Anda di halaman 1dari 20

BAB VI

AKHLAQ BERMASYARAKAT

A. Akhlaq Bertamu dan Menerima Tamu


Orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir akan
mengimani wajibnya memuliakan tamu sehingga ia akan
menempatkannya sesuai dengan kedudukannya. Hal ini
sebagaimana sabda Rasulullah shal ,

Bertamu adalah berkunjung ke rumah orang lain dalam


rangka mempererat silahturrahim. Maksud orang lain disini
bisa tetangga, saudara (sanak famili), teman sekantor, teman
seprofesi, dan sebagainya. Bertamu tentu ada maksud dan
tujuannya, antara lain menjenguk yang sedang sakit, ngobrol-
ngobrol biasa, membicarakan bisnis, membicarakan masalah
keluarga, dan sebagainya.
Tujuan utama bertamu menurut Islam adalah
menyambung persaudaraan atau silaturrahim. Silaturrahim
tidak hanya bagi saudara sedarah (senasab), saudara seiman
dan dengan non muslim juga . Allah swt memerintahkan
agar kita menyambung hubungan baik dengan orang tua,
saudara, kaum kerabat, dan orang-orang mu`min yang lain.
Mempererat tali sillaturahim baik dengan tetangga,
sanak keluarga, maupun teman sejawat merupakan perintah
agama
Islam agar senantiasa membina kasih sayang, hidup rukun,
tolong menolong, dan saling membantu antara yang kaya
dengan yang miskin.
Silahturahim tidak saja menghubungkan tali persaudaraan,
tetapi juga akan banyak menambah wawasan ataupun
pengalaman karena bisa saja pada saat berinteraksi terjadi
pembicaraan-pembicaraan yang berkaitan dengan masalah-
masalah perdagangan baru tentang bagaimana caranya
mendapatkan rezeki, dan sebagainya.
Apabila manusia memutuskan apa-apa yang diperintahkan
oleh Allah untuk dihubungkan, maka ikatan sosial masyarakat
akan berantakan, kerusakan menyebar disetiap tempat,
permusuhan terjadi dimana-mana, sifat egoisme muncul
kepermukaan. Sehingga setiap individu masyarakat menjalani
hidup tanpa petunjuk, seorang tetangga tidak mengetahui hak
tetangganya, seorang faqir merasakan penderitaan dan
kelaparan sendirian karena tidak ada yang peduli. Di dalam Al-
-Nisa ayat 1 Allah berfirman.

Artinya. Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu


yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya
Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan)
nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan (peliharalah)
hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu. (QS; An-
Dalam Islam diterangkan beberapa adab bertamu, baik
yang berkaitan dengan tuan rumah dan tamu.
Adab bagi tuan rumah.
1. Ketika mengundang seseorang, hendaknya mengundang
orang-orang yang bertakwa, bukan orang yang fajir
(bermudah-mudahan dalam dosa), sebagaimana sabda
Rasulullah ,

teman melainkan dengan seorang


mukmin, dan janganlah memakan makananmu melainkan orang

2. Tidak mengkhususkan mengundang orang-orang kaya


saja, tanpa mengundang orang miskin, berdasarkan sabda
Nabi shallallahu ,

-jelek makanan adalah makanan walimah di mana


orang-orang kayanya diundang dan orang-orang miskinnya

3. Tidak mengundang seorang yang diketahui akan


memberatkannya kalau diundang.
4. Disunahkan mengucapkan selamat datang kepada para
tamu sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Ibnu
Abbas , bahwasanya tatkala utusan Abi
Qais datang kepada Nabi ,
Beliau bersabda sebagai berikut:

5. Menghormati tamu dan menyediakan hidangan untuk


tamu makanan semampunya saja. Akan tetapi, tetap
berusaha sebaik mungkin untuk menyediakan makanan

mengisahkan Nabi Ibrahim bersama tamu-


-27
Allah berfirman.

