Andyna Santoso 220205024
Andyna Santoso 220205024
6
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang. Karena dengan rahmat dan karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas
makalah “BAKTERI Streptococcus pyogenes” mata kuliah Mikrobiologi, yang diberikan
oleh dosen saya untuk dapat diselesaikan dengan sebaik mungkin. Tidak lupa pula saya
ucapkan terimakasih banyak kepada teman-teman serta keluarga yang dengan setia
mendampingi, memberi semangat dan arahan kepada saya untuk menyusun makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini saya menyadari masih banyak kekurangan dalam
penulisan makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari para
pembaca, agar makalah ini dapat menjadi lebih baiklagi. Akhir kata, besar harapan saya
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
BAB I
PENDAHULUAN
7
1.1 Latar Belakang
Diperkirakan 5-15% individu normal memiliki bakteri ini dan biasanya terdapat pada
saluran pernafasan, namun tidak menimbulkan gejala penyakit. Streptococcus pyogenes dapat
menginfeksi ketika pertahanan tubuh inang menurun atau ketika organism tersebut mampu
berpenetrasi melewati pertahanan inang yang ada. Bila bakteri ini tersebar sampai kejaringan
yang rentan, maka infeksi supuratif dapat terjadi.
Infeksi ini dapat berupa faringitis, tonsilitis, impetigo dan demam scarlet. Streptococcus
pyogenes juga dapat menyebabkan penyakit invasive seperti infeksi tulang, radang otot,
meningitis dan endokarditis (Cunningham, 2000). Jeruk purut (Citrus hystrix) merupakan salah
satu jenis jeruk dari family Rutaceae. (Setiawan,2000). Jeruk purut memiliki rasa agak asin dan
kelat.
Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam jeruk purut diantaranya daun minyak
atsiri 1,0-1,5%, steroid terpenoid, minyak asiri dengan kandungan sitrat 2,0-2,5%. Kulit buah
Jeruk purut mengandung saponin, tanin 1 %. Berdasarkan uji fitokimia yang dilakukan pada
kulit buah jeruk purut banyak terdapat senyawa golongan kumarin, juga adanya senyawa lain
yaitu flavonoid dan steroid. (Hariana, 2007). Minyak atsiri dari daun, buah, dan kulit buah,
serta ekstrak metanolik akar, daun, kalus, kulit buah, dan benih jeruk purut (Citrus hystrix)
menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap bakteri gram positif (Suri, 2000).
8
Apakah dekok kulit buah jeruk purut (Citrus hystrix) mempunyai efek antibakteri
terhadap bakteri Streptococcus pyogenes?
Untuk mengetahui efek antibakteri dekok kulit buah jeruk purut (Citrus hystrix)
terhadap bakteri Streptococcus pyogenes.
b. Mengetahui KHM (Kadar Hambat Minimal) dan KBM (Kadar Bunuh Minimal)
dekok kulit buah jeruk purut (Citrus Hystrix) terhadap bakteri Streptococcus pyogenes.
1. Manfaat klinis
a. Memberikan informasi ilmiah tentang pengaruh dekok kulit buah jeruk purut (Citrus
hystrix) terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus pyogenes.
2. Manfaat akademik
a.Dapat digunakan sebagai penelitian dasar yang dipakai untuk penelitian selanjutnya.
3. Manfaat Masyarakat
9
BAB 2
PEMBAHASAN
Kingdom : Eubacteria
Phylum : Firmicutes
Class : Bacilli
Order : Lactobacilles
Family : Streptococcaceae
Genus : Streptococcus
2.1.2 Morfologi
(Mudatsir, 2010). Bakteri ini memiliki kapsul yang mengandung asam hialuronat
10
Streptococcus pyogenes
(Donald, 2018)
Gambar 2.1
Bakteri Streptococcus pyogenes
2.1.3 Klasifikasi
melisiskan eritrosit secara parsial sehingga berwarna hijau), dan γ hemolytic (tidak
grup A-T. Grup A, B, C, D, dan G merupakan grup yang paling sering ditemukan
pada manusia dan grup A mempunyai sifat yang sangat virulen jika dibandingkan
11
berdasarkan reaksi presipitin protein M atau dengan reaksi aglutinin protein T
grup A karena dinding sel terdiri dari polisakarida polimer l-ramnose dan N-asetil-
asam d-glutamat, serta d-lisin dan l-lisin pada dinding sel (Pardede, 2009).
