Anda di halaman 1dari 78

2023, No. 4 Putusan-MK.

Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 24


Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
S ALIN AN 2020
tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
PUTUSAN
Nomor 31/PUU-XXI/2023

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA,


[1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir,
menjatuhkan putusan dalam perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2003 tentang Mahkamah Konstitusi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yang diajukan oleh:
Nama : Herifuddin Daulay, ST.
Pekerjaan : Guru
Alamat : Jalan Ahmad Yani Nomor 17, Dumai, Riau

Selanjutnya disebut sebagai -------------------------------------------------------- Pemohon;

[1.2] Membaca permohonan Pemohon;


Mendengar keterangan Pemohon;
Memeriksa bukti-bukti Pemohon;

2. DUDUK PERKARA

[2.1] Menimbang bahwa Pemohon telah mengajukan permohonan bertanggal


15 Maret 2023 yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (selanjutnya
disebut Kepaniteraan Mahkamah) pada 14 Maret 2023 berdasarkan Akta Pengajuan
Permohonan Pemohon Nomor 26/PUU/PAN.MK/AP3/03/2023 dan telah dicatat
dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK) pada 27 Maret 2023
dengan Nomor 31/PUU-XXI/2023, yang telah diperbaiki dan diterima Kepaniteraan
Mahkamah pada 17 April 2023, pada pokoknya menguraikan hal-hal sebagai
berikut:
2023, No. 4 -2-
2

I. Kewenangan Mahkamah
1. Bahwa menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (Bukti P-1), selanjutnya disebut UUD 1945, warga negara yang
bermaksud mendapatkan putusan hukum tentang ke-konstitusionalitasan
suatu Undang-Undang, maka pengajuannya adalah ke Mahkamah
Konstitusi.

Pasal 24C ayat (1) UUD 1945

"Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan


terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang
terhadap undang-undang dasar, memutus sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh undang-undang
dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan
tentang hasil Pemilihan Umum."
2. Mahkamah Konstitusi berwenang menyelenggarakan pengadilan karena
(juga) merupakan lembaga Kekuasan Kehakiman.

Pasal 24 ayat (2) UUD 1945

"Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan


badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan Peradilan
Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer,
lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi”.
3. Pada keterangan Nomor 1 (satu) juga telah terdeskripsikan secara jelas,
bahwa perkara-perkara yang Mahkamah Konstitusi berwenang memeriksa,
mengadili dan memutuskannya ialah:
a. Menguji Undang-Undang terhadap undang-undang dasar;
b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh undang-undang dasar;
c. Memutus pembubaran partai politik; dan
d. Memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum.
4. Untuk maksud pengujian ke-konstitusionalitasan tersebut, lebih lanjut
ketentuan tentang pemohon-permohonan serta permohonannya diatur dalam
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
Sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut UU MK) (Bukti P-28),
pada Pasal 51: ayat (1); ayat (2); ayat (3).
-3- 2023, No. 4
3

Pasal 51 ayat (1) UU MK


"Pemohon adalah pihak yang hak dan/atau kewenangan
konstitusionalnya, telah dirugikan oleh berlakunya undang-undang,
yaitu:
a. Perorangan Warga Negara Indonesia (termasuk kelompok orang
yang mempunyai kepentingan sama);
b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Negara Republik Indonesia yang diatur dalam undang-
undang;
c. Badan hukum publik atau privat; atau
d. Lembaga negara. “

Pasal 51 ayat (2) UU MK

“Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya


tentang hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya sebagaimana
maksud ayat (1)”.

Pasal 51 ayat (3) UU MK


“Dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemohon
wajib menguraikan dengan jelas bahwa;
a. pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan
berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945; dan/atau
b. materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang
dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945.”
5. Permohonan a quo adalah tentang pengujian materiil, yaitu pengujian
sebagaimana dimaksud Pasal 51 ayat (3) huruf b (pengujian materi muatan
dalam ayat, pasal, dan/atau bagian Undang-Undang).

6. Undang-Undang yang diajukan pengujiannya (disebut pengujian Undang-


Undang dan selanjutnya disebut PUU) dalam permohonan a quo adalah UU
MK, pada Pasal 45 ayat (8), Pasal 74 ayat (3); Pasal 78 huruf a dan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2017 (selanjutnya disebut UU 7/2017) (Bukti P-3):
yakni Pasal 475 ayat (1); Pasal 475 ayat (3). Penyebutan kata Undang-
Undang selanjutnya disebut Undang-Undang atau disebut UU saja.

Pasal 74 ayat (3) UU MK

“Permohonan hanya dapat diajukan dalam jangka waktu paling lambat


3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak Komisi Pemilihan Umum
mengumumkan penetapan hasil pemilihan umum secara nasional”.
2023, No. 4 -4-
4

Pasal 475 ayat (1) UU 7/2017

“Dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil


Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Pasangan Calon dapat
mengajukan keberatan kepada MahkamahKonstitusi dalam waktu
paling lama 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden oleh KPU”.
Pasal 78 huruf a UU MK
“Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan atas
perselisihan hasil pemilihan umum wajib diputus dalam jangka waktu:
a. Paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan
dicatat dalam Buku Register Perkara Konstitusi, dalam hal
pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden”.

Pasal 475 ayat (3) UU 7/2017


“Mahkamah Konstitusi memutus perselisihan yang timbul akibat
keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling
lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya permohonan keberatan
oleh Mahkamah Konstitusi”.
Pasal 45 ayat (8) UU MK
"Dalam hal musyawarah sidang pleno hakim kostitusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) tidak dapat diambil dengan suara terbanyak,
suara terakhir ketua sidang pleno hakim konstitusi menentukan".
7. Sedangkan, norma penguji ke-konstitusionalitasan adalah Norma UUD 1945,
yaitu: Pasal 1 ayat (2) kekaitannya dengan Pasal 6A ayat (1) dalam kerangka
Pasal 27 ayat (3) kaitannya dengan Pasal 24 ayat (1) juncto Pasal 22E ayat
(1).

Pasal 1 ayat (2) UUD 1945


“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar”.
Pasal 6A ayat (1) UUD 1945
“Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara
langsung oleh rakyat”.
Pasal 27 ayat (3)
“Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara”.
Pasal 24 ayat (1) UUD 1945
“Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”
Pasal 22E ayat (1) UUD 1945

“Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,


-5- 2023, No. 4
5

jujur dan adil setiap lima tahun sekali”.


8. Dari seluruh uraian di atas, karena yang menjadi objek permohonan PUU
adalah Undang-Undang dan norma pengujinya adalah UUD 1945, maka PUU
materiil perkara a quo adalah dibawah wewenang Mahkamah Konsitusi.
Maka Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa,
mengadili dan memutuskannya.

II. Kedudukan Hukum Pemohon


1. Ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang mengatur kualifikasi
kedudukan hukum mengajukan PUU termuat dalam UU MK Pasal 51 ayat (1)
dan diulangi pada Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021
(selanjutnya disebut PMK 2/2021) Pasal 4 ayat (1) (Bukti P-4), sebagai
berikut:
Pasal 51 ayat (1) UU MK
"Pemohon adalah pihak yang hak dan/atau kewenangan
konstitusionalnya, telah dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:
a. Perorangan Warga Negara Indonesia (termasuk kelompok orang
yang mempunyai kepentingan sama);
b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Negara Republik Indonesia yang diatur dalam undang-
undang;
c. Badan hukum publik atau privat; atau
d. Lembaga negara. “

Pasal 4 ayat (1) PMK 2/2021


"Pemohon adalah pihak yang hak dan/atau kewenangan
konstitusionalnya, telah dirugikan oleh berlakunya undang-undang,
yaitu:
a. Perorangan Warga Negara Indonesia (termasuk kelompok orang
yang mempunyai kepentingan sama);
b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Negara Republik Indonesia yang diatur dalam undang-
undang;
c. Badan hukum publik atau privat; atau
d. Lembaga negara.”
Syarat lanjutan sebagai penjelas tentang mempunyai kedudukan hukum
tersebut tertuang dalam Pasal 4 ayat (2) PMK 2/2021 (Bukti P-5).
2023, No. 4 -6-
6

Pasal 4 ayat (2) PMK 2/2021


“Hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) dianggap dirugikan oleh berlakunya Undang-
Undang atau Perppu apabila:
a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang
diberikan oleh UUD 1945:
b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut, dianggap telah
dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan
pengujian nya.
c. kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut harus
bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya
potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan
akan terjadi;
d. adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara
kerugiandimaksud dengan berlakunya Undang-Undang yang
dimohonkan pengujian.
e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan
maka kerugian konstitusional tersebut tidak akan atau tidak lagi
terjadi.”
2. Memenuhi persyaratan ketentuan sebagaimana terurai pada Nomor 1 (satu)
Kedudukan Hukum Pemohon, maka perlu ditegaskan bahwa pokok atas
perkara a quo adalah pada atas kewenangan bukan (semata) atas hak,
sebagai seorang warga (warga negara Indonesia) yang berarti sebagai
rakyat, penjelasan sebagai berikut:
2.1 Berkenaan PUU Jangka waktu, baik jangka waktu mengajukan permohonan
maupun jangka waktu memeriksa hingga memutuskan memberi kesan
seolah-olah persidangan PHPU, in casu Pilpres hanyalah soal 2 (dua) warga
negara yang sedang bersengkata “kepemilikan” sepetak tanah di “gang
Indonesia” oleh sebab tidak dipandangnya rakyat sebagai juga yang
berkepentingan dalam hasil putusannya. Rakyat tidak mendapatkan porsi
sama sekali dalam pertimbangan atau pendapat hukum putusan serta telah
menempatkan Majelis Hakim Konstitusi layaknya sebagai juri pertandingan
akibat tidak teralokasikannya waktu lagi untuk (seharusnya) mengungkap
apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Memang benar menurut kaidah agama (juga) bahwa beban untuk
membuktikan suatu tuduhan adalah pada sipenuduh melalui (alat) bukti.
Dalam arti dapat terbukti benar tidaknya suatu tuduhan (ambil kasus
kecurangan yang terjadi adalah fakta) adalah hanya berdasarkan kepiawaian
sipenuduh untuk mengungkapkannya. Tetapi kaidah ini hanya berlaku untuk
-7- 2023, No. 4
7

kasus sengketa dimana dampak dari putusan atas perkara tersebut hanya
pada 2 (dua) warga bersengketa tersebut dalam arti sebenarnya.
Sedangkan, dampak dari putusan PHPU Pilpres bukan hanya pada 2 (dua)
warga yang sedang bersengketa (berselisih angka) tetapi juga pada rakyat.
Rakyat punya porsi yang sama dengan 2 (dua) warga yang sedang
bersengketa, dimana porsi tadi tentunya diamanatkan pada Hakim Konstitusi
berupa pengungkapan apa yang sebenarnya terjadi (kebenaran dan
keadilan). Jangka waktu terutama jangka waktupemeriksaan sampai pada
pemutusan perkara telah menghilangkan kesempatan bagi Hakim Konstitusi
menjalankan amanat, yang berarti menghilangkan porsi rakyat.
Menghilangkan porsi rakyat berarti menempatkan rakyat hanya sebagai
obyek baik dalam perkara PHPU Pilpres-nya maupun dalam pertimbangan
hukumnya yaitu rakyat menjadi obyek dalam hukum. Dan ini jelas telah
merendahkan harkat dan martabat manusia, karena rakyat adalah manusia
dan manusia adalah subyek dalam hukum. Menjadikan manusia obyek dalam
hukum tak ubah sama artinya dengan perbudakan.
Dengan telah jelas oleh adanya porsi rakyat dalam persidangan sengketa
perselisihan hasil Pemilu, maka karena Pemohon adalah rakyat Indonesia
dan berkewarganegaraan Indonesia. Pemohon serta warga negara
seumpama Pemohon yaitu rakyat Indonesia punya hak untuk mengajukan
PUU norma a quo memenuhi Pasal 51 ayat (1) huruf a UU MK yang
dipertegas Pasal 4 ayat (1) huruf a PMK 2/2021.
2.2 Menilik pada syarat oleh norma untuk dinyatakan mempunyai kedudukan
hukum, Pemohon perlu menulis ulang dengan pemberian garis bawah pada
frasa kritikal yang telah Pemohon sebut sebagai pokok alas dari terbitnya
kedudukan hukum suatu permohonan, yaitu:
Pasal 51 ayat (1) UU MK.
Pemohon adalah pihak yang hak dan/atau kewenangan
konstitusionalnya, telah dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:
a. Perorangan Warga Negara Indonesia (termasuk kelompok orang yang
mempunyai kepentingan sama);
b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Negara Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;
2023, No. 4 -8-
8

c. Badan hukum publik atau privat; atau


d. Lembaga negara.
Pasal 4 ayat (1) PMK Nomor 2 Tahun 2021
Pemohon adalah pihak yang hak dan/atau kewenangan
konstitusionalnya, telah dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:
a. Perorangan Warga Negara Indonesia (termasuk kelompok orang
yang mempunyai kepentingan sama);
b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Negara Republik Indonesia yang diatur dalam undang-
undang;
c. Badan hukum publik atau privat; atau
d. Lembaga negara.
Pasal 4 ayat (2) PMK Nomor 2 Tahun 2021

“Hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud


dalamPasal 4 ayat (1) dianggap dirugikan oleh berlakunya Undang-
Undang atau Perppu apabila:
a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang
diberikan oleh UUD 1945:
b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut, dianggap telah
dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan
pengujian nya.
c. kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut harus
bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya
potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan
akan terjadi;
d. adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara
kerugiandimaksud dengan berlakunya Undang-Undang yang
dimohonkan pengujian
e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan
maka kerugian konstitusional tersebut tidak akan atau tidak lagi
terjadi.”
2.3 Pada frasa norma-norma yang telah Pemohon tulis ulang dengan pemberian
garis bawah sebagai pokok alas, penulisan pokok alas adalah hak dan/atau
kewenangan yang bila dituturkan dalam lafal Bahasa Indonesia akan
berbunyi “hak dan garis miring atau kewenangan”.
2.4 Menurut kaidah Bahasa Indonesia seperti keterangan pada Bukti P-12,
penulisan dengan tanda baca “dan/atau” sebagai penghubung 2 (dua) kata,
sebagaimana tertulis pada tekstual norma yang telah tergaris-bawahi, maka
yang dapat menjadi pokok alas kedudukan hukum permohonan adalah salah
-9- 2023, No. 4
9

satu dari 3 (tiga) pilihan yaitu alas hak, alas kewenangan atau alas hak dan
kewenangan.
2.5 Dalam permohonan, Pemohon perlu juga untuk menegaskan perbedaan
definisi antara kata hak dan kata kewenangan agar jelas perbedaan antara
kata hak dan kata kewenangan termaksudsehingga dalam penjelasan untuk
meyakinkan Majelis Hakim, bahwa Pemohon benar mempunyai kedudukan
hukum dalam permohonanana quo ya’ni berlandaskan pada (alas)
kewenangan sense penjelasan tersebut tidak dirancukan oleh (alas) hak.
2.6 Tanpa harus jumud dengan definisi harfiah pokok alas termaksud, uraian
mudah untuk meyakinkan Majelis Hakim bahwa antara kata hak dan kata
kewenangan memang berbeda dalam definisi, sebagai berikut:
2.6.1 Penulisan kewenangan, atau wewenang atau berkewenangan atau
berwenang dalam permohonan a quo adalah bermaksud sama yaitu
mempunyai wewenang untuk melakukan. Perbedaan penulisan atau
penuturan adalah karena dipilih mana yang lebih tepat sesuai kalimat;
2.6.2 Uraian mudah untuk membedakan kata hak dan kata wewenang
adalahwarga Negara yang punya alas hak belum tentu punya
kewenangan, dan seseorang yang punya alas wewenang biasanya
memang didahului oleh telah memiliki alas hak. Lebih jelas lagi, warga
negara yang sedang menyalurkan haknya (hak pilih) belum tentu juga
dalam rangka menggunakan kewenangannya sebaliknya warga
negara yang sedang menggunakan kewenangannya adalah pasti
sedang menyalurkan hak nya (hak pilih). Kata prediket menyalurkan
dan menggunakan adalah berbeda menurut diksi KKO kamus
pendidikan (Bukti P-13).
2.6.3 Penjelasan ini seperti yang terdapat pada beberapa putusan
Mahkamah Konstitusi yang menyatakan Mahkamah tidak berwenang
memeriksa dan mengadili, yang dapat diartikan sebagai untuk nomor
perkara tersebut Mahkamah tetap berhak untuk menyidangkan
(terbukti dengan tetap digelarnya persidangan dan tetap dikeluarkan
nya putusan) tetapi tidak berkewenangan untuk memeriksa dan
mengadili. (Putusan nomor perkara, diantaranya: 18/PUU-XIX/2021,
75/PUU-XVI/2018, 11/PUU-XVI/2018, 12/PUU-XV/2017).
2.6.4 Kewenangan untuk memilih pada Pemilu Pilpres diartikan sebagai
2023, No. 4 -10-
10

upaya untuk memberikan pilihan yang terbaik untuk kebaikan agama,


bangsa, negara dan rakyat Indonesia berupa seorang Presiden (yang
telah terbukti) mempunyai Kompetensi dan Kepekaan yang baik atau
untuk menghindarkan dariterpilihnya Presiden dengan Kompetensi
dan Kepekaan yang buruk untuk menjadi pemimpin karena akan
berdampak buruk bagi kehidupan beragama, berbangsa, bernegara
dan kesejahteraan rakyat. Pemohon dalam menggunakan hak
pilihnya, in casu pada Pemilu 2019 adalah dalam rangka upaya untuk
memberikan pilihan yang terbaik untuk kebaikan agama, bangsa,
negara dan rakyat Indonesia berupa seorang Presiden (yang telah
terbukti) mempunyai Kompetensi dan Kepekaan yang baik, maka hak
Pemohon in casu telah berubah menjadi wenang.
2.6.5 Dengan alas kewenangan saat menggunakan hak pilih pada Pemilu
Pilpres perkara a quo, menjadi beralasan mengapa pada Pilpres perlu
diadakannya debat presiden ya’ni untuk memacu pemilih hak pilih,
atau bisa disebut voter, tidak hanya sekadar menyalurkan hak pilih
(pasif) tetapi lebih dari itu yaitu menggunakan hak pilih disertai upaya
memberikan atau memilihkan yang terbaik atau untuk menghindarkan
terpilihnya yang terburuk (aktif) yang penentuan mana calon yang baik
dan mana yang buruk tentu saja sesuai dengan kemampuan nalar
masing-masing voter.
2.6.6 Penegasan perbedaan definisi penting, karena oleh sebab adanya
pembedaan ini terungkap kesadaran baru (novum baru?) (dapat)
berbedanya atau tidak samanya antara alas hak dan alas kewenangan
untuk dijadikan dasar kedudukan hukum pemohon-permohonan pada
pengajuan perkara ke Mahkamah Konstitusi terkhusus perkara PUU
oleh Pemohon perorangan warga negara.
3. Setelah clear bahwa permohonan a quo berdasarkan alas kewenangan, lebih
lanjut Peraturan Perundang-undangan mengatur tentang (alas) kewenangan
bahwahak dan/atau kewenangan tersebut haruslah merupakan hak dan/atau
kewenangan yang diberikan oleh UUD 1945, disebut hak dan/atau
kewenangan kontitusional.
4. Alas kewenangan Pemohon, merupakan (alas) kewenangan konstitusional,
sebagai berikut:
-11- 2023, No. 4
11

1) Kedaulatan berada ditangan rakyat Pasal 1 ayat (2) UUD 1945;


2) Kedaulatan tersebut, didefiniikan oleh Pasal 6A ayat (1) sebagai hakuntuk
memilih Presiden dan wakil Presiden;
3) Sesuai penjelasan pada sub-paragraf (2.6.5), dalam menggunakan hak
dapat berupa aksi menyalurkan pilihan (penggunaan hak secara pasif)
dapat pula berupa aksi memberikan pilihan terbaik (penggunaan hak
secara aktif);
4) Upaya Bela negara diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UUD 1945;
5) Menggunakan hak pilih dalam rangka upaya bela negara diartikan
sebagai memberikan pilihan yang terbaik;
6) Memberikan pilihan yang terbaik adalah penggunaan hak secara aktif,
karenanya disebut kewenangan;
7) Kewenangan yang secara bertingkat didapat dari norma UUD 1945, ya’ni
Pasal 1 ayat (2), Pasal 6A ayat (1) serta Pasal 27 ayat (3) adalah
merupakan Kewenangan Konstitusional.
8) Kewenangan Konstitusinal termaksud dikaitkan lagi dengan norma Pasal
22E ayat (1), diartikan sebagai Kewenangan Pemohon untuk mengawal
(memastikan) pelaksanaan Pemilu dilaksanakan taat asas terutama jujur
dan adil yaitu kewenangan berupa (kesempatan) menyampaikan hal-hal
kritikal yang perlu disampaikan dalam bentuk permohonan maupun
sebagai saksi dalam persidangan perselisihan Pilpres.
5. Kewenangan Pemohon adalah Kewenangan Konstitusional, dimana
kewenangan tersebut telah hilang/dihilangkan atau terhalang (karenannya
Pemohon telah dirugikan) oleh berlakunya pasal-pasal a quo, sebagai
berikut:
5.1 Norma a quo adalah berkenaan pemutusan dan jangka waktu,
yaitu jangka waktu paling lama untuk mengajukan permohonan
dan pemutusan perkara berkenaan validitas tepat tidak nya
penjabat Presiden dan Wakil Preiden yang terpilih (setelah proses
Pemilu dan diumumkan oleh lembaga negara yang berwenang).
5.2 Norma a quo dapat dipandang sebagai norma yang menjadikan
persidangan dengan seluruh maksud pembuktian tertuang dalam
permohonan dalam bentuk alat bukti maupun persaksian dalam
persidangan menjadi tidak berarti dikarenakan oleh sebab alasan
2023, No. 4 -12-
12

ketidakterbacaan permohonan berakibat mnyulitkan pemeriksaan


berkenaan keterkaitan dengan persaksianmenjadi alasan Hakim
Ketua Sidang Pleno untuk memonopoli putusan sebagaimana
yang dimaksud Pasal 45 ayat (8) UU MK dan mengabaikan
pertimbangan dan pendapat hukum Hakim anggoita Konstitusi
yang lain Pasal 45 ayat (5).
5.3 Norma-norma yang mengatur, Pemohon klasifikasikan menjadi 2
(dua), yaitu berdasarkan kesamaan (atau terlihat sama) lama
jangka waktu:
Jangka waktu mengajukan permohonan, norma yang mengatur:
Pasal 74 ayat (3) UU MK;
“Permohonan hanya dapat diajukan dalam jangka waktu paling
lambat 3x24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak Komisi
Pemilihan Umum mengumumkan penetapan hasil pemilihan
umum secara nasional”
Pasal 475 ayat (1) UU 7/2017
“Dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Pasangan Calon dapat
mengajukan keberatan kepada Mahkamah Konstitusi dalam
waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU”
Jangka Waktu Mahkamah Konstitusi Memeriksa, Mengadili dan
Memutuskan Perkara, norma yang mengatur:

Pasal 78 huruf a UU MK;


‘Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan atas
perselisihan hasil pemilihan umum wajib diputus dalam jangka
waktu:
a. Paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan
dicatat dalam Buku Register Perkara Konstitusi, dalam hal
pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden’
Pasal 475 ayat (3) UU7/2017
‘Mahkamah Konstitusi memutus perselisihan yang timbul akibat
keberatansebagaimana dimaksud pada ayat (l) dan ayat (2)
paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanyapermohonan
keberatan oleh Mahkamah Konstitusi”
5.4 Pemohon berprofesi sebagai guru teknik (teknik Komputer
Jaringan), karenanya terbiasa untuk mengukur dan menakar
kemampuan kompetensi dan kepekaan manusia (siswa) dan
jangka waktu yang layak diberikan agar suatu pekerjaan
-13- 2023, No. 4
13

(praktikum, tugas, laporan) dapat Terkerjakan dengan (prediket)


Baik (Bukti Pemohon terbiasa mengukur dan menakar
kemampuan. Pemohon sebagai penguji kompetensi keahlian
(disingkat UKK), penguji internal, dilakukan sejak Tahun 2009
hingga terakhir pada tahun pelajaran 2021/2022, dibuktikan
dengan lembar UJI KOMPETENSI KEAHLIAN TAHUN
PELAJARAN 2021/2022 Bukti P-18). Lengkapnya kualifikasi
Pemohon dalam mengajukan perkara a quo ialah perseorangan
Warga Negara Indonesia (Nomor KTP 1472012507760001)
berprofesi sebagai guru (dibuktikan dengan Kartu Identitas GTK,
Bukti P-6), bersertifikasi (dibuktikan dengan SERTIFIKAT
PENDIDIK atas nama Herifuddin Daulay, Bukti P-7), pembayar
pajak dibuktikan dengan kepemilikan NPWP (nomor 96.032.412-
7.212.000) (Bukti P-8) serta bukti pembayaran (Bukti P-9) punya
hak pilih pada Pemilu, telah (pernah) mendapatkan pendidikan
latihan bela negara berupa Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK)
(SERTIFIKAT NOMOR : 001/LDK/UNJANI/X/1996, Bukti P-10).
5.5 Pemohon menilai bahwa baik jangka waktu untuk mengajukan
permohonan maupun jangka waktu Majelis Hakim Mahkamah
Kontitusi memutuskan perkara adalah Sangat Kurang (uraian
lanjutan pada alasan permohonan) sehingga dapat dipastikan
Naskah Pengajuan Permohonan akan bernilai Buruk serta Putusan
Mahkamah juga akan bernilai premature.
5.6 Adapun yang menjadi pokok tinjauan Pemohon berkenaan
penilaian ketersediaan jangka waktu adalah pada perkara
Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (selanjutnya disebut PHPU)
karena diantara perkara-perkara yang Mahkamah Konstitusi
berwenang mengadilinya (pernyataan Pemohon pada nomor 2
(dua) uraian Kewenangan Mahkamah) PHPU in casu PHPU
Pilpres adalah perkara yang langsung bersentuhan dengan
kehidupan Pemohon (rakyat Indonesia) tetapi dalam Hukum Acara
berkenaan PHPU pemohon-perseorangan bukan Calon Presiden
dan/atau Wakil Presiden tidak diberikan hak untuk mengajukan
permohonan.
2023, No. 4 -14-
14

5.7 Dalam hukum acara serta oleh Mahkamah Konstitusi (dalam PMK),
yang diberikan hak dan/atau kewenangan untuk mengajukan
permohonan adalah sesuai ketentuan pada norma Pasal 74 ayat
(1) UU MK. Pengertian tidak adanya hak bagi pemohon-
perseorangan untuk mengajukan permohonan PHPU in casu
PHPU Pilpres adalah permohonan akan dinilai tidak lengkap dan
di kembalikan (Pasal 74 ayat (4) UU MK)). Sedangkan norma-
norma lebih lanjut yang mengatur tentang kelengkapan dan
pemeriksaan kelengkapan: Pasal 39 ayat (1) UU MK; Pasal 3 ayat
(1) PMK Nomor 4 Tahun 2018, Pasal3 ayat (1) huruf b PMK Nomor
5 Tahun 2018.
5.8 Urutan kejadian kronologis dapat dipastikan dikembalikannya
permohonan sebagai berikut (bagi pemohon-perseorangan yang
berstatus bukan: Calon Presiden dan/atau Wakil Presiden;
dan/atau Peserta Pemilu berlangsung; Pemerintah):
i) Permohonan diterima panitera;
ii) Permohonan dicatat;
iii) Oleh Panitera, pemohon diperintahkan melengkapi
persyaratan;
iv) Menurut penalaran yang wajar, pemohona quo tidak (akan)
dapat melengkapi persyaratan sebagai calon Presiden
dan/Wakil Presiden;
v) Kelengkapan yang dimaksud adalah kelengkapan bukti bahwa
pemohon adalah peserta Pemilu sebagai Salon Wakil Presiden
dan/atau Wakil Presiden;
vi) Lewat waktu 7 (tujuh) hari permohonan dikembalikan.
Pasal 32 ayat (1) UU MK
“Terhadap setiap Permohonan yang diajukan, Panitera
Mahkamah Konstitusi melakukan pemeriksaan kelengkapan
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan
Pasal 31”
Pasal 32 ayat (2) UU MK
“Dalam hal Permohonan belum memenuhi kelengkapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon diberi
kesempatan untuk melengkapi Permohonan dalam jangka
waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak pemberitahuan
kekuranglengkapan tersebut diterima pemohon”
-15- 2023, No. 4
15

Pasal 32 ayat (3) UU MK


“Permohonan yang telah memenuhi kelengkapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicatat dalam Buku
Registrasi Perkara Konstitusi dan kepada pemohon diberikan
tanda terima”
Pasal 32 ayat (4) UU MK
“Dalam hal kelengkapan Permohonan tidak dipenuhi dalam
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Panitera
Mahkamah Konstitusi menerbitkan akta yang menyatakan
bahwa Permohonan tidak diregistrasi dalam Buku Registrasi
Perkara Konstitusi dan diberitahukan kepada pemohon
disertai dengan pengembalian berkas Permohonan”
Pasal 39 ayat (1) UU MK
“Sebelum mulai memeriksa pokok perkara, Mahkamah
Konstitusi mengadakan pemeriksaan kelengkapan dan
kejelasan materi permohonan”
5.9 Penilaian Buruk nomor 7 (tujuh) yang Pemohon maksud, bila
diterjemahkan kedalam bahasa yang lebih umum atau terkait
hukum:
a. Naskah Permohonan akan redundan, tidak focus, sehingga
tidak jelas mau membuktikan apa atau bermaksud
menjelaskan apa, penjelasan-penjelasan dalam naskah
hanyalah merupakan bahan apa adanya bukan merupakan
suatu konstruksi penjelasan tersusun dengan maksud suatu
tujuan yang hendak dicapai, Walaupun pada kenyataannya
suatu naskah PHPU dengan keadaan sedemikian, seperti
PHPU pemilihan anggota DPR, Dewan Perwakilan Daerah
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, masih ada yang
dapat ter-analisa materi-maternya hingga Majelis Hakim
dapat mencerna letak kecurangan yang dilaporkan (terlihat
pada putusan nomor) adalah tetap riskan berhubung
adanya perbedaan jangka waktu yang sgnifikan antara
memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara PHPU
Presiden dan Wakil Presiden dengan memeriksa, mengadili
dan memutuskan PHPU pemilihan anggota DPR, Dewan
Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.Sehingga dapat diduga keternalisaan kecurangan
yang dilaporkan adalah disebabkan faktor kompetensi dan
2023, No. 4 -16-
16

kepekaan Majelis hakim yang mumpuni yang ditunjang


ketercukupan waktu, sedangkan;
b. Putusan Mahkamah pula akan Prematur dapat dipastikan
jauh dari keadilan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 oleh kealfaan
dalam memeriksa data, kealfaan memahami penjelasan-
penjelasan maupun sinkonisasi penjelasan data dan alat
bukti serta alasan putusan masihmenunjukan bersendikan
opini-opini penggiringan yang terekam oleh alam bawah
sadar yang belum dikesampingkan. Semuafaktor tadi tidak
lain dan tidak bukan adalah akibat dari Kodrati Manusiawi
kaitannya dengan jangka waktu yang tersedia untuk
memerika, mengadili dan memutuskan perkara PHPU
Presiden dan Wakil Presiden.
5 Kehilangan atau terhalang untuk melakukan wewenang tersebut bagi Pemohon
merupakan kejadian nyata yang langsung dialami, kronologisnya sebagai
berikut:
(1) Bahwa Pemohon ikut melakukan pengamatan terhadap
keterlaksanaan Pemilu 2019, sejak menggunakan hak pilih suara
di TPS-17 RT 17 Kelurahan Ratu Sima Dumai Selatan (Bukti P-19,
Bukti P-20).
Awal Pengamatan Pemohon adalah pada Aturan Suara Sah yang
tertempel di mading info TPS (Bukti P-20). Pemohon selalu
merupakan Pemilik Hak Pilih (selalu) terdaftar an menggunakan
(Bukti P-21, Bukti P-22).
(2) Pengamatan tersebut dilanjutkan dengan tahap melihat(menonton)
data perolehan suara masing-masing pasangan calon yang
terpublikasikan pada media sarana berupa web beralamat
pemilu2019.kpu.go.id , lalu menyusunnya dalam bentuk table-tabel
kemudian mempelajari dan menganalisanya sesuai keilmuwan
yang Pemohon ketahui, Probabilitas.
(3) Bahwa kemudian Pemohon mendengar kabar berkenaan Pemilu
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres 2019) akan
dilanjutkanpenyelesaian permasalahan di pengadilan karena
dianggap bermasalah.
-17- 2023, No. 4
17

(4) Oleh karena kabar serta oleh temuan-temuan yang telah disusun
tersebut Pemohon berniat ikut dalam persidangan perselisihan
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang ternyata di sidangkan di
Mahkamah Konstitusi yang Pemohon masih awam apa dan
bagaimana caranya untuk berpartisipasi.
(5) Sebagai bukti ingin berpartisipasi dalam persidangan, data-data
dalam lembaran kertas tersusun berupa table-tabel tersebut
Pemohon print lalu mengirimkannya via Pos Indonesia ke kantor
pusat salah satu partai politik peserta Pemilu 2019. bertanggal 3
Juni 2019.
(6) Maka keinginan sampai ikut berpartisipasi Pemohon dalam
persidangan perselisihan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
dalam rangka mengawal Pemilu (Pilpres) Jujur dan Adil
sebagaimana yang teramanatkan dalam norma UUD 1945 (Pasal
22E ayat (1) adalah benar merupakan Kewenangan Konstitusional,
dan juga telah berupaya untuk ikut, sehingga dengan fakta-fakta
dan bukti-bukti yang ada, bahwa yang jadi penghalang Pemohon
untuk berpartisipasi dalam persidangan perselisihan Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden pada Pemilu 2019 adalah
(pengaturan) jangka waktu norma-norma a quo. Lebih tegas lagi,
tidak ada yang menghalangi Pemohon (menyebabkan jadi
terhalang makanya telah dirugikan) untuk menggunakan
kewenangan hingga mengawal (memastikan) khususnya pada
Pemilu Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden taat asas yang
dibuktikan dalam persidangan PHPU Pilpres Mahkamah Kosntitusi
melainkan oleh (pengaturan jangka waktu) norma-norma a quo
berkenaan jangka waktu.
(7) Dengan direvisinya lama jangka waktu pada norma-norma a quo
berkenaan jangka waktu, maka kemungkinan Pemohon terhalang
untuk menggunakan kewenangan konstitusional pada Pemilu
Pilpres berupa mengawal (memastikan) pelaksanaannya taat asas
ya’ni tahap persidangan Mahkamah Konstitusi oleh
ketidakcukupan jangka waktu tidak akan terjadi lagi.
2023, No. 4 -18-
18

6 Berdasarkan seluruh pernyataan-pernyataan diatas, maka kualifikasi Pemohon


telah memenuhi syarat kedudukan hukum untuk mengajukan perkara a quo.

