Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN UJIAN AKHIR SEMESTER

PENGENDALIAN HAYATI
PEMBUATAN BIOPESTISIDA DAN TEKNIK PENGAPLIKASIANNYA

DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH


Dr. Sama’ Iradat Tito, S.Si.,M.Si

Oleh :
Ramizard Rafsanjani 22001061047

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan Laporan Ujian Akhir
Semester Mata Kuliah Pengendalian Hayati mengenai Pembuatan Biopestisida dan Teknik
Aplikasi ini.

Dalam penulisan laporan ini penulis merasa masih banyak kekurangan/kekurangan


baik pada teknis penulisan maupun materi mengingatakan kemampuan yang penulis miliki.
untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan
pembuatan laporan ini. atas tersusunya laporan ini maka penulis menyampaikan rasa hormat
dan terima kasih kepada segenap pihak yang telah membantu hingga laporan ini
terselesaikan.

Kami berterima kasih kepada dosen pengampuh mata kuliah Pengendalian Hayati
serta tidak lupa kami mengucapkan terima kasih Kami menyadari bahwa penulisan laporan
kali ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan saran dan kritikan dari
pembaca guna menyempurnakan isi dari makalah ini. Akhir kata semoga laporan ini dapat
memberikan manfaat bagi pembacanya.

Malang, 2 Juli 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penelitian


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biopestiisida

Pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan dan membasmi


serangga penganggu. Nama ini berasal dari pest (hama) dan diberi akhiran cide (membunuh).
Jenis pestisida berdasarkan sasarannya dapat dibagi dalam berbagai macam antara lain
herbisida sasaran gulma, algisida sasaran alga, avisida, sasaran burung, bakterisida sasran
bakteri, fungisida sasaran fungi, insektisida sasaran serangga, mitisda sasaran rodent, dan
virusida sasaran virus (Djojosumarto, 2008 dalam Febriani, 2015)

Menurut asal bahannya pestisida digolongkan menjadi dua macam yaitu pestisida
alami dan peptisida kimia. Pestisida alami lebih dikenal sebagai biopestida. Biopestida
merupakan insektisida yang berbahan dasar alam. Umumnya insektisida nabati ini berasal
dari tumbuhan yang berfungsi sebagai pengendali hama insekta. Berdasarkan asal bahannya,
biopestisida dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu pestisida nabati dan hayati (Achmad,
2009).

Berdasarkan asalnya, biopestisida dapat dibedakan menjadi dua yakni pestisida nabati
dan pestisida hayati (Djunaedy, 2009). Pada umumnya, pestisida nabati diartikan sebagai
suatu peptisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Pestisida nabati dimasukkan ke
dalam kelompok pestisida biokimia karena mengandung biotoksin. Pestisida biokimia adalah
bahan yang terjadi secara alami dapat mengendalikan hama dengan mekanisme non toksik.
Secara evolusi, tumbuhan telah mengembangkan bahan kimia sebagai alat pertahanan alami
terhadap pengganggunya. Tumbuhan menngandung banyak bahan kimia yang merupakan
metabolit sekunder dan digunakan oleh tumbuhan sebagai alat pertahanan dari serangan
organisme pengganggu.

Nenek moyang kita telah mengembangkan pestisida nabati yang ada di lingkungan
permukimannya untuk melindungi tanaman dari serangan pengganggunya secara alamiah.
Mereka memakai pestisida nabati atas dasar kebutuhan praktis dan disiapkan secara
tradisional. Tradisi ini akhirnya hilang karena desakan teknologi yang tidak ramah
lingkungan. Kearifan nenek moyang kita bermula dari kebiasaan menggunakan bahan jamu
(empon-empon = Jawa), tumbuhan bahan racun (gadung, ubi kayu hijau, pucung, jenu =
Jawa), tumbuhan berkemampuan spesifik (mengandung rasa gatal, pahit, bau spesifik, tidak
disukai hewan/serangga, seperti awarawar, rawe, senthe), atau tumbuhan lain berkemampuan
khusus terhadap hama/penyakit (biji srikaya, biji sirsak, biji mindi, daum mimba, lerak, dll).
(Febriani, 2015).

Pestisida nabati dapat membunuh atau mengganggu serangan hama dan penyakit
melalui cara kerja yang unik, yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara atau tunggal. Cara
kerja pestisida nabati sangat spesifik, yaitu merusak perkembangan telur, larva dan pupa,
menghambat pergantian kulit, mengganggu komunikasi serangga, menyebabkan serangga
menolak makan, menghambat reproduksi serangga betina, mengurangi nafsu makan,
memblokir kemampuan makan serangga, mengusir serangga, menghambat perkembangan
patogen penyakit (Huda, 2013).

Pestisida hayati adalah pestisida yang bahan utamanya bersumber atau diambil dari
bahan hayati atau makhluk hidup seperti mikroorganisme, bakteri, cendawan, nematoda, atau
virus yang bersifat antagonis terhadap mikroba lainnya (penyebab penyakit tanaman) atau
menghasilkan senyawa tertentu yang bersifat racun baik bagi serangga (hama) maupun
nematoda (penyebab penyakit tanaman). (Djunaedy,2009)

2.2 Bawang Putih (Allium sativum)

Bawang putih atau Allium sativum berasal dari Bahasa Celtic “All” yang memiliki
arti bau tidak sedap, dan “sativum” yang berarti tumbuhan (Muhalla, 2019). Bawang putih
memiliki nama yang berbeda beda pada setiap daerah. Tinggi tanaman bawang putih ini
sekitar 30-75 cm, tumbuh secara berumpun. Umbi tanaman ini berwarna putih dan terdiri dari
8-20 siung (anak bawang), di mana terdapat kulit tipis dan liat yang memisahkan siung satu
dengan yang lain. Tanaman bawang putih biasanya tumbuh di dataran tinggi, namun terdapat
varietas tertentu yang dapat tumbuh di dataran rendah (Moulia et al., 2018). Klasifikasi
Bawang Putih menurut Jesica 2018 adalah sebagai berikut

Kingdom : Plantae

Phylum : Magnoliophyta

Class : Liliopsida

Order : Liliales

Family : Liliaceae

Genus : Allium L.
Species : Allium sativum L. (Jesica, 2018)

Bawang putih memiliki kandungan kimia setidaknya 33 komponen sulfur 17 asam


amino, banyak mineral, vitamin, dan lipid. Bawang putih memiliki kandungan sulfur yang
lebih tinggi dari pada tanaman famili Liliaceae yang lain. Kandungan sulfur inilah yang
memberikan manfaat bagi kesehatan dan memberikan bau khas bawang putih (Moulia et al.,
2018).

Senyawa organosulfur pada bawang putih yang paling banyak adalah allicin, di mana
senyawa ini diperoleh bila bawang putih dipotong atau dihancurkan. Senyawa allicin
mendominasi terbentuknya rasa, aroma, dan sifat-sifat farmakologi bawang putih seperti
antibakteri, antijamur, antioksidan, dan antikanker (Daniela et al., 2021). Menurut Pramitasari
et al pada tahun 2012 menyatakan bahwa bawang putih dapat menurunkan kadar kolesterol,
dikarenakan kandungan allicin dan beberapa antioksidan seperti vitamin C, germanium,
senyawa yang berkaitan dengan sulfur (Pramitasari et al., 2012) tanin, fenolik, dan flavonoid
(Prasonto et al., 2017). Fenolik, flavonoid, dan germanium pada bawang putih berperan
sebagai antioksidan di mana memiliki peran penting untuk mencegah kerusakan sel dan organ
dari proses oksidasi yang mana akan menekan radikal bebas dan efek Reactive Oxygen
Species (ROS) (Prasonto et al., 2017). Selai Allicin dan senyawa fenolik, flavonoid, dan
germanium, bawang putih juga mempunyai kandungan senyawa yang berikatan dengan
sulfur yaitu S-alil sistein, alil disulfida, alil metil disulfida, alil metil trisulfida, alil propil
disulfida dan lain-lain yang memiliki peranan dalam penghambatan sintesis kolesterol di hati
(Pramitasari et al., 2012).

Bawang putih segar memiliki kandungan allicin sebanyak 1500 -27800 mg/dl.
Mekanisme allicin dalam menurunkan kadar kolesterol adalah dengan menghambat aktivitas
enzim HMG CoA reduktase yang berperanan dalam sintesis kolesterol. Enzim HMG CoA ini
bertugas mengubah 3 hidroksi 3 metilglutaril CoA (HMG CoA) menjadi mevalonat.
Penghambatan ini dikarenakan allicin merupakan inhibitor kompetitif dari enzim tersebut.
Allicin juga memiliki peran dalam menghambat kerja enzim tiolase di mana enzim tersebut
merupakan enzim yang berperan dalam pengubahan 2 asetil CoA menjadi asetoasetil CoA.
Dengan adanya penghambatan ini maka pembentukan asetil CoA sebagai sumber semua
atom karbon dalam kolesterol menjadi menurun, yang berimplikasi pada penurunan sintesis
kolesterol (Pramitasari et al., 2012). Kandungan allicin pada bawang putih dapat
meningkatkan sintesis HDL dan memperlambat sintesis endogen kolesterol (Ifora et al.,
2016).
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Pengamatan

3.2 Alat dan Bahan

3.3 Prosedur Penelitian


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

4.2 Pmbahasan
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai