Revisi Proposal Juliana Wakum
Revisi Proposal Juliana Wakum
PROPOSAL
Oleh:
JULIANA M A M. WAKUM
NIM: 2020082024027
JULIANA M A M. WAKUM
NIM: 2020082024027
Pembimbing I Pembimbing II
i
HALAMAN PENGESAHAN
PROPOSAL PENELITIAN
Diajukan oleh :
NIM : 2020082024027
Tim Penguji
Mengetahui,
ii
DAFTAR ISI
iii
Lampiran 1.......................................................................................................................................63
PERMOHONAN MENJADI PARTISIPAN...................................................................................63
Peneliti..............................................................................................................................................63
Lampiran 2.......................................................................................................................................64
SURAT PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN......................................................................64
Lampiran 3.......................................................................................................................................65
Kuisoner............................................................................................................................................65
Karateristik responden......................................................................................................................65
Sumber Informasi.............................................................................................................................65
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Defenisi Operasional ----------------------------------------------------61
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori............................................................................ 50
viii
Masyarakat Tentang Pencegahan Penyakit Malaria di Puskesmas Pagai Kabupaten
Jayapura “ dapat terlaksana karena berkat bantuan curahan pikiran, waktu dan
tenaga dari berbagai pihak yang tidak mampu penulis sampaikan satu demi satu.
Namun demikian untuk mewakili semuanya, izinkanlah saya menyampaikan
ucapan terima kasih dan penghargaan saya masing-masing kepada :
ix
Penulis
Juliana M A M. Wakum
x
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Malaria adalah penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles
betina. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus plasmodium dengan
gejala klinis yaitu meriang (panas, dingin, dan menggigil) serta demam yang
berkepanjangan (Andi, 2002). Hingga saat ini malaria masih merupakan salah satu
masalah kesehatan ditengah-tengah masyarakat terutama untuk masyarakat yang
berada didaerah terpencil. Ini tercatat dalam peraturan Presiden nomor : 2 tahun 2015-
2019 dimana malaria termasuk penyakit prioritas yang perlu ditanggulangi
(Kementerian kesehatan, 2017) .
Indonesia merupakan salah satu negara endemis malaria di dunia. Pada tahun
2017 tercatat baru 266 kabupaten atau kota (52,0%) di antara 514 kabupaten atau
kota yang dinyatakan bebas malaria. Selain itu juga terdapat 39 kabupaten atau kota
dengan penularan tinggi yang terutama berada di kawasan timur Indonesia, yaitu
Papua, Papua Barat, dan NTT. Pada tahun 2016, di Papua terdapat 424.083 penderita
yang diduga malaria dan 155.670 kasus yang terbukti positif malaria berdasarkan
hasil pemeriksaan darah(Josephine Debora, 2018).
Penanggulangan malaria menunjukkan perkembangan yang menggembirakan.
Tampak adanya kecenderungan penurunan yang bermakna dari jumlah kasus positif
malaria dan Annual Paracite Incidence ( API. 2020). Jumlah wilayah di Indonesia
yang berhasil melakukan eliminasi malaria bertambah. Pada tahun 2019
kabupaten/kota yang berhasil mengeliminasi malaria sebanyak 300, di tahun 2020
bertambah menjadi 318. Berdasarkan capaian endemisitas per provinsi tahun 2020
terdapat 3 provinsi yang telah mencapai 100% eliminasi malaria, antara lain DKI
Jakarta, Jawa Timur, dan Bali. Sementara provinsi dengan wilayahnya yang belum
mencapai eliminasi malaria yakni Maluku, Papua, dan Papua Barat. Tahun 2020
masih ada 23 kabupaten/kota yang endemis malarianya masih tinggi, 21
kabupaten/kota endemis sedang, dan 152 kabupaten/kota endemis rendah. Banyak
upaya yang dilakukan dalam mencapai eliminasi malaria, antara lain dengan advokasi
antar kepala daerah baik bupati/walikota dengan gubernur.
1
Pencegahan malaria dilakukan dengan membagikan kelambu dan dilakukan
pemantauan penggunaannya. Pemerintah juga menyediakan obat antimalaria dan
perluasan penemuan dini malaria, meningkatkan kapasitas SDM kesehatan dan kerja
sama lintas program dan organisasi profesi. Untuk mencapai Indonesia Bebas Malaria
2030 atau Eliminasi Malaria Nasional pemerintah pada tahun 2021 mentargetkan
sebanyak 345 kabupaten/kota yang mencapai eliminasi malaria. Untuk mencapai
target ini, perlu dilakukan intensifikasi pelaksanaan penanggulangan malaria secara
terpadu dan menyeluruh. Pencapaian Indonesia Bebas Malaria 2030 didahului dengan
pencapaian daerah bebas malaria tingkat Provinsi dan sebelum itu seluruh
kabupaten/kota di Indonesia harus sudah mencapai bebas malaria (Kemenkes, 2020).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) pada tahun 2018 untuk prevalensi
malaria berdasarkan riwayat positif malaria melalui pemeriksaan darah oleh petugas
kesehatan dan pengobatan di provinsi Papua adalah 12,07% atau sekitar 3.334 jiwa
(Kementerian Kesehatan RI, 2018). Dan pada tahun 2017 dengan Angka Malaria
Insindence (API) di Provinsi Papua sebesar 52,32% (Profil Kesehatan Provinsi
Papua, 2017). Kabupaten jayapura memiliki angka kesakitan malaria yang masih
cukup tinggi dengan prevalensi 45,4%. Tahun 2017 penderita positif malaria
sebanyak 14.839 penderita dan tahun 2018 penderita positif malaria yang tercatat
18.514 menurut penderita dengan Angka Malaria Insindence (API) yaitu 145,24
(Profil Kesehatan Kabupaten Jayapura, 2018).
Ada beberapa faktor-faktor yang menjadi pemicu tingginya angka kejadian
malaria. Faktor-faktor itu diantaranya faktor lingkungan, faktor pendidikan dan
pengetahuan, faktor pekerjaan, adat istiadat dan kebiasaan serta perilaku
masyarakat(Andi, 2002).Perilaku merupakan salah satu faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya malaria. Pengertian perilaku adalah suatu kegiatan yang
dilakukan berdasarkan apa yang terlintas di benak seseorang dan berdasarkan
pengalaman yang pernah dialami oleh individu tersebut (Notoatmodjo,2010: 50).
Dalam wawancara yang dilakukan peneliti dengan kepala puskesmas pagai,
kepala puskesmas mengatakan bahwa perilaku masyarakat masih sangat bekaitan
dengan adat istiadat, dimana ada masyarakat yang masih menggunakan ramuan -
ramuan sebaigai obat alami, ada juga sebagian masyarakat masih belum menggunakan
fasilitas kesehatan yang ada dengan baik seperti puskesmas, dalam arti saat ada
2
masyarakat yang saikit, meraka hanya berkunjung sekali ke puskesmas untuk
mendapatkan obat, saat mereka sudah mendapatkan obat akan diingatkan oleh petugas
untuk kembali kontrol, tetapi banyak masyarakat yang tidak kembli untuk mengecek
kesehatannya, seperti penyakit malaria. Ada juga kebiasaan masyarakat yang mana,
pada saat malam hari masih ada yang menggunakan baju lengan pendek dan bahkan
tidak menggunakan baju, hanya sebagian kecil masyarakat yang sadar untuk
menggunakan pakaian lengan panjang dan juga kelambu dengan baik serta tidur di
dalam kelambu, bukan hanya itu masih ada masyarakat yang tidak menggunakan
kelambu saat tidur, kelambu yang di bagikan kepada masyarakat biasanya hanya
ditinggalkan begitu saja, ada juga yang menggunakan kelambu tapi tidak tidur
didalam kelambu, ditambah lagi dengan lingkungan tempat tinggal yang tidak bersih
serta sanitasi yang kurang baik. Dan ini di dukung juga oleh penelitian Muhamad
Sahiddin, Sofitje J.Gentindatu pada tahun 2019 mengatakan bahwa masih di temukan
masyarakat yang tidak menggunakan kelambu saat tidur malam hari, dan ada yang
memakaian kelambu tetapi tidak terpasang pada semua tempat tidur.
4
BAB II
TINJAAUN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit Malaria
2.1.1 Pengertian Malaria
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari
genus plasmodium Penyakit ini secara alami ditularkan oleh gigitan nyamuk
Anopheles betina.Penyakit malaria ini dapat menyerang siapa saja terutama
penduduk yang tinggal di daerah dimana tempat tersebut merupakan tempat yang
sesuai dengan kebutuhan nyamuk untuk berkembang (Arsin, 2012). Malaria pada
manusia dapat disebabkan oleh P. malariae, P. vivax, dan P. ovale.Pada tubuh
manusia, parasit membelah diri dan bertambah banyak di dalam hati dan kemudian
menginfeksi sel darah merah.Infeksi yang di sebakan ini dapat menimbulkan gejala
seperti meriang (menggigil, panas, dan dingin) serta demam yang berkepanjangan.
2.1.1.1 Etiologi
Penyebab malaria adalah parasite plasmodium yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk anopheles betina. Dikenal 5(lima) macam spesies yang menginfeksi manusia
yaitu,(Kementerian Kesehatan, 2017):
a. Malaria falsiparum ( Malaria Tropika)
Disebabkan oleh infeksi plasmodium falciparum. Gejala demam timbul
intermiten dan dapat kontinyu. Jenis malaria ini paling sering menjadi malaria
berat yang menyebabkan kematian .
b. Malaria vivaks (malaria tersiana)
Disebabkan oleh infeksi plasmodium vivax gejala demam berulang dengan
interval bebas demam 2 hari.
c. Malaria vivaks (malaria tersiana)
Disebabkan oleh infeksi plasmodium ovale.Manifestasi klinis biasanya bersifat
ringan.Pola demam seperti pada malaria vivax.
d. Malaria malariae ( malaria kuartana)
5
Disebabkan oleh infeksi plasmodlum malariae.Gejala berulang dengan interval
bebas deman 3 hari.
e. Malaria knowler
Disebabkan oleh infeksi plasmodium knowlesi disebabkan oleh infeksi
plasmodium icnowlesi gejala deman menyeru malaria falsiparun.
2.1.1.2 Siklus Hidup
Untuk kelangsungan hidupnya, parasit malaria memerlukan dua macam siklus
kehidupan yaitu siklus dalam tubuh manusia dan siklus dalam tubuh nyamuk.
a. Siklus aseksual dalam tubuh manusia
Sikus dalam tubuh manusia juga disebut siklus aseksual, dan siklus ini terdiri
dari :
1) Siklus di luar sel darah merah
Siklus di luar sel darah merah berlangsung dalam hati. Pada P. vivax dan P.
ovale ada yang ditemukan dalam bentuk laten di dalam sel hati yang disebut
hipnosoit. Hipnosoit merupakan suatu fase dari siklus hidup parasit yang
nantinya dapat menyebabkan kambuh atau rekurensi (long term relapse).P.
vivax dapat kambuh berkali-kali bahkan sampai jangka waktu 3–4
tahun.Sedangkan untuk P. ovale dapat kambuh sampai bertahun-tahun
apabila pengobatannya tidak dilakukan dengan baik. Setelah sel hati pecah
akan keluar merozoit yang masuk ke eritrosit (fase eritrositer).
Fase hidup dalam sel darah merah/eritrositer terbagi dalam:
a) Fase sisogoni yang menimbulkan demam
b) Fase gametogoni yang menyebabkan seseorang menjadi sumber
penularan penyakit bagi nyamuk vektor malaria. Kambuh pada
Plasmodium falciparum disebut rekrudensi (short term relapse), karena
siklus didalam sel darah merah masih berlangsung sebagai akibat
pengobatan yang tidak teratur. Merozoit sebagian besar masuk ke eritrosit
dan sebagian kecil siap untuk diisap oleh nyamuk vektor malaria. Setelah
masuk tubuh nyamuk vektor malaria, mengalami siklus sporogoni karena
menghasilkan sporozoit yaitu bentuk parasit yang sudah siap untuk
ditularkan kepada manusia (Depkes RI, 2003).
6
b. Siklus seksual dalam tubuh nyamuk
Fase seksual ini biasa juga disebut fase sporogoni karena menghasilkan
sporozoit, yaitu bentuk parasit yang sudah siap untuk ditularkan oleh nyamuk kepada
manusia. Lama dan masa berlangsungnya fase ini disebut masa inkubasi ekstrinsik,
yang sangat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara. Prinsip pengendalian
malaria, antara lain didasarkan pada fase ini yaitu dengan mengusahakan umur
nyamuk agar lebih pendek dari masa inkubasi ekstrinsik, sehingga fase sporogoni
tidak dapat berlangsung. Dengan demikian rantai penularan akan terputus.
Fase-fase yang berlangsung dalam siklus hidup nyamuk dalam badan manusia dan
dalam tubuh nyamuk adalah sebagai berikut:
1) Fase 1: Fase Sporozoit
Pada saat nyamuk menggigit manusia, bersamaan dengan air liur nyamuk,
masuk sporozoit yaitu bentuk infektif Plasmodium ke dalam darah manusia.
Jumlah sporozoit dalam kelenjar liur nyamuk ratusan sampai ribuan. Sporozoit
berada dalam darah hanya 30 menit kemudian masuk ke dalam hati dan
menjalani fase eksoerirositer.
2) Fase II: Fase Eksoeritrositer Sporozoit
menjalani fase sisogoni yang menghasilkan merozoit eksoeritrositer. Sebagian
dari merozoit masuk ke dalam sel darah merah dan sebagian lagi tetap dalam sel
hati dan disebut hipnosoit untuk Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale.
3) Fase III: Terjadinya Hipnosoit
World Health Organization (WHO) pada tahun 1981 meragukan adanya siklus
eritrositer sekunder dalam jaringan hati, dikatakan bahawa relapse pada
Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale disebabkan oleh bentuk jaringan yang
dapat bertahan lama dalam sel hati.
4) Fase IV: Fase Eritrositer Fase Eritrositer
ini terbagi menjadi tiga yaitu tropozoit darah, sizon dan merozoit yang
meliputi:
a) Tropozoit darah
Merozoit yang berasal dari sel hati yang telah pecah dan masuk ke dalam
sel darah merah, tropozoit ini lambat laun membesar dan gerakannya
banyak. Jika besarnya sudah mencapai separuh sel darah merah
7
gerakannya akan berkurang. Selanjutnya intinya membelah menjadi dua,
empat dan seterusnya.Setelah terjadi pembentukan itu tropozoit berubah
menjadi sizon.
b) Sizon
Sizon bertambah besar, demikian juga intinya hingga sebagian mengisi
sel darah merah dan disebut sizon dewasa.Bagian-bagian dari inti
bertambah jelas dan dikelilingi oleh plasma.Akhirnya sel darah merah
pecah dan bagian-bagian dari sizon tadi berada dalam plasma darah.Tiap
bagian ini disebut merozoit.
c) Merozoit
Merozoit akan menyerang lagi sel darah merah lain dan mengulangi fase
sisogoni. Setelah beberapa generasi, maka sebagian dari merozoit tidak
masuk ke dalam fase sisogoni tetapi mengalami fase gametogoni yaitu
fase untuk pembentukan sel kelamin jantan dan betina.
5) Fase V: Fase Gametogoni
Hasil dari fase gametogoni adalah mikrogametozit dan
makrogametozit.Gametozit pada infeksi Plasmodium vivax timbul pada hari
ke 2-3 sesudah terjadinya parasitemia.Pada Plasmodium falciparum setelah
delapan hari dan pada Plasmodium malariae beberapa bulan kemudian.Pada
relapse, gametozit timbul lebih cepat bila tidak disertai demam. Apabila
darah manusia dihisap oleh nyamuk, semua bentuk parasit malaria seperti
tropozoit, sizon dan gametozit akan masuk ke dalam lambung nyamuk.
Tropozoit dan sizon akan hancur sedangkan gametosit akan meneruskan
siklus sporogoni.
6) Fase Siklus Sporogoni
Mikrogametosit dan makrogametosit berubah menjadi mikrogamet dan
makrogamet sebelum terjadi siklus sporogoni.Makrogamet terbentuk setelah
makrogametosit melepaskan sebutir kromatin. Mikrogamet akan memasuki
badan makrogamet untuk menjadi satu dalam proses yang disebut
pembuahan. Makrogamet yang telah dibuahi ini disebut zigot.
a. Zigot
8
Dalam beberapa jam zigot bertambah bentuk menjadi lonjong dan
bergerak yang disebut ookinet.
b. Ookinet
Ookinet berenang kian kemari dan akhirnya menuju dinding lambung
nyamuk dan masuk diantara sel-sel epitel.
c. Ookista
Dalam ookista terlihat titik yang banyak sekali jumlahnya yang
merupakan hasil dari pembelahan.Apabila sudah tua ookista pecah dan
keluarlah sporozoit yang masuk ke dalam cairan rongga tubuh nyamuk
sambil berenang kian kemari.Akhirnya sporozoit ini masuk ke dalam
kelenjar liur nyamuk siap untuk ditularkan ke dalam tubuh manusia.
2.1.1.3 Vektor Malaria
Di seluruh dunia terdapat kira-kira 400 spesies nyamuk Anopheles. Dari jumlah
tersebut yang dapat menularkan malaria adalah 60 spesies, dan 24 diantaranya
ditemukan di Indonesia. Semua vektor tersebut hidup sesuai dengan kondisi ekologi
setempat. Ada nyamuk yang hidup di air payau pada tingkat salinitas tertentu (An.
sundaicus, An.subpictus), ada yang hidup di sawah (An.aconitus), air jernih
dipegunungan (An. maculatus), genangan air yang terkena sinar matahari (An.
punctulatus, An. farauti). (Harijanto dan Nugroho, 2009).
a. Nyamuk Anopheles dewasa adalah vektor penular malaria, dimana nyamuk
betinanya dapat bertahan hidup selama sebulan. Aris Santjaka (2013) membagi
siklus nyamuk Anopheles sebagai berikut :
1) Telur
Nyamuk betina meletakkan telurnya sebanyak 50-200 butir sekali bertelur.
Telur-telur itu diletakkan di dalam air dan mengapung di tepi air. Telur
tersebut tidak dapat bertahan di tempat yang kering dan dalam 2-3 hari akan
menetas menjadi larva. (Harijanto dan Nugroho, 2009).
2) Larva
Larva nyamuk memiliki kepala dan mulut yang digunakan untuk mencari
makan, sebuah torak dan sebuah perut. Mereka belum memiliki kaki.
9
Perbedaan larva nyamuk lainnya, larva Anopheles tidak mempunyai saluran
pernafasan dan untuk posisi badan mereka sendiri sejajar dipermukaan air.
Larva bernafas dengan lubang angin pada perut dan oleh karena itu harus
berada di permukaan. Kebanyakan Larva memerlukan makan pada alga,
bakteri, dan mikroorganisme lainnya di permukaan. Mereka hanya menyelam
di bawah permukaan ketika terganggu. Larva berenang tiap tersentak pada
seluruh badan atau bergerak terus dengan mulut. Larva berkembang melalui 4
tahap atau stadium, setelah larva mengalami metamorfosis menjadi
kepompong. Disetiap akhir stadium larva berganti kulit, larva mengeluarkan
eksoskeleton atau kulit ke pertumbuhan lebih lanjut. Habitat Larva ditemukan
di daerah yang luas tetapi kebanyakan spesies lebih suka di air jernih. Larva
pada nyamuk Anopheles ditemukan di air jernih atau air payau yang memiliki
kadar garam, rawa bakau, di sawah, selokan yang ditumbuhi rumput, pinggir
sungai dan kali, dan genangan air hujan. Banyak spesies lebih suka hidup di
habitat dengan tumbuhan. Spesies lainnya lebih suka pada air jernih tanpa
tumbuhan. (Harijanto dan Nugroho, 2009).
3) Kepompong
Kepompong terdapat dalam air dan tidak memerlukan makanan tetapi
memerlukan udara. Pada kepompong belum ada perbedaan antara jantan dan
betina. Kepompong menetas dalam 1-2 hari menjadi nyamuk, dan pada
umumnya nyamuk jantan lebih dulu menetas daripada nyamuk
betina.Lamanya dari telur berubah menjadi nyamuk dewasa bervariasi
tergantung spesiesnya dan dipengaruhi oleh panasnya suhu. Nyamuk bisa
berkembang dari telur ke nyamuk dewasa paling sedikit membutuhkan waktu
10-14 hari. (Harijanto dan Nugroho, 2009).
4) Nyamuk dewasa
Semua nyamuk, khususnya Anopheles dewasa memiliki tubuh yang kecil
dengan 3 bagian : kepala, torak dan abdomen (perut). Nyamuk Anopheles
dapat dibedakan dari nyamuk lainnya, dimana palpi lebih panjang dan adanya
sisik hitam dan putih pada sayapnya. Nyamuk Anopheles dapat juga
dibedakan dari posisi beristirahatnya yang khas dimana jantan dan betina
10
waktu istirahat (hinggap) posisi perut menungging, sedang nyamuk lainnya
sejajar dengan permukaan. (Harijanto dan Nugroho, 2009).
Berdasarkan survei penyebaran vektor yang telah dilakukan, diketahui bahwa
khusus di Papua, ternyata hanya ada 5 spesies nyamuk Anopheles betina yang
dapat menjadi vektor malaria, yaitu; An. farauti, An. punctulatus, An.
koliensis, An.bancrofti, dan An. karwari. Keempat spesies yang pertama
adalah termasuk jenis spesies dari daerah Australia, sedangkan yang terakhir,
yaitu An. karwari termasuk jenis Anopheles daerah oriental. (Harijanto dan
Nugroho, 2009).
Pada umumnya kelima spesies ini hidup dengan menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya. Karena tiap daerah memiliki lingkungan yang berbeda, maka
prilaku dan perkembangbiakan masing-masing spesies ini juga berbeda dan
masing-masing memiliki karakteristik sendiri. (Harijanto dan Nugroho,
2009). Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Pranoto (konggres entomologi
II ) dalam Harijanto dan Nugroho 2009, dengan cara penangkapan nyamuk
dengan umpan orang pada malam hari dan penangkapan nyamuk yang
hinggap di dinding di dapatkan gambaran sbb:
a) Anopheles farauti
An. farauti merupakan vektor malaria yang paling luas penyebarannya di
Papua. Hal ini disebabkan oleh karena prilaku berkembang biak nyamuk
tersebut. An. farauti dapat berkembang biak di air tawar, air payau,
maupun air limbah, baik pada genangan air di tanah, maupun genangan
air dalam perahu. Pada genangan air di tanah An. farauti lebih menyukai
tempat yang terkena sinar matahari, air jernih, dangkal dan ada tumbuhan
airnya, seperti rumput atau kangkung. Genangan air ini bisa genangan air
sementara seperti bekas roda/ban, ataupun genangan air tetap sperti rawa-
rawa, kolam, pinggiran sungai, parit/got yang tidak mengalir. Pada
genangan air didalam perahu biasanya tanpa tumbuhan dan agak
terlindung. Dengan demikian An. farauti dapat menjadi vektor potensial
di pulau-pulau sekitar Papua, daerah pantai/rawa/sungai bahkan didaerah
pegunungan Jenis betina An. farauti sangat tertarik untuk menghisap
darah orang (Human Blood Index 81%). Keaktifan mencari darah
11
sepanjang malam, meskipun paling banyak yang ditangkap pada pukul
18.00 – 20.00 WIT. Pada malam hari lebih banyak ditangkap di luar
rumah daripada di dalam rumah. Frekuensi mencari darah tiap 2 – 4 hari.
(Harijanto dan Nugroho, 2009).
b) Anopheles punctulatus
Perilaku berkembang biaknya berbeda dengan An farauti. An. punctulatus
tidak dapat berkembang biak di air payau maupun air limbah, karena itu
penyebarannya tidak seluas An. farauti. Genangan air yang disukai adalah
genangan air sementara seperti bekas galian, parit-parit yang baru, jejak
roda kendaran/kaki, tanpa tumbuhan air dan terkena sinar matahari serta
berlumpur. Dengan demikian An. punctulatus dapat menjadi vektor yang
potensial di lokasi yang sedang dibuka atau daerah-daerah yang
berlumpur. Nyamuk ini aktif menggigit sepanjang malam, tetapi paling
banyak di tangkap pada pukul 22.00 – 02.00. Pada pagi hari ditemukan
baik di luar maupun di dalam rumah. Ketinggian hinggap di dalam rumah
kurang satu meter dari lantai, jarak terbang ± 2 km. (Harijanto dan
Nugroho, 2009).
c) Anopheles koliensis
Genangan air yang disukai untuk tempat berkembang biak An. koliensis
adalah genangan air di pinggir hutan sagu untuk derah pantai/rawa, dan
hutan pandan berduri untuk daerah pegunungan, air tawar, jernih,
dangkal, serta terlindung dari sinar matahari. Karena habitatnya itu An.
koliensis merupakan vektor potensial didaerah-daerah dengan rawa sagu
atau pandan berduri. Nyamuk ini lebih tertarik menghisap darah binatang
(Human Blood Index 55%-83%). Keaktifan mencari darah sepanjang
malam, tetapi paling banyak ditangkap antara pukul 18.00 – 21.00 WIT.
Lebih banyak ditangkap di luar rumah daripada di dalam rumah. Pada
siang hari dapat ditemui baik di dalam maupun di luar rumah, di luar
rumah istirahat di bawah batang pisang, di bawah rumput-rumputan yang
12
lembab dan teduh dengan jarak terbang ± 1,5 km. (Harijanto dan
Nugroho, 2009).
d) Anopheles bancrofti
Nyamuk ini hanya ditemukan dalam jumlah banyak pada waktu musim
hujan di Kabupaten Merauke oleh karena genangan air yang disenangi
untuk berkembang biaknya adalah rawa-rawa air tawar, jernih dengan
rumput-rumputan yang tinggi dan terlindung sinar matahari. Pernah
dilakukan penangkapan nyamuk ini di Kabupaten Jayapura dan Sentani,
Nyamuk betina spesies ini tidak mempunyai pilihan tertentu akan sumber
darah (human blood index 9 – 83%). Banyaknya nyamuk yang tertangkap
di dalam dan di luar pada malam relatif sama. Pada malam hari
kebanyakan ditangkap antara pukul 18.00 – 22.00 WIT. Tempat istirahat
di rumah, pada pagi atau siang banyak ditemukan dalam rumah.
(Harijanto dan Nugroho, 2009).
e) Anopheles karwari
Menurut Assem dan Bonne-Wepster dalam Harijanto dan Nugroho
(2009), An.karwari ditemukan di Jayapura, Sentani dan Nimboran. Pada
survei assem dan Bonne-wepster tidak ditemukan lagi. Hal ini mungkin
disebabkan adanya perubahan lingkungan dilokasi-lokasi tersebut
sehingga tidak sesuai lagi untuk perkembangbiakan An.karwari. Nyamuk
termasuk serangga yang melangsungkan siklus kehidupan di air dan
diluar air. Kelangsungan hidup nyamuk akan terputus apabila tidak ada
air. Nyamuk dewasa sekali bertelur sebanyak ± 100-300 butir, besar telur
sekitar 0,5 mm. Setelah 1-2 hari menetas menjadi jentik, 8-10 hari
menjadi kepompong (pupa), dan 1-2 hari menjadi nyamuk dewasa.Umur
nyamuk relatif pendek, nyamuk jantan umurnya lebih pendek (kurang 1
minggu), sedang nyamuk betina lebih panjang sekitar rata-rata 1-2 bulan.
Nyamuk jantan akan terbang disekitar perindukannya dan makan cairan
tumbuhan yang ada disekitarnya. Nyamuk betina hanya kawin sekali
dalam hidupnya. Perkawinan biasanya terjadi setelah 24-48 jam setelah
keluar dari kepompong. Makanan nyamuk Anopheles betina yaitu darah,
13
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan telurnya. (Harijanto dan Nugroho,
2009).
b. Perilaku vektor Anopheles Spp menurut Santjaka (2013) adalah :
Perilaku nyamuk hendaknya memperhatikan tiga komponen utama. Ketiga
komponen tersebut meliputi:
14
puncak aktifitas yaitu menjelang tengah malam dan menjelang pagi hari.
Keadaan ini sangat tergantung pada suhu, kelembaban dan kecepatan
angin. (Santjaka, 2013).
b) Tempat menggigit
Tempat menggigit dibagi menjadi dua yaitu golongan eksofagik (nyamuk
suka menggigit diluar rumah) dan golongan endofagik (nyamuk yang suka
menggigit didalam rumah). Secara umum nyamuk suka menggigit diluar
rumah, berdasarkan penelitian kurang lebih 82% (Depkes RI 2009 dalam
Santjaka 2013).
c) Host yang digigit
Host yang digigit dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian Anthropophilic
yaitu nyamuk yang lebih suka menggigit manusia, Zoophilic yaitu
nyamuk yang lebih suka menggigit darah hewan, dan Indiscriminate
biters/indisminate feeders yaitu nyamuk yang menggigit tanpa ada
kecenderungan kesukaan tertentu, nyamuk ini bisa menggigit manusia
atau hewan tergantung kondisi nyamuk saat menggigit.
d) Frekuensi menggigit
Waktu setelah menggigit ke menggigit selanjutnya adalah suatu faktor
yang perlu diperhatikan, semakin pendek waktu antar menggigit tersebut
akan memperbesar faktor resiko penularan Plasmodium. Waktu
menggigit nyamuk berbeda dalam satu siklus bertelor. Siklus menggigit
inilah yang disebut gonotropik, siklus ini tergantung pada lamanya waktu
sampai ditempat istirahat, lama pencernaan darah mulai dri pertama
menggigit sampai semua darah selesai dicerna membutuhkan waktu 40
jam, lamanya perkembangan telur sampai matang dan siap dikeluarkan
dari tubuh nyamuk butuh waktu 2-3 hari pada suhu 230C (Charwod JD,
Thompson, dkk 2003 dalam Santjaka 2013).
2) Perilaku Istirahat
Waktu istirahat nyamuk dapat dibedakan menjadi dua yaitu “waktu istirahat
sebenarnya” yaitu waktu dimana nyamuk istirahat sambil menunggu proses
pematangan telur untuk kemudian siap bertelur pada breeding site, sedangkan
15
“istirahat sementara” adalah waktu sebelum dan sesudah nyamuk mencari
darah. (Santjaka, 2013).
Tempat yang disenangi nyamuk untuk istirahat adalah tempat yang teduh
dengan intensitas cahaya rendah, lembab, sedikit angin, gelap. (Santjaka,
2013).