III. Alasan Permohonan


Sebelum masuk pada uraian alasan permohonan, perlu Pemohonsampaikan bahwa
Pemohon mengajukan perkara a quo adalah dalam rangka bela-negara
mempersiapkan diri untuk memastikan penyelenggaraan Pemilu 2024 dapat
berjalan taat asas paling tidak asas Jujur dan Adil, dengannya kiranya Ketua
Mahkamah Konstitusi berkenaan menjadikan permohonan sebagai (salah satu)
permohonan prioritas mengingat singkatnya waktu menjelang Pilpres 2024.
A. Pendahuluan dan Uraian Peninjau Permasalahan
A.1 Berkenaan Norma Pemilu Jujur dan Adil (Pendahuluan)

A.1.1 Norma a quo diuji adalah berkenaan: jangka waktu pengajuan permohonan ke
Mahkamah Konstitusi; jangka waktu Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa,
mengadili dan memutuskan; Hak Ketua Sidang Pleno Hakim Konstitusi
menentukan putusan. Norma a quo berkenaan sengketa perselisihan hasil
pemilihan umum in casu Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan
Wakil Presiden (selanjutnya disebut PHPU Pilpres).
A.1.2 Norma a quo diukur terhadap kemungkinan Pekerjaan Terkerjakan Dengan
Baik, ambil kasusPHPU Pilpres 2019: mengajukan permohonan sandaran
nya adalah penilaian subyektif; sandaran memeriksa, mengadili,
memutuskan; serta wewenang Ketua Sidang Pleno Hakim Konstitusi
menentukan putusan, adalah Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.
A.1.3 Uji ukur norma a quo berasarkan 2 (dua) Instrument yaitu Pasal 22E ayat (1)
UUD 1945 Adil dan Jujur.
A.1.4 Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (selanjutnya disebut Pilpres) secara
langsung oleh rakyat telah berlangsung pada Tahun 2014 dan Tahun 2019.
Norma tentang jangka waktu serta Hak Ketua Sidang Pleno Hakim Konstitusi
Pilpres 2014 adalah idem dengan Pilpres 2019.
A.1.5 Mengawali tinjauan dari selaras tidaknya aturan pemungutan dan
penghitungan suara oleh KPU dengan UUD 1945 Pasal 22E ayat (1), karena
merupakan inti pelaksanaan Pemilu oleh rakyat, in casu Pemilu Pilpres 2019
aturan pemungutan dan penghitungan suara oleh KPU, selanjutnya disebut
Aturan Suara Sah (Bukti P-23), terdapat pada halaman 39 (tiga puluh
sembilan) buku Panduan KPPS Pemungutan dan Penghitungan suara
-19- 2023, No. 4
19

Pemilu 2019.

Memperjelas muatan materi panduan:


1. Tanda coblos pada 1 (satu) kolom Pasangan Calon yang memuat
nomor urut, foto, atau nama Pasangan Calon, atau tanda
gambar Partai Politik, dinyatakan sah untuk Pasangan Calon
yang bersangkutan;
2. Tanda coblos lebih dari 1 (satu) kolom Pasangan Calon yang
memuat nomor urut, foto, atau nama Pasangan Calon, atau
tanda gambar Partai Politik, dinyatakan sah untuk Pasangan
Calon yang bersangkutan;
3. Tanda coblos tepat pada garis 1 (satu) kolom Pasangan Calon
yang memuat nomor urut, foto, atau nama Pasangan Calon, atau
tanda gambar Partai Politik, dinyatakan sah untuk Pasangan
Calon yang bersangkutan.
Pasangan calon (selanjutnya disebut paslon) peserta Pemilu Presiden 2019
sesuai ketetapan KPU Tahun 2019 nomor 1131/PL.02.2-
2023, No. 4 -20-
20

Kpt/06/KPU/IX/2018, sebagai berikut:

Hipotesa Pemohon terhadap asas Jurdil Pemilu 2019, dengan surat suara
sebagai kasus, sebagai berikut:
Bersumber dari teori probabilitas tentang suatu galat (error) selalu dapat
muncul pada suatu kejadian, bila diterapkan pada kasus yaitu surat suara,
kemungkinan bahwa surat suara telah terdapat satu coblosan (halus,
sehingga secara kasat mata tidak terlihat), sebut sebagai coblosan awal,
diterima pengguna hak pilih, digunakan dan lolos sebagai surat suara sah
tetap ada, maka efek coblosan awal tersebut terhadap perolehan suara
masing-masing paslon sebagai berikut:
Efek adanya coblosan awal terhadap nilai suara paslon dengan pengguna
hak pilih hanya melakukan satu coblosan saja pada surat suara.
-21- 2023, No. 4
21

No Letak Pilihan / Keterangan


Status
Coblosan Coblosan
Suara
Awal Voter
1 Dengan pemeriksaan terlihat
terdapat 2 (dua) coblosan, tetapi
Nomor 1 Sah maih berada pada kolom yang
sama. Perolehan suara (tetap) ada
pada paslon nomor 1 (satu)
2 Dengan pemeriksaan detail terlihat
ada coblosan pada kolom nomor 1
Tidak (satu).
Sah
Kolom / Memilih
Nomor 1 Keuntungan otomatis untuk paslon
nomor 1 (satu). Suara Auto
3 Dengan pemeriksaan detail terlihat
ada 2 (dua) coblosan pada kolom
Tidak yang berbeda.
Nomor 2 Sah /
HANGUS Pilihan voter adalah paslon nomor
2 tetapi Suara hangus oleh adanya
coblosan pada kolom 1 (satu).
4 Dengan pemeriksaan detail terlihat
ada 2 (dua) coblosan pada kolom
yang berbeda.
Tidak
Nomor 1 Sah /
Pilihan voter adalah paslon nomor
HANGUS
1 (satu) tetapi Suara hangus oleh
Kolom /
adanya coblosan pada kolom 2
Nomor 2
(dua).
5 Dengan pemeriksaan detail terlihat
ada coblosan pada kolom nomor 1
Tidak
Sah (satu).
Memilih

Keuntungan otomatis untuk paslon


2023, No. 4 -22-
22

No Letak Pilihan / Keterangan


Status
Coblosan Coblosan
Suara
Awal Voter
nomor 1 (satu) Suara Auto
6 Dengan pemeriksaan terlihat
terdapat 2 (dua) coblosan, tetapi
Nomor 2 Sah maih berada pada kolom yang
sama. Perolehan suara (tetap) ada
pada paslon nomor 2 (dua)

Lebih lanjut sebagai keterangan untuk gambar surat suara paslon, filosofi
penempatan coblosan awal mudah dipahami agar tersamarkan dapat
diberikan pada ruang kolom paslon berwarna latar sesuai keadaan sekitar
sedemikian rupa sehingga coblosan halus hanya akan terlihat bila dilalui
sinaran cahaya (dilihat secara detail dengan diarahkan pada sumber cahaya).
Uraian-uraian diatas menunjukan adanya ketidakseimbangan Aturan Suara
Sah Pemilu 2019, serta tidak terdengarnya secara masif adanya upaya dari
KPU mensosialisasikan luas Aturan Suara Sah serta peraga pada
masyarakat menunjukan ke-tidak transparan-an.
Nilai Penjelasan paragraph A.1.5, adalah akibat dari Tidak Berimbangnya
Aturan Suara Sah, menurut penalaran yang wajar akan berdampak pada
Banyaknya Suara Auto dan Banyaknya Suara Hangus.

Dengan demikian Aturan Suara Sah yang diberlakukan pada Pemilu 2019
oleh KPU adalah In-Konstitusional.

A.2 Berkenaan Tahapan Putusan (Uraian Peninjau Permasalahan)


A.2.1Jangka waktu Majelis Hakim Konstitusi memeriksa, mengadili dan
memutuskan perkara PHPU Pilpres adalah 14 (empat belas) hari, dimana
dalam menimbang-nimbang perkara sampai pada putusan, tahapan-tahapan
serta konsekuensinya (rumusan putusan) adalah sebagai berikut:
1. Memastikan bahwa putusan dibuat adalah berdasarkanUUD 1945
sesuai dengan alat bukti dan keyakinan hakim (Pasal 45 ayat (1)
UU MK);
-23- 2023, No. 4
23

Pasal 45 ayat (1) UU MK


"Mahkamah Konstitusi memutus perkara berdasarkan
Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia Tahun
1945 sesuai dengan alat bukti dan keyakinan hakim"
2. Putusan berdasarkan paling tidak oleh 2 (dua) alat bukti (Pasal 45
ayat (2) UU MK);

Pasal 45 ayat (2) UU MK


"Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan
permohonan didasarkan pada sekurang-kurangnya 2 (dua)
alat bukti!"
3. Dalam putusan wajib memuat fakta yang terungkap pertimbangan
hukum dasar putusan (Pasal 45 ayat (3) UU MK);

Pasal 45 ayat (3) UU MK


"Putusan Mahkamah Konstitusi wajib memuat fakta yang
terungkap dalam persidangan dan pertimbangan hukum yang
menjadi dasar putusan"
4. Putusan diutamakan diambil secara musyawarah untuk mufakat
dalam sidang pleno hakim konstitusi (Pasal 45 ayat (4) UU MK);
Pasal 45 ayat (4)) UU MK
"Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diambil secara
musyawarah untuk mufakat dalam sidang pleno hakim
konstitusi yang dipimpin oleh ketua sidang"
5. Dalam permusyawaratan sidang pleno hakim konstitusi, setiap
hakim konstitusi wajib menyampaikan pertimbangan atau
pendapat tertulis terhadap permohonan (Pasal 45 ayat (5) UU
MK);

Pasal 45 ayat (5) UU MK


"Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim konstitusi
wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis
terhadap permohonan"

6. Dalam hal musyawarah sidang pleno hakim konstitusi


sebagaimana dimaksud pada Pasal 45 ayat (4) tidak dapat
menghasilkan putusan, musyawarah ditunda sampai musyawarah
sidang pleno hakim konstitusi berikutnya (Pasal 45 ayat (6) UU
MK);
2023, No. 4 -24-
24

Pasal 45 ayat (6) UU MK


"Dalam hal musyawarah sidang pleno hakim konstitusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat
menghasilkan putusan, musyawarah ditunda sampai
musyawarah sidang pleno hakim konstitusi berikutnya"
7. Tidak dapat dicapai mufakat bulat, putusan diambil dengan suara
terbanyak (Pasal 45 ayat (7) UU MK);
Pasal 45 ayat (7) UU MK
"Dalam hal musyawarh sidang pleno setelah diusahakan
dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai mufakat bulat,
putusan diambil dengan suara terbanyak"
8. Tidak dapat diambil dengan suara terbanyak, suara terakhir Ketua
Sidang Pleno Hakim Konstitusi menentukan (Pasal 45 ayat (8) UU
MK);
Pasal 45 ayat (8) UU MK
"Dalam hal musyawarah sidang pleno hakim kostitusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak dapat diambil
dengan suara terbanyak, suara terakhir ketua sidang pleno
hakim konstitusi menentukan".
9. Putusan Mahkamah Konstitusi dapat dijatuhkan pada hari itu juga
atau ditunda pada hari lain yang harus diberitahukan kepada para
pihak (Pasal 5 ayat (9) UU MK);
Pasal 45 ayat (9) UU MK
"Putusan Mahkamah Konstitusi dapat dijatuhkan pada hari itu
juga atau ditunda pada hari lain yang harus diberitahukan
kepada para pihak"
10. Bila putusan bukan hasil mufakat, pendapat anggota Majelis
Hakim yang berbeda dimuat dalam putusan (Pasal 45 ayat (10)
UU MK);
Pasal 45 ayat (10) UU MK
"Dalam hal putusan tidak tercapai mufakat bulat sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8), pendapat anggota
Majelis Hakim yang berbeda dimuat dalam putusan"

11. Putusan dibuat hanya dalam 14 (empat belas) hari (Pasal 78


huruf a UU MK, Pasal 475 ayat (3) UU 7/2017);
Pasal 78 huruf a UU MK
“Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan atas
perselisihan hasil pemilihan umum wajib diputus dalam jangka
waktu:
-25- 2023, No. 4
25

a. Paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak


permohonan dicatat dalam Buku Register Perkara
Konstitusi, dalam hal pemilihan umum Presiden dan
Wakil Presiden”
Pasal 475 ayat (3) UU7/2017
“Mahkamah Konstitusi memutus perselisihan yang timbul
akibat keberatansebagaimana dimaksud pada ayat (l) dan
ayat (2) paling lama 14 (empat belas) hari sejak
diterimanyapermohonan keberatan oleh Mahkamah
Konstitusi”
12. Terhadap penundaan musyawarah poin 6 (enam) serta kaitannya
dengan nomor 11 (sebelas), batas akhir penundaan musyawarah
sidang pleno putusan hanya dapat dilakukan sampai batas
hari ke-14 (empat belas). Menunda putusan dapat dipandang
sebagai mengulur-ulur waktu, mengulur-ulur waktu dapat
dipandang sebagai menghambat Mahkamah menerbitkan
putusan;

Pasal 23 ayat (2) huruf e


“Hakim konstitusi diberhentikan dengan tidak hormat apabila:
- dengan sengaja menghambat Mahkamah Konstitusi
memberi putusan dalam waktu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7B ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 –“
13. Mengulur-ulur waktu dapat dipandang sebagai menghambat
Mahkamah menerbitkan putusan sehingga in casu putusan
tidak diambil dalam waktu 14 (empat belas) hari dapat menjadi
alasan pemecatan Hakim Konstitusi, dengan alasan putusan
PHPU Presiden dan Wakil Presiden (pengesahan Presiden dan
Wakil Presiden terpilih Pemilu) mempunyai muatan kritikal yang
sama dengan pengusulan pemberhentian Presiden dan Wakil
Presiden Pasal 7B ayat (4) UUD 1945) yang berbeda hanya
jangka waktu untuk memutuskan;
Pasal 7B ayat (4) UUD 1945
"Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan
memutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari
setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh
Mahkamah Konstitusi"
2023, No. 4 -26-
26

14. Putusan yang telah diambil baik secara mufakat maupun suara
terbanyak, dibacakan pada sidang yang terbuka untuk umum
(Pasal 28 ayat (5) UU MK);

Pasal 28 ayat (5) UU MK


"Putusan Mahkamah Konstitusi diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum"

15. Tidak dipenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 28


ayat (5) UU MK berakibat putusan Mahkamah Konstitusi tidak sah
dan tidak mempunyai kekuatan hukum. (Pasal 28 ayat (6) UU
MK).

Pasal 28 ayat (6) UU MK


"Tidak dipenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) berakibat putusan Mahkamah Konstitusi tidak sah dan tidak
mempunyai kekuatan hukum"

B. Perumusan Permasalahan
B.1 Jangka Waktu Mengajukan Permohonan PHPU Pilpres
B.1.1 Norma yang mengatur:

Pasal 74 ayat (3) UU MK


“Permohonan hanya dapat diajukan dalam jangka waktu paling lambat
3x24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak Komisi Pemilihan Umum
mengumumkan penetapan hasil pemilihan umum secara nasional”

Pasal 475 ayat (1) UU 7/2017


“Dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Pasangan Calon dapat
mengajukan keberatan kepada MahkamahKonstitusi dalam waktu
paling lama 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden oleh KPU”

B.1.2 Merujuk pada Pasal 475 ayat (2) UU 7/2017, maksud penyusunan
permohonan PHPU Pilpres adalah pada perolehan dan akumulasi perolehan
suara oleh pemohon-PHPU Pilpres untuk kemudian diperselisihkan terhadap
penetapan perolehan suara KPU (Pasal 473 ayat (1) UU 7/2017).
Pasal 475 ayat (2) UU 7/2017
“Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya terhadap
hasil penghitungan suara yang memengaruhi penentuan terpilihnya
-27- 2023, No. 4
27

Pasangan Calon atau penentuan untuk dipilih kembali pada Pemilu


Presiden dan Wakil Presiden”

Pasal 473 ayat (1) UU 7/2017

“Perselisihan hasil Pemilu meliputi perselisihan antara KPU dan


Peserta Pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil Pemilu
seara nasional”

B.2 Jangka Waktu Memeriksa, Mengadili dan Memutukan


B.2.1 Dalam pemeriksaan perkara oleh Majelis Hakim Konstitusi, yang patut
dipandang sebagai permohonan adalah 2 (dua), yaitu: permohonan
pemohon-PHPU Pilpres, ditelusuri; dan jawaban termohon, ((dapat) include
jawaban pihak terkait dan BAWSALU) berdasarkan Pasal 45 ayat (5) UU MK.

B.2.2 Norma yang mengatur jangka waktu memeriksa, mengadili dan memutuskan
perkara ialah:
Pasal 78 huruf a UU MK
“Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan atas
perselisihan hasil pemilihan umum wajib diputus dalam jangka waktu:
a. Paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan dicatat
dalam Buku Register Perkara Konstitusi, dalam hal pemilihan umum
Presiden dan Wakil Presiden”.

