Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH KURIKULUM SEKOLAH

MISKONSEPSI MATERI GEOMETRI TINGKAT SMP K13

Dosen Pengampu:
Dr. Endah Budi Rahaju, M.Pd.

Disusun Oleh Kelompok 7:


1. Fitri Fauziyah (22030174013)
2. Rokhmat Nur Ilman (22030174053)
3. Evita Indriyani (22030174098)
4. Nayla Najwa ‘Azizah (22030174108)
5. Aynun Suci Nuril Afifah (22030174120)

Kelas:
PM 2022 C

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah tepat waktu.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Ibu Dr. Endah Budi Rahaju, M.Pd., pada mata
kuliah kurikulum sekolah di Universitas Negeri Surabaya. Selain itu, penulis juga berharap
agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Endah Budi Rahaju,
M.Pd., selaku dosen mata kuliah kurikulum sekolah. Tugas yang telah diberikan ini dapat
menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga
mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan
makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 3
2.1. Materi Esensial ........................................................................................................... 3
2.2. Miskonsepsi ................................................................................................................ 3
2.3. Strategi Menghadapi Miskonsepsi ............................................................................. 5
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 8
3.1. Kesimpulan ................................................................................................................ 8
3.2. Saran ........................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penguasaan siswa terhadap konsep geometri sekolah menengah saat ini
menghasilkan sebuah keprihatinan. Kemudian, sebagian besar siswa masih menganggap
bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang sulit (Kusuma, 2019). Berdasarkan
hal tersebut, menjadi sesuatu yang penting untuk mengetahui jenis kesalahan-kesalahan
atau miskonsepsi yang terjadi pada siswa agar mereka dapat belajar lebih efektif di kelas.
Berdasarkan latar belakang ini, peneliti ingin mengidentifikasi jenis kesalahan yang
dihasilkan siswa SMP dan menyelidiki kemungkinan penyebab kesalahan untuk
menyarankan langkah-langkah perbaikan kedepannya.
Menurut Ojose miskonsepsi bersumber dari kesalahan dalam memahami konsep
atau kesalahan dalam mengintrepertasikan konsep (Ay, 2017). Bentuk miskonsepsi yang
dialami oleh siswa ketika menyelesaikan soal terbagi menjadi 3, yaitu miskonsepsi
teoritikal, miskonsepsi korelasional, dan miskonsepsi klasifikasional (Dayanti &
Nursangaji, 2019). Miskonsepsi klasifikasional diantaranya adalah kesalahan dalam
menentukan unsur-unsur yang terdapat pada bangun datar (menentukan tinggi pada
segitiga dan jajargenjang) ataupun bangun ruang (diagonal bidang dan bidang diagonal).
Miskonsepsi korelasional meliputi kesalahan dalam menentukan hubungan antara konsep
prisma dengan konsep kubus, balok, maupun tabung. Miskonsepsi teoritikal meliputi
kesalahan siswa dalam menjelaskan fakta-fakta mengenai beberapa bangun (sulit
membedakan jenis-jenis segitiga berdasarkan sisi dan sudut) dan kesalahan dalam
memahami beberapa rumus/ formula (bahwa rumus volume prisma, kubus, balok, tabung
sebenarnya sama).
Miskonsepsi yang terjadi, menjadi penghalang siswa dalam memahami sebuah
materi, padahal hal tersebut merupakan sesuatu yang penting dalam proses pembelajaran,
terlebih dalam matematika, karena matematika mempunyai sifat saling terkait antara
materi sebelumnya dengan materi yang akan datang. Ketika siswa belajar hal yang baru
maka pengetahuan mereka sebelumnya (yang mengalami miskonsepsi) akan digunakan,
dan siswa akan terus menolak perubahan-perubahan yang baru mereka temui. Sehingga
miskonsepsi yang terjadi menciptakan hambatan ketika siswa belajar matematika dan
menuntun seseorang pada kesalahan yang terus menerus (Dayanti & Nursangaji, 2019).

1
Berdasarkan hal tersebut, prestasi siswa dalam belajar matematika menjadi buruk dan
pembelajaran menjadi tidak bermakna bagi siswa (Mohyuddin & Khalil, 2016).