daging anak sapi gemuk kemudian ia mendekatkan makanan


tersebut pada mereka (tamu-tamu Ibrahim) sambil berkata:
-27).
6. Dalam penyajiannya tidak bermaksud untuk bermegah-
megah dan berbangga-bangga, tetapi bermaksud untuk

para Nabi sebelum beliau, seperti Nabi Ibrahim


salam
karena betapa mulianya dalam menjamu tamu.
7. Hendaknya juga, dalam pelayanannya diniatkan untuk
memberikan kegembiraan kepada sesama muslim.
8. Mendahulukan tamu yang sebelah kanan daripada yang
sebelah kiri. Hal ini dilakukan apabila para tamu duduk
dengan tertib.
9. Mendahulukan tamu yang lebih tua daripada tamu yang
lebih muda, sebagaimana sabda beliau
sallam:

kami serta tidak menghormati yang lebih tua dari kami bukanlah

ini menunjukkan perintah untuk menghormati orang yang lebih


tua.
10. Jangan mengangkat makanan yang dihidangkan sebelum
tamu selesai menikmatinya.
11. Di antara adab orang yang memberikan hidangan ialah
mengajak mereka berbincang-bincang dengan
pembicaraan yang menyenangkan, tidak tidur sebelum
mereka tidur, tidak mengeluhkan kehadiran mereka,
bermuka manis ketika mereka datang, dan merasa
kehilangan tatkala pamitan pulang.
12. Mendekatkan makanan kepada tamu tatkala
menghidangkan makanan tersebut kepadanya
sebagaimana Allah ceritakan tentang Ibrahim
salam. Allah berfirman dalam surat Adz Dzariat ayat 27
sebagai berikut.

13. Mempercepat untuk menghidangkan makanan bagi tamu


sebab hal tersebut merupakan penghormatan bagi mereka.
14. Merupakan adab dari orang yang memberikan hidangan
ialah melayani para tamunya dan menampakkan kepada
mereka kebahagiaan serta menghadapi mereka dengan
wajah yang ceria dan berseri-seri. Di dalam Mutiara
Hadits Shahih Muslim di katakan, Nabi saw pernah
bersabda: Janganlah kamu merendahkan masalah
kebajikan barang sedikitpun, meski dengan Cuma
memperlihatkan wajah berseri-seri ketika kamu bertemu

15. Adapun masa penjamuan tamu adalah sebagaimana dalam


sabda Rasulullah sebagai
berikut;
sehari semalam dan tidak halal bagi seorang muslim tinggal pada
a sahabat

bersamanya sedangkan ia tidak mempunyai apa-apa untuk

16. Hendaknya mengantarkan tamu yang mau pulang sampai


ke depan rumah.
Adab Bagi Tamu
1. Bagi seorang yang diundang, hendaknya memenuhinya
sesuai waktunya kecuali ada udzur, seperti takut ada
sesuatu yang menimpa dirinya atau agamanya. Hal ini
berdasarkan sabda Rasulullah sallam;

Dawud dan Ahmad)

telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-


Untuk menghadiri undangan, maka hendaknya
memperhatikan syarat-syarat berikut:
Orang yang mengundang bukan orang yang harus
dihindari dan dijauhi.
Tidak ada kemungkaran pada tempat undangan
tersebut.
Orang yang mengundang adalah muslim.
Penghasilan orang yang mengundang bukan dari
penghasilan yang diharamkan. Namun, ada sebagian
ulama menyatakan boleh menghadiri undangan yang
pengundangnya berpenghasikan haram. Dosanya bagi
orang yang mengundang, tidak bagi yang diundang.
Tidak menggugurkan suatu kewajiban tertentu ketika
menghadiri undangan tersebut.
Tidak ada mudharat bagi orang yang menghadiri
undangan.
2. Hendaknya tidak membeda-bedakan siapa yang
mengundang, baik orang yang kaya ataupun orang yang
miskin.
3. Berniatlah bahwa kehadiran kita sebagai tanda hormat
kepada sesama muslim. Sebagaimana hadits yang
menerangkan bahwa,
karena setiap orang tergantung (HR. Bukhari
Muslim)
4. Masuk dengan seizin tuan rumah, begitu juga segera
pulang setelah selesai memakan hidangan, kecuali tuan
rumah menghendaki tinggal bersama mereka, hal ini
-Ahzab
ayat 53 sebagai berikut.