Pasal 475 ayat (3) UU7/2017


“Mahkamah Konstitusi memutus perselisihan yang timbul akibat
keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling
lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya permohonan keberatan
oleh Mahkamah Konstitusi”

B.2.3 Alasan Hukum didasarkan pada ada tidaknya kemungkinan pilihan


pertimbangan atau pendapat berbeda oleh Hakim-Hakim Konstitusi sesuai
maksud Pasal 45 ayat (10) UU MK.
B.2.4 Mengacu pada rumusan tahapan pemutusan paragraph A.2.1, putusan PHPU
Pilpres, ada 4 kategori:
1. Putusan Mufakat Musyawarah Sidang Pelno Hakim Konstitusi
(rumusan nomor 4 (empat), telah melalui semua tahapan)
selanjutnya disebut rumusan putusan kategori-1;
2. Putusan Suara Terbanyak Musyawarah Sidang Pelno Hakim
Konstitusi (rumusan nomor 7 (tujuh), dan telah melalui semua
2023, No. 4 -28-
28

tahapan), selanjutnya disebut rumusan putusan kategori-2;


3. Putusan Ketua Sidang Pleno Hakim Konstitusi melengkapi Putusan
Suara Terbanyak (Pendapat Yang Mulia Hakim Konstitusi) dan
telah melalui semua tahapan, selanjutnya disebut rumusan
putusan kategori-3; atau
4. Putusan Ketua Sidang Plemo Hakim Konstitusi (monopoli) setelah
putusan kategori 2 (dua) (didahului kategori 1 (satu)) tdak dapat
diambil (rumusan nomor 8 (delapan) bypass rumusan putusan
nomor 4 (empat), 5 (lima), 6 (enam) dan 7 (tujuh), putusan cacat
formil, selanjutnya disebut rumusan putusan kategori-4.
B.2.5 Berdasarkan norma Pasal 45 UU MK, dapat dipetik ciri putusan kategori diatas
adalah:

1. Rumusan putusan kategori-1: Putusan Mufakat Musyawarah


Sidang Pleno Hakim Konstitusi, dilengkapi (termuat maupun
terpisah) dengan pertimbangan atau pendapat tertulis tiap Hakim
Konstitusi atas permohonan (permohonan-pemohon, jawaban
termohon dapat include jawaban pihak terkait dan Bawaslu);

2.Rumusan putusan kategori-2: Putusan Suara Terbanyak


Musyawarah Sidang Pleno Hakim Konstitusi, dilengkapi (termuat
atau terpisah) dengan pertimbangan atau pendapat tertulis tiap
Hakim Konstitusi atas permohonan (permohonan-pemohon,
jawaban termohon dapat include jawaban pihak terkait dan
Bawaslu) serta muatan pendapat anggota Hakim Konstitusi
berupa alasan hukum yang berbeda;

3. Rumusan putusan kategori-3: Putusan Ketua Sidang Pleno Hakim


Konstitusi melengkapi Putusan Suara Terbanyak (Pendapat Yang
Mulia Hakim KonstitusiDR. Suhartoyo) mutatis mutandis ciri
putusan nomor 2 (dua);

4. Rumusan putusan kategori-4: Putusan Ketua Sidang Plemo Hakim


Konstitusi (monopoli) unrecognized, tanpa pertimbangan atau
pendapat Hakim Konstitusi atas permohonan dan tanpamuatan
pendapat anggota Hakim Konstitusi alasan hukum yang berbeda.
-29- 2023, No. 4
29

B.2.6Putusan PHPU Pilpres yang dipandang sebagai putusan memenuhi ketentuan


Pasal 45 ayat (1) yaitu sesuai Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 adalah putusan:
kategori 1 (satu); Rumusan putusan kategori-1, Rumusan putusan kategori-
2, dan Rumusan putusan kategori-3; final (mempunyai kekuatan hukum
mengikat) sedangkan putusan Rumusan putusan kategori-4 adalah putusan
premature akibat kehabisan waktu hanya untuk memenuhi ketentuan norma
jangka waktu 14 (empat belas) hari status tunda.

B.2.7 Uji ukur norma PUU berkenaan jangka waktu adalah apakah Majelis Hakim
Musyawarah Sidang Pleno pada putusan PHPU Pilpres dapat memahami
dengan baik data baru (alat-alat bukti beserta penjelasannya, alat-alat bukti
beserta jawaban termohon, alat-alat bukti beserta jawaban pihak terkait dan
Bawaslu) dengan volume sedemikian banyak untuk menghasilkan putusan:
Rumusan putusan kategori-1 atau Rumusan putusan kategori-2, atau
Rumusan putusan kategori-3; hanya dalam 14 (empat belas) hari.

B.2.8 Acuan ukur pemeriksaan permohonan (tertuang dalam duduk perkara) adalah
pada ada tidaknya naskah tertulis tiap Hakim Kontitusi amanat Pasal 45 ayat
(5) UU MK

B.2.9 Acuan ukur pemutusan perkara (alasan hukum putusan) adalah pada ada
tidaknya Dissenting Opinion Pasal 45 ayat (10) UU MK (selanjutnya disebut
DO) Hakim Konstitusi pada pendalilan para pihak yang menurut kaidah ilmiah
atau kaidah keilmuwan patutDO.

C. Penelusuran Ketercukupan Alokasi Jangka Waktu

C.1 Jangka Waktu Mengajukan Permohonan

C.1.1 Dalam jangka waktu 3 (tiga) haripemohon-PHPU harus melakukan


(pekerjaan) beserta hitungan waktu:

1. Jangka waktu pendaftaran permohonan perkara ke Mahkamah


Konstitusi ialah sejak tanggal pukul 21 Mei 2019 01:46 WIB (tetapan
perolehan suara oleh KPU) sampai 24 Mei 2019 24:00 WIB, maka
perhitungan jumlah jam-nya adalah 21 Mei 2019 01:46 22 Mei 2019
01:46 (24 Jam) 23 Mei 01:46 (48 Jam) 24 Mei 24:00 (69 Jam 14 menit).
Jumlah waktu tersedia adalah 69 (enam puluh Sembilan) jam 14
(empat belas) menit.
2023, No. 4 -30-
30

2. Mengumpulkan alat bukti-alat bukti sejak pengumuman KPU tersebut,


memilah dan merancang susunan sesuai dengan kesaksian lokasi
kejadian. Bila dimulai pada pukul 01:46 maka, pekerjaan selesai
tanggal pukul 22 Mei 2019 01:46.
3. Sesuai naskah permohonan yang akan dibangun serta
keselarasannya dengan saksi-saksi kaitan alat bukti. Pengumpulan
dan validasi alat bukti-alat bukti paling tidak membutuhkan waktu24
(dua puluh empat) jam.
4. Sembari menunggu penyusunan alat bukti-alat bukti selesai, tim
menyusun penjelasan-penjelasan naskah permohonan terutamaoleh
tim kuasa hukum;

5. Naskah permohonan dapat berupa copy-paste naskah permohonan


PHPU Pilpres 2014, sehingga cukup menghemat waktu pengerjaan
tinggal lagi editing menyesuaikan dengan kondisi Pilpres 2019;

6. Penjelasan-penjelasan permohonan yang disusun berdasarkan


kesaksian-kesaksian terkait alat bukti. Penyusunan, sinkronisasi dan
pengaturan alur pembicaraan permohonan paling tidak membutuhkan
waktu 12 (dua belas) jam. Pekerjaan selesai tanggal waktu 22 Mei
2019 pukul 13:46 WIB.

7. Penyusunan naskah permohonan dilanjutkan dengan penyesuaian


alur pembicaraan permohonan dengan alat-bukti alat-bukti yang telah
selesai dikerjakan secara bergilir.

i) menentukan penomoran alat bukti-alat bukti sesuai alur


permohonan;
ii) membangun narasi-narasi pengantar petitum;
iii) menyusun alat bukti-alat bukti sesuai dengan konstruksi
petitum.
Paling tidak dibutuhkan waktu 24 (dua puluh empat) jam. Dikerjakan
sejak tanggal pukul 22 Mei 13:46 selesai pada 23 Mei 2019 pukul
13:46.

8. Memeriksa naskah permohonan akan; konsistensi kata dan/atau


kalimat, narasi kalimat norma, alur maju pembicaraan, alur maju alat
-31- 2023, No. 4
31

bukti-alat bukti, kesesuaian penomoran alat bukti-alat bukti,


penarasian alat-alat bukti dan keterbacaan seluruh naskah
permohonan, keseuaian petitum dengan alasan-alasan permohonan.
Paling tidak membutuhkan waktu 10 (sepuluh) jam. Dikerjakan sejak
tanggal pukul 23 Mei 2019 pukul 13:46 selesai tanggal waktu 23 Mei
2019 pukul 23:46.

9. Masih tersisa waktu selama 23 jam 46 menit (dua puluh tiga jam empat
puluh enam) menit.

10. Urusan ibadah (shalat) selama 3 (tiga) hari berjumlah 15 (lima belas)
masing masing 10 (sepuluh) menit total 150 menit yaitu 2 jam 30 menit
(dua jam tiga puluh) menit, maka seharusnya waktu tanggal sudah
pada 24 Mei 2019 pukul 02:16.

11. Menggandakan naskah permohonan, alat bukti-alat bukti. Paling tidak


membutuhkan waktu 8 (delapan) jam. Dimulai sejak tanggal waktu 24
Mei 2019 pukul 02:16 selesai pada tanggal waktu 24 Mei 2019 10:16.

12. Waktu tersisa adalah 13 jam 14 menit (tiga belas jam empat belas
menit), dengan catatan:

13. Pendistribusian naskah dan alat bukti-alat bukti, loading ke alat


transport, pengiriman dan unloading paling tidak membutuhkan waktu
2 (dua) jam, waktu tersedia bersisa 11 (sebelas) jam 44 (empat puluh
empat) menit;

14. Naskah permohonan masih merupakan pernyataan, penjelasan,


uraian yang sifatnya normative dan naratif laporan-laporan kejadian
(kecurangan), bersifat gubahan. Belum menyentuh sama sekali
ketentuan norma pokok PHPU Pasal 75 huruf a tentang perhitungan
perolehan suara yang menjadi pokok utama pembicaraan perselisihan
PHPU Pilpres (menggugah, memantapkan yakin Majelis Hakim atas
kebenaran alasan-alaan permohonan dan keabsahan alat bukti-alat
bukti;
15. Penyusunan norma permohonan juga sudah mengabaikan hak-hak
kodrati manusiawi yang pengaruhnya sangat kuat terhadap kualitas
muatan penyusunan permohonan baik kebahasaan, keterbacaan
2023, No. 4 -32-
32

maupun keterpahaman, paling tidak 3x4 (tiga kali empat) jam yaitu 12
(dua belas) jam. Total jam terpakai 11 (sebelas) jam 44 (empat puluh
empat) menit dikurang 12 (dua belas jam) sudah minus 16 (enam
belas) menit. Pekerjaan out of order (time).

16. Mengulangi pernyataan paragraph B.2.1 bahwa maksud utama


penyusunan permohonan adalah Pasal 473 ayat (1) UU 7/2017.
17. Menilik pada putusan PHPU Pilpres 2014 serta PHPU Pilpres 2019,
tidak ditemukan suatu format (tabling?) berkenaan perolehan dan
akumulasi perolehan suara koreksi tetapan perolehan suara KPU.
18. Advokat pemohon-PHPU Pilpres 2014 adalah, advokat pemohon-
PHPU Pilpres 2019 adalah Yang Mulia Hakim Konstitusi Anwar
Usman, Yang Mulia Hakim Konstitusi Saldi Isra, Yang Mulia Hakim
Konstitusi Wahiduddin Adams, Yang Mulia Hakim Konstitusi Arief
Hidayat, Yang Mulia Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, Yang Mulia
Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Yang Mulia Hakim Konstitusi
Manahan M.P. Sitompul, Yang Mulia Hakim Konstitusi I Dewa Gede
Palguna dan Yang Mulia Hakim Konstitusi Aswanto.
19. Terbukti bahwa pada 2 (dua) Pilpres telah berlangsung, advokat
professional telah teruji berkompetensi baik tidak mampu menyusun
permohonan sebagaimana maksud Pasal 473 ayat (1) juncto Pasal
475 ayat (3) UU 7/2017 dalam waktu 3x24 (tiga kali dua puluh empat)
jam dan/atau 3 (tiga) hari.
20. Karena kualitas permohonan PHPU menjadi bagian yang tidak terpisahkan
untuk kemudahan Majelis Hakim memeriksa mengadili dan memutuskan
memenuhi Pasal 24 ayat (1) UUD 1945, maka norma a quo dipandang
menjadi penyebab utama tidak tercapainya penyusunan permohonan
memenuhi Pasal 473 ayat (1) UU 7/2017 juncto Pasal 475 ayat (2) UUD
1945, maka norma a quo harus dipandang bertentangan dengan UUD 1945
dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara kondisional
bersyarat.
21. Pada PHPU Pilpres 2019, disadur dari putusan, table perolehan suara
pemohon-PHPU Pilpres 2019 sebagai berikut:
-33- 2023, No. 4
33

No Argumen Alat Bukti Perolehan Suara


Paslon 01 Paslon 02
Angka % Angka %

1 Hasil perolehan suara 85,607,362 55.50% 68,650,239 44.50


pengumuman KPU %

2 Nomor 194 P-140A -200 +0


Judul: Pembukaan
Kotak Suara di
Parkiran

3 Nmor 195 P-140B - +0


8000
Judul: Sidak Gedung
KPU Kota Bekasi

4 Nomor 196 P-140C -120 +120


Judul: Manipulasi
Input Data Pilpres

5 Nomor 197 P-140D 0 +100


Judul: Manipulasi
Input Data Pilpres

6 Nomor 198 P-140E -144 +144


Judul: Manipulasi
Input Data Pilpres

7 Nomor 199 P-140F -0 +100


Judul: Manipulasi
Input Data Pilpres

8 Nomor 200 P-140G -0 +100


Judul: Manipulasi
Input Data Pilpres

9 Nomor 201 P-140H 0 0


Judul: Anggota PPK
Bersama Oknum
AparatKeamanan
Masuk Keruangan
Tanpa Izin Dan
Keluar Membawa
Berkas

10 Nomor 202 P-140I 0 0


2023, No. 4 -34-
34

No Argumen Alat Bukti Perolehan Suara


Paslon 01 Paslon 02
Angka % Angka %
Judul: Polisi
Memagari TPS
Dengan Kawat
Berduri

11 Nomor 203 P-140J 0 +100


Judul: Manipulasi
Input Data Pilpres

12 Nomor 204 P-140K 0 0


Judul: C1 Dibawa
Akan Kabur

13 Nomor 205 P-140L -200 0


Judul: Petugas KPPS
Coblos Sendiri Kertas
Suara Pakai Pulpen

14 Nomor 206 P-140M 0 +127


Judul: Manipulasi
Hasil Perolehan
Suara Pilpres Di Aceh

15 Nomor 208 P-140O 0 0


Judul: Para Camat
Mendeklarasikan
Dukungan Ke
Pasangan Jokowi-
Ma’ruf

16 Nomor 209 P-140P 0 0


Judul: Para Bupati
Mendeklarasikan
Dukungan Ke
Pasangan Jokowi-
Ma’ruf

17 Nomor 210 P-140Q 0 0


Judul: Surat Suara
Tercoblos Sebelum
Digunakan
-35- 2023, No. 4
35

No Argumen Alat Bukti Perolehan Suara


Paslon 01 Paslon 02
Angka % Angka %
18 Nomor 211 P-140R -200 0
Judul: Surat Suara
Tercoblos Sebelum
Digunakan

19 Nomor 212 P-140S 0 0


Judul: Ketua PGRI
Banjarnegara Ikut
Kampanye
Kemenangan Jokowi-
Ma’ruf

20 Nomor 213 P-140T 0 0


Judul: Kepala Daerah
Beramai-Ramai
Mendukung
Jokowi-Ma’ruf

21 Nomor 214 P-140U +100


Judul: Manipulasi
Hasil Perolehan
Suara Pilpres Di
Jakarta Selatan

22 Nomor 215 P-140V -142 +142


Judul: Manipulasi
Input Data Pilpres

23 Nomor 216 P-140W -600 0


Judul: Manipulasi
Input Data Pilpres

24 Nomor 217 P-140X -1000 0


Judul: Manipulasi
Input Data Pilpres

25 Nomor 218 P-140Y -780 0


Judul: Manipulasi
Input Data Pilpres

26 Nomor 219 P-140Z -1000 0


2023, No. 4 -36-
36

No Argumen Alat Bukti Perolehan Suara


Paslon 01 Paslon 02
Angka % Angka %
Judul: Penambahan
1.000 Suara 01 di
Situng KPU

27 Nomor 220 P-140AA 0 0


Judul: Kesaksian
Sejumlah Warga Soal
Dugaan
Kecurangan Pemilu

28 Nomor 221 P-140BB 0 0


Judul: Kekurangan
surat suara untuk
Pasangan calon
Presiden dan Wakil
Presiden.

