Anda di halaman 1dari 88

Hari/Tanggal : 15, Agustus 2022

Waktu : 11.20-12.50
Tempat : Ruangan 1

UJI TOKSISITAS FRAKSI ETIL ASETAT BATANG Meistera


chinensis TERHADAP LARVA UDANG (Aretemia salina Leach)
DENGAN MENGGUNAKAN METODE BRINE SHRIMP
LETHALITY TEST (BSLT)

Usulan Penelitian Untuk Karya Tulis Ilmiah

Diajukan Oleh :
BAMBANG SUBAGYO
F.19.012

Kepada
PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI
POLITEKNIK BINA HUSADA KENDARI
2022
HALAMAN PERSETUJUAN

KARYA TULIS ILMIAH

UJI TOKSISITAS FRAKSI ETIL ASETAT BATANG Meistera


chinensis TERHADAP LARVA UDANG (Aretemia salina Leach)
DENGAN MENGGUNAKAN METODE BRINE SHRIMP
LETHALITY TEST (BSLT)

Oleh:

BAMBANG SUBAGYO
NIM : F.19.012

Untuk Dipertahankan di Hadapan Dosen Penguji Karya Tulis Ilmiah


Program Studi D-III Farmasi
Politeknik Bina Husada
Kendari
Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

apt. Eny Nurhikma, S.Si., MPH apt. Muh. Azdar Setiawan, S.farm., MM

ii
iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Karya Tulis Ilmiah ini tidak

terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu

Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau

pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara

tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Kendari, Agustus 2022

Bambang Subagyo

iv
HALAMAN PERSETUJUAN
POBLIKASI KARYA TULIS ILMIAH

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui Karya Tulis Ilmiah saya

yang berjudul :

UJI TOKSISITAS FRAKSI ETIL ASETAT BATANG Meistera chinensis


TERHADAP LARVA UDANG (Aretemia salina Leach) DENGAN
MENGGUNAKAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST
(BSLT)

Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain oleh Digital

Library Perpustakaan Politeknik Bina Husada Kendari untuk kepentingan

akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya

Kendari, Agustus 2022

Bambang Subagyo

v
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini

dapat terselesaikan sesuai dengan harapan. Berbagai kesulitan dan hambatan

dialami dalam penulisan karya ilmiah ini, namun atas dorongan dan kemauan

yang keras terutama adanya bantuan dari berbagai pihak sehingga penulisan

Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan pada waktunya.

Melalui kesempatan ini dengan segala kasih sayang penulis sampaikan terima

kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua, penulis yakni Ayahanda

Mundakir dan Ibunda Ngatmini yang telah merawat penulis dari lahir hingga

sekarang dan perjuangan membiayai penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan studi saat ini, semoga dengan ini penulis dapat menjadi

kebanggaan kedua orang tua penulis.

Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih dari lubuk hati yang

paling dalam dan penghargaan secara pribadi yang sebesar-besarnya Ibu apt. Eny

Nurhikma., MPH selaku pembimbing I dan Bapak apt. Muh. Azdar Setiawan,

S.Farm., MM. Yang baik hati telah banyak meluangkan waktu dan memberikan

petunjuk serta menyumbangkan pikiran dalam membimbing penulis mulai saat

perencanaan penelitian hingga selesainya Karya Tulis Ilmiah ini.

Dengan segala kerendahan hati penulis juga menyampaikan ucapan terima

kasih yang sebesar-besarnya khusus kepada :

vi
1. Ibu Dr. Tuti Dharmawati, SE., M.Si., AK., QIA., CA selaku Ketua Yayasan

Bina Husada Kendari.

2. Bapak apt. Muh. Azdar Setiawan, S.Farm., MM selaku Direktur Politeknik

Bina Husada Kendari

3. Ibu Sri Aprilianti Idris, S.Si., M.Sc selaku Wakil Direktur I Politeknik Bina

Husada Kendari.

4. Bapak apt.Reymon, M.Si selaku Wakil Direktur III Politeknik Bina Husada

Kendari.

5. Ibu apt. Nur Saadah Daud, M.Sc., selaku Ketua Program Studi D-III Farmasi

Politeknik Bina Husada Kendari sekaligus penguji I.

6. Ibu Yulianti Fauziah, selaku sekretarsis prodi D-III Farmasi Politeknik Bina

Husada Kendari.

7. Ibu Karmilah.,S.Farm.,M.Si., Selaku penguji II

8. Bapak dan Ibu Dosen, Asisten Dosen, di lingkungan Politeknik Bina Husada

Kendari yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama di

bangku kuliah dan seluruh Staf Tata Usaha Politeknik Bina Husada Kendari,

yang telah memberikan pelayanan kepada penulis dalam segala urusan hingga

Karya Tulis Ilmiah ini selesai.

9. Kepada keluargaku tercinta yaitu adik yang memberikan dukungan Laila

Ambar Wati dan Muhamad Ali Fahrur Rozi yang sudah memberikan motivasi

dan dukungan kepada penulis selama penulis kuliah, serta selalu memberikan

semangat dan doa dalam penyusunan naskah Karya Tulis Ilmiah ini.

vii
10. Teman-teman Program Studi D-III Farmasi Angkatan 2019 yang senasib dan

seperjuangan terkhusus untuk Ayu Baya, Asril, Rivaldiyansyah, M. Fauzan,

Resa Saputra, Fakhri Ramadan, Reynadi, dan teman-teman kelas A dan B

yang lain untuk suasana kekeluargaan selama menempuh pendidikan.

Penulis sadar bahwa dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih terdapat

banyak kekeliruan dan kesalahan yang disebabkan oleh keterbatasan dari segi

pengetahuan, tenaga maupun materi. Oleh karena itu, pendapat, saran dan kritik

sangat diharapkan dari semua pihak demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.

Kendari, Juli 2022

Bambang Subagyo

viii
INTISARI
UJI TOKSISITAS FRAKSI BATANG MEISTERA CHINENSIS PADA
LARV A UDANG (Artemia salina Leach) DENGAN METODE BRINE
SHRIMP LETHALITY TEST ( BSLT)

Tanaman Meistera chinensis merupakan spesies dari kelompok Zingiberacea yang


memiliki kesamaan bentuk tanaman dengan genus Etlingera. Di Sulawesi Tenggara,
populasi Meistera chinensis tersebar dan sangat banyak ditemukan di Kabupaten
Konawe. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa buah Meistera chinensis
mengandung metabolit sekunder yaitu terpenoid, saponin, fenolik alkaloid, flavonoid,
yang berkhasiat sebagai antioksidan dan antikaker. Penelitian ini fokus pada toksisitas
pada rimpang Meistera chinensis Tujuan penelitian untuk mengetahui efek toksisitas fraksi
rimpang Meistera chinensis pada larva udang dengan metode BSLT dan untuk menentukan
nilai LC50 fraksi batang Meistera chinensis pada larva udang. Jenis penelitian yang
digunakan adalah secara eksperimental dengan metode BSLT terhadap larva udang
untuk menentukan nilai LC50. Data yang diperoleh merupakan beberapa jumlah kematian
pada larva uji yang mati pada masing-masing kadar yang digunakan untuk menentukan
presentase kematian dengan rumus probit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi
etil asetat batang Meistera Chinensis sebesar 62,13 ppm, untuk kontrol positif sebesar
2,14 ppm, dan untuk kontrol negatif tidak memiliki sifat toksik dengan 0% kematian.
Berdasarkan nilai toksisitas fraksi batang Meistera chinensis bersifat toksis terhadap larva
udang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa batang Meistera chinensis bersifat agak
toksik.
Kata Kunci: Batang Meistera chinensis, BSLT, LC50 Larva Udang.

ix
TOXICITY TEST OF MEISTERA CHINENSIS STOCK ON SHRIMP
(Artemia salina Leach) LARV A WITH BRINE SHRIMP LETHALITY
TEST (BSLT)

ABSTRACT

Meistera chinensis is a species of the Zingiberacea which has the same plant shape
as the genus Etlingera. In Southeast Sulawesi, the population of Meistera chinensis is
scattered and very much found in Konawe Regency. Previous research stated that
Meistera chinensis contains secondary metabolites, namely terpenoids, saponins,
phenolic alkaloids, flavonoids, which have antioxidant and anti-inflammatory properties.
This study focused on the toxicity of the Meistera chinensis The aim of the study was to
determine the effect of the toxicity of the Meistera chinensis on shrimp larvae using the
BSLT method and to determine the LC50 value Meistera stem fraction chinensis on
shrimp larvae. The type of research used is experimentally with the BSLT method on
shrimp larvae to determine the LC 50. The data obtained were the number of deaths in the
test larvae that died at each level which was used to determine the percentage of mortality
using the probit formula. The results showed that the ethyl acetate fraction of Meistera
Chinensis was 62.13 ppm, for positive control was 2.14 ppm, and for negative control it
had no toxic properties with 0% mortality. Based on the toxicity value, the stem fraction
of Meistera chinensis was toxic to shrimp larvae. So it can be concluded that the stems of
Meistera chinensis are somewhat toxic.
Keywords: Meistera chinensis stem, BSLT, LC50 Shrimp Larvae.

x
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL I
HALAMAN PERSETUJUAN Ii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI v
KATA PENGANTAR vi
INTISARI Ix
ABSTRAK x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xvi
DAFTAR LAMPIRAN xv
DAFTAR ISTILAH xvi
DAFTAR SINGKATAN xvii
BAB I. PENDAHULUAN…………...……………………………….. 1
A. Latar Belakang Penelitian ...…………………………………… 1
B. Rumusan Masalah ……………………….………….…………. 4
C. Tujuan Penelitian …………………………………………….... 4
D. Manfaat Penelitian …………………………………………….. 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA…..……………………………….... 5
A. Rujukan Penelitian…………………………………………….. 5
B. Landasan Teori ………………………………………………... 7
1. Uraian tanaman Meistera Chinensis……………………… 7
2. Uraian tentang ekstrak……………………………………. 9
3. Uraian tentang ekstraksi…………………………………... 9
4. Uraian tentang fraksi ……………………………………... 13
5. Uraian tentang toksisitas …………………………………. 14
6. BSLT……………………………………………………… 18
7. Uraian tentang larva udang ………………………………. 19

xi
8. LC50……………………………………………………….. 23
C. Kerangka Konsep……………………………………………… 24
BAB III. METODE ..........................................................................… 25
A. Jenis Penelitian………………………………………………… 25
B. Desain Penelitian………………………………………………. 25
C. Waktu dan tempat penelitian…………………………………... 26
D. Populasi dan sampel penelitian………………………………… 26
1. Populasi……………………………………………………. 26
2. Sampel …………………………………………………….. 26
E. Variabel Penelitian…………………………………………….. 27
F. Definisi Operasional…………………………………………… 27
G. Hipotesis……………………………………………………….. 27
H. Prosedur penelitian…………………………………………….. 28
1. Alat, Bahan dan Subjek Penelitian………………………… 28
2. Cara Kerja………………………………………………….. 28
I. Analisis data…………………………………………………… 35
1. Jenis data………………………………………………….. 35
2. Sumber data……………………………………………….. 35
3. Teknik pengumpulan data…………………………………. 35
4. Pengolahan data…………………………………………… 35
5. Penyajian data……………………………………………... 36
6. Skema jalannya penelitian……………………………........ 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................… 42
BAB V PENUTUP 54
BAB VI KESIMPULAN 54

DAFTAR TABEL

xii
Tabel 1. Level toksik..................................................................................................18

Table 2. kategori toksisitas larva................................................................................24

Tabel 3. Disain penelitian..........................................................................................26

Tabel 4. Rendemen ekstrak batang Meistera Chinensis............................................44

Tabel 5. Fraksi etil asetat batang Meistera Chinensis................................................45

Tabel 6. Hasil pengamatan uji toksisitas fraksi etil asetat..........................................49

DAFTAR GAMBAR

xiii
Gambar 1. Batang Meistera chinensis...................................................................7
Gambar 2. Aretemia salina Leach20.....................................................................19
Gambar 3. Daur hidup udang ...............................................................................22
Gambar 4. Kerangka konsep.................................................................................24
Gambar 5. One Shot Case Study...........................................................................25
Gambar 6. Ekstrak batang Meistera Chinensih.....................................................44
Gambar 7. Fraksi etil asetat batang Meistera Chinensih.......................................45
Gambar 8. Proses pembiakan larva udang............................................................46
Gambar 9. proses pengambilan sampel.................................................................62
Gambar 10. Batang Meistera chinensis.................................................................62
Gambar 11. Proses pencucian sampel dengan air mengalir..................................62
Gambar 12. pengupasan kulit batang....................................................................63
Gambar 13. Perajangan batang Meistera chinensis...............................................63
Gambar 14. Batang Meistera Chinensis yang telah dirajang...............................63
Gambar 15. Pengeringan sampel dibawah sinar matahari.....................................64
Gambar 16. Sampel kering yang telah dihaluskan................................................64
Gambar 17. Proses maserasi sampel.....................................................................64
Gambar 18. Proses filtrat ekstrak..........................................................................65
Gambar 19. Ekstrak cair yang telah disaring.........................................................65
Gambar 20. Proses evaporasi sampel....................................................................65
Gambar 21. Proses fraksinasi ekstrak....................................................................66
Gambar 22. Proses penuangan air laut..................................................................66
Gambar 23. Proses penaburan telur larva..............................................................66
Gambar 24. Peletakan cahaya................................................................................67
Gambar 25. Penambahan DMSO pada fraksi........................................................67
Gambar 26. Pengadukan fraksi sampel uji............................................................67

DAFTAR LAMPIRAN

xiv
Lampiran 1. Perhitungan ......................................................................................58

Lampiran 2. Pengujian toksisitas...........................................................................59

Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan Penelitian ....................................................64

Lampiran 4. Surat Izian Penelitian .......................................................................70

Lampiran 5. Surat Hasil Penelitian........................................................................71

DAFTAR ISTILAH

xv
Triplo : Tiga kali
Ekstraksi : Proses pemisahan zat terlarut dalam suatu larutan
Fraksinasi : Prses pemisahan suatu zat berdasarkan jenis kepolaranya
Fraksi : Hasil daripemisahan dengan jenis kepolaranya
Filtrat : Penyaringan
Sortasi basah : Pemilihan tanaman yang masih segar
Sortasi kering :Pemilihan tanaman yang sudah melalui proses pengeringan
Senyawa bioaktif : Senyawa yang terkandung dalam tumbuhan dan hewan
Zat aktif : Zat yang memang terbukti memiliki efek farmakologis
Kondensasi : Perubahan uap air atau benda ggas menjadi benda cair.
Kromatografi : Suatu teknik pemisahan molekul.
Single dase : Dosisi satu kali pakai
Makropatologi : Teknik yang penting dalam pengukuhan diagnosa
Histopatologi : Prosedur yang melibatkan pemeriksaan jaringan utuh
Tekanan osmosis : Terbentuk dalam larutan yang lebih pekat
Hiprosmotik : Cairan tubuh yang lebih tinggi dari konsentrasi air

DAFTAR SINGKATAN

xvi
µg : Mikro gram
µL : Mikro Liter
BSLT : Brine Shrimp Lethality Test
C : Celcius
Cm : Centi Meter
DMSO : Dimethyl Sulfoksida
G : Gram
LC50 : Lethal Concentration 50%
L : Liter
mg : Miligram
mm : Milimeter
Ppm : Parts Per Million
Rf : Rutherfordium
KLT : Kromatografi lapisan tipis
BPOM : Badan Pengawas Obat Dan Makan
OECDTG : Organization For Economic Cooperation And Development

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Zingiberaceae merupakan salah satu kerajaan tumbuhan yang besar di

dunia dan memiliki aktivitas biologis yang berpotensi tinggi, dapat mengobati

berbagai penyakit (Sharifi dkk, 2017). Beberapa penelitian baru

mengemukakan bahwa, spesies Zingiberaceae seperti Etlingera elatior (obor

jahe) berfungsi sebagai antioksidan (Jackie dkk, 2017), antikanker

(Ghasemzadeh dkk, 2015), antibakteri, antijamur, sitotoksik, aktivitas

penghambatan tirosinas (Chan dkk, 2011), dan aktivitas imunomodulator

(Fristiohady dkk, 2019). Studi literatur menunjukkan bahwa Etlingera elatior

memiliki aktivitas farmakologis seperti antitumor, anti hiperglikemik, anti

inflamasi, dan anti hiperurisemia (Juwita dkk, 2018). Tingkat keamanan dari

penggunaan Zingiberaceae sebagai obat saat ini juga telah banyak jenis

diketahui tidak memberikan efek samping yang signifikan hingga toksik yang

kronik.

Beberapa generasi baru dari keluarga Zingiberaceae telah ditemukan

seperti Cinnamomum, Meistera, dan Wurfbainia yang termasuk dalam

keluarga Zingiberaceae. Meistera chinensis yang merupakan tumbuhan lokal

Sulawesi Tenggara dan ditemukan di Kabupaten Konawe. Secara empiris

digunakan sebagai penambah rasa pada makanan, menghilangkan rasa nyeri,

dan meningkatkan kekebalan tubuh. Meistera chinensis adalah tanaman dari

famiy Zingiberaceae yang memiliki bentuk yang mirip dengan

1
Etlingeraelatior. Tanaman ini secara tradisonal dimanfaatkan sebagai bahan

rempah-rempah dan imunomodulator. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh Musdalipah dkk. (2021), pada buah Meistera chinensis menggunakan

metode ABTS dan DPPH terdapat senyawa metabolit skunder seperti, fenolik,

flavanoid, steroid, terpenoid, alkaloid, dan saponin.

Penelitian yang dilakukan oleh Musdalipah, dkk. (2021) buah Meistera

chinensis sangat toksik terhadap larva udang dengan nilai IC50 sebesar 5,2 ±

0,72 mg/L dan memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat dengan nilai IC50

42,7 ± 3,53 mg/L. Buah Meistera chinensis memiliki total kandungan fenolik

dan flavonoid sebesar 30,72 ± 1,07 mgGAE/g dan 8,02 ±0,48 mgQE/g. Ekstrak

buah Meistera chinensis berpengaruh nyata sebesar 0,00 (< 0,05) terhadap

pertumbuhan bakteri dan jamur uji. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian

besar buah Meistera chinensis dapat menjadi sumber potensial antioksidan

alami, agen antimikroba, antijamur alami dan toksisitas (Musdalipah dkk.

2020).

Uji toksisitas merupakan uji untuk mengamati aktivitas farmakologi

suatu senyawa yang terjadi dalam waktu singkat setelah terpapar atau

pemberian dalam dosis tertentu. Prinsip uji toksisitas adalah bahwa komponen

bioaktif selalu bersifat toksik jika diberikan dengan dosis tinggi dan menjadi

obat pada dosis rendah (Makiyah dan Sumirat, 2017). Larva udang memiliki

kulit yang tipis dan peka terhadap lingkungannya sehingga banyak digunakan

dalam uji toksisitas. Zat atau senyawa asing yang ada di lingkungan akan

terserap ke dalam tubuh secara difusi dan langsung memengaruhi

2
kehidupannya. Larva udang yang sensitif ini akan mati apabila zat atau

senyawa asing tersebut bersifat toksik.

Uji toksisitas digunakan untuk mengetahui pengaruh racun yang

dihasilkan oleh dosis tunggal dari suatu campuran zat kimia pada hewan coba

sebagai uji pra skrining senyawa bioaktif antikanker.

Salah satu metode awal yang sering dipakai untuk mengamati toksisitas

senyawa dan merupakan metode penapisan untuk aktivitas antikanker senyawa

kimia dalam ekstrak tanaman adalah Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).

Metode ini ditujukan terhadap tingkat mortalitas larva udang Artemia salina

Leach. yang disebabkan oleh ekstrak uji. Hasil yang diperoleh dihitung sebagai

nila LC50 ekstrak uji, yaitu jumlah dosis atau konsentrasi ekstrak uji yang dapat

menyebabkan kematian larva udang sejumlah 50% setelah masa inkubasi 24

jam. Senyawa dengan LC50 < 1000 µg/ml dapat dianggap sebagai suatu

senyawa aktif yang bersifat toksik dan dapat dikembangkan menjadi agen

antikanker (Arwan, 2017).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan diatas, maka peneliti

ingin melakukan uji toksisitas fraksi batang Meistera chinensis terhadap larva

udang Artemia salina L dengan metode Brine Shrimp Lethallity Test serta

mengidentifikasi senyawa toksik yang terkandung dalam Meistera chinensis

tersebut.

3
2. Rumusan Masalah

1. Apakah fraksi etil asetat batang Meistera chinensis mempunyai aktivitas

toksik terhadap larva udang (Artemia salina L)?.

2. Berapa nilai LC50 dari fraksi etil asetat batang Meistera chinensis terhadap

larva udang (Artemia salina L)?.

3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui aktifitas toksik fraksi etil asetat batang Meistera chinensis

terhadap larva udang (Artemia salina L).

2. Mengetahui nilai LC50 dari fraksi etil asetat batang Meistera chinensis

terhadap larva udangp (Artemia salina L).

4. Manfaat Penelitian

1. Untuk menambah wawasan pengetahuan dan penerapan ilmu yang telah

peneliti pelajari dalam masa perkuliahan.

2. Meningkatkan kreatifitas berpikir mahasiswa dalam menentukan hasil yang

bermanfaat.

3. Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan mengangkat tema yang

sama dengan sudut pandang yang berbeda.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Rujukan Penelitian

Penelitian yang menjadi rujukan atau referensi dalam penelitian ini antara

lain adalah :

1. Dewi Wardatul Jannah, dkk (2020) melakukan penelitian mengenai

“Identifikasi Dan Uji Toksissitas Terhadaap Larva Udang (Artemia Salina

L) Ekstrak Bakatul Menggunakan Variasi Jenis Pelarut Dan Lama

Ekstrak” pada uji ini, diuji kemampuan toksisitas terhadap larva udang

dengan metode BSLT dan diuji fitokimia dengan reagen. Data kematian

larva udang dianalisis dengan analisis probit untuk menentukan nilai LC 50.

Rendemen ekstrak etanol bekatul yang diperoleh pada sampel E1-20, E1-

25 dan E1-30 masing-masing sebesar 18,159; 19,132; dan 18,280%.

Adapun rendemen ekstrak etil asetat dan n-heksana bekatul sebesar

8,302% (E2-20), 7,282% (E2-25), 9,18% (E2-30), 7,815% (E3-20),

7,125% (E3-25) dan 7,279% (E3-30). Senyawa metabolit sekunder yang

terkandung pada masing-masing ekstrak adalah flavonoid, steroid dan

triterpenoid. Nilai LC50 ekstrak etanol pada masing-masing sampel E1-20,

E1-25 dan E1-30 adalah 613,258; 673,210 dan 2217,255 ppm. Ekstrak etil

asetat bekatul pada sampel E2-20, E2-25 dan E2-30 memberikan nilai

toksisitas dengan LC50 sebesar 1161,398; 1170,774 dan 701,532 ppm,

berturut-turut. Nilai toksisitas (LC50) ekstrak n-heksana pada sampel E3-

5
20, E3-25 dan E3-30 adalah 592,901; 617,425 dan 695,198 ppm, berturut-

turut.

2. Musdalipah, dkk (2021), melakukan penelitian mengenai “uji kandungan

total fenolik dan flavonoid antioksidan dan toksisitas dengan BSLT fraksi

buah Meistera chinensis asal Sulawesi tenggara” hasil penelitian

menujukan fraksi aktivitas penangkap radikal buah Meistera chinensis

memiliki aktivitas yang sangat kuat dengan LC 50 sebesar 42,7 ±3,53 mg/L

(F8). Total kandungan fenolik dan flavonoid masing-masing adalah

30,72±1,07 mgGAE/ g dan 8,02±0,48 mgQE/g Evaluasi fitokimia

mengandung terpenoid, saponin, fenolat, steroid, alkaloid, dan flavonoid.