-orang yang beriman, janganlah kamu


memasuki rumah- rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk
makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak
(makanannya), tetapi jika kamu diundang, maka masuklah dan bila
kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang
percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu
Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar),
dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. apabila kamu
meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi),
Maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih
suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti
(hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri- isterinya
selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu
adalah Amat besar (dosanya) di sisi Allah, (QS: al-Ahzab: 53)
5. Apabila kita dalam keadaan berpuasa, tetap disunnahkan
untuk menghadiri undangan karena menampakkan
kebahagiaan kepada muslim termasuk bagian ibadah.
Puasa tidak menghalangi seseorang untuk menghadiri
undangan, sebagaimana sabda Rasulullah
wa sallam:

Apabila ia puasa, doakanlah! Dan apabila tidak berpuasa,

6. Seorang tamu meminta persetujuan tuan untuk


menyantap, tidak melihat-lihat ke arah tempat keluarnya
perempuan, tidak menolak tempat duduk yang telah
disediakan.
7. Termasuk adab bertamu adalah tidak banyak melirik-lirik
kepada wajah orang-orang yang sedang makan.
8. Hendaknya seseorang berusaha untuk tidak berlama-
lama bertamu, agar tidak memberatkan tuan rumah,
sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 53
sebagai berikut:

Artinya. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu


memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk
Makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak
(makanannya), tetapi jika kamu diundang Maka masuklah dan bila
kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang
percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu
Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar),
dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu
meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi),
Maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih
suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti
(hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri-isterinya
selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu
adalah Amat besar (dosanya) di sisi Allah (QS. al-Ahzab: 53).
Segeralah pulang setelah selesai urusan. Kesempatan
bertamu dapat digunakan untuk membicarakan berbagai
permasalahan hidup. Namun demikian, pembicaraan harus
dibatasi tentang permasalahan yang penting saja, sesuai
tujuan berkunjung. Hendaknya dihindari pembicraan yang
tidak ada ujung pangkalnya, terlebih membicarakan orang
lain. Tamu yang bijaksana tidak suka memperpanjang
waktu kunjungannya, ia tanggap terhadap sikap tuan
rumah. Apabila tuan rumah telah memperhatikan jam,
hendaknya tamu segera pamit karena mungkin sekali tuan
rumah akan segera pergi atau mengurus masalah lain.
Apabila tuan ruamh menghendaki tamunya untuk tetap
tinggal dahulu, hendaknya tamu pandai-pandai membaca
situasi, apakah permintaan itu sungguh-sungguh atau
hanya sekadar pemanis suasana. Apabila permintaan itu
sungguh-sungguh maka tiada salah jika tamu
memperpanjang masa kunjungannya sesuai batas
kewajaran.
9. Sebagai tamu, kita dianjurkan membawa hadiah untuk
tuan rumah karena hal ini dapat mempererat kasih sayang
antara sesama muslim, Rasulullah
sallam bersabda,
(HR. Bukhari)
10. Jika seorang tamu datang bersama orang yang tidak
diundang, ia harus meminta izin kepada tuan rumah
terlebih dahulu, sebagaimana hadits
:
-laki di kalangan Anshor yang biasa
dipanggil Abu Syuaib. Ia mempunyai seorang anak tukang daging.

dengannya aku bisa mengundang lima orang bersama Rasulullah


lullah shallallahu

adalah beliau. Kemudian, ada seseorang yang mengikutinya. Maka,


mengundang kami lima orang dan orang ini mengikuti kami.
Bilamana engkau ridho, izinkanlah ia! Bilamana tidak, aku akan

11. Seorang tamu hendaknya mendoakan orang yang memberi


hidangan kepadanya setelah selesai mencicipi makanan
tersebut dengan doa:

-orang yang puasa telah berbuka di samping


kalian. Orang-orang yang baik telah memakan makanan kalian.

dishahihkan oleh Al Albani).

memberikan makanan kepadaku dan berikanlah minuman kepada


12. Setelah selesai bertamu hendaklah seorang tamu pulang
dengan lapang dada, memperlihatkan budi pekerti yang
mulia, dan memaafkan segala kekurangan tuan rumah.
Disamping hal-hal tersebut di atas ada beberapa hal yang
harus diperhatikan oleh tamu, seperti meminta izin, permisi
kepada tuan rumah sebelum memasuki rumah. Dalam hal ini
(memberi salam dan minta izin), maka batasannya adalah tiga
kali. Maksudnya adalah, jika kita telah memberi salam tiga kali
namun tidak ada jawaban atau tidak diizinkan, maka itu berarti
kita harus menunda kunjungan kita kala itu. Adapun ketika
salam kita telah dijawab, bukan berarti kita dapat membuka
pintu kemudian masuk begitu saja atau jika pintu telah
terbuka, bukan berarti kita dapat langsung masuk. Mintalah
izin untuk masuk dan tunggulah izin dari sang pemilik rumah
untuk memasuki rumahnya. Hal ini disebabkan, sangat
dimungkinkan jika seseorang langsung masuk, maka atau
hal yang tidak diinginkan untuk dilihat belum sempat ditutupi
oleh sang pemilik rumah.

janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. dan jika


dikatakan kepadamu: "Kembali (saja)lah, Maka hendaklah kamu
kembali. itu bersih bagimu dan Allah Maha mengetahui apa yang
-Nur:28 ).
Hadis Riwayat Abu Musa Al-

(HR. Bukhari dan Muslim).


Berpakaian yang rapi dan pantas. Bertamu dengan
memakai pakaian yang pantas berarti menghormati tuan
rumah dan dirinya sendiri. Tamu yang berpakaian rapi dan
pantas akan lebih dihormati oleh tuan rumah, demikian pula
sebaliknya. Firman Allah,
(berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu
berbuat jahat maka (kejahatan) itu bagi
Al Isra : 7)
Memberi isyarat dan salam ketika datang. Firman Allah

-orang yang beriman, janganlah kamu


memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan
memberi salam kepada penghuninya. yang demikian itu lebih baik
-Nur:27).
Sabda Nabi Muhammada saw. sebagai berikut:

-laki meminta izin ke rumah Nabi


Muhammad saw. sedangkan beliau ada di dalam rumah. Katanya:
Bolehkah aku masuk? Nabi saw. bersabda kepada pembantunya:
temuilah orang itu dan ajarkan kepadanya minta izin dan katakan

memberi izin kepadanya maka masuklah ia. (HR Abu Daud)


Sebagaimana juga terdapat dalam hadits dari Kildah ibn
al-Hambal , ia berkata,
Rasulullah lalu aku masuk ke rumahnya tanpa mengucap salam.
Maka Ra
(HR. Abu
Daud dan Tirmidzi berkata: Hadits Hasan)
Jangan mengintip ke dalam rumah. Mengintip ke dalam
rumah sering terjadi ketika seseorang penasaran apakah ada
orang di dalam rumah atau tidak. Padahal Rasulullah
sangat mencela perbuatan ini dan
memberi ancaman kepada para pengintip, sebagaimana dalam
sabdanya,
seorang lelaki mengintip dari sebuh lubang pintu rumah
Rasulullah SAW dan pada waktu itu beliau sedang menyisir

engkau mengintip, niscaya aku colok matamu. Sesungguhnya


Allah memerintahkanuntuk meminta izin itu adalah karena

Memperkenalkan diri sebelum masuk. Apabila tuan rumah


belum tahu/belum kenal, hendaknya tamu memperkenalkan
diri secara jelas, terutama jika bertamu pada malam hari.
Diriwayatkan dalam sebuah hadits, r ra Ia berkata:
Aku pernah datang kepada Rasulullah SAW lalu aku mengetuk

-akan
(HR Bukhari)
Tamu lelaki dilarang masuk kedalam rumah apabila tuan
rumah hanya seorang wanita. Dalam hal ini, perempuan yang
berada di rumah sendirian hendaknya juga tidak memberi izin
masuk tamunya. Mempersilahkan tamu lelaki ke dalam rumah
sedangkan ia hanya seorang diri sama halnya mengundang
bahaya bagi dirinya sendiri. Oleh sebab itu, tamu cukup
ditemui diluar saja. Rasulullah SAW bersabda;
Wanita itu adalah (ibarat) pengembala di rumah suaminya. Dia
akan ditanya tentang pengembalaannya (dimintai pertanggung

dan Ibnu Umar).


Oleh sebab itu, tamu lelaki cukup ditemui diluar rumah
saja, atau diminta datang lagi (jika perlu) saat suaminya telah
pulang bekerja. Membiarkan tamu lelaki masuk ke dalam
rumah padahal dia (wanita tersebut) hany seorang diri, sama
saja dengan membuka peluang besar akan timbulnya bahaya
bagi diri sendiri. Bahaya yang dimaksud dapat berupa
hilangnya harta dan mungkin sekali akan timbul fitnah yang
mengancam kelestarian rumah tangganya.
Lama waktu bertamu maksimal tiga hari tiga malam.
Terhadap tamu yang jauh tempat tinggalnya, Islam memberi
kelonggaran bertamu selama tiga hari tiga malam. Waktu
tersebut dikatakan sebagai hak bertamu. Setelah waktu itu
berlalu maka habislah hak untuk bertamu, kecuali jika tuan
rumah menghendakinya. Dengan pembatasan waktu tiga hari
tiga malam itu, beban tuan rumah tidak terlampau berat dalam
menjamu tamunya.
Sesuai dengan hak tamu, kewajiban memuliakan tamu
adalah tiga hari, termasuk hari istimewanya. Selebihnya dari
waktu itu adalah sedekah baginya. Sabda Rasulullah,

Menghormati tamu itu sampai tiga hari. Adapun selebihnya

B. Hubungan Baik Dengan tetangga


Di dalam al-
berfirman:
-
Nya dengan sesuatupun, dan berbuat baiklah kepada dua orang
ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat,
Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan
diri (QS. An-
Di dalam kitab Nuhzatul Muttaqin karya imam Nawawi
(Mushthafa al-
Malaikat Jibril selalu berpesan kepadaku (agar berbuat baik)
dengan tetangga, sehingga aku menyangka bahwa ia akan

Di dalam kitab Mukhtarul Ahadits ( Ahmad Al-Hasimi:


1416: 472 ) dikatakan bahwa Rasu
beriman kepada Allah dan hari kemudian, hendaknya ia
( HR.Syaikhani )
Bertetangga adalah bagian kehidupan manusia yang
hampir tidak bisa mereka tolak. Manusia bukan semata-mata
personal-being (makhluk individu), tapi juga merupakan
social- being (makhluk sosial). Seseorang tidak bisa hidup
sendiri tanpa orang lain, satu sama lain selalu bermitra dalam
mencapai kebaikan bersama. Ini merupakan hukum sosial.
Islam bahkan memerintahkan segenap manusia untuk
senantiasa berjamaah dan berlomba dalam berbuat kebaikan.
Sebaliknya Islam melarang manusia bersekutu dalam
melakukan dosa dan permusuhan. Allah swt berfirman:

-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)


kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya (QS; Al-Maidah: 2).
Untuk menumbuhkan dan mensosialisasikan budaya
kebaikan dan taqwa, maka tetangga merupakan objek yang
harus didahulukan setelah anggota keluarga. Ini hirarki
penyebaran kebaikan sebagaimana diarahkan Al- lah
swt berfirman:

barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu


ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat,
kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir
(yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-
minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan
menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya
apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan,
penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang
yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang
-Baqarah: 177).
Bahwa urutan kebaikan menurut ayat di atas adalah,
setelah beriman (dalam pengertian menyeluruh), maka urutan
berikutnya adalah membangun perilaku sosial yang sehat. Jadi
Islam menginginkan budaya kesalehan itu tidak terbatas pada
sekup personal (pribadi), tapi juga terciptanya kesalehan secara
sosial. Maka, dalam konteks ini hidup rukun dan harmonis
dengan tetangga menjadi sangat penting dan wajib.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Syuraih
dak beriman! Demi
Ada hal menarik dari redaksi hadis ini, Rasulullah Saw.
bersumpah sampai tiga kali dengan nama Allah dan vonis
yang sangat keras "tidak beriman" tatkala beliau
mengungkapkan esensi hidup bertetangga. Rasulullah Saw.
tidak pernah mengulang-ulang sebuah pernyataan, kecuali
pernyatan tersebut menyangkut sesuatu yang penting.
Dengan redaksi seperti ini tergambar bahwa hubungan
bertetangga menempati posisi yang sangat penting dalam
Islam.
Mengapa Rasulullah Saw. mengajurkan umatnya untuk
berbuat baik pada tetangga dan tidak menyakitinya sedikit
pun? Dalam Islam, akhlak mulia adalah kunci pertama dan
utama. Ia adalah bukti keimanan yang harus terwujud dalam
kehidupan seorang mslim. Memuliakan tetangga adalah salah
satu di antaranya.
Jadi, memuliakan tetangga adalah perwujudan keimanan
dan salah satu bentuk akhlak mulia. Rasulullah Saw.
mengungkapkan bahwa Jibril selalu memerintahkannya untuk
berbuat baik kepada tetangga, sampai-sampai beliau mengira
para tetangga termasuk salah satu ahli waris. Ada kisah pula
tentang seorang wanita ahli ibadah, tapi ia divonis oleh Rasul
sebagai ahli neraka, lantaran ia selalu menyakiti tetangganya.
Keterangan-keterangan tersebut memberikan gambaran
kepada kita bahwa kebaikan tidak sekedar dengan Allah
(habluminallah), tapi harus mencakup pula hubungan dengan
sesama; tetangga, dalam konteks ini. Karena itu, Rasul Saw.
memerintahkan Abu Dzar (dan istrinya) yang diriwayatkan

memperbanyak kuahnya sehingga tetangga dapat ikut


n
seseorang yang tidur dalam keadaan kenyang sementara
tetangganya meringis kelaparan.
Anjuran untuk menghormati tetangga, tentu maknanya
amat luas. Menghormati berarti juga tidak menyakiti
hatinya, selalu berwajah manis pada tetangga, tidak
menceritakan aib tetangga, tidak menghina dan
melecehkannya, dan tentu juga tidak menelantarkannya jika
dia benar-benar butuh pertolongan kita. Rasululullah saw
misalnya, melarang kita berbuat gibah (menjelek-jelekkan
kehormatan) pada tetangga kita. Seorang sahabat bert

menyebut sesuatu yang tidak disukai dari saudaramu" (HR.


Abu Dawud dan Tirmidzi).