29 Nomor 222 P-140CC -991 +2871


Judul: Paslon 02
Kehilangan 2871
suara Dalam Sehari

30 Nomor 223 P-140DD 0 0


Judul: Surat Suara
Sudah Tercoblos 01

31 Nomor 224 0 0
Judul: Surat Suara
Sudah Tercoblos 01,
Setelah di Cek

32 Nomor 225 P-140EE 0 0


Judul: Kriminalisasi
Saksi

33 Nomor 226 P-140GG 0 0


Judul: Pembukaan
Kotak Suara Pilpres
tanpa saksi

34 Nomor 227 P-140HH 0 0


Judul: Kecurangan
-37- 2023, No. 4
37

No Argumen Alat Bukti Perolehan Suara


Paslon 01 Paslon 02
Angka % Angka %
Perhitungan
Persentase Jumlah
Suara Pilpres 2019 Di
Situng KPU

35 Nomor 228 P-140II 0 0


Judul: Protes
Kecurangan
Dihadapan Petugas
TPS dan Pemukulan
saksi

36 Nomor 229 P-140JJ 0 0


Judul: Pembukaan
Segel Dan
Pengambilan Surat
Suara
37 Nomor 230 P-140KK 0 0
Judul: Surat Suara
Sudah Tercoblos
Untuk 01

38 Nomor 231 P-140LL 0 +100


Judul: Pasangan 02
Hilang 100 Suara
Dari Input Data
KPU

39 Nomor 232 P-140MM 0 0


Judul: Pembongkaran
Data C1 Tanpa Saksi
Karena
Darurat

40 Nomor 233 P-140NN 0 0


Judul: Petugas TPS
Melakukan Yang
Melakukan
Pencoblosan Untuk
Paslon 01
2023, No. 4 -38-
38

No Argumen Alat Bukti Perolehan Suara


Paslon 01 Paslon 02
Angka % Angka %

41 Nomor 234 P-140OO 0 0


Judul: Dokumen C1
yang sudah diganti
dan dibuang

42 Nomor 235 P-140PP 0 0


Judul: Sejumlah
Warga Protes Terkait
Hak Pilihnya

43 Nomor 236 P-140PP -133 +110


Judul: Kecurangan
Input Data C1 KPU
Untuk Riau
Dan DKI

44 Nomor 237 Tidak 0 0


dicantum
Judul: Penemuan kqn
Ribuan Form C1 Asli nomor
Untuk alat bukti

45 Nomor 238 P-140SS 0 0


Judul: Dokumen C1
yang sudah diganti
dan dibuang

46 Nomor 239 P-140TT -3000 0


Judul: Manipulasi
Input Data Pilres

47 Nomor 240 P-140UU 0 0


Judul: Manipulasi
Input Data Pilres

48 Nomor 241 P-140VV -24 +63


Judul: Manipulasi
Input Data Pilres

49 Nomor 242 P- -300 0


140WW
Judul: Manipulasi
Input Data Pilpres
-39- 2023, No. 4
39

No Argumen Alat Bukti Perolehan Suara


Paslon 01 Paslon 02
Angka % Angka %

50 Nomor 243 P-140XX -100 +100


Judul: Manipulasi
Input Data Pilpres

51 Nomor 244 P-140YY +20 +50


Judul: Manipulasi
Input Data Pilres

52 Nomor 245 P-140III 0 0


Judul: Keberpihakan
Aparat Kepolisian

53 Nomor 246 P-140JJ -100 +100


Judul: 10 Kepala
Desa

54 Nomor 247 P-140 -50 0


Judul: Pada suatu KKK
waktu

55 Nomor 248 P-140LLL 0 0


Judul: Mangun aya

56 Nomor 249 P- 0 0
140MMM
Judul: Limau asri

57 Nomor 250 P- 0 0
140NNN
Judul: Paju ulu
Palembang

58 Nomor 251 P- 0 0
140PPP
Judul: Batam

59 Nomor 252 P- -500 +100


140QQQ
Judul: TPS 18

60 Nomor 253 P- 0 0
140RRR
Judul: Seretaris PPK

61 Nomor 254 P- 0 0
140SSS
2023, No. 4 -40-
40

No Argumen Alat Bukti Perolehan Suara


Paslon 01 Paslon 02
Angka % Angka %
Judul: Papua

62 Nomor 255 P- 0 0
140TTT
Judul: TPS Podorejo
Total -20264 4527

Terkoreksi I 85,587,098 68,654,766

Tabel 2 Rekapitulasi Pendulangan Suara Paslon paragraph TERMOHON


MELAKUKAN BERBAGAI KECURANGAN YANG MERUGIKAN SUARA
PEMOHON
No Argumen Alat Bukti Perolehan Suara

Paslon 01 Paslon 02

Angka % Angka %

1 Hasil Terkoeksi I hasil 85,607,362 55.50 68,650,239 44.50


peolehan suara Pilpres % %
KPU

2 Nomor 197 (halaman P-141 -2.443.800 -


181)

Judul: Termohon tidak


menjalankan
Rekomendasi
BAWASLU di
Surabaya

3 Nmor 198 P-140B - +0


440,
Judul: Termohon tidak
084
menjalankan
Rekomendasi
-41- 2023, No. 4
41

BAWASLU di Papua

4 Nomor 199 P-143 -895.200 +0

Judul: Ditemukan
Tempat Pemungutan
Suara (TPS) Siluman di
seluruh
Indonesia

5 Nomor 200 P-140D -5.700.000 +0

Judul: Ditemukan
Indikasi Manipulatif
Daftar Pemilih Khusus

6 Nomor 201 P-140E -1.053.600 +0

Judul: Jumlah Suara


Pemohon berjumlah 0

7 Nomor 202 P-140F -0 +0

Judul: Ada
Ketidakwajaran dan
Keanehan Jumlah
Suara

8 Nomor 203 P-140G -0 +0

Judul: Ditemukan
Indikasi Rekayasa
DPT

9 Nomor 204 P-146 -8.319.073 0

Judul: Ditemukan
37.324 TPS Baru

10 Nomor 205 P-147 0 0


2023, No. 4 -42-
42

Judul: Indikasi
Pengaturan Suara
Tidak Sah

Total -18,851,757

Terkoreksi II 66,755,605 49.30 68,650,239 50.70


% %

Tabel 3 Rekapitulasi Pendulangan Suara Paslon paragraph Rekapitulasi Manual


Berjenjang

Argumen Paslon 01 Paslon 02


No Angka % Angka %

Hasil Terkoeksi II hasil 66,755,605 49.30 68,650,239 50.70


peolehan suara Pilpres % %
KPU

1 Nomor 210 -4.353 0


Semarang 484
Pekalongan 3400
Sragen 469
2 Nomor 211 0 +0
Ada Jeda Data Masuk
& Muncul di Situng
yang Mengindikasi
terjadinya Kecurangan

3 Nomor 212 -0 +0
Perjalanan Input Data
Situng KPU

5 Nomor 213 P-140D -2 634 000 +0


Ditemukan Kesalahan
Penjumlahan Suara
Sah yang Tidak Sesuai
Jumlah
DPT/DPTb/DPK

6 Nomor 214 -0 +57


-43- 2023, No. 4
43

Kesalahan Data C1
yang Dipindai dari
Sumber Data KPU
Sudah Salah sejak
Awal

7 Nomor 215 -748400 +0


Studi Kasus
Kekacauan Situng
yang dapat ditemukan
di Jawa Timur

Total 3,386,753 57

Terkoreksi III 63,368,852 48% 68,650,296 52%

C.2 Jangka waktu memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara

C.2.1 Norma yang mengatur jangka waktu mengajukan permohonan PHPU ialah
Pasal 78 huruf a UU MK dan Pasal 475 ayat (3):

Pasal 78 huruf a UU MK
“Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan atas
perselisihan hasil pemilihan umum wajib diputus dalam jangka waktu:
a. Paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan dicatat
dalam Buku Register Perkara Konstitusi, dalam hal pemilihan umum
Presiden dan Wakil Presiden”

Pasal 475 ayat (3) UU7/2017


“Mahkamah Konstitusi memutus perselisihan yang timbul akibat
keberatansebagaimana dimaksud pada ayat (l) dan ayat (2) paling
lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanyapermohonan keberatan
oleh Mahkamah Konstitusi.”

C.2.2 Dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari Majelis Hakim wajib memutuskan
perkara (realitanya waktu tersedia in casu Pilpres 2019 adalah 8 (delapan)
hari mengambil pernyatan Yang mulia Hakim DR. Suhartoyo), dimana Majelis
Hakim pada perkara PHPU Pilpres, lazimnya, harus melakukan (pekerjaan)
untuk sampai pada putusan adalah sebagai berikut:
1. Majelis Hakim memeriksa naskah permohonan
2. Membaca permohonan pemohon-PHPU Pilpres;
3. Mendengarkan keterangan pemohon-PHPU Pilpres
4. Mendengar dan membaca jawaban termohon;
2023, No. 4 -44-
44

5. Mendengar dan membaca Keterangan Pihak Terkait;


6. Mendengar dan membaca Keterangan Badan Pengawas Pemilihan
Umum Republik Indonesia;
7. Mendengar keterangan saksi pemohon-PHPU Pilpres dan Pihak
Terkait;
8. Mendengar dan membaca keterangan ahli pemohon-PHPU Pilpres,
Termohon, dan Pihak Terkait;
9. Memeriksa alat bukti pemohon-PHPU Pilpres, termohon, Pihak
Terkait, dan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia.
10. Waktu 14 (empat belas) hari kerja dalam konversinya ke satuan waktu
jam adalah 14x24 (empat belas kali empat belas) adalah336 (tiga ratus
tiga puluh enam) jam.
C.2.3 Untuk mengukur apakah putusan Majelis Hakim Konstitusi pada PHPU Pilpres
sudah sesuai dengan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 juncto Pasal 22E ayat (1)
UUD 1945, sesuai rumuan putusan acuan ukur nya adalah Pasal 45 UU MK:
ayat (5); dan ayat (10).
C.2.4 Hasil penilikan Pemohon pada perkara PHPU Pilpres dibatasi pada PHPU
Pilpres 2019, oleh karena tidak diketahuinya keberadaan naskah tertulis
sebagaimana dimaksud Pasal 45 ayat (5) UU MK, serta tidak terdapatnya
Disenting Opinion sebagaimana dimaksud Pasal 45 ayat (10) UU MK, maka
Pemohon menilai bahwa putusan terhadap naskah permohonan terdaftar
Akta Pengajuan Permohonan Pemohon Nomor 01/AP3-PRES/PAN.MK/2019
yang tercatat di Buku Registrasi Perkara Konstitusi dengan nomor 01/PHPU-
PRES/XVII/2019 adalah putusan rumuan kategori-4.
C.2.5 Karena putusan rumusan kategori-4, pada perkara a quo dinilai sebagai
putusan yang belum memenuhi maksud diterbitkannya putusan Pasal 45 ayat
(1) UU MK juncto Pasal 24 ayat (1) UUD 1945, maka patut diduga yang
menghalangi Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan
dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan adalah oleh keberlakuan
norma a quo Pasal 78 huruf a UU MKdan Pasal 475 ayat (3) UU 7/2017,
karenanya norma a quo harus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945
secara kondisional bersyarat.
C.2.6 Penjelasan serta alat bukti pendukung pernyataan paragraph C.2.5 adalah
sebagai berikut:
-45- 2023, No. 4
45

A) Pertimbangan atau Pendapat Tertulis Hakim Konstitusi terhadap Jawaban


Termohon (dapat) include Jawaban Pihak Terkait dan BAWASLU, harus
ada pada alasan yang akan Pemohon tunjukan.
1. Pendalilan jawaban KPU tertuang dalam putusan sebagai nomor
perkara 01/PHPU-PRES/XVII/2019 (Bukti P-14) nomor 42 (empat
puluh dua), halaman 312 (tiga ratus dua belas).
Pendalilan jawaban KPU sebagai termohon adalah berbentuk notasi
penghakiman, padahal tidak berwenang, pada frasa "tidak relevan
dan tidak berdasar menurut hukum".
Hal ini dapat dipandang sebagai gangguan hukum karena akan
merancukan Subyek alasan hukum Mahkamah apakah dibuat KPU
(termohon) atau Majelis Hakim Konstitusi.
Maka Patut ada catatan berupa pertimbangan atau pendapat Hakim
Konstitusi berkenaan dengannya.
Pendalilan KPU sebagai termohon yang serupa dan semisal
diantaranya: nomor 80 (delapan puluh), halaman 326 (tiga ratus dua
puluh enam), nomor 90 (sembilan puluh), halaman 328 (tiga ratus dua
puluh delapan), nomor 427 (empat ratus dua puluh tujuh) halaman 507
(lima ratus tujuh), nomor 428 (empat ratus dua puluh delapan)
halaman 507 (lima ratus tujuh).
2. Selanjutnya ditunjukan alat bukti, Bukti P-24.
B) Pendapat berbeda Dissenting Opinion Hakim Konstitusi terhadap alasan
hukum putusan, harus ada pada alasan yang Pemohon tunjukan.
1. Alat bukti berkenaan Surat Suara Sudah Tercoblos bukan oleh pemilik
hak pilih, Bukti P-25, Bukti P-26.
2. Disenting Opinion akan ada terutama untuk alasan pertimbangan
hukum berikut:
Pada paragraph 3.48, Menimbang bahwa selanjutnya Pemohon
mendalilkan adanya indikasi pengaturan suara tidak sah di dalam
suatu TPS, antara lain di Magetan di mana pola suara tidak sah di
seluruh TPS adalah 22, 12, 7, 5 atau 26, 59, 26, 59. Hal demikian juga
terjadi di Desa Wungu, Madiun, dengan pola suara tidak sah adalah 5,
6, 11, 6, 11, dan 12. Untuk membuktikan dalilnya Pemohon
mengajukan alat bukti yang diberi tanda Bukti P-147 berupa Formulir
2023, No. 4 -46-
46

Model C1 di Desa Bantengan, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun.


Bahwa setelah mencermati dalil Pemohon dan keterangan Bawaslu,
serta alat bukti yang diajukan para pihak, terkait dengan dalil Pemohon
mengenai keanehan pola jumlah suara tidak sah TPS di Magetan
ternyata Pemohon tidak mengajukan alat bukti untuk mendukung
dalilnya. Adapun terkait dengan jumlah suara tidak sah TPS di Desa
Wungu, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun, Provinsi Jawa Timur,
yang menurut Pemohon berpola 22, 12, 7, 5 atau 26, 59, 26, 59,
ternyata setelah Mahkamah memeriksa Bukti P-147 berupa formulir
Model C1-PPWP TPS di Desa Bantengan, Kecamatan Wungu,
Kabupaten Madiun, ditemukan jumlah suara tidak sah di TPS 2, TPS
3, TPS 4, TPS 5, TPS 6, TPS 7, TPS 8, TPS 9, TPS 10, TPS 11, TPS
12, TPS 13, TPS 14, dan TPS 15, secara berurutan adalah 5, 5, 6, 11,
5, 11, 5, 11, 12, 8, 12, 8, 12, 12. Jumlah suara tidak sah yang
ditunjukkan oleh Bukti P-147 ternyata berbeda dengan dalil Pemohon.
Bahwa seandainya pun pola suara tidak sah yang didalilkan Pemohon
terbukti, yaitu membentuk deretan angka 22, 12, 7, 5 atau 26, 59, 26,
59, quod non, Mahkamah tidak dapat meyakini adanya korelasi antara
pola jumlah suara tidak sah tersebut dengan tindak kecurangan
tertentu, serta korelasi dengan hasil perolehan suara masing-masing
pasangan calon. Apalagi hal demikian tidak dijelaskan lebih lanjut oleh
Pemohon kecuali hanya disebutkan sebagai adanya indikasi
pengaturan suara tidak sah.
Bahwa menurut Mahkamah terjadinya pola angka tertentu adalah hal
yang sangat mungkin secara matematis, apalagi jika pola angka
tersebut acak sebagaimana angka yang didalilkan Pemohon. Untuk
dapat menjadi indikasi adanya kecurangan, pola angka jumlah suara
tidak sah haruslah unik dan tidak dapat berdiri sendiri sebagai fakta
tunggal, melainkan setidaknya harus dikaitkan dengan
peristiwa/tindakan lain.
Berdasarkan pertimbangan hukum demikian, dalil Pemohon mengenai
indikasi pengaturan suara tidak sah tidak beralasan menurut hukum.
Keterangan Pemohon: Dissenting Opinion akan ada untuk
pertimbangan hukum putusan (sementara) perkara dengan nomor
-47- 2023, No. 4
47

Akta Pengajuan Permohonan Pemohon Nomor 01/AP3-


PRES/PAN.MK/2019 yang tercatat di Buku Registrasi Perkara
Konstitusi dengan nomor 01/PHPU-PRES/XVII/2019 paragraf [3.48]
alinea ke-5, ke-6 dan ke-7, pada: frasa "sangat mungkin secara
matematis"; frasa "pola angka jumlah suara tidak sah haruslah unik
dan tidak dapat berdiri sendiri sebagai fakta tunggal".
Pertimbangan hukum putusan tersebut bertolak-belakang dengan
kaidah matematis sub kaidah statistik peluang yang bila dibahasakan
menyatakan kemungkinan terjadinya angka Surat Suara Tidak Sah
dalam 1 (satu) Kelurahan ber-angka sama (in casu 59 (lima puluh
sembilan)) adalah mendekati 0 % (nol persen). Nilai peluang 0 %
berarti mustahil (Bukti P-11).
Sedangkan fakta yang ditanyakan "Mahkamah" tentu maksudnya
adalah ada tidaknya faktor yang mendukung agar jumlah seragam
surat suara tidak sah dipandang sebagai hasil kecurangan tentu
jawabannya adalah aturan penghitungan yang terdapat pada Panduan
KPPS Pemungutan dan Penghitungan suara Pemilu 2019 halaman 39
(tiga puluh sembilan).
Serta peristiwa-peristiwa terkait yang ditanya "Mahkamah" tentu
jawabannya adalah alat-alat bukti yang menunjukan banyaknya
terdapat coblosan awal (halus) pada surat suara Pemilu 2019 sebelum
dicoblos oleh pengguna hak pilih (diantaranya fakta pada PPLN
Malaysia).
Menurut teoretisnya, para matematikawan sepakat bahwa suatu nilai
tentang tetapan nilai peluang adalah bila mendekati nilai 0 (nol) maka
dikatakan Peluang Kejadian yang Mustahil, sedangkan mendekati nilai
1 (satu) maka pasti terjadi.
Teori Koin. Pemohon terjemahkan bahwa pemilik hak pilih yang akan
menggunakan hak suuara nya adalah warga negara dengan
kompetensi layaknya koin, yaitu terhadap kemungkinan suara akan
sah atau akan rusak adalah 50% (lima puluh persen).
Teori Dadu Pemohon terjemahkan bahwa pemilik hak pilih yang akan
menggunakan hak suara nya adalah warga negara dengan
kompetensi layaknya dadu. Sedangkan untuk mendapatkan
2023, No. 4 -48-
48

persentasi kompetensi 67% (enam tujuh puluh persen) menggunakan


hak pilih adalah kemungkinan akan munculnya salah satu dari 4
(empat) angka (pilihan angka 1, angka 2, angka 3, angka 4) terhadap
munculnya salah satu dari 2 (dua) mata sample (angka 5 dan angka
6). Perumusannya pada table di bawah ini.

Maka dari table dapat kita lihat peluang munculnya angka-angka


sampel terpilih (kumulatif) adalah 67% (enam puluh tujuh persen).
Maka diartikan sebagai tingkat keberhasilan warga untuk sukses
melakukan coblosan menghasilkan Surat Suara Sah adalah 67%
(enam puluh tujuh persen). Untuk 85% (delapan puluh lima persen)
adalah peluang matematis warga untuk sukses melakukan coblos
menghasilkan surat suara sah adalah 85% (delapan puluh lima
persen). Nilai IPM > 70 (tujuh puluh) maka nilai kecerdasan Kinestetika
nya adalah 85% (delapan puluh lima persen) (penilaian subyektif oleh
Pemohon sebagai guru).
Menggunakan suatu aplikasi simulasi Pemohon bermaksud
mengetahui berapa nilai persentasi untuk terjadinya angka kembar
untuk jumlah Surat Suara Tidak Sah (surat suara rusak oleh voter)
pada 2 (dua) atau lebih TPS dalam satu desa/ kelurahan dalam satu
kecamatan.
Berikut penilikan Pemohon permohonan a quo:
Kecamatan barat
-49- 2023, No. 4
49
2023, No. 4 -50-
50

Dari tabel, diartikan sebagai:


Simulasi adalah untuk 100 pemilik hak pilih (voter).

Simulasi Koin, bila warga pemilik hak pilih pada desa banguasri
kecamatan Barat (terdapat 5 (lima) TPS) memiliki kompetensi IP 50%
maka, kemunginan terjadinya surat suara tida sah berjumlah 9 di 3
(dua) TPS adalah 6.89% Masih mungkin terjadi)
Simulasi Dadu, bila warga pemilik hak pilih pada desa banguasri
kecamatan Barat (terdapat 5 (lima) TPS) memiliki kompetensi IP 63%
maka kemunginan terjadinya surat suara tidak sah berjumlah 9 di 3
(tiga) TPS adalah 1.,44%%. (Masih mungkin terjadi)
Simulasi tetapan IPM Tahun 2019, bila warga pemilik hak pilih ada
desa banguasri kecamatan Barat (terdapat 5 (lima) TPS) memiliki
kompetensi IP 95% maka, kemunginan terjadinya surat suara tidak
sah berjumlah 9 (sembilan) di 2 (dua) TPS adalah 0.02%%. (Mustahil
terjadi).
Maka, dapat dipetik-kan bahwa Kemungkinan Surat Suara Tidak Sah
berjumlah 9 pada 3 (tiga) TPS di 1 (satu) desa dengan 5 (lima) TPS
untuk 100 voters hanya mungkin terjadiapabila warga desa bangunasri
berkompetensi kinestetika lebih kecil dari 67% (enam puluh tujuh
persen).
-51- 2023, No. 4
51

3.
2023, No. 4 -52-
52

Dari table, diartikan sebagai, Simulasi adalah untuk 100 pemilik hak
pilih (voter).

Simulasi Koin, bila warga pemilik hak pilih pada desa Banjarejo
Kecamatan Barat (terdapat 5 (lima) TPS) memiliki kompetensi IP 50%
maka kemunginan terjadinya surat suara tidak sah berjumlah 6(enam)
di 3 (tiga) TPS adalah 8,52% (masih mungkin terjadi).
Simulasi Dadu, bila warga pemilik hak pilih pada desa Banjareo
Kecamatan Barat (terdapat 5 (lima) TPS) memiliki kompetensi IP 63%
maka, kemunginan terjadinya surat suara tida sah berjumlah 6(enam)
di 3 (tiga) TPS adalah 2,04% (masih mungkin terjadi).
Simulasi tetapan IPM Tahun 2019, bila warga pemilik hak pilih pada
desa Banjarejo Kecamatan Barat (terdapat 5 (lima) TPS) memiliki
kompetensi IP 85% maka, kemunginan terjadinya surat suara tidak
sah berjumlah 6 (enam) di 3 (tiga) TPS adalah 0.07%. (masih mungkin
terjadi).
Dan, untuk angka Surat Suara Tidak Sah 59 (lima puluh Sembilan)
terjadi pada 2 TPS dalam satu kelurahan.
-53- 2023, No. 4
53

Menggunakan table-tabel pendekatan matematis diatas, untuk


manusia ber-IPM atau ber-Kecerdasan Kinestetika yaitu 85% (delapan
puluh lima persen), atau lebih rendah lagi, yaitu setara sample Peluang
Dadu 67% (enam puluh tujuh persen) maupun setara dengan Peluang
2023, No. 4 -54-
54

Koin 50% (lima puluh persen), kemungkinan terjadinya angka Surat


Suara Tidak Sah pada 2 (dua) TPS dalam satu desa atau kelurahan
angka 59 (lima puluh sembilan) sekalipun adalah Mustahil terjadi.
Maka dapat diambil petikan bahwa dari kasus diatas dan bayak
mkasus lai serupa, bahwa ada faktor pemicu mengapa hal tersebut
terjadi. Dan satu-satu nya terduga pemicu adalah berkaitan dengan
Aturan Suara Sah pada Pemilu 2019 oleh KPU.
Bagaimana mungkin Majelis Hakim berpendapat terjadinya jumlah
surat suara tidak sah berangka kembar 59 (lima puluh sembilan) dalam
satu kelurahan adalah hal yang wajar menurut matematis. Metoda
matematis apa yang digunakan, pengukuran seperti apa yang
dilakukan untuk sampai pada keputusan sedemikian.
Bagaimana mungkin tidak terbit kecurigaan pada diri tiap hakim
konstitusi bila dalam keadaan tenang tentang kewajaran baik
pemikiran maupun perasaan kejadian tersebut. Maka, beralasan untuk
menduga bahwa telah terjadi misdata bahwa putusan yang dibacakan
bukanlah putusan hasil Musyawarah Sidang Pleno Putusan PHPU
2019 melainkan tertukar dengan putusan PHPU Pilpres 2014. Karena
bila putusan diputuskan dalam permusyawaratan paling tidak akan
ada 6 (enam) hingga 7 (tujuh) Dissenting Opinion berkenaan hal ini.
C) Berkenaan pertimbangan atau pendapat sebagaimana maksud Pasal 45
ayat (5) UU MK, Pemohon serta warga negara seumpama Pemohon tidak
boleh dihalangi untuk mengetahuinya, sesuai keterangan alat bukti P-16
dan Bukti P-17 berkenaan sesuatu terlarang apabila ada aturan yang
melarang. Tanpa ada larangan, sesuatu dibolehkan.

C.2.7 Telah jelas dan meyakinkan bahwa jangka waktu (calon) pemohon-
permohonan PHPU (Pilpres) untuk mengajukan permohonan dan jangka
waktu Majelis Hakim Konstitusi memeriksa, mengadili dan memutuskan
perkara PHPU Pilpres adalah sangat kurang (bertentangan dengan UUD
1945 Pasal 24 ayat (1) secara kondisional bersyarat, maka perlu direvisi
dengan memperhitungkan porsi rakyat, penjelasan paragraph (2.1)
Kedudukan Hukum, dalam penentuan lama jangka waktunya.
C.2.8 Kriteria penambahan porsi rakyat menurut pandangan subyektif Pemohon
adalah 2x (dua kali) jangka waktu pra-revisi ditambah waktu tolerir sehingga
-55- 2023, No. 4
55

menjadi:
a. Jangka waktu mengajukan permohonan PHPU menjadi 2x (dua kali) 3
(tiga) hari ialah 6 (enam) hari, ditambah 1 (satu) hari tolerir menjadi 7
(tujuh) hari.
b. Jangka waktu Majelis Hakim Konstitusi memeriksa, mengadili dan
memutuskan perkara PHPU Pilpres menjadi 2x (dua kali) 14 (empat
belas) hari ialah 28 (dua puluh delapan) hari, ditambah 2 (dua) hari
tolerirmenjadi 30 (tiga puluh) hari.
C.2.9 Berdasarkan fakta diuraikan dibawah baik jangka waktu pengajuan
permohoan PHPU (7 (tujuh) hari) dan jangka waktu Mahkamah Konstitusi
memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara PHPU (Pilpres) (30 (tiga
puluh) hari), merupakan jangka waktu terbaik revisi, sebagai berikut:
a. Jangka waktu mengajukan permohonan PHPU
Secara garis besar, walau sama-sama hanya dapat diajukan maksimum
dalam jangka waktu 3 (tiga) hari, permohonan PHPU oleh pemohon-
anggota DPR, pemohon-anggota DPD dan pemohon-anggota DPRD
dapat lebih baik karena lingkup permasalahan dan pengumpulan alat-alat
bukti jauh lebih sempit dan terpetakan dalam sebutan DAPIL. Dengan
keadaan sedemikian pun, ternyata, Majelis Hakim Konstitusi masih
kesulitan dalam memahami apa sesungguhnya yang hendak disampaikan
oleh para pemohon-peserta Pemilu anggota dewan akibat kualitas muatan
permohonan. Keberhasilan Majelis Hakim Konstitui mengungkap apa yang
terjai sebenarnya belum dapat dipandang oleh muatan permohonan
(kontribusinya masih keil) melainkan oleh Kompetensi dan Kepekaan
Majelis Hakim Konstitusi yang mumpuni didukung dengan ketersediaan
jangka waktu yang mencukupi untuk memeriksa, megadili dan
memutuskan.
Dengan demikian, perubahan lama jangka waktu pengajuan permohonan
PHPU nggota DPR, anggota Dewan Perwakilan Daerah dan anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak akan terpengaruh melankan
kearah yang lebih baik.
Dengan singkat, perbaikan jangka waktu semula maksimum 3 (tiga) hari
sejak hitungan jam diumumkan nya hasil Pemilu secara nasional oleh KPU
untuk mengajukan permohonan PHPU akan berdampak baik terhadap
2023, No. 4 -56-
56

kualitas permohonan baik untuk pemohon-PHPU Pilpres maupun


pemohon-PHPU anggota DPR, anggota Dewan Perwakilan Daerah
maupun anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Jangka waktu 7 (tujuh) hari adalah jangka waktu normal yang perlu
diberikan dan telah terbukti mampu dimanfaatkan dengan baik oleh (calon)
pemohon-PHPU setidaknya diluar negeri seperti Negara Ukraina. (Bukti P-
27)
b. Jangka waktu Majelis Hakim memeriksa mengadili dan memutuskan
PHPU
Jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terbukti berdasarkan beberapa putusan
PHPU Majelis Hakim Konstitusi mampu memenuhi Pasal 24 ayat (1) UUD
1945 ya’ni dalam arti mampu mengungkap fakta sebenarnya yang sedang
terjadi, diantaranya 86-03-26/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019, 199-05-
12/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019,145-02-02/PHPU.DPR-
DPRD/XVII/2019.
Oleh karenanya jangka waktu sedemikian jauh lebih dibutuhkan rakyat
berbanding para calon anggota dewan agar putusan PHPU Pilpres dapat
diputuskan bersesuaian dengan keadaan (fakta) sebenarnya yang terjadi.
c. Khusus pada jangka waktu untuk Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi
memeriksa, mengadili dan memutuskan selama 30 (tiga puluh) hari,
tidaklah dimaksudkan bahwa seluruh waktu harus dipakai untuk
memeriksa, mengadili dan memutuskan melainkan untuk memberi
kelapangan seluas-luasnya bagi Hakim Konstitusi untuk meng-elaborasi
keterkaian antara maksimum 30 (tiga puluh) hari dan dapat memberikan
putusan lebih cepat kurang dari 30 (tiga puluh) hari memenuhi asas
peradilan cepat dan murah.
D. Side Effect, Perbaikan Putusan sebagai Putusan PHPU Pilpres Tahun 2019
sebagai nomor 01/PHPU-PRES/XVII/2019 dalam putusan sela.

D.1 Maka oleh karena kurangya jangka waktu menjadi penyebab putusan dan
sedang di PUU utuk direvisi adalah fakta, menurut Pemohon, beralasan pula
menggunakan keluasan perkara PUU terhadap putusan sebagai putusan
nomor perkara 01/PHPU-PRES/XVII/2019 oleh masih logis dan terbukanya
kesempatan untuk merevisinya sebagai putusan sela yang merupakan
sinergitas, yang satu menjadi bukti fakta terhadap yang lain sebagai putusan
-57- 2023, No. 4
57

sela.
D.2 Ketiadaan naskah tertulis berisikan pertimbangan atau pendapat tiap Hakim
Konstitusi dapat diartikan ada komponen tahapan putusan yang
tersembunyikan sehingga pembacaan putusan harus dipandang (masih)
tertutup atau belum melalui semua tahapan sehingga patut dipandang cacat
formil.
D.3 Untuk mendukung maksud tercapainya permohonan a quo, Pemohon perlu
juga menguraikan kaidah bahasa Penggunaan tanda kurung (…) sebagai
berikut:
i) Tanda kurung digunakan untuk mengapit keterangan tambahan,
seperti singkatan padanan kata asing.
ii) Tanda kurung digunakan untuk mengapit keterangan atau
penjelasan yang bukan bagian utama kalimat.
iii) Tanda kurung digunakan untuk mengapit kata yang
keberadaannya didalam teks dapat dimunculkan atau dihilangkan.
iv) Tanda kurung digunakan untuk mengapit huruf atau angka sebagai
penanda perincian yang ditulis ke samping atau ke bawah di dalam
kalimat.

Terhadap 4 (empat) kaidah diatas, Pemohon perlu menggunakan kaidah


urutan ke-3 (atau penomoran iii)), dengan maksud untuk menjaga struktur asli
kalimatnya, tetapi perlu menghilangkan makna yang didalam tanda kurung
(makna dalam tanda kurung diabaikan).
Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi, melanjutkan.
D.4 Setelah menelusuri putusan PHPU Pilpres sebagai putusan dengan
penomoran 01/PHPU-PRES/XVII/2019, Pemohon tidak menemukan adanya
pertimbangan atau pendapat berbeda (dapat) berupa Dissenting Opinion
amanat Pasal 45 ayat (10) yang seharusnya ada untuk pertimbangan yang
telah Pemohon tunjukan.
Pemohon meyakini bahwa putusan PHPU Pilpres sebagai putusan dengan
penomoran 01/PHPU-PRES/XVII/2019 bukan merupakan putusan skema
hasil mufakat Musyawarah Sidang Pleno Hakim Konstitusi sebagaimana
yang dimaksud Pasal 45 ayat (4) dan juga bukan merupakan putusan skema
hasil suara terbanyak Musyawarah Sidang Pleno Hakim Konstitusi Pasal 45
ayat (7) melainkan putusan skema Ketua Sidang Pleno Hakim Konstitusi
2023, No. 4 -58-
58

dengan sandaran Pasal 45 ayat (8) tetapi pemutusannya belum didahului


dengan prosedur Pasal 45 : ayat (4); ayat (5); ayat (6); ayat (7) UU MK.
D.5 Terhadap 2 (dua) keterangan Pemohon diatas, perlu ada klarifikasi oleh tiap
Hakim Konstitusi berkenaan keberadaan pertimbangan atau pendapat tertulis
sebagaimana dimaksud Pasal 45 ayat (5) berkenaan permohonan maupun
pertimbangan atau pendapat berbeda (dapat) berupa Dissenting Opinion
Pasal 45 ayat (10) didalam maupun diluar persidangan.
D.6 Putusan in casu merupakan putusan sementara, musyawarah tunda, untuk
memenuhi ketentuan Pasal 78 huruf a UU MK, Pasal 475 ayat (3) UU 7/2017;
sehingga Sidang pleno Hakim Konstitusi masih harus dilanjutkan untuk
memenuhi ketentuan Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 22E ayat (1) untuk
memutukan dengan putusan final dengan penomoran 01F/PHPU-
PRES/XVII/2019.
D.7 Sidang lanjutan setelah tunda musyawarah sidang pleno putusan untuk naskah
permohonan terdaftar Akta Pengajuan Permohonan Pemohon Nomor
01/AP3-PRES/PAN.MK/2019 yang tercatat di Buku Registrasi Perkara
Konstitusidengan nomor 01/PHPU-PRES/XVII/2019 masih dapat dilanjutkan
mengingat Hakim Konstitusi atas nama pemutus (sementara) perkara secara
mayoritas masih berstatus sebagai hakim aktif Mahkamah Konstitusi.
Hakim pemutus (sementara) naskah permohonan terdaftar Akta Pengajuan
Permohonan Pemohon Nomor 01/AP3-PRES/PAN.MK/2019 yang tercatat di
Buku Registrasi Perkara Konstitusidengan nomor 01/PHPU-PRES/XVII/2019
dengan putusan (sementara) bernomor 01/PHPU-PRES/XVII/2019
(ter)tanggal dua puluh empat, bulan Juni tahun dua ribu sembilan belas, hari
Senin, adalah Hakim Konstitusi Anwar Usman (Ketua), Hakim Konstitusi
Aswanto, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Hakim Konstitusi Arief
Hidayat, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna, Hakim Konstitusi
Suhartoyo, Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul, Hakim Konstitusi Saldi
Isra, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
Sedangkan Hakim Konstitusi pemutus sementara untuk naskah permohonan
terdaftar Akta Pengajuan Permohonan Pemohon Nomor 01/AP3-
PRES/PAN.MK/2019 dan tercatat di Buku Registrasi Perkara
Konstitusidengan nomor 01/PHPU-PRES/XVII/2019 yang masih Aktif sampai
saat ini (setelah menyandingkanya dengan putusan 4/PUU-XXI/2019) adalah
-59- 2023, No. 4
59

Hakim Konstitusi Anwar Usman (Ketua), Hakim Konstitusi Wahiduddin


Adams, Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Hakim Konstitusi Suhartoyo, Hakim
Konstitusi Manahan M.P. Sitompul, Hakim Konstitusi Saldi Isra, Hakim
Konstitusi Enny Nurbaningsih.
Ini berarti, muatan putusan final masih dapat berbeda terhadap putusan
sementara dengan prosedur suara terbanyak Pasal 45 ayat (7).

Pasal 45 ayat (7)


"Dalam hal musyawarah sidang pleno setelah diusahakan dengan
sungguh-sungguh tidak dapat dicapai mufakat bulat, putusan diambil
dengan suara terbanyak"
D.8 Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berhak untuk melakukan sesuatu yang
dirasa perlu untuk kelancaran tugasnya termasuk diantaranya membuat
putusan sementara maupun putusan pengganti sebagaimana yang
teramanatkan pada Pasal 86 UU MK untuk tegaknya keadilan berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pasal 86 UU MK
"Mahkamah Konstitusi dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang
diperlukan bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya
menurut Undang-Undang ini"

IV. Petitum

Majelis Hakim yang Mulia Mahkamah Konstitusi, berdasarkan uraian-uraian


sebagaimana disebutkan di atas, kiranya Majelis dapat memeriksa, mengadili dan
memutuskan perkara ini, memberi putusan sebagai berikut:

Putusan Sela

1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;


2. Menunda Sidang perkara a quo sampai terbitnya putusan sela permohonan
a quo;
3. Memerintahkan tiap Hakim Konstitusi Sidang Pleno PHPU Pilpres 2019
pemeriksa, pengadil dan pemutus perkara terdaftar Akta Pengajuan
Permohonan Pemohon Nomor 01/AP3-PRES/PAN.MK/2019 yang tercatat di
Buku Registrasi Perkara Konstitusi dengan Nomor 01/PHPU-
PRES/XVII/2019 membacakan didepan umum pertimbangan atau pendapat
tertulis terhadap naskah permohonan yang telah dibuat;
2023, No. 4 -60-
60

4. Memerintahkan tiap Hakim Konstitusi Sidang Pleno PHPU Pilpres


2019pemeriksa, pengadil dan pemutus perkara terdaftar Akta Pengajuan
Permohonan Pemohon Nomor 01/AP3-PRES/PAN.MK/2019 yang tercatat di
Buku Registrasi Perkara Konstitusidengan nomor 01/PHPU-PRES/XVII/2019
membacakan di depan umum pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap
pertimbangan hukum putusan (sementara) yang telah dibuat;
5. Memerintahkan sidang pleno lanjutan atas perkara naskah permohonan
terdaftar Akta Pengajuan Permohonan Pemohon Nomor 01/AP3-
PRES/PAN.MK/2019 yang tercatat di Buku Registrasi Perkara
Konstitusidengan nomor 01/PHPU-PRES/XVII/2019 bila tidak terdapat 6
(enam) pertimbangan atau pendapat tertulis Hakim Konstitusi Musyawarah
Sidang Pleno atas naskah permohonan terdaftar Akta Pengajuan
Permohonan Pemohon Nomor 01/AP3-PRES/PAN.MK/2019 yang tercatat di
Buku Registrasi Perkara Konstitusidengan nomor 01/PHPU-PRES/XVII/2019
atau bila terdapat 5 (lima) Dissenting Opinion terhadap putusan naskah
permohonan terdaftar Akta Pengajuan Permohonan Pemohon Nomor
01/AP3-PRES/PAN.MK/2019 yang tercatat di Buku Registrasi Perkara
Konstitusidengan nomor 01/PHPU-PRES/XVII/2019 atas Yang Mulia Hakim
Konstitusi Anwar Usman, Yang Mulia Hakim Konstitusi Saldi Isra, Yang Mulia
Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Yang Mulia Hakim Konstitusi Arief
Hidayat, Yang Mulia Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, Yang Mulia Hakim
Konstitusi Suhartoyo dan Yang Mulia Hakim Konstitusi Manahan M.P.
Sitompul untuk jangka waktu paling lama 16 (enam belas) hari;

6. Membacakan secara terbuka untuk umum putusan final perkara terdaftar Akta
Pengajuan Permohonan Pemohon Nomor 01/AP3-PRES/PAN.MK/2019
yang tercatat di Buku Registrasi Perkara Konstitusidengan nomor 01/PHPU-
PRES/XVII/2019 dengan nomor putusan 01F/PHPU-PRES/XVII/2019
petitum:

1. Mengabulkan Permohonan Pemohon Seluruhnya;


2. Menyatakan batal dan tidak sah Keputusan Komisi Pemilihan Umum
Nomor 987/PL.01.08-KPT/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (, Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan
-61- 2023, No. 4
61

Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah


Kabupaten/Kota) Secara Nasional Dalam Pemilihan Umum Tahun 2019
dan Berita Acara KPU RI Nomor 135/PL.01.8-BA/06/KPU/V/2019 tentang
Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara di Tingkat Nasional
dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2019;
3. Menyatakan perolehan suara yang benar adalah sebagai berikut:

4. (Menyatakan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut


01, H. Ir. Joko Widodo dan Prof. Dr. (HC). K.H. Ma’ruf Amin, MA, terbukti
secara sah dan meyakinkan telah melakukan pelanggaran dan
kecurangan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019 secara
Terstruktur, Sistematis dan Masif);
5. (Membatalkan (mendiskualifikasi) Pasangan Calon Presiden dan Wakil
Nomor Urut 01, Presiden H. Ir. Joko Widodo dan Prof. Dr. (HC). K.H.
Ma’ruf Amin, MA sebagai Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden Tahun 2019);
6. (Menetapkan Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Nomor
Urut 2, H. PRABOWO SUBIANTO dan H. SANDIAGA SALAHUDDIN
UNO sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode Tahun 2019 –
2024);
7. (Memerintahkan kepada Termohon untuk seketika mengeluarkan surat
keputusan tentang penetapan H. PRABOWO SUBIANTO dan H.
SANDIAGA SALAHUDDIN UNO sebagai Presiden dan Wakil Presiden
Terpilih periode Tahun 2019 – 2024);
Dalam Pokok Perkara

1. Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya;


2. Menyatakan Pasal 74 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
Tentang Mahkamah Konstitusi Sebagaimana yang Telah diubah dengan
2023, No. 4 -62-
62

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga atas


Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi pada
frasa 3x24 (tiga kali dua puluh empat) jambertentangan dengan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 7x24 (tujuh kali dua
puluh empat) jam;
3. Menyatakan Pasal 78 huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
Tentang Mahkamah Konstitusi Sebagaimana yang Telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga atas
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi pada
frasa: a. paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan dicatat
dalam Buku Register Perkara Konstitusi, dalam hal pemilihan umum Presiden
dan Wakil Presiden b. paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Konstitusi dalam hal pemilihan
umum anggota DPR, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang tidak dimaknai paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak
permohonan dicatat dalam Buku Register Perkara Konstitusi;
4. Menyatakan Pasal 475 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017pada
frasa 3 (tiga) hari bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang tidak dimaknai 7 (tujuh) hari;
5. Menyatakan Pasal 475 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 pada
frasa 14 (empat belas) hari bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 30 (tiga puluh) hari;
6. Menyatakan Pasal 45 ayat (8) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
Tentang Mahkamah Konstitusi Sebagaimana yang Telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga atas
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
7. Memerintahkan putusan ini dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia
-63- 2023, No. 4
63

sebagaimana mestinya.
Atau

apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi memiliki pendapat lain, mohon


untuk diputus yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

[2.2] Menimbang bahwa untuk menguatkan dalilnya, Pemohon telah


mengajukan alat bukti surat/tulisan yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan bukti
P-28 (bukti P-24 tidak disahkan), sebagai berikut:

1. Bukti P-1 : Fotokopi Legalisir Naskah Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Bukti P-2 : Fotokopi Legalisir Naskah Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi;
3. Bukti P-3 : Fotokopi Legalisir Pasal 475 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
(Judul undang-undang);
4. Bukti P-4 : Fotokopi Legalisir Pasal 4 ayat (1), Pasal 4 ayat (2) huruf a
Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021 tentang
Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang;
5. Bukti P-5 : Fotokopi Legalisir Pasal 4 ayat (2) huruf b, huruf c, huruf d dan
huruf e Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021
tentang Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-
Undang;
6. Bukti P-6 : Fotokopi Legalisir Kartu Identitas GTK atas nama Herifuddin
Daulay;
7. Bukti P-7 : Fotokopi Legalisir Sertifikat Pendidik atas nama Herifuddin
Daulay;
8. Bukti P-8 : Fotokopi Legalisir NPWP atas nama Herifuddin Daulay;
9. Bukti P-9 : Fotokopi Legalisir Pembayaran Pajak;
10. Bukti P-10 : Fotokopi Sertifikat Nomor: 001/LDK/UNJANI/X/1996;
11. Bukti P-11 : Fotokopi Legalisir Lembar Keterangan Peluang;
12. Bukti P-12 : Fotokopi Legalisir N. Tanda garis Miring (/);
13. Bukti P-13 : Fotokopi Legalisir Daftar KKO;
14. Bukti P-14 : Fotokopi Legalisir Putusan 01/PHPU-PRES/XVII/2019;
2023, No. 4 -64-
64

15. Bukti P-15 : Fotokopi Legalisir Transkrip Akademik Universitas Jenderal


Achmad Yani;
16. Bukti P-16 : Fotokopi Legalisir Ayat Al Qur'an Surat 7 ayat 31;
17. Bukti P-17 : Fotokopi Legalisir Ayat Al-Qur'an Surat 5 ayat 88;
18. Bukti P-18 : Fotokopi Legalisir Uji Kompetensi Keahlian Tahun Pelajaran
2021/2022;
19. Bukti P-19 : Printout foto TPS Tempat Pemohon Menggunakan Hak Pilih;
20. Bukti P-20 : Printout foto Posisi Mading TPS 017;
21. Bukti P-21 : Pernyataan Sumpah;
22. Bukti P-22 : Printout foto Daftar Pemilih Sementara Pemilihan Umum Tahun
2024;
23. Bukti P-23 : Fotokopi legalisir Aturan Suara Sah;
24. Bukti P-24 : Fotokopi Penelusuran Letak Pertimbangan atau Pendapat
Hakim Konstitusi atas Permohonan PHPU Pilpres 2019;
25. Bukti P-25 : Fotokopi Penelusuran Letak Pertimbangan atau Pendapat
Hakim Konstitusi Dissenting Opinion Alasan Pertimbangan
Sebagai Putusan 01/PHPU-PRES/XVII/2019;
26. Bukti P-26 : Fotokopi Penelusuran Letak Pertimbangan atau Pendapat
Hakim Konstitusi Dissenting Opinion Alasan Pertimbangan
Sebagai Putusan 01/PHPU-PRES/XVII/2019;
27. Bukti P-27 : Fotokopi Perebandingan Pemilihan Presiden Negara Ukraina &
(Tuuh) Hari;
28. Bukti P-28 : Fotokopi Legalisir Naskah Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 24 Tahun 2003 Sebagaimana Yang Telah Diubah
Dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang
Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

[2.3] Menimbang bahwa untuk mempersingkat uraian dalam putusan ini,


segala sesuatu yang terjadi di persidangan cukup ditunjuk dalam Risalah Sidang
dan Berita Acara Persidangan, yang merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan putusan ini.
-65- 2023, No. 4
65

3. PERTIMBANGAN HUKUM

Kewenangan Mahkamah

[3.1] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang


Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945),
Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2020 Nomor 216, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6554, selanjutnya disebut UU MK), serta Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5076), Mahkamah berwenang, antara lain, mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang
terhadap UUD 1945;

[3.2] Menimbang bahwa oleh karena permohonan Pemohon adalah pengujian


konstitusionalitas undang-undang, in casu Pasal 74 ayat (3) dan Pasal 78 huruf a
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana
yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang
Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316, selanjutnya disebut UU MK)
serta Pasal 475 ayat (1) dan Pasal 475 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109,
selanjutnya disebut UU 7/2017), terhadap UUD 1945 maka Mahkamah berwenang
mengadili permohonan Pemohon;

Kedudukan Hukum Pemohon

[3.3] Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU MK


beserta Penjelasannya, yang dapat mengajukan permohonan pengujian undang-
undang terhadap UUD 1945 adalah mereka yang menganggap hak dan/atau
2023, No. 4 -66-
66

kewenangan konstitusionalnya yang diberikan oleh UUD 1945 dirugikan oleh


berlakunya suatu undang-undang, yaitu:
a. perorangan warga negara Indonesia (termasuk kelompok orang yang
mempunyai kepentingan sama);
b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang diatur dalam undang-undang;
c. badan hukum publik atau privat;
d. lembaga negara.

Dengan demikian, Pemohon dalam pengujian undang-undang terhadap UUD


1945 harus menjelaskan terlebih dahulu:
a. kedudukannya sebagai Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat
(1) UU MK;
b. ada tidaknya kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang diberikan
oleh UUD 1945 yang diakibatkan oleh berlakunya undang-undang yang
dimohonkan pengujian dalam kedudukannya sebagaimana dimaksud pada huruf
a;

[3.4] Menimbang bahwa sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-


III/2005 bertanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-
V/2007 bertanggal 20 September 2007, serta putusan-putusan selanjutnya
Mahkamah berpendirian bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU MK harus memenuhi
5 (lima) syarat, yaitu:
a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh
UUD 1945;
b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap
dirugikan oleh berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian;
c. kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau
setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan
akan terjadi;
d. adanya hubungan sebab-akibat antara kerugian dimaksud dan berlakunya
undang-undang yang dimohonkan pengujian;
-67- 2023, No. 4
67

e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian


konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi;

[3.5] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK dan syarat-


syarat kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana diuraikan
dalam Paragraf [3.3] dan Paragraf [3.4] di atas, selanjutnya Mahkamah akan
mempertimbangkan kedudukan hukum Pemohon sebagai berikut:

1. Bahwa yang dimohonkan pengujian konstitusionalitasnya dalam permohonan a


quo adalah norma Pasal 74 ayat (3) dan Pasal 78 huruf a UU MK serta Pasal 475
ayat (1) dan Pasal 475 ayat (3) UU 7/2017 yang menyatakan:
Pasal 74 ayat (3) UU MK
“Permohonan hanya dapat diajukan dalam jangka waktu paling lambat 3 x 24
(tiga kali dua puluh empat) jam sejak Komisi Pemilihan Umum
mengumumkan penetapan hasil pemilihan umum secara nasional”.

Pasal 78 huruf a UU MK
“Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan atas perselisihan
hasil pemilihan umum wajib diputus dalam jangka waktu:
a. Paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam
Buku Registrasi Perkara Konstitusi, dalam hal pemilihan umum Presiden
dan Wakil Presiden”.

Pasal 475 ayat (1) UU 7/2017


“Dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden, Pasangan Calon dapat mengajukan keberatan
kepada Mahkamah Konstitusi dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah
penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU”.

Pasal 475 ayat (3) UU7/2017


“Mahkamah Konstitusi memutus perselisihan yang timbul akibat keberatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling lama 14 (empat
belas) hari sejak diterimanya permohonan keberatan oleh Mahkamah
Konstitusi”.

2. Pemohon merupakan perorangan warga negara Indonesia berprofesi sebagai


guru teknik (teknik Komputer Jaringan), sehingga Pemohon terbiasa untuk
mengukur dan menakar kemampuan kompetensi dan kepekaan manusia (siswa)
dan jangka waktu yang layak diberikan agar suatu pekerjaan (praktikum, tugas,
laporan) dapat dikerjakan dengan (predikat) baik. Selain itu Pemohon juga
sebagai penguji kompetensi keahlian dan penguji internal sejak Tahun 2009
hingga terakhir pada tahun pelajaran 2021/2022;
2023, No. 4 -68-
68

3. Pemohon menilai, baik jangka waktu untuk mengajukan permohonan maupun


jangka waktu Mahkamah memutuskan perkara adalah sangat kurang sehingga
dapat dipastikan pengajuan Permohonan akan bernilai buruk serta Putusan
Mahkamah akan bernilai premature.

4. Bahwa Pemohon ikut berpartisipasi dalam persidangan perkara perselisihan


tentang hasil pemilihan umum (Pemilu) Presiden dan Wakil Presiden dengan
bertujuan ikut mengawal Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang jujur dan adil
sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945. Namun
Pemohon terhalang untuk ikut berpartisipasi dalam persidangan perkara
perselisihan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden pada Pemilu 2019 karena
norma mengenai pengaturan jangka waktu dalam Pasal 74 ayat (3) dan Pasal 78
huruf a UU MK serta Pasal 475 ayat (1) dan Pasal 475 ayat (3) UU 7/2017,
sehingga Pemohon merasa terhalang untuk menggunakan haknya pada Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden.

Bahwa berdasarkan uraian pada angka 1 sampai dengan angka 4 di atas,


menurut Mahkamah, Pemohon telah dapat menguraikan secara spesifik dan dapat
menjelaskan adanya hubungan sebab akibat (causal verband) perihal berlakunya
ketentuan Pasal 74 ayat (3) dan Pasal 78 huruf a UU MK serta Pasal 475 ayat (1)
dan Pasal 475 ayat (3) UU 7/2017 yang dianggap telah merugikan hak konstitusional
Pemohon sebagaimana termaktub dalam UUD 1945. Dalam batas penalaran yang
wajar, Pemohon telah menguraikan perihal potensi anggapan kerugian hak
konstitusional yang dialami dengan berlakunya norma Pasal 74 ayat (3) dan Pasal
78 huruf a UU MK serta Pasal 475 ayat (1) dan Pasal 475 ayat (3) UU 7/2017 yang
dimohonkan pengujian konstitusionalitasnya. Oleh karena itu, terlepas dari terbukti
atau tidak terbuktinya inkonstitusionalitas norma yang dimohonkan pengujian,
menurut Mahkamah, Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan
permohonan a quo;

[3.6] Menimbang bahwa oleh karena Mahkamah berwenang mengadili


permohonan a quo dan Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk bertindak
sebagai Pemohon, selanjutnya Mahkamah akan mempertimbangkan permohonan
provisi dan pokok permohonan Pemohon.
-69- 2023, No. 4
69

Permohonan Provisi

[3.7] Menimbang bahwa Pemohon mengajukan perkara a quo dalam rangka


bela negara mempersiapkan diri untuk memastikan penyelenggaraan Pemilu 2024
dapat berjalan taat asas, paling tidak asas jujur dan adil. Oleh karena itu, mohon
kiranya Mahkamah Konstitusi berkenan menjadikan permohonan a quo sebagai
(salah satu) permohonan prioritas mengingat singkatnya waktu menjelang Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden 2024.

Terhadap dalil permohonan Provisi Pemohon tersebut dan dikaitkan


dengan petitum provisi sebagaimana termaktub dalam hlm. 58 sampai dengan
hlm. 60, Mahkamah berpendapat bahwa tidak terdapat uraian yang memadai dan
berkorelasi dengan petitum dimaksud. Terlebih lagi petitum provisi a quo tidak
relevan untuk dipertimbangkan karena telah diputus dalam Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 1/PHPU-PRES/XVII/2019 yang diucapkan dalam sidang pleno
terbuka untuk umum pada tanggal 24 Juni 2019. Selain itu, petitum dimaksud tidak
menunjukkan keterkaitan dengan norma Pasal 74 ayat (3) dan Pasal 78 huruf a UU
MK serta Pasal 475 ayat (1) dan Pasal 475 ayat (3) UU 7/2017 yang dimohonkan
pengujian dalam permohonan a quo. Menurut Mahkamah, permohonan Provisi
Pemohon tidak ada relevansinya sehingga tidak perlu dipertimbangkan lebih lanjut.

Dalam Pokok Permohonan

[3.8] Menimbang bahwa dalam mendalilkan inkonstitusionalitas bersyarat


norma Pasal 74 ayat (3) dan Pasal 78 huruf a UU MK serta Pasal 475 ayat (1) dan
Pasal 475 ayat (3) UU 7/2017, Pemohon mengemukakan dalil sebagaimana
selengkapnya telah dimuat dalam bagian Duduk Perkara yang pada pokoknya
sebagai berikut:

1. Bahwa menurut Pemohon, norma mengenai jangka waktu penyelesaian perkara


perselisihan tentang hasil pemilu, yaitu 14 (empat belas) hari kerja untuk Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden serta 30 (tiga puluh) hari kerja untuk Pemilu
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, belum memenuhi tujuan utama dalam memutus
perkara perselisihan tentang hasil pemilu sebagaimana diamanatkan dalam
Pasal 22E ayat (1) UUD 1945;
2023, No. 4 -70-
70

2. Bahwa menurut Pemohon, jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja dimaksud
tidak mencukupi bagi Mahkamah dalam memeriksa, mengadili, dan memutus
perkara perselisihan tentang hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
berdasarkan pada fakta-fakta yang ditemukan dalam putusan Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden 2019.

3. Bahwa menurut Pemohon dalam kaidah peradilan cepat dan murah, waktu
persidangan harus disamakan dengan waktu pada perkara lain yang terbukti
Mahkamah mampu memeriksa alat bukti lebih detail dan seksama, yaitu 30 (tiga
puluh) hari. Selain itu, menurut Pemohon, jangka waktu pengajuan permohonan,
yaitu 3 (tiga) hari kerja dimaknai menjadi 7 (tujuh) hari;

4. Bahwa berdasarkan dalil-dalil di atas, Pemohon memohon kepada Mahkamah


agar menyatakan:
a. Pasal 74 ayat (3) UU MK pada frasa 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam
bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang tidak dimaknai 7 x 24 (tujuh kali dua puluh empat) jam;
b. Pasal 78 huruf a UU MK pada frasa: a. paling lambat 14 (empat belas) hari
kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi,
dalam hal pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden, b. paling lambat 30
(tiga puluh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi
Konstitusi dalam hal pemilihan umum anggota DPR, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bertentangan dengan UUD
1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak
dimaknai paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan dicatat dalam
Buku Registrasi Perkara Konstitusi;
c. Pasal 475 ayat (1) UU 7/2017, pada frasa 3 (tiga) hari bertentangan dengan
UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak
dimaknai 7 (tujuh) hari;
d. Pasal 475 ayat (3) UU 7/2017, pada frasa 14 (empat belas) hari bertentangan
dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
sepanjang tidak dimaknai 30 (tiga puluh) hari.

[3.9] Menimbang bahwa untuk membuktikan dalil permohonannya, Pemohon


telah mengajukan alat bukti surat atau tulisan yang diberi tanda Bukti P-1 sampai
-71- 2023, No. 4
71

dengan Bukti P-28 [sebagaimana selengkapnya dimuat dalam bagian Duduk


Perkara];

[3.10] Menimbang bahwa oleh karena Permohonan a quo telah jelas,


Mahkamah berpendapat tidak terdapat urgensi maupun kebutuhan untuk
mendengar keterangan pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 UU
MK;

[3.11] Menimbang bahwa setelah Mahkamah membaca dan memeriksa dengan


saksama Permohonan Pemohon dan bukti-bukti yang diajukan, masalah
konstitusionalitas norma yang dimohonkan oleh Pemohon dalam Permohonan a quo
adalah berkenaan dengan perbedaan dalam menentukan batas waktu pengajuan
permohonan dan penyelesaian sengketa hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
sebagaimana termaktub dalam norma Pasal 74 ayat (3) dan Pasal 78 huruf a UU
MK serta Pasal 475 ayat (1) dan Pasal 475 ayat (3) UU 7/2017. Perbedaan dimaksud
berpotensi menimbulkan masalah konstitusional dalam pengajuan permohonan dan
penyelesaian sengketa hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

[3.12] Menimbang bahwa berkenaan dengan isu konstitusionalitas


sebagaimana termaktub dalam Paragraf [3.11] di atas, merujuk substansi dalil
Pemohon, masalah konstitusionalitas norma dalam permohonan a quo dapat
diklasifikasikan menjadi 2 (dua) jangka waktu, yaitu ihwal “jangka waktu mengajukan
permohonan perselisihan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden” sebagaimana
termaktub dalam norma Pasal 74 ayat (3) UU MK dan Pasal 475 ayat (1) UU 7/2017,
dan “jangka waktu Mahkamah memeriksa, mengadili dan memutus perkara
perselisihan tentang hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden” sebagaimana
termaktub dalam norma Pasal 78 huruf a UU MK dan Pasal 475 ayat (3) UU 7/2017.
Terhadap kedua jangka waktu yang menjadi substansi dalil-dalil permohonan
tersebut Mahkamah mempertimbangkan sebagai berikut:

[3.12.1] Bahwa berkenaan dengan inkonstitusionalitas “jangka waktu mengajukan


permohonan perselisihan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden” dalam norma
Pasal 74 ayat (3) UU MK dan Pasal 475 ayat (1) UU 7/2017 yang didalilkan Pemohon
bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai secara bersyarat
sebagaimana termaktub dalam Petitum a quo.

Bahwa terhadap dalil Pemohon tersebut, sebelum mempertimbangkan lebih


2023, No. 4 -72-
72

jauh perihal “jangka waktu mengajukan permohonan perselisihan hasil Pemilu


Presiden dan Wakil Presiden”, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan
ketentuan mengenai “jangka waktu mengajukan permohonan perselisihan hasil
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden”, secara normatif, ditentukan oleh 2 (dua)
undang-undang, yaitu UU MK dan UU 7/2017. Dalam hal ini, norma Pasal 74 ayat
(3) UU MK menyatakan,“Permohonan hanya dapat diajukan dalam jangka waktu
paling lambat 3x24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak Komisi Pemilihan Umum
mengumumkan penetapan hasil pemilihan umum secara nasional”, serta norma
Pasal 475 ayat (1) UU 7/2017 menyatakan, “dalam hal terjadi perselisihan
penetapan perolehan suara hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden,
pasangan calon dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Konstitusi dalam
waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden oleh Komisi Pemilihan Umum”. Berdasarkan kedua ketentuan tersebut,
ihwal jangka waktu pengajuan permohonan dapat dilakukan “dalam jangka waktu
paling lambat 3x24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak Komisi Pemilihan Umum
mengumumkan penetapan hasil pemilihan umum secara nasional” dan “dalam
waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden oleh Komisi Pemilihan Umum”.
Bahwa dalam batas penalaran yang wajar, dengan adanya dua ketentuan
tenggat waktu tersebut dapat menimbulkan perbedaan tafsir atau makna ketika
Mahkamah menyelesaikan kasus konkret, in casu menyelesaikan permohonan
sengketa hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Setidaknya, perbedaan
dimaksud dapat terjadi saat menentukan: apakah permohonan diajukan paling
lambat 3x24 (tiga kali dua puluh empat) jam atau 3 (tiga) hari setelah penetapan
hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden ditetapkan secara nasional oleh Komisi
Pemilihan Umum. Dengan adanya perbedaan penafsiran dalam menentukan batas
waktu pengajuan sengketa hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden terbuka ruang
untuk terlanggarnya prinsip kepastian hukum sebagaimana termaktub dalam UUD
1945. Oleh karena itu, Mahkamah perlu memberikan pemaknaan ketentuan dalam
norma Pasal 74 ayat (3) UU MK yang menyatakan, “Permohonan hanya dapat
diajukan dalam jangka waktu paling lambat 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam
sejak Komisi Pemilihan Umum mengumumkan penetapan hasil pemilihan umum
secara nasional”, dimaknai menjadi “Permohonan hanya dapat diajukan dalam
jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah Komisi Pemilihan Umum
-73- 2023, No. 4
73

mengumumkan penetapan hasil pemilihan umum secara nasional”. Pemaknaan


baru tersebut diselaraskan dengan ketentuan dalam norma Pasal 475 ayat (1) UU
7/2017 yang menyatakan, “Dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan
suara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, pasangan calon dapat mengajukan
keberatan kepada Mahkamah Konstitusi dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari
setelah penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden oleh Komisi Pemilihan
Umum”. Selain memberikan kepastian hukum sebagaimana ditentukan UUD 1945,
penyelarasan dimaksud juga akan memberikan keuntungan bagi pasangan calon
yang akan mengajukan sengketa hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden ke
Mahkamah. Dengan memaknai kata “sejak” menjadi “setelah” dan “frasa 3 x 24 (tiga
kali dua puluh empat) jam” menjadi “3 (tiga) hari”, pemohon dalam pengajuan
sengketa hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden akan memiliki kelonggaran
waktu dalam mengajukan sengketa hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Dalam hal ini, pilihan untuk menggunakan kata “setelah” dan tidak mengabulkan
pilihan 7 (tujuh) hari tidak bisa dilepaskan dari prinsip proses peradilan cepat
(speedy trial) dalam penyelesaian sengketa hasil Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden dalam desain kewenangan Mahkamah sebagaimana termaktub dalam
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945.

Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, oleh karena jangka waktu yang


dimohonkan Pemohon tidak sebagaimana pemaknaan jangka waktu yang
dikabulkan Mahkamah, dalil Pemohon perihal jangka waktu untuk mengajukan
permohonan perselisihan tentang hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, seperti
dimaksud dalam norma Pasal 74 ayat (3) UU MK bertentangan dengan UUD 1945
adalah beralasan menurut hukum untuk sebagian;

[3.12.2] Bahwa selanjutnya berkenaan dengan dalil Pemohon mengenai “jangka


waktu Mahkamah memeriksa, mengadili dan memutus perkara” sebagaimana
termaktub dalam norma Pasal 78 huruf a UU MK dan Pasal 475 ayat (3) UU 7/2017
yang pada intinya menyatakan jangka waktu bagi Mahkamah untuk memeriksa,
mengadili dan memutus perkara selama 14 (empat belas) hari kerja adalah
bertentangan dengan UUD 1945. Sebagaimana didalilkan Pemohon, jangka waktu
14 (empat belas) hari kerja a quo tidak cukup bagi Mahkamah untuk menyelesaikan
permohonan sengketa hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Oleh karena itu,
batas waktu dalam kedua norma sebagaimana termaktub dalam UU tersebut akan
menjadi konstitusional bilamana dimaknai menjadi 30 (tiga puluh) hari kerja. Menurut
2023, No. 4 -74-
74

Pemohon jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja tidaklah dimaksudkan untuk
seluruh waktu harus digunakan memeriksa, mengadili dan memutus perkara
melainkan memberi kesempatan seluas-luasnya bagi Mahkamah mengelaborasi
perkara perselisihan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sampai dengan
pengucapan putusan;

Terhadap dalil Pemohon a quo, menurut Mahkamah, ketentuan mengenai


jangka waktu Mahkamah memeriksa, mengadili dan memutus perkara perselisihan
tentang hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana termaktub dalam
norma Pasal 78 huruf a UU MK yang menyatakan, “Putusan Mahkamah Konstitusi
mengenai permohonan atas perselisihan hasil pemilihan umum wajib diputus dalam
jangka waktu: a. Paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan dicatat
dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi, dalam hal Pemilihan Umum Presiden dan
Wakil Presiden”, dan ketentuan dalam norma Pasal 475 ayat (3) UU 7/2017 yang
menyatakan, “Mahkamah Konstitusi memutus perselisihan yang timbul akibat
keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling lama 14 (empat
belas) hari sejak diterimanya permohonan keberatan oleh Mahkamah Konstitusi”
adalah benar berada dalam rentang waktu yang terbatas. Secara konstitusional,
batas waktu demikian tidak mungkin dilepaskan dari desain sistem Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden sebagaimana dimaktubkan dalam norma Pasal 6A ayat (4) UUD
1945 yang membuka kemungkinan adanya pemilihan putaran kedua. Dalam posisi
demikian, jikalau terdapat pemilihan umum dua putaran, terbuka kemungkinan
adanya permohonan penyelesaian sengketa hasil Pemilu setiap putaran dimaksud.
Artinya, menambah atau memperpanjang jangka waktu lebih lama dari yang
ditentukan dalam norma Pasal 78 huruf a UU MK dan norma Pasal 475 ayat (3) UU
7/2017 potensial mengganggu jadwal ketatanegaraan, in casu batas waktu untuk
pengambilan sumpah atau janji sebagai Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana
dimaktubkan dalam norma Pasal 9 UUD 1945. Selain itu, menambah atau
memperpanjang jangka waktu dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara
sebagaimana dalil Pemohon adalah tidak sejalan dengan prinsip peradilan cepat
(speedy trial) dalam penyelesaian perselisihan hasil Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden.
Berdasarkan pertimbangan di atas, “jangka waktu Mahkamah memeriksa,
mengadili dan memutus perkara perselisihan tentang hasil pemilihan umum
Presiden dan Wakil Presiden” dalam norma Pasal 78 huruf a UU MK dan Pasal 475
-75- 2023, No. 4
75

ayat (3) UU 7/2017 tidak memadai dalam memutus perkara perselisihan hasil Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden jika tidak dimaknai menjadi 30 (tiga puluh) hari
bertentangan dengan UUD 1945 adalah tidak beralasan menurut hukum;

[3.13] Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut di atas,


menurut Mahkamah dalil permohonan Pemohon mengenai jangka waktu pengajuan
permohonan dan jangka waktu penyelesaian perkara perselisihan tentang hasil
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana ditentukan dalam Pasal 74 ayat
(3) dan Pasal 78 huruf a UU MK serta Pasal 475 ayat (1) dan Pasal 475 ayat (3) UU
7/2017 beralasan menurut hukum untuk sebagian;

[3.14] Menimbang bahwa terhadap hal-hal lain dalam permohonan a quo tidak
dipertimbangkan lebih lanjut, karena dinilai tidak ada relevansinya.

4. KONKLUSI

Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum tersebut di atas, Mahkamah


berkesimpulan:
[4.1] Mahkamah berwenang mengadili permohonan Pemohon;

[4.2] Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan


a quo;
[4.3] Permohonan Provisi Pemohon tidak dipertimbangkan;

[4.4] Pokok permohonan Pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian.

Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020
tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor
216, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6554), dan Undang-
Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5076);
2023, No. 4 -76-
76

5. AMAR PUTUSAN

Mengadili:

Dalam Provisi:
Menyatakan Petitum Provisi Pemohon tidak dapat diterima.

Dalam Pokok Permohonan:


1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;
2. Menyatakan frasa “3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak” dalam Pasal
74 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4316) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “3 (tiga) hari setelah”, sehingga
ketentuan dalam Pasal 74 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi, selengkapnya menjadi “Permohonan hanya
dapat diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah Komisi
Pemilihan Umum mengumumkan penetapan hasil pemilihan umum secara
nasional”.
3. Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik
Indonesia;
4. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya.

Demikian diputus dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh sembilan


Hakim Konstitusi yaitu Anwar Usman, selaku Ketua merangkap Anggota, Saldi Isra,
Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Arief Hidayat, Daniel Yusmic P. Foekh, Enny
Nurbaningsih, Manahan M.P. Sitompul, dan M. Guntur Hamzah, masing-masing
sebagai Anggota, pada hari Selasa, tanggal sembilan, bulan Mei, tahun dua ribu
dua puluh tiga, yang diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka
untuk umum pada hari Kamis, tanggal dua puluh lima, bulan Mei, tahun dua ribu
dua puluh tiga, selesai diucapkan pukul 13.59 WIB, oleh delapan Hakim Konstitusi
yaitu Anwar Usman selaku Ketua merangkap Anggota, Saldi Isra, Wahiduddin
-77- 2023, No. 4
77

Adams, Suhartoyo, Daniel Yusmic P. Foekh, Enny Nurbaningsih, Manahan M.P.


Sitompul, dan M. Guntur Hamzah, masing-masing sebagai Anggota, dengan dibantu
oleh Achmad Edi Subiyanto sebagai Panitera Pengganti, dengan dihadiri oleh
Pemohon, Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili, dan Presiden atau yang
mewakili.

KETUA,

ttd.

Anwar Usman

ANGGOTA-ANGGOTA,

ttd. ttd.

Saldi Isra Wahiduddin Adams

ttd. ttd.

Suhartoyo Daniel Yusmic P. Foekh

ttd. ttd.

Enny Nurbaningsih Manahan M.P. Sitompul

ttd.

M. Guntur Hamzah

PANITERA PENGGANTI,

ttd.

Achmad Edi Subiyanto


2023, No. 4 -78-

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan penerbitan putusan ini dengan


penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Diterbitkan di Jakarta
pada tanggal 26 Mei 2023

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

Asep N. Mulyana

Anda mungkin juga menyukai