Putusan Mahkamah Konstitusi No 31 Puu Xxi 2023 Tahun 2023
Putusan Mahkamah Konstitusi No 31 Puu Xxi 2023 Tahun 2023
2. DUDUK PERKARA
I. Kewenangan Mahkamah
1. Bahwa menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (Bukti P-1), selanjutnya disebut UUD 1945, warga negara yang
bermaksud mendapatkan putusan hukum tentang ke-konstitusionalitasan
suatu Undang-Undang, maka pengajuannya adalah ke Mahkamah
Konstitusi.
kasus sengketa dimana dampak dari putusan atas perkara tersebut hanya
pada 2 (dua) warga bersengketa tersebut dalam arti sebenarnya.
Sedangkan, dampak dari putusan PHPU Pilpres bukan hanya pada 2 (dua)
warga yang sedang bersengketa (berselisih angka) tetapi juga pada rakyat.
Rakyat punya porsi yang sama dengan 2 (dua) warga yang sedang
bersengketa, dimana porsi tadi tentunya diamanatkan pada Hakim Konstitusi
berupa pengungkapan apa yang sebenarnya terjadi (kebenaran dan
keadilan). Jangka waktu terutama jangka waktupemeriksaan sampai pada
pemutusan perkara telah menghilangkan kesempatan bagi Hakim Konstitusi
menjalankan amanat, yang berarti menghilangkan porsi rakyat.
Menghilangkan porsi rakyat berarti menempatkan rakyat hanya sebagai
obyek baik dalam perkara PHPU Pilpres-nya maupun dalam pertimbangan
hukumnya yaitu rakyat menjadi obyek dalam hukum. Dan ini jelas telah
merendahkan harkat dan martabat manusia, karena rakyat adalah manusia
dan manusia adalah subyek dalam hukum. Menjadikan manusia obyek dalam
hukum tak ubah sama artinya dengan perbudakan.
Dengan telah jelas oleh adanya porsi rakyat dalam persidangan sengketa
perselisihan hasil Pemilu, maka karena Pemohon adalah rakyat Indonesia
dan berkewarganegaraan Indonesia. Pemohon serta warga negara
seumpama Pemohon yaitu rakyat Indonesia punya hak untuk mengajukan
PUU norma a quo memenuhi Pasal 51 ayat (1) huruf a UU MK yang
dipertegas Pasal 4 ayat (1) huruf a PMK 2/2021.
2.2 Menilik pada syarat oleh norma untuk dinyatakan mempunyai kedudukan
hukum, Pemohon perlu menulis ulang dengan pemberian garis bawah pada
frasa kritikal yang telah Pemohon sebut sebagai pokok alas dari terbitnya
kedudukan hukum suatu permohonan, yaitu:
Pasal 51 ayat (1) UU MK.
Pemohon adalah pihak yang hak dan/atau kewenangan
konstitusionalnya, telah dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:
a. Perorangan Warga Negara Indonesia (termasuk kelompok orang yang
mempunyai kepentingan sama);
b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Negara Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;
2023, No. 4 -8-
8
satu dari 3 (tiga) pilihan yaitu alas hak, alas kewenangan atau alas hak dan
kewenangan.
2.5 Dalam permohonan, Pemohon perlu juga untuk menegaskan perbedaan
definisi antara kata hak dan kata kewenangan agar jelas perbedaan antara
kata hak dan kata kewenangan termaksudsehingga dalam penjelasan untuk
meyakinkan Majelis Hakim, bahwa Pemohon benar mempunyai kedudukan
hukum dalam permohonanana quo ya’ni berlandaskan pada (alas)
kewenangan sense penjelasan tersebut tidak dirancukan oleh (alas) hak.
