Biogas..............................................................................................................5
2.3. Sifat dan Karakteristik Biofuel................................................................................6
2.3.1. Sifat dan Karakteristik Biodiesel......................................................................6
2.3.2. Sifat dan karakteristik bioetanol......................................................................6
2.3.3. Sifat dan karakteristik biogas...........................................................................7
2.4. Unsur Penyusun Bahan Bakar Biofuel....................................................................8
2.4.1. Unsur Penyusun Biodiesel...............................................................................8
2.4.2. Unsur Penyusun Bioetanol..............................................................................8
2.4.3. Unsur Penyusun Biogas...................................................................................9
2.5. Bahan Baku Pembuatan Biofuel............................................................................11
2.5.1. Bahan baku pembuatan biodiesel.................................................................11
2.5.2. Bahan baku pembuatan bioetanol................................................................12
2.5.3. Bahan baku pembuatan biogas.....................................................................13
2.6. Contoh Kasus yang Berkaitan dengan Biofuel......................................................13
PENUTUP............................................................................................................................16
3.1. Kesimpulan...........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................26

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Biofuel atau bahan bakar nabati adalah bahan bakar yang dihasilkan
dari bahan organik, seperti sisa-sisa tanaman, limbah pertanian, dan limbah
industri. Biofuel menjadi semakin populer sebagai alternatif bahan bakar
fosil karena memiliki beberapa keuntungan, seperti lebih ramah lingkungan
dan berpotensi lebih terbarukan.Dalam makalah mengenai unsur dan materi
penyusun biofuel, perlu dipahami terlebih dahulu bahwa biofuel dapat dibagi
menjadi dua jenis utama: biofuel cair dan biofuel padat. Biofuel cair adalah
bahan bakar yang digunakan untuk menggerakkan mesin, seperti biodiesel
dan etanol. Biofuel padat, di sisi lain, digunakan untuk memanaskan atau
memasak, seperti kayu bakar dan arang.
Untuk membuat biofuel, bahan organik tersebut harus melalui
serangkaian proses yang kompleks. Proses ini melibatkan bahan-bahan kimia
dan teknologi khusus untuk mengubah bahan organik menjadi bahan bakar.
Dalam makalah tentang unsur dan materi penyusun biofuel, akan dibahas
lebih lanjut mengenai bahan-bahan kimia dan teknologi yang digunakan
dalam produksi biofuel.Selain itu, perlu juga dipahami bahwa produksi
biofuel dapat mempengaruhi lingkungan dan masyarakat setempat.
Makalah ini dapat bermanfaat bagi para ilmuwan, pengusaha, dan
pembuat kebijakan yang tertarik untuk mengembangkan industri biofuel
yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa itu biofuel?
2. Apa saja jenis-jenis biofuel?
3. Bagaimana sifat dan karakteristik bahan bakar biofuel?
4. Apa saja unsur dan materi penyusun bahan bakar biofuel?
1.3. Tujuan Makalah
Tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui apa itu biofuel beserta jenis-
jenisnya dan mengenal unsur dan materi penyusun biofuel.

3
BAB II

PEMBAHASAN

1.1. Pengertian Bio-Fuel


Biofuel atau bahan bakar nabati adalah jenis bahan bakar yang
diproduksi dari bahan-bahan organik seperti tanaman, sisa-sisa pertanian,
dan limbah organik. Biofuel umumnya digunakan sebagai pengganti bahan
bakar fosil yang semakin langka dan berdampak negatif terhadap
lingkungan.Penggunaan biofuel diharapkan dapat mengurangi emisi gas
rumah kaca dan membantu mengatasi krisis energi. Beberapa jenis biofuel
yang umum digunakan antara lain etanol, biodiesel, biogas, dan biomassa.
Produksi biofuel dilakukan melalui proses fermentasi, distilasi,
transesterifikasi, dan sintesis.
1.2. Jenis-jenis Biofuel
1.2.1. Biodiesel
Biodiesel adalah bahan bakar yang dihasilkan dari minyak nabati atau
lemak hewan yang diubah menjadi metil ester melalui proses
transesterifikasi. Biodiesel dapat digunakan sebagai pengganti bahan
bakar diesel yang umum digunakan di kendaraan dan mesin industri.
Sumber utama minyak nabati yang digunakan untuk produksi biodiesel di
Indonesia adalah kelapa sawit.
Produksi biodiesel dari kelapa sawit di Indonesia dimulai pada awal
2000-an dan terus meningkat seiring dengan peningkatan permintaan
pasar. Pemerintah Indonesia telah menetapkan target penggunaan
biodiesel sebesar 30% dari total konsumsi bahan bakar solar pada tahun
2020, dengan harapan dapat mengurangi ketergantungan pada impor
bahan bakar dan mengurangi emisi gas rumah kaca.
Meskipun biodiesel memiliki beberapa keuntungan seperti ramah
lingkungan dan dapat dihasilkan dari sumber daya lokal, namun produksi
biodiesel juga memiliki dampak negatif terhadap lingkungan seperti

