Uas Polititik
Uas Polititik
Npm :211186918067
MATA KULIAH : POLITIK LOKAL DAN OTONOMI DAERAH
HARI/TANGGAL : KAMIS/27 JULI 2023
WAKTU : 13:20 – 15:50
KELAS :C
DOSEN PENGUJI : Diana Fawzia, M.A., Ph.D
Jawaban Soal
1. Demokrasi lokal mencakup tiga tingkatan sistem politik yang saling berhubungan:
sistem politik lokal, sistem politik nasional, dan sistem politik tingkat lokal yang
merupakan hasil pertemuan dari keduanya.
Sistem politik lokal mengacu pada proses pengambilan keputusan dan pengelolaan
pemerintahan di tingkat daerah atau lokal. Di tingkat ini, keputusan politik dan
kebijakan dibuat oleh pemerintah daerah atau otoritas lokal yang lebih dekat dengan
warga setempat. Sistem politik lokal mencakup struktur politik di tingkat kota,
kabupaten, atau provinsi, yang bertanggung jawab atas masalah-masalah khusus
wilayah mereka.
Sistem politik nasional mengacu pada proses pengambilan keputusan dan pengelolaan
pemerintahan di tingkat nasional atau negara. Di tingkat ini, keputusan politik dan
kebijakan yang berlaku untuk seluruh negara dibuat oleh pemerintah pusat atau
badan-badan legislatif nasional. Sistem politik nasional mencakup struktur politik di
tingkat parlemen, presiden/kepala negara, dan lembaga-lembaga pemerintahan
nasional.
Sistem politik tingkat lokal adalah hasil dari pertemuan antara sistem politik lokal dan
sistem politik nasional. Ini mencakup interaksi, ketergantungan, dan pengaruh antara
kebijakan dan keputusan politik yang dibuat di tingkat lokal dan nasional. Sistem
politik tingkat lokal mencerminkan cara bagaimana kebijakan nasional
diimplementasikan dan disesuaikan dengan kondisi lokal, dan sebaliknya, bagaimana
keputusan politik di tingkat lokal dapat berdampak pada kebijakan dan keputusan di
tingkat nasional.
Contoh Kasus:
Misalkan, ada kebijakan nasional di sebuah negara untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan bagi seluruh warganya. Di tingkat nasional, pemerintah mengeluarkan
kebijakan yang bertujuan untuk menyediakan akses layanan kesehatan yang lebih
baik dan terjangkau di seluruh negara.
Namun, di tingkat lokal, implementasi kebijakan tersebut bisa berbeda-beda
tergantung pada kondisi daerah masing-masing. Misalnya, di daerah pedesaan yang
sulit dijangkau, pemerintah daerah dapat merancang program kesehatan berbasis
masyarakat dengan melibatkan peran aktif dari tokoh lokal atau sukarelawan
kesehatan desa. Di kota-kota besar, pemerintah daerah mungkin berfokus pada
peningkatan fasilitas rumah sakit dan klinik untuk meningkatkan akses pelayanan
kesehatan.
Dalam hal ini, sistem politik lokal mencerminkan cara implementasi kebijakan
nasional disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan lokal. Sistem politik nasional
menetapkan arah dan tujuan keseluruhan kebijakan, sementara sistem politik tingkat
lokal memungkinkan adaptasi dan pengaturan yang sesuai dengan lingkungan lokal.
Pertemuan dari sistem politik lokal dan nasional menghasilkan pengambilan
keputusan yang lebih tepat dan lebih relevan dengan keadaan masyarakat di tingkat
daerah.
2. Dalam konteks desentralisasi asimetris, terdapat dua penekanan yang berbeda, yaitu
asimetri politik dan asimetri administratif, dalam memberikan perlakuan istimewa
atau kewenangan yang berbeda kepada setiap daerah berdasarkan karakteristik
uniknya.
Asimetri politik menekankan pada pemberian kewenangan yang berbeda
kepada daerah berdasarkan pertimbangan konflik etnis, karakter regional,
agama, atau faktor politik lainnya. Pendekatan ini mempertimbangkan
keberagaman politik dan budaya di berbagai daerah, dan pemerintah pusat
memberikan tingkat otonomi yang berbeda-beda untuk mengakomodasi
perbedaan-perbedaan ini.
Contoh kasus di Indonesia untuk asimetri politik adalah provinsi Aceh.
Sebagai bagian dari penyelesaian konflik yang panjang dan konflik bersenjata
yang melibatkan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Indonesia memberikan
kewenangan otonomi yang lebih luas kepada Provinsi Aceh melalui
penandatanganan perjanjian damai yang dikenal sebagai "Pembahasan
Helsinki" pada tahun 2005. Perjanjian ini memberikan Aceh hak istimewa
untuk memiliki hukum adat (qanun) dan mengakomodasi beberapa aspek
syariat Islam dalam sistem hukumnya. Hal ini mencerminkan penekanan
asimetri politik dalam memberikan kewenangan istimewa berdasarkan konflik
etnis dan budaya yang ada di Aceh.
Asimetri administratif menekankan pada pemberian kewenangan berdasarkan
pertimbangan efisiensi atau penguatan kapasitas pemerintah daerah.
Pendekatan ini lebih menitikberatkan pada kemampuan dan kapasitas
pemerintahan daerah untuk mengelola urusan-urusan publik secara mandiri.
Contoh kasus di Indonesia untuk asimetri administratif adalah Provinsi DKI
Jakarta. Jakarta sebagai ibu kota Indonesia memiliki karakteristik dan
tantangan administratif yang berbeda dibandingkan dengan provinsi-provinsi
lainnya di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah pusat memberikan
kewenangan tambahan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam
bidang-bidang tertentu, seperti penguasaan lahan, pengelolaan anggaran, dan
infrastruktur kota, guna menghadapi kompleksitas masalah perkotaan yang
lebih besar.