Anda di halaman 1dari 11

PSIKOLOGI ABNORMAL

( Tugas Akhir Sistematika Laporan Kastuistika )

DISUSUN OLEH

Putri Sabella (2030200020)

DOSEN PENGAMPU

Fithri Choirunnisa Siregar M.P.Si

PRODI BIMBINGAN KONSELING ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYEKH ALIHASAN AHMAD ADDARY

PADANGSIDIMPUAN

T.AKADEMIK 2022
SISTEMATIKA LAPORAN KASTUISTIKA

PSIKOLOGI ABNORMAL

A. IDENTITAS SUBJEK
NAMA LENGKAP : FE
T.T.L : R 1, 25 JANUARI 2002
JENIS KELAMIN : PEREMPUAN
AGAMA : ISLAM
SUKU BANGSA : JAWA
PENDIDIKAN : SMA
PEKERJAAN : WAITERS
STATUS PERNIKAHAN : BELUM KAWIN
ALAMAT : R 1, Kec. R, Kab. A

B. IDENTITAS KELUARGA
NAMA AYAH : UK
T.T.L : R 1, 12 JUNI 1971
JENIS KELAMIN : LAKI-LAKI
AGAMA : ISLAM
SUKU BANGSA : JAWA
PENDIDIKAN : SD
PEKERJAAN : WIRASWASTA
STATUS PERNIKAHAN : KAWIN
ALAMAT : R 1, Kec. R, Kab. A

NAMA IBU : SL
T.T.L : KT, 11 NOVEMBER 1976
JENIS KELAMIN : PEREMPUAN
AGAMA : ISLAM
SUKU BANGSA : JAWA
PENDIDIKAN : SMP
PEKERJAAN : IBU RUMAH TANGGA
STATUS PERKAWINAN : KAWIN
ALAMAT : R 1, Kec. R, Kab. A

C. IDENTITAS PEMERIKSA
NAMA : PUTRI SABELLA
JURUSAN : BIMBINGAN KONSELING ISLAM
NIM : 2030200020
SEMESTER : V (GANJIL)

D. TUJUAN ASSESMENT
“ Mendapatkan dinamika Kepribadian Subjek dan Mengusulkan Intervensi
Problem Solving yang tepat bagi Subyek.”

E. KESAN AWAL
Pada saat pertemuan sesi 1 melalui video call via whatsapp subjek (FE) dari
tampilan fisik sangat terlihat rapi dan menarik dengan menggunakan kemeja
hitam, celana pendek abu-abu serta jam tangan hitam dan pada saat itu tepat pada
saat merayakan ulang tahun kakeknya yg berusia 71 tahun. Terlihat dari wajahnya
beliau sangat santai, sebelum saya melakukan video call saya sudah
mengkonfirmasi mengenai apa maksud saya nantinya dan sebelumnya kami
memang sudah saling mengenal sejak jaman sekolah dulu tapi sekolah saya
dengan beliau berbeda. Keseharian subjek (FE), beliau selalu menghabiskan
waktunya dengan bekerja karena dia merupakan sosok yang pekerja keras. Sosok
FE memiliki kebiasaan sehari-hari dengan kegiatan yang sering dilakukan orang
seorang pria pada umumnya yaitu merokok.
Saat bercerita lewat video call beliau sangat santai dan cool menjawab
semua pertanyaan-pertanyaan saya. Tetapi, kadang beliau sedikit merapikan
rambutnya (menutupi kegelisahan) pada saat pembahasan menyinggung mengenai
kegiatannya atau pribadinya yang sangat menyerupai pria pada umumnya (karena
dia sebenarnya wanita).

F. ASSESMENT
1. Wawancara (Tidak langsung/melalui video call)
(Sebelum mulai ke tahap pertanyaan saya sudah terlebih dahulu menanyakan
identitas subjek dan keluarganya)
PS : “Saya ada tugas di kampus, boleh saya wawancara kamu
kan?”
FE : “Boleh la, ngapain emang nya? Tapi maaf ya agak ribut
karena lagi ulang tahun kakek hehe”
PS : “Maaf ya sebelumnya saya jelaskan sedikit mengenai tugas
saya ini terlebidahulu, tugasnya buat laporan tapi yang
diwawancara itu orang yang punya masalah (abnormal),
misalnya itu anak autis, narkoba, kepribadian ganda,
transgender,dll. Bersedia kan?”
FE : “Oooo bersedia lah”
PS : “Langsung aja ya ke pertanyaan pertama, Apa yang
menyebabkan kamu bisa terobsesi sekali ingin menjadi pria
padahal kamu ini wanita?”
FE : “Wkwk alasan pertamanya karena pria menurutku simpel ga
ribet gitu”
PS : “Emm….mulai kapan dan apa tanggapan orang tuamu?”
FE : “Mulai kelas 10 SMA saya memang suka baju, celana, jam,
pokoknya barang-barang pria saya suka kalo barang-barang
wanita saya tidak terlalu suka dan terobsesi terobsesi. Tapi
rambut saya memang masi panjang sampai SMA tepatnya di
kelas 11.
Setelah tamat SMA dan berpisah dengan teman sekolah aku
bertemu gadis dan singkat cerita saya berpacaran selama 2
tahun yang akhrinya hubungan kami kandas karena orang tua
pacar saya tidak setuju karena saya dan dia sama-sama
perempuan, memang sedikit naif tetapi memang begitulah
kenyataannya. Tanggapan orang tua saya yaitu mereka selalu
berusaha menyadarkan atas takdir dan kodrat saya sebagai
wanita, tetapi saya sendiri yang memang tidak mendengarkan
perkataan mereka.”
PS : “Setelah putus bagaimana perasaanmu?”
FE : “Saya memang sedikit sulit melupakan dia tetapi akhirnya
saya berhasil move on dan saya mencoba mencari pekerjaan
akhirnya saya diterima isebuah coffeshop dekat rumah.”
PS : “Mohon maaf ya, emm apa alasan kamu memilih wanita utuk
dijadikan pacar?”
FE : “Saya sangat nyaman dengan wanita dan ketika melihat pria
saya biasa saja sekalipun pria itu tampan.”
PS : “Emm… pertanyaan terakhir dari saya apa keuntungan dan
kerugian yang kamu dapatkan pada saat kamu menghilangkan
jati diri sebagai pria padahal kamu harusnya menjadi wanita
tulen?”
FE : “Keuntungannya saya jadi lebih nyaman karena
penampilanku yg simpel dan tidak ribet, lebih percaya diri.
Kerugiannya aku sering di ceritain atau digosipin, seperti cowo
kok payudaranya gede, seperti itu lah kira-kira. Pokoknya
orang-orang yantidak suka pada saya selalu membuly saya”
PS : “ohh begitu ya. Izin sebekumnya boleh tidak saya minta foto
kamu dari awal perubahan penampilan mu?”
FE : “Boleh. Ambil aja di facebook lengkap kok disitu.”
PS : “Oke makasih ya atas waktu serta kesempatannya karena
sudah bantu berpartisipadi di tugas saya ini.”
FE : “Iya Sama-sama”
(Video call berakhir)………
2. Observasi (Non Partisispan)
Saya kenal dengan subjek (FE) pada saat zaman SMA dulu, tapi saya tidak satu
sekolah dengan beliau. Saya sempat berteman akrab dengan beliau tetapi karena
ada satu problem jadi kami tidak terlalu sering bertemu.

G. ANAMNESA
1. Latar Belakang Keluarga
Subjek (FE) adalah anak ke-3 dari 4 bersaudara, dia memiliki 2 kakak dan 1
adik laki-laki. Orang tua nya termasuk ke dalam kategori orang tua yang sedikit
membebaskan pergaulan anak-anaknya, maka dari hal tersebut mungkin bisa
menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya kasus transgender yang dialami FE.
2. Latar Belakang Pendidikan
Subjek (FE) bersekolah di SDN 010136 PAN, setelah itu lanjut ke SMP N1 PR,
dan lanjut ke MAS AL-MANAR PR.
3. Latar Belakang Pekerjaan
Sejak tamat SMA 3 tahun yang lalu hingga saat ini dia bekerja di sebuah
coffeshop dekat rumahnya yaitu sebagai waiters.