1.2 Rumusan masalah


1. Jenis miskonsepsi apa yang terjadi pada siswa dalam mempelajari konsep geometri?
2. Sejauh mana level geometri siswa yang mengalami miskonsepsi?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui jenis miskonsepsi yang terjadi pada siswa dalam mempelajari
konsep geometri.
2. Untuk mengetahui level geometri siswa yang mengalami miskonsepsi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Materi Esesnsial


Materi Esensial adalah materi atau mata pelajaran penting yang harus dikuasai dan
dipahami oleh siswa dan materi yang berkelanjutan yang ada pada semua jenjang kelas
atau fase pendidikan. Materi esensial dipilih berdasarkan pada tujuan pembelajaran,
kebutuhan siswa, dan standar pendidikan yang berlaku. Pemilihan materi esensial
bertujuan untuk memastikan bahwa siswa memperoleh pemahaman dan keterampilan
dasar yang diperlukan dalam suatu bidang studi atau mata pelajaran tertentu.
Contoh materi esensial dapat bervariasi tergantung pada bidang studi atau
konteksnya. Misalnya pada mata pelajaran matematika, materi esensial meliputi dasar-
dasar yang membentuk landasan untuk pemahaman yang lebih mendalam tentang topik-
topik yang lebih kompleks. Berikut adalah beberapa materi esensial dalam matematika:
1) Operasi dasar (penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian).
2) Aljabar dasar (persamaan linear, faktorisasi).
3) Geometri dasar (garis, sudut, bangun datar, bangun ruang).
4) Bilangan dan operasi (bilangan bulat, pecahan, desimal).
Materi-materi di atas mencakup dasar-dasar matematika yang penting dan
memberikan landasan yang kuat untuk pemahaman yang lebih dalam dalam berbagai
bidang matematika. Materi ini dapat disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan tujuan
belajar, tetapi membentuk fondasi yang penting untuk kemampuan matematika yang
komprehensif.

2.2 Miskonsepsi
Miskonsepsi adalah salah satu masalah yang sering terjadi dalam proses
pembelajaran. Miskonsepsi terjadi ketika siswa memiliki pemahaman yang salah atau
tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam
bidang tersebut. Miskonsepsi dapat terjadi karena berbagai faktor, seperti pengalaman
pribadi, pemikiran sendiri, atau kurangnya pemahaman terhadap materi pelajaran.
Miskonsepsi sering kali muncul ketika siswa mencoba memahami konsep baru
berdasarkan pengalaman atau pemahaman sebelumnya yang salah.

3
Siswa SMP Kurikulum 2013 memiliki karakteristik unik yang dapat memengaruhi
kemungkinan miskonsepsi dalam geometri bangun datar. Kurikulum ini menekankan
pemahaman konsep daripada hafalan rumus, yang seharusnya lebih memotivasi
pemahaman yang mendalam. Namun, beberapa siswa mungkin belum terbiasa dengan
pendekatan ini dan masih terpaku pada hafalan. Selain itu, geometri bangun datar
membutuhkan kemampuan visualisasi yang kuat, dan beberapa siswa mungkin kesulitan
dalam hal ini.
Berdasarkan beberapa sumber, jenis-jenis miskonsepsi yang sering dialami siswa
dalam mempelajari geometri antara lain:
1) Miskonsepsi Teoritikal
Miskonsepsi teoritikal terjadi ketika siswa memiliki pemahaman yang salah terhadap
konsep dasar geometri, seperti sudut, garis, atau bidang.
2) Miskonsepsi Korelasional
Miskonsepsi korelasional terjadi ketika siswa salah dalam memahami hubungan
antara konsep geometri, seperti hubungan antara sudut dan garis, atau hubungan
antara bangun datar dan bangun ruang.
3) Miskonsepsi Klasifikasional
Miskonsepsi klasifikasional terjadi ketika siswa salah dalam mengklasifikasikan
suatu objek atau bangun geometri, seperti menganggap bahwa persegi panjang dan
persegi adalah bangun datar yang sama.
4) Miskonsepsi Terkait Pemahaman Fakta dan Konsep
Miskonsepsi terkait pemahaman fakta dan konsep terjadi ketika siswa salah dalam
memahami fakta atau konsep dasar geometri, seperti menganggap bahwa segitiga
sama sisi dan segitiga sama kaki adalah segitiga yang sama.
5) Miskonsepsi Terkait Pengukuran
Miskonsepsi terkait pengukuran terjadi ketika siswa salah dalam melakukan
pengukuran atau menghitung luas atau keliling suatu bangun geometri.
Berikut adalah beberapa jenis miskonsepsi pada materi geometri bangun datar
siswa SMP Kurikulum 2013:
1) Siswa seringkali salah dalam memahami konsep segitiga, seperti menganggap bahwa
segitiga sama sisi dan segitiga sama kaki adalah segitiga yang sama.
2) Siswa seringkali salah dalam memahami konsep persegi panjang, seperti menganggap
bahwa persegi panjang dan persegi adalah bangun datar yang sama.

