Afektif, Kognitif
Afektif, Kognitif
PEMBAHASAN
a. Otoritarian, yaitu suatu kepatuhan tanpa reserve atau kepatuhan yang ikut-ikutan.
b. Conformist, kepatuhan tipe ini mempunyai tiga bentuk, yaitu :
1). Conformist Directed, yaitu penyesuaian diri terhadap masyarakat atau orang lain.
2). Conformist Hedonist, yakni kepatuhan yang berorientasi pada “untung-rugi”.
3). Conformist Integral, adalah kepatuhan yang menyesuaikan kepentingan diri sendiri dan
masyarakat.
c. Compulsive Deviant, yaiut kepatuhan yang tidak konsisten.
d. Hedonik Psikopatik, yaitu kepatuhan pada kekayaan tanpa memperhitungkan kepentingan orang
lain.
e. Supramoralist, yaitu kepatuhan karena keyakinan yang tinggi terhadap nilai-nilai moral.
Dalam masyarakat yang cepat berubah seperti dewasa ini, pendidikan nilai bagi anak merupakan hal
yang sangat penting. Hal ini disebabkan pada era global ini, anak akan dihadapkan pada banyak
pilihan tentang nilai yang mungkin dianggapnya baik. Penukaran dan pengikisan nilai-nilai suatu
masyarakat dewasa ini akan mungkin terjadi secara terbuka. Nilai-nilai yang dianggap baik oleh suatu
kelompok masyarakat bukan tak mungkin akan menjadi luntur digantikan oleh nilai-nilai baru yang
belum tentu cocok dengan budaya masyarakat.
Gulo (2005), menyimpulkan tentang nilai sebagai berikut :
• Nilai tidak bisa diajarkan tetapi diketahui dari penampilannya.
• Pengembangan domain afektif pada nilai tidak bisa dipisahkan dari asfek kognitif dan psikomotor.
• Masalah nilai adalah masalah emosional dank arena itu dapat berubah, berkembang, sehingga bisa
dibina.
• Perkembangan nilai atau moral tidak terjadi sekaligus, tetapi melalui tahap tertentu
Di dalam bukunya yang berjudul “The Affective and Cognitive Domains: Integration for
Instruction and Research”, Martin dan Briggs menggambarkan adanya hubungan langsung antara
sikap dan nilai serta sikap dengan moral dan etika. Mereka berpendapat bahwa perkembangan nilai,
moral dan etika, berhubungan langsung dengan sikap seseorang. Sedangkan sikap tidak berhubungan
secara langsung dengan motivasi dan kompetensi sosial, namun sikap berpengaruh terhadap pilihan
seseorang, motivasi, dan juga perilaku sosialnya. Sikap bukanlah inti dari motivasi dan kompetensi
sosial seseorang sebagaimana pada nilai serta moral dan etika.
Dalam diagram berikut Martin dan Briggs menempatkan kompetensi sosial, motivasi, nilai,
serta moral dan etika, dalam satu garis lurus sebagai persyaratan bagi perkembangan pribadi
seseorang (self-development). Sedangkan interes merupakan prerequisit bagi motivasi seseorang.
Suatu perbuatan dinilai baik atau buruk, benar atau salah dengan cara menunjukkan alasan-alasan
rasionalnya saja tidaklah cukup. Penilaian kognitif juga berhubungan dengan perasaan.
Martin dan Briggs menggambarkan bahwa emosi seseorang mendasari perkembangan sikap,
interes, kompetensi sosial, serta aspek-aspek afektif lainnya. Sedangkan perasaan berkaitan dengan
emosi. Atribusi ditempatkan sebagai komponen afektif yang paling akhir. Atribusi berhubungan
langsung dengan perkembangan pribadi (self development). Untuk menggambarkan hubungan sikap
dan atribusi hanya dibatasi pada sub kategori sikap, yaitu sikap tentang diri sendiri. Kompetensi sosial
berhubungan langsung dengan atribusi, sebab penilaian terhadap seseorang banyak dilakukan melalui
interaksi sosial.
Maksud dari bahasan ini adalah untuk menunjukkan bahwa integritas kepribadian
seseorang dapat dikembangkan melalui aspek kognitif dan aspek afektif. Gambaran tentang hubungan
di antara aspek-aspek afektif di atas dapat dijadikan acuan studi tentang pendidikan untuk
mengembangkan sisi-sisi afektif dan soft-skills.
Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada
dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari
perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada beberapa kemungkinan
target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah, matematika, situasi sosial, atau
pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini
diketahui oleh seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik merasa
cemas bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa target
kecemasannya adalah tes.
Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan
moral.
1) Sikap.
Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap
suatu objek, suatu kecenderungan untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan nilai yang
dianggapnya baik atau tidak baik. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan
sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap
dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi
terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta
didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya. Dengan demikian,
belajar sikap berarti memperoleh kecenderungan untuk menolak suatu objek. Selain itu terdapat pula
pandangan beberapa ahli mengenai pengertian sikap, yaitu :
1. Thurstone & Chave (dalam Mitchell, 1990)
Mengemukakan definisi sikap yaitu, Sikap adalah keseluruhan dari kecenderungan dan perasaan,
curiga atau bias, asumsi-asumsi, ide-ide, ketakutan-ketakutan, tantangan-tantangan, dan keyakinan
manusia mengenai topik tertentu.
2. Allport (1921)
Sikap adalah kondisi mental dan neural yang diperoleh dari pengalaman, yang mengarahkan dan
secara dinamis mempengaruhi respon-respon individu terhadap semua objek dan situasi yang terkait.
3. Menurut Krech & Crutchfield
Sikap adalah pengorganisasian yang relatif berlangsung lama dari proses motivasi, persepsi dan
kognitif yang relatif menetap pada diri individu dalam berhubungan dengan aspek kehidupannya.
4. Winkel (2004)
Sikap merupakan suatu kemampuan internal yang berperanan sekali dalam mengambil tindakan
(action), lebih-lebih apabila terbuka berbagai kemungkinan untuk bertindak atau tersedia beberapa
alternatif.
5. Fishbein dan Ajzen (1975)
Sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap
suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap
sekolah atau terhadap mata pelajaran.
Dari berbagai definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa, sikap adalah kecenderungan
seseorang untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan nilai yang dianggapnya baik atau
tidak baik. Dengan demikian, belajar sikap berarti memperoleh kecenderungan untuk menerima atau
menolak suatu objek berdasarkan penilaian terhadap objek itu sebagai hal yang berguna atau berharga
(sikap positif) dan tidak berharga atau tidak berguna (sikap negatif).
Pernyataan kesenangan dan ketidaksenangan seseorang terhadap objek yang dihadapinya, akan sangat
dipengaruhi oleh tingkat pemahamannya (aspek kognitif) terhadap objek tersebut. Oleh karena itu,
tingkat penalaran (kognitif) terhadap sesuatu objek dan kemampuan untuk bertindak terhadapnya
(psikomotorik) turut menentukan sikap seseorang terhadap objek yang bersangkutan dan yang akan
dipilihnya. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta didik
terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti
pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan
salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu
pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang
membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.
2) Minat.
Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman
yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan
untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan menurut kamus besar Bahasa Indonesia (1990:
583), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada
minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki
intensitas tinggi.
Penilaian minat dapat digunakan untuk:
a. mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran,
b. mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,
c. pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik,
d. menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas,
e. mengelompokkan peserta didik yang memiliki minat sama,
f. acuan dalam menilai kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih metode yang tepat
dalam penyampaian materi,
g. mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik,
h. bahan pertimbangan menentukan program sekolah,
i. meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
3) Konsep Diri.
Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan
dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah
afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti sekolah. Arah
konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum,
yaitu mulai dari rendah sampai tinggi.
Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui
kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik. Selain
itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi belajar peserta didik
dengan tepat.
Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri
adalah sebagai berikut :
a. Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
b. Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai.
c. Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.
d. Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik.
e. Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
f. Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui standar input peserta didik.
g. Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti pembelajaran.
h. Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.
i. Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.
j. Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki.
k. Peserta didik memahami kemampuan dirinya.
l. Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta didik.
m. Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial, hasilnya dapat untuk instropeksi
pembelajaran yang dilakukan.
n. Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain.
o. Peserta didik mampu menilai dirinya.
p. Peserta didik dapat mencari materi sendiri.
q. Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya.
4) Nilai
Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau
perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu
pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu
pada keyakinan.
Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku.
Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau
rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu.
Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu objek, aktivitas,
atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya
dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi
pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu
peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik
untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.
5) Moral
Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan moral anak. Namun Kohlberg
mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari
prinsip moral seseorang melalui penafsiran respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau dugaan,
bukan pada bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak.
Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan
terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang lain,
atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan
agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan
dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.
Menurut penelitian Watson seorang psikolog cara belajar sikap yang disebabkan dengan
kebiasaan dapat menjadi dasar penanaman sikap tertentu terhadap suatu objek. Dalam proses
pembelajaran di sekolah, baik secara disadari maupun tidak, guru dapat menanamkan sikap tertentu
kepada siswa melalui proses pembiasaan misalnya, siswa yang setiap kali menerima perlakuan yang
tidak mengenakan dari guru seperti mengejek atau menyinggung perasaan anak, maka lama-kelamaan
akan timbul perasaan kesal dari anak tersebut yang pada akhirya dia tidak menyukai guru dan mata
pelajarannya.
Belajar membentuk sikap melalui pembiasaan juga dilakukan oleh Skinner melalu teorinya
“operant conditioning” proses pembentukan sikap melalui pembiasaan yang dilakukan Watson
berbeda dengan proses pembiasaan sikap yang dilakukan Skinner. Skinner menekankan pada proses
peneguhan respons anak, dimana setiap kali anak menunjukan prestasi yang baik diberikan penguatan
dengan cara memberikan hadiah atau prilaku yang menyenangkan.
Dari Watson dan Skinner, menurut kelompok kami dapat diambil kesimpulan bahwa proses
pembentukan sikap dengan pola pembiasaan bukan hanya melalui proses pembiasaan yang dilakukan
secara terus menerus melainkan juga memberikan penguatan sehingga anak akan berusaha dan
bersemangat untuk meningkatkan sikap positifnya.
2) Modeling
Pembelajaran sikap seseorang yang dilakukan melalui proses modeling yaitu pembentukan
sikap melalui proses asimilasi atau proses mencontoh. Proses modeling ini adalah proses peniruan
anak terhadap orang lain yang menjadi idolanya atau orang yang dihormatinya yang dimulai rasa
kagum. Salah satu karakteristik anak didik yang sedang berkembang adalah keinginannya untuk
melakukan peniruan (imitasi). Hal yang ditiru itu adalah perilaku-perilaku yang diperagakan atau
didemonstrasikan oleh orang yang menjadi idolanya. Prinsip peniruan ini yang dimaksud dengan
modeling.
Proses penanaman sikap anak terhadap suatu objek melalui proses modeling pada mulanya dilakukan
secara mencontoh, namun anak perlu diberi pemahaman mengapa hal itu dilakukan. Misalnya, guru
perlu menjelaskan mengapa kita harus berpakaian bersih atau mengapa kita harus telaten menjaga dan
memelihara tanaman.
Dalam mengatasi kesulitan-kesulitan pembelajaran afektif diatas terdapat beberapa cara yang
dapat diterapkan agar kesulitan-kesulitan tyersebut dapat diminimalisir dan bahkan diatasi dengan
baik. Cara-cara mengatasinya adalah :
Pertama, Pendidikan yang ada selama ini sesuai dengan kurikulum yang digunakan untuk
mengukur kemampuan intelektual anak dari pada kemampuan afektif, akan tetapi kemampuan dalam
bersikap pun tidak kalah penting harus dimiliki anak, untuk apa memiliki generasi muda yang pintar
akan tetapi perilakunya tidak mencerminkan orang yang memiliki intektual. Pendidikan agama dan
kewarganegaraan sampai saat ini merupakan pendidikan yang wajib diberikan pada anak didik, karena
dengan pendidikan agama dan moral dapat mengontrol perilaku anak agar tidak cepat terjerumus pada
perilaku yang buruk tetapi sangat popular, akibat kemajuan zaman dan teknologi. Kesadaran yang
harus dimiliki diri anak yang sangat baik ditanamkan sejak dini adalah sesuatu sikap yang sangat tepat
dalam memfilter perilaku anak, anak akan memahami cara berperilaku saat anak mampu membedakan
mana sikap yang baik dan mana sikap yang buruk bagi dirinya.
Kedua, Peran dari guru dan orang tua serta lingkungan sangat menentukan perilaku yang akan
dikeluarkan atau dicontoh oleh siswa. Guru mampu memberikan pembelajaran yang intelektual dan
juga memiliki nilai sikap yang baik, contohya saat guru mengajarkan bagaimananya caranya bersikap
pada pengemis, pemulung, orang tua, dan lain sebagainya. Guru pun dapat memberikan praktek
melalui contoh dalam kehidupan sehari-hari. Dalam lingkungan masyarakat orang tua yang harus
menjadi contoh bagi anaknya, tanamkan ilmu agama dan moral dari anak berusia dini, serta berikan
perhatian dan penjelasan yang ringan mengenai akhlaq manusia yang baik, dan kemukakan beberapa
contoh suri tauladan seperti akhlaq Nabi Muhammad SAW. Orang tua juga memberikan contoh
praktek bersikap yang baik didepan anak-anaknya, agar anak bangga dan mencontohnya.