Streptococcus
pyogenes Media BAP
Pelisisan eritrosit
Gambar 2.2
Hemolisis Streptococcus pyogenes
berbentuk sirkuler dan mempunyai plasmid (Yasir, 2015). Berikut adalah struktur
1. Kapsul
12
terhadap fagositosis dan membantu melekatkan diri pada sel epitel penjamu
(Pardede, 2009).
2. Dinding Sel
dalam mempertahankan rigiditas dari dinding sel. Selain itu, dinding sel
kelas mayor, yaitu protein M yang bersifat virulensi dan protein T serta kelas
minor, yaitu protein F, protein R, dan protein lain yang menyerupai protein M
(Pardede, 2009).
3. Membran plasma
lipoprotein dan protein. Membran plasma ini berfungsi untuk melindungi sel
dari lingkungan ekstraseluler dan mengatur zat-zat yang masuk dan keluar sel
(Pardede, 2009).
4. Sitoplasma
5. Ribosom
Ribosom terdiri dari asam ribonukleat (RNA) dan protein. Fungsi utama dari
13
6. Plasmid
tidak berperan langsung dalam metabolisme (pembawa sifat non- esensial bagi
7. Fimbriae
Fimbriae yang ada pada permukaan dinding sel tersusun dari protein M yang
spesifik dan asam lipoteikoat berupa polifosfogliserol dan asam lemak. Asam
asetilglukosamin dan ramnose. Antigen ini disebut juga dengan senyawa C atau
ke peptidoglikan pada dinding sel. Selain itu, kapsul asam hialuronat dari
Streptococcus pyogenes juga dapat bersifat sebagai antigen karena berperan dalam
proses infeksi dan resistensi terhadap fagositosis dari antibodi penjamu. Fimbrae
14
2.1.6 Toxin dan Enzim
yang dikenal dengan nama exotoxines pyrogenic streptococcus (EPS) atau biasa
disebut erythrogenis toxin. Erythrogenis toxin mempunyai tiga tipe, yaitu EPS A,
EPS B, dan EPS C yang bertindak sebagai superantigen. EPS A merupakan toxin
yang paling toksik diantara tipe EPS yang lain karena dapat menyebabkan kematian
mengaktivasi sel T dengan mengikat molekul MHC kelas II secara langsung dan
tidak spesifik. Dengan superantigen sekitar 20%, sel T dapat dirangsang dan
menghasilkan pelepasan sitokin ( interleukin IL-1 dan IL-2, tumour necrosis factor-
(Donald, 2018)
Gambar 2.3
Superantigen Streptococcus pyogenes
15
Menurut (Pardede, 2009), Streptococcus pyogenes memiliki sejumlah
a. Protein M
Protein ini bersifat tahan panas, resistensi terhadap fagositosis, dan sensitif
terhadap tripsin.
b. Protein F
terhadap tripsin.
d. Streptolisin O
dan organela dengan cara membuat lubang pada membran sel. Antistreptolisin
e. Streptolisin S
16
f. Streptokinase
g. Streptodornase
h. Hyaluronidase
(Todar, 2012)
Gambar 2.4
Toxin dan Enzim Streptococcus pyogenes
17
2.1.7 Patogenesis
untuk melekat pada permukaan sel, invasi ke dalam sel epitel, bertahan dari
Streptococcus pyogenes melekat pada membran mukosa sel epitel penjamu dengan
diperantai oleh asam lipoteikoat berupa polifosfogliserol dan asam lemak (Pardede,
2009). Setelah melekat, protein M yang ada pada Streptococcus pyogenes juga akan
mengikat fibrinogen dari serum dan memblokir ikatan antara komplemen dan
Protein M bersifat virulen karena mirip dengan otot jantung, otot skeletal,
otot polos, fibroblas katup jantung, dan jaringan saraf pada manusia. Berbeda
Gambar 2.5
Patogenesis Streptococcus pyogenes
18
2.1.8 Tes Diagnostik dan Laboratorium
mengambil spesimen, yaitu bahan yang akan diperiksa dan diambil sesuai dengan
gejala klinis pasien. Spesimen dikatakan baik jika dapat mewakili kuman penyebab
penyakit infeksi. Spesimen yang diambil dapat berupa swab tenggorok, nanah,
cairan serebrospinal, darah, dan lainnya tergantung gejala klinis (Triyana, 2018).
pyogenes.
a. Smear
Tes ini dilakukan dengan cara membuat sediaan atau preparat bakteri
untuk melihat morfologi dan sifat pewarnaan bakteri. Bakteri dikatakan Gram-
positif jika hasil akhir berwarna ungu. Hal ini disebabkan karena dinding sel
bakteri Gram-positif tersusun atas peptidoglikan yang tebal dan tahan terhadap
merah. Hal ini disebabkan karena dinding sel bakteri Gram-negatif tersusun
dari lipid yang tebal, bersifat mudah larut, dan terbilas oleh alkohol. Smear
(Triyana, 2018).
