Anda di halaman 1dari 3

Klasifikasi hadist menurut kualitas: Pengertian hadist shohih beserta pembagian dan

contohnya, Pengertian hadist hasan beserta pembagian dan contohnya, Referensi hadist-
hadist shohih dan hasan

1. Hadits Shahih

a) Pengertian Hadits Shahih

Shahih merupakan kalimat musytaq (baku) dari kalimat shahha – yashihhu – suhhan wa sihhatan
artiya sembuh, sehat, selamat dari cacat, benar. Sedangkan secara istilah yaitu :

.‫َم ا ِاَّت َص َل َس َن ُد ُه ِبَن ْق ِل الَع ْد ِل الَض اِبِط َع ْن ِم ْث ِلِه ِإلَى ُم ْن َت َه اُه ِم ْن َغ ْي ِر ُشُذ ْو ٍذ َو َال ِع َّلٍة‬
" Apa yang sanadnya (orang yang meriwayatkan hadist) bersambung dengan periwayatan yang
adil, dhobit ( memiliki hafalan yang kuat) dari awal sampai akhir sanad dengan tanpa syadz
(janggal/aneh) dan tidak pula cacat"

Definisi hadits shahih secara konkrit baru muncul setelah Imam Syafi’i memberikan penjelasan
tentang riwayat yang dapat dijadikan hujah (argumentasi/dalil/bukti), yaitu:

pertama, apabila diriwayatkan oleh para perowi (orang yg meriwayarkan hadist dari 1 orang
kpd yg lainnya) yang dapat dipercaya pengamalan agamanya, dikenal sebagai orang yang jujur
memahami hadits yang diriwayatkan dengan baik, mengetahui perubahan arti hadits bila terjadi
perubahan lafadnya; mampu meriwayatkan hadits secara lafad (dpt dipahami dg jelas),
terpelihara hafalannya bila meriwayatkan hadits secara lafad, bunyi hadits yang Dia riwayatkan
sama dengan hadits yang diriwayatkan orang lain dan terlepas dari tadlis (penyembuyian cacat),

kedua, rangkaian riwayatnya bersambung sampai kepada Nabi SAW. atau dapat juga tidak sampai
kepada Nabi.

b) Syarat-syarat Hadits Shahih

1. Sanadnya Bersambung
setiap perawi dalam sanad hadits menerima riwayat hadits dari perawi terdekat sebelumnya.
Keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir sanad dari suatu hadits.

2. Perawinya Adil
Seseorang dikatakan adil apabila ada padanya sifat-sifat yang dapat mendorong terpeliharanya
ketaqwaan, yaitu senantiasa melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan, dan terjaganya
sifat Muru’ah, yaitu senantiasa berakhlak baik dalam segala tingkah laku dan hal-hal lain
yang dapt merusak harga dirinya.

3. Perwainya Dhabith
Seorang perwai dikatakan dhabit apabila perawi tersebut mempunyai daya ingat yang
sempurna terhadap hadits yang diriwayatkannya. Ibnu Hajar al-Asqalani, perawi yang dhabit
adalah mereka yang kuat hafalannya terhadap apa yang pernah didengarnya, kemudian mampu
menyampaikan hafalan tersebut kapan saja manakala diperlukan. Ini artinya, bahwa orang yang
disebut dhabit harus mendengar secara utuh apa yang diterima atau didengarnya, kemudian
mampu menyampaikannya kepada orang lain atau meriwayatkannya sebagaimana aslinya.

4. Tidak Syadz
Syadz (janggal/rancu) atau syudzuz adalah hadits yang bertentangan dengan hadits lain yang
lebih kuat atau lebih tsiqqah (seorang periwayat hadist terpercaya) perawinya. Maksudnya,
suatu kondisi di mana seorang perawi berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat posisinya.