2.6 Tanpa harus jumud dengan definisi harfiah pokok alas termaksud, uraian
mudah untuk meyakinkan Majelis Hakim bahwa antara kata hak dan kata
kewenangan memang berbeda dalam definisi, sebagai berikut:
2.6.1 Penulisan kewenangan, atau wewenang atau berkewenangan atau
berwenang dalam permohonan a quo adalah bermaksud sama yaitu
mempunyai wewenang untuk melakukan. Perbedaan penulisan atau
penuturan adalah karena dipilih mana yang lebih tepat sesuai kalimat;
2.6.2 Uraian mudah untuk membedakan kata hak dan kata wewenang
adalahwarga Negara yang punya alas hak belum tentu punya
kewenangan, dan seseorang yang punya alas wewenang biasanya
memang didahului oleh telah memiliki alas hak. Lebih jelas lagi, warga
negara yang sedang menyalurkan haknya (hak pilih) belum tentu juga
dalam rangka menggunakan kewenangannya sebaliknya warga
negara yang sedang menggunakan kewenangannya adalah pasti
sedang menyalurkan hak nya (hak pilih). Kata prediket menyalurkan
dan menggunakan adalah berbeda menurut diksi KKO kamus
pendidikan (Bukti P-13).
2.6.3 Penjelasan ini seperti yang terdapat pada beberapa putusan
Mahkamah Konstitusi yang menyatakan Mahkamah tidak berwenang
memeriksa dan mengadili, yang dapat diartikan sebagai untuk nomor
perkara tersebut Mahkamah tetap berhak untuk menyidangkan
(terbukti dengan tetap digelarnya persidangan dan tetap dikeluarkan
nya putusan) tetapi tidak berkewenangan untuk memeriksa dan
mengadili. (Putusan nomor perkara, diantaranya: 18/PUU-XIX/2021,
75/PUU-XVI/2018, 11/PUU-XVI/2018, 12/PUU-XV/2017).
2.6.4 Kewenangan untuk memilih pada Pemilu Pilpres diartikan sebagai
2023, No. 4 -10-
10
5.7 Dalam hukum acara serta oleh Mahkamah Konstitusi (dalam PMK),
yang diberikan hak dan/atau kewenangan untuk mengajukan
permohonan adalah sesuai ketentuan pada norma Pasal 74 ayat
(1) UU MK. Pengertian tidak adanya hak bagi pemohon-
perseorangan untuk mengajukan permohonan PHPU in casu
PHPU Pilpres adalah permohonan akan dinilai tidak lengkap dan
di kembalikan (Pasal 74 ayat (4) UU MK)). Sedangkan norma-
norma lebih lanjut yang mengatur tentang kelengkapan dan
pemeriksaan kelengkapan: Pasal 39 ayat (1) UU MK; Pasal 3 ayat
(1) PMK Nomor 4 Tahun 2018, Pasal3 ayat (1) huruf b PMK Nomor
5 Tahun 2018.
5.8 Urutan kejadian kronologis dapat dipastikan dikembalikannya
permohonan sebagai berikut (bagi pemohon-perseorangan yang
berstatus bukan: Calon Presiden dan/atau Wakil Presiden;
dan/atau Peserta Pemilu berlangsung; Pemerintah):
i) Permohonan diterima panitera;
ii) Permohonan dicatat;
iii) Oleh Panitera, pemohon diperintahkan melengkapi
persyaratan;
iv) Menurut penalaran yang wajar, pemohona quo tidak (akan)
dapat melengkapi persyaratan sebagai calon Presiden
dan/Wakil Presiden;
v) Kelengkapan yang dimaksud adalah kelengkapan bukti bahwa
pemohon adalah peserta Pemilu sebagai Salon Wakil Presiden
dan/atau Wakil Presiden;
vi) Lewat waktu 7 (tujuh) hari permohonan dikembalikan.