4
deforestasi dan kerusakan habitat satwa liar akibat ekspansi perkebunan
kelapa sawit.
1.2.2. Bioetanol
Bioetanol adalah jenis bahan bakar alternatif yang dihasilkan dari
fermentasi biomassa seperti jagung, tebu, kayu, atau jerami. Bioetanol
dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk kendaraan bermotor, mesin
pembangkit listrik, dan berbagai aplikasi lainnya.
Proses pembuatan bioetanol melibatkan beberapa tahap, seperti
penghancuran bahan baku, pemanasan, pengenceran dengan air,
penambahan ragi atau mikroorganisme penghasil enzim, dan fermentasi.
Setelah proses fermentasi selesai, bioetanol dihasilkan dan kemudian
diproses untuk memurnikan dan menghilangkan kotoran atau kontaminan
lainnya.
Penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif menjadi semakin
populer karena memiliki beberapa keuntungan, seperti dapat mengurangi
emisi gas rumah kaca, lebih ramah lingkungan, dan dapat dihasilkan dari
bahan baku yang tersedia dan dapat diperbarui.
1.2.3. Biogas
Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan
organik seperti limbah pertanian, limbah makanan, dan limbah manusia
oleh bakteri anaerobik. Biogas terutama terdiri dari metana (CH4) dan
karbon dioksida (CO2), tetapi juga dapat mengandung gas-gas lain
seperti nitrogen, hidrogen sulfida, dan air.
Biogas dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif yang ramah
lingkungan. Di Indonesia, biogas sering digunakan sebagai sumber
energi untuk memasak dan penerangan di daerah pedesaan. Sumber
utama bahan baku untuk produksi biogas di Indonesia adalah limbah
pertanian, seperti kotoran ternak dan limbah tanaman.
Produksi biogas di Indonesia telah berkembang pesat dalam beberapa
tahun terakhir, terutama di daerah pedesaan yang memiliki potensi
sumber bahan baku yang besar. Selain memberikan sumber energi yang
ramah lingkungan dan murah, produksi biogas juga dapat membantu

5
mengurangi masalah lingkungan seperti pencemaran air dan udara akibat
limbah pertanian.
1.3. Sifat dan Karakteristik Biofuel
1.3.1. Sifat dan Karakteristik Biodiesel
Berikut ini adalah beberapa sifat dan karakteristik biodiesel:
a) Kandungan energi: Biodiesel memiliki kandungan energi yang
lebih rendah dibandingkan dengan diesel minyak bumi. Kandungan
energi biodiesel sekitar 90% dari diesel minyak bumi.
b) Viskositas: Biodiesel memiliki viskositas yang lebih tinggi
daripada diesel minyak bumi. Viskositas biodiesel bervariasi
tergantung pada bahan baku dan proses produksinya.
c) Titik nyala dan titik beku: Biodiesel memiliki titik nyala yang lebih
tinggi daripada diesel minyak bumi. Selain itu, biodiesel juga
memiliki titik beku yang lebih tinggi, sehingga biodiesel dapat
mengalami kristalisasi pada suhu yang lebih rendah.
d) Emisi gas buang: Biodiesel memiliki emisi gas buang yang lebih
rendah dibandingkan dengan diesel minyak bumi. Emisi gas buang
biodiesel memiliki kadar karbon monoksida, hidrokarbon, dan
partikel yang lebih rendah.
e) Sifat pelumas: Biodiesel memiliki sifat pelumas yang lebih baik
daripada diesel minyak bumi. Oleh karena itu, penggunaan
biodiesel dapat meningkatkan umur pakai mesin.
f) Biodegradabilitas: Biodiesel merupakan bahan bakar yang mudah
terurai dan dapat diurai oleh mikroorganisme dalam lingkungan.
1.3.2. Sifat dan karakteristik bioetanol
Berikut ini adalah beberapa sifat dan karakteristik bioetanol:
a) Kandungan energi: Bioetanol memiliki kandungan energi yang
lebih rendah daripada bensin. Kandungan energi bioetanol sekitar
67% dari bensin.
b) Rasio campuran: Bioetanol umumnya dicampur dengan bensin
dalam rasio tertentu. Rasio campuran yang umum adalah E10, yaitu
campuran 10% bioetanol dengan 90% bensin.

6
c) Titik didih: Bioetanol memiliki titik didih yang lebih rendah
daripada bensin, sehingga dapat mengurangi emisi gas buang pada
suhu rendah.
d) Pelarut: Bioetanol adalah bahan pelarut yang baik, sehingga
digunakan dalam industri kimia dan farmasi.
e) Ramah lingkungan: Penggunaan bioetanol dapat mengurangi emisi
gas rumah kaca, karena bioetanol adalah bahan bakar yang dapat
diperbarui dan dapat diurai oleh mikroorganisme dalam
lingkungan.
f) Korosi: Bioetanol memiliki sifat korosif yang lebih tinggi daripada
bensin, sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada sistem bahan
bakar mesin.
1.3.3. Sifat dan karakteristik biogas
Berikut ini adalah beberapa sifat dan karakteristik biogas:
a) Komposisi: Biogas terdiri dari gas metana (CH4) dan gas karbon
dioksida (CO2) dengan perbandingan kira-kira 60:40. Biogas juga
dapat mengandung sejumlah kecil gas lain seperti hidrogen sulfida
(H2S), nitrogen (N2), dan oksigen (O2).
b) Kandungan energi: Biogas memiliki kandungan energi yang lebih
rendah daripada bahan bakar fosil seperti bensin atau solar. Namun,
biogas dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan
energi listrik, panas atau sebagai bahan bakar kendaraan.
c) Emisi gas rumah kaca: Biogas dihasilkan dari proses penguraian
bahan organik dan oleh karena itu dianggap sebagai bahan bakar
yang bersih dan ramah lingkungan. Selain itu, penggunaan biogas
juga dapat mengurangi emisi gas rumah kaca karena biogas
menghasilkan gas karbon dioksida yang lebih sedikit daripada
bahan bakar fosil.
d) Korosif: Biogas dapat menyebabkan korosi pada material yang
terbuat dari logam seperti baja, aluminium dan tembaga. Oleh
karena itu, perlu dilakukan perawatan dan pengelolaan dengan
benar pada sistem penyimpanan dan penggunaan biogas.

7
e) Bahan tambahan: Biogas dapat diperkaya dengan bahan tambahan
seperti gas alam atau hidrogen sehingga meningkatkan nilai kalor
dan kualitasnya.
1.4. Unsur Penyusun Bahan Bakar Biofuel
1.4.1. Unsur Penyusun Biodiesel
Biodiesel terdiri dari campuran berbagai jenis ester yang dihasilkan
dari proses transesterifikasi minyak nabati atau lemak hewan dengan
alkohol. Ester yang paling umum digunakan dalam produksi biodiesel
adalah metil ester.Biodiesel juga mengandung beberapa unsur lain seperti
oksigen, hidrogen, dan karbon. Beberapa unsur ini berasal dari bahan
baku yang digunakan dalam produksi biodiesel, seperti minyak nabati
atau lemak hewan.
Kandungan unsur dalam biodiesel dapat berbeda-beda tergantung
pada jenis bahan baku yang digunakan dan proses produksinya. Namun
secara umum, biodiesel memiliki kandungan oksigen yang lebih tinggi
dibandingkan dengan bahan bakar diesel konvensional, sehingga dapat
mengurangi emisi gas buang yang berbahaya bagi lingkungan.
1.4.2. Unsur Penyusun Bioetanol
Bioetanol adalah jenis biofuel yang dihasilkan dari fermentasi bahan
baku organik, seperti gula, pati, dan selulosa. Berikut adalah unsur
penyusun bioetanol:
a) Glukosa atau gula sederhana
Glukosa adalah jenis gula sederhana yang merupakan sumber
utama energi untuk tubuh manusia dan hewan. Glukosa sering
disebut sebagai gula darah karena kadar glukosa yang tepat dalam
darah sangat penting untuk kesehatan tubuh.
b) Fruktosa atau gula buah
Fruktosa adalah jenis gula alami yang ditemukan dalam buah-
buahan, madu, dan beberapa sayuran. Fruktosa juga merupakan
jenis karbohidrat sederhana yang digunakan sebagai pemanis
tambahan dalam makanan dan minuman olahan.

8
c) Pati atau amilum
Pati atau Amilum adalah jenis karbohidrat kompleks yang
ditemukan dalam biji-bijian, umbi-umbian, dan beberapa jenis
sayuran. Amilum adalah sumber utama energi untuk manusia dan
hewan.
d) Selulosa atau serat tumbuhan
Selulosa adalah jenis karbohidrat kompleks yang ditemukan
dalam dinding sel tanaman dan serat tumbuhan. Selulosa
memiliki struktur molekuler yang rumit dan berfungsi untuk
memberikan kekuatan dan kekerasan pada tanaman.
Glukosa dan fruktosa dapat diperoleh dari bahan baku berupa sari
buah-buahan atau molase, sedangkan pati dan selulosa dapat diperoleh
dari bahan baku seperti jagung, gandum, singkong, jerami, dan limbah
kayu.
1.4.3. Unsur Penyusun Biogas
Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses anaerobik atau tanpa
udara dari bahan baku organik seperti limbah pertanian, limbah makanan,
limbah kotoran ternak, dan lain sebagainya. Berikut adalah unsur
penyusun biogas:
a) Metana (CH4)
Metana adalah gas yang paling penting dalam biogas karena
merupakan komponen utama yang menyumbang sekitar 50-70%
dari total komposisi gas. Metana dihasilkan selama proses
pembusukan bahan organik di dalam reaktor biogas, yang disebut
sebagai proses anaerobik. Bahan organik yang dapat diolah
melalui proses anaerobik antara lain limbah pertanian, limbah
industri, limbah makanan, dan limbah kota.
Metana memiliki nilai kalor yang tinggi, sehingga dapat
digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan
dan berpotensi untuk mengurangi ketergantungan pada bahan
bakar fosil. Biogas yang mengandung metana juga dapat

9
dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik dan panas melalui
pembangkit listrik tenaga biogas atau sistem kogenerasi.
b) Karbon dioksida (CO2)
Karbon dioksida (CO2) memiliki peran penting dalam
pembentukan biogas. Biogas adalah gas yang dihasilkan dari
proses penguraian bahan organik oleh bakteri dalam kondisi
anaerobik (tanpa oksigen). Bahan organik ini dapat berasal dari
limbah pertanian, limbah makanan, limbah ternak, dan limbah
lainnya.
Proses pembentukan biogas melibatkan dua jenis bakteri, yaitu
bakteri pengurai dan bakteri pembentuk gas. Bakteri pengurai
pertama menguraikan bahan organik menjadi senyawa-senyawa
sederhana seperti asam lemak dan asam amino. Bakteri
pembentuk gas kemudian mengubah senyawa-senyawa tersebut
menjadi gas metana (CH4) dan CO2.
CO2 yang dihasilkan selama proses pembentukan biogas
memiliki beberapa peran penting. Pertama, CO2 membantu
mempertahankan kondisi anaerobik yang dibutuhkan oleh bakteri
pembentuk gas. Kedua, CO2 membantu mengontrol pH dalam
reaktor biogas. Ketika jumlah CO2 meningkat, pH dalam reaktor
akan menurun dan mencegah pertumbuhan bakteri pengurai yang
merugikan.
c) Nitrogen (N2)
Nitrogen (N2) juga memiliki peran penting dalam
pembentukan biogas. Nitrogen merupakan komponen utama
udara dan biasanya terlarut dalam bahan organik yang digunakan
sebagai bahan baku pembuatan biogas. Selain itu, nitrogen juga
diperlukan oleh bakteri pembentuk gas untuk sintesis protein
selama proses metabolisme.
Proses pembentukan biogas memerlukan rasio C:N (Carbon to
Nitrogen ratio) yang tepat agar proses penguraian dapat
berlangsung optimal. Rasio C:N yang ideal biasanya berkisar