19
b. Uji Katalase
bakteri lain yang juga masuk dalam katalase negatif adalah golongan
c. Kultur
positif adalah media agar sederhana berupa darah domba karena mempunyai
Kondisi inkubasi optimal untuk sebagian besar strain Streptococcus mulai dari
rentang suhu 35-37 0C dengan adanya 5% CO2 atau dalam kondisi anaerobik.
pada suhu 35-37 0C adalah terdapat bentukan seperti kubah dengan permukaan
halus dan margin yang jelas. Bakteri ini berwarna putih keabu-abuan dan
memiliki diameter > 0,5 mm. Disekelilingnya terdapat warna merah yang
20
d. Uji Basitrasin
Setelah dilakukan smear, uji katalase, dan kultur, selanjutnya dilakukan uji
basitrasin. Uji ini dilakukan dengan cara membuat suspensi dengan kekeruhan
agar darah secara merata dengan menggunakan kapas lidi steril. Setelah itu,
pada suhu 37 0C selama 24 jam, lalu amati daerah zona hambat basistrasin
e. Tes Serologi
Tes ini digunakan untuk memperkirakan berapa kenaikan titer dari antibodi.
karena antibodi membutuhkan waktu sekitar satu sampai dua minggu setelah
onset infeksi akut terdeteksi dalam sampel serum. Beberapa antibodi yang
infeksi dan mencapai tingkat maksimum sekitar tiga sampai enam minggu
infeksi. Sedangkan Titer DNase B mulai muncul pada dua minggu setelah
onset infeksi dan mungkin tidak mencapai titer maksimum selama enam
21
2.1.9 Manifestasi Klinis
a. Pharyngitis
Pharyngitis. Dapat menyerang semua usia, terutama pada usia 5-15 tahun.
Infeksi ini bersifat musiman (sering terjadi saat musim dingin dan musim
b. Tonsillitis
c. Cellulitis
Infeksi lokal oleh Streptococcus pyogenes serotipe M 50, 61, 506, dan 507
d. Erysipelas
Infeksi lokal oleh Streptococcus pyogenes serotipe M 50, 61, 506, dan 507
e. Scarlet Fever
pyogenes yang menyebabkan ruam, lidah stroberi, dan deskuamasi kulit pada
Scarlet Fever.
22
f. Necrotizing fascilitis
Infeksi lokal oleh Streptococcus pyogenes serotipe M 50, 61, 506, dan 507
yang mengenai pada fasia dan dengan cepat berlanjut ke otot yang
mendasarinya.
g. Demam Rematik
bereaksi silang dengan jaringan tertentu pada tubuh manusia. Hal ini secara
terjadi saat protein M bereaksi silang dengan sarkolema (otot pada jantung).
i. Lymphangitis
saluran limfatik
j. Glomerulonephritis
Terjadi saat reaksi antigen antibodi terjadi di glomerulus. Hal ini dapat
ginjal. Reaksi ini dipicu oleh aktivasi plasminogen menjadi plasmin dengan
23
2.1.10 Pengobatan
Pengobatan yang masih sering digunakan dan menjadi pilihan awal untuk
infeksi ringan seperti faringitis sampai dengan sedang seperti infeksi kulit dan
jaringan lunak, penisilin V oral dengan dosis 500 mg dua sampai tiga kali sehari
langsung terhadap antibiotik β-laktam (Pardede, 2009). Sampai saat ini, masih
belum ada vaksin yang efektif untuk mencegah infeksi Streptococcus pyogenes
(Todar, 2012).
2.2.1 Taksonomi
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Subkelas : Dilleniidae
Ordo : Malvaceales
Famili : Malvaceae
Genus : Hibiscus
24
2.2.2 Nama Lokal Kelopak Bunga Rosella
Ijo (Jawa Tengah), Kesew Jawe (Sumatera Selatan), Asam Rejang (Muara Enim),
tegak, berkayu, dan berwarna merah. Tanaman ini berkembang biak secara genetif
a. Akar
b. Daun
berbentuk bulat telur, bertulang menjari, ujung tumpul dengan tepi yang
Linn.) mempunyai panjang sekitar 6-15 cm dan lebar 5-8 cm. Sedangkan
tangkai daunnya berbentuk bulat dan berwarna hijau dengan panjang 4-7 cm.