Pasal 32 ayat (1) UU MK
“Terhadap setiap Permohonan yang diajukan, Panitera
Mahkamah Konstitusi melakukan pemeriksaan kelengkapan
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan
Pasal 31”
Pasal 32 ayat (2) UU MK
“Dalam hal Permohonan belum memenuhi kelengkapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon diberi
kesempatan untuk melengkapi Permohonan dalam jangka
waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak pemberitahuan
kekuranglengkapan tersebut diterima pemohon”
-15- 2023, No. 4
15
(4) Oleh karena kabar serta oleh temuan-temuan yang telah disusun
tersebut Pemohon berniat ikut dalam persidangan perselisihan
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang ternyata di sidangkan di
Mahkamah Konstitusi yang Pemohon masih awam apa dan
bagaimana caranya untuk berpartisipasi.
(5) Sebagai bukti ingin berpartisipasi dalam persidangan, data-data
dalam lembaran kertas tersusun berupa table-tabel tersebut
Pemohon print lalu mengirimkannya via Pos Indonesia ke kantor
pusat salah satu partai politik peserta Pemilu 2019. bertanggal 3
Juni 2019.
(6) Maka keinginan sampai ikut berpartisipasi Pemohon dalam
persidangan perselisihan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
dalam rangka mengawal Pemilu (Pilpres) Jujur dan Adil
sebagaimana yang teramanatkan dalam norma UUD 1945 (Pasal
22E ayat (1) adalah benar merupakan Kewenangan Konstitusional,
dan juga telah berupaya untuk ikut, sehingga dengan fakta-fakta
dan bukti-bukti yang ada, bahwa yang jadi penghalang Pemohon
untuk berpartisipasi dalam persidangan perselisihan Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden pada Pemilu 2019 adalah
(pengaturan) jangka waktu norma-norma a quo. Lebih tegas lagi,
tidak ada yang menghalangi Pemohon (menyebabkan jadi
terhalang makanya telah dirugikan) untuk menggunakan
kewenangan hingga mengawal (memastikan) khususnya pada
Pemilu Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden taat asas yang
dibuktikan dalam persidangan PHPU Pilpres Mahkamah Kosntitusi
melainkan oleh (pengaturan jangka waktu) norma-norma a quo
berkenaan jangka waktu.
(7) Dengan direvisinya lama jangka waktu pada norma-norma a quo
berkenaan jangka waktu, maka kemungkinan Pemohon terhalang
untuk menggunakan kewenangan konstitusional pada Pemilu
Pilpres berupa mengawal (memastikan) pelaksanaannya taat asas
ya’ni tahap persidangan Mahkamah Konstitusi oleh
ketidakcukupan jangka waktu tidak akan terjadi lagi.
2023, No. 4 -18-
18
A.1.1 Norma a quo diuji adalah berkenaan: jangka waktu pengajuan permohonan ke
Mahkamah Konstitusi; jangka waktu Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa,
mengadili dan memutuskan; Hak Ketua Sidang Pleno Hakim Konstitusi
menentukan putusan. Norma a quo berkenaan sengketa perselisihan hasil
pemilihan umum in casu Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan
Wakil Presiden (selanjutnya disebut PHPU Pilpres).
A.1.2 Norma a quo diukur terhadap kemungkinan Pekerjaan Terkerjakan Dengan
Baik, ambil kasusPHPU Pilpres 2019: mengajukan permohonan sandaran
nya adalah penilaian subyektif; sandaran memeriksa, mengadili,
memutuskan; serta wewenang Ketua Sidang Pleno Hakim Konstitusi
menentukan putusan, adalah Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.
A.1.3 Uji ukur norma a quo berasarkan 2 (dua) Instrument yaitu Pasal 22E ayat (1)
UUD 1945 Adil dan Jujur.
A.1.4 Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (selanjutnya disebut Pilpres) secara
langsung oleh rakyat telah berlangsung pada Tahun 2014 dan Tahun 2019.
Norma tentang jangka waktu serta Hak Ketua Sidang Pleno Hakim Konstitusi
Pilpres 2014 adalah idem dengan Pilpres 2019.
A.1.5 Mengawali tinjauan dari selaras tidaknya aturan pemungutan dan
penghitungan suara oleh KPU dengan UUD 1945 Pasal 22E ayat (1), karena
merupakan inti pelaksanaan Pemilu oleh rakyat, in casu Pemilu Pilpres 2019
aturan pemungutan dan penghitungan suara oleh KPU, selanjutnya disebut
Aturan Suara Sah (Bukti P-23), terdapat pada halaman 39 (tiga puluh
sembilan) buku Panduan KPPS Pemungutan dan Penghitungan suara
-19- 2023, No. 4
19
Pemilu 2019.
Hipotesa Pemohon terhadap asas Jurdil Pemilu 2019, dengan surat suara
sebagai kasus, sebagai berikut:
Bersumber dari teori probabilitas tentang suatu galat (error) selalu dapat
muncul pada suatu kejadian, bila diterapkan pada kasus yaitu surat suara,
kemungkinan bahwa surat suara telah terdapat satu coblosan (halus,
sehingga secara kasat mata tidak terlihat), sebut sebagai coblosan awal,
diterima pengguna hak pilih, digunakan dan lolos sebagai surat suara sah
tetap ada, maka efek coblosan awal tersebut terhadap perolehan suara
masing-masing paslon sebagai berikut:
Efek adanya coblosan awal terhadap nilai suara paslon dengan pengguna
hak pilih hanya melakukan satu coblosan saja pada surat suara.
-21- 2023, No. 4
21
Lebih lanjut sebagai keterangan untuk gambar surat suara paslon, filosofi
penempatan coblosan awal mudah dipahami agar tersamarkan dapat
diberikan pada ruang kolom paslon berwarna latar sesuai keadaan sekitar
sedemikian rupa sehingga coblosan halus hanya akan terlihat bila dilalui
sinaran cahaya (dilihat secara detail dengan diarahkan pada sumber cahaya).
Uraian-uraian diatas menunjukan adanya ketidakseimbangan Aturan Suara
Sah Pemilu 2019, serta tidak terdengarnya secara masif adanya upaya dari
KPU mensosialisasikan luas Aturan Suara Sah serta peraga pada
masyarakat menunjukan ke-tidak transparan-an.
Nilai Penjelasan paragraph A.1.5, adalah akibat dari Tidak Berimbangnya
Aturan Suara Sah, menurut penalaran yang wajar akan berdampak pada
Banyaknya Suara Auto dan Banyaknya Suara Hangus.
Dengan demikian Aturan Suara Sah yang diberlakukan pada Pemilu 2019
oleh KPU adalah In-Konstitusional.
14. Putusan yang telah diambil baik secara mufakat maupun suara
terbanyak, dibacakan pada sidang yang terbuka untuk umum
(Pasal 28 ayat (5) UU MK);
B. Perumusan Permasalahan
B.1 Jangka Waktu Mengajukan Permohonan PHPU Pilpres
B.1.1 Norma yang mengatur:
B.1.2 Merujuk pada Pasal 475 ayat (2) UU 7/2017, maksud penyusunan
permohonan PHPU Pilpres adalah pada perolehan dan akumulasi perolehan
suara oleh pemohon-PHPU Pilpres untuk kemudian diperselisihkan terhadap
penetapan perolehan suara KPU (Pasal 473 ayat (1) UU 7/2017).
Pasal 475 ayat (2) UU 7/2017
“Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya terhadap
hasil penghitungan suara yang memengaruhi penentuan terpilihnya
-27- 2023, No. 4
27
B.2.2 Norma yang mengatur jangka waktu memeriksa, mengadili dan memutuskan
perkara ialah:
Pasal 78 huruf a UU MK
“Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan atas
perselisihan hasil pemilihan umum wajib diputus dalam jangka waktu:
a. Paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan dicatat
dalam Buku Register Perkara Konstitusi, dalam hal pemilihan umum
Presiden dan Wakil Presiden”.
B.2.7 Uji ukur norma PUU berkenaan jangka waktu adalah apakah Majelis Hakim
Musyawarah Sidang Pleno pada putusan PHPU Pilpres dapat memahami
dengan baik data baru (alat-alat bukti beserta penjelasannya, alat-alat bukti
beserta jawaban termohon, alat-alat bukti beserta jawaban pihak terkait dan
Bawaslu) dengan volume sedemikian banyak untuk menghasilkan putusan:
Rumusan putusan kategori-1 atau Rumusan putusan kategori-2, atau
Rumusan putusan kategori-3; hanya dalam 14 (empat belas) hari.
B.2.8 Acuan ukur pemeriksaan permohonan (tertuang dalam duduk perkara) adalah
pada ada tidaknya naskah tertulis tiap Hakim Kontitusi amanat Pasal 45 ayat
(5) UU MK
B.2.9 Acuan ukur pemutusan perkara (alasan hukum putusan) adalah pada ada
tidaknya Dissenting Opinion Pasal 45 ayat (10) UU MK (selanjutnya disebut
DO) Hakim Konstitusi pada pendalilan para pihak yang menurut kaidah ilmiah
atau kaidah keilmuwan patutDO.
9. Masih tersisa waktu selama 23 jam 46 menit (dua puluh tiga jam empat
puluh enam) menit.
10. Urusan ibadah (shalat) selama 3 (tiga) hari berjumlah 15 (lima belas)
masing masing 10 (sepuluh) menit total 150 menit yaitu 2 jam 30 menit
(dua jam tiga puluh) menit, maka seharusnya waktu tanggal sudah
pada 24 Mei 2019 pukul 02:16.
12. Waktu tersisa adalah 13 jam 14 menit (tiga belas jam empat belas
menit), dengan catatan:
maupun keterpahaman, paling tidak 3x4 (tiga kali empat) jam yaitu 12
(dua belas) jam. Total jam terpakai 11 (sebelas) jam 44 (empat puluh
empat) menit dikurang 12 (dua belas jam) sudah minus 16 (enam
belas) menit. Pekerjaan out of order (time).
31 Nomor 224 0 0
Judul: Surat Suara
Sudah Tercoblos 01,
Setelah di Cek
56 Nomor 249 P- 0 0
140MMM
Judul: Limau asri
57 Nomor 250 P- 0 0
140NNN
Judul: Paju ulu
Palembang
58 Nomor 251 P- 0 0
140PPP
Judul: Batam
60 Nomor 253 P- 0 0
140RRR
Judul: Seretaris PPK
61 Nomor 254 P- 0 0
140SSS
2023, No. 4 -40-
40
62 Nomor 255 P- 0 0
140TTT
Judul: TPS Podorejo
Total -20264 4527
Paslon 01 Paslon 02
Angka % Angka %
BAWASLU di Papua
Judul: Ditemukan
Tempat Pemungutan
Suara (TPS) Siluman di
seluruh
Indonesia
Judul: Ditemukan
Indikasi Manipulatif
Daftar Pemilih Khusus
Judul: Ada
Ketidakwajaran dan
Keanehan Jumlah
Suara
Judul: Ditemukan
Indikasi Rekayasa
DPT
Judul: Ditemukan
37.324 TPS Baru
Judul: Indikasi
Pengaturan Suara
Tidak Sah
Total -18,851,757
3 Nomor 212 -0 +0
Perjalanan Input Data
Situng KPU
Kesalahan Data C1
yang Dipindai dari
Sumber Data KPU
Sudah Salah sejak
Awal
Total 3,386,753 57
C.2.1 Norma yang mengatur jangka waktu mengajukan permohonan PHPU ialah
Pasal 78 huruf a UU MK dan Pasal 475 ayat (3):
Pasal 78 huruf a UU MK
“Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan atas
perselisihan hasil pemilihan umum wajib diputus dalam jangka waktu:
a. Paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan dicatat
dalam Buku Register Perkara Konstitusi, dalam hal pemilihan umum
Presiden dan Wakil Presiden”
C.2.2 Dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari Majelis Hakim wajib memutuskan
perkara (realitanya waktu tersedia in casu Pilpres 2019 adalah 8 (delapan)
hari mengambil pernyatan Yang mulia Hakim DR. Suhartoyo), dimana Majelis
Hakim pada perkara PHPU Pilpres, lazimnya, harus melakukan (pekerjaan)
untuk sampai pada putusan adalah sebagai berikut:
1. Majelis Hakim memeriksa naskah permohonan
2. Membaca permohonan pemohon-PHPU Pilpres;
3. Mendengarkan keterangan pemohon-PHPU Pilpres
4. Mendengar dan membaca jawaban termohon;
2023, No. 4 -44-
44
Simulasi Koin, bila warga pemilik hak pilih pada desa banguasri
kecamatan Barat (terdapat 5 (lima) TPS) memiliki kompetensi IP 50%
maka, kemunginan terjadinya surat suara tida sah berjumlah 9 di 3
(dua) TPS adalah 6.89% Masih mungkin terjadi)
Simulasi Dadu, bila warga pemilik hak pilih pada desa banguasri
kecamatan Barat (terdapat 5 (lima) TPS) memiliki kompetensi IP 63%
maka kemunginan terjadinya surat suara tidak sah berjumlah 9 di 3
(tiga) TPS adalah 1.,44%%. (Masih mungkin terjadi)
Simulasi tetapan IPM Tahun 2019, bila warga pemilik hak pilih ada
desa banguasri kecamatan Barat (terdapat 5 (lima) TPS) memiliki
kompetensi IP 95% maka, kemunginan terjadinya surat suara tidak
sah berjumlah 9 (sembilan) di 2 (dua) TPS adalah 0.02%%. (Mustahil
terjadi).
Maka, dapat dipetik-kan bahwa Kemungkinan Surat Suara Tidak Sah
berjumlah 9 pada 3 (tiga) TPS di 1 (satu) desa dengan 5 (lima) TPS
untuk 100 voters hanya mungkin terjadiapabila warga desa bangunasri
berkompetensi kinestetika lebih kecil dari 67% (enam puluh tujuh
persen).
-51- 2023, No. 4
51
3.
2023, No. 4 -52-
52
Dari table, diartikan sebagai, Simulasi adalah untuk 100 pemilik hak
pilih (voter).
Simulasi Koin, bila warga pemilik hak pilih pada desa Banjarejo
Kecamatan Barat (terdapat 5 (lima) TPS) memiliki kompetensi IP 50%
maka kemunginan terjadinya surat suara tidak sah berjumlah 6(enam)
di 3 (tiga) TPS adalah 8,52% (masih mungkin terjadi).
Simulasi Dadu, bila warga pemilik hak pilih pada desa Banjareo
Kecamatan Barat (terdapat 5 (lima) TPS) memiliki kompetensi IP 63%
maka, kemunginan terjadinya surat suara tida sah berjumlah 6(enam)
di 3 (tiga) TPS adalah 2,04% (masih mungkin terjadi).
Simulasi tetapan IPM Tahun 2019, bila warga pemilik hak pilih pada
desa Banjarejo Kecamatan Barat (terdapat 5 (lima) TPS) memiliki
kompetensi IP 85% maka, kemunginan terjadinya surat suara tidak
sah berjumlah 6 (enam) di 3 (tiga) TPS adalah 0.07%. (masih mungkin
terjadi).
Dan, untuk angka Surat Suara Tidak Sah 59 (lima puluh Sembilan)
terjadi pada 2 TPS dalam satu kelurahan.
-53- 2023, No. 4
53
C.2.7 Telah jelas dan meyakinkan bahwa jangka waktu (calon) pemohon-
permohonan PHPU (Pilpres) untuk mengajukan permohonan dan jangka
waktu Majelis Hakim Konstitusi memeriksa, mengadili dan memutuskan
perkara PHPU Pilpres adalah sangat kurang (bertentangan dengan UUD
1945 Pasal 24 ayat (1) secara kondisional bersyarat, maka perlu direvisi
dengan memperhitungkan porsi rakyat, penjelasan paragraph (2.1)
Kedudukan Hukum, dalam penentuan lama jangka waktunya.
C.2.8 Kriteria penambahan porsi rakyat menurut pandangan subyektif Pemohon
adalah 2x (dua kali) jangka waktu pra-revisi ditambah waktu tolerir sehingga
-55- 2023, No. 4
55
menjadi:
a. Jangka waktu mengajukan permohonan PHPU menjadi 2x (dua kali) 3
(tiga) hari ialah 6 (enam) hari, ditambah 1 (satu) hari tolerir menjadi 7
(tujuh) hari.
b. Jangka waktu Majelis Hakim Konstitusi memeriksa, mengadili dan
memutuskan perkara PHPU Pilpres menjadi 2x (dua kali) 14 (empat
belas) hari ialah 28 (dua puluh delapan) hari, ditambah 2 (dua) hari
tolerirmenjadi 30 (tiga puluh) hari.
C.2.9 Berdasarkan fakta diuraikan dibawah baik jangka waktu pengajuan
permohoan PHPU (7 (tujuh) hari) dan jangka waktu Mahkamah Konstitusi
memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara PHPU (Pilpres) (30 (tiga
puluh) hari), merupakan jangka waktu terbaik revisi, sebagai berikut:
a. Jangka waktu mengajukan permohonan PHPU
Secara garis besar, walau sama-sama hanya dapat diajukan maksimum
dalam jangka waktu 3 (tiga) hari, permohonan PHPU oleh pemohon-
anggota DPR, pemohon-anggota DPD dan pemohon-anggota DPRD
dapat lebih baik karena lingkup permasalahan dan pengumpulan alat-alat
bukti jauh lebih sempit dan terpetakan dalam sebutan DAPIL. Dengan
keadaan sedemikian pun, ternyata, Majelis Hakim Konstitusi masih
kesulitan dalam memahami apa sesungguhnya yang hendak disampaikan
oleh para pemohon-peserta Pemilu anggota dewan akibat kualitas muatan
permohonan. Keberhasilan Majelis Hakim Konstitui mengungkap apa yang
terjai sebenarnya belum dapat dipandang oleh muatan permohonan
(kontribusinya masih keil) melainkan oleh Kompetensi dan Kepekaan
Majelis Hakim Konstitusi yang mumpuni didukung dengan ketersediaan
jangka waktu yang mencukupi untuk memeriksa, megadili dan
memutuskan.
Dengan demikian, perubahan lama jangka waktu pengajuan permohonan
PHPU nggota DPR, anggota Dewan Perwakilan Daerah dan anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak akan terpengaruh melankan
kearah yang lebih baik.
Dengan singkat, perbaikan jangka waktu semula maksimum 3 (tiga) hari
sejak hitungan jam diumumkan nya hasil Pemilu secara nasional oleh KPU
untuk mengajukan permohonan PHPU akan berdampak baik terhadap
2023, No. 4 -56-
56
D.1 Maka oleh karena kurangya jangka waktu menjadi penyebab putusan dan
sedang di PUU utuk direvisi adalah fakta, menurut Pemohon, beralasan pula
menggunakan keluasan perkara PUU terhadap putusan sebagai putusan
nomor perkara 01/PHPU-PRES/XVII/2019 oleh masih logis dan terbukanya
kesempatan untuk merevisinya sebagai putusan sela yang merupakan
sinergitas, yang satu menjadi bukti fakta terhadap yang lain sebagai putusan
-57- 2023, No. 4
57
sela.
D.2 Ketiadaan naskah tertulis berisikan pertimbangan atau pendapat tiap Hakim
Konstitusi dapat diartikan ada komponen tahapan putusan yang
tersembunyikan sehingga pembacaan putusan harus dipandang (masih)
tertutup atau belum melalui semua tahapan sehingga patut dipandang cacat
formil.
D.3 Untuk mendukung maksud tercapainya permohonan a quo, Pemohon perlu
juga menguraikan kaidah bahasa Penggunaan tanda kurung (…) sebagai
berikut:
i) Tanda kurung digunakan untuk mengapit keterangan tambahan,
seperti singkatan padanan kata asing.
ii) Tanda kurung digunakan untuk mengapit keterangan atau
penjelasan yang bukan bagian utama kalimat.
iii) Tanda kurung digunakan untuk mengapit kata yang
keberadaannya didalam teks dapat dimunculkan atau dihilangkan.
iv) Tanda kurung digunakan untuk mengapit huruf atau angka sebagai
penanda perincian yang ditulis ke samping atau ke bawah di dalam
kalimat.
Pasal 86 UU MK
"Mahkamah Konstitusi dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang
diperlukan bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya
menurut Undang-Undang ini"
IV. Petitum
Putusan Sela
6. Membacakan secara terbuka untuk umum putusan final perkara terdaftar Akta
Pengajuan Permohonan Pemohon Nomor 01/AP3-PRES/PAN.MK/2019
yang tercatat di Buku Registrasi Perkara Konstitusidengan nomor 01/PHPU-
PRES/XVII/2019 dengan nomor putusan 01F/PHPU-PRES/XVII/2019
petitum:
sebagaimana mestinya.
Atau
3. PERTIMBANGAN HUKUM
Kewenangan Mahkamah
Pasal 78 huruf a UU MK
“Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan atas perselisihan
hasil pemilihan umum wajib diputus dalam jangka waktu:
a. Paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam
Buku Registrasi Perkara Konstitusi, dalam hal pemilihan umum Presiden
dan Wakil Presiden”.
Permohonan Provisi
2. Bahwa menurut Pemohon, jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja dimaksud
tidak mencukupi bagi Mahkamah dalam memeriksa, mengadili, dan memutus
perkara perselisihan tentang hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
berdasarkan pada fakta-fakta yang ditemukan dalam putusan Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden 2019.
3. Bahwa menurut Pemohon dalam kaidah peradilan cepat dan murah, waktu
persidangan harus disamakan dengan waktu pada perkara lain yang terbukti
Mahkamah mampu memeriksa alat bukti lebih detail dan seksama, yaitu 30 (tiga
puluh) hari. Selain itu, menurut Pemohon, jangka waktu pengajuan permohonan,
yaitu 3 (tiga) hari kerja dimaknai menjadi 7 (tujuh) hari;
Pemohon jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja tidaklah dimaksudkan untuk
seluruh waktu harus digunakan memeriksa, mengadili dan memutus perkara
melainkan memberi kesempatan seluas-luasnya bagi Mahkamah mengelaborasi
perkara perselisihan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sampai dengan
pengucapan putusan;
ayat (3) UU 7/2017 tidak memadai dalam memutus perkara perselisihan hasil Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden jika tidak dimaknai menjadi 30 (tiga puluh) hari
bertentangan dengan UUD 1945 adalah tidak beralasan menurut hukum;
[3.14] Menimbang bahwa terhadap hal-hal lain dalam permohonan a quo tidak
dipertimbangkan lebih lanjut, karena dinilai tidak ada relevansinya.
4. KONKLUSI
5. AMAR PUTUSAN
Mengadili:
Dalam Provisi:
Menyatakan Petitum Provisi Pemohon tidak dapat diterima.
KETUA,
ttd.
Anwar Usman
ANGGOTA-ANGGOTA,
ttd. ttd.
ttd. ttd.
ttd. ttd.
ttd.
M. Guntur Hamzah
PANITERA PENGGANTI,
ttd.
Diterbitkan di Jakarta
pada tanggal 26 Mei 2023
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
Asep N. Mulyana