10
antara 20:1 hingga 30:1, tergantung pada jenis bahan baku yang
digunakan.
d) Hidrogen sulfida (H2S)
Hidrogen sulfida (H2S) merupakan senyawa gas yang
dihasilkan selama proses pembentukan biogas. H2S memiliki bau
yang sangat menyengat dan dapat berbahaya bagi kesehatan
manusia jika terhirup dalam jumlah besar. Oleh karena itu, H2S
perlu dihilangkan dari biogas sebelum digunakan sebagai sumber
energi.
H2S dapat dihilangkan dari biogas dengan beberapa metode,
seperti adsorpsi dengan menggunakan bahan adsorben seperti
karbon aktif, oksidasi dengan menggunakan senyawa oksidator
seperti hydrogen peroksida, atau penggunaan mikroorganisme
pengoksidasi H2S.
Metana adalah komponen utama dalam biogas, dengan persentase
yang berkisar antara 50-70%. Karbon dioksida biasanya menjadi
komponen kedua yang paling banyak, dengan persentase sekitar 30-45%.
Nitrogen dan hidrogen sulfida merupakan komponen minor dalam
biogas.
1.5. Bahan Baku Pembuatan Biofuel
1.5.1. Bahan baku pembuatan biodiesel
Biodiesel dapat dibuat dari berbagai jenis bahan baku, antara lain:
e) Minyak nabati: Bahan baku yang paling umum digunakan dalam
produksi biodiesel adalah minyak nabati, seperti minyak kedelai,
minyak kelapa sawit, minyak bunga matahari, minyak jarak, dan
lain sebagainya.
f) Lemak hewani: Lemak hewani, seperti lemak sapi, lemak babi,
dan lemak unggas, juga dapat digunakan sebagai bahan baku
biodiesel. Namun, penggunaannya terbatas karena masalah
keamanan pangan.

11
g) Minyak limbah: Limbah minyak goreng bekas dari restoran,
hotel, atau rumah tangga dapat dijadikan bahan baku biodiesel
setelah melalui proses penyulingan dan pembersihan.
h) Tanaman yang tidak dimakan: Tanaman yang tidak dimakan,
seperti jarak pagar, jarak kepyar, dan tanaman liar lainnya, dapat
dijadikan bahan baku biodiesel. Jarak pagar dan jarak kepyar
menghasilkan minyak yang berkualitas baik untuk biodiesel.
i) Alga: Alga adalah sumber bahan baku yang potensial untuk
biodiesel karena dapat tumbuh cepat dan menghasilkan minyak
dalam jumlah yang besar.
j) Limbah organik: Limbah organik, seperti limbah taman, limbah
pertanian, dan limbah kota, juga dapat dijadikan bahan baku
biodiesel melalui proses pengolahan dan fermentasi.
1.5.2. Bahan baku pembuatan bioetanol
Bioetanol dapat dibuat dari berbagai bahan baku yang mengandung
gula atau pati, seperti jagung, tebu, singkong, tumbuhan jenis sorghum,
limbah pertanian, dan limbah industri. Beberapa bahan baku yang umum
digunakan dalam pembuatan bioetanol adalah sebagai berikut:
a) Tebu: Tanaman tebu adalah bahan baku bioetanol yang paling
umum digunakan di Indonesia. Tebu mengandung cukup banyak
sukrosa yang dapat diubah menjadi bioetanol melalui proses
fermentasi.
b) Singkong: Singkong juga merupakan salah satu bahan baku
bioetanol yang banyak dihasilkan di Indonesia. Singkong
mengandung pati yang dapat diubah menjadi glukosa, yang
kemudian dapat difermentasi menjadi bioetanol.
c) Jagung: Biji jagung mengandung pati yang dapat diubah menjadi
bioetanol melalui proses fermentasi. Jagung adalah bahan baku
bioetanol yang paling umum digunakan di Amerika Serikat.
d) Limbah Pertanian: Limbah pertanian seperti jerami padi dan
tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dapat dimanfaatkan sebagai

12
bahan baku bioetanol melalui proses pretreatment dan hidrolisis
enzimatik.
1.5.3. Bahan baku pembuatan biogas
a) Limbah Ternak: Limbah ternak, seperti kotoran sapi, babi, dan
ayam, dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biogas.
Pada prosesnya, kotoran ternak dicampur dengan air dan
dimasukkan ke dalam sistem reaktor anaerobik untuk
menghasilkan biogas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
limbah kotoran sapi dapat menghasilkan biogas dengan
kandungan metana sekitar 55-60% (Riyanto et al., 2020).
b) Limbah Pertanian: Limbah pertanian, seperti jerami, sekam padi,
dan hijauan lainnya, juga bisa digunakan sebagai bahan baku
pembuatan biogas. Jerami dan sekam padi sering digunakan
sebagai bahan baku utama di banyak negara Asia. Studi yang
dilakukan oleh Hossain et al. (2018) menunjukkan bahwa jerami
padi dapat menghasilkan biogas dengan kandungan metana
sekitar 57-59%.
c) Limbah Makanan: Limbah makanan, seperti sisa-sisa makanan
dari restoran dan pasar, juga dapat dijadikan bahan baku untuk
pembuatan biogas. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Babatunde et al. (2020), limbah makanan yang terdiri dari
sayuran, buah-buahan, dan bahan organik lainnya dapat
menghasilkan biogas dengan kandungan metana sekitar 65%.
1.6. Contoh Kasus yang Berkaitan dengan Biofuel
1.6.1. Sebuah pabrik biofuel menghasilkan bahan bakar dari limbah organik
yang dikumpulkan dari restoran dan hotel. Namun, pengumpulan limbah
organik ini juga menghasilkan limbah yang harus diolah dan
memerlukan energi tambahan. Apakah ini masih dianggap sebagai
keberlanjutan biofuel? Jika tidak, apa yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan keberlanjutan?
Pembahasan: Pengumpulan limbah organik dari restoran dan hotel untuk
produksi biofuel masih dapat dianggap sebagai keberlanjutan biofuel

13
karena bahan baku yang digunakan merupakan limbah yang akan
dihasilkan di tempat lain. Namun, untuk meningkatkan keberlanjutan,
perusahaan dapat memperbaiki proses pengumpulan dan pengolahan
limbah organik untuk mengurangi limbah dan meminimalkan
penggunaan energi tambahan. Selain itu, perusahaan dapat
mempertimbangkan penggunaan teknologi yang lebih efisien dan
inovatif dalam produksi biofuel.
1.6.2. Sebuah perusahaan memproduksi biofuel dari sumber daya alam
lokal, seperti kayu dan limbah pertanian. Namun, produksi biofuel ini
menghasilkan limbah dan polusi lingkungan yang merusak lingkungan
sekitar. Bagaimana perusahaan dapat meningkatkan keberlanjutan
produksi biofuel mereka?
Pembahasan: Untuk meningkatkan keberlanjutan produksi biofuel dari
kayu dan limbah pertanian, perusahaan dapat mengadopsi praktik-
praktik ramah lingkungan dalam produksinya, seperti menggunakan
teknologi yang lebih efisien dalam pengolahan limbah atau memperkecil
limbah yang dihasilkan. Selain itu, perusahaan dapat
mempertimbangkan penggunaan bahan baku alternatif yang lebih ramah
lingkungan.
1.6.3. Sebuah perusahaan memproduksi biofuel dari sumber daya alam
lokal, seperti kayu dan limbah pertanian. Namun, produksi biofuel ini
menghasilkan limbah dan polusi lingkungan yang merusak lingkungan
sekitar. Bagaimana perusahaan dapat meningkatkan keberlanjutan
produksi biofuel mereka?
Pembahasan: Untuk mengatasi masalah kekurangan bahan baku dalam
produksi biofuel, negara dapat memperluas sumber daya bahan baku
dengan memanfaatkan bahan baku alternatif yang tersedia, seperti
limbah pertanian atau limbah organik. Selain itu, negara dapat
mempromosikan penggunaan teknologi yang lebih efisien dan inovatif
dalam produksi biofuel untuk meningkatkan efisiensi penggunaan bahan
baku yang ada.

14
1.6.4. Sebuah pabrik biofuel memproduksi biodiesel dari minyak jarak pagar
dan memasarkannya ke wilayah yang jauh. Namun, transportasi biofuel
ini menggunakan bahan bakar fosil dan menyebabkan emisi gas rumah
kaca. Apakah ini termasuk ke dalam keberlanjutan biofuel? Jika tidak,
apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi emisi?
Pembahasan: Meskipun transportasi biofuel menggunakan bahan bakar
fosil dan menghasilkan emisi gas rumah kaca, hal ini masih dapat
dianggap sebagai keberlanjutan biofuel karena emisi yang dihasilkan
dari produksi dan penggunaan biofuel jauh lebih rendah dibandingkan
dengan bahan bakar fosil. Namun, untuk meningkatkan keberlanjutan,
perusahaan dapat mempertimbangkan untuk menggunakan transportasi
yang lebih ramah lingkungan, seperti transportasi kereta atau kapal yang
menggunakan energi terbarukan.
1.6.5. Sebuah perusahaan energi mengembangkan biofuel dari bahan baku
kelapa sawit untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Namun, beberapa
kelompok lingkungan mengkritik produksi biofuel ini karena deforestasi
yang terjadi akibat perluasan perkebunan kelapa sawit. Bagaimana Anda
menanggapi konflik ini?
Pembahasan: Konflik antara pengembangan biofuel dari bahan baku
kelapa sawit dan deforestasi dapat diatasi dengan memperhatikan
prinsip-prinsip keberlanjutan dalam produksi biofuel. Perusahaan energi
dapat memastikan bahwa bahan baku yang digunakan berasal dari
perkebunan kelapa sawit yang telah diatur dengan baik dan tidak
merusak hutan alami atau mengorbankan habitat satwa liar. Selain itu,
perusahaan harus berupaya untuk meminimalkan dampak lingkungan
dari produksi biofuel, seperti limbah atau polusi, dan memastikan bahwa
produksi biofuel tidak menimbulkan masalah sosial di masyarakat lokal.
1.6.6.

15
BAB III

PENUTUP

1.1. Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa biofuel adalah bahan
bakar alternatif yang dibuat dari bahan organik seperti tanaman dan limbah
organik. Biofuel dapat digunakan untuk menggantikan bahan bakar fosil
seperti bensin dan diesel, dan penggunaannya memiliki potensi untuk
mengurangi emisi gas rumah kaca dan ketergantungan pada bahan bakar
fosil yang semakin langka.Namun, penggunaan biofuel juga memiliki
beberapa kekhawatiran terkait dampaknya terhadap lingkungan dan
kesehatan manusia, seperti penggunaan air dan pupuk yang besar, serta
dampak dari proses produksi dan pengangkutan biofuel yang dapat
meningkatkan emisi gas rumah kaca.
Untuk memaksimalkan manfaat dari penggunaan biofuel dan
mengurangi dampak negatifnya, perlu dilakukan riset dan pengembangan
yang terus-menerus dalam bidang ini. Dengan demikian, kita dapat
memahami potensi dan batasan dari bahan bakar alternatif ini, serta mencari
solusi untuk mengurangi dampak negatifnya terhadap lingkungan dan
kesehatan manusia.
Dalam kesimpulannya, penggunaan biofuel sebagai bahan bakar
alternatif yang ramah lingkungan dan berkelanjutan merupakan pilihan yang
menjanjikan untuk masa depan, namun perlu dilakukan dengan bijak dan
bertanggung jawab.

16
BAB IV

CONTOH KASUS TENTANG BIFUEL

1.2. Dampak Pengembangan Industri Biodiesel dari Kelapa Sawit


Terhadap Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri Minyak Kelapa
Sawit di Indonesia

1.1.1. Dampak Pengembangan Biodiesel dari Kelapa Sawit


Peningkatan produksi biodiesel dari kelapa sawit yang disimulasikan
dengan kenaikan harga minyak bumi sebesar 10% dan peningkatan
produksi olein dan stearin sebesar 10%, menghasilkan peningkatan
produksi minyak kelapa sawit sebesar 0,62% dan kenaikan harga
domestik minyak kelapa sawit sebesar 3,79%. Peningkatan harga
minyak goreng sawit sebesar 2,08% menyebabkan terjadi penurunan
permintaan dan produksi minyak goreng sawit masing-masing sebesar
0,31% dan 0,36%. Namun, kenaikan harga tandan buah segar kelapa
sawit sebesar 5,60% memberikan insentif kepada petani dan perkebunan
besar untuk meningkatkan produksi dan memperluas areal perkebunan
kelapa sawit, sehingga menghasilkan peningkatan produksi tandan buah
segar kelapa sawit sebesar 0,34% dan peningkatan luas areal
perkebunan kelapa sawit sebesar 0,02%. Perluasan areal perkebunan
kelapa sawit ini masih memungkinkan mengingat ketersediaan lahan
termasuk pada lahan-lahan kritis yang jumlahnya masih jutaan hektar di
seluruh Indonesia.
1.1.2. Pengaruh Pajak Ekspor
Pengembangan biodiesel dari minyak kelapa sawit yang
dikombinasikan dengan kebijakan kenaikan pajak ekspor sebesar 10%
memberikan dampak signifikan pada industri minyak kelapa sawit.
Produksi minyak kelapa sawit meningkat sebesar 0,68%, konsumsi
minyak kelapa sawit domestik meningkat sebesar 6,73%, harga
domestik minyak kelapa sawit meningkat sebesar 5,08%, dan harga
ekspor minyak kelapa sawit meningkat sebesar 10,62%. Namun, ekspor
minyak kelapa sawit menurun sebesar 3,70%. Kenaikan harga domestik

17
minyak kelapa sawit juga menyebabkan kenaikan harga minyak goreng
sawit sebesar 2,77%, namun hal ini berdampak pada penurunan
permintaan dan produksi minyak goreng sawit. Meskipun produksi
tandan buah segar kelapa sawit meningkat sebesar 0,42%, luas areal
kebun kelapa sawit mengalami penurunan sebesar 0,02% karena
kenaikan harga tandan buah segar kelapa sawit hanya menguntungkan
pihak tertentu dan membuat beberapa petani beralih ke tanaman lain
yang lebih menguntungkan.
1.1.3. Pengaruh Suku Bunga
Pengembangan biodiesel dari minyak kelapa sawit yang
dikombinasikan dengan penurunan suku bunga sebesar 10%
memberikan dampak pada industri minyak kelapa sawit. Dampak
tersebut antara lain, produksi minyak kelapa sawit meningkat sebesar
1,53%, konsumsi minyak kelapa sawit domestik meningkat sebesar
5,92%, harga domestik dan ekspor minyak kelapa sawit meningkat
masing-masing sebesar 3,71% dan 7,85%. Namun, ekspor minyak
kelapa sawit menurun sebesar 2,09%. Kenaikan harga domestik minyak
kelapa sawit juga mempengaruhi harga minyak goreng sawit yang naik
sebesar 2,02%, sehingga permintaan dan produksi minyak goreng sawit
turun sebesar 0,30% dan 0,35%. Selain itu, kenaikan harga tandan buah
segar kelapa sawit sebesar 2,37% membawa dampak positif pada
produksi tandan buah segar kelapa sawit yang naik sebesar 1,44%.
Kenaikan harga tandan buah segar kelapa sawit juga memberikan
insentif bagi petani dan perkebunan besar untuk memperluas areal
perkebunan kelapa sawit sehingga luas areal perkebunan kelapa sawit
meningkat sebesar 2,32%. Peningkatan investasi di perkebunan kelapa
sawit juga didorong oleh penurunan suku bunga.
1.1.4. Pengaruh Kebijakan Fiskal
Pengembangan biodiesel dari minyak kelapa sawit yang
dikombinasikan dengan kenaikan pengeluaran pemerintah sebesar 10%
telah menyebabkan peningkatan produksi minyak kelapa sawit sebesar
1,43%, konsumsi dalam negeri naik sebesar 5,92%, harga minyak

18
kelapa sawit domestik naik sebesar 3,71%, dan harga ekspor minyak
kelapa sawit naik sebesar 7,87%, sementara ekspor minyak kelapa sawit
menurun sebesar 2,09%. Pengembangan ini juga menyebabkan kenaikan
harga minyak kelapa sawit untuk minyak goreng sebesar 2,03%, diikuti
dengan penurunan permintaan sebesar 0,30% dan produksi sebesar
0,35%. Selain itu, terjadi kenaikan harga tandan buah segar kelapa sawit
sebesar 2,72%, yang menyebabkan peningkatan produksi sebesar 1,33%
dan ekspansi area perkebunan kelapa sawit sebesar 2,08%.

Kesimpulan
Pengembangan industri biodiesel dari minyak kelapa sawit
memberikan dampak positif dan negatif terhadap industri minyak kelapa
sawit di Indonesia. Dampak positifnya adalah peningkatan produksi,
konsumsi domestik, dan harga ekspor minyak kelapa sawit, serta
peningkatan harga dan produksi tandan buah segar kelapa sawit melalui
peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit. Namun, dampak
negatifnya terlihat dari peningkatan harga minyak goreng sawit
sehingga permintaan dan produksi minyak goreng sawit mengalami
penurunan. Kombinasi pengembangan industri biodiesel dengan
kenaikan pajak ekspor, penurunan suku bunga, dan kenaikan
pengeluaran pemerintah memberikan dampak yang signifikan pada

19
industri minyak kelapa sawit, industri minyak goreng sawit, dan
perkebunan kelapa sawit. Kebijakan penurunan suku bunga dan
kenaikan pengeluaran pemerintah dapat meningkatkan luas areal
perkebunan kelapa sawit dibandingkan dengan kebijakan kenaikan pajak
ekspor yang menurunkan luas areal perkebunan kelapa sawit.
1.3. Dampak Pengembangan Biofuel Terhadap Harga Pangan
Peta jalan pengembangan biofuel menunjukkan pengurangan
konsumsi BBM nasional sebesar 10% akan memberikan kontribusi 5% pada
energy mix primer pada tahun 2005. Ini akan menghasilkan penghematan
devisa untuk impor BBM sekitar 10 miliar USD dan membuka peluang
ekspor BBN sekitar 12 juta kiloliter. Sekitar 61,28% dari produk CPO
Indonesia di ekspor dan industri minyak goreng merupakan penyerap CPO
dominan untuk penggunaan domestik dengan 31% dari total produksi,
sedangkan sisanya digunakan oleh industry oleokimia (3.73%), sabun
(2.05%) dan margarine atau shortening (1.95%).Untuk mengkaji perilaku
dinamis kebijakan pengembangan biodiesel terhadap harga komoditas
pangan dan energi, maka ditetapkan skenario sebagai berikut:
Skenario 1. Penetapan pajak ekspor sawit sebesar 20 persen. Penetapan
pajak ekspor yang sering menjadi dilema antara kepentingan untuk
melindungi konsumen domestikdan kepentingan memperoleh devisa.
Peningkatan pajak ekspor minyak sawit merupakan upaya pemerintah untuk
menanggulangi arus ekspor minyak sawit yang terlalu besar yang dapat
menyebabkan pasokan untuk industri hilirnya menjadi berkurang.
Skenario 2. Peningkatan penawaran minyak sawit untuk konsumsi
domestik sebesar 50%. Adanya kebijakan pemerintah yang mewajibkan
setiap pengusaha minyak sawit dalam menyuplai minyak sawit kebutuhan
industri hilir minyak sawit domestik.

20
Hasil Simulasi
Skenario Pengenaan Pajak Ekspor CPO 20%

Terdap
at peningkatan harga CPO Domestik pada tahun 2 sampai ke 5 dengan harga
tertinggi Rp. 10.392.000/ Ton.

Terdap
at kecenderungan peningkatan harga minyak goreng dengan peningkatan
tertinggi pada tahun ke 14 sebesar 84.13 persen yaitu sebesar
Rp.29.288.468/ Ton.

21
Dibutu
hkan luas lahan yang makin meningkat dengan kebutuhan lahan tertinggi di
tahun ke 15 seluas 681.703 Ha untuk melakukan mandat produksi biodiesel.

Terjadi fluktuasi harga CPO yang diakibatkan pemenuhan mandat produksi


biodiesel dimana terjadi persentase perubahan terbesar sebesar 126.69
persen untuksetiap kiloliternya.

22
Jumlah CPO yang harus dialokasikan dalam rangka pemenuhan mandat
produksi biodiesel memiliki pola kenaikan mulai tahun ke 10 sampai tahun
ke 15.Secara Grafik dapat dirangkum pola dinamika perubahan dalam
bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 1.
Skenario Pengenaan Pajak Ekspor CPO 50%
Konsumsi biodiesel di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun,
mencapai 29,5 juta kilo liter dalam 15 tahun ke depan menurut hasil
simulasi. Konsumsi tersebut dapat dipenuhi sepenuhnya dari produksi diesel
dalam negeri. Produksi biodiesel juga meningkat dalam 15 tahun ke depan,
meskipun mengalami penurunan pada tahun ke-8 akibat penurunan
permintaan, dan mencapai tingkat tertinggi pada tahun ke-13 menurut hasil
simulasi.

23
Gambar 1: Rangkuman Simulasi Skenario Pengenaan Pajak Ekspor 20%.
Simulasi menunjukkan bahwa produksi CPO Indonesia meningkat
secara signifikan dari tahun ke tahun, mencapai 36 juta ton pada tahun ke-
15 dari 21,9 juta ton pada tahun dasar 2010. Namun, produksi CPO bisa
mengalami penurunan pada tahun ke-9 dan 15 karena penurunan produksi
dari pemerintah, rakyat atau swasta, dan penurunan permintaan.Penurunan
tersebut diakibatkan oleh penurunan produksi dari pemerintah, rakyat atau
swasta dan penurunan permintaan. Rangkuman hasil simulasi tersebut
terlihat pada Gambar 6.

24
Gambar 2. Rangkuman Simulasi Skenario Alokasi Konsumsi Domestik 50%.
Kesimpulan
Simulasi menunjukkan bahwa model yang dibuat merepresentasikan
sistem nyata dengan baik. Peningkatan produktivitas perkebunan kelapa
sawit mempengaruhi trade off antara industri biodiesel dan CPO di
Indonesia. Kebutuhan domestik akan CPO digunakan sebagian besar untuk
minyak goreng, margarin, oleochemical, dan sabun. Jika pasokan CPO
berkurang, maka harga domestik dapat meningkat. Skenario I diperlukan
untuk mencegah penurunan pasokan dan harga CPO domestik.
Peningkatan penawaran CPO domestik sebesar 50 persen akan
menurunkan harga CPO domestik. Pengembangan bioenergi berbahan baku
CPO dapat mengurangi alokasi CPO untuk konsumsi. Harga CPO domestik
mengalami fluktuasi, namun cenderung meningkat dari tahun ke tahun
menurut hasil simulasi.

25
DAFTAR PUSTAKA

"Bioetanol: Bahan Bakar Alternatif dari Limbah Pertanian" oleh A. Y. P.


Suryaningsih dan A. S. Setiawan (2017) yang diterbitkan di buku "Teknologi
Sumberdaya Alam dan Lingkungan".

"Pemanfaatan Biogas dari Limbah Organik" oleh Nurhajati, dkk. (2018)

A. Sutaryo et al., "Biogas technology development in Indonesia: The current status


and challenges," Renewable and Sustainable Energy Reviews, vol. 82, pp. 110-119,
2018.

Apriadi, D. (2018). Pemanfaatan Limbah Pertanian sebagai Bahan Baku Bioetanol.


Jurnal Teknik Pertanian Lampung, 7(3), 212-222.

Campbell, N. A., & Reece, J. B. (2005). Biologi, Edisi Kelima. Erlangga.

D. K. Sharma, A. M. K. Esmaiel, and A. H. Al-Baghdadi, "An Overview of


Bioethanol Production from Lignocellulosic Feedstocks," Renewable and
Sustainable Energy Reviews, vol. 76, pp. 1165-1182, Sep. 2017.

K. T. Ambarita et al., "The development of palm biodiesel in Indonesia," Renewable


and Sustainable Energy Reviews, vol. 110, pp. 22-31, 2019.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (2012). Bahan Bakar Nabati
(Biofuel). Diakses pada tanggal 19 Maret 2023, dari
http://www.esdm.go.id/assets/media/content/Bahan_Bakar_Nabati_Biofuel.pdf.

Kusuma, H. S. (2017). Bahan Baku untuk Produksi Biodiesel. Agrikan: Jurnal


Agribisnis Perikanan, 10(2), 63-71.

M. J. Kalam, H. H. Masjuki, and M. M. R. Chowdhury, "Biodiesel from Different


Feedstocks: A Critical Review on Production, Applications, and Industrialization,"
Renewable and Sustainable Energy Reviews, vol. 53, pp. 140-155, May 2016.

26
Mochammad Fakhrul Ulum, dkk. (2020). Pengaruh Metana pada Pemanasan Global.
Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal), 8(1), 147-154.

Prasetiyo, A., Sumardiono, S., & Widyastuti, Y. (2019). Potensi dan tantangan
pengembangan biogas dari limbah pertanian dan peternakan di Indonesia. Jurnal
Ilmu Lingkungan, 17(2), 141-150.

R. G. Smith dan M. I. Khan, "Biogas Production: Opportunities and Challenges,"


Renewable and Sustainable Energy Reviews, vol. 45, pp. 406-425, Apr. 2015.

Sari, S. R., & Kusumo, F. (2021). Potensi penggunaan limbah makanan sebagai
bahan baku biogas di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Inovasi dan Aplikasi
Teknologi di Industri, 27-30.

27

Anda mungkin juga menyukai