19
Waktu menetas telur anopheles tergantung suhu air. Pada suhu
200C telur menetas selama 3,5 hari, sedangkan jika suhu dinaikan
sampai 350C telur menetas dalam waktu 2 hari. (Supriyadi 1991
dalam Santjaka 2013).
(2) Kelembaban udara (relative humidity)
Kelembaban udara yang rendah akan memperpendek usia
nyamuk. Nyamuk umumnya menyukai kelembaban di atas 60%
sedangkan menurut WHO (1969) dalam Santjaka (2013) menyatakan
penularan malaria lebih mudah terjadi ketika kelembaban tinggi,
sebaliknya didaerah gersang penularan tidak terjadi, karena usia
nyamuk lebih pendek dibanding siklus sporogoni yang harus dijalani
oleh Plasmodium. (Santjaka, 2013).
Nyamuk merupakan salah satu jenis anthropoda, dimana serangga
pernafasannya menggunakan sistem trakhea, spiracle sebagai tempat
keluar masuknya udara, spiracle terbuka jika seranga terbang atau
beraktifitas, hal ini disebabkan nyamuk membutuhkan oksigen lebih
banyak saat terbang, dampaknya penguapan cairan dalam tubuh
nyamuk akan lebih besar, dengan demikian cara nyamuk beradaptasi
adalah dengan mengurangi jarak terbang. Sedangkan pada istirahat,
spiracle tertutup, sistem ini dimaksudkan unuk mempertahankan
kelembaban tubuh nyamuk dari penguapan sehingga tidak mudah
terjadi dehidrasi. (Santjaka, 2013). Pada kelembaban kurang dari 60%
umur nyamuk akan menjadi lebih pendek sehingga siklus sporogoninya
tidak terbentuk. (Depkes RI 2007 dalam Santjaka 2013).
(3) Hujan
Hujan dalam epidemiologi malaria berperan pada tersedianya
tempat perindukan (breeding site), sehingga memperbesar tempat yang
memungkinkan terjadinya siklus hidup nyamuk. (Santoso U. 2011
dalam Santjaka 2013), hal ini tidak terjadi begitu saja tetapi tergantung
dari porositas dan permeabilitas (kemampuan dalam menyerap air)
tanah dalam menyerap air hujan dan lamanya genangan, jika lama
20
genangan tidak melampaui proses penetasan telur maka tidak sempat
juga menjadi breeding site. (Santjaka, 2013).
Intensitas curah hujan juga berpengaruh terhadap breeding site, jika
sangat lebat diikuti dengan angin dalam waktu yang relatif lama, justru
dapa menghilangkan tempat perindukan karena aliran air yang deras
membawa larva dalam tempat perindukan, dan pada akhirnya larva
akan mati atau hanyut pindah lokasi dengan demikian siklu hidup
nyamuk akan terputus mata rantainya. (Santjaka, 2013).
Hujan dengan intensitas yang tidak terlalu deras dan diselingi oleh
panas akan memperbanyak tempat perindukan sehingga memperbesar
kesempatan nyamuk untuk berkembang secara optimal. (Depkes RI
2007 dalam Santjaka 2013), pengaruh hujan lainnya adalah bisa
meningkatkan kandungan uap air diudara sehingga kelembaban akan
lebih tinggi akibatnya uap nyamuk semakin panjang sehingga
memungkinkan siklus sprorogoni terbentuk. (Santjaka, 2013).
(4) Ketinggian
Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin
bertambah, hal ini berkaitan dengan menurunnya suhu rata-rata. Pada
ketinggian diatas 2000 m jarang ada transmisi malaria. Hal ini bisa
berubah bila terjadi pemanasan bumi dan pengaruh dari El-nino. Di
pegunungan Papua yang dulu jarang ditemukan malaria kini lebih
sering ditemukan malaria. Ketinggian paling tinggi masih
memungkinkan transmisi malaria ialah 2500 m di atas permukaan laut.
(Santjaka, 2013).
(5) Angin
Angin berpengaruh pada nyamuk pada beberapa aspek yaitu jarak
terbang, evaporasi cairan dalam tubuh nyamuk, dan suhu udara.
Kecepatan angin 11-14 meter per detik atau 25-31 mil per jam akan
menghambat penerbangan nyamuk, pada keadaan tenang suhu tubuh
nyamuk lebih tinggi beberapa derajat daripada suhu lingkungan,
sedangkan jika ada angin maka suhu akan turun dan evaporasi akan
21
berkurang karena suhu nyamuk akan lebih rendah dari suhu
lingkungan. (Santjaka, 2013).
Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam
merupakan saat terbang nyamuk ke dalam atau keluar rumah dan salah
satu faktor yang ikut menentukan jumlah kontak antara manusia dan
nyamuk adalah jarak terbang nyamuk (flight range). (Santjaka, 2013).
(6) Sinar matahari
Sinar matahari merupakan energi alam yang sangat dibutuhkan
oleh seluruh mahkluk hidup yang ada (suin 1999 dalam Santjaka
2013). Pengaruh utama akan meningkatkan suhu dan mengurangi
kelembaban sehingga mempengaruhi kehidupan larva dan nyamuk.
(Santjaka, 2013).
Peningkatan suhu pada badan air akan mempercepat proses
menetasnya telur, sedangkan pada kelembaban relatif akan semakin
menurun karena suhu udara akan naik. (Takken dan Knois 1990 dalam
Santjaka 2013).
b) Lingkungan fisik yang berhubungan dengan tempat tinggal manusia.
Tempat tinggal manusia yang tidak memenuhi syarat, dapat
menyebabkan seseorang akan lebih mudah kontak dengan nyamuk,
diantaranya :
(1) Konstruksi dinding rumah
Dinding rumah yang terbuat dari kayu atau papan, anyaman bambu
sangat memungkinkan lebih banyak lubang untuk masuknya nyamuk
ke dalam rumah, dinding dari kayu tersebut juga tempat yang paling
disenangi oleh nyamuk Anopheles. (Santjaka, 2013).
Dinding rumah berkaitan juga dengan kegiatan penyemprotan
(Indoor Residual Sprying) atau obat anti nyamuk cair, dimana
insektisida yang disemprotkan ke dinding rumah akan menyerap
sehingga saat nyamuk hinggap akan mati akibat kontak dengan
insektisida tersebut dan di dinding yang tidak permanen atau ada celah
untuk nyamuk masuk akan menyebabkan nyamuk tersebut kontak
dengan manusia. (Santjaka, 2013).
22
(2) Ventilasi rumah
Keadaan ventilasi rumah yang tidak ditutupi kawat kasa akan
menyebabkan nyamuk masuk ke dalam rumah. (Santjaka, 2013).
(3) Kondisi/bahan atap rumah
Tempat tinggal manusia atau kandang ternak terlebih yang beratap
dan yang terbuat dari kayu merupakan tempat yang paling disenangi
oleh nyamuk. Kondisi fisik rumah yang kurang baik yang diukur
berdasarkan nilai skor dari keadaan dinding, ventilasi, jendela, atap
rumah, dan lain-lain, mempunyai risiko sebesar 4,44 kali dibanding
kondisi fisik rumah yang dianggap baik Lingkungan fisik yang
berhubungan dengan tempat perindukan nyamuk. (Santjaka, 2013).
Tempat perindukan nyamuk penular penyakit malaria (Anopheles)
adalah di genangan-genangan air, baik air tawar atau air payau
tergantung dari jenis nyamuk, seperti Anopheles sundaicus dan
Anopheles subpictus hidup di air payau, Anopheles aconitus hidup di
air sawah, Anopheles maculatus hidup di air bersih pegunungan.
(Santjaka, 2013).
Pada daerah pantai kebanyakan tempat perindukan nyamuk terjadi
pada tambak yang tidak dikelola dengan baik, adanya penebangan
hutan bakau secara liar merupakan habitat yang potensial bagi
perkembangbiakan nyamuk An. sundaicus dan banyak aliran sungai
yang tertutup pasir (laguna) yang merupakan tempat perindukan
nyamuk An.sundaicus. (Santjaka, 2013).
2) Lingkungan kimia
Lingkungan kimia, seperti kadar garam pada suatu tempat perindukan
nyamuk, seperti diketahui nyamuk An. sundaicus tumbuh optimal pada air
payau yang kadar garamnya berkisar antara 12-18% dan tidak dapat
berkembangbiak pada kadar garam 40% ke atas. (Santjaka, 2013).
Ketika kemarau datang luas laguna menjadi mengecil dan sebagaian
menjadi rawa-rawa ditumbuhi ilalang, lumut-lumut seperti kapas berwarna
hijau bermunculan. Pada saat seperti inilah kadar garam air payau meninggi
dan menjadi habitat yang subur bagi jentik-jentik nyamuk. (Santjaka, 2013).
23
3) Lingkungan biologis
Lingkungan biologis merupakan salah satu determinan yang memberikan
wahana bagi nyamuk untuk berkembang, berbagai tumbuhan baik yang ada
didarat misal tumbuhan yang besar dan membentuk suatu kawasan perkebunan
atau hutan akan berfungsi menghalangi masuknya sinar matahari ke
permukaan tanah, dengan demikian maka pencahayaan akan rendah dan
kelembaban akan tinggi. (Santjaka, 2013).
Kondisi seperti inilah yang sangat disenangi oleh nyamuk untuk
beristirahat setelah menghisap darah hospes sambil menunggu proses
pematangan telur. (Amrul M. 2007 dalam Santjaka 2013)
Larva juga mempunyai kesukaan tersendiri, misal breeding site yang ada
tumbuhan air, misalnya lumut, bakau, ganggang akan lebih disukai karena
digunakan sebagai tempat berlindung bagi predator. (Rao 1981 dalam Santjaka
2013).
Adanya ternak besar seperti sapi dan kerbau dapat mengurangi jumlah
gigitan nyamuk pada manusia, apabila kandang hewan tersebut diletakkan di
luar rumah. (Santjaka, 2013).
4) Lingkungan sosial budaya
Sosial budaya (culture) juga berpengaruh terhadap kejadian malaria
seperti: kebiasaan keluar rumah sampai larut malam, dimana vektornya
bersifat eksofilik dan eksofagik akan mempermudah kontak dengan nyamuk.
Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi
kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria, seperti penyehatan
lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa pada ventilasi
rumah dan menggunakan obat nyamuk. (Santjaka, 2013).