H. DINAMIKA KEPRIBADIAN
Pada saat video call berlangsung awalnya saya menanyakan kabar serta
biodata lengkap kepada beliau, wajahnya terlihat bugar dan bersemangat. Setelah
itu saya mulai melontarkan pertanyaan, pada saat itu mulailah FE sedikit
mengenang awal mula ia memiliki tekat dan kemauan ingin menjadi sosok pria
yang tampan dan cool, beliau menceritakan bahwasannya dulu ia terobsesi dengan
penampilan pria yang sangat simpel dan sangat jauh berbeda dengan wanita.
Maksudnya ialah, wanita harus memakai jilbab ketika masa ia sekolah SMA
dengan rambut panjang yang harus di gulung agar tidak terlihat ketika
mengenakan jilbab, selanjutnya memakai rok panjang dan baju kemeja putih
panjang yang ia sendiri kurang nyaman menggunakan seragam tersebut. Sangat
berbeda dengan pria yang hanya menggunakan kemeja putih lengan pendek dan
celana panjang kuncup beliau menyebutnya “celana pinsil”.
Hal tersebut mulai muncul di benak FE pada saat ia duduk di kelas 10. Pada
saat di jam belajar/waktu sekolah ia berpenampilan seperti remaja wanita biasanya
dan pada saat diliar jam sekolah ia selalu menggunakan kaos oblong dan celana
pendek yang dugunakan pria pada umumnya. Pada waktu itu rambutnya masih
panjang, tetapi lambat laun tepat di kelas 11 ia memotong rambut dengan style
seperti bintang film Stevan William, hal itu berlanjut sampai ia tamat SMA. Lebih
parahnya setelah tamat SMA dia berpisah dengan teman-teman wanita di
sekolahnya, ia mulai membuka sirkel dengan teman-teman pria sebayanya dan
pergaulannya pun mulai tidak terkontrol (merokok, minum minuman keras).Hal ini
atau tanda-tanda yang dialami tidak terlihat pada masa kecilnya, mulai muncul
kemauan dibenaknya saat ia duduk di SMA.
Sampai pada suatu hari ia bertemu gadis berinisial K. Sosok FE ini semakin
hari semakin percaya diri bahwa dia ini sudah layak untuk dijadikan pria idaman
sehingga ia mendekati gadis itu dan terkejutnya ternyata gadis ini mau dijadikan
sebagai pacarnya. Mereka menjalin hubungan layaknya remaja yang jatuh cinta
tanpa di sadari mereka adalah 2 wanita yang sangat tidak mungkin bisa jadi suami
dan istri. Orang tua si K sangat melarang hal tersebut dan pada akhirnya hubungan
mereka kandas. FE sangat frustasi atas kejadian itu dan atas pengakuannya ia
sangat sayang dengan gadis itu. Pada akhirnya FE mulai move on dan ia diterima
kerja di sebuah coffeshop yang tidak jauh dari rumahnya. Penampilan dan
kebiasaannya masih berlanjut sampai sekarang.
Inti dari masalah ini adalah Subjek (FE) mengalami Istilah pria
trans mengacu kepada seseorang yang transgender perempuan-ke-laki-laki
(bahasa Inggris: female-to-male, FtM atau F2M) sementara istilah wanita
trans mengacu kepada seseorang yang transgender laki-laki-ke-perempuan
(bahasa Inggris: male-to-female, MtF atau M2F). Orang-orang yang tidak
transgender atau genderqueer seseorang yang identitas pribadinya sama dengan
seks dan gender yang ditunjuk saat lahir disebut sebagai orang cisgender.

Individu transgender memiliki varisi orientasi seksual yang kurang lebihh sama
dengan orang cisgender. Di masa lalu, istilah homoseksual dan heteroseksual secara
tidak tepat digunakan untuk menyebut orientasi seksual orang transgender
berdasarkan seksnya yang ditunjuk saat lahir. Literatur-literatur profesional kini
menggunakan istilah seperti tertarik ke pria (androfil), tertarik ke
wanita (ginefil), tertarik ke keduanya (biseksual), atau tidak tertarik ke
keduanya (aseksual) untuk menjelaskan orientasi seksual seseorang tanpa menyebut
identitas gender mereka. Kalangan medis mulai memahami pentingnya istilah yang
tepat sesuai dengan identitas gender dari seseorang. Faktor yang mempengaruhi
LGBT dalah keluarga, lingkungan dan gen. Jadi subjek (FE) ini termasuk tertarik ke
wanita (genefil).