masuk syurga orang yang tetangganya tidak aman dari


berbagai gangguannya ( HR. Muslim/46)
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar:ia berkata :Rasul
-baik teman disisi Allah adalah orang-
orang yang paling baik terhadap temannya, dan sebaik-baik
tetangga di sisi Allah adalah orang yang paling baik
terhadap tetangganya ( HR. Tirmidzi/1945).
Tatkala kita berbuat baik pada tetangga, maka tak jarang
apapun akan dilakukan tetangga kita sebagai wujud solidaritas
sejati mereka. Mungkin kita pernah dengar cerita, ada orang
yang rela mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan
barang-barang milik tetangganya yang tengah dirampok atau
dijarah kawanan maling. Solidaritas yang tulus seorang teman
atau tetangga, terkadang sulit dipahami dengan logika. Bahwa
sekali saja kita berbuat baik pada orang lain misalnya, maka
boleh jadi dia akan berbuat baik berlipat kali dari kebaikan
yang pernah kita lakukan kepadanya. Inilah wujud solidaritas
sejati yang hanya mungkin lahir dari perbuatan baik yang
tulus.
Betapa pentingnya menjaga hubungan baik dengan
tetangga. Yang jelas, berbuat baik pada tetangga jauh lebih
aman dan lebih murah biayanya daripada harus membayar
satpam misalnya. Berbuat baik pada tetangga bukan hanya
melahirkan rasa sayang dan solidaritas tetangga kita. Lebih
dari itu sikap dan perilaku kita yang ramah dan penyantun
pada setiap tetangga, akan melahirkan rasa kebersamaan yang
kuat. Yakni rasa sama-sama memiliki, rasa sama-sama
menjaga, dan rasa sama-sama sepenanggungan terhadap apa
yang kita miliki, di antara seluruh anggota warga di mana kita
tinggal.
Sebaliknya, sikap tak peduli terhadap tetangga, bukan
hanya akan mempersempit dan mempersulit aktifitas
kehidupan kita. Namun sikap buruk itu merupakan indikasi
tidak berimannya seseorang pada Allah Swt. dan Yaumil
Akhir.
Tak heran jika dalam sebuah hadist, Rasulullah saw
mewanti-wanti,
(HR.
Bukhori/6018).

C. Hubungan Baik Dengan Masyarakat


Selain hubungan baik dengan tetangga dan tamu, orang
Islam harus dapat berhubungan baik dengan masyarakat
umum yang berada pada lini-lini kehidupan, baik orang itu
berbeda agama sekali-pun. Hubungan baik dengan masyarakat
diperlukan, karena manusia merupakan makhluk sosial dan
menjadi fitrah manusia untuk saling kenal diantara sesama.
Hal ini Allah menjelaskan dalam Al- -Hujurat
ayat 13 Allah berfirman:

dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan


kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara
kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Al-Hujurat: 13).
Dalam Islam sudah diatur mengenai hak dan kewajiban
masing-masing anggota masyarakat, seperti menjawab salam,
mengunjungi orang sakit, mengiringi janazah, memenuhi
undangan dan menjawab orang yang sedang bersin. Hal ini
ditegaskan oleh Nabi Muhammad s. A.w. dalam salah satu
m itu atas
muslim lainnya ada lima: Menjawab salam, mengunjungi
orang sakit, mengiringkan janazah, memenuhi undangan, dan

Tujuan Islam adalah membangun individu dan masyarakat


agamis, yaitu masyarakat yang hubungan sosialnya dibangun
berdasarkan tujuan dan hukum agama. Masyarakat ideal
adalah masyarakat yang di antara tanggung jawab sosial dan
iman memiliki hubungan yang kuat dan tidak dapat
dipisahkan.
Keistimewaan yang penting dan prinsip dari umat Islam
adalah hendaknya menjadi teladan bagi manusia dan
masyarakat yang lain. Dari sini, umat Islam harus mampu
memenej masyarakatnya sedemikian rupa, sehingga menjadi
teladan hakiki dari sebuah masyarakat ideal dan sempurna.
Untuk menciptakan masyarakat agamis harus dibangun
berdasarkan keamanan, kesejahteraan, keadilan sehingga dapat
terwujud ketenangan dan kesejahteraan baik material dan
spiritual. Masyarakat yang berusaha mencapai tujuan ini harus
memiliki keistimewaan itu. Dengan mencermati ayat-ayat al-
Quran, kita dapat menyebut beberapa keistimewaan itu seperti
mencari kebenaran, iman kepada Allah, bersikap adil dan
persatuan.
Iman kepada Allah Swt dengan makna keyakinan batin
kepada-Nya. Dari ayat-ayat al-Quran dapat disimpulkan
bahwa Islam berusaha untuk menciptakan akidah bersama di
antara manusia dan menghubungkan mereka semua. Akidah
bersama yang bersumber dari fitrah manusia dan sesuai

Anda mungkin juga menyukai