Faktor sosial budaya ini merupakan faktor eksternal untuk membentuk
perilaku manusia. Lingkungan sosial budaya ini erat kaitannya dengan
kejadian suatu penyakit termasuk malaria. (Santjaka, 2013).
Beberapa faktor yang terkait dengan lingkungan sosial budaya adalah
sebagai berikut :
a) Pendidikan dan pengetahuan
24
Tingkat pendidikan seseorang tidak dapat mempengaruhi secara
langsung dengan kejadian malaria, namun pendidikan seseorang dapat
mempengaruhi jenis pekerjaan dan tingkat pengetahuan orang tersebut.
Secara umum seseorang yang berpendidikan tinggi akan mempunyai
pekerjaan yang lebih layak dibanding seseorang yang berpendidikan rendah
dan akan mempunyai pengetahuan yang cukup terhadap masalah-masalah
yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Dengan pengetahuan yang cukup
yang didukung oleh pendidikan memadai akan berdampak kepada perilaku
seseorang dalam mengambil berbagai tindakan. (Santjaka, 2013).
Tingkat pengetahuan penduduk tentang penyakit malaria, diukur dari
beberapa pertanyaan, diantaranya mengenal gejala klinis malaria,
pengetahuan cara penularan, mengenal ciri nyamuk penular, mengetahui
tempat perindukan nyamuk, dan mengetahui cara mencegah penularan.
(Santjaka, 2013).
b) Pekerjaan
Seseorang apabila dikaitkan dengan jenis pekerjaannya, akan
mempunyai hubungan dengan kejadian malaria. Ada jenis pekerjaan
tertentu yang merupakan faktor risiko untuk terkena malaria misalnya
pekerjaan berkebun sampai menginap berminggu-minggu atau pekerjaan
menyadap karet di hutan, sebagai nelayan dimana harus menyiapkan
perahu di pagi buta untuk mencari ikan di laut dan lain sebagainya.
Pekerjaan tersebut akan memberi peluang kontak dengan nyamuk.
(Santjaka, 2013).
c) Kebiasaan penduduk dan adat istiadat
Kebiasaan-kebiasaan penduduk maupun adat istiadat setempat sangat
tergantung dengan lingkungan tempat tinggalnya. Banyak aktivitas
penduduk yang membuat seseorang dapat dengan mudah kontak dengan
nyamuk. Kebiasaan masyarakat dalam berpakaian, tidur tanpa
menggunakan obat anti nyamuk atau menggunakan kelambu, ke luar
rumah malam hari atau melakukan aktivitas di tempat-tempat yang teduh
dan gelap, misalnya kebiasaan buang hajat, dan lain-lain, sangat
25
berpengaruh terhadap terjadinya penularan penyakit malaria. (Santjaka,
2013).
Tindakan pencegahan perorangan yang utama adalah bagaimana
seseorang tersebut dapat menghindarkan diri dari gigitan namuk.
Kebiasaan keluar rumah pada malam hari yang dilakukan oleh masyarakat,
seperti ngobrol di pinggir pantai, nonton telivisi di warung-warung sampai
larut malam atau berjalan-jalan malam hari dengan bagian-bagian tubuh
yang dapat digigit nyamuk karena tidak tertutup, akan mendukung
terjadinya penularan malaria. (Santjaka, 2013).
26
Beberapa ras manusia atau kelompok penduduk mempunyai
kekebalan alamiah terhadap malaria, kelompok penduduk yang
mempunyai Haemoglobin S (Hb S) ternyata lebih tahan terhadap akibat
infeksi Plasmodium falsiparum. Hb S terdapat pada penderita dengan
kelainan darah yang merupakan penyakit keturunan/ herediter yang
disebut sickle cell anemia, yaitu suatu kelainan dimana sel darah merah
penderita berubah bentuknya mirip sabit apabila terjadi penurunan
tekanan oksigen udara. (Santjaka, 2013).
d) Riwayat malaria sebelumnya
Orang yang pernah terinfeksi malaria sebelumnya biasanya akan
terbentuk immunitas sehingga akan lebih tahan terhadap infeksi malaria.
Contohnya penduduk asli daerah endemik akan lebih tahan terhadap
malaria dibandingkan dengan pendatang dari daerah non endemis.
(Santjaka, 2013).
e) Pola hidup
Pola hidup seseorang atau sekelompok masyarakat berpengaruh
terhadap terjadinya penularan malaria seperti kebiasaan tidur tidak pakai
kelambu, dan sering berada di luar rumah pada malam hari tanpa menutup
badan dapat menjadi faktor risiko terjadinya penularan malaria. (Santjaka,
2013).
f) Status gizi
Status gizi erat kaitannya dengan sistim kekebalan tubuh. Apabila
status gizi seseorang baik akan mempunyai peranan dalam upaya melawan
semua agent yang masuk ke dalam tubuh. Defisiensi zat besi dan
riboflavin mempunyai efek protektif terhadap malaria berat. (Santjaka,
2013).
2) Nyamuk Anopheles (host definitive)
Pemahaman terhadap bionomik nyamuk penular malaria sangat penting
sebagai landasan untuk memahami pemutusan rantai penularan malaria.
bionomik nyamuk meliputi perilaku bertelur, larva, pupa dan dewasa,
misalnya perilaku menggigit, tempat dan waktu kapan bertelur, perilaku
27
perkawinan. Peran nyamuk sebagai penular malaria tergantung kepada
beberapa faktor, (Santjaka, 2013). antara lain :
a) Umur nyamuk
Diperlukan waktu untuk perkembangbiakan gametosit dalam tubuh
nyamuk untuk menjadi sporozoit. Apabila umur nyamuk lebih pendek dari
proses sporogoni (5 hingga 10 hari) maka dapat dipastikan nyamuk
tersebut tidak dapat menjadi vektor. (Santjaka, 2013).
b) Peluang kontak dengan manusia
Tidak selamanya nyamuk memiliki kesempatan ketemu dengan
manusia. Namun harus diwaspadai pada nyamuk yang memiliki sifat
zoofilik, meskipun lebih suka menggigit binatang, namun bila tak
dijumpai ternak juga akan menggigit manusia. Peluang kontak dengan
manusia merupakan kesempatan untuk menularkan atau menyuntikan
sporozoit ke dalam darah manusia. (Santjaka, 2013).
c) Frekuensi menggigit
Semakin sering seekor nyamuk menggigit semakin besar
kemungkinan dia berperan sebagai vektor penyakit malaria. (Santjaka,
2013).
d) Kerentanan nyamuk terhadap parasit itu sendiri
Nyamuk terlalu banyak parasit dalam perutnya bisa pecah atau
meletus dan mati karenanya. (Santjaka, 2013).
e) Ketersediaan manusia di sekitar nyamuk
Nyamuk itu memiliki bionomik atau kebiasaan menggigit di luar
rumah pada malam hari maka akan mencoba mencari manusia dan masuk
ke dalam rumah. Setalah menggigit beristirahat di dalam maupun di luar
rumah. (Santjaka, 2013).
f) Kepadatan nyamuk
Umur nyamuk dipengaruhi oleh suhu, dimana suhu kondusif berkisar
antara 25–30oC dan kelembaban 60–80%. Kalau populasi nyamuk cukup
banyak sedangkan populasi binatang atau manusia di sekitar tidak ada
maka kepadatan nyamuk akan merugikan populasi nyamuk itu sendiri.
Sedangkan bila pada satu wilayah cukup padat maka akan meningkatkan
28
kapasitas vektoral yakni kemungkinan tertular akan lebih besar. (Santjaka,
2013).
g) Kebiasaan menggigit
Nyamuk Anopheles betina menggigit antara waktu senja dan subuh,
dengan jumlah yang berbeda-beda menurut spesiesnya. (Santjaka, 2013).
Sedangkan kebiasaan makan dan istirahat nyamuk Anopheles menurut
Santjaka (2013) dapat dikelompokan sebagai :
(1) Endofilik : suka tinggal dalam rumah/ bangunan
(2) Eksofilik : suka tinggal di luar rumah
(3) Endofagik : suka menggigit dalam rumah/ bangunan
(4) Eksofagik : suka menggigit di luar rumah
29
2.1.1.9 Cara Penularan Malaria
Menurut Harijanto dan Nugroho (2009) Cara penularan penyakit malaria dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu :
a. Penularan secara alamiah (natural infection)
Malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Nyamuk ini jumlahnya kurang
lebih ada 80 spesies dan hanya terdapat 24 spesies yang menjadi vektor penyebar
malaria di Indonesia. Penularan secara alamiah terjadi melalui gigitan nyamuk
Anopheles betina yang telah terinfeksi oleh Plasmodium, sebagian besar spesies
menggigit pada senja dan menjelang malam hari. Beberapa vektor mempunyai
waktu puncak menggigit pada tengah malam dan menjelang fajar. (Harijanto dan
Nugroho, 2009).
Setelah nyamuk Anopheles betina mengisap darah yang mengandung parasit
pada stadium seksual (gametosit), gamet jantan dan betina bersatu membentuk
ookinet di perut nyamuk yang kemudian menembus di dinding perut nyamuk dan
membentuk kista pada lapisan luar dimana ribuan sporozoit dibentuk. Sporozoit-
sporozoit tersebut siap untuk ditularkan. Pada saat menggigit manusia, parasit
malaria yang ada dalam tubuh nyamuk masuk ke dalam darah manusia sehingga
manusia tersebut terinfeksi lalu menjadi sakit. (Harijanto dan Nugroho, 2009).
Penularan tidak alamiah (not natural infection) menurut Harijanto dan Nugroho
(2009) adalah:
1) Malaria bawaan
Terjadi pada bayi yang baru lahir karena ibunya menderita malaria.
Penularannya terjadi melalui tali pusat atau plasenta (transplasental).
2) Secara mekanik
Penularan terjadi melalui transfusi darah melalui jarum suntik.
3) Secara oral
Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung (P.gallinasium), burung
dara (P.relection) dan monyet (P.knowlesi).
30
2.1.1.10 Tindakan Pencegahan Malaria
Pencegahan adalah upaya kesehatan masyarakat yang dilakukan untuk menurunkan
penularan malaria di masyarakat membasmi malaria di daerah endemis didasarkan
pada pengobatan dengan obat dengan upaya pencegahan tepat yang sesuai dengan
lokas.
a. Pencegahan Berbasis Masyarakat
1) Perilaku hidup bersih dan sehat antara lain dengan memperhatikan
kebersihan lingkungan. Dengan menghilakn tempat perkembang biakan dan
siklus hidupnya nyamuk yang terdapat aquatic yaitu tempat menaruh telur di
air yang tergenang atau air yang mengalir. Tempat tempat yang menajdi
kawasan nyamuk yaitu pantai, rawa-rawa, sawah, tambang ikan, dan air
bersih yang di pengunungan.
2) Modifikasi lingkungan, dengan cara mengurangi dedaunan diantara pohon
sehingga tidak menutupi sinar matahari yang masuk ke permukaan tanah.
Sinar matahari yang masuk dapat meningkatkan suhu dan menurunkan
kelembapan. Dampaknya umur nyamuk semakin rendah, sehingga siklus
seksual plasmodium yang membentuk sporozot di dalam nyamuk tidak
terbentuk dan penularan tidak terjadi.
3) Semprotan insektisida residual didalam rumah. ini merupakan upaya yang
sangat berguna untuk menghilangkan penyebaran malaria di daerah endemis
secara cepat dilakukan dua kali sehari dalam setahun dengan melakukan
penyemprotan interval 6 bulan. Perlu di ketahui penyemprotan dengan
insektisida dengan efek residual pada tembok dan penggunaan kelambu
berinsektisida sebenarnya harus hati-hati karena dampak penggunaan dapat
menimbulkan resistensi vector pada akhirnya vector mengalami mutasi
genetic menjadi lebih tahap terhadap dosis insektisida.
b. Pencegahan Perorangan.
Pada pencegahan perorangan, penggunaan repelen untuk mencegah penyebaran
malaria. Hal-hal yang harus diperlukan untuk pencegahan gigitan nyamuk.
1) Jangan bepergian antar senja dan malam hari karena pada saat itu umumnya
nyamuk mengigit, kenakan celana pajang dan baju lengan panjang dengan
warna terang karena warna gelap menarik perhatian nyamuk.
31
2) Menggunakan obat nyamuk atau repelen pada kulit yang terbuka.
3) Gunakan kawat kasa anti nyamuk pada ventilasi rumah, jika tidak ada
tutuplah jendela dan pintu pada malam hari.
4) Menggunakan kelambu yang diberi insektisida saaat tidur malam hari.
5) Gunakan alat penyemprot atau dispenser insektisida yang berisi tablet yang
mengandung pyrethroid atau obat nyamuk bakar di kamar pada malam hari.
6) Obat-obatan bisa diminum untuk mencegah malaria selama melakukan
perjalanan ke daerah malaria. Obat ini mulai diminum satu minggu sebelum
perjalanan ke daerah malaria, dilanjutkan selama tinggal di daerah malaria
dan satu bulan setelah meninggalkan daerah malaria.Obat anti malaria untuk
tujuan profilaktik tidak harus secara otomatis diberikan kepada pelancong
yang berkunjung ke daerah malaria. Dianjurkan bagi yang bepergian ke
daerah malaria untuk membawa obat anti malaria.
32
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan
pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya,
sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Di samping itu puskesmas
aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program
pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang
dilakukan puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan
penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
B. Pusat pemberdayaan masyarakat.
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga
dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan, dan kemampuan
melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam
memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaannya, serta ikut menetapkan,
menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan
perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan
situasi, khususnya social budaya masyarakat setempat.
33
lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan
jiwa serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.
2.2.2.3 Peran dan Fungsi Perawat Puskesmas
praktik, dimana telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan diberi
keperawatan secara profesianal sesuai dengan kode etik profesi, dimana setiap
peran yang dinyatakan sebagai ciri terpisah demi untuk kejelasan. (Mubarak &
Chayatin, 2009).
profesional yang ideal adalah perawat komunitas yang memiliki latar belakang
perawat melekat secara bersamaan dalam tugas perawat antara lain peran sebagai
34
peneliti, dan pembaharu (inovator). Namun karena masih rendahnya tingkat
pendidikan yaitu mayoritas pendidikan SPK dan Diploma, dari seluruh peran dan
fungsi yang harus dilakukan oleh perawat, hanya 6 saja yang menjadi prioritas
merupakan peran utama bagi perawat diman perawat dapat memberikan asuhan
rasa aman bagi klien, melindungi hak dan kewajiban klien agar tetap terlaksana
dengan seimbang antara lain, memfasilitasi klien dengan anggota tim kesehatan
maupun secara tidak langsung (indirect care) pada berbagai tatanan kesehatan
(Depkes, 2014).
2. Penemu Kasus
35
Perawat puskesmas berperan dalam mendeteksi serta dalam menemukan
dilakukan dengan jalan mencari langsung ke masyarakat (active case finding) dan
dapat pula didapat secara tidak langsung yaitu pada kunjungan pasien ke
puskesmas (pasif case finding). Perawat kesehatan masyarakat harus peka dan
sadar pada area yang memiliki kelompok resiko tinggi dalam masyarakat. Sangat
penting bagi perawat kesehatan masyarakat untuk mengikuti kontak individu atau
3. Pendidik Kesehatan
perilaku seperti yang diharapkan dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
pelaksanaan dan evaluasi. Hal ini sejalan dengan proses keperawatan, yaitu dalam
fase pengkajian seorang perawat mengkaji kebutuhan pembelajaran bagi klien dan
informasi yang tepat untuk kesehatan dan gaya hidup antara lain informasi
36
yangtepat tentang penyakit, pengobatan, serta menolong klien menyeleksi
informasi kesehatan yang bersumber dari buku-buku, koran, televisi atau teman.
2009).
dengan tim kesehatan yang lain, baik perawat dengan dokter, perawat dengan ahli
gizi, perawat dengan ahli radiologi dan lain-lain dalam kaitannya mempercepat
anggota tim kesehatan, karena klien menerima pelayanan dari banyak profesi
bekerja sama (kolaborasi) dengan tenaga kesehatan lain atau keluarga dalam
pelayanan kesehatan dan sektor terkait lainnya (Depkes, 2014). Peran ini salah
5. Konselor
masyarakat. Kegiatan yang dapat dilakukan perawat puskesmas antara lain adalah
sehat atau adanya perubahan pola interaksi yang lebih baik dari individu, keluarga
Perawat puskesmas harus dapat memberikan contoh yang baik dalam bidang
bagaimana cara tata hidup sehat yang dapat ditiru dan dicontoh oleh masyarakat
hidup yang sehat, baik dalam tingkat pencegahan yang pertama, kedua maupun
yang ketiga yang dalam kehidupan sehari-hari dapat menjadi contoh masyarakat.
teratur, menjaga berat badan, tidak merokok, menyediakan waktu untuk istirahat
perannya. Fungsi dapat berubah dari suatu keadaan ke keadaan lain ( Mubarak,
38
2005). Dalam menjalankan perannya perawat dibagi menjadi 3 fungsi yaitu:
mandiri, tidak tergantung pada orang lain atau tim kesehatan lain. Perawat harus
spiritual, mulai dari tingkat individu yang utuh, mencakup seluruh siklus
kehidupan sampai pada tingkat masyarakat, yang juga mencerminkan pada tidak
molekular. Kegiatan ini dilakukan dengan diprakarsai oleh perawat, dan perawat
tindakannya.
keshatan lain. Kegiatan ini dilakukan dan dilaksanakan oleh seorang perawat atas
instruksi dari tim kesehatan lainnya (dokter, ahli gizi, radiologi dan lainnya). Agar
c. Fungsi Interdependent Fungsi ini berupa kerja tim yang sifatnya saling
mempunyai penyakit kompleks. Keadaan tersebut tidak dapat diatasi hanya oleh
43
g. Sosial,bidaya dan ekonomi
kebiasaan dan tradisi yang biasa dilakukan orang-orang tidak melalui penalaran
apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian, seseorang akan
bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang
juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan
tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan
seseorang.
h. Lingkungan
lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan
fisik, biologis, maupun sosial. lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya
pengetahuan kedalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. hal ini
terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan direspon
sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
i. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang
diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu.Pengalaman
belajar dalam bekerja yang dikembangkan akan memberikan pengetahuandan
keterampilan profesional, serta dapat mengembangkan kemampuan mengambil
keputusan yang merupakan manisfestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah
dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerja.
j. Usia
usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah
usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnyasehingga
pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu
akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial, serta lebih
banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju
usia tua.kemampuan intelektual, pemenuhan masalah, dan kemampuan verbal
dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisional
mengenai jalannya perkembangan selama hidup adalah sebagai berikut: Semakin
tua semakin bijaksana, semakin banyak in$ormasi yang dijumpaisemakin banyak
hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuan.tidak dapat mengajarkan
44
kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karenatelah mengalami
kemunduran baik $isik maupun mental. Dapatdiperkirakan #; akan menurun
sejalan dengan bertambahnya usia,khususnya pada beberapa kemampuan yang
lain, seperti kosa kata dan pengetahuan umum. "eberapa teori berpendapat ternyata
seseorang akanmenurun ukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia (agus,
2020).
2. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran dapat dilakukan dengan cara wawancara atau angket yang menanyakan
tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden.Dalam mengukur
pengetahuan harus diperhatikan rumusan kalimat pertanyaan menuruttahapan
pengetahuan (Agus, 2013').Skala ini menggunakan data kuantitatif yang berbentuk
angka-angka yang menggunakan alternatif jawaban serta menggunakan peningkatan
yaitu kolom menunjukkan letak ini maka sebagai konsekuensinya setiap tentangan
pada kolom jawaban menunjukkan nilai tertentu. Dengan demikian analisa data
dilakukan dengan mencermati banyaknya tentangan dalam setiap kolom yang
berbedanilainya lalu mengalihkan frekuensi pada masing-masing kolom yang
bersangkutan. Disini peneliti hanya menggunakan 2 pilihan yaitu benar (B) dan Salah
(S).
45
2.2.4 Konsep Perilaku
2.2..4.1 Definisi
Perilaku adalah suatu rangkain kegiatan, tindakan dan aktivitas yang dilakukan oleh
manusia itu sendri antara lain seperti menangis, berjalan, berlari, tertawa, menulis,
membaca dan lain sebagiannya (Kholid, 2015).
Perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar
organisme (orang) namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada
karakteristik ataupun faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan (Azwar, 2016).
Perilaku merupakan suatu tindakan atau kegiatan aktifitas yang dilakukan oleh
makhluk hidup tersebut. Oleh karena itu dari sudut pandang biologis semua makhluk
hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia itu berperilaku, dapat
dilihat dari aktifitas yang dilakukan masing-masing. Pada hakikatnya faktor perilaku
adalah aktifitas yang dilakukan oleh makhluk hidup itu sendiri yang dapat
menghasilkan ketidakseimbangan antara agent, host dan lingkungan yang memengan
perang terhadap status kesehatan.Kejadian malaria dapat terjadi oleh faktor perilaku.
Dapat disimpulkan bahwa perilaku merupakan reaksi dari tindakan seseorangyang
dilakukan sehingga dapat di amati oleh semua orang ataupun tidak dapat diamati dari
luar.
2.2.4.2 Klasifikasi
Berdasarkan bentuk respon terhadap stimulus, perilaku dibedakan menjadi dua yaitu,
(Kholid, 2015):
a. Perilaku terbuka (Overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.
Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek,
yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.
b. Perilaku tertutup (Covert behavior )
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup
(covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
46
2.2.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengarahi Perilaku
Menurut Gree dalam (Notoatmodjo,2014) mengklasifikasikan menjadi faktor yang
mempengaruhi Perilaku kesehatan,yaitu:
a. Faktor pendukung ( Enabling factor )
Yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-
fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat
steril dan sebagainya.
b. faktor pendorong ( Reinforcing factor )
Yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain,
yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
c. Faktor Predisposisi ( Predisposing factor )
Merupakan faktor internal yang ada pada diri individu, kelompok, dan masyarakat
yang mempermudah individu berperilaku seperti pengetahuan,sikap, kepercayaan,
nilai-nilai dan budaya. Faktor- faktor yang berhubungan dengan perilaku salah
satunya adalah pengetahuan.Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang atauover behavior.
2.2.4.4 Determinan Perilaku
Determina perilaku adalah Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap
stimulus yang berbeda. Determina perilakudibagi menjadi dua yaitu,(Notoatmodjo,
Ilmu Perilaku Kesehatan, 2014) :
a. Determinan atau faktor internal yakni karakteristik orang yang bersangkutan,
yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat
emosional,jenis kelamin,dan sebagainya.
b. Determinan atau faktor eksternal yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial
budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan
faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang membagi perilaku
manusia dalam 3 domain. Ketiga domain tersebut adalah sebagai berikut:
1) Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2014), pengetahuan adalah merupakan hasil dari
tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera
47
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
2) Tahu (know). Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, termasuk mengingat kembali (recall). Merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Contoh : Dapat menyebutkan cara mencuci
tangan dengan benar.
3) Memahami (comprehension). Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menafsirkan secara benar materi tersebut. Contohnya dapat menjelaskan
bagaimana cara pencegahandan penanggulangan diare.
4) Aplikasi (application). Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).
Misalnya kegiatan buang air besar di jamban, mencuci tangan dengan sabun
dan air mengalir sebelum dan sesudah makan.
5) Analisis (analysis). Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam
satu struktur dan berkaitan.
6) Sintesis (synthesis). Diartikan sebagai kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru, menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi lama yang ada.
7) Evaluasi (evaluation). Diartikan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek. Misalnya dengan diketahui
bahaya diare bagi kesehatan manusia maka seseorang menempatkan diare
sebagai masalah serius.
8) Sikap
Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap suatu objek.
Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang
paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain
maupun objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu
terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa
alasan, antara lain:
48
a. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada
banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.
b. Nilai (value) didalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai
yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup
bermasyarakat.
c. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada
pengalaman orang lain.
d. Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat
itu.
9) Tindakan.
Tindakan merupakan respon terhadap rangsangan yang bersifat aktif dan
dapat diamati. Berbeda dengan sikap yang bersifat pasif dan tidak dapat
diamati. Untuk mendukung sikap menjadi tindakan selain diperlukan faktor
pendukung seperti fasilitas, pihak yang mendukung sangat penting perannya.
Tindakan mempunyai beberapa tingkatan:
a. Persepsi (perception) merupakan praktek tingkat pertama, diharapkan
seseorang dapat mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan
dengan tindakan yang akan diambil.
b. Respon Terpimpin (guided response) merupakan praktek tingkat kedua,
apabila seseorang dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang
benar dan sesuai contoh maka ia dapat dikatakan sudah melakukan respon
terpimpin.
c. Mekanisme (mechanism) apabila seseorang telah dapat melakukan
sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan
kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga yaitu tahap
mekanisme.
49
2.2.5 KONSEP SIKAP
2.2.5.1 . Konsep Sikap
Sikap adalah kecenderungan individu untuk bertingkahlaku berdasarkan pengetahuan,
perasaan dan kemauannya. Menurut Walgito (2004), sikap mengandung tiga komponen:
a. Kognitif (konseptual)
Komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan yang berkaitan
dengan bagaimana orang mempersepsi objek sikap. Komponen perkembangan kognitif
yang ditinjau dari pengetahuan menjadi focus utama karena perkembangan kognitif
mempengaruhi semua aktifitas pembelajaran.
b. Afektif (emosional)
Komponen afektif yaitu yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang
terhadap objek sikap. Komponen ini perlu mendapat penekanan secara khusus karena
sikap afektif ini merupakan sumber motif yang terdapat di dalam diri individu. Sikap
belajar yang positif dapat disamakan dengan minat, sedangkan minat akan memperlancar
jalannya pelajaran siswa yang malas, tidak mau belajar yang disebabkan oleh tidak
adanya minat. Jadi sikap siswa dapat dipengaruhi oleh motifasi sehingga ia dapat
menentukan sikap belajar. Kemudian diyakini bahwa objek yang menarik minat siswa
misalnya terhadap proses pemmbelajaran di kelas akan menjadi dasar motifasi siswa
sehingga akan menentukkan sikap siswa untuk belajar.
c. Konatif (perilaku)
Komponen konatif yaitu komponen yang berkaitan dengan kecenderungan untuk
berperilaku terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu
menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang
terhadap objek sikap.
Secara garis besar komponen sikap kognitif ini berpengaruh terhadap komponen afektif
(emosional) yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang
terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal positif , sedang rasa tidak senang
merupakan hal yang negative. Kemudian sikap tersebut diaplikasikan dalam bentuk
perilaku, yaitu komponen yang berkaitan dengan kecenderungan untuk berperilaku. New
50
Comb, Turner dan Converse (1985) mengemukakan hal ini berkaitan dengan fungsi
sikap, sebagai berikut:
Agar dapat memperoleh kehidupan yang dicitakan individu memerlukan antara lain :
Cara – cara tersebut bilamana dimiliki seseorang akan mencirikan sikap positifnya. Sikap
positif terkait erat dengan keberhasilan seorang demikian sebaliknya. Oleh sebab itu
sikap positif perlu dikembangkan dan dipelihara.
52
2.2.6 Kerangka Teori
Malaria
1. Pengertian Malaria
2. Etiologi
3. Siklus Hidup
4. Vektor Malaria
5. Epidemiologi
6. Gambaran klinis
7. Faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya
malaria
8. Cara Penularan Malaria
9. TindakanPencegahan
Malaria
Malaria
1. Faktor Predisposisi :
2. Faktor pendukung :
3. Faktor penguat :
53
BAB III
METODE PENELITIAN
Pengetahuan
Sikap PencegahanPenyakit
malaria
Prilaku
(Setiadi, 2013).
Keterangan :
54
3.3..1 Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan penelitian Deskriptif Kuantitatif. Desain
penilitian Deskriptif Kuantitatif adalah desain penelitian yang dilakukan untuk
menggambarkan fenomena atau keadaan secara objektif. (Putri, 2019). Dengan
pendekatan Cross sectional. Pendekatan Cross sectional atau peneltian seksional silang
yaitu variabel sebab atau resiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada objek penilitian
diukur dan dikumpulkan secara simultan, sesaat atau satu kali saja dalam satu kali waktu
bersamaan (Putri, 2019). Penelitian ini akan mengungkap seberapa jauh Faktor Resiko
Yang Berhubungan Dengan Kejadian Malaria Di Puskesmas Pagai Kabupaten Jayapura.
3.3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
A. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Puskesmas pagai kabupaten jayapura.Berdasarkan studi
pendahuluan yang di lakukan peneliti pada Puskesmas Pagai Kabupaten jayapura,
Menunjukkan bahwa malaria masih menjadi permasalahan utama di dalam 10 besar
penyakit, Puskesmas pagai Kabupaten Jayapura mencatat pada tahun 2021 dari daftar
10 besar penyakit malaria masuk dalam urutan ke- 4 . Dengan jumlah kasus malaria
yang terdiri dari semua umur dan jenis kelamin adalah 87 kasus.
B. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret – Juli tahun 2022
3.3.3. Populasi dan Sampel
A. Populasi
Populasi adalah keseluruluhan jumlah yang terdiri atas obyek atau subyak yang
mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
diteliti dan kemudianditarik kesimpulan (Sujarweni, 2020).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang datang berobat di puskesmas
pagai dengan hasil pemeriksaan positif malaria, rata-rata per tahun 87 orang .
B. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karateristik yang dimiliki oleh populasi yang
digunakan untuk penelitian, sedangkan teknik pengambilan sampel disebut sampling
(Sugiyono, 2016). Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan
probability sampling yaitu bahwa setiap subjek dalam populasi mempunyai
55
kesempatan untuk terpilih atau tidak terpilih sebagai sampel (Nursalam, 2016).
Perhitungan sampel menggunakan rumus Slovin adalah sebagai berikut:
N
𝑛=
1 + Ne²
Keterangan :
n = Ukuran Sampel
N = Ukuran Populasi
e = Standart Error (5%)
Jadi besaran sampel adalah:
87
n=
1 + 87 (0,05²)
87
=
1 + 87 x 0,0025
87 87
= =
1 + 0,2175 1,2175
= 71,45 dibulatkan menjadi 72 sampel.
Sehingga dari total 87 Populasi yang tersedia, jumlah sample yang terambil adalah
sebanyak 72 responden.
