Kelompok 7 - Makalah Miskonsepsi - PM22C
Kelompok 7 - Makalah Miskonsepsi - PM22C
Dosen Pengampu:
Dr. Endah Budi Rahaju, M.Pd.
Kelas:
PM 2022 C
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Ibu Dr. Endah Budi Rahaju, M.Pd., pada mata
kuliah kurikulum sekolah di Universitas Negeri Surabaya. Selain itu, penulis juga berharap
agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Endah Budi Rahaju,
M.Pd., selaku dosen mata kuliah kurikulum sekolah. Tugas yang telah diberikan ini dapat
menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga
mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan
makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Berdasarkan hal tersebut, prestasi siswa dalam belajar matematika menjadi buruk dan
pembelajaran menjadi tidak bermakna bagi siswa (Mohyuddin & Khalil, 2016).
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui jenis miskonsepsi yang terjadi pada siswa dalam mempelajari
konsep geometri.
2. Untuk mengetahui level geometri siswa yang mengalami miskonsepsi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Miskonsepsi
Miskonsepsi adalah salah satu masalah yang sering terjadi dalam proses
pembelajaran. Miskonsepsi terjadi ketika siswa memiliki pemahaman yang salah atau
tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam
bidang tersebut. Miskonsepsi dapat terjadi karena berbagai faktor, seperti pengalaman
pribadi, pemikiran sendiri, atau kurangnya pemahaman terhadap materi pelajaran.
Miskonsepsi sering kali muncul ketika siswa mencoba memahami konsep baru
berdasarkan pengalaman atau pemahaman sebelumnya yang salah.
3
Siswa SMP Kurikulum 2013 memiliki karakteristik unik yang dapat memengaruhi
kemungkinan miskonsepsi dalam geometri bangun datar. Kurikulum ini menekankan
pemahaman konsep daripada hafalan rumus, yang seharusnya lebih memotivasi
pemahaman yang mendalam. Namun, beberapa siswa mungkin belum terbiasa dengan
pendekatan ini dan masih terpaku pada hafalan. Selain itu, geometri bangun datar
membutuhkan kemampuan visualisasi yang kuat, dan beberapa siswa mungkin kesulitan
dalam hal ini.
Berdasarkan beberapa sumber, jenis-jenis miskonsepsi yang sering dialami siswa
dalam mempelajari geometri antara lain:
1) Miskonsepsi Teoritikal
Miskonsepsi teoritikal terjadi ketika siswa memiliki pemahaman yang salah terhadap
konsep dasar geometri, seperti sudut, garis, atau bidang.
2) Miskonsepsi Korelasional
Miskonsepsi korelasional terjadi ketika siswa salah dalam memahami hubungan
antara konsep geometri, seperti hubungan antara sudut dan garis, atau hubungan
antara bangun datar dan bangun ruang.
3) Miskonsepsi Klasifikasional
Miskonsepsi klasifikasional terjadi ketika siswa salah dalam mengklasifikasikan
suatu objek atau bangun geometri, seperti menganggap bahwa persegi panjang dan
persegi adalah bangun datar yang sama.
4) Miskonsepsi Terkait Pemahaman Fakta dan Konsep
Miskonsepsi terkait pemahaman fakta dan konsep terjadi ketika siswa salah dalam
memahami fakta atau konsep dasar geometri, seperti menganggap bahwa segitiga
sama sisi dan segitiga sama kaki adalah segitiga yang sama.
5) Miskonsepsi Terkait Pengukuran
Miskonsepsi terkait pengukuran terjadi ketika siswa salah dalam melakukan
pengukuran atau menghitung luas atau keliling suatu bangun geometri.
Berikut adalah beberapa jenis miskonsepsi pada materi geometri bangun datar
siswa SMP Kurikulum 2013:
1) Siswa seringkali salah dalam memahami konsep segitiga, seperti menganggap bahwa
segitiga sama sisi dan segitiga sama kaki adalah segitiga yang sama.
2) Siswa seringkali salah dalam memahami konsep persegi panjang, seperti menganggap
bahwa persegi panjang dan persegi adalah bangun datar yang sama.
4
3) Siswa seringkali salah dalam memahami konsep jajar genjang, seperti menganggap
bahwa jajar genjang dan belah ketupat adalah bangun datar yang sama.
4) Siswa seringkali salah dalam memahami konsep sudut, seperti menganggap sudut
yang sama besar memiliki ukuran yang sama, menganggap sudut yang lebih besar
selalu berada di atas sudut yang lebih kecil, atau menganggap sudut yang sama besar
selalu berada di sisi yang sama dari garis.
Miskonsepsi pada materi geometri bangun datar dapat mempengaruhi pemahaman
siswa terhadap materi pelajaran dan dapat menghambat proses pembelajaran. Oleh
karena itu, penting bagi guru untuk mengidentifikasi miskonsepsi yang terjadi pada siswa
dan memberikan pembelajaran yang tepat untuk mengatasi miskonsepsi tersebut.
5
3. Pada tahap ketiga siswa melakukan interaksi langsung dengan model bangun datar,
untuk kemudian siswa diminta untuk mengukur panjang setiap sisi dan memasukkan
datanya ke dalam tabel.
4. Setelah itu dari hasil pengukuran tabel siswa diminta menyimpulkan atau memberi
pendapat terkait berbagai model bangun datar yang baru saja mengukur ukur.