5. Tidak Ber’illat
Hadits ber’illat adalah hadits-hadits yang cacat atau terdapat penyakit karena tersembunyi
atau samar-samar, yang dapat merusak keshahihan hadits. Dikatakan samar-samar, karena
jika dilihat dari segi zahirnya (jelas), hadits tersebut terlihat shahih. Adanya kesamaran pada hadits
tersebut, mengakibatkan nilai kualitasnya menjadi tidak shahih. Adapun contoh hadits yang shahih
adalah sebagai berikut;
‫َح َّد َث َن ا َع ْب ُد ِهللا ْبُن ُيْو ُس َف َقاَل َأْخ َبَر َن ا َماِلٌك َع ِن اْب ِن ِش َه اٍب َع ْن ُم َح َّمِد ْب ِن ُج َب ْي ِر ْب ِن ُم ْط ِع ِم َع ْن َأِبْي ِه‬
)‫م َقَر َأ ِفي اْلَم ْغ ِر ِب ِبالُّط ْو ِر "(رواه البخاري‬.‫َقاَل َسِم ْع ُت َر ُسْو َل ِهللا ص‬
" Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin yusuf ia berkata: telah mengkhabarkan kepada
kami malik dari ibnu syihab dari Muhammad bin jubair bin math'ami dari ayahnya ia berkata: aku
pernah mendengar rasulullah saw membaca dalam shalat maghrib surat at-thur" (HR. Bukhari,
Kitab Adzan).

Kitab-kitab hadits yang menghimpun hadits shahih secara berurutan sebagai berikut:
1) Shahih Al-Bukhari (w.250 H).
2) Shahih Muslim (w. 261 H).
3) Shahih Ibnu Khuzaimah (w. 311 H).
4) Shahih Ibnu Hiban (w. 354 H).
5) Mustadrok Al-hakim (w. 405).
6) Shahih Ibn As-Sakan.

2. Hadits Hasan

a) Pengertian Hadits Hasan

Hasan secara bahasa adalah sifat yang menyerupai dari kalimat “al-husna” artinya indah, cantik.
Akan tetapi secara istilah yang dimaksud dengan Hadits Hasan menurut Ibnu Hajar Al-Atsqalani
yaitu:

." ‫َم ا ِاَّت َص َل َس َن ُد ُه ِبَن ْق ِل اْلَع َد ِل اَّلِذ ْي َخ َّف َض ْب ُط ُه َع ْن ِم ْث ِلِه ِإَلى ُم ْن َت َه اُه ِم ْن َغ ْي ِر ُشُذ ْو ٍذ َو َال ِع َّلٍة‬
“Apa yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, hafalannya yang kurang dari awal
sampai akhir sanad dengan tidak syad dan tidak pula cacat”

Pada dasarnya, hadits hasan dengan hadits shahih tidak ada perbedaan, kecuali hanya dibidang
hafalannya. Pada hadits hasan, hafalan perawinya ada yang kurang meskipun sedikit. Adapun
untuk syarat-syarat lainnya, antara hadits hasan dengan hadits shahih adalah sama.

Contoh hadits hasan adalah sebagai berikut:

‫حَّد َث َن ا ُقَت ْي َب ُة َح َّد َث َن ا َج ْع َف ُر ْبُن ُس َلْي َم اَن الُّض َب ِعي َع ْن َأِبْي ِع ْم َر اِن اْلَج ْو ِني َع ْن َأِبي َب ْك ِر ْب ِن َأِبي ُمْو َس ي‬
‫ ِإَّن َأْب َو اَب اْلَج َّن ِة َت ْح َت‬: ‫ َقاَل َر ُسْو ُل ِهللا ص م‬: ‫ َسِم ْع ُت َأِبي ِبَح ْض َر ِة الَع ُد ِّو َي ُقْو ُل‬: ‫اَأْلْش َع ِر ْي َقاَل‬
" ‫ الحديث‬..... ‫ِظ َالِل الُّسُيْو ِف‬
“Telah menceritakan kepada kamu qutaibah, telah menceritakan kepada kamu ja’far bin sulaiman,
dari abu imron al-jauni dari abu bakar bin abi musa al-Asy’ari ia berkata: aku mendengar ayahku
berkata ketika musuh datang : Rasulullah Saw bersabda : sesungguhnya pintu-pintu syurga
dibawah bayangan pedang…”( HR. At-Tirmidzi, Bab Abwabu Fadhailil jihadi).

b) Klasifikasi Hadits Hasan

1) Hadits Hasan li-Dzatih


Hadits yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, dhabit (orang yg
mendengarkan riwayat sebagaimana seharusnya) meskipun tidak sempurna, dari awal sanad
hingga akhir sanad tanpa ada kejanggalan (syadz) dan cacat (‘Illat) yang merusak hadits.

2) Hadits Hasan li-Ghairih


Hadits yang pada sanadnya ada perawi yang tidak diketahui keahliannya, tetapi dia bukanlah orang
yang terlalu benyak kesalahan dalam meriwayatkan hadits, kemudian ada riwayat dengan sanad
lain yang bersesuaian dengan maknanya.

c) Kehujahan Hadits Hasan


Hadits hasan sebagai mana halnya hadits shahih, meskipun derajatnya dibawah hadits shahih,
adalah hadits yang dapat diterima dan dipergunakan sebagai dalil atau hujjah (argument) dalam
menetapkan suatu hukum atau dalam beramal. Para ulama hadits, ulama ushul fiqih (ilmu yg
mengkaji ttg dalil fiqih/kaidah2), dan fuqaha (ahli fiqih) sepakat tentang kehujjahan hadits
hasan.

3. Hadits Dhoif

a) Pengertian Hadits Dhoif


Dhoif secara bahasa adalah kebalikan dari kuat yaitu lemah, sedangkan secara istilah yaitu;

‫ ِبَفْق ِد َش ْر ِط ِم ْن ُشُرْو ِط ِه‬، ‫َم ا َلْم َي ْج َم ْع ِص َف ُة اْلَح َس ِن‬


“ Apa yang sifat dari hadits hasan tidak tercangkup (terpenuhi) dengan cara hilangnya satu syarat
dari syarat-syarat hadits hasan”

Dengan demikian, jika hilang salah satu kriteria saja, maka hadits itu menjadi tidak shahih atau
tidak hasan (tampan). Lebih-lebih jika yang hilang itu sampai dua atau tiga syarat maka hadits
tersebut dapat dinyatakan sebagai hadits dhai’if yang sangat lemah. Karena kualitasnya dha’if,
maka sebagian ulama tidak menjadikannya sebagai dasar hukum.

Contoh hadits dhoif adalah sebagai berikut ;

‫َأِبي ُه َر ْي َر َة َع ِن الَّن ِبِّي‬ ‫َم اَأْخ َر َج ُه الِّت ْر ِم ْي ِذ ْي ِم ْن َط ِر ْي ِق "َح ِك ْي ِم اَألْث َر ِم "َع ْن َأِبي َت ِم ْي َمِة الُهَج ْيِمي َع ْن‬
" ‫ِبَم ا َأْن َز َل َع َلى ُم َح ِّمٍد‬ ‫ " َم ْن َأَت ي َح اِئضًا َأْو ِاْم َر أًة ِفي ُد ُبِر َه ا َأْو َك اُه َن ا َفَق ْد َكَفَر‬: ‫ص م َقاَل‬
Apa yang diriwayatkan oleh tirmidzi dari jalur hakim al-atsrami “dari abi tamimah al-Hujaimi dari abi
hurairah dari nabi saw ia berkata : barang siapa yang menggauli wanita haid atau seorang
perempuan pada duburnya atau seperti ini maka sungguh ia telah mengingkari dari apa yang telah
diturunkan kepada nabi Muhammad saw”

Berkata Imam Tirmidzi setelah mengeluarkan (takhrij) hadits ini : “ kami tidak mengetahui hadits ini
kecuali hadits dari jalur hakim al-atsrami, kemudian hadits ini didhoifkan oleh Muhammad dari segi
sanad karena didalam sanadnya terdapat hakim al-atsrami sebab didhaifkan pula oleh para ulama
hadits”

Khusus hadits dhaif, maka para ulama hadits kelas berat semacam Al-Hafidzh Ibnu Hajar Al-
Asqalani menyebutkan bahwa hadits dhaif boleh digunakan, dengan beberapa syarat:

1) Level Kedhaifannya Tidak Parah


Ternyata yang namanya hadits dhaif itu sangat banyak jenisnya dan banyak jenjangnya. Dari yang
paling parah sampai yang mendekati shahih atau hasan.

2) Berada di bawah Nash (wahyu/ petunjuk) Lain yang Shahih


Maksudnya hadits yang dhaif itu kalau mau dijadikan sebagai dasar dalam fadhailul a’mal, harus
didampingi dengan hadits lainnya. Bahkan hadits lainnya itu harus shahih. Maka tidak boleh hadits
dha’if jadi pokok, tetapi dia harus berada di bawah nash yang sudah shahih.

3) Ketika Mengamalkannya, Tidak Boleh Meyakini Ke-Tsabit-annya


Maksudnya, ketika kita mengamalkan hadits dhaif itu, kita tidak boleh meyakini 100% bahwa ini
merupakan sabda Rasululah SAW atau perbuatan beliau. Tetapi yang kita lakukan adalah bahwa
kita masih menduga atas kepastian datangnya informasi ini dari Rasulullah SAW.

Anda mungkin juga menyukai