BATRA
BATRA
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pengertian Program Pengobatan Tradisional adalah salah satu upaya pengobatan
dan/atau perawatan cara lain di luar ilmu kedokteran dan/atau ilmu keperawatan, yang
banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dalam mengatasi kesehatan, pengobatan
tradisional yang dapat dipertanggung jawabkan manfaat dan keamanannya perlu terus
dibina, ditingkatkan, dikembangkan dan diawasi untuk digunakan dalam mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal.
Pengobatan tradisional sebagai salah satu pengobatan di luar ilmu kedokteran
juga dirumuskan pada Pasal 12 Ayat (1) dan (2) Kepmenkes
No.1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional
bahwa pengobatan tradisional merupakan salah satu upaya pengobatan dan /atau
perawatan cara lain di luar ilmu kedokteran dan/atau ilmu keperawatan. Pengobatan
tradisional sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilakukan sebagai upaya peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, dan/atau pemulihan
kesehatan Peraturan tersebut dibentuk oleh Pemerintah, hal ini membuktikan
bahwa pengobatan tradisional mendukung peningkatan derajat kesehatan masyarakat
Pasal 1 Ayat (1) Kepmenkes No. 1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan pengobatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara,
obat dan pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman, keterampilan turun
temurun, dan/atau pendidikan/pelatihan, dan diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku dalam masyarakat.
Tujuan pengaturan penyelenggaraan pengobatan tradisional dirumuskan pada
Pasal 2 Ayat (1), (2) dan (3) Kepmenkes No. 1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional, bahwa tujuannya (1) membina upaya
pengobatan tradisional; (2) memberikan perlindungan kepada masyarakat; (3)
menginventarisasi jumlah pengobat tradisional, jenis dan cara pengobatannya.
Pengaturan pada Kepmenkes tersebut secara tegas mengatur dan melindungi
penyelenggara pengobatan tradisional dan masyarakat selaku pasien.
Pemerintah perupaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap
orang. Pemerintah juga harus secara terus menerus memberikan perhatian bagi
penyelenggaraan pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan.
Penyelenggaraan pembangunan nasional tentunya harus didukung dengan jaminan
atas pemeliharaan kesehatan dan ditingkatkannya profesionalisme. Kegiatan kegiatan
tersebut sudah tentu memerlukan perangkat hukum kesehatan yang memadai.
Perangkat hukum kesehatan dimaksudkan agar kepastian hukum dan perlindungan
1
yang menyeluruh baik bagi penyelenggara kesehatan maupun masyarakat penerima
pelayanan kesehatan.
Pengaturan pengobatan tradisional juga ditunjang dan dirumuskan oleh WHO pada
tahun 2000 telah menetapkan bahwa pengobatan tradisional adalah jumlahmtotal
pengetahuan, keterampilan, dan praktik-praktik yang berdasarkan pada teoriteori,
keyakinan, dan pengalaman masyarakat yang mempunyai adat budaya yang berbeda,
baik dijelaskan atau tidak, digunakan dalam pemeliharaan kesehatannserta dalam
pencegahan, diagnosa, perbaikan atau pengobatan penyakit secara fisik dan juga
mental.
Pengobatan tradisional sebagai alternatif pengobatan di luar cara medis hanya
dapat dilakukan oleh pengobat/orang yang ahli di bidangnya. Menurut rumusan Pasal 1
Angka 16 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang dimaksud dengan
pengobatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat
yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang
dapat dipertanggungjawabkan. Pasal 3 Ayat (3) Kepmenkes No.
1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional
menyatakan, definisi operasional klasifikasi pengobat tradisiona ldikenal dengan istilah
batra.
B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan umum
Sebagai pedoman pelaksanaan dan pemantauan cakupan serta peningkatan
pembinaan kegiatan Batra secara terus menerus diwilayah Puskesmas Kotaraja
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai pedoman pembinaan kesehatan Tradisional
b. Sebagai pedoman pendataan pengobat Tradisional
c. Sebagai pedoman pelaksanaan pembinaan Toga
2
c. Pendataan pengobat Tradisional yang terdaftar/berijin diwilayah Puskesmas
kotaraja.
D. Batasan operasional
Pengobatan tradisional pada prinsipnya merupakan salah satu upaya pengobatan
dan/atau perawatan cara lain di luar ilmu kedokteran. Pemerintah menerbitkan aturan
melalui Kepmenkes No. 1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan
Pengobatan Tradisional. Peraturan tersebut dibentuk Pemerintah, hal ini membuktikan
bahwa pengobatan tradisional mendukung peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Pelayanan kesehatan di upayakan juga sesuai dengan perumusan menurut Pasal 46
UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