Ketiga, Pembentukan sikap bukan untuk dinilai akan tetapi diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari, apabila pembentukan sikap yang dilakukan guru dan orang tua serta lingkungan
berpengaruh baik pada anak maka kehidupan anak akan terjamin aman dan jauh dari kekacauan.
Sebaliknya bila pembentukan sikap kurang optimal pada anak maka perilaku anak akan mudah
tergantikan dengan perilaku yang datang silih berganti, membuat perilaku anak sulit terkontrol dan
berakibat buruk bagi anak tersebut.
Keempat, Pengaruh kemajuan teknologi dapat diatasi dengan pengawasan yang baik dari
orang tua dan guru, berikan pengertian bahayanya kemajuan teknologi dengan menggunakan bahasa
yang komunikatif tanpa gaya yang memaksa ataupun nada kasar. Kedekatan orang tua dan anak
sangat banyak membantu dalam mengotrol sikap anak dalam menerima kemajuan teknologi yang ada,
berikan anak kebebasan yang bertanggung jawab, berikan kepercayaan terhadap anak bahwa anak
mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk bagi dirinya sendiri.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh dari makali ini adalah :
1. Strategi pembelajaran afektif adalah strategi yang bukan hanya bertujuan untuk mencapai
pendidikan kognitif saja, akan tetapi juga bertujuan untuk mencapai dimensi yang lainnya. Yaitu sikap
dan keterampilan afektif berhubungan dengan volume yang sulit diukur karena menyangkut kesadaran
seseorang yang tumbuh dari dalam, afeksi juga dapat muncul dalam kejadian behavioral yang di
akibatkan dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Kemampuan aspek afektif
berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berupa tanggung jawab, kerja sama, disiplin,
komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain dan kemampuan mengendalikan diri.
Semua kemampuan ini harus menjadi bagian dari tujuan pembelajaran di sekolah, yang akan di capai
melalui kegiatan pembelajaran yang tepat.
3. Keberhasilan pembentukan sikap tidak bisa dievaluasi dengan segera. Berbeda dengan
pembentukan aspek kognitif dan aspek keterampilan yang hasilnya dapat diketahui setelah proses
pembelajaran berakhir. Maka keberhasilan dari pembentukan sikap baru dapat dilihat pada rentang
waktu yang cukup panjang
3. Pembentukan sikap bukan untuk dinilai akan tetapi diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari, apabila pembentukan sikap yang dilakukan guru dan orang tua serta lingkungan berpengaruh
baik pada anak maka kehidupan anak akan terjamin aman dan jauh dari kekacauan. Sebaliknya bila
pembentukan sikap kurang optimal pada anak maka perilaku anak akan mudah tergantikan dengan
perilaku yang datang silih berganti, membuat perilaku anak sulit terkontrol dan berakibat buruk bagi
anak tersebut.
4. Pengaruh kemajuan teknologi dapat diatasi dengan pengawasan yang baik dari orang tua
dan guru, berikan pengertian bahayanya kemajuan teknologi dengan menggunakan bahasa yang
komunikatif tanpa gaya yang memaksa ataupun nada kasar. Kedekatan orang tua dan anak sangat
banyak membantu dalam mengotrol sikap anak dalam menerima kemajuan teknologi yang ada,
berikan anak kebebasan yang bertanggung jawab, berikan kepercayaan terhadap anak bahwa anak
mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk bagi dirinya sendiri.
3.2 Saran
1. Setiap strategi pembelajaran pasti memiliki keungulan dan kelemahan, oleh karena itu kita sebagai
calon guru harus mampu memilih dan menggunakan strategi pembelajaran yang tepat dalam kegiatan
pembelajaran.
2. Kita sebagai calon guru diharapkan mampu memberikan pembelajaran afektif yang dapar
menumbuhkan integritas peserta didik kearah yang lebih baik. Agar peserta didik yang terbentuk tidak
hanya memiliki inteligensi yang tinggi namun juga berkepribadian yang baik.