Anda di halaman 1dari 11

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PLOSO


Jl. Darmo Sugondo No.83 Kec. Ploso Kabupaten Jombang Kode Pos : 61453
Telp. (0321) 888615, Fax. (0321) 885311
E-mail : rsudploso@yahoo.co.id

KEPUTUSAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PLOSO
NOMOR : 188.4/ /415.48/SK/2020

TENTANG
PENETAPAN PANDUAN OUTBREAK
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PLOSO

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PLOSO,


Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggung jawab tim
pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Ploso, maka dianggap perlu untuk menetapkan
panduan outbreak di RSUD Ploso;
b. bahwa untuk melaksanakan sebagaimana dimaksud pada huruf (a),
perlu ditetapkan dalam Keputusan Direktur.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431 );
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063 );
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607);
5. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2015 tentang Pedoman
Organisasi Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 159);
6. Peraturan Daerah Kabupaten Jombang Nomor 14 Tahun 2011
tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Ploso
(Lembaran Daerah Kabupaten Jombang Tahun 2011 Nomor 14/D);
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang
Klasifikasi dan Perijinan Rumah Sakit (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 1221);
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 308);
2

9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 Tahun 2017 tentang


Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 857);
10. Peraturan Bupati Jombang Nomor 14 Tahun 2012 tentang Tugas
Pokok dan Fungsi Rumah Sakit Umum Daerah Ploso (Berita Daerah
Kabupaten Jombang Tahun 2012 Nomor 14/D);
11. Peraturan Bupati Jombang Nomor 48 Tahun 2017 tentang Pola Tata
Kelola Rumah Sakit Umum Daerah Ploso (Berita Daerah Kabupaten
Jombang Nomor 48/E);
12. Keputusan Bupati Jombang Nomor 188.4.45/378/415.10.3.4/2018
Tahun 2018 tentang Penerapan Status Pola Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum Daerah Pada Rumah Sakit Umum Daerah
Ploso;
13.Keputusan Bupati Jombang Nomor 188.4.45/162/415.41/2019 Tahun
2019 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan
Administrator Dan Jabatan Pengawas Dilingkungan Pemerintah
Kabupaten Jombang;
14. Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Ploso Nomor : 188.3/
066 /415.48/PD/2019 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Rumah Sakit Umum Daerah Ploso.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU : Penetapan Panduan Outbreak Di Rumah Sakit Umum Daerah Ploso;

KEDUA : Panduan sebagaimana dimaksud dalam Dikum KESATU adalah


sebagaimana yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Keputusan ini;

KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dengan ketentuan
apabila terdapat kekeliruan akan diperbaiki sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Jombang
pada tanggal Januari 2020

DIREKTUR RSUD PLOSO


KABUPATEN JOMBANG

ACHMAD ISKANDAR DZULQORNAIN


3

LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PLOSO
NOMOR : 188.4/ /415.48/SK/ 2020
TANGGAL : Januari 2020

PANDUAN OUTBREAK
DI RUMAH SAKI UMUM DAERAH PLOSO

BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi

Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral dari
suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna
(komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif)
kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan
dan pusat penelitian medik. Berdasarkan undang – undang no. 44 tahun 2009 tentang
rumah sakit, yang dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan dari satu orang ke orang
lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyakit menular ditandai dengan
adanya pathogen penyakit yang hidup dan dapat berpindah. Infeksi merupakan invasi
tubuh oleh pathogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit
(PotterdanPerry, 2005).
Outbreak atau epidemic merupakan peningkatan melebihi level yang didapatkan
dari suatu penyakit dalam area geografik tertentu; terdapat satu kasus penyakit dari
sebelumnya tidak pernah ada. Endemi merupakan level biasa (usual) suatu penyakit pada
area geografis tertentu (misalnya rumah sakit). Outbreak adalah peningkatan insidensi
kasus yang melebihi ekspektasi normal secara mendadak pada suatu komunitas, di suatu
tempat terbatas, misalnya desa, kecamatan, kota, atau institusi yang tertutup (misalnya
rumah sakit, sekolah, tempat kerja, atau pesantren) pada suatu periode waktu tertentu.
Di Indonesia telah dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 27/Menkes/SK/III/2017 tentang Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di Rumah Sakit Petugas kesehatan harus memahami, mematuhi dan menerapkan
Kewaspadaan Isolasi yaitu Kewaspadaan Standar dan Kewaspadaan Berdasarkan
Transmisi. Jenis kewaspadaan berdasar penularantransmisi yaitu : kontak, droplet,
4

airborne serta immunocompromised yaitu pasien dengan imunitas rendah sehingga mudah
tertular infeksi.
Pasien menular yang akan dirawat di ruang isolasi rumah sakit harus sesuai kategori
transmisi penularan penyakit dengan persyaratan ruang isolasi sehingga dapat memutus
siklus penularan penyakit dan melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan
masyarakat sekitar rumahsakit.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Mengetahui penyebab outbreak
b. Menghentikan kejadian outbreak dan mencegah outbreak dimasa mendatang
2. Tujuan Khusus
a. Agen kausa outbreak
b. Cara transmisi
c. Sumber outbreak
d. Carrier
e. Populasi berisiko
f. Paparan yang menyebabkan penyakit (faktor risiko).
5

BAB II
RUANG LINGKUP

1. Panduan ini di buat sebagai acuan untuk semua pekerja yang berada di lingkungan
rumah sakit, terutama dunkungan dari pimpinan, manajemen, dan merupakan
suatu upaya kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit
2. Panduan ini dapat diterapkan kepada semua pekerja yang berada di lingkungan
rumah sakit
3. Panduan ini dapat berupa sosialisasi
6

BAB III
TATA LAKSANA

Langkah pencegahan kasus dan pengendalian outbreak dapat dimulai sedini mungkin
(do early) setelah tersedia informasi yang memadai. Bila investigasi outbreak telah
memberikan fakta yang jelas mendukung hipotesis tentang kausa outbreak, sumber agen
infeksi, dan cara transmisi yang menyebabkan outbreak, maka upaya pengendalian dapat
segera dimulai tanpa perlu menunggu pengujian hipotesis oleh studi analitik yang lebih
formal.

A. Identifikasi Outbreak
Outbreak adalah peningkatan kejadian kasus penyakit yang lebih banyak daripada
ekspektasi normal di di suatu area atau pada suatu kelompok tertentu, selama suatu
periode waktu tertentu. Informasi tentang potensi outbreak biasanya datang dari sumber-
sumber masyarakat, yaitu laporan pasien (kasus indeks), keluarga pasien, kader
kesehatan, atau warga masyarakat.
Tetapi informasi tentang potensi outbreak bisa juga berasal dari petugas kesehatan,
hasil analisis data surveilans, laporan kematian, laporan hasil pemeriksaan laboratorium,
atau media lokal(surat kabar dan televisi).
Termasuk kasus outbreak apabila terjadi peningkatan secara terus menerus (Melebihi
Indikator PPI) jumlah infeksi yang didapat dari rumah sakit pada kasus ventilator
assosiated pneumoni (VAP), healthcare assosiated pneumoni (HAP), infeksi aliran darah
(IAD), Plebhitis, infeksi saluran kemih (ISK) dan infeksi daerah operasi (IDO) serta
Dekubitus.

B. Investigasi Kasus
Definisi Kasus
Peneliti melakukan verifikasi apakah kasus-kasus yang dilaporkan telah didiagnosis
dengan benar (valid). Peneliti outbreak mendefinisikan kasus dengan menggunakan
seperangkat kriteria sebagai berikut:
1. Kriteria klinis (gejala, tanda, onset);
2. Kriteria epidemiologis (karakteristik orang yang terkena, tempat dan waktu terjadinya
outbreak);
3. Kriteria laboratorium (hasil kultur dan waktu pemeriksaan)
Dengan menggunakan definisi kasus, maka individu yang diduga mengalami penyakit
akan dimasukkan dalam salah satu klasifikasi kasus. Berdasarkan tingkat ketidak pastian
diagnosis, kasus dapat diklasifikasikan menjadi:
7

1. Kasus suspek (suspected case, syndromic case)


2. Kasus mungkin (probable case, presumptive case)
3. Kasus pasti (confirmed case, definite case)

Klasifikasi Kasus
Kasus suspek Tanda dan gejala klinis cocok dengan penyakit,
(suspected case, terdapat bukti epidemiologi, tetapi tidak
syndromiscase) terdapat bukti laboratorium yang menunjukkan
tengah atau telah terjadi infeksi (bukti
laboratorium negatif, tidak ada, atau belum ada)

Kasus mungkin (probable Tanda dan gejala klinis cocok dengan penyakit,
case, presumptiv ecase) terdapat bukti epidemiologis, terdapat bukti
laboratorium yang mengarah tetapi belum pasti,
yang menunjukkan tengah atau telah terjadi
infeksi (misalnya, bukti dari sebuah tes serologis
tunggal)
Kasus pasti (confirmed case, Terdapat bukti pasti laboratorium (serologis, bio
definite case) kimia, bakteriologis, virologis, parasitologis)
bahwa tengah atau telah terjadi infeksi, dengan
atau tanpa kehadiran tanda, gejala klinis, atau
bukti epidemiologis

Penemuan Kasus
Kasus pertama yang dilaporkan (kasus indeks) belum tentu sama dengan kasus
primer, yaitu kasus pertama dalam komunitas. Kasus pertama yang datang ke fasilitas
pelayanan kesehatan biasanya hanya merupakan sebagian kecil dari seluruh jumlah kasus
yang ada (“tip of theiceberg”, puncak gunung es). Karena itu, setelah mendefinisikan
kasus, langkah investigasi selanjutnya adalah mencari kasus (casefinding).
Tujuan penemuan kasus:
1. Mengetahui luas outbreak
2. Mengetahui populasi berisiko
3. Mengidentifikasi kasus sekunder (kemungkinan penyebaran dari orang ke orang)
4. Mengidentifikasi sumber-sumber infeksi
5. Mengidentifikasi kontak dengan kasus terinfeksi
8

C. Investigasi Kausa
Wawancara dengan Kasus
Tujuan wawancara dengan kasus dan nara sumber terkait kasus adalah untuk
menemukan kausa outbreak. Dengan menggunakan kuesioner dan formulir baku, peneliti
mengunjungi pasien (kasus), dokter, laboratorium, melakukan wawancara dan
dokumentasi untuk memperoleh informasi berikut:
1. Identitas diri (nama, alamat, nomer telepon jika ada)
2. Demografis (umur, seks, ras, pekerjaan)
3. Kemungkinan sumber, paparan, dan kausa
4. Faktor-faktor risiko
5. Gejala klinis (verifikasi berdasarkan definisi kasus, catat tanggal onset gejala untuk
membuat kurva epidemi, catat komplikasi dan kematian akibat penyakit)
6. Pelapor (berguna untuk mencari informasi tambahan dan laporan balik hasil
investigasi). Pemeriksaan klinis ulang perlu dilakukan terhadap kasus yang
meragukan atau tidak didiagnosis dengan benar (misalnya, karena kesalahan
pemeriksaan laboratorium)
Prinsip intervensi untuk menghentikan outbreak sebagai berikut:
1. Mengeliminasi sumber patogen
Eliminasi sumber patogen mencakup:
a. Eliminasi atau inaktivasi patogen
b. Pengendalian dan pengurangan sumber infeksi (source reduction)
c. Pengurangan kontak antara penjamu rentan dan orang atau binatang
terinfeksi (karantina kontak, isolasi kasus, dansebagainya)
d. Perubahan perilaku penjamu dan/ atau sumber (higiene perorangan,
memasa daging dengan benar, dansebagainya);
e. Pengobatan kasus.
2. Memblokade proses transmisi
Prinsip intervensi untuk menghentikan outbreak sebagai berikut:
a. Mengeliminasi sumber patogen
b. Memblokade proses transmisi
c. Mengeliminasi kerentanan
3. Mengeliminasi kerentanan
Eliminasi sumber patogen mencakup:
a. Eliminasi atau inaktivasi patogen
b. Pengendalian dan pengurangan sumber infeksi (source reduction)
9

c. Pengurangan kontak antara penjamu rentan dan orang atau binatang


terinfeksi (karantina kontak, isolasikasus,dansebagainya)
d. Perubahan perilaku penjamu dan/ atau sumber (higiene perorangan,
memasak daging dengan benar, dan sebagainya) ; (5)Pengobatan kasus.

Melakukan Studi Analitik (jika perlu)


Dalam investigasi outbreak, tidak jarang peneliti dihadapkan kepada teka-teki
menyangkut sejumlah kandidat agen penyebab. Fakta yang diperoleh dari investigasi
kasus dan investigasi kausa kadang belum memadai untuk mengungkapkan sumber dan
kausa outbreak. Jika situasi itu yang terjadi, maka peneliti perlu melakukan studi analitik
yang lebih formal. Desain yang digunakan lazimnya adalah studi kasus kontrol atau studi
kohor retrospektif. Seperti desain studi epidemiologi analitik lainnya, studi analitik untuk
investigasi outbreak mencakup:
1. Pertanyaan penelitian
2. Signifikansi penelitian
3. Desain studi
4. Subjek
5. Variabel-variabel
6. Pendekatan analisis data
7. Interpretasi dan kesimpulan.

D. Penempatan pasien
Penempatan pasien menjadi sangat penting untuk menghindari penularan penyakit
dari satu pasien ke pasien lainya. Penempatan pasien sebaiknya sesuai dengan kaidah
kewaspadaan berdasarkan transmisi. Pasien dengan transmisi kontak, droplet dan
airborne dikelompokkan dengan pasien yang sesuai dengan pola transmisi infeksi penyakit
serta diberikan ruangan tersendiri. Penempatan pasien airborne diseases ditempatkan di
ruangan isolasi khusus airborne diseases bertekanan negatif atau ruang isolasi airborne
diseases dengan sirkulasi udara yang baik, bisa menggunakan sistem ventilasi alamiah,
mekanik atau alamiah dan mekanik. Bila tidak tersedia ruang tersendiri atau ruang isolasi,
dibolehkan dirawat bersama pasien lain yang jenis infeksinya sama dengan
menerapkan sistem cohorting dengan jarak antara tempat tidur minimal 1,5 meter. Untuk
menentukan ruang pasien terkait cohorting harus diberi tanda kewaspadaan
berdasarkan jenis transmisinya (kontak,droplet, airborne). Pasien HIV tidak
diperkenankan dirawat bersama dengan pasien TB dalam satu ruangan tetapi
pasien TB-HIV dapat dirawat dengan sesama pasien TB.
10

E. Mengkomunikasikan Temuan
Temuan dan kesimpulan investigasi outbreak dikomunikasikan kepada berbagai pihak
pemangku kepentingan kesehatan masyarakat. Dengan tingkat rincian yang bervariasi,
pihak-pihak yang perlu diberitahu tentang hasil penyelidikan outbreak mencakup pejabat
kesehatan masyarakat setempat, Direktur pembuat kebijakan dan pengambil keputusan
kesehatan, petugas fasilitas pelayanan kesehatan, pemberi informasi peningkatan kasus,
keluarga kasus, tokoh masyarakat, dan media. Penyajian hasil investigasidilakukansecara
lisan maupuntertulis (laporan awal dan laporan akhir). Pejabat dinas kesehatanyang
berwewenang hendaknya hadir pada penyajian hasil investigasi outbreak. Temuan-temuan
disampaikan dengan bahasa yang jelas, objektif dan ilmiah, dengan kesimpulan
dan rekomendasi yang dapat dipertanggungjawabkan.

F. Mengevaluasi dan Meneruskan Surveilans


Pada tahap akhir investigasi outbreak, Dinas Kesehatan Kota/ Kabupaten dan peneliti
outbreak perlu melakukan evaluasi kritis untuk mengidentifikasi berbagai kelemahan
program maupun defisiensi infrastruktur dalam sistem kesehatan. Evaluasi tersebut
memungkinkan dilakukannya perubahanperubahan yang lebih mendasar untuk
memperkuat upaya program, sistem kesehatan, termasuk surveilans itu sendiri. Investigasi
outbreak memungkinkan identifikasi populasi - populasi yang terabaikan atau
terpinggirkan, kegagalan strategi intervensi, mutasi agen infeksi, ataupun peristiwa
peristiwa yang terjadi diluar kelaziman dalam program kesehatan. Evaluasi kritis terhadap
kejadian outbreak memberi kesempatan kepada penyelidik untuk mempelajari kekurangan-
kekurangan dalam investigasi outbreak yang telah dilakukan, dan kelemahan-kelemahan
dalam sistem kesehatan, untuk diperbaiki secara sistematis dimasa mendatang, sehingga
dapat mencegah terulangnya outbreak.
11

BAB IV
DOKUMENTASI

1. Lembar Surveilans
2. Data Outbreak
3. Data Outbreak dilaporkan kepada direktur

Demikian buku panduan ini dibuat untuk panduan tentang panduan outbreak sehingga
berjalan dengan baik dan sesuai standar yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang
Kesehatan yang berlaku.

DIREKTUR RSUD PLOSO


KABUPATEN JOMBANG

ACHMAD ISKANDAR DZULQORNAIN

Anda mungkin juga menyukai