Anda di halaman 1dari 18

MUDHARABAH

Disusun Untuk Memenuhi Salah


Satu Tugas

Mata Kuliah : Fatwa Bisnis

Syariah Dosen: Mohammad


Jamaludin, S.HI.

Disusun Oleh:
Muhammad
Ridan Ihsani
2014120230

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI


PALANGKA RAYA FAKULTAS EKONOMI
DAN BISNIS ISLAM

PROGRAM STUDI EKONOMI


SYATAHUN 2023 / 2024 M

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan manusia sebagai
khalifah di muka bumi ini dan menjadikannya sebagai makhluk sosial dan
menugaskannya untuk menegakkan hukum yang adil,agar manusia dapat hidup
dengan baik dan damai. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepadda
junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW.

Yang telah banyak memberikan pelajaran kepada umatnya dan


berinteraksi dengan sesama makhluk Allah dan menegakkan keadilan serta
kedamaian dengan hukum yang adil demi terciptanya kedamaian dan ketertiban
di bumi ini. Berkat pertolongan dari Allah SWT. Akhirnya penulis dapat
menyelesaikan tugas yang berjudul MUDHARABAH

Walaupun masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna penulis
sangat berharap agar para pembaca dapat memberikan kritik dan sarannya guna
membangun penyempurnakan resume ini,sehingga diharapkan dapat menjadi
sumber acuan pembelajaran ke depannya. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada dosen pembimbing mata kuliah Fatwa Bisnis Syariah, yang terhormat
Bapak Mohammad Jamaludin, S.HI.,

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Palangka Raya, 23 oktober 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
BAB I...................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..................................................................................................................4
A. Latar Belakang........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................6
PEMBAHASAN....................................................................................................................6
A. Pengertian Mudharabah...........................................................................................6
B. Dasar Hukum.............................................................................................................8
C. Rukun Dan Syarat Mudharabah................................................................................9
D. Jenis-Jenis Akad Mudharabah.................................................................................12
E. Kedudukan Mudharabah.........................................................................................12
F. Biaya Pengelolaan Mudharabah..............................................................................13
G. Penanggung Jawab Terhadap Resiko Mudharabah.................................................13
H. Perkara Yang Membatalkan Mudharabah..............................................................14
BAB III...............................................................................................................................16
PENUTUP..........................................................................................................................16
A. Kesimpulan..............................................................................................................16
B. Saran.......................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................18

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ketika muncul istilah bank syariah maka juga dikenal dengan bank
bagi hasil, dikarenaan untuk membedakan dengan bank konvensioanal
yang menggunakan sistem bunga. Mekanisme bagi hasil dalam bank
syariah terdapat akad murabahah dan mudharabah. Mudharabah yaituakad
pemilik modal dengan pengelola modal, dengan sayarat bahwa
keuntungan yang diperoleh kedua belah pihak sesuai jumlah kesepakatan.1
Dengan minimnya pengetahuan masyarakat tentang konsep
mudharabah, sehingga memunculkan presepsi masyarakat bahwa bank
syariah lebih rumit dan sulit. Sehingga masyarakat masih belum banyak
yang menggunakan jasa bank syariah.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud Mudharabah ?
2. Apa Dasar Hukum mudharabah ?
3. Apa saja Rukun Dan Syarat Mudharabah ?
4. Apa saja Jenis-Jenis Akad dalam Mudharabah ?
5. Bagaimana Kedudukan Mudharabah dan Biaya Pengelolaan
Mudharabah ?
6. Siaapa Penanggung Jawab Terhadap Resiko Mudharabah ?
7. Apa saja Perkara Yang Membatalkan Mudharabah ?

1
Muhammad, manajemen pembiayaan syariah(Yogyakarta :UPP AMP YKPN, 2005), hlm. 101.

4
C. Tujuan Penulisan

Dengan rumusan masalah demikian penulis berharap pembaca dapat:

1. Mengetahui pengertian mudharabah


2. Mengetahui dasar hukum mudharabah
3. Mengetahui rukun dan syarat mudharabah
4. Mengetahui jenis-jenis akad mudharabah
5. Mengetahui kedudukan mudharabah dan biaya pengelolannya
6. Mengetahui penanggug jawab resiko mudharabah
7. Mengetahui perkara yang membatalkan mudharabah

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Mudharabah

Kata mudharabah berasal dari kata ‫ ض;;رب يض;;رب ض;;ربا‬yang berarti


bergerak, menjalankan, memukul, dan lain-lain (lafadz ini termasuk lafadz
musytarak yang mempunyai banyak arti), kemudian mendapat ziyadah
(tambahan) sehingga menjadi ‫ ض;;ارب يض;;ارب مض;;اربة‬yang berarti saling
bergerak, saling pergi, atau saling menjalankan. Dalam arti lain ‫ض;ارب‬
berarti berdagang atau memperdagangkan, misalnya, ‫ض;ارب فى الم;;ال أو ب;;ه‬
berdagang atau memperdagangkan.

Mudharabah adalah bahasa penduduk Irak sedengkan qiradh atau


muqaradhah bahasa penduduk hijaz. Namun pengertian keduanya adalah
satu makna. Menurut penduduk hijaz seperti yang dikemukakan oleh
Muhammad bin Ismail :

‫َأْل َقَر اُض ِبَكْس ِر الَقا ِف َو ُهَو معا ملة العا ِم ِل ِبَنْص ٍب من الّريح ِفي ُلَغ ِة َأْهِل الِح َج اِز َو ُتَسَّم ى‬
‫ُمَض اَرَبًة َم ْأ ُخ ْو َذٌة ِم َن الَّضْر ِب ِفى اَالْر ِض َك َم ا َك َا َن الِّرْيِح َيْح ُصُل ِفى اْلَغا ِلِب ِبا لَّس َفِر َأْو ِم َن‬
‫لَّضْر ِب ِفى الَم ا ِل َو ُهَو الَّتَص ُّر ِف‬

“ Qiradh dengan kasrah qaf adalah kerja sama pemilik modal dengan
amil dengan pemabgian laba, dalam istilah ahli hijaz disebut mudharabah
diambil dari kata ‫ ( الض;;رب فى االرض‬berjalan dimuka bumi ) karena
menurut kebiasaan laba itu diperoleh dengan berjalan-jalan atau
mendistribusikan harta “2

Mudharabah adalah bahasa penduduk irak dan qiradh atau muqaradhah


adalah bahasa penduduk hijaz. Namun pengertian qiradh dan mudharabah

2
Sohari Sahrani dan Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah, ( Bogor: Ghalia Indonesia, 2011 ),
hlm.187

6
adalah satu makna atau yang disebut muradif. Mudharabah berasal dari
kata al-dharab, yang berarti secara harfiah adalah bepergian atau berjalan.
Sebagaimana firman allah:

‫َو آَخ ُروَن َيْض ِرُبوَن ِفي األْر ِض َيْبَتُغ وَن ِم ْن َفْض ِل ِهَّللا َو آَخ ُروَن ُيَقاِتُلوَن ِفي َس ِبيِل ِهَّللا‬
“Dan yang lain berjalan di bumi mencari sebagian karunia Allah”(al-
muzamil:20).

Selain selain al-dharab, di sebut juga dengan qiradh yang berasal dari
kata al-qardhu, yang berarti al-qath’u (potongan) karena pemilik
memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh
sebagian keuntungan.

Menurut istilah, mudharabah atau qiradh dikemukakan oleh beberapa


ulama’ sebagai berikut:
1. Menurut para fuqaha’, mudharabah ialah akad antara dua pihak
saling menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya
kepada pihak lain dengan bagian yang sudah ditentukan dari
keuntungan, seperti setengah atau sepertiga dengan syarat-syarat
yang sudah ditentukan.
2. Menurut hanafiyah, mudharabah adalah memandang tujuan dua
pihak yang berakad yang berserikat dalam keuntungan, karena
harta diserahkan kepada yang lain dan yang lain punya jasa
mengolah harta tersebut.
3. Menurut pendapat malikiyah bahwa, akad perwakilan dimana
pemilik harta mengeluarkan hartanya kepada lainya untuk
diperdagangkan dengan pembayaran yang ditentukan (emas dan
perak).
4. Imam hanabilah berpendapat bahwa, ibarat pemilik harta
menyerahkan hartanya dengan ukuran tertentu kepada orang yang
berdagang dengan bagian dari keuntungan yang diketahui.

7
5. Sedangkan menurut ulama’ syafi’iyah mudharabah adalah, akad
yang menentukan seseorang menyerahkan hartanya kepada yang
lain untuk ditijarahkan.

Setelah diketahui beberapa pengertian yang dijelaskan oleh para ulama’


diatas, kiranya dapat dipahami bahwa mudharabah atau qiradh ialah akad
pemilik modal dengan pengelola modal tersebut, dengan sayarat bahwa
keuntungan yang diperoleh kedua belah pihak sesuai jumlah kesepakatan.3

Dan dalam buku fiqih muamalah yang di tulis oleh m. Yazid afandi,
mudharabah atau qiradh adalah salah satu bentuk kerjasama pemilik modal
dengan pedagang/ pengusaha/ orang yang mempunyai keahlian untuk
melakukan usaha bersama. Pemilik modal menyerahkan modalnya kepada
pengusaha/ pedagang untuk usaha tertentu. Jika dari usaha tersebut
mendapatkan keuntungan maka, akan dibagi sesuai dengan kesepakatan
yang telah ditentukan. Sedangkan jika terjadi kerugian maka ditanggung
oleh pemilik modal, dan penguasaha tidak mendapat atas usaha yang
dikeluarkan nya dan disinalah letak keadilan mudharabah.4

B. Dasar Hukum

Melakukan mudharabah atau qiradh hukum nya adalah mubah (boleh).


Dasar hukumnya ialah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh ibnu majah
dari suhaib r.a., bahwasanya rasul telah bersabda:

‫عن صالح بن صهيب عن أبيه قال قال رسول هللا صلى هللا عليه و سلم ثالث فيهن البركة البيع إلى‬
‫أجل والمقارضة وأخالط البر بالشعير للبيت ال للبيع‬

“Ada tiga perkara yang diberkati: jual beli yang ditangguhkan,


memberi modal, dan mencampur gandum dengan jelai untuk keluaraga,
bukan untuk dijual.”

3
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011 ), hlm.138.
4
M. Yazid Afandi, Fiqih Muamalah, ( Yogyakata: Logung Pustaka, 2009 ), hlm.101.

8
Diriwayatkan dari daruquthni bahwa hakim ibnu hizam apabila ida
memberi modal kepada seseorang, ia mensyaratkan: “harta jangan
digunakan untuk membeli binatang, jangan kamu bawa kelaut, dan jangan
dibawa menyebrangi sungai, apabila kamu lakukan salah satu dari
laranganku, maka kamu harus bertanggung jawab pada hartaku.”

Dalam muwaththa’ Imam Malik, Dari al-A’la Ibn Abd al-Rahman Ibn
Ya’qub, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa ia pernah mengerjakan harta
usman r.a. sedangkan keuntungannya dibagi dua.5

Dan qiradh atau mudharabah menurut Ibn Hajar telah ada sejak zaman
Rasulullah, beliau tahu dan mengakuinya, bahkan sebelum diangkat
sebagai Rasul, Nabi Muhammad S.A.W talah melakukan perjalanan ke
syam untuk menjual barang milik khadijah r.a yang kemudian menjadi
istri beliau.

Beberapa hadis di atas mempertegas bahwa, hukum keabsahan


transaksi mudharabah atau muqaradhah. Pada hadis pertama menunjukan
bahwa praktek mudharabah atau muqaradhah menjadi model akad yang
diridhoi allah SWT. Sedangkan hadis kedua menunjukan bahwa terdapat
perjanjian yang dilakukan pada saat akad mudharabah. Dan hadis ketiga
mengindikasikan bahwa prakteknya menggunakan berbagi untung. Dan
hadis terakhir manunjukan rasulullah pernah melakukan mudharabah.6

C. Rukun Dan Syarat Mudharabah

Rukun mudharabah adalah hal-hal yang harus dipenuhi untuk dapat


melakasankan akad mudharabah. Ia adalah pilar bagi terwujudnya akad.
Jika salah satu tidak terpenuhi, maka akad mudharabah tidak bisa terjadi.
Menurut jumhur ulama’ rukun akad mudharabah adalah:

5
Hendi Suhendi, Op.Cit,hlm.139.
6
Ibid, hlm.139

9
1. A’qidain (dua orang yang berakad), yaitumudharib (pengelola
modal) dan shahib al-mal (orang yang mempunyai modal).
2. Al-mal (modal), sejumlah dana yang dikelola.
3. Al-ribh (keuntungan), laba yang didapatkan untuk dibagi sesuai
kesepakatan.
4. Al-a’mal (usaha) dari mudharib.
5. Sighat (ucapan serah terima).

Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, rukun mudharabah hanya satu


yaitu ijab (ucapan penyerahan modal) dan qabul (ungkapan menerima
modal dan ungkapan perseujuan kedua pihak).

Syarat adalah hal yang harus dipenuhi setelah rukun-rukun terpenuhi.


Keberadaan syarat sangan berkaitan dengan rukun-rukunnya. Maka syarat-
syarat yang ditetapkan dalam akad ini terperinci sesuai dengan rukunnya.

1. Syarat terkait dengan orang yang melakukan akad yaitu (Aqidain)


a. Cakap dalam bertindak hukum dan cakap diangkat sebagai
akid (orang yang berakad) atau dalam ushul fiqih di sebut
ahliyatul al- ada’.
b. Shahib al-mal (pemilik dana) tidak boleh melakukan
intervensi kepada mudharibya dalam mengelola dana. Ia
harus memberikan kebebasan kepada mudharib terhadap
hal-hal yang sudah di sepakati. Namun demikian masih
diperkenankan membatasi pada suatu macam barang
tertentu, jika pada saat berlangsungnya akad barang tersebut
mudah ditemukan.
2. Syarat terkait dengan modal
a. Modal harus berupa uang tidak boleh barang. Dan ulama’
syafi’i memboleh kan emas dan perak karena dapat
digunakan modal dan sama posisinya dengan mata uang.
b. Besar modal harus diketahui secara pasti oleh kedua belah
pihak

10
c. Modal bukan merupakan utang atau pinjaman.
d. Modal diserahkan langsung kepada mudharib dan tunai.
Tetapi madhab hanafi membolehkan untuk sebagian di
pegang pemodal asal tidak mengganggu kelancaran usaha.
e. Modal yang digunakan sesuai dengan kesepakatan.
Mudharib tidak bisa menggunakan modal di luar
persyaratan. Kecuali sahib al-mal memberikan kebebasan.
f. Pengembalian modal dapat dilakukan pada saat bagi hasil.
g. Pada dasarnya jaminan tidak diperkenankan dalam
mudharabah. Namun, mudharib (pengelola) dana tidak
menyimpang dapat sahib al-maldapat meminta pihak ketiga
untuk menjamin.
3. Syarat terkait dengan keuntungan
a. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan.
b. Sahib al-mal siap mengambil resiko rugi dari modal yang
dikelola. Dan mudharib mendapat resiko tidak memperoleh
apa-apa dari usahanya.
c. Penentuan angka keuntungan dihitung dengan prosentase
hasil usaha yang dikelola oleh mudharib bedasarkan
kesepakatan.
d. Sebelum mengambil keuntungan harus di konversikan
dalam bentuk mata uang. Dan harus ada pemisahan modal
dengan keuntungan.
e. Mudharib hanya bertanggung jawab atas sejumlah modal
yang di investasikan. Dan komitmen apapun harus melalui
persetujuan sahib al-mal.
f. Mudharib berhak memotong biaya yang berkaitan dengan
usaha yang di ambil dari modal mudharabah.
g. Jika melanggar syarat akad mudharib bertanggung jawab
atas kerugian atau biaya yang diakibatkan pelanggaran.7

7
M. Yazid Afandi, Fiqih Muamalah, ( Yogyakata: Logung Pustaka, 2009 ), hlm.109.

11
D. Jenis-Jenis Akad Mudharabah

Secara umum akad mudharabah dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu :

1. Mudharabah mutlaqah adalah penyerahan modal mutlak tanpa


syarat. Mudharabah jenis ini memberi keleluasaan kepada mudharib
(pengelola) dalam mengelola modalnya baik dalam jenis usaha,
waktu, kawasan yang akan digunakan sebagai usahnaya. Namun,
harus secara jujur dalam menyampaikan perkembangan usaha.
2. Mudharabah muqayadahdisebut juga denganistilahrestricted
mudharabahatau specified
mudharabahadalahkebalikandarimudharabahmuthlaqah yaitu
penyerahan modal dengan syarat tertentu. Mudharib dibatasi
dengan spesifikasi jenis usaha, waktu, tempat tertentu sesuai dengan
syarat yang ditetapkan bersama-sama sahib al-mal.

Menurut imam abu hanifah, jika akad mudharabah dibatasi dengan


waktu, dan waktu tersebut habis maka mudharib tidak boleh melakukan
transaksi lagi.8

E. Kedudukan Mudharabah

Hukum mudharabah berbeda-beda karena adanya perbedaan keadaan.


Maka kedudukan modal dalam mudharabah juga tergantung pada
keadaan. Mudharib (pengelola) modal dapat mengelola modal atas izin
sahib al-mal, maka mudharib merupakan wakil sahib al-mal, dan
kedudukan modal adalah sebagai wikalah ‘alaih (objek wakalah).

8
Muhammad syfi’iantonio. Bank syari’ah: dariteorikepraktik. (Jakarta: gemainsani press. 2001),
Hal. 95

12
Ketika harta digunakan oleh mudharib, maka harta tersebut dibawah
kekuasaan mudharib, namun harta tersebut bukan milik nya, sehingga
kedudukan harta tersebut sebagai sebuah titipan.

Ditinjau dari segi akad, mudharabah terdiri dari dari dua pihak, dan jika
terdapat keuntungan maka dibagi sesuai presentase yang di sepakati.
Sehingga mudharabah juga sebagai syirkah karena bersama-sama dalam
keuntungan.

Dari segi keuntungan, pengelola mengambil upah dari tenaga yang


dikeluarkan, sehingga dapat dianggap sebagai ijarah (upah megupah atau
sewa menyewa). Apabila mudharib mengingkari persyaratan-persyaratan
yang telah ditentukan dan terjadi kecacatan atau kerugian maka
penguasaan dan pengelolaan harta tersebut di anggap ghasab.9

F. Biaya Pengelolaan Mudharabah

Biaya bagi mudharib diambil dari hartanya sendiri demikian juga jika
melakukan perjalanan untuk kepentingan mudharabah. Karena jika
mengambil biaya dari keuntungan dikhawatirkan baya tersebut lebih besar
atau sama besar dengan keuntungan.

Namun jika pemilik modal mengizinkan mudharib untuk menggunakan


dan itu merupakan kebiasaan, maka boleh menggunakan modal
mudharabah. Dan menurut imam malik bahwa biaya-biaya boleh
dibebankan kepada modal jika masih memungkinkan dalam mendapat
keuntungan.10

G. Penanggung Jawab Terhadap Resiko Mudharabah

9
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011 ), hlm.141.
10
Ibid, hlm. 142.

13
Dalam penerapan sistem mudharabah, tidak ada sesuatu ketentuan
mengenai sesuatu yang bisa dijadikan sebagai jaminan bagi penanaman
modal, karena jaminan dalam sistem mudharabah ditetapkan dalam
bentuk kepercayaan.

Jika terjadi musibah yang menimpa terhadap barang sebagai modal


yang diserahkan kepada si pelaksana, sedangkan penanam modal
(investor) tidak mempercayai atas pernyataan-pernyataan yang
dikemukakan dari sipelaksana, maka untuk meyakinkannya, pihak investor
boleh meminta kepada si pelaksana untuk bersumpah, sehingga pihak
investor merasa yakin akan pernyataan-pernyataan yang dikemukakan oleh
si pelaksana. Adapun bentuk jaminan pada kredit produktif, bisa barang
bergerak atau barang tidak bergerak. Dengan demikian, dapat diketahui
bahwa bank dapat memberikan kreditnya harus secara mutlak ada jaminan,
namun jaminan tersebut dapat berupa kepercayaan. Menurut M.Umer
Chapra, bahwa dalam perbankan syariah islam menghadapi dua resiko
yaitu :

1. Risiko “ moral “ yang terjadi karena masalah kerugian dari


muharib, atau perolehan laba bersih yang lebih rendah dari yang
sebenarnya diperoleh (aktual) karena kurangnya kejujuran dan
intergritas.
2. Risiko “ bisnis “ yang terjadi karena perilaku kekuatan-kekuatan
pasar yang berbeda dari yang diharapkan.

Bila dicermati, terdapat perbedaan mengenai penanggung resiko antara


sistem mudharabah dengan sistem kredit lain. Dalam mudharabah, pihak
yang menanggung resiko adalah penanam modal sendiri ( investmen ),
sedangkan dalam kredit produktif, pihak yang menanggung resiko adalah
pihak bank.11

11
Sohari Sahrani dan Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah, ( Bogor: Ghalia Indonesia, 2011 ),
hlm.193

14
H. Perkara Yang Membatalkan Mudharabah

1. Pembatalan, Larangan Berusaha, dan Pemecatan


Mudharabah menjadi batal dengan adanya pembatalan
mudharabah, larangan untuk mengusahakan (tasharuf) dan
pemecatan. Semua ini jika memenuhi syarat pembatalan dan
larangan, yakni orang yang melakukan akad mengetahui
pembatalan dan pemecatan tersebut, serta modal telah diserahkan
ketika pembatalan atau larangan.
2. Salah seorang Aqid Meninggal dunia
Jumhur ulama berpendapat bahwa mudharabah batal, jika salah
seorang akad meninggal dunia, baik pemilik modal, maupun
pengusaha. Sedangkan ulama Malikiyah berpendapat bahwa
mudharabah tidak batal dengan meninggalnya salah seorang yang
melakukan akad, tetapi dapat diserahkan kepada ahli warisnya, jika
dapat dipercaya.
3. Salah seorang Aqid Gila
ahwa gila membatalkan mudharabah, sebab gila atau sejenisnya
membatalkan keahlian dalam mudharabah.
4. Pemilik Modal Rusak
Apabila pemilik modal murtad (keluar dari Islam) atau terbunuh
dalam keadaan murtad, atau tergabung dengan musuh serta karena
diputuskan oleh hakim atas pemberontakan hal itu membatalkan
mudharabah sebab bergabung dengan musuh sama saja dengan
mati.
5. Modal rusak ditangan Pengusaha
Jika harta rusak sebelum dibelanjakan, mudharabah menjadi batal.
Hal ini karena modal harus dipegang oleh pengusaha. Jika modal
rusak, mudharabah batal. Begitu pula nudharabah dianggap rusak
jika modal diberikan kepada orang lain atau dihabiskan sehingga
tidak tersisa untuk diusahakan.12
12
Syafe’i, rachmad. 2002. Fiqih Muamalah. (Bandung : Pustaka Setia), Hal. 238

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak
dimana pemilik modal ( shahibul mal ) mempercayakan sejumlah modal
kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian
keuntungan.Sedangkan biaya pengelolaan mudharabah pada dasarnya
dibebankan kepada pemilik modal, namun tidak masalah biaya diambil
dari keuntungan apabila pemilik modal mengizinkan atau berlaku menurut
kebiasaan.

Dan untuk Rukun Mudharabah sendiri yaiut A’qidain (dua orang yang
berakad), Al-mal (modal), Al-ribh (keuntungan), Al-a’mal, Sighat.
sedangkan Syarat sah mudharabah: Modal atau barang yang diserahkan
berbentuk uang tunai, orang yang melakukan akad di isyaratkan mampu
melakukan tasharruf, Modal harus diketahui dengan jelas, Keuntungan
yang akan menjadi milik pengelola dan pemilik modal harus jelas
presentasenya, Melafazkan ijab dari pemilik modal.

Secara umum mudharabah terbagi dua jenis yaitu Mudharabah


muthaqah dan Mudharabah muqayyadah. Dan untuk penerapan sistem
mudharabah, tidak ada sesuatu ketentuan mengenai sesuatu yang bisa
dijadikan sebagai jaminan bagi penanaman modal. Hukum Kedudukan
Mudharabah berbeda-beda karena adanya perbedaan-perbedaan keadaan.
Maka kedudukan harta yang dijadikan modal dalam mudharabah (qiradh)
juga tergantung pada keadaan.

16
Mudharabah bisa batal karena Tidak terpenuhinya salah satu atau
beberapa syarat mudharabah Pengelola dengan sengaja meninggalkan
tugasnya sebagai pengelola modal atau pengelola modal berbuat sesuatu
yang bertentangan dengan tujuan akad dan Apab Salah seorang Aqid Gila,
Apabila pemilik modal murtad,atau salah seorang pemilik modal
meninggal dunia, mudharabah menjadi batal.

B. Saran

Dengan bertambahnya wawasan dalam mudharabah, diharapkan


akademisi maupun praktisi dapat memajuakan sistem perbankan syariah di
indonesia yang masih berkembang sehingga masayrakat lebih mengetahui
akad mudharabah dan yakin dalam menggunakan jasa perbankan syariah.

17
DAFTAR PUSTAKA

Afandi,M. Yazid Fiqih Muamalah. 2009. Logung Pustaka :Yogyakata.


Antonio,Muhammad syfi’i. Bank syari’ah: dariteorikepraktik. 2001.
GemaInsaniPress :Jakarta.
Muhammad, manajemen pembiayaan syariah. 2005.UPP AMP
YKPN :Yogyakarta
Sahrani, Sohari dkk.Fikih Muamalah.2011. Ghalia Indonesia : Bogor.
Suhendi,Hendi.Fiqh Muamalah. 2011. Raja Grafindo Persada :Jakarta.

18

Anda mungkin juga menyukai