Indikasi kegiatan diatas dapat dikatakan berhasil jika para siswa mampu
menemukan perbedaan konsep yang dimiliki oleh beberapa bangun datar diatas. Dimulai
dari ungkapan sederhana tentang jumlah sisi sama panjang segisegita baik itu sama kami
maupun sama sisi, hingga persegi dan persegi panjang.
Untuk miskonsepsi terkait jajargenjang yang dianggap sama dengan belah ketupat.
Mungkin dapat diatasi jika guru mengenalkan sifat-sifat dasar yang membuat suatu
bangun tersebut dikatakan jajargenjang ataupun belah ketupat. Terkait sifat pertama
dapat menggunakan sisi-sisi sehadap yang sejajar (untuk jajargenjang), ke-empat sisinya
sama panjang (untuk belah ketupat), dan sifat ketiga diagonalnya berpotongan tegak
lurus. Untuk sifat kedua mungkin dapat menggunakan metode yang sama seperti
sebelumnya terkait pengukuran secara langsung model yang disediakan. Namun untuk
sifat ketiga cara penemuan konsep yang dapat dilakukan siswa sebagai berikut:
1) Langkah pertama siswa meletakkan ujung suatu lidi pada sudut model bangun datar
yang disediakan, dengan ujung lidi lainnya berada pada sudut yang berhadapan tadi.
Kemudian lakukan pengulangan cara pada sudut-sudur bangun datar lainnya.
2) Pada tahap ini siswa juga mampu lebih mengenal lagi konsep diagonal. Dari dua
diagonal yang terbentuk oleh dua batang lidi tadi, siswa akan diminta untuk mengukur
salah satu sudut yang dibentuk oleh perpotongan lidi (diagonal) tadi menggunakan
busur. Jika hasil yang diperoleh 90° maka guru dapat memberitahukan jika bangun
yang telah mereka ukur tadi merupakan belah ketupat. Jika hasilnya lebih dari atau
kurang dari 90° maka bangun datar yang diukur merupakan jajargenjang. Dengan
begitu siswa telah memahami perbedaan konsep yang dimiliki oleh jajargenjang dan
belah ketupat.
Jika membahas mengenai sudut pada bangun datar dan terkait miskonsepsinya
yang sering dialami siswa, mungkin dapat dikembalikan lagi terkait penguatan
pemahaman sifat-sifat bangun datar yang perlu ditekankan. Karena pada sifat-sifat
bangun datar juga terdapat penjelasan mengenai karakteristik sudut yang dimiliki oleh
setiap jenis bangun datar. Jika siswa pernah beranggapan jika sudut yang diatas
merupakan sudut yang selalu lebih besar. Maka siswa dapat mengenal sifat-sifat sudut
6
dan besar nya melalui pengukuran secara langsung menggunakan busur terhadap model
yang disediakan. Untuk contoh sederhanya yaitu berkaitan dengan sifat-sifat sudut pada
bangun jajar genjang, dimana sudut yang berhadapan sama besar dan jumlah besar dua
sudut yang segaris adalah 180° dapat dibuktikan secara langsung. Dimana siswa hanya
perlu melihat secara langsung melalui proses penemuan kembali yang mereka lakukan
dengan kegiatan sederhana berupa pengukuran sudut yang saling berhadapan
menggunakan busur pada model jajargenjang. Hal tersebut juga dapat membuktikan
sebuah pernyataan "Bahwa tidak selalu sudut yang segaris merupakan sudut dengan
ukuran atau besar yang sama". Beberapa langkah-langkah yang secara umum sering
digunakan dalam menghadapi miskonsepsi sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi miskonsepsi yang dimiliki siswa dan menemukan penyebabnya.
2. Memberikan pengalaman baru yang berbeda dengan sebelumnya agar dapat
membantu siswa memahami konsep yang benar.
3. Penggunaan bahasa yang tepat untuk menjelaskan konsep tersebut.
4. Pemilihan metode pengajaran yang tepat agar dapat membantu mengatasi
miskonsepsi yang dialami siswa.
7
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan dalam makalah tentang materi esensial dan cara mengatasi
miskonsepsi adalah bahwa pemahaman mendalam terhadap materi inti dalam suatu
subjek memiliki signifikansi yang besar. Miskonsepsi dapat menjadi penghalang bagi
pembelajaran yang efektif, oleh karena itu, mengidentifikasi, menjelaskan, dan
mengatasi miskonsepsi adalah langkah penting. Ada beragam strategi yang dapat
diterapkan, termasuk menyampaikan materi secara lebih terstruktur, mendorong diskusi,
dan memanfaatkan berbagai sumber pembelajaran. Dengan pendekatan yang tepat, kita
dapat membantu siswa atau individu lainnya dalam memahami materi inti dengan lebih
baik, serta mencegah miskonsepsi yang dapat merugikan pemahaman mereka.
3.2. Saran
Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah
pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam
penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas. Karena kami
hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Dan kami juga sangat
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima di hati dan kami ucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya.
8
DAFTAR PUSTAKA
Mukhlisa, N. (2021). Miskonsepsi pada peserta didik. SPEED Journal: Journal of Special
Education, 4(2), 66-76.
Fitriani, N., & Rohaeti, E. E. (2020). Miskonsepsi siswa pada materi geometri di tingkat
sekolah menengah pertama. Teorema: Teori dan Riset Matematika, 5(1), 9-16.
Paidi. (2008).Analisis Materi Esensial Sains SMP/MTs: Sebuah Contoh Langkah Taktis Guru
Sains Menuju Sukses UAN, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta.