Anda di halaman 1dari 10

Pemodelan Spasial Pengaruh Kegiatan Industri Migas Terhadap Harga Lahan di Kabupaten…………(Iman & Dwicaksono)

Identifikasi Pengaruh Lokasi Kegiatan Industri Migas Terhadap


Harga Lahan di Kabupaten Bojonegoro
(Studi Kasus: Kecamatan Gayam)
(Identification of the Effect on Oil and Gas Industry Activities Location to Land Prices in
Bojonegoro Regency (A Study Case of Gayam District))

Hanafi Kholifatul Iman1*, Adenantera Dwicaksono1


1
Institut Teknologi Bandung
E-mail: hanafikholifatuliman@gmail.com

ABSTRAK
Dinamika perubahan guna lahan mengimplikasikan perubahan yang terjadi dan pemanfaatan sumber daya di suatu
wilayah. Kecamatan Gayam, sebagai hasil pemekaran berhasil menjadi kecamatan dengan tingkat perubahan
perekonomian yang tinggi dengan adanya wilayah pengeboran migas yang beroperasi. Tujuan dari penelitian ini berfokus
untuk mengidentifikasi pengaruh adanya lokasi industri migas terhadap harga lahan di Kecamatan Gayam. Data
didapatkan dari obervasi, wawancara dan pengumpulan data sekunder dan dianalisis menggunakan metode kuantitatif
dengan analisis statistik deskriptif, spasial, serta pemodelan spasial statistik untuk mendapatkan model kegiatan industri
terhadap harga lahan. Penelitian ini menghasilkan bahwa model regresi spasial lag dapat menjelaskan model hingga
89,21%. Kemudian, disimpulkan bahwa model regresi spasial lag menghasilkan nilai terbaik menjelaskan model harga
lahan di Kecamatan Gayam. Akan tetapi, terdapat indikasi adanya bias pada variabel seperti variabel kawasan non-
terbangun, jumlah fasilitas, dan polusi. Oleh karena itu, disimpulkan pemodelan ini tidak ditemukan bukti yang
meyakinkan bahwa aktivitas migas berdampak pada harga lahan.
Kata kunci: dampak, harga lahan, industri migas, regresi spasial

ABSTRACT
The dynamics of land use change imply changes that occur and the use of resources in an area. Gayam District, as a
result of the division, has succeeded in becoming a sub-district with a high level of economic change with the presence
of an operating oil and gas drilling area. The purpose of this study focuses on identifying the effect of the location of the
oil and gas industry on land prices in Gayam District. Data was obtained from observation, interview, and secondary
data collection and analyzed using quantitative methods with descriptive statistical analysis, and spatial statistical
modeling to obtain a model of industrial activity on land prices. This research results that the spatial lag regression
model can explain the model up to 89.21%. Then, it is concluded that the spatial lag regression model produces the best
value explaining the land price model in Gayam District. However, there are indications of bias in variables such as non-
built area variables, number of facilities, and pollution. Therefore, it is concluded that this modeling does not find
convincing evidence that oil and gas activities have an impact on land prices.

Keywords: impact, land prices, oil and gas industry, spatial regression

PENDAHULUAN

Dinamika perubahan guna lahan secara otomatis mengimplikasikan perubahan yang terjadi, baik dari
interaksi sesame manusia maupun dengan lingkungan sekitarnya. Perkembangan wilayah ini terjadi cukup
kompleks juga harus didukung oleh banyak aspek seperti aspek ekonomi, aspek sosial, lingkungan, hingga
pemerintah karena akan mengakibatkan adanya perubahan secara struktural (Nugroho & Dahuri, 2004). Hal
ini dikarenakan adanya indikasi perubahan pemanfaatan lahan serta perubahan perekonomian yang terjadi.
Dalam menilai sejauh mana kontribusi dari adanya kegiatan industri, dapat dilihat melalui beberapa indikator
seperti yang terdapat dalam PDRB setiap wilayah. Adanya perubahan dari sektor pertanian ke sektor industri
menjadi salah satu indikasi perubahan perekonomian dari sektor tradisional menjadi modern (Lauer, 1993).
Perkembangan industri yang terjadi memiliki hubungan yang erat dengan perkembangan sosial
masyarakat dan struktur ekonomi yang juga berimplikasi pada pola pemanfaatan lahan (Abdullah, 2010).
Lebih lanjut lagi, (Ghifariansyah & Ritohardoyo, 2019) menjelaskan bahwa perubahan penggunaan lahan juga
dapat ditandai dengan adanya kondisi supply dan demand dari lahan yang harus dipenuhi agar kegiatan yang
direncanakan dapat terealisasikan. Namun, jika demand yang terjadi menggambarkan kondisi yang inelastik

1395
Seminar Nasional Official Statistics 2022

sempurna menjadikan harga lahan pada lokasi tersebut menjadi lebih mahal. Hal ini dikarenakan lahan yang
disediakan cenderung tetap dan tidak bertambah, namun permintaan selalu bertambah. Menurut Chapin dalam
(Ernawati, 2005), terdapat pusat-pusat pengelompokkan industri dan perdagangan yang menyebar memiliki
nilai tanah yang tinggi daripada di sekitarnya, dan biasanya dikelilingi oleh permukiman. Kegiatan industri
yang membuat kluster dengan permukiman menyebabkan adanya perbedaan dengan wilayah lain.
Kabupaten Bojonegoro memiliki sumber daya migas terus melakukan pemaksimalan pengembangan
potensi migas yang ada. Tidak hanya itu, Kabupaten Bojonegoro juga menjadi wilayah pengeboran Blok Cepu
bersama dengan Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah sebagai satu kesatuan wilayah produksi
migas terbesar di Indonesia. Hal ini juga berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bojonegoro
yang secara umum pada tahun 2019 mengalami peningkatan yang terlihat dari peningkatan PDRB Bojonegoro
sebesar 6,32% dari tahun sebelumnya. Apabila dilihat dalam sektoral, PDRB Kabupaten Bojonegoro paling
banyak dihasilkan dari kontribusi sektor Pertambangan dan Penggalian yakni sebanyak 49%.
Tidak hanya itu, dampak yang dihasilkan oleh kegiatan industri migas, juga dapat menjadi salah satu
pertimbangan dalam penentuan harga lahan. Hal ini disebabkan karena adanya dampak lingkungan yang
dihasilkan yang juga bisa menjadi pertimbangan bagi seseorang untuk memilih lokasi tempat tinggal. Tidak
hanya itu, dampak lainnya adalah kekeringan, keterbatasan akses untuk air bersih, hingga kenaikan suhu iklim
mikro (microclimate) wilayah terjadi cukup intens, khususnya di wilayah sekitar operasi. Dalam Brown dan
Gillespie (1995), menjelaskan bahwa suhu iklim mikro dipengaruhi oleh radiasi matahari, suhu udara,
kelembaban, hingga curah hujan.
Harga lahan dan rumah yang berada di lokasi tersebut juga memungkinkan untuk terpengaruh. Maka
untuk menjelaskan bagaimana ketergantungan dan keterikatan dari pengaruh adanya industri migas ini
terhadap perubahan harga lahan, dilakukan analisis spasial ekonomika dengan melihat pemodelan secara
spasial apakah model harga lahan ini berfungsi secara spasial sehingga rekomendasi yang didapatkan lebih
tepat sasaran (Wijayanti & Widjonarko, 2015). Pemodelan harga lahan secara spasial dirasa sangat akurat dan
ampuh dalam menilai suatu penelitian dan perencanaan, dan dapat digunakan dan diaplikasikan pada proses
perencanaan wilayah dan kota untuk dapat mengatasi masalah yang ada (Sasono, 2017) dan (Pratiwi &
Rahardjo, 2018).
Harga lahan merupakan penilaian lahan yang ditentukan dari harga nominal satuan uang untuk satuan
luas yang berlaku pada pasar lahan (Drabkin, 1997). Menurut (Prasetya & Sunaryo, 2013) menjelaskan bahwa
teori yang menjelaskan penentuan harga tanah oleh pemegang hak atas tanah didasari beberapa hal seperti
didasarkan atas kesuburan tanah, jarak metrik ke pusat kegiatan sosial-ekonomi, faktor intrinsik (luas tanah,
status), faktor lokasi (kedekatan ke pusat kegiatan) serta faktor lingkungan sekitarnya (polusi, kebisingan,
etnis, lanskap). Harga lahan ini dapat dilakukan pemodelan dengan beberapa cara seperti melalui pemodelan
dengan regresi dan regresi spasial (Wijayanti & Widjonarko, 2015) (Sasono, 2017). Beberapa penelitian
sebelumnya yang telah dilakukan menjelaskan bahwa harga lahan yang dimodelkan, dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti faktor sarana pelayanan umum, yang dapat dilihat dari fasilitas peribadatan,
pendidikan, kesehatan, perkantoran, dan perdagangan dan jasa, faktor jaringan transportasi yang meliputi
interchange gerbang tol, jalan kolektor, jalan lingkungan, dan jalur angkutan umum, faktor lingkungan
permukiman yang dapat dijelaskan dari daerah rawan banjir, kawasan permukiman, dan sungai, serta faktor
terakhir adalah faktor kebijakan pemerintah yang dapat dijelaskan melalui rencana kawasan industri, rencana
jaringan jalan, rencana kawaan permukiman. dari seluruh faktor-faktor tersebut diukur dengan menggunakan
jarak dari masing-masing lokasi ke faktor-faktor tersebut (Sasono, 2017). Wijayanti dan Widjonarko (2015)
yang dilakukan dengan metode regresi linear berganda dan menghasilkan bahwa harga lahan cenderung lebih
tinggi pada kawasan pusat kota dan di sepanjang jaringan jalan dengan memperhatikan beberapa variabel yang
berpengaruh seperti variabel jarak terhadap pusat kota, jarak terhadap jalan arteri, penggunaan lahan, jaringan
air bersih, dan lebar jalan. Pratiwi & Rahardjo (2018) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan harga lahan di kawasan Bandara NYIA terdapat beberapa faktor yaitu lokasi yang strategis, dekat
dengan lokasi bandara, dekat dengan akses jalan nasional, keberadaan kantor pemerintahan, serta prasarana
umum yang dapat mempengaruhi adanya perubahan harga lahan di kawasan tersebut. Lebih jauh lagi, bahkan
di China, dengan kasus yang sama dengan fokus pada kegiatan industri menyebutkan bahkan perkembangan
harga lahan industry memiliki tren yang meningkat (Wu, Zhang, Skitmore, & Hui, 2014). Selain itu, dampak
dari kegiatan migas pada nilai properti di perdesaan menghasilkan bahwa nilai properti memiliki korelasi
negatif dengan jumlah fasilitas migas serta bahaya terhadap kesehatan memiliki hubungan negatif yang
signifikan terhadap harga propoerti. Secara umum dapat dikatakan bahwa adanya kegiatan migas
mempengaruhi harga properti (Boxall, Chan, & McMillan, 2004).
Secara umum, tujuan dari penelitian ini berfokus untuk mengidentifikasi pengaruh adanya lokasi industri
migas terhadap harga lahan di Kecamatan Gayam berdasarkan 5 faktor utama, yaitu faktor aksesibilitas,

1396
Pemodelan Spasial Pengaruh Kegiatan Industri Migas Terhadap Harga Lahan di Kabupaten…………(Iman & Dwicaksono)

dengan jarak ke pusat lokasi migas, jarak ke jalan utama, serta jarak ke pusat pemerintahan; faktor fisik, yang
meliputi jumlah rumah, usia rumah, kawasan terbangun, dan kawasan non terbangun; faktor sosial dilihat dari
jumlah KK; faktor ketersediaan fasilitas dilihat dari jumlah fasilitas; serta faktor lingkungan dilihat dari
wilayah terkena polusi.

METODE

Dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitaif dan spasial. Pendekatan kuantitatif
dilakukan dengan pengumpulan data statistik dasar dan dianalisis dengan menggunakan analisis statistik
(Widodo, 2017). Tidak hanya itu, dengan pendekatan kuantitatif ini sendiri, data juga dikumpulkan dari
observasi lapangan dan data sekunder. Selain itu, untuk mendukung dalam analisis kuantitatif juga dilakukan
dengan pendekatan spasial. Pendekatan spasial dilakukan dengan pemetaan untuk menganalisis secara spasial
dan bisa memberikan rekomendasi secara keruangan. Berdasarkan tujuan penelitian, penelitian ini merupakan
jenis penelitian eksplanatori, karena penelitian ini untuk bertujuan melihat pengaruh dari adanya kegiatan
industri pengeboran migas terhadap harga lahan berdasarkan faktor-faktor yang telah dirumuskan.

Data dan Sumber Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu pengumpulan data primer dan data
sekunder. Data primer didapatkan dari observasi langsung, khususnya untuk data fasilitas dengan metode
digitasi. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data pendukung yang tidak bisa didapatkan dari data
sekunder, seperti data polusi. Kriteria narasumber dipilih dengan yang memiliki pengetahuan luas mengenai
lokasi penelitian, dan dipilih kepala desa sebagai narasumber. Untuk data sekunder, dilakukan pengumpulan
data dari tinjauan literatur, rencana tata ruang, peraturan menteri, sistem informasi desa, serta kecamatan dalam
angka, selanjutnya dianalisis untuk didapatkan informasi untuk mendukung proses analisis.
Meode analisis data yang pertama digunakan analisis konten untuk mendapatkan faktor dan variabel
penelitian dari hasil tinjauan literatur. Selanjutnya, dilakukan analisis deskriptif untuk setiap variabel guna
mendapatkan gambaran umum setiap objek penelitian serta disajikan dalam bentuk peta persebaran secara
spasial. Setelah itu, dilakukan analisis regresi linear dengan OLS untuk mendapatkan baseline model atau
model dasar yang nantinya akan dianalisis lebih lanjut dengan Moran’s I untuk mendapatkan hasil spatial
exploratory dalam bentuk autokorelasi spasial yang ada dalam setiap variabel penelitian. Jika didapatkan
adanya autokorelasi, pemodelan dilanjutkan dengan spatial lag dan error regression sehingga hasil dijelaskan
secara spasial (Anselin, 1988).
Dalam penelitian ini akan menggunakan total 11 variabel bebas sebagai ukuran untuk melihat variabel
mana saja yang mempengaruhi harga lahan di lokasi penelitian yang dikelompokkan dalam 5 variabel yaitu
faktor fisik, faktor lingkungan, faktor sosial, faktor aksesibilitas, dan faktor ketersediaan fasilitas. Daftar
variabel dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Daftar Variabel yang Digunakan dalam Analisis.
Faktor Variabel Satuan
Aksesibilitas Jarak ke Pusat Lokasi Migas Meter
Jarak ke Pusat Pemerintahan Meter
Jarak ke Jalan Utama Meter
Fisik Persentase Luas Wilayah Terbangun Persen
Persentase Luas Wilayah Non Terbangun Persen
Jumlah Rumah Satuan unit
Usia Bangunan Tahun
Sosial Jumlah KK Satuan unit
Ketersediaan Fasilitas Jumlah Fasilitas Satuan unit
Lingkungan Persentase Luas Wilayah Terkena Polusi Persen
Sumber: Hasil Analisis, 2021

1397
Seminar Nasional Official Statistics 2022

HASIL DAN PEMBAHASAN

Harga lahan di 3 desa, Desa Brabowan, Desa Bonorejo, dan Desa Mojodelik, berkitar antara
Rp226.500,00 per m2 hingga Rp396.000,00 per m2 dengan rata-rata harga lahan yang didapatkan yaitu sekitar
Rp340.813,50 per m2. Tidak hanya itu, dapat diketahui bahwa data cukup beragam dengan ditandai dengan
nilai standar deviasi 46.533,24.

Sumber: Hasil Analisis, 2021

Gambar 1. Persebaran Harga Lahan.


Berdasarkan peta di atas, dapat diketahui bahwa semakin gelap warna yang ada (semakin merah),
mengindikasikan bahwa harga lahan akan semakin tinggi, sedangkan, semakin hijau gelap warna peta yang
dihasilkan, mengindikasikan bahwa semakin murah harga lahan yang ditawarkan. Tidak hanya itu, semakin
jauh lokasi RT dari pusat lokasi pengeboran migas, harga lahan yang didapatkan semakin rendah. Pada grafik
di atas juga ditunjukkan dengan garis tren yang menurun semakin jika semakin jauh jaraknya. Hal ini
mengimplikasikan bahwa akan lebih baik jika ingin merencanakan atau membangun sesuatu yang berlokasi
sedikit lebih jauh dari lokasi pengeboran migas, selain karena akan lebih aman dari dampak yang dihasilkan,
harga lahan juga lebih rendah sehingga akan dapat lebih mudah menangkap nilai dan harga lahan dan baik
untuk dikembangkan lebih lanjut kedepannya.

Karakteristik Lokasi Berdsarkan Variabel yang Mempengaruhi Harga Lahan di Daerah Sekitar
Kegiatan Industri Migas

Untuk melihat karakteristik setiap lokasi, dilihat berdasarkan setiap faktor dan variabel yang setiap
hubungan antar variabel dapat dilihat pada Gambar 2 serta akan dijelaskan pada Tabel 2. Secara umum, setiap
wilayah RT yang dilakukan observasi memiliki karakteristik yang berbeda dan dapat dijelaskan dari variabel
hipotesis yang dirumuskan. Dari adanya keberagaman karakteristik yang dihasilkan dapat memberikan hasil
yang berbeda dan beragam pula. Secara umum, secara aksesibilitas, semakin jauh dari suatu lokasi kegiatan,
menghasilkan harga lahan yang lebih rendah daripada yang dekat dengan pusat kegiatan. Dari faktor fisik,
dapat diketahui bahwa semakin padat atau terbangun suatu wilayah, memberikan harga lahan yang lebih tinggi
daripada yang tidak terbangun dan kurang padat, begitupun dengan faktor sosial. Sedangkan, dari faktor
jumlah fasilitas, semakin banyak fasilitas, harga lahan cenderung semakin menurun. Begitupun dengan faktor
lingkungan, dimana semakin besar persertase wilayah yang terpapar polusi, semakin tinggi harga lahan di
wilayah tersebut.

1398
Pemodelan Spasial Pengaruh Kegiatan Industri Migas Terhadap Harga Lahan di Kabupaten…………(Iman & Dwicaksono)

Tabel 2. Karakteristik Lokasi Berdasarkan Variabel.


Faktor Variabel Notasi Penjelasan
Aksesibilitas Jarak ke Pusat jrk_migas Semakin jauh wilayah RT dari lokasi migas, harga lahan yang
Lokasi Migas didapatkan cenderung menurun atau lebih rendah
Jarak ke Pusat jrk_baldes Semakin jauh wilayah RT dari lokasi pusat pemerintahan desa,
Pemerintahan kecenderungan harga lahan yang didapatkan cenderung
menurun atau lebih rendah
Jarak ke Jalan jrk_jlnnas Semakin jauh wilayah RT dari titik lokasi jalan utama,
Utama kecenderungan harga lahan yang didapatkan cenderung
menurun atau lebih rendah
Fisik Persentase Luas build_area Semakin terbangun wilayah RT atau semakin banyak wilayah
Wilayah terbangunnya, kecenderungan harga lahan yang didapatkan
Terbangun cenderung meningkat atau lebih lebih tinggi
Persentase Luas no_build_a Semakin banyak wilayah RT yang tidak terbangun,
Wilayah Non kecenderungan harga lahan yang didapatkan cenderung
Terbangun menurun atau lebih rendah
Jumlah Rumah jml_rumah Semakin banyak bangunan atau semakin banyak rumah yang
ada di wilayah RT, kecenderungan harga lahan yang didapatkan
cenderung meningkat atau lebih lebih tinggi
Usia Bangunan usia_rumah Semakin tua atau semakin lama usia bangunan yang ada di
wilayah RT, kecenderungan harga lahan yang didapatkan
cenderung meningkat atau lebih lebih tinggi
Sosial Jumlah KK jml_kk Semakin banyak rumah tangga yang tinggal di wilayah RT,
kecenderungan harga lahan yang didapatkan cenderung
meningkat atau lebih lebih tinggi.
Ketersediaan Jumlah Fasilitas total_fas Semakin banyak fasilitas yang ada di wilayah RT,
Fasilitas kecenderungan harga lahan yang didapatkan cenderung
menurun atau lebih lebih rendah
Lingkungan Persentase Luas p_polluted Semakin banyak persentase wilayah RT yang terkena polusi,
Wilayah kecenderungan harga lahan yang didapatkan cenderung
Terkena Polusi meningkat atau lebih lebih tinggi
Sumber: Hasil Analisis, 2021

Sumber: Hasil Analisis, 2021

Gambar 2. Karakteristik Lokasi Setiap Variabel.

1399
Seminar Nasional Official Statistics 2022

Pengaruh Lokasi Kegiatan Industri Migas terhadap Harga Lahan

Untuk mengetahui variabel mana saja yang mempengaruhi adanya harga lahan, dalam penelitian ini
digunakan metode regresi. Analisis regresi pertama dilakukan untuk mendapatkan model baseline yang terbaik
dengan menggunakan regresi linear dan tahapan-tahapan diagnosis dan post diagnosisnya. Setelah dilakukan
regresi linear, penelitian ini akan melihat apakah ada bias yang mungkin terjadi karena proses spasial
autokorelasi. Setelah dilakukan analisis regresi linear, selanjutnya dilakukan beberapa tahapan analisis
exploratory spatial yaitu menghitung dengan analisis Morans’ I dan LISA (Local Indicator of Spatial
Autocorrelation) untuk melihat adanya spasial autokorelasi. Setelah didapatkan hasil yang signifikan dari
Morans’ I dan LISA, maka kemudian dilakukan estimasi menggunakan dua model berikutnya, yaitu spatial
lag regression dan spatial error regression.

Sumber: Hasil Analisis, 2021

Gambar 3. Korelasi Antar Variabel.


Berdasarkan gambar 3, dapat dilihat bahwa adanya korelasi yang kuat antar variabel independen yaitu
variabel Jumlah KK dan Julmlah Rumah dengan koefisien korelasi 0,963. Tingginya korelasi tersebut dapat
mengindikasikan adanya multikolinearitas antara kedua variabel tersebut. Konsekuensinya adalah hanya salah
satu variabel saja yang boleh diambil dalam model dan dipilih variabel jumlah KK yang akan dieliminasi.
Setelah dieliminasi, dilakukan regresi linier dengan OLS dan didapatkan hasil yang dapat dilihat pada Tabel 3
Tabel 4.
Tabel 3. Hasil Model OLS.
n F(11,25) Prob > F R-Squared Adj. R-Squared AIC
37 17,62 0 0,8545 0,8060 848,01
Sumber: Hasil Analisis, 2021

Berdasarkan hasil regresi yang didapatkan, tingkat keberartian model dapat dijelaskan dengan nilai R-
squared. Pada model ini, nilai R-Squared adalah 0.8545 atau 85,45%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa.
berdasarkan model tersebut, variabel independen yang ada mampu menjelaskan variansi variabel dependen
sebesar 85,45% dan 14,55% sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model atau dengan variabel lain diluar
variabel yang masuk ke dalam model regresi.

1400
Pemodelan Spasial Pengaruh Kegiatan Industri Migas Terhadap Harga Lahan di Kabupaten…………(Iman & Dwicaksono)

Tabel 4. Hasil Koefisien dan Signifikansi Variabel Pemodelan OLS.


Coef. Std. Err. t P>t [95% Conf. Interval] VIF
jml_rumah -199.46 354.27 -0.56 0.58 -926.36 527.43 2.47
jrk_baldes -10.46 6.88 -1.52 0.14 -24.59 3.66 2.65
jrk_jlnnas -5.41 6.59 -0.82 0.42 -18.93 8.12 2.24
jrk_migas -8.98 2.73 -3.29 0.003 -14.57 -3.38 2.69
total_fas -3271.60 1339.85 -2.44 0.02 -6020.75 -522.45 1.58
build_area -1479.05 2805.91 -0.53 0.60 -7236.30 4278.20 2.69
no_build_a 511.19 202.39 2.53 0.02 95.92 926.45 1.45
usia_rumah -1240.52 708.36 -1.75 0.09 -2693.96 212.92 1.28
p_polluted 661.06 127.26 5.2 0 400.05 922.06 2.32
konstanta 371809.70 33475.51 11.11 0 303123.60 440495.80
Sumber: Hasil Analisis, 2021