I. RANCANGAN INTERVENSI
1. Cara mengatasi LGBT
a. Menjaga pergaulan.
b. Menutup segala celah pornografi misalnya dari gedged. Orang tua harus
aktif dalam hal ini.
c. Diadakan kajian atau seminar mengenai bahaya LGBT di sekolah-sekolah.
d. Adanya undang-undang yang melarang adanya LGBT sehingga hal ini tidak
menyebar semakin parah.
e. Diadakan penyuluhan keagamaan mengenai LGBT yang menyimpang dari
aturan agama.
2. Teori yang Terkait dengan LGBT
Satu-satunya argumentasi “favorit” pendukung LGBT adalah teori hak yang
merupakan turunan dari teori Deontologi. Teori ini menjadi dasar lahirnya
konsep Hak Asasi Manusia (HAM). Konsep HAM sendiri tidak bisa dilepaskan
dari agama, karena dari manakah hak tersebut berasal jika bukan Tuhan yang
menganugerahkannya kepada manusia? Dan secara umum, seluruh agama
mengharamkan perilaku homoseksual, kecuali agamawan yang sudah
berpandangan liberal. Teori HAM juga tidak tunggal, namun ada yang bersifat
universal dan ada yang partikular, bergantung pada situasi dan kondisi negara
masing-masing. Hak asasi menurut perspektif HAM bukanlah hak yang ansich,
namun disertai dengan kewajiban atau tanggung jawab sosial.
”Deontologi” (Deontology) berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu:
deon yang artinya adalah kewajiban. Dalam suatu perbuatan pasti ada
konsekuensinya, dalam hal ini konsekuensi perbuatan tidak boleh menjadi
pertimbangan. Perbuatan menjadi baik bukan dilihat dari hasilnya melainkan
karena perbuatan tersebut wajib dilakukan. Deontologi menekankan perbuatan
tidak dihalalkan karena tujuannya. Tujuan yang baik tidak menjadi perbuatan
itu juga baik. Di sini kita tidak boleh melakukan suatu perbuatan jahat agar
sesuatu yang dihasilkan itu baik, karena dalam teori Deontologi kewajiban itu
tidak bisa ditawar lagi karena ini merupakan suatu keharusan.
Kelompok LGBT menganggap apa yang dilakukannya adalah baik. Mereka
pun berupaya menjadi warga negara yang baik, dengan menjalankan setiap
kewajiban sebagai warga negara, seperti yang dilakukan masyarakat pada
umumnya. Sejalan dengan itu, menurut etika deontologi, perilaku LGBT dinilai
baik atau buruk berdasarkan pada tindakan yang sesuai atau tidak dengan
kewajiban. Karena bagi etika deontologi, yang menjadi dasar baik buruknya
perbuatan adalah kewajiban. Pendekatan deontologi sudah diterima dalam
konteks agama, sekarang menjadi salah satu teori etika yang terpenting. Ada
tiga prinsip yang harus dipenuhi, yaitu sebagai berikut.
1) Supaya tindakan punya nilai moral, tindakan ini harus dijalankan
berdasarkan kewajiban. Mengenai kelompok LGBT meninggalkan
kewajibannya sebagai warga negara ataupun sebagai manusia, menjadi tolok
ukur penilaian moral LGBT.
2) Nilai moral dari tindakan ini tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari
tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong
seseorang untuk melakukan tindakan itu, berarti kalaupun tujuan tidak
tercapai, tindakan itu sudah dinilai baik. Upaya yang dilakukan kelompok
LGBT dalam menjalani kehidupannya sebaik mungkin dianggap bernilai
moral, meskipun tidak sesuai dengan kodratnya sebagai manusia.
3) Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip ini, kewajiban adalah hal yang
niscaya dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum
moral universal.

Dengan kata lain, tindakan LGBT dianggap baik karena tindakan itu
memang baik pada dirinya sendiri, sehingga merupakan kewajiban yang harus
dilakukan. Sebaliknya, jika tindakan LGBT dapat dinilai buruk secara moral
maka tidak menjadi kewajiban untuk kita lakukan. Bersikap adil adalah
tindakan yang baik, dan sudah menjadi kewajiban kita untuk bertindak
demikian. Sebaliknya, pelanggaran terhadap hak orang lain atau mencurangi
orang lain adalah tindakan yang buruk pada dirinya sendiri sehingga wajib
dihindari.
DOKUMENTASI

Nb : Semua identitas, alamat dan hasil wawancara diperoleh langsung dari


Subjek (FE). Mengenai identitas, alamat rumah dan sekolah disamarkan demi
kenyamanan Subjek (FE). Dokumentasi diambil atas izin langsung dari Subjek
(FE) dalam akun sosial medianya.

Anda mungkin juga menyukai