1. Teknik Sampling
Teknik Pengambilan Sampel dalam penelitian ini menggunakan accidential sampling
yaitu pengambilan sampel yang dilakukan dengan mengambil kasus atau responden
yang kebetulan ada atau tersedia. (Suyanto, 2011).
a. Kriteria inklusi Dalam dalam hal ini kriteria inklusinya adalah:
Pasien yang dating berobat di puskesmas pagai kabupaten jayapura.
Pasien yang bersedia menjadi responden.
b. Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan yang memenuhi kriteria
inklusi karena berbagai sebab (Suyanto, 2011).
Dalam hal ini kriteria inklusi adalah:
pasien yang tidak ada di tempat saat penelitian
pasien yang dalam kondisi sakit sehingga tidak dapat mengisi kuesioner.
56
3.2 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan variabel operasional yang dilakukan penelitian
berdasarkan karakteristik yang diamati. Definisi operasional ditentukan berdasarkan
parameter ukuran dalam penelitian (Notoadmojo, 2014).
Variabel Definisi Alat dan Hasil Ukur Skala
operasional cara
ukur
A. Karakteristik Responden
Umur Rentang usia Kuesione 1. Remaja (13-19
responden r tahun)
terhitung dari 2. Dewasa awal
lahir dan sata (20-25 tahun)
penelitian 3. Dewasa tengah
(26-35 tahun)
4. Dewasa akhir
(36-45 tahun)
5. Pra Lansia (46-
59 tahun)
Lansia (> 60
tahun)
Jenis Perbedaan sex Kuesione 1. Laki-Laki
Kelamin responden antara r 2. Perempuan
laki-laki dan
perempuan
Pekerjaan Aktifitas Kuesione 1. Tidak kerja
responden dalam r 2. Bekerja
menambah
pendapatan
Pendidikan Tingkat 1. Tidak Sekolah
pendidikan akhir 2. SD
responden 3. SMP
4. SMA
57
5. Perguruan
Tinggi
B. segala sesuatu Kuesione 1. Baik > Mean Ordin
Pengetahuan yang diketahui r atau Median al
oleh masyarakat 2. Kurang ≤
penyakit Malaria Mean atau
dan pencegahan Median
penyakit Malaria
A. Sikap Reaksi atau repon Kuesione 1. Baik > Ordin
masyarakat yang r Mean atau al
masih tertutup Median
terhadap 2. Kurang ≤
penyakit Malaria Mean atau
dan pencegahan Median
penyakit Malaria
B. Tindakan Tindakan yang di Kuesione 1. Baik > Ordin
lakukan r Mean atau al
masyarakat Median
terhadap penyakit 2. Kurang ≤
Malaria dan Mean atau
pencegahan Median
penyakit Malaria
F
P= × 100 %
n
Keterangan :
P= Presentase
F= Frekuensi jawaban benar
n= Jumlah pertanyaan
C. Prosedur Pengumpulan Data
Sebelum peneliti membagikan kuesioner, terlebih dahulu yang peneliti lakukan adalah
sebagai berikut:
1. Meminta izin dari Kepala Puskesmas Pagai untuk melakukan penelitian.
2. Memberikan informed cosent kepada pasien dengan memberikan penjelasan maksud
dan tujuan penelitian. Jika setuju, maka diberikan lembar informed consent sebagai
bukti persetujuan pasien.
3. Kemudian peneliti membagikan kuesioner dalam bentuk angket kepada responden.
59
4. Waktu pengisian penelitian dilakukan selama 30 menit. Kemudian dikumpul
kembali.
5. Hasil kuesioner kemudian dicek kelengkapan pengisian, dinilai dan dianalisis.
6. Hasil analisis dipresentasikan.
D. Etika dalam Penelitian
Sesuai dengan Komite Nasional Etik Penelitian Kesehatan Indonesia, maka aplikasi
prinsip dasar etika penelitian, terdiri dari: perfect for person, beneficince, justice, risiko
persetujuan etika risiko (etical clearance) dan cara menghindari risiko (Kemenkes RI,
2017).
1. Informed consent (lembar persetujuan)
Sebelum menjadi responden, subyek meminta persetujuan dari Kepala Puskesmas dala
m pengambilan data sekunder.
2. Anonimity (tanpa nama)
Responden tidak mencantumkan nama pada lembar kuesioner, peneliti hanya meminta
nomor kuesioner.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Responden yang memberikan informasi dijaga kerahasiannya oleh peneliti. Data hanya
disajikan kepada kelompok tertentu yang berhubungan dengan penelitian.
4. Fidelity (Kesetiaan)
Pada penelitian ini, peneliti akan membuat kesepakatan dan bertanggung jawab atas
semua data yang telah dipercayakan oleh responden kepada peneliti.
5. Non-maleficent (Tidak Merugikan)
Dalam penelitian ini, peneliti akan mengusahakan bahwa dalam penelitian tidak
menimbulkan kerugiaan, bahaya dan cedera fisik kepada peneliti atau responden.
6. Justice (Keadilan)
Dalam penelitian ini, peneliti akan memperlakukan sama pada semua yang menjadi
responden, dengan adil dan baik pada saat melakukan penelitian.
7. Beneficence (Manfaat)
Peneliti akan menjelaskan tujuan dan manfaat dilakukannya penelitian kepada setiap
responden.
60
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Supri, 2008. Faktor Risiko Kejadian Malaria di Desa Lubuk Nipis Kecamatan
Tanjung Agung Kabupaten Muara Enim. Tesis tidak diterbitkan. Program
Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.
Damar T. 2008. Mata Kuliah Pengendalian Vektor Nomenklatur, klasifikasi dan Toxonomi
Nyamuk, Pasca Sarjana Undip. Semarang
Depkes RI,. 2008. Pelayanan Kefarmasian Untuk Penyakit Malaria. Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian, dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan RI.
Dinas Kesehatan Provinsi Papua, 2008. Profil kesehatan Provinsi papua. Dinkes Papua.
Jayapura.
61
Harijanto P, 2000. Malaria : Epidemiologi, patologis, manifestasi klinik & penanganan, EGC,
Jakarta.
Harijanto PN. Malaria. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata, Setiati S,
Syam AF, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed ke-6. Jakarta: Interna
Publishing; 2014: 595-610.
Malaria. Dalam: Depkes RI. eds. Infodatin Pusat Data Dan Informasi Kementrian Kesehatan
RI ; 2016.
Notoatmodjo S. 2010. Promosi Kesehatan Teori Dan Aplikasi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Notoatmodjo S. 2012. Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Prabowo, A. 2004. Malaria, Mencegah dan Mengatasinya. Cetakan 1. Puspa Swara. Jakarta.
Saryono. 2009. Metodologi Penelitian Kesehatan Penuntun Praktis Bagi Pemula. Jogjakarta :
Mitra Cendikia Press.
World Health Organization. World malaria report 2014. Switzerland: WHO Press; 2014.
Konsep-Sikap-Dan-Perilaku Empatihttps://id.scribd.com/doc/201888001/#download
62
Lampiran 1
PERMOHONAN MENJADI PARTISIPAN
Dengan hormat.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengembangan keperawatan yang berpengaruh
terhadap mutu pelayanan kesehatan, sehingga saya mengharapkan partisipasi Bapak/Ibu
berperan serta guna mencapai tujuan dan maksud dalam pengembangan pelayanan
Keperawatan dengan identitas sebagai berikut:
Nama : Juliana M A M. Wakum
Jurusan : S1 Keperawatan
NIM : 2020082024027
Kampus : Universitas Cendrawasi Jayapura
Adapun judul penelitian saya adalah :
GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT
TENTANG PENCEGAHAN PENYAKIT MALARIA DI PUSKESMAS PAGAI
KABUPATEN JAYAPURA
Untuk maksud di atas, maka kami mohon kepada Bapak/Ibu untuk menjadi partisipan dalam
penelitian ini.Adapun hal-hal yang perlu Bapak/Ibu, Sdr/i, ketahui bahwa tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Masyarakat Tentang Pencegahan Penyakit Malaria di Puskesmas Pagai Kabupaten Jayapura.
Adapun waktu penelitian paling banyak tiga puluh menit. Selama masa penelitian Bapak/Ibu
diharapkan menjawab petanyaan yang diajukan oleh peneliti dari kuesioner ini. Identitas
Bapak/Ibu, Sdr/i, akan dirahasiakan sepenuhnya oleh peneliti, dan hanya data yang
Bapak/Ibu, Sdr/i, isikan yang akan digunakan demi kepentingan penelitian. Penelitian ini
tidak akan memungut biaya sedikitpun. Jika kemudian Bapak/Ibu, Sdr/i, berkeberatan untuk
meneruskan penelitian ini, mahasiswa boleh mengundurkan diri dari penelitian. Hal-hal yang
belum jelas dapat ditanyakan pada peneliti.
Peneliti
Juliana M A M. Wakum
63
Lampiran 2
SURAT PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN
Setelah mendapatkan pengertian secukupnya tentang tujuan penelitian dan pengaruh
penelitian bagi diri saya, maka saya menyatakan bersedia untuk menjadi peserta/partisipan
penelitian yang dilakukan oleh Juliana Wakum dengan judul :
Persetujuan ini saya buat dengan sadar dan tanpa paksaan dari siapapun. Demikian
persetujuan ini saya buat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Jayapura, ………………………2022
Yang menyetujui,
( …………………… )
64
Lampiran 3
Kuisoner
Karateristik responden
Nama :
SMP
SMA
Perguruan tinggi
Status pekerjaan : Petani
Pegawai
Pelajar
Dan lain-lain
Sumber Informasi
Dari mana informasi tentang penyakit malaria yang pernah anda peroleh ?
a. Televisi
b. Radio
c. Leaflet
d. Majalah/Koran
e. Teman/tetangga
f. Petugas Kesehatan
g. Dan lain-lain (sebutkan)
65
No. Pertanyaan Setuju Tidak
setuju
10. Jika sudah ada penderita 3 orang atau lebih dalam satu
lingkungan sebaiknya tidak perlu dilakukan penyemprotan
rumah dalam menanggulangi malaria.
66
13. Mengubur barang-barang bekas adalah mencegah penularan
penyakit malaria.
15. Pada tempat yang ada air tergenang, sawah, kolam, saluran irigasi,
tambak dan tumpukan sampah merupakan lingkungan yang paling
disukai oleh nyamuk malaria.
16. Apabila ada parit atau saluran yang tersumbat di sekitar rumah
oleh sampah maka langsung dibersihkan.
67
68