Uji toksisitas BSLT ternyata sangat beracun, dengan IC 50 sebesar 5,2±0,72

mg/L. Temuan ini menunjukkan bahwa buah M. chinensis bertindak

sebagai antioksidan dan agen toksisitas.

3. Muh Fitrah, dkk, (2018), melakukan penelitian mengenai “uji toksisitas

fraksi daun pedada (Sonneratia caseolaris L) terhadap larva udang

(Artemia salina leach) dengan menggunakan metode BRINE SHRIMP

LETHALITY TEST (BSLT)” hasil penelitian menunjukan bahawa

eksstrak etanol memiliki tingkat toksik yang lebih besar dibandinngkan

ekstrak lainya dengan nilai LC50 sebesar 28.18 μg/ml. Ekstrak kemudian

difraksinasi dengan kromatografikolom sehingga diperoleh 12 fraksi.

Masing-masing fraksi diuji toksisitasnya dan diperoleh hasil fraksi F11

yang memiliki tingkat toksik yang lebih besar di bandingkan fraksi lainnya

6
dengan nilai LC50 sebesar 46.77 μg/ml. Hasil identifikasi fraksi F11

menunjukkan adanya golongan senyawa steroid, flavanoid dan fenolik.

B. Landasan Teori

1. Uraian tanaman Meistera chinensis

a. Klasifikasi

Hasil determinasi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Pusat

Penelitian Biologi Cibinong diidentifikasi sebagai spesies dari genus

Meistera (LIPI, 2020).

Regnum : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Meistera

Spesies : Meistera chinensis

Gambar 1. Meistera chinensis


(Dokumentasi Pribadi, 2022)

7
b. Morfologi

Meistera dan Etlingera merupakan Genus dari family

Zingiberaceae. Meistera merupakan genus yang baru ditemukan dan

belum ada penelitian tentang morfologi dari Meistera. Etlingera elatior

merupakan tanaman yang hampir mirip ciri morfologinya, tanaman

semak tahunan yang mempunyai tinggi antara 1-3 m. batangnya berupa

batang semu yang tegak dan berpelepah membentuk rimpang, warna

batangnya hijau, daunnya berupa daun tunggal, berbentuk lanset dengan

ujung pangkal runcing serta tepi rata. Panjang daun antara 20-30 cm dan

lebar daun antara 5-15 cm. tulang daunnya menyirip. Warna daunnya

hijau. Panjang tangkai bunga antara 40-80 cm. mahkotanya bertaju dan

berbulu jorong. Akar berupa serabut berwarna kuning kotor (Barda. S.N,.

2007).

c. Kandungan

Metabolit sekunder yang terdapat pada Meistera chinensis adalah

senyawa fenolik, steroid, terpenoid, alkaloid, saponin dan flavonoid

(Musdalipah, dkk. 2020).

d. Manfaat

Secara empiris, Meistera chinensis digunakan sebagai penambah

rasa pada makanan, nyeri, dan meningkatkan kekebalan tubuh. Buah

Meistera chinensis berpotensi sebagai agen toksisitas dan antioksidan

alami (Musdalipah, dkk. 2021).

8
2. Uraian tentang ekstrak

Ekstrak adalah suatu produk hasil pengambilan zat aktif melalui

proses ekstraksi menggunakan pelarut, dimana pelarut yang digunakan

diuapkan kembali sehingga zat aktif ekstrak menjadi pekat. Bentuk dari

ekstrak yang dihasilkan dapat berupa ekstrak kental atau ekstrak kering

tergantung jumlah pelarut yang diuapkan (Marjoni, 2016)

Pembagian jenis ekstrak sebagai berikut :

a. Ekstrak cair

Adalah ekstrak hasil penyarian bahan alam dan masih

mengandung pelarut.

b. Ekstrak kental

Adalah ekstrak yang telah mengalami proses penguapan dan

sudah tidak mengandung cairan pelarut lagi, tetapi konsistensinya tetap

cair pada suhu kamar.

c. Ekstrak kering

Adalah ekstrak yang telah mengalami proses penguapan dan

tidak lagi mengandung pelarut dan berbentuk padat (kering).

3. Uraian Tentang Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses penyarian zat aktif dari bagian

tanaman obat yang bertujuan untuk menarik komponen kimia yang terdapat

dalam bagian tanaman obat tersebut (Marjoni.2016).

Tujuan dari ekstraksi adalah untuk menarik semua zat aktif dan

komponen kimia yang terdapat dalam simplisia (Marjoni, 2016)

9
a. Cara dingin

1) Maserasi

Maserasi adalah metode penyarian zat aktif dengan cara

perendaman selama 3x5 hari dimana tiap lima hari diadakan

pergantian pelarut dengan sekali-sekali diaduk (Astriani, 2014).

Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi adalah pengerjaan dan

peralatan yang digunakan sederhana, sedangkan kekurangannya

adalah cara pengerjaan dari metode maserasi ini cukup lama,

membutuhkan pelarut yang banyak dan penyariannya kurang

sempurna (Prawirodiharjo, 2014).

2) Perkolasi

Perkolasi merupakan metode ekstraksi yang dilakukan

dengan cara meletakkan bahan dalam wadah atau bejana dan dialiri

dengan cairan penyari dari atas ke bawah (Astriani, 2014). Proses

perkolasi dibagi atas beberapa tahap, yaitu tahap pertama adalah

pengembangan bahan, tahap kedua adalah perendaman. Perkolasi

secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak/perkolat

(Prawirodiharjo, 2014).

b. Cara panas

Metode panas digunakan apabila senyawa yang terkandung

dalam simplisia sudah dipastikan tahan panas. Metode ekstraksi yang

membutuhkan panas diantaranya :

10
1) Refluks

Ekstraksi refluks merupakan metode ekstraksi yang dilakukan

pada titik didih pelarut tersebut, selama waktu dan sejumlah pelarut

tertentu dengan adanya pendingin balik (kondensor). Pada umumnya

dilakukan tiga sampai lima kali pengulangan proses pada rafinat

pertama. Kelebihan metode refluks adalah padatan yang memiliki

tekstur kasar dan tahan terhadap pemanasan langsung dapat diekstrak

dengan metode ini. Kelemahan metode ini adalah membutuhkan

jumlah pelarut yang banyak ( Irawan, B., 2010).

2) Soxhletasi

Metode ini dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel

dalam sarung selulosa (dapat digunakan kertas saring) dalam klonsong

yang ditempatkan di atas labu dan di bawah kondensor. Pelarut yang

sesuai dimasukkan ke dalam labu dan suhu penangas diatur di bawah

suhu reflux (Mukhriani, 2014).

3) Destilasi

Destilasi merupakan cara ekstraksi untuk menarik atau

menyari senyawa yang ikut menguap dengan air sebagai pelarut. Pada

proses pendingin, senyawa dan uap air akan terkondensasi dan

terpisah menjadi destilat air dan senyawa yang diekstraksi. Cara ini

umum digunakan untuk menyari atsiri dari tumbuhan (Hanani, E.

2015). Destilasi uap memiliki proses yang sama dan biasanya

digunakan untuk mengekstraksi minyak esensial (campuran berbagai

11
senyawa menguap). Selama pemanasan, uap terkondensasi dan

destilat terpisah sebagai 2 bagian yang tidak saling bercampur)

ditampung dalam wadah yang terhubung dengan kondensor. Kerugian

dari metode 13 ini adalah senyawa yang bersifat termolabil dapat

terdegradasi (Mukhriani, 2014).

4) Infusa

Suatu proses penyaringan untuk menyaring kandungan zat

aktif yang ada pada simplisia yang larut dalam air. Bahan yang

digunakan dalam metode infusa teksturnya keras, zat aktif dalam

bahan yang tahan terhadap pemanasan ini biasanya dilakukan pada

suhu 90ºC selama 15 menit (Insanawati dan Retnaningsih, 2018).

5) Dekokta

Pemanasan simplisia yang dilakukan dalam volume air panas

yang sudah ditentukan dalam suhu 90 – 98 ºC selama 30 menit.

Namun terlalu lama waktu pemanasan menyebabkan banyak senyawa

terekstraksi. Ekstraksi dengan suhu tinggi yang lama juga dapat

merusak beberapa jenis senyawa zat aktif dan mempercepat terjadinya

oksidasi. Ekstrak ini cocok digunakan untuk zat yang mudah larut

dalam air dan tahan waktu dipanaskan (Insanawati dan Retnaningsih,

2018).

12
4. Uraian Tentang Fraksinasi

Merupakan proses penarikan senyawa pada suatu ekstrak

menggunakan dua macam pelarut yang tidak saling bercampur. Pelarut yang

umumnya dipakai untuk fraksinasi adalah n-heksan, etil asetat, dan metanol.

Untuk menarik lemak dan senyawa non polar digunakan n-heksan, etil

asetat untuk menarik senyawa semi polar, sedangkan metanol untuk

menarik senyawa senyawa polar. Dari proses ini dapat diduga sifat

kepolaran senyawa yang akan dipisahkan. Sebagaimana diketahui bahwa

senyawa-senyawa yang bersifat non polar akan larut dalam pelarut yang non

polar sedangkan senyawa-senyawa yang bersifat polar akan larut dalam

pelarut yang bersifat polar juga (Mutiasari, 2012).

Kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis merupakan metode

fraksinasi yang umum. Kromatografi kolom merupakan metode

kromatografi yang terbaik untuk pemisahan campuran. Fraksinasi dengan

kromatografi kolom dilakukan dengan cara menuangkan suspensi fase diam

dalam pelarut sesuai dan dibiarkan termampatkan di dalam kolom. Pelarut

mengelusi komponen campuran sesuai kepolaran senyawa terhadap pelarut

karena gaya berat atau dengan tekanan melewati kolom (Day and

Underwood, 2002).

Pada permulaan dari kromatografi, eluen yang keluar dari kolom

tidak perlu dianalisis mengingat pelarut ini tidak membawa komponen yang

akan dipisahkan. Banyaknya zat cair ini kira-kira sama dengan jumlah

volume dari kolom. Kemudian, fraksinasi dilakukan setiap 10-20 mL.

13
Volume ini dapat lebih besar atau lebih kecil, tergantung dari

jumlah/banyaknya produk yang kan dipisahkan, tingkat kesulitan pemisahan

(dekat atau jauhnya harga Rf komponen yang akan dipisahkan) dan

kecepatan pemisahan/elusi. Catatan : bila senyawa-senyawa yang akan

dipisahkan menyerap ultraviolet maka adsorben yang mengandung 0,1%

indikator flourosens dapat digunakan, tetapi kolom yang digunakan harus

terbuat dari kuarsa. Migrasi komponen-komponen yang hendak dipisahkan

dapat diikuti dengan cahaya ultraviolet. Selain itu, diperdagangan dijumpai

pula penampung fraksinasi yang bekerja secara otomatis, dapat diatur sesuai

dengan banyaknya tetesan atau tergantung waktu. Fraksi-fraksi yang

dikumpulkan sebagai hasil kolom, dianalisis dengan KLT (bila larutan

terlalu encer, pelarut dapat diuapkan dengan rotary evaporator sebelum

KLT). Fraksi-fraksi yang memiliki harga Rf sama kemudian dijadikan satu.

Setelah dilakukan penguapan pelarutakan diperoleh sejumlah hasil

fraksinasi dengan berat tertentu dan kemurnian diketahui. (Cahyono Dan

Suzery,2018)

5. Uraian Tentang Toksisitas

Toksisitas adalah suatu keadaan yang menandakan adanya efek

toksik atau racun yang terdapat pada bahan sebagai sediaan Single Dose

atau campuran. Toksisitas ini diteliti pada hewan percobaan yang

menunjukkan evaluasi keamanan dari kandungan kimia untuk penggunaan

produk rumah tangga, bahan tambahan makanan, kosmetik, obat-obatan

(Syam, 2016) Efek yang ditimbulkan yakni kerusakan pada bagian yang

14
peka, seperti protein, enzim, asam nukleat, membran sel, organel-organel

sel, jaringan, bahkan sampai organ (Ramdhini, 2010).

Uji toksisitas adalah suatu uji untuk mendeteksi efek toksik suatu zat

pada sistem biologi dan untuk memperoleh data dosis-respon yang khas dari

sediaan uji. Data yang diperoleh dapat digunakan untuk memberi informasi

mengenai derajat bahaya sediaan uji tersebut bila terjadi pemaparan pada

manusia, sehingga dapat ditentukan dosis penggunaannya demi keamanan

manusia.(BPOM,2020) Pembagian uji toksitas yaitu :

a. Uji toksisitas akut oral

Uji toksisitas akut oral adalah suatu pengujian untuk mendeteksi

efek toksik yang muncul dalam waktu singkat setelah pemberian sediaan

uji yang diberikan secara oral dalam dosis tunggal, atau dosis berulang

yang diberikan dalam waktu 24 jam. (BPOM, 2020)

Prinsip uji toksisitas akut oral yaitu, sediaan uji dalam beberapa

tingkat dosis diberikan pada beberapa kelompok hewan uji dengan satu

dosis per kelompok, kemudian dilakukan pengamatan terhadap adanya

efek toksik dan kematian. Hewan yang dikorbankan karena sekarat

(menunjukkan indikasi rasa nyeri, sakit dan distres) dihitung sebagai

hewan mati yang berkaitan dengan pemberian sediaan uji. Hewan yang

mati selama percobaan dan yang hidup sampai akhir percobaan

dinekropsi untuk dievaluasi adanya gejala-gejala toksisitas. (BPOM,

2020)

15
Tujuan uji toksisitas akut oral adalah untuk mendeteksi toksisitas

intrinsik suatu zat, menentukan organ sasaran, kepekaan spesies,

memperoleh informasi bahaya setelah pemaparan suatu zat secara akut,

memperoleh informasi awal yang dapat digunakan untuk menetapkan

tingkat dosis, merancang uji toksisitas selanjutnya, memperoleh nilai

LD50 suatu bahan/ sediaan, serta penentuan penggolongan bahan/ sediaan

dan pelabelan. (BPOM, 2020)

b. Uji toksisitas subkronik oral

Uji toksisitas subkronis oral adalah suatu pengujian untuk

mendeteksi efek toksik yang muncul setelah pemberian sediaan uji

dengan dosis berulang yang diberikan secara oral pada hewan uji selama

sebagian umur hewan, tetapi tidak lebih dari 10% seluruh umur hewan.

(BPOM, 2020)

Prinsip dari uji toksisitas subkronis oral adalah sediaan uji dalam

beberapa tingkat dosis diberikan setiap hari pada beberapa kelompok

hewan uji dengan satu dosis per kelompok selama 28 atau 90 hari, dan

ditambahkan kelompok satelit untuk melihat adanya efek tertunda atau

efek yang bersifat reversibel. Selama waktu pemberian sediaan uji,

hewan harus diamati setiap hari untuk menentukan adanya toksisitas.

Hewan yang mati selama periode pemberian sediaan uji, bila belum

melewati periode rigor mortis (kaku) segera dinekropsi, dan organ serta

jaringan diamati secara makropatologi dan histopatologi. Pada akhir

periode pemberian sediaan uji, semua hewan yang masih hidup

16
dinekropsi selanjutnya dilakukan pengamatan secara makropatologi pada

setiap organ dan jaringan. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan

hematologi, biokimia klinis dan histopatologi. (BPOM, 2020)

Tujuan uji toksisitas subkronis oral adalah untuk memperoleh

informasi adanya efek toksik zat yang tidak terdeteksi pada uji toksisitas

akut; informasi kemungkinan adanya efek toksik setelah pemaparan

sediaan uji secara berulang dalam jangka waktu tertentu; informasi dosis

yang tidak menimbulkan efek toksik (No Observed Adverse Effect

Level /NOAEL); dan mempelajari adanya efek kumulatif dan efek

reversibilitas zat tersebut. (BPOM, 2020)

c. Uji toksisitas kronis oral

Uji toksisitas kronis oral adalah suatu pengujian untuk mendeteksi

efek toksik yang muncul setelah pemberian sediaan uji secara berulang

selama sebagian besar umur hewan uji. Uji toksisitas kronis pada

prinsipnya sama dengan uji toksisitas subkronis, tetapi sediaan uji

diberikan selama tidak kurang dari:

1) 9 bulan untuk bahan uji yang secara umum dikenal aman; atau

2) 12 bulan untuk senyawa murni atau bahan uji yang memiliki

potensi toksik

Tujuan dari uji toksisitas kronis oral adalah untuk mengetahui

profil efek toksik setelah pemberian sediaan uji secara berulang selama

waktu yang panjang, dan untuk menetapkan tingkat dosis yang tidak

menimbulkan efek toksik (NOAEL). Uji toksisitas kronis harus

17
dirancang sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh informasi toksisitas

secara umum meliputi efek neurologi, fisiologi, hematologi, biokimia

klinis dan histopatologi. Bilamana diperlukan pelaksanaan uji toksisitas

kronis oral dapat dilakukan sekaligus dengan uji karsinogenisitas pada

hewan yang sama dengan protokol merujuk pada OECD TG 453 (2018).

Table 1 Level toksisk

No Kategori LD50 (mg/KgBB)

1 Supertoksik 5 mg/Kg BB atau kurang

2 Amat sangat toksik 5 - 50 mg/Kg BB

3 Sangat toksik 50 - 500 mg/Kg BB

4 Toksik sedang 0,5 - 5 g/Kg BB

5 Toksik ringan 5 – 15 g/Kg BB

6 Praktis tidak toksik >15 g/Kg BB

6. Metode BSLT

Brine Shrimp Lethality Test adalah salah satu metode bioassay

yang digunakan untuk uji toksisitas pendahuluan dari racun jamur, ekstrak

tanaman, logam berat, pestisida dan lain-lain. BSLT sering digunakan untuk

skrining senyawa aktif dalam ekstrak tanaman, karena murah, mudah dan

dapat dipercaya. Artemia salina Leach merupakan hewan uji brine shrimp,

sejenis udang-udangan yang hidup sebagai zooplankton digunakan dalam

pengujian toksisitas suatu bahan uji yang dapat mrmberi informasi awal

dalam pengembangan pengujian obat antikanker (Ajrina 2013).

18
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan salah satu metode

untuk menguji bahan-bahan yang bersifat toksik dan digunakan sebagai

suatu bioassay yang pertama untuk penelitian bahan alam. Metode ini

menggunakan larva Artemia salina Leach sebagai hewan coba. Uji toksisitas

dengan metode BSLT ini merupakanuji toksisitas akut dimana efek toksik

dari suatu senyawa ditentukan dalam waktu singkat, yaitu rentang waktu

selama 24 jam setelah pemberian dosis uji. Prosedurnya dengan menentukan

nilai LC50 dari aktivitas komponen aktif tanaman terhadap larva Artemia

salina Leach. Suatu ekstrak dikatakan toksik berdasarkan metode BSLT jika

harga LC < 1000 μg/ mL (Arwan, 2017).

Pengujian menggunakan BSLT diterapkan dengan menetukan nilai

Lethal Concentration 50% (LC50) setelah perlakuan 24 jam. Nilai LC50

merupakan angka yang menunjukkan konsentrasi suatu bahan penyebab

kematian sebesar 50% dari jumlah hewan coba (Arwan, 2017).

7. Larva udang (Artemis salina L)

Gambar 2. Larva udang


(Aretimia salina Leach)

19
a. Klasifikasi (Wibowo,2013)

Filum : Arthopada

Class : Crustaceae

Subclass : Branchiopoda

Bangsa : Anostraca

Family : Artemidae

Suku : Artemia

Jenis : Artemia salina Leach

b. Morfologi hewan uji

Artemia merupakan salah satu jenis pakan alami yang hidup

dilaut. Telur Artemia yang baru menetas merupakan jenis pakan awal

bagi larva patin ( sampai umur 7 tahun ) yang kandungan proteinya

cukup tinggi yaitu sekitar 55%. Artemia merupakan golongan

zooplankton yang hidup sebagai planktonik yaitu melayang dalam air.

Artemia termaksud jenis udang-udangan yang mempunyai ukuran

relative kecil dengan sistem osmoregulasi yang efisien sehingga mampu

beradaptasi pada kisaran salinitas yang luas (Kholish, 2010).

Tingkat hidup Artemia salina Leach mengalami beberapa

tingkatan, tetapi secara jelas dapat dilihat dalam 3 bentuk yang sangat

berlainan yaitu bentuk telur, nauplius (larva) dan artemia dewasa. Secara

berkala, pada saat air laut atau danau menguap, partikel-partikel yang

berwarna coklat, berdiameter sekitar 0,2-0,3 mm akan naik ke

permukaan, oleh angin akan dibawa hanyut ke darat. Partikel tersebut

20
merupakan telur-telur yang inaktif atau tidur dari Artemia salina Leach.

Sepanjang telur-telur tersebut terhidrasi dan dalam keadaan dispauze,

akan memiliki ketahanan dan kestabilan dalam penyimpanan yang lama.

Jika telur-telur tersebut (yang embrionya dalam keadaan dispauze)

direndam dalam larutan bergaram (air laut), telur akan menyerap air laut

hingga menggembung. Proses penyerapan ini berlangsung secara

hiperosmotik yaitu adanya tekanan osmosis di dalam telur yang lebih

tinggi daripada diluarnya (Arwan, 2017)

Setelah telur menggembung dan metabolisme berlangsung terus,

untuk mencapai tingkatan ini dibutuhkan waktu sekitar 15 jam.

Terjadinya pemecahan cangkang telur yang keras itu dibantu oleh

kegiatan enzim yaitu enzim penetasan pada pH lebih dari 8. Sekitar 17

jam perendaman, embrio yang keluar dari cangkang yang masih

dibungkus oleh selaput penetasan tumbuh terus hingga akhirnya keluar

dari selaputnya menjadi makhluk hidup baru yaitu waktu 19 jam, hingga

rata-rata berkisar 24-36 jam. Dalam pengembangan selanjutnya, burayak

mengalami24 jam kemudian, mereka sudah berubah menjadi Instar II

mulai mempunyai mulut, saluran pencernaan dan dubur. Oleh karenanya

mereka sudah mencari makanan. Demikian seterusnya sampai Instar XV.

Setelah itu berubah menjadi artemia dewasa. Proses ini biasanya

berlangsung 1-3 minggu (Arwan, 2017).

Tubuh terbagi atas bagian kepala, dada dan perut. Pada bagian

kepala terdapat 2 tungkai mata, 2 antena dan 2 antenula. Dada terbagi

21
atas 11 segmen yang masing-masing mempunyai sepasang kaki renang,

sedangkan perut terbagi atas 8 segmen. Artemia salina dewasa bentuknya

telah sempurna. Reproduksi Artemia salina dapat dengan bertelur atau

dengan melahirkan anak. Pergantian reproduksi ini dimungkinkan oleh

jumlah klorofil dalam makanannya dan faktor oksigen dalam lingkungan.

Konsentrasi oksigen yang rendah dan klorofil yang tinggi dalam

makanannya menyebabkan reproduksi dengan telur, dan sebaliknya akan

menyebabkan reproduksi dengan melahirkan anak (Mudjiman, 2003).

Kandungan kimia yang terdapat dalam tubuh Artemia salina adalah

protein dan asam lemak yang tinggi. Nilai nutrisi Artemia dewasa

mempunyai keunggulan yaitu kandungan proteinnya meningkat dari rata-

rata 47% pada nauplius menjadi 60% pada Artemia dewasa yang telah

dikeringkan (Wibowo, 2013).

Gambar 3. Daur Hidup Udang

22
8. Metode LC50

Lethal Concentration 50 (LC50) adalah konsentrasi yang diberikan

sekali (tunggal) atau beberapa kali dalam 24 jam dari suatu zat yang secara

statistik diharapkan dapat mematikan 50% hewan coba. Pada umumnya

semakin kecil nilai LC50 semakin toksik senyawa tersebut demikian juga

sebaliknya. Semakin besar nilai LC50 semakin rendah nilai toksisitasnya.

Potensi ketoksikan akut senyawa pada hewan coba dibagi menjadi beberapa

kelas, adalah sebagai berikut.

LC50 adalah konsentrasi yang dapat mematikan 50% hewan uji dalam

waktu yang relatif pendek yakni satu sampai empat hari (Soemirat, 2003).

Uji toksisitas akut dapat digunakan untuk menentukan toksisitas suatu

senyawa spesifik yang terdapat dalam efluen. Untuk keperluan penelitian

toksisitas diperlukan hewan uji. Hewan uji yang digunakan dapat berupa

ikan karena dapat menunjukkan reaksi terhadap perubahan fisik air maupun

terhadap senyawa pencemar terlarut dalam batas konsentrasi tertentu. Salah

satu ikan yang dapat digunakan yaitu ikan mas(Cyprinus carpio L) karena

sangat peka terhadap perubahan lingkungan sehingga dapat ditentukan

kadar limbah yang menyebabkan efek toksik terhadap ikan mas (Sudarmadi,

1993).

Table 2. Kategori toksisitas

Kategori LC50(μg/ml)
Sangat toksik <30
Toksik 30-1000
Tidak toksik >1000
Sumber : Wagner dkk (1993) dalam Subekti (2014)

23
C. Kerangka Konsep

Gambar 4. kerangka konsep

Kematian Larva
Fraksi batang meistera Udang
chinensis

Keterangan

= Variabel bebas

= Variabel terikat

24
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah secara eksperimental. Eksperimental adalah

suatu penelitian dengan melakukan kegiatan percobaan yang bertujuan untuk

mengetahui segala atau pengaruh yang timbul sebagai akibat dari adanya

perlakukan tertentu. Perlakuan dengan pemberian fraksi rimpang Meistera

chinensis terhadap larva udang Artemia Salina Leach, dengan menghitung

jumlah kematian larva udang dengan menggunakan LC50.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan untuk uji toksisitas ekstrak batang

Meistera chinensis terhadap larva udang ( Artemia Salina Leach ) adalah One

Shot Case Study. One Shot Case Study merupakan desain penelitian dimana

peneliti hanya melakukan satu kali treatment yang diperkirakan sudah

mempunyai pengaruh untuk kemudian diadakan post test. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah BSLT dengan cara pengambilan

sampel yaitu simple random sampling terhadap larva udang dan untuk

menentukan nilai LC50 dengan arimatik reed and muench. Jumlah larva udang

yang digunakan adalah 10 ekor larva tiap kelompok perlakuan. Pada

penelitian ini terdapat empat kelompok perlakuan dan dua kelompok kontrol

yang dilakukan tiga kali replikasi.

25
X O
Gambar 5. One Shot Case Study
Keterangan

X = Perlakuan

O = Observasi Hasil

Table 3. Data Hasil Penelitian


Fraksi etil

Konsentrasi Total asetat


Rata” % Log
Probit
ppm larva Kematian Kematian Konsentrasi
U U2 U3
1

1000

500

100

10

C. Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Juni 2022 bertempat di

Laboratorium Farmasi Universitas Halu Oleo.

D. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah fraksi etil asetat batang

Meistera chinensis, yang diperoleh secara keseluruhan dari hasil fraksi

setelah ditimbang.

26
2. Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah fraksi etil asetat batang Meistera

chinensis 100 µg x 3 (kali pengulangan) = 300 µg.

E. Variable Penilitian

1. Variable bebas : Fraksi batang Meistera chinensis

2. Variable terikat : Kematian larva udang

F. Definisi oprasional

1. Fraksi batang Meistera chinensis merupakan proses penguapan

menggunakan dua pelarut yang tidak saling bercampur.

2. Uji toksisitas merupakan uji yang digunakan dalam penelitian ini dengan

menggunakan larva udang dan rimpang Meistera chinensis sebagai sampel

dalam metode BSLT.

3. LC50 (Lethal concentration 50) adalah konsentrasi zat yang menyebabkan

terjadinya kematian pada 50 % hewan uji yaitu larva udang setelah

pemberian larutan uji fraksi rimpang Meistera chinensis.

4. Larva udang adalah (Arettemia salina L) adalah hewan uji yang digunakan

dalam penelitian uji toksisitas yang menggunakan metode BSLT.

G. Hipotesis

Merupakan pernyataan secara singkat dan jelas yang merupakan

jawaban sementara terhadap permasalahan yang dihadapi, ditegakkan/dibuat

berdasarkan landasan teori atau kerangka konsep atau model penelitian yang

masih harus dibuktikan kebenarannya.

27
1. Hipotesis nol (H0): fraksi etil asetat batang Meistera chinensis tidak

toksik terhadap larva udang Aretemia salina Leach.

2. Hipotesis alternatif (Ha/H1) : fraksi etil asetat batang Meistera chinensis

toksik terhadap larva udang Aretemia salina Leach.

H. Prosedur Penelitian

1. Alat dan bahan

a. Alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan berupa alat-alat gelas kimia, gelas

ukur, vial, sendok tanduk, aquarium, aluminium foil, batang

pengaduk, pipet tetes, mikropipet , timbangan analitik, lampu, kain

flannel, seperangkat alat maserasi, rotary evaporator, labu alas bulat,

spatula, toples, gabus, Microplate.

b. Bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang akan digunakan berupa batang Meistera

chinensis, Artemia salina Leach, aquades, air laut, etil Asetat,

dimetilsulfoksida (DMSO 5%), kalium bikromat, dan kertas saring.

2. Cara kerja

a. Pengambilan Sampel

Pengambilan batang Meistera chinensis dilakukan di

daerah Kecamatan Andoolo, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi

Tenggara. Diambil sampel pada pukul 09.00 samapai 12.00

menggunakan alat bantu parang batang yang akan diambil adalah

28
batang yang sudah dewasa dengan kriteria batang berwarna hijau tua

dengan tekstur keras.

b. Penyiapan Sampel

1) Disiapkan alat dan bahaan.

2) Dicuci dengan air mengalir dan disortasi basa batang Meistera

chinensis dengan memisahkan kotoran-kotoran yang menempel

pada batang Meistera chinensis.

3) Dipotong kecil-kecil batang Meistera chinensis.

4) Dikeringkan sampel dengan tidak terpapar langsung dengan

matahari (ditutup dengan kain hitam).

5) Dihaluskan menggunakan blender hingga menghasilkan

simplisia halus.

6) Disimpan dalam wadah tertutup baik .

7) Ditimbang sampel lalu diekstraksi menggunakan metode

maserasi secara sederhana

c. Proses ekstraksi dengan metode maserasi

1) Ditimbang serbuk batang Meistera chinensis dengan

menggunakan timbangan digital.

2) Dilarutkan serbuk batang Meistera chinensis dengan methanol

96% dengan perbandingan pelarut yaitu (1:7,5), hingga

terendam didalam pelarut dalam wadah kaca tertutup. Proses

maserasi dilakukan selama 3x24 jam dan dilakukan pengadukan

setiap 1x24 jam dengan menggunakan batang pengaduk.

29
3) Setelah itu ekstrak disaring menggunakan kertas Whatman no. 1

lalu didapatkan filtratnya.

4) Kemudian diuapkan menggunakan rotavapor pada suhu 40 °C

sampai tidak ada pelarut yang menetes lagi sehingga diperoleh

ekstrak kental.

5) Ekstrak pekat yang dihasilkan kemudian ditimbang dan dihitung

rendamennya dengan persamaan.

berat akhir(berat ekstrak kental)


Rendamen = x 100 %
berat awal yang diperoleh

d. Proses fraksinasi

1) Dilarutkan ekstrak kental dengan aquadest.

2) Ditambahkan dengan n-heksan dengan perbandingan volume

yang sama didalam corong pisah sampai terekstraksi sempurna

dan diperoleh lapisan air dan lapisan n-heksan.

3) Lapisan air dikeluarkan dan lapisan n-heksan dipartasikembali.

4) Lapisan air dimasukan kembali kedalam corong pisah dan

ditambahkan pelarut etil asetat dengan perbandingan volume

yang sama.

5) Dilakukan pengocokan dan pemisahan hingga diperoleh lapisan

air dan fraksi etil asetat.

6) Keluarkan lapisan etil asetat dan dipartisi kembali lapisan air

30
7) Lakukan hingga lapisan air menjadi bening.

8) Dipekatkan fraksi etil asetat dengan alat rotary evapurator dan

diuapkan diatas penangas air.

e. Pembuatan larutan stok

Setiap satu plat mikro memerlukan 200 μL larutan stok

sampel yang akan diuji. Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali

(triplo), larutan uji yang akan digunakan yaitu DMSO 5%, fraksi etil

asetat batang Meistera chinensis, larutan kontrol positif (kalium

bikromat) dan larutan kontrol negarif (DSMO 5%).

1) Larutan stok DMSO 5%

Pada larutan stok DMSO 5% dibuat sebanyak 5 mL,

dipipet DMSO 0,25 mL lalu ditambahkan air laut sebanyak 4,75

mL, dan divortex atau sonifikasi hingga homogen.

2) Larutan stok fraksi etil asetat batang Meistera chinensis.

Dibuat larutan stok fraksi etil asetat sebanyak 2000μL,

masing-masing sampel 10,1 mg dalam 20 mL DMSO 5% dan

divortex atau sonifikasi hingga homogen.

3) Larutan stok kontrol positif

Dibuat larutan kontrol positif (kalium bikromat) sebanyak

700 μL, kemudian ditambahkan kalium bikromat 35 μL dan air

laut 665 μL selanjutnya divortex atau sonifikasi hingga homogen.

31
4) Larutan stok kontrol negatif

Dibuat larutan stok kontrol negatif (DMSO 5%) sebanyak

600 μL, kemudian di tambahkan DMSO 5% sebanyak 30 μL dan

air laut 570 μL selanjutnya divortex atau sonifikasi hingga

homogen.

f. Pembuatan variasi konsentrasi larutan sampel dalam microwell

Pembuatan variasi konsentrasi larutan sampel dalam plat mikro

yaitu dengan cara:

1) Dimasukkan larutan stok secara aliquot sesuai dengan ketentuan

yang telah ditetapkan.

2) 100 µL larutan pada baris A dan dipindahkan ke baris B dan

homogenkan campuran dalam kolom tersebut dengan cara memipet

sebanyak 4-5 kali.

3) Selanjutnya diambil 100 µL dari baris B dan dipindahkan ke baris

C dan seterusnya sampai pada baris D.

4) Pada baris D setiap kolom diambil 100 µL dan dibuang.

5) Hasilnya akan didapatkan variasi konsentrasi larutan untuk masing-

masing baris sebagai berikut, baris 1 = 1000 ppm, baris 2 = 500

ppm, baris 3 = 100 ppm, baris 4 = 10 ppm.

6) Selanjutnya dilakukan pemeriksaan ulang untuk memastikan setiap

kolom pada plat mikro terisi 100 µL.

32
g. Penyiapan larva A. salina Leach

1) Disiapkan bejana untuk penetasan telur udang.

2) Disatu ruang dalam bejana tersebut diletakkan lampu untuk

menghangatkan suhu dalam penetasan sedangkan diruang

sebelahnya diberi air laut.

3) Didalam air laut dimasukan ± 50-100 mg telur udang untuk

ditetaskan.

4) Ditutup menggunakan aluminium foil pada bagian telur dan lampu

dinyalakan selama 24-48 jam untuk menetaskan telur (Jazilah, dkk.

2014).

h. Pengujian Toksisitas

Pengujian dilakukan dengan cara memasukkan 100 µL

larutan yang berisi larva Artemia salina L sebanyak 10 ekor ke dalam

masing-masing well pada plat mikro. Penambahan larutan larva

menghasilkan variasi konsentrasi akhir pada sampel, kontrol positif

dan kontrol negatif. Kemudian plat mikro diinkubasi selama 24 jam

pada suhu ruangan 22-29ᴼC. Lalu dihitung jumlah larva yang mati

dengan cara melihat pada well dengan menggunakan mikroskop

binocular (12,5x). Kemudian Persentase kematian larva Artemia

salina L (Percentage Of Deaths) dihitung dengan rumus:

% Lethality= ¿ ×100 %
Total Larva

33
Kemudian ditentukan nilai LC50 menggunakan analisis Probit (“FIN”

program).

Untuk mencari nilai LC50 digunakan analisis probit. Langkah

menghitung nilai LC50 berdasarkan analisis probit adalah :

1) Mempunyai tabel probit.

2) Menentukan nilai probit dari % kematian tiap kelompok hewan uji.

3) Menentukan log konsentrasi tiap-tiap kelompok.

4) Menentukan persamaan garis lurus hubungan antara nilai probit

dengan log konsentrasi, y = a + b.

5) Memasukan nilai 5 (Probit dari 50% kematian hewan coba) pada

persamaan garis lurus, nilai Y. Nilai LC 50 dihitung dari nilai anti log X

pada saat Y = 5.Ʃ

Ʃ ( X ) Ʃ ( Y )−n Ʃ( XY )
Rumus : nilai slope (a) =
( Ʃ ( X ) ) ²−n Ʃ( x2 )
Ʃ ( X ) Ʃ ( XY )−Ʃ( XY ²) Ʃ(Y )
Intersep (b) =
( Ʃ ( X ) ) ²−n Ʃ( x 2)
Keterangan :

Ʃ = Jumlah

X = Log konsentrasi

Y = Probit

n = Jumlah perlakuan konsentrasi

Nilai LC50 dibawah 1000 μg/mL dinyatakan bersifat toksik, sedangkan

apabila nilai LC50 di atas 1000Μg/mL dinyatakan tidak bersifat toksik.

34
I. Analisis data

1. Jenis data

Jenis data yang akan digunakan pada penelitian ini adalah data

kuantitatif. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka, atau data

kualitatif yang diangkakan.

2. Sumber data

a. Data primer yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti

secara langsung dari sumber data. Data primer disebut juga sebagai data

asli atau data baru yang memeiliki sifat up to date. Untuk mendapatkan

data primer peneliti harus mengumpulkannya secara langsung. Data

primer pada penelitian ini berupa uji toksisitas yang diukur dengan

penentuan LC50 fraksi etil asetat batang Meistera chinensis. Terhadap

hewan uji larva udang.

b. Data sekunder, data yang diperoleh dari studi pustaka yang berasal dari

buku, jurnal ilmiah, serta hasil-hasil penelitian sebelumnya yang relevan.

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah observasi atau pengamatan efek toksisk dari fraksi etil asetat batang

Meistera chinensih menggunakan hewan uji coba larva udang.

4. Pengolahan data

35
Data yang diperoleh merupakan beberapa jumlah kematian larva

udang. Jumlah larva udang yang mati pada masing-masing kadar digunakan

untuk menentukan presentase kematian dengan rumus Probit :

(Total Larva−Jumlah Larva Hidup)


% Lethality= × 100 %
Total Larva

5. Penyajian data

Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel kemudian

diuraikan dalam bentuk narasi.

36
6. Skema jalannya penelitian

a. Alur peneltian

Simplisia Kering batang Meistra chinensis

Ditimbang

Maserasi menggunakan metanol

Filtrasi

Residu Filtrat
Evaporasi

Ekstrak kental

Fraksinasi dengan pelarut etil asetat

Uji toksistas fraksi rimpang Meistera chinensis pada larva udang

Kalium Konsentrasi DMSO 5%


bikromat

1000 ppm, 500 ppm, 100 ppm, 10 ppm.

Nilai LC50

Pembahasan

37
Kesimpulan

b. Penyiapan larva

50-100 mg telur aretemia

Dimasukan dalam wadah bejana

1 L air laut

Didiamlan selama 24 jam dan diberi


penerangan serta aerator

Larva

Dipindahkan dalam wadah


khusus
Ruang gelap

Didiamkan selama 48 jam dan diberi


penerangan serta aerator

Ruang terang

Larva siap diajukan

38
c. Pengujian Toksisitas

Larva Aretmia Salina

1. Dimasukkan 100 μL larutan A. salina Leach


(10 ekor) ke dalam masing-masing well pada
plat mikro
2. Diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruang
29ᴼC
3. Dihitung jumlah Larva yang mati
menggunakan mikroskop Binocular (12,5x)
4. Hitung Total Larva setiap well
5. Hitung Persentase kematian larva
6. Hitung LC50

Hasil

Toksik Tidak toksik

39
d. Skema kerja pembuatan ekstrak

Batang Meistera Chinensis

1. Dicuci bersih
2. Disortasi basah
3. Dikupas kulitnya
4. Dipotong tipis
5. Dikeringkan
6. Disortasi kering
7. Disimpan dalam wadah

simplisia

Ditimbang serbuk simplisia

Maserasi batang Meistera chinensis

1. Direndam dengan metanol perbandingan


1:7,5.
2. Didiamkan selama 3 hari
3. Diaduk sesekali
4. Disaring

Evaporator 40 °C

40
Ekstrak kental

e. Skema kerja pembuatan fraksi

Ekstrak batang Meistera Chinensis

1. Dilarutkan ekstrak kental dengan aquadest.


2. Ditambahkan dengan n-heksan dengan
perbandingan volume yang sama didalam corong
pisah sampai terekstraksi sempurna dan diperoleh
lapisan air dan lapisan n-heksan.
3. Lapisan air dikeluarkan dan lapisan n-heksan
diperaktisi kembali.
4. Lakukan hingga lapisan n-heksan menjadi bening.

Lapisan bawah Lapisan atas

Lapisan air Lapisan n-heksan

1. Lapisan air dimasukan kembali kedalam corong


pisah dan ditambahkan pelarut etil asetat dengan
perbandingan volume yang sama.
2. Dilakukan pengocokan dan pemisahan hingga
diperoleh lapisan air dan fraksi etil asetat.
3. Keluarkan lapisan etil asetat dan dipartisi
kembali lapisan air.
4. Lakukan hingga lapisan air menjadi bening.

Fraksi etil asetat (lapisan


atas)

41
Evaporator

Fraksi etil asetat


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


Meistera chinensis merupakan tumbuhan jenis Zingiberaceae yang

banyak ditemukan di kabupaten konawe Sulawesi Tenggara dengan nama lokal

wualae. Secara empiris oleh masyarakat setempat digunakan sebagai penambah

rasa pada makanan, nyeri dan meningkatkan kekebalan tubuh (Musdalipah, dkk.,

2021).

A. Penyiapan Sampel

Batang Meistera chinensis diambil di Desa Alangga Kec. Andoolo Kab.

Konawe Selatan Sulawesi Tenggara. Penyiapan sampel diawali dengan

pengambilan sampel sampai menjadi serbuk simplisia yang siap untuk

diekstraksi. Bagian batang diambil yang sudah dewasa dengan kriteria batang

berwarna hijau tua dan bertekstur keras. Sampel disortasi basah dengan tujuan

untuk memisahkan kotoran atau bahan asing serta bagian tanaman lain yang

tidak diinginkan dari bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan

menggunakan air mengalir untuk menghilangkan tanah dan kotoran yang

melekat pada sampel (Ningsih dkk,2016).

Perajangan dilakukan untuk memperkecil ukuran sampel dan

mempermudah proses pengeringan. Pengeringan dilakukan untuk mengurangi

42
jumlah kadar air agar bahan simplisia tidak rusak dan dapat disimpan dalam

jangka waktu yang lama, menghentikan reaksi enzimmatis, mencegah

pertumbuhan kapang, jamur, dan jasa trenik lainnya (Ahyari, 2009). Syarat

mutu kadar air dalam simplisia yaitu 10%. Pengeringan dilakukan dengan

menjemur sampel dibawah sinar matahari yang ditutupi kain hitam dengan

tujuan untuk mencegah kerusakan senyawa metabolit sekunder yang ada

dalam sampel. Sampel disortasi kering untuk memisahkan simplisia yang

rusak selama proses sebelum dan setelah pengeringan. Pengepakan simplisia

disimpan ditoples yang kedap udara, kemudian dilakukan penghalusan

simplisia.

Penghalusan simplisia bertujuan untuk memperluas permukaan partikel

simplisia sehingga semakin besar kontak permukaan partikel simplisia

dengan pelarut dan mempermudah penetrasi pelarut ke dalam simplisia

sehingga dapat menarik senyawa-senyawa dari simplisia lebih banyak. Proses

ekstraksi dilakukan selama 3-5 hari dengan 3 jam sekali pengadukan. Ekstrak

yang diperoleh dievaporasi pada suhu 40°C dengan tujuan agar zat yang

terkandung didalam pelarut tidak rusak pada suhu yang tinggi (Ahyari, 2009).

Setelah didapatkan ekstrak kental selanjutnya dilakukan fraksinasi dengan

menggunakan pelarut etil asetat.

B. Ekstrak

Metode yang digunakan untuk ekstraksi adalah dengan cara maserasi

karena maserasi merupakan cara yang paling sederhana. Maserasi digunakan

dengan cara merendam serbuk simplisia dengan pelarut. Pelarut akan

43
menembus dinding sel dan akan masuk ke dalam rongga sel yang

mengandung zat aktif, zat aktif akan larut karena adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan zat aktif didalam sel dan diluar sel. Maka, larutan

pekat didesak keluar peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi

keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan didalam sel. Pelarut

yang digunakan adalah metanol karena metanol merupakan pelarut yang

bersifat universal sehingga dapat menarik sebagian besar senyawa yang

bersifat polar dan non polar pada simplisia (Salamah dan Widyasari, 2015)

Gambar 6. Ekstrak batang Meistera chinensis

Tabel 4 Rendemem esktrak batang Meistera chinensis

Bobot Bobot Ekstrak Rendemen


Bahan Warna
Simplisia (g) Kental (g) (%)

Batang Meistera chinensis 2.500 g 94 g 3,76% Coklat

Tabel 4. Menunjukkan hasil esktraksi batang Meistera chinensis. Batang

Meistera chinensis sebanyak 2.500 g yang dimaserasi dengan 2,5 L metanol

sehingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 94 g, dengan persentasi rendemen

3,76 % yang berarti perbandingan antara berat simplisia dan ekstrak kental

adalah 3,76% sehingga menunjukan sejumlah tersebut senyawa bioaktif yang

ada di dalam ekstrak tersebut yang ikut tertarik (Nurhayati et al 2009). Bahwa

nilai rendemen yang tinggi menunnjukan banyaknya komponen bioaktif yang

44
terkandung di dalamnya. Rendemen adalah perbandingan berat ekstrak yang

di hasilkan dengaan berat simplisia sebagai bahan baku. Semakin tinggi nilai

rendemen menunjukan bahwa ekstrak yang di hasilkan semakin besar.

Sehingga perhitungan rendemen ekstrak untuk menentukan perbandingan

jumlah ekstrak yang di peroleh dari satu bahan terhadap bahan awal

simpelisia serta untuk mengetahui banyaknya senyawa bioaktif yang

terkandung dalam bahan terekstraksi. Besar kecil nya hasil rendemen yang

diperoleh dipengaruhi oleh keefektifan dalam proses ekstraksi.

C. Fraksinasi

Fraksinasi pada prinsipnya adalah proses penarikan senyawa pada

suatu ekstrak dengan menggunakan dua macam pelarut yang tidak saling

bercampur. Pelarut yang umumnya dipakai untuk fraksinasi adalah n-heksan,

etil asetat, dan metanol. Metode pemisahan yang digunakan umumnya adalah

fraksinasi cair-cair, yaitu metode pemisahan dengan menggunakan dua cairan

pelarut yang tidak saling bercampur, sehingga senyawa yang diinginkan dapat

terpisah. Pada penelitian ini pelarut yang digunakan adalah pelarut etil asetat

dan pelarut metanol, adapun metode nya yaitu ekstrak kental dilarutkan

dengan metanol dan air yang kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah

dan ditambahkan etil asetat, setelah itu dikocok dan dipisahkan dua fase yang

terbentuk.

45
Gambar 7. Proses frkaksinasi etil asetat batang Meistera chinensis

Tabel 5. fraksi etil asetat batang Meistera chinensis

Nama Simplisia Jumlah Ekstrak Jumlah Fraksi


Metanol (gram) Etilasetat (gram)
Batang M. Chinensis 30 14,72

Tabel 5. menunjukkan jumlah ekstrak metanol yang difraksinasi sebanyak 30

gram dan diperoleh jumlah fraksi etil asetat sebanyak 14,72 gram.

D. Penetasan Larva Udang

Penetasan larva udang menggunakan metode Brine Shrimp Lethality

Test (BSLT) merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui

potensi toksik suatu senyawa yang dihasilkan oleh ekstrak tanaman terhadap

sel dengan menggunakan larva udang Artemia salina sebagai bioindikator.

Persiapan yang harus dilakukan sebelum melakukan uji ‘BSLT adalah

menetaskan telur Artemia salina. Proses penetasan Artemia salina

membutuhkan aerator sebagai sumber oksigen serta dilakukan dalam suhu

ruang. Penetasan membutuhkan waktu 24-48 jam, hewan uji yang digunakan

berusia 48 jam karena telah memiliki saluran pencernaan yang lengkap

sehingga peka terhadap suatu zat yang masuk. Larva udang yang telah

menetas dan dibiarkan selama 48 jam siap untuk dijadikan sampel.

46
Gambar 8. Proses pembiakan larva udang

E. Uji Toksisitas Fraksi Etil Asetat Pada Batang Meistera chinensis

Meistera chinensis Secara empiris digunakan sebagai penambah

rasa pada makanan, mengobati rasa nyeri, dan meningkatkan kekebalan tubuh.

Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Musdalipah, dkk, (2020).

menyatakan bahwa uji evaluasi senyawa pada Meistera chinensis ditemukan

senyawa metabolit phytochemical: terpenoid, saponin, fenolat, steroid, dan

flavonoid, termasuk triterpenoid. Kandungan fenolik dan flavonoid total

masing-masing adalah 30,72 ± 1,07 mgGAE / g dan 8,02 ± 0,48 mgQE / g.

Fraksi buah Meistera chinensis memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat

dengan LC50 sebesar 42,7 ± 3,53 mg / L (F8). Pada uji toksisitas ini

menggunakan fraksi buah Meistera chinensis dengan metode BSLT

47
ditemukan hasil yang sangat toksik dengan LC50 sebesar 5,2 ± 0,72 mg/L.

Temuan ini menunjukkan bahwa buah Meistera chinensis berperan sebagai

antioksidan dan agen toksisitas.

Pengujian toksisitas pada penelitian ini menggunakan fraksi etil

asetat batang Meistera Chinensis dengan metode Brine Shrimp Lethality Test

(BSLT) dimana metode ini merupakan salah satu metode uji ketoksikan yang

memiliki korelasi positif terhadap aktivitas antitumor/antikanker

(Sukardiman, 2004). Penelitian ini dibuat atas 6 kelompok perlakuan, yaitu 4

kelompok perlakuan sampel uji dalam bentuk hasil pengenceran sebanyak 4

kali, 1 kontrol positif dan 1 kontrol negatif. Pada tahap ini diawali dengan

penetasan larva udang selama 2 x 24 jam. Jumlah total larva udang pada

delapan kelompok untuk perlakuan adalah 180 ekor dengan tiap kelompok

well terdapat 10 ekor. Selanjutnya dibuat pengenceran sampel uji sebanyak 4

kali pengenceran yaitu 1000 ppm, 500 ppm, 100 ppm, dan 10 ppm. Hal ini di

maksudkan untuk melihat variasi respon yang diberikan. Bila persen

kematian yang diperoleh mencapai 50%, berarti ada efek toksik dari fraksi

batang Meistera chinensis tersebut.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh data

pengujian toksisitas batang Meistera Chinensis dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Hasil pengamatan uji toksisitas fraksi etil asetat batang Meistera chinensis

Fraksi etil
Konsentrasi Total asetat Rata” % Log
Probit
ppm larva Kematian Kematian Konsentrasi
U U2 U3
1

48
1000 10 8 7 9 8,0 80% 3,00 5,84

500 10 7 6 7 6,7 67% 2,70 5,44

100 10 5 5 6 5,3 53% 2,00 5,08

10 10 3 4 3 3,3 33% 1,00 4,56

Tabel 6. Menunjukan bahwa pada konsentrasi1000 ppm menunnjukan %

kematian larva udang sebesar 80%, pada konsentrasi 500 ppm menunjukann %

kematian larva udang sebesar 67%, dan pada konsentrasi 100 ppm dan 10 ppm

menunjukan % kematian yang sama yaitu 53%. Penelitian ini dilakukan tiga kali

pengulangan (triplo) agar diperoleh data yang baik dan akurat. Pengamatan

dilakukan setelah 24 jam perlakuan. Hasil pengamatan dapat dilihat pada gambar

9 dibawah ini.

6.00
Analisis Probit
5.80
5.60 f(x) = 0.602929371298334 x + 3.91878387108565
R² = 0.969186344939969
5.40
5.20
5.00
Probit

4.80
4.60
4.40
4.20
4.00
0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50
Log Konsentrasi (ppm)

Gambar 9. Analisis Kematian Larva udang terhadap konsentrasi fraksi etil asetat
batang Meistera chinensis (PPM)

49
Berdasarkan gambar 9. Menunjukkan nilai LC50 dari fraksi batang

Meistera Chinensis yaitu sebesar 62,13 ppm sehingga dapat disimpulkan bahwa

batang Meistera chinensis memiliki efek toksik terhadap larva udang Artemia

salina ketika diuji dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).

Fraksi etil asetat batang Meistera chinensis memiliki aktivitas toksik

maka berhubungan dengan itu fraksi etil asetat batang Meistera chinensih

kedepannya dapat diformulasikan sebagai obat kanker.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Sunarni dkk 2003, jika nilai dari LC50

masing-masing ekstrak atau senyawa yang diuji <1000 ppm maka dianggap

menunjukan adanya aktivitas biologi, sehingga pengujian ini dapat digunakan

sebagai skrining awal terhadap senyawa bioaktif yang diduga berkhasiat sebagai

antikanker.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh data pengujian

untuk kontrol positif dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Hasil pengamatan uji toksisitas kontrol positif


Kalium
Konsentrasi Total bikromat Rata” % Log
Probit
ppm larva Kematian Kematian Konsentrasi
U U2 U3
1
1000 10 10 10 10 10,0 100% 3,00 8,09

500 10 10 10 10 10,0 100% 2,70 8,09

100 10 10 10 9 9,7 97% 2,00 6,88

10 10 8 7 9 8,0 80% 1,00 5,84


Kontrol positif yang digunakan berupa kalium bikromat tanpa adanya

penambahan fraksi guna untuk menguji ada tidaknya pengaruh air laut maupun

faktor lain yang berpengaruh terhadap kematian larva, sehingga dapat dipastikan

50
bahwa kematian larva hanya disebabkan oleh pengaruh fraksi batang Meistera

chinensis. Berdasarkan tabel 7. Pada konsentrasi 1000 ppm dan 500 ppm

memdengan % kematian yang sama yaitu sebesar 100%, pada konsentrasi 100

ppm menunjukan % kematian sebesar 97%, dan pada konsentrasi 10 ppm

menunjukan % kematian sebesar 80%. Penelitian ini dilakukan tiga kali

pengulangan (triplo) agar diperoleh data yang baik dan akurat. Pengamatan

dilakukan setelah 24 jam perlakuan. Untuk analisis probit kontrol positif dapat

dilihat pada gambar 10.

Gambar 10. Analisis Kematian Larva udang terhadap kontrol positif

Analisis Probit
8.50
8.00 f(x) = 1.20629892322291 x + 4.60161046265526
7.50 R² = 0.974477694134136

7.00
6.50
Probit

6.00
5.50
5.00
4.50
4.00
0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50
Log Konsentrasi (ppm)

Berdasarkan gambar 10. Menunjukkan nilai LC50 diperoleh hasil kontrol

positif (kalium bikromat) yaitu sebesar 2,14 ppm sehingga dapat disimpulkan

kalium bikromat memiliki efek sangat toksik terhadap larva udang Artemia salina

ketika diuji dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).

51
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh data pengujian

untuk kontrol negatif dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Hasil pengamatan uji toksisitas kontrol negatif

DMSO
Konsentrasi Total Rata” % Log
Probit
ppm larva U U2 U3 Kematian Kematian Konsentrasi
1

1000 10 0 0 0 0,0 0% 3,00 0,00

500 10 0 0 0 0,0 0% 2,70 0,00

100 10 0 0 0 0,0 0% 2,00 0,00

10 10 0 0 0 0,0 0% 1,00 0,00


Kontrol negatif yang digunakan berupa DMSO tanpa adanya

penambahan fraksi guna untuk menguji ada tidaknya pengaruh DMSO maupun

faktor lain yang berpengaruh terhadap kematian larva, sehingga dapat dipastikan

bahwa kematian larva hanya disebabkan oleh pengaruh fraksi batang Meistera

chinensis. Berdasarkan tabel 8. Menunjukan bahwa pada kontrol negatif tidak

menunjukan adanya sifat toksik terhadap larva udang dengan % kematian pada

tiap konsentrasi yaitu 0%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa DMSO

tidak berpengaruh toksik terhadap larva udang. Penelitian ini dilakukan tiga kali

52
pengulangan (triplo) agar diperoleh data yang baik dan akurat. Pengamatan

dilakukan setelah 24 jam perlakuan. Untuk analisis probit kontrol negatif dapat

dilihat pada gambar 11.

Analisis Probit
8.00
7.50
7.00
6.50
6.00
Probit

5.50
5.00
4.50
4.00
0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50
Log Konsentrasi (ppm)

Gambar 11. Analisis Kematian Larva udang terhadap kontrol negatif

Berdasarkan gambar 11. Menunjukan bahwa pada kontrol negatif

(DMSO) tidak memiliki efek toksik terhadap larva udang Artemia salina ketika

diuji dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).

53
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Pengujian toksisitas Fraksi etil asetat batang Meistera Chinensi

menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) memiliki efek

toksik pada larva udang (Aretemia Salina L).

2. Fraksi etil asetat batang Meistera Chinensis memiliki nilai LC50 sebesar

62,13 ppm.

B. SARAN

Adapun saran dari penelitiaan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan pengujian lebih lanjut

tentang potensi bahan alam sebagai obat antikanker.

2. Untuk penelitian selanjutnya agar lebih mengembangkan lagi penelitian

mengenai toksisitas.

54
DAFTAR PUSTAKA
Ahyari, J. 2009. Rotary Evaporator. 28 Oktober 2010
Agus Kardinan dan Fauzi Rahmat Kusuma. (2004). Hidup sehat secara Alami.
Dalam: Meniran Penambah Daya Tahan Tubuh Alami. Cet.1. Jakarta: Agro
Media Pustaka. h. 5-14, 16, 20.

Ajrina, Aulia. 2013. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Daun Garcinia
Benthami Pierre Terhadap Larva Artemia Salina Leach Dengan Metode
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Skripsi. Jakarta.

Barda, S.N 2007, Tanaman berkhasiat obat, PT Sunda Kelapa , Jakarta, 14.

BPOM. 2020. Pedoman uji toksisitas prakelinik secara in vivo

Carballo, J. L. et al. A Comparison Between Two Brine Shrimp Assays to Detect


In Vitro Cytotoxicity in Marine Natural Products. BMC Biotechnology,
Vol.2: 17. 2002.
Chan EWC, Lim YY, Wong SK. Phytochemistry and Pharmacological Properties
of Etlingera elatior: A Review. Pharmacogn J. 2011;3(22):6-10.
doi:10.5530/pj.2011.22.2
Day, R A, dan Underwood, A L., (2002), Analsis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam,
Erlangga, Jakarta
Fristiohady A, Wahyuni, Malik F, Yusuf MI, Salma WO, Hamsidi R. 2019. Level
of Cytokine Interleukin-6 And Interleukin 1-β on Infectious Rat Model
Treated with Etlingera elatior (Jack) R.M. Smith Fruit Extract as
Immunomodulator. Borneo Journal of Pharmacy 3(2): 52-57. DOI:
10.33084/bjop.v3i2
Ghasemzadeh A, Jaafar HZE, Rahmat A, Ashkani S. Secondary metabolites
constituents and antioxidant, anticancer and antibacterial activities of
Etlingera elatior (Jack) R.M.Sm grown in different locations of Malaysia.

55
BMC Complement Altern Med. 2015;15:335.doi:10.1186/s12906-015-0838-
6
Hanani, M.S.E. (2015) . Analisis Fitokimia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Insanawati, A. P., dan Retnaningsih, A. 2018. "Perbandingan Teknik Ekstraksi


Maserasi Dengan Infusa Pada Pengujian Aktivitas Daya Hambat Daun Sirih
Hijau (Piper betle L.) Terhadap Escherichia coli". Jurnal Farmasi
Malahayati, 1, 1.19-24

Irawan, B., 2010. Peningkatan Mutu Minyak Nilam dengan Ekstraksi dan
Destilasi pada Berbagai Komposisi Pelarut, Tesis, Universitas Diponegoro,
Semarang, Indonesia

Jackie T, Haleagrahara N, Chakravarthi S. Antioxidant effects of Etlingera elatior


flower extract against lead acetate - induced perturbations in free radical
scavenging enzymes and lipid peroxidation in rats. BMC Res Notes.
2011;4:67. doi:10.1186/1756- 0500-4-67

Janah, 2020. Identifikasi dan uji toksisitas terhadaap larva udang (Artemia Salina
L) Ekstrak bakatul menggunakan vareasi jenis pelarut dan lama ekstrak.
Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim, Malang, Indonesia, 65144

Juwita T, Puspitasari IM, Levita J. Torch Ginger (Etlingera elatior): A Review on


its Botanical Aspects, Phytoconstituents and Pharmacological Activities. Pak
J Biol Sci. 2018;21(4):151-65. doi:10.3923/pjbs.2018.151.165

Kholish, M. Panduan Lengkap Agribisnis Patin. Jakarta: Penebar Swadaya, 2010.

Makiyah, Dan Tresnayanti (2017) Uji Toksisitas Akut yang Diukur dengan
Penentuan LD50 Ekstrak Etanol Umbi Iles-iles (Amorphophallus variabilis
Bl.) pada Tikus Putih Strain Wistar Program Studi D-3 Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Sukabumi

Marjoni, R. 2016, Dasar-Dasar Fitokimia. CV. Trans Info Media: Jakarta Timur.

Meyer, L.H. 1982. Food Chemistry. The AVI Publishing Company Inc. Westport.
University of California

Mujiman A, R Suyanto. (2003). Budidaya Udang Windu. Jakarta: Penebar


Swadaya.

56
Mukhriani, 2014, Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif,
Jurnal Kesehatan, 7(2)

Mukhriani, 2014, Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif,


Jurnal Kesehatan, Vol. VII No.2, 361-367.

Musdalipah,Tee, S. A., Fristiohady, A., Wibawa, A., & Yodha, M. (2021). Total
Phenolic and Flavonoid Content , Antioxidant , and Toxicity Test with BSLT
of Meistera chinensis Fruit Fraction from Southeast Sulawesi. 4(1), Jurnal
Farmasi Kalimantan Vol 4 Edisi 1 Februari 2021 6–15.

Mutiasari, I. R. 2012. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Jamur Pleurotus ostreatus


Dengan Metode DPPH dan Identifikasi Golongan Senyawa Kimia Dari
Fraksi Teraktif. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia. Depok

Ningsih, D.A. 2016. Uji Antioksidan Teh Kombinasi Krokot Dan Daun Kelor
Dengan Variasi Suhu Pengeringan. Skripsi. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Prawirodiharjo, E. 2014. Uji aktivitas antioksidan dan uji toksisitas ekstrak etanol
70% dan ekstrak air kulit batang kayu jawa (lannea coromandelica).
Unpublished thesis, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Prawurodiharjo, E. 2014 Uji toksiistas antioksidan dan uji toksisitas ekstrak


etanol 70% dan ekstrak air kulit batang kayu jawa (lannea coroniandelica).
Unpublished thesis, UIN.

Ramdhini, R.N. 2010. Uji Toksisitas terhadap Artemia salina Leach. Dan
Toksisitas Akut Komponen Bioaktif Pandanus conoideus varconoideus Lam.
Sebagai Kandidat Antikanker. Skripsi. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Salamah, dkk. 2015. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Daun Kelengkeng


(Euphoria longan L.). Dengan Metode Penangkapan Radikal 2,2 –Difenil-1-
pikrilhidrazil, “Jurnal Pharmaciana Universitas Ahmad Dahlan “.vol.5,
No.1,2015:25-34.
Sharifi-Rad M, Varoni EM, Salehi B, Sharifi-Rad J, Matthews KR, Ayatollahi
SA, et al. Plants of the Genus Zingiber as a Source of Bioactive
Phytochemicals: From Tradition to Pharmacy. Molecules. 2017;22(12):2145.
doi:10.3390/molecules22122145
Sudarmadi, S. 1993. Toksiologi Limbah pabrik kulit terhadap Cyprinus Carpio L
dan Kerusakan insang. Jurnal Lingkungan dan Pembangunan 13 (4) : hal.
247 – 260. Jakarta.

57
Teoritis, A. Eksperimen, D., Cahyono, B., & Suzery, M. (2018). BAHAN ALAM.

Voigt, R., 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Diterjemahkan oleh


Soendani N. S., UGM Press, Yogyakarta.

Wibowo, S. Artemia. Jakarta: Penebar Swadaya, 2013.

Lampiran 1. Perhitungan Larutan Uji


a. Perhitungan Rendemen Ekstrak

berat ekstrak yang didapat


%Rendemen = x 100 %
berat simplisia yang diekstraksi

b. Perhitungan Larutan Kontrol Positif

mL
Konsentrasi =
L

x mg
2000 ppm =
700 mL

x mg
200 ppm =
0,0007 L

2000 . 0,0007 = x mg

X = 1,4 mg

c. Perhitungan Larutan Sampel Uji

M1 . V1 = M2 . V2

2000 mg / mL . X = 1000 µg/Ml . 2000 µg

2000 µg/mL . X = 20.000 mg . µg/mL

2.000 µg /mL
X=
20 µg /mL

X = 100 mL

d. Perhitungan Larutan Kontrol Negatif DMSO 5%

58
M1 . V1 = M2 . V2

100% . X = 5%.700 mL

3.500
X=
100

X = 35 mL

e. Perhitungan larutan stok kontrol positif

mg
Konsentrasi =
L
X mg
2000 ppm =
700 L
X mg
2000 ppm =
0,0007 mL
2000 . 0,0007 = X mg
X = 1.4 mg
f. Perhitungan PPM

1. Perhitungan stok konssentrasi PPM fraksi batang Meistera Chinensi

10 ,1 mg
2000 ppm=
5 , 05 mL

No Konsentrasi Volume larutan Volume Volume larutan


Larutan Kerja kerja (μg) larutan kerja stok yang
(PPM) (μg) digunakan (μg)

1. 1000 200 2000 100


2. 500 200 1000 100
3. 100 200 500 100
4. 10 200 250 100
2. Konsentrasi pengenceran batang Meistera Chinensi
a) Larutan konsentrasi 1000 ppm
M1.V1 = M2.V2
2000 μg/mL. V1= 1000 μg/mL. 5,05 mL

59
μg
1000 . 5 , 05 mL
mL
V 1=
μg
2000
mL
V 1=2,525 mL

b) Larutan konsentrasi 500 ppm


M1.V1 = M2.V2
2000 μg/mL. V1 = 500 μg/mL. 5,05 mL
μg
500 . 5 , 05 mL
mL
V 1=
μg
2000
mL
V1 ¿ 1,2625mL

c) Larutan konsentrasi 100 ppm


2000 μg/mL. V1 = 100 μg/mL. 5,05 mL
μg
100 .5 , 05 mL
ml
V 1=
μg
2000
mL
V 1=0,2525 mL

d) Larutan konsentrasi 10 ppm


M1.V1 = M2.V2
2000 μg/mL. V1 = 10 μg/mL. 5,05 mL
μg
10 . 5 , 05 mL
mL
V 1=
μg
2000
mL
V 1=0,02525 mL

60
Lampiran 2. Pengujian toksisitas
1. Hasil pengujian toksisitas fraksi etil asetat batang Meistera Chinensis

Tabel 6 Hasil pengamatan uji toksisitas fraksi etil asetat batang Meistera
chinensis

Fraksi etil

Konsentrasi Total asetat


Rata” % Log
Probit
ppm larva Kematian Kematian Konsentrasi
U U2 U3
1

1000 10
8 7 9 8,0 80% 3,00 5,84
500 10
7 6 7 6,7 67% 2,70 5,44
100 10
5 5 6 5,3 53% 2,00 5,08
10 10
3 4 3 3,3 33% 1,00 4,56

61
Analisis Probit
6.00
5.80
5.60 f(x) = 0.602929371298334 x + 3.91878387108565
R² = 0.969186344939969
5.40
5.20
Probit

5.00
4.80
4.60
4.40
4.20
4.00
0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50
Log Konsentrasi (ppm)

y = 0,6029 x + 3,9188
5 = 0,6029 x + 3,9188
0,6029 x = 5 - 3,9188
0,6029 x = 1,08
x = 1,79
LC50 = 62,13 ppm

Nilai toksisitas akut sebesar 62,13 ppm

2. Hasil uji toksisitas kontrol positif

Tabel 7 Hasil uji toksisitas kontrol positif

Konsentrasi Total Kalium Rata” % Log Probit


Kematian Kematian Konsentrasi
ppm larva bikromat

62
U U2 U3
1

1000 10
10 10 10 10,0 100% 3,00 8,09
500 10
10 10 10 10,0 100% 2,70 8,09
100 10
10 10 9 9,7 97% 2,00 6,88
10 10
8 7 9 8,0 80% 1,00 5,84

Analisis Probit
8.50
8.00 f(x) = 1.20629892322291 x + 4.60161046265526
7.50 R² = 0.974477694134136
7.00
6.50
Probit

6.00
5.50
5.00
4.50
4.00
0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50
Log Konsentrasi (ppm)

y = 1,2063 x + 4,6016
5 = 1,2063 x + 4,6016
1,2063 x = 5 - 4,6016
1,2063 x = 0,40
x = 0,33
LC50 = 2,14 Ppm

Nilai toksisitas akut sebesar 2,14 Ppm


3. Hasil uji toksisitas kontrol negatif

63
Tabel 8 Hasil uji toksisitas kontrol negatif

DMSO
Konsentrasi Total Rata” % Log
Probit
ppm larva Kematian Kematian Konsentrasi
U U2 U3
1

1000 10
0 0 0 0,0 0% 3,00 0,00
500 10
0 0 0 0,0 0% 2,70 0,00
100 10
0 0 0 0,0 0% 2,00 0,00
10 10
0 0 0 0,0 0% 1,00 0,00

Analisis Probit
8.00
7.50
7.00
6.50
Probit

6.00
5.50
5.00
4.50
4.00
0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50
Log Konsentrasi (ppm)

Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan Penelitian

1. Pengambilan dan penyiapan sampel

64
Gambar 9. Pengambilan sampel

Gambar 10. Batang Meistera chinensis

Gambar 11. Pencucian sampel dengan air


mengalir

65
Gambar 12. Pengupasan/pemisahan kulit
batang dengan batang bagian dalam

Gambar 13. perajangan batang Meistera


chinensis

Gambar 14. Batang Meistera chinensis yang


telah dirajang

66
Gambar 15. Pengeringan dibawah sinar
matahari yang telah ditutup kain hitam

Gambar 16. Simplisia kering dan telah


dihaluskan

2. Ekstraksi dan fraksinasi

Gambar 17 Proses maserasi sampel

67
Gambar 18. Proses filtrat ekstrak

Gambar 19. ekstrak cair yang telah disaring

Gambar 20. Evaporasi sampel

68
Gambar 21 proses fraksinasi ekstrak

3. Uji toksisitas

Gambar 22. Proses penungan air laut

Gambar 23. Proses penaburan telur larva

69
Gambar 24. Peletakan cahaya

Gambar 25. Penambahan DMSO pada


frakssi

Gambar 26. Pengadukan fraksi sampel uji

70
Lampiran 4. Surat Izin Penelitian

71

Anda mungkin juga menyukai