Setelah dilakukan analisis regresi linear berganda dengan OLS, selanjutnya masing-masing variabel akan
diuji hubungannya secara spasial untuk melihat apakah variabel tersebut signifikan atau tidak, dengan metode
analisis Global Moran’s I. Berikut adalah hasil yang didapatkan dari analisis autokorelasi spasial dengan
metode analisis Global Moran’s I dan didapatkan hasil pada Tabel 5 dan Gambar 4.
Tabel 5. Autokorelasi Moran’s I.
Moran’s Expected Index Variance z-score p-value
jml_rumah Index
0.089 -0.028 0.012 1.072 0.284
jrk_baldes 0.453 -0.028 0.012 4.450 0.000
jrk_jlnnas 0.473 -0.028 0.012 4.637 0.000
jrk_migas 0.747 -0.028 0.012 7.080 0.000
total_fas -0.037 -0.028 0.012 -0.085 0.932
build_area 0.228 -0.028 0.010 2.674 0.007
no_build_a 0.622 -0.028 0.011 6.127 0.000
usia_rumah 0.187 -0.028 0.012 1.993 0.046
p_polluted 0.518 -0.028 0.012 4.966 0.000
Sumber: Hasil Analisis, 2021

Sumber: Hasil Analisis, 2021

Gambar 4. Moran’s I Scatter Plot.


Dari hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk seluruh variabel yang akan dianalisis menghasilkan
autokorelasi spasial, baik negatif maupun positif dan terjadi pembentukan klaster atau kelompok berdasarkan
hasil Morans’I yang didapatkan pada tabel 2 dan gambar 4. Kemudian, untuk mendapatkan signifikansi setiap
wilayah, dilakukan analisis lebih detail dengan menggunakan LISA dan didapatkan hasil sebagai berikut pada
Gambar 5:

1401
Seminar Nasional Official Statistics 2022

Sumber: Hasil Analisis, 2021

Gambar 5. Hasil Signifikansi LISA.


Berdasarkan hasil perhitungan LISA dapat menjelaskan secara spasial data yang diujikan mengenai
keterikatan dan signifikansinya berdasarkan aspek spasial secara lokal untuk menguatkan hasil yang
didapatkan dari pengujian secara global (Moran’s I Global). Dari peta tersebut didapatkan bahwa sebanyak 27
wilayah RT tidak signifikan. Sebanyak 4 RT memiliki klasifikasi high-high, yaitu nilai observasi yang tinggi
dan dikelilingi oleh neighborhood atau wilayah RT dengan nilai yang tinggi pula. terdapat juga 6 RT yang
memiliki klasifikasi low-low dan berapa pada kuadran III dimana nilai obervasi kecil dan juga dikelilingi oleh
neighborhood atau wilayah RT dengan nilai yang kecil pula.
Dikarenakan terjadi autokorelasi spasial pada data dan terdapat nilai yang signifikan, maka analisis dapat
dilanjutkan dengan menggunakan regresi spasial lag dan spasial error dan untuk analisis ini dilakukan dengan
aplikasi GeoDa. Sebelum dilakukan regresi spasial, terlebih dahulu dibuat pembobot Rock Continguity. Setelah
itu, dilakukan regresi dengan 1 variabel dependen yaitu variabel harga lahan dan 10 variabel independen dan
didapatkan hasil pada Tabel 6 dan Tabel 7.
Tabel 6. Hasil Spatial Lag Regression Model.
n Spatial Heteroskedasticity R-Squared Log Likelihood AIC
Dependence (prob) (prob)
37 0,0397 0,64033 0,8921 -409,858 8841,72
Sumber: Hasil Analisis, 2021

Pada uji spatial dependence, didapatkan hasil yang signifikan karena prob > 0,05, sehingga terdapat
spasial efek pada model ini. Dari hasil analisis, model tersebut juga memiliki Nilai R-squared sebesar 0,892108
atau 89,21%. Berarti berdasarkan model tersebut, variabel independen yang ada mampu menjelaskan variansi
variabel dependen sebesar 89,21% dan 10,79% sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model/ variabel lain
diluar variabel yang masuk ke dalam model regresi. Nilai AIC sebesar 841,72, dan terdapat 5 variabel (4
variabel awal, 1 variabel tambahan model) yang memiliki hasil signifikan, yaitu jarak ke jalan utama, jumlah
fasilitas, kawasan non terbangun, dan polusi serta variabel rho.
Tabel 7. Hasil Koefisien dan Signifikansi Variabel Spatial Lag Regression Model.
Variabel Coefficient Std. Error z-value Probability
Rho 0.43 0.13 3.37 0.0008
Konstanta 199499 53684.30 3.72 0.0002
jml_rumah 96.28 276.57 0.35 0.73
jrk_baldes -4.33 5.25 -0.83 0.41
jrk_migas -2.30 5.13 -0.45 0.65
jrk_jlnnas -4.38 2.17 -2.02 0.04
total_fas -3254.10 986.31 -3.30 0.001
build_area -2415.08 2095.26 -1.15 0.25
no_build_a 342.49 156.50 2.19 0.029
usia_rumah -957.72 521.28 -1.84 0.07
p_polluted 490.13 110.55 4.43 0.00001
Sumber: Hasil Analisis, 2021

1402
Pemodelan Spasial Pengaruh Kegiatan Industri Migas Terhadap Harga Lahan di Kabupaten…………(Iman & Dwicaksono)

Setelah itu, dilanjutkan pemodelan dengan menggunakan spatial error regression dan didapatkan hasil
pada Tabel 8 dan Tabel 9.
Tabel 8. Hasil Spatial Error Regression Model.
n Spatial Dependence Heteroskedasticity R-Squared Log Likelihood AIC
(prob) (prob)
37 0,03209 0,28785 0,8855 -411,71 859,529
Sumber: Hasil Analisis, 2021

Pada uji spatial dependence, didapatkan hasil yang signifikan karena prob > 0,05, sehingga terdapat
spasial efek pada model ini. Dari hasil analisis, model tersebut juga memiliki Nilai R-squared merupakan
koefisien determinasi yang menjelaskan besaran proporsi/persentase variansi variabel dependen yang mampu
dijelaskan oleh variabel independen. Pada model ini, nilai R-Squared adalah 0.8855 atau 88,55% dimana
mampu menjelaskan variansi variabel dependen sebesar 88,55% dan 11,45% sisanya dijelaskan oleh variabel
lain diluar model/variabel lain diluar variabel yang masuk ke dalam model regresi. Nilai AIC yang didapatkan
sebesar 843,42 dan terdapat 4 variabel (3 variabel awal, 1 variabel tambahan model) yang memiliki hasil
signifikan, yaitu jumlah fasilitas, kawasan non terbangun, dan polusi serta variabel lambda.
Tabel 9. Hasil Koefisien dan Signifikansi Variabel Spatial Error Regression Model.
Variabel Coefficient Std. Error z-value Probability
Lambda 0.52 0.13 3.96 0.0001
Konstanta 349636 25046.20 13.96 0
jml_rumah -182.76 253.84 -0.72 0.47
jrk_baldes -4.63 6.89 -0.67 0.50
jrk_migas -11.24 6.77 -1.66 0.10
jrk_jlnnas -5.47 3.65 -1.50 0.13
total_fas -3156.16 899.96 -3.51 0.001
build_area -1090.26 2196.69 -0.50 0.62
no_build_a 404.66 187.28 2.16 0.03
usia_rumah -402.42 524.51 -0.77 0.44
p_polluted 682.29 130.10 5.24 0
Sumber: Hasil Analisis, 2021

Setelah dilakukan analisis Regresi Linier dengan OLS, Spatial Lag Model Regression, dan Spatial Error
Model Regression, didapatkan perbandingan model regresi pada Tabel 10:
Tabel 10. Perbandingan Model.
Model Regresi R-Squared AIC
OLS 0.8545 848.01
Spatial Lag Regression 0.8921 841.72
Spatial Error Regression 0.8855 843.42
Sumber: Hasil Analisis, 2021

Dari hasil perbandingan model didapatkan model terbaik adalah model spatial lag regression dengan r-
squared terbesar dan AIC terkecil serta model ini sudah signifikan. Namun, dalam pemodelan ini masih
terdapat bias terutama pada variabel yang signifikan yang dapat dilihat pada Tabel 7 yaitu jumlah fasilitas,
kawasan non terbangun, dan polusi. Hal ini diduga karena terdapat variabel lain yang mempengaruhi variabel
tersebut seperti lokasi yang cenderung lebih dekat ke lokasi migas memiliki harga lahan yang cukup tinggi,
tetapi polusi yang didapatkan juga cukup besar.

KESIMPULAN

Dari hasil yang sudah dilakukan sebelumnya, ditemukan bahwa, harga lahan di 3 desa cukup beragam
dan berada pada rentang Rp226.500,00 hingga Rp396.000,00. Kemudian, untuk setiap lokasi memiliki
karakteristik yang berbeda untuk setiap variabel yang dijelaskan. Selanjutnya, dari model dihasilkan,
didapatkan bahwa spatial lag regression model merupakan model terbaik dengan tingkat keberartian sebesar

1403
Seminar Nasional Official Statistics 2022

89,21% dengan 5 variabel signifikan yaitu jarak ke jalan utama, jumlah fasilitas, kawasan non terbangun,
polusi, serta variabel rho dimana menjelaskan bahwa jika wilayah lain menaikkan harga lahannya, wilayah
tersebut juga cenderung akan menaikkan harga lahnnya, begitupun sebaliknya. Namun masih terdapat bias
setelah dilihat lebih lanjut terutama pada variabel jumlah fasilitas, kawasan non terbangun, dan polusi. Jadi
secara umum disimpulkan bahwa dalam studi ini tidak ditemukan dampak atau pengaruh atau bukti yang
meyakinkan bahwa aktivitas pengeboran migas berdampak pada harga lahan pada skala lingkungan (RT).
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk memberikan kontribusi terhadap pembangunan
wilayah. Selain itu, dalam proses pembangunan dan kegiatan yang berlangsung pemerintah perlu memberikan
pengawasan dan kebijakan terkait dengan dampak, khususnya dampak lingkungan yang dihasilkan sehingga
tidak memberikan pengaruh yang cukup besar bagi lingkungan dan sekitarnya. Lokasi kegiatan industri migas
ini berada di lokasi yang cukup strategis dan dilewati oleh jalan utama (jalan antar provinsi Jawa Tengah dan
Jawa Timur) sehingga sangat cocok untuk dilakukan pembangunan dan pengembangan wilayah pada koridor
jalan antar provinsi tersebut agar bisa meningkatkan investasi dan daya tarik daerah. Tidak hanya itu,
pemodelan spasial yang direkomendasikan ini juga dapat digunakan oleh pemerintah hingga skala desa untuk
dapat merencanakan pembangunan desa untuk bisa dikembangkan dan bisa menjadi branding. Bagi
masyarakat, informasi ini dapat meningkatkan valuasi asset serta dengan meningkatkan aksesibilitas serta
investasi dapat meningkatkan harga lahan di lokasi tersebut. Investasi yang dilakukan oleh publik atau privat
sebaiknya dapat diperkuat dengan berbagai cara seperti pembangunan infrastruktur, penyediaan perumahan,
dan sebagainya yang dilakukan dalam rangka meningkatkan valuasi asset yang dimiliki. Harga lahan sangat
dipengaruhi oleh wilayah sekitarnya sehingga informasi harga lahan dapat menjadi sebuah spekulasi dan perlu
adanya kontrol untuk mengendalikan. Kelemahan dalam penelitian ini masih hanya melihat dengan data cross
sectional, sehingga perlu kedepannya dapat digunakan data time series atau panel untuk melihat perubahan
secara detail serta perlu menambahkan beberapa variabel lain sehingga hasil yang didapatkan bisa lebih berarti
serta analisis yang digunakan dapat melihat pengaruhnya secara lokal dan dalam jangka yang lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. (2010). Perngaruh Perkembangan Industri Terhadap Pola Pemanfaatan Lahan di Wilayah
Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Semarang, Jawa Tengah, Indonesia.
Anselin, L. (1988). Spatial Econometric: Method and Models. London: Kluwer Academic Press.
Boxall, P. C., Chan, W. H., & McMillan, M. L. (2004). The Impact of Oil and Natural Gas Facilities on Rural
Residential Property Values: A Spatial Hedonic Analysis. Waterloo.
Brown, R. D., & Gillespie, T. J. (1995). Microclimate Landscape Design: Creating Thermal Comfort and
Energy Efficiency. New York: John Willey and Sons Inc.
Drabkin, H. D. (1997). Land Policy and Urban Growth. England: Pergamon Press.
Ernawati, R. (2005). Pemodelan Nilai Tanah di Kota Tulungagung Kabupaten Tulungagung. Malang, Jawa
Timur, Indonesia.
Ghifariansyah, M., & Ritohardoyo, S. (2019). Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Harga Lahan
di Kota Bogor. Jurnal Bumi Indonesia.
Lauer, R. H. (1993). Perspektif Tentang Perubahan Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.
Nugroho, I., & Dahuri, r. (2004). Pembangunan Wilayah Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Wilayah. Jakarta:
LP3ES.
Othman, A., & Gloaguen, R. (2013). River Courses Affected by Landslides and Implications for Hazard
Assessment: A High Resolution Remote Sensing Case Study in NE Iraq–W Iran. Remote Sensing, 5(3),
1024–1044.
Prasetya, N. A., & Sunaryo, P. B. (2013). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Lahan di Kawasan
Banjarsari Kelurahan Tembalang, Semarang. Jurnal Teknik PWK Volume 2 Nomor 2, 223-232.
Pratiwi, S. E., & Rahardjo, N. (2018). Pemodelan Spasial Harga Lahan dan Perubahannya Akibat
Pembangunan Bandara New Yogyakarta International Airport di Sekitar Area Bandara. Jurnal Bumi
Indonesia.
Sasono, M. (2017). Analisis Potensi Perubahan Pemanfaatan Lahan Berdasarkan Model Spasial Harga Lahan
di Kecamatan Tembelang Kabupaten Jombang. Surabaya, Jawa Timur, Indonesia.
Widodo. (2017). Metodologi Populer dan Praktis. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Wijayanti, P., & Widjonarko. (2015). Model Harga Lahan Kota Magelang (Studi Kasus: Kota Magelang).
Jurnal Teknik PWK, 727-736.
Wu, Y., Zhang, X., Skitmore, M., & Hui, E. (2014). Industrial land price and its impact on urban growth: A
Chinese case study. Land Use Policy, 199-209.

1404

Anda mungkin juga menyukai