25
c. Bunga
Kalik atau kelopak bunga dari rosella (Hibiscus sabdariffa Linn.) berwarna
merah gelap dan lebih tebal jika dibandingkan dengan bunga raya (bunga
pada setiap tangkai hanya terdapat satu bunga. Kelopak bunga rosella
d. Biji
seperti ginjal. Terkadang lebih triangular dengan sudut yang runcing, berbulu,
(Haidar, 2016)
Gambar 2.6
Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn.)
yang berasal dari India Timur dan kemudian menyebar ke wilayah beriklim tropis
dan subtropis, termasuk Indonesia. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik di
ketinggian 0-900 m dari atas permukaan laut, pada iklim yang basah, cukup
26
pengairan, dan sinar matahari. Tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa Linn.) tumbuh
optimal pada suhu 20-34 0C di tanah yang subur, tidak berlempung, gembur, dan
juga mempunyai struktur yang baik. Waktu yang baik untuk menanam rosella
(Hibiscus sabdariffa Linn.) ialah pada awal musim hujan (Eka, 2018).
baik untuk kesehatan mata, omega 3 untuk pertumbuhan dan kecerdasan otak anak,
kalsium untuk pertumbuhan, dan kalori yang berguna untuk memulihkan stamina.
lain alkaloid, flavonoid, phenol, tanin, dan saponin. Senyawa phenol merupakan
senyawa utama yang paling berperan sebagai bakterisidal. Selain itu, senyawa ini
juga bersifat antiseptik dan antihelmentik (Sam, et al., 2018). Menurut (Alfian &
Susanti, 2012), Senyawa phenol yang ada pada kelopak bunga rosella (Hibiscus
27
sabdariffa Linn.) terdiri dari anthocyanins seperti cyanidin-3-sambubioside,
Berdasarkan Tabel 2.1, diketahui bahwa dalam 100 gram rosella (Hibiscus
sabdariffa Linn.) segar mengandung air, protein, lemak, serat, abu, kalsium,
fosforus, zat besi, karotena, thiamine, riboflavin, niacin, dan asid askorbik yang
bermanfaat.
28
Berdasarkan Tabel 2.2, diketahui bahwa metode pengeringan
rosella (Hibiscus sabdariffa Linn.). Semakin kecil suhu pengeringan dan semakin
phenol yang ada dalam kelopak bunga rosella semakin besar karena yang menguap
sedikit.
Tabel 2.3 Kandungan Aktif Kelopak Bunga Rosella dalam Berbagai Ekstrak
Senyawa Metanol Etanol Etil Asetat Heksan
Phenol + + + +
Tannin - + - -
Flavonoid + + + -
Saponin + + - +
Alkaloid + + + -
Ket: Ada (+); Tidak ada (-)
(Olaleye & Tolulope, 2007), (Purbowati, et al., 2015), dan (Miranti, et al., 2013)
mengandung senyawa aktif berupa phenol, tannin, flavonoid, saponin, dan alkaloid.
Ekstrak dengan pelarut metanol dan etil asetat tidak mengandung senyawa tannin,
sedangkan ekstrak dengan pelarut heksan tidak mengandung senyawa tannin dan
alkaloid. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak kelopak bunga rosella (Hibiscus
lebih banyak dibandingkan dengan pelarut lain (metanol, etil asetat, dan heksan).
Etanol banyak disarankan sebagai pelarut pada ekstraksi polyphenol yang aman
29
Tabel 2.4 Perbandingan Ekstrak Etanol Kelopak Bunga Rosella 30% dan 96%
Pemeriksaan Ekstrak Etanol Ekstrak Etanol
30% 96%
Kadar air 24.4% 14.4%
Kadar abu 8.8% 2.5%
Kadar abu tidak larut asam 12.5% 5.4%
Kadar senyawa larut air 75.4% 80.2%
Kadar senyawa larut etanol 62.9% 81.6%
(Miranti, et al., 2013)
terlarut dalam ekstrak etanol 96% lebih besar dibandingkan dengan ekstrak etanol
30% (Miranti, et al., 2013). Kadar senyawa yang larut dalam etanol 96% sebesar
81.6%. Sedangkan kadar senyawa yang larut dalam etanol 30% sebesar 62.9%.
Tabel 2.5 Kandungan Phenol Dalam Ekstrak Etanol Kelopak Bunga Rosella
Kandungan Bioaktif Jumlah (%)
Phenolik 60.44%
(Sam, et al., 2018)
pyogenes:
1. Flavonoid
hingga pada akhirnya sel bakteri mati (Miranti, et al., 2013). Flavonoid
30
Isoflavonoids (genistein dan daidzein), neoflavonoids, flavanols, flavan-3-ols
memiliki sel target yang multipel sehingga mudah mendekat dan masuk ke
dalam sel bakteri. Selain itu, menurut (Cushnie, et al., 2003), flavonoid dapat
2. Phenol
bunga rosella. Senyawa ini mampu merusak membran plasma sel dan
mendenaturasi protein sel dari bakteri (Dyah & Elina, 2015). Senyawa ini
dapat berikatan dengan protein. Hal ini dapat menyebabkan struktur protein
sel bakteri menjadi terganggu. Senyawa phenol menyebabkan dinding sel dan
menyebabkan ion dan berbagai macam makromolekul mudah lolos dari dalam
sel. Dinding sel yang sudah tidak berfungsi lagi dalam mempertahankan
bentuk dan melindungi bakteri akan lisis. Tanpa adanya dinding sel, maka
31
menyebabkan kematian sel bakteri (hilangnya kemampuan bakteri secara
3. Alkaloid
dari sel bakteri. Hal ini menyebabkan lapisan dinding sel bakteri tidak
4. Tannin
bekerja dengan cara membentuk ikatan yang stabil dengan protein sehingga
polipeptida dari dinding sel (Miranti, et al., 2013). Tannin dapat menghambat
produksi enzim yang dikeluarkan oleh bakteri (Dyah & Elina, 2015).
5. Saponin
Saponin merupakan senyawa aktif bagian dari phenol. Senyawa ini mampu
ketidakseimbangan ion dan akhirnya lisis (Komala, et al., 2013). Saponin yang
meningkat sehingga terjadi kerusakan pada membran sel bakteri dan bahan
esensial yang dibutuhkan oleh bakteri untuk kelangsungan hidupnya pun juga
32
2.2.6 Efektivitas Ekstrak Kelopak Bunga Rosella Terhadap Mikroba
ekstrak yang digunakan pada penelitian tersebut adalah metanol dengan metode
Tabel 2.6 Zona Inhibisi Ekstrak Kelopak Bunga Rosella Terhadap Bakteri
Uji Strain Bakterial Zona Inhibisi (mm)
Staphylococcus aureus 24±0.3
Bacillus stearothermophilus 18±0.2
Micrococcus luteus 22±0.2
Serratia mascences 18±0.4
Clostridium sporogenes 10±0.4
Escherichia coli 20±0.4
Klebsiella pneumoniae 40±0.2
Bacillus cereus 40±0.2
Pseudomonas fluorescence 28±0.2
(Olaleye & Tolulope, 2007)
dan Bacillus cereus (40±0.2 mm inhibition zone). Ekstrak dengan pelarut metanol
tidak lebih baik jika dibandingkan dengan pelarut etanol. Seperti penelitian yang
dilakukan oleh (Cabrera, et al., 2013), diketahui bahwa ekstrak kelopak bunga
etanol memberikan efek antimikroba dengan zona inhibisi 35% lebih besar daripada
33
metanol. Ekstrak etanol tidak mudah ditumbuhi kapang, tidak beracun, dan
Secara In Vitro’, menggunakan pelarut etanol 96% dan metode dilusi tabung
dengan rentang konsentrasi 100%; 50%; 25%; 12.5%; 6.25%; 3.12%; 1.56%;
0.78%; 0.39%; 0.19%, diketahui bahwa Kadar Bunuh Minimal (KBM) ekstrak
epidermidis ditetapkan pada konsentrasi 1.56% atau setara dengan 1.95 mg/mL.
Selain itu, menurut penelitian (Miranti, et al., 2013), diketahui bahwa ekstrak
kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa Linn.) menggunakan pelarut etanol 96%
untuk menentukan potensi suatu zat yang diduga atau telah memiliki aktivitas
antimikroba yaitu:
34
1. Metode Difusi
Prinsip dari metode difusi adalah piringan yang berisi agen antimikroba
diletakkan pada media agar yang telah ditanami bakteri yang akan berdifusi
a. Kertas Cakram
cakram yang telah diberi antimikroba ditempatkan pada media yang telah
inkubasi selama 24 jam dengan suhu 37 0C, diamati hasilnya. Area jernih
b. Sumuran
membuat sumuran dengan diameter tertentu pada media agar yang telah
media.
2. Metode Dilusi
yang kemudian ditanami bakteri yang akan diuji. Setelah diinkubasi selama
35
0.25 mg/mL. Sedangkan, untuk menentukan konsentrasi
36
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPLAN
37
DAFTAR PUSTAKA
38