4
3) Siswa seringkali salah dalam memahami konsep jajar genjang, seperti menganggap
bahwa jajar genjang dan belah ketupat adalah bangun datar yang sama.
4) Siswa seringkali salah dalam memahami konsep sudut, seperti menganggap sudut
yang sama besar memiliki ukuran yang sama, menganggap sudut yang lebih besar
selalu berada di atas sudut yang lebih kecil, atau menganggap sudut yang sama besar
selalu berada di sisi yang sama dari garis.
Miskonsepsi pada materi geometri bangun datar dapat mempengaruhi pemahaman
siswa terhadap materi pelajaran dan dapat menghambat proses pembelajaran. Oleh
karena itu, penting bagi guru untuk mengidentifikasi miskonsepsi yang terjadi pada siswa
dan memberikan pembelajaran yang tepat untuk mengatasi miskonsepsi tersebut.

2. 3 Strategi Menghadapi Miskonsepsi


Untuk menghadapi permasalahan miskonsepsi di atas kita dapat membedah dan
menguraikan terlebih dahulu permasalahan apa yang menyebabkan terjadi miskonsepsi
tersebut. Untuk kasus pertama dan kedua terkait kegagalan siswa dalam membedakan
atau mengidentifikasi perbedaan yang dimiliki segitiga sama sisi dengan sama kaki dan
persegi dan persegi panjang. Jika terkait hal tersebut permasalahan mungkin berada pada
kurang berhasilnya guru dalam menjelaslan deskripsi dan ciri-ciri atau sifat yang dimiliki
setiap bangun tersebut. Sehingga membuat para siswa tidak dapat melihat perbedaan
yang ada. Dalam mengatasi masalah tersebut guru dapat mengambil langkah berupa
pembelajaran bangun datar yang menggunakan model peraga, yang mana dari pada
membuat para siswa melihat perbedaan yang dimiliki suatu bangun dengan cara yang
abstrak. Guru dapat mengajak siswa melakukan penemuan secara langsung terkait
konsep segitiga, persegi dan beberapa bangun datar lainnya dengan hanya bermodalkan
sebuah model atau alat peraga saja.
Lebih rinci terkait kegiatan yang dapat dilakukan siswa untuk menemukan konsep
terkait perbedaan segitiga sama sisi dengan sama kaki dan persegi dengan persegi
panjang adalah sebagai berikut:
1. Pertama guru memastikan siswa untuk membawa alat ukur panjang berupa
mistar/penggaris.
2. Kemudian guru memberikan tabel kosong, yang mana dari tabel tersebut akan diisi
panjang setiap sisi dari bangun datar yang telah dimodelkan.

5
3. Pada tahap ketiga siswa melakukan interaksi langsung dengan model bangun datar,
untuk kemudian siswa diminta untuk mengukur panjang setiap sisi dan memasukkan
datanya ke dalam tabel.
4. Setelah itu dari hasil pengukuran tabel siswa diminta menyimpulkan atau memberi
pendapat terkait berbagai model bangun datar yang baru saja mengukur ukur.
Indikasi kegiatan diatas dapat dikatakan berhasil jika para siswa mampu
menemukan perbedaan konsep yang dimiliki oleh beberapa bangun datar diatas. Dimulai
dari ungkapan sederhana tentang jumlah sisi sama panjang segisegita baik itu sama kami
maupun sama sisi, hingga persegi dan persegi panjang.
Untuk miskonsepsi terkait jajargenjang yang dianggap sama dengan belah ketupat.
Mungkin dapat diatasi jika guru mengenalkan sifat-sifat dasar yang membuat suatu
bangun tersebut dikatakan jajargenjang ataupun belah ketupat. Terkait sifat pertama
dapat menggunakan sisi-sisi sehadap yang sejajar (untuk jajargenjang), ke-empat sisinya
sama panjang (untuk belah ketupat), dan sifat ketiga diagonalnya berpotongan tegak
lurus. Untuk sifat kedua mungkin dapat menggunakan metode yang sama seperti
sebelumnya terkait pengukuran secara langsung model yang disediakan. Namun untuk
sifat ketiga cara penemuan konsep yang dapat dilakukan siswa sebagai berikut:
1) Langkah pertama siswa meletakkan ujung suatu lidi pada sudut model bangun datar
yang disediakan, dengan ujung lidi lainnya berada pada sudut yang berhadapan tadi.
Kemudian lakukan pengulangan cara pada sudut-sudur bangun datar lainnya.
2) Pada tahap ini siswa juga mampu lebih mengenal lagi konsep diagonal. Dari dua
diagonal yang terbentuk oleh dua batang lidi tadi, siswa akan diminta untuk mengukur
salah satu sudut yang dibentuk oleh perpotongan lidi (diagonal) tadi menggunakan
busur. Jika hasil yang diperoleh 90° maka guru dapat memberitahukan jika bangun
yang telah mereka ukur tadi merupakan belah ketupat. Jika hasilnya lebih dari atau
kurang dari 90° maka bangun datar yang diukur merupakan jajargenjang. Dengan
begitu siswa telah memahami perbedaan konsep yang dimiliki oleh jajargenjang dan
belah ketupat.
Jika membahas mengenai sudut pada bangun datar dan terkait miskonsepsinya
yang sering dialami siswa, mungkin dapat dikembalikan lagi terkait penguatan
pemahaman sifat-sifat bangun datar yang perlu ditekankan. Karena pada sifat-sifat
bangun datar juga terdapat penjelasan mengenai karakteristik sudut yang dimiliki oleh
setiap jenis bangun datar. Jika siswa pernah beranggapan jika sudut yang diatas
merupakan sudut yang selalu lebih besar. Maka siswa dapat mengenal sifat-sifat sudut

6
dan besar nya melalui pengukuran secara langsung menggunakan busur terhadap model
yang disediakan. Untuk contoh sederhanya yaitu berkaitan dengan sifat-sifat sudut pada
bangun jajar genjang, dimana sudut yang berhadapan sama besar dan jumlah besar dua
sudut yang segaris adalah 180° dapat dibuktikan secara langsung. Dimana siswa hanya
perlu melihat secara langsung melalui proses penemuan kembali yang mereka lakukan
dengan kegiatan sederhana berupa pengukuran sudut yang saling berhadapan
menggunakan busur pada model jajargenjang. Hal tersebut juga dapat membuktikan
sebuah pernyataan "Bahwa tidak selalu sudut yang segaris merupakan sudut dengan
ukuran atau besar yang sama". Beberapa langkah-langkah yang secara umum sering
digunakan dalam menghadapi miskonsepsi sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi miskonsepsi yang dimiliki siswa dan menemukan penyebabnya.
2. Memberikan pengalaman baru yang berbeda dengan sebelumnya agar dapat
membantu siswa memahami konsep yang benar.
3. Penggunaan bahasa yang tepat untuk menjelaskan konsep tersebut.
4. Pemilihan metode pengajaran yang tepat agar dapat membantu mengatasi
miskonsepsi yang dialami siswa.

7
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kesimpulan dalam makalah tentang materi esensial dan cara mengatasi
miskonsepsi adalah bahwa pemahaman mendalam terhadap materi inti dalam suatu
subjek memiliki signifikansi yang besar. Miskonsepsi dapat menjadi penghalang bagi
pembelajaran yang efektif, oleh karena itu, mengidentifikasi, menjelaskan, dan
mengatasi miskonsepsi adalah langkah penting. Ada beragam strategi yang dapat
diterapkan, termasuk menyampaikan materi secara lebih terstruktur, mendorong diskusi,
dan memanfaatkan berbagai sumber pembelajaran. Dengan pendekatan yang tepat, kita
dapat membantu siswa atau individu lainnya dalam memahami materi inti dengan lebih
baik, serta mencegah miskonsepsi yang dapat merugikan pemahaman mereka.

3.2. Saran
Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah
pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam
penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas. Karena kami
hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Dan kami juga sangat
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima di hati dan kami ucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya.

8
DAFTAR PUSTAKA

Mukhlisa, N. (2021). Miskonsepsi pada peserta didik. SPEED Journal: Journal of Special
Education, 4(2), 66-76.
Fitriani, N., & Rohaeti, E. E. (2020). Miskonsepsi siswa pada materi geometri di tingkat
sekolah menengah pertama. Teorema: Teori dan Riset Matematika, 5(1), 9-16.
Paidi. (2008).Analisis Materi Esensial Sains SMP/MTs: Sebuah Contoh Langkah Taktis Guru
Sains Menuju Sukses UAN, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai