Anda di halaman 1dari 9

BUDAYA DAN PERILAKU LINGKUNGAN

PROBLEMATIKA PASAR TRADISIONAL DAN CARA PENANGGULANGANNYA

Perilaku pedagang pasar tradisional di ruang publik ‘jalan’

Studi kasus :

Syakif Langaru 14021105034

Ransih J Weken 14021105002

Anugra Prasetyo La’lang Surbakti 140211050

vikri A Dirgapraja 1402105048

UNIVERSITAS SAM RATULANGI


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
MANADO
2015

Bab 1
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Pasar tradisional selama ini kebanyakan terkesan kumuh, kotor, semrawut, bau dan seterusnya yang
merupakan stigma buruk yang dimilikinya. Namun demikian sampai saat ini di kebanyakan tempat masih
memiliki pengunjung atau pembeli yang masih setia berbelanja di pasar tradisional. Memang tidak dapat
dipungkiri bahwa banyak juga pasar tradisional yang dalam perkembangannya menjadi sepi,
ditinggalkan oleh pengunjung atau pembelinya yang beralih ke pasar moderen.

Stigma yang melekat pada pasar tradisional secara umum dilatarbelakangi oleh perilaku dari pedagang
pasar, pengunjung atau pembeli dan pengelola pasar. Perilaku pedagang pasar dan pengunjung atau
pembeli yang negatif secara perlahan dan bertahap dapat diperbaiki, Melekatnya stigma buruk pada
pasar tradisional, seringkali mengakibatkan sebagian dari para pengunjung mencari alternatif tempat
belanja lain, di antaranya mengalihkan tempat berbelanja ke pedagang kaki lima dan pedagang keliling
yang lebih relatif mudah dijangkau (tidak perlu masuk ke dalam pasar). Bahkan kebanyakan para
pengunjung yang tergolong di segmen berpendapatan menengah ke atas cenderung beralih ke pasar
moderen, seperti pasar swalayan (supermarket dan minimarket) yang biasanya lebih mementingkan
kebersihan dan kenyamanan sebagai dasar pertimbangan beralihnya tempat berbelanja.

Seringkali dikesankan bahwa perilaku pedagang yang menjadi penyebab utama terjadinya kondisi di
kebanyakan pasar tradisional memiliki stigma buruk. Sebaliknya, di lapangan di lapangan dijumpai peran
pengelola pasar terutama dari kalangan aparatur pemerintah dalam mengupayakan perbaikan perilaku
pedagang pasar tradisional masih sangat terbatas. Banyak penyebab yang melatarbelakangi kondisi ini.
Dimulai dari keterbatasn jumlah tenaga dan kemampuan (kompetensi) individu tenaga pengelola
pengelola serta keterbatasan kelembagaan (organisasi) pengelola pasar untuk melakukan pengelolaan
pasar dan pembinaan pedagang,

Selanjutnya permasalahan yang dihadapi oleh para pengelola pasar di lapangan tidak terlepas dari
Kebijakan pimpinan daerah dan para pejabat di bawahnya (Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah-SKPD)
di tingkat Kabupaten atau Kota. Dari kebijakan yang dikeluarkan dapat diketahui kepedulian mereka
terhadap pasar tradisional berserta para pedagang di dalamnya dan para Pedagang Kaki Lima (PKL).
Seperti diketahui pembiaran PKL dapat menyebabkan gangguan terhadap pasar tradsional dan para
pedagang di dalamnya, sehingga para PKL juga perlu ditata dan dibina seperti halnya dengan pasar
tradisional dan para pedagangnya.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa penyebab pasar tradisional tidak lagi menjadi pilihan utama masyarakat dalam berbelanja
kebutuhan sehari-hari
2. Dampak apa yang terjadi di masyarakat akibat adanya pasar modern terutama untuk pedagang
di pasar tradisional
3. Bagaimana upaya pedagang di pasar tradisional bersaing dengan pasar modern
4. Bagaimna menyelamatkan dan solusi apa agar pasar tradisional tetap bertahan di tengah
himpitan pasar modern

1.3 Tujuan Pembahasan

1. Menjelasakan malah-masalah pasar tradisional yang menyebabkan tidak lagi menjadi pilihan
utama dalam berbelanja kebutuhan sehari-hari
2. Untuk mengetahui dampak dari adanya pasar modern terutama untul para pedagang pasar
tradisional
3. Untuk mengetahui persaingan pasar modern dan pasar tradisonal
4. Untuk mengetahui solusi apa agar pasar tradisional tetap eksis di tengah himpitan pasar
modern
Bab 2
Landasan teori dan pembahasan topik

2.1 Pasar

2.1.1 Pengertian pasar


Pasar adalah sebuah tempat umum yang melayani transaksi jual - beli. Di dalam Peraturan
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 6 Tahun 1992 tentang pengurusan pasar di Daerah
Khusus Ibukota Jakarta yang ditetapkan dalam Bab I Pasal 1 pengertian pasar adalah suatu
tempat transaksi jual beli umum milik Pemerintah Daerah, tempat pedagang secara teratur dan
langsung memperdagangkan barang dan jasa (LDKI JAKARTA, 1993, p3). Dalam ilmu
ekonomi, pasar adalah tempat transaksi jual – beli yang tidak selalunya memerlukan lokasi fisik.
Pasar yang dimaksud bisa merujuk kepada suatu negara tempat suatu barang dijual dan
dipasarkan. Contohnya adalah pasar valuta asing. (www.pasarjaya.com, 2005, p1)

2.1.2 Jenis – jenis pasar


Ada beberapa jenis pasar, antara lain : pasar tradisional, pasar modern, dan pasar ekonomi. Pasar
tradisional biasanya terdiri dari kios-kios yang dibuka oleh penjual dan kebanyakan menjual
kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan. Bahan-bahan makanan tersebut bisa berupa
ikan, sayur-sayuran, telur, daging dan lain-lain. Selain itu, ada pula yang menjual kue-kue dan
barang-barang lainnya. Pasar seperti ini masih banyak ditemukan di Indonesia, dan umumnya
terletak dekat kawasan perumahan agar memudahkan pembeli untuk mencapai pasar.
(www.pasarjaya.com, 2005, p1) . sedangkan Pasar modern tidak banyak berbeda dari pasar
tradisional, namun pasar jenis ini penjual dan pembeli tidak bertransakasi secara langsung melainkan
pembeli melihat label harga yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan
pelayanannya dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga. Barang-barang yang
dijual, selain bahan makanan makanan seperti; buah, sayuran, daging; sebagian besar barang lainnya yang
dijual adalah barang yang dapat bertahan lama. Contoh dari pasar modern adalah hypermart, pasar
swalayan (supermarket), dan minimarket. Berdasarkan Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Nomor 6 Tahun 1992 tentang pengurusan pasar di Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang
ditetapkan dalam Bab III Pasal 7, maka pasar diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu menurut sifat
kegiatan dan jenis dagangannya, menurut ruang lingkup pelayanan dan tingkat potensi pasar, dan
menurut waktu kegiatan. (LDKI JAKARTA, 1993, p4)

2.2 Manajemen (pengeloloaan)


Manajemen atau pengelolaan adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan
mengendalikan pekerjaan anggota organisasi dan menggunakan semua sumber daya organisasi
untuk mencapai sasaran organisasi yang sudah ditetapkan. (Manajemen Jilid 1,1996,p7)

2.2.1 Pengelolaan pasar tradisional


Berdasarkan Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 6 Tahun 1992 tentang pengurusan
pasar di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, maka hak dan kewajiban pengelolaan pasar yang
diberikan kepada pengelola pasar dalam hal ini adalah PD. Pasar Jaya menyangkut beberapa hal
pengelolaan, antara lain pengelolaan tentang semua hal yang berkaitan dengan pemakaian
tempat, fasilitas, biaya tempat usaha yang dikelola oleh PD. Pasar Jaya. Selain itu, pengelolaan
pasar pun menyangkut hal pembinaan pemakai tempat usaha dalam hal ini adalah pedagang
ekonomi lemah
2.3 Pembahasan
Pasar tradisional mulai kehilangan tempat di Indonesia, khususnya di kota-kota besar. Perilaku
konsumen semakin demanding karena konsumen kian memahami haknya, sedangkan di sisi lain mereka
hanya memiliki waktu dan kesempatan yang semakin terbatas untuk berbelanja. Perubahan perilaku
konsumen yang cenderung demanding menyebabkan mereka beralih ke pasar modern. Pasar-pasar
modern dikemas dalam tata ruang yang apik, terang, lapang, dan sejuk. Pengalaman berbelanja tidak
lagi disuguhi dengan suasana yang kotor, panas, sumpek, dan becek. Konsumen kian senang menjadi
raja yang dimanja.

Pasar tradisional beroperasi dalam jam yang terbatas, umumnya hanya beroperasi pada pagi hari dan
tidak buka sampai sore atau malam hari. Para wanita yang bekerja biasanya memanfaatkan waktu
istirahat makan siang untuk sekaligus berbelanja kebutuhan keluarga di pasar modern yang dekat
dengan lokasi kerjanya. Tingkat kesadaran masyarakat terhadap kesehatan semakin meningkat, kurang
dapat ditangkap oleh pengelola pasar tradisional yang tidak begitu memerhatikan kebersihan pasar dan
fasilitas pasar. Kehadiran pasar-pasar modern membuat belanja menjadi suatu wisata keluarga yang
memberikan pengalaman tersendiri.

(gambar 1.1 perbedaan pasar


tradisional dan pasar modern)

Tahapan yang diperlukan oleh pasar tradisional untuk meningkatkan daya saing usahanya maupun
bertahan (menghindar dari kematian) dalam kompetisi bisnis ritel menurut analisis masa depan
terhadap organisasinya dalam memunculkan kegiatan ekonomi yang dapat menyerap kesempatan kerja
dan pengembangan wilayah (praktik dan strategik) adalah kemampuan daya tanggap, kelincahan,
kemampuan belajar, kompetensi modal insani dan kreativitas operator pasar tradisional sebagai bagian
dari keunggulan organisasi belum menghasilkan kapasitas, fleksibilitas dan keragaman yang luas.
Sebagai akibatnya pasar tradisional selalu identik dengan tempat belanja yang kumuh, becek serta bau,
dan karenanya hanya didatangi oleh kelompok masyarakat kelas bawah. Kebijakan pemerintah
(Keppres, Kepmen) yang berkaitan dengan pasar modern dan konsep manajemen kewirausahaan dalam
memperbaiki pasar tradisional harus dilakukan dengan meningkatkan keunggulan pasar tradisional
sehingga menghasilkan kapasitas, fleksibilitas dan keragaman yang luas sehingga membuat pasar
tradisional menjadi pusat kegiatan ekonomi masyarakat luas yang dapat menyerap kesempatan kerja
dan pengembangan wilayah.

Membiarkan pasar tradisional apa adanya dan meminta pemerintah menghambat pengembangan pasar
modern tidak akan membantu pasar tradisional untuk bertahan hidup. Masyarakat selaku konsumen
semakin menuntut kenyamanan, dan jika hal tersebut tidak dapat dipenuhi pasar tradisional, maka
secara otomatis mereka akan beralih ke pasar modern. Lonceng kematian pasar tradisional telah
berdentang, dan pengunjung setia yang terakhir akan meninggalkan pasar tradisional ketika pasar
tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhannya lagi. Keberadaan pasar tradisional tidak dapat diatur
atau dilindungi oleh peraturan pemerintah setingkat apapun. Pasar tradisional hanya dapat
dipertahankan jika mereka disediakan tempat khusus yang nyaman dan disediakan oleh pemerintah.
Atas alasan itu pula, pasar modern tidak dapat dipersalahkan. Pemerintah kurang melakukan
pemberdayaan pasar tradisional sebagai pusat kegiatan ekonomi yang masih dibutuhkan oleh
masyarakat luas, dan agak lambat menerapkan teknologi yang efektif dan metode baru untuk mengubah
pasar tradisional menjadi pasar yang bersih dan nyaman bagi pengunjung tanpa membebani pedagang
dengan biaya renovasi kios yang cenderung mahal.

Meskipun informasi tentang gaya hidup modern dengan mudah diperoleh, masyarakat tampaknya
masih memiliki budaya untuk tetap berkunjung dan berbelanja ke pasar tradisional. Terdapat perbedaan
yang sangat mendasar antara pasar tradisional dan pasar modern. Perbedaannya adalah masih adanya
proses tawar-menawar harga di pasar tradisional, sedangkan di pasar modern harga kondisinya sudah
“kaku” dengan label harga. Dalam proses tawar-menawar terjalin kedekatan personal dan emosional
antara penjual dan pembeli yang tidak mungkin didapatkan ketika berbelanja di pasar modern.
Romantisme masa lalu ini masih dan mendapat tempat dalam budaya tradisional yang mempertahankan
eksistensi pasar tradisional. Hal ini sejalan dengan hasil survei AC Nielsen yang masih menempatkan 29%
konsumen sebagai konsumen fanatik pasar tradisional dengan berbagai alasan. Beberapa pasar
tradisional yang “legendaris” dan telah menjadi bagian dari nilai budaya tradisional antara lain adalah
pasar Beringharjo di Yogyakarta, pasar Klewer di Solo, dan pasar Johar di Semarang.

Modernisasi pasar juga merupakan langkah untuk meningkatkan perekonomian pedagang kecil.
Modernisasi pasar disini dimaksudkan sebagai upaya pengelolaan pasar secara modern sesuai dengan
tuntutan kebutuhan masyarakat, sekaligus untuk menghambat beralihnya tempat belanja masyarakat.
Model kemitraan pemerintah kota perlu melibatkan pengembang untuk merevitalisasi pasar. Pasar
tradisional harus dikelola secara kreatif untuk memecahkan persoalan ruang usaha bagi masyarakat.
Ragam pasar yang lebih transformatif seperti pasar tematik dapat dikembangkan menjadi model
pengembangan pasar modern agar pasar modern tidak memonopoli seluruh komoditas yang
menyebabkan daya saing pasar tradisional makin lemah (Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Pasar di
Bandung, 2007).
(gambar 1.2 modernisasi pasar tradisional salah
satu cara agar pasar tradisional menjadi nyaman ketika berbelanja)

Kunci solusi sebenarnya ada di tangan pemerintah. Yang diperlukan adalah aturan tata ruang yang tegas
yang mengatur penempatan pasar tradisional dan pasar modern. Misalnya tentang berapa jumlah
hypermarket yang boleh ada untuk setiap wilayah di satu kota. Lalu berapa jarak yang diperbolehkan
dari pasar tradisional jika pengusaha ingin membangun supermarket. Hal tersebut perlu dilakukan untuk
mengantisipasi ancaman kebangkrutan pada pasar tradisional akibat kepungan pasar modern yang tidak
terkendali, dan memberikan wahana persaingan yang sehat antara keduanya.

Selain itu, perlu merubah tampilan pasar tradisional agar bisa lebih nyaman dan teratur. Sayangnya
pembenahan pasar rakyat ini tampaknya lebih sering mengedepankan kepentingan investor daripada
kepentingan para pedagang sendiri. Harga kios yang tinggi tanpa kompromi kerap membuat pedagang
jera mendengar kata pembenahan. Keadaan ini tidak jarang akhirnya menimbulkan perselisihan antara
pedagang lama dengan investor yang ditunjuk pemerintah untuk merevitalisasi pasar tradisional
(Indrakh, wordpress.com. 2007).

Untuk menciptakan kondisi lingkungan pasar tradisional yang lebih baik dan lebih nyaman, kebijakan-
kebijakan yang akan membantu meningkatkan daya saing pasar tradisional harus diciptakan dan
dilaksanakan, dengan upaya-upaya :

Pertama, memperbaiki infrastruktur. Hal ini mencakup jaminan tingkat kesehatan dan kebersihan yang
layak, penerangan yang cukup, dan lingkungan keseluruhan yang nyaman. Contohnya, konstruksi
bangunan pasar berlantai dua tidak disukai dikalangan pedagang karena para pelanggan enggan untuk
naik dan berbelanja di lantai dua. Untuk itu, Pemerintah Daerah dan pengelola pasar tradisional swasta
harus melihat pasar tradisional bukan hanya sekadar sebagai sumber pendapatan.

Kedua, harus melakukan investasi dalam pengembangan pasar tradisional dan menetapkan Standar
Pelayanan Minimum (SPM). Hal ini mensyaratkan pengangkatan orang-orang berkualitas sebagai
pengelola pasar dan memberikan mereka wewenang yang cukup untuk mengambil keputusan sehingga
mereka tidak hanya bertindak sebagai pengumpul retribusi semata.
Ketiga, peningkatan kinerja pengelola pasar dengan menyediakan pelatihan atau evaluasi berkala.
Selanjutnya, pengelola pasar harus secara konsisten berkoordinasi dengan para pedagang untuk
mendapatkan pengelolaan pasar yang lebih baik. Kerjasama antar Pemda dan sektor swasta dapat
menjadi contoh solusi untuk meningkatkan daya saing pasar tradisional (www.semeru.co.id, 2007).

Terakhir, bahwa pedagang tradisional selama ini selalu dihadapkan pada masalah permodalan dan
jaminan/asuransi atas barang dagangannya. Oleh sebab itu, sudah saatnya Pemda dan lembaga
keuangan setempat memperhatikan hal ini. Strategi pengadaan barang yang kerap menjadi strategi
utama pedagang tradisional adalah membeli barang dagangan dalam bentuk tunai dengan
menggunakan dana pribadinya. Kondisi ini berdampak negatif terhadap usaha. Mereka menjadi sangat
rentan terhadap kerugian yang disebabkan oleh rusaknya barang dagangan dan fluktuasi harga yang
tidak menentu.

Dengan menempatkan rumusan efektivitas diatas efisiensi, ketika lonceng kematian pasar tradisional
telah berdentang dan pengunjung setia yang terakhir telah meninggalkan pasar tradisional yang tidak
mampu lagi memenuhi kebutuhannya, sebesar apapun romantisme yang merepresentasikan nilai-nilai
budaya tradisional, pasar tradisional akan tinggal kenangan dan menjadi ikon penghias museum
peradaban masa lalu bangsa ini. Pasar tradisional yang tidak mampu berubah menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, jelas bukan tipe organisasi masa depan yang dapat selalu menyesuaikan dirinya
dengan perubahan lingkungan. Untuk mempertahankan eksistensi pasar tradisional, dibutuhkan
intervensi seluruh pemangku kepentingan untuk merubah organisasi pasar tradisional saat ini menjadi
organisasi masa depan yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang selalu
berubah.
Bab 3
Penutup

3.1 kesimpulan

Untuk mempertahankan eksistensi dan meningkatkan potensi pasar tradisional sebagai penggerak
ekonomi rakyat kecil, diperlukan sebuah model pengembangan pasar tradisional, dimana pemerintah
berperan sebagai pengatur alokasi peran para stakeholders dan penyusun regulasi. Regulasi mengenai
pasar tradisional dan pasar modern harus mengatur tentang pembagian zona usaha, jam buka, harga
barang, dan jenis retailer. Strategi yang dapat digunakan untuk mengatur harga barang yaitu dengan
melakukan pembedaan produk dan harga, serta melalui peraturan perpajakan dan pengelolaan retribusi
yang efisien. Disamping itu juga diperlukan sumber daya manusia pengelola pasar tradisional yang
bermanajemen modern namun tetap mempertahankan cita rasa khas pasar tradisional.

3.2 Saran

Bagi Pemerintah :

Adanya regulasi akan memberikan angin segar bagi pasar tradisional yang kini kian terpuruk.

Bagi Masyarakat:

Memberikan gambaran yang lebih kritis mengenai modernisasi tanpa meninggalkan budaya dan
karakteristik Indonesia serta tetap memihak rakyat kecil.

Daftar pustaka

 Wulandari, A.(2011).Kinerja Dinas Perindustri Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil
Menengah Kabupaten Karanganyar dalam Revitalisasi Pasar Tradisional. Skripsi, Surakarta:
Universitas Sebelas Maret Surakarta
 Indrakh, wordpress.com
 Nielsen,AC.(2009). Persaingan pasar tradisional vs Pasar Modern http://www.slideshare.net
 http://beritaindonesia.co.id .
 http://jurnaluia.gte/?p=92.
 library.binus.ac.id pasar tradisional

Anda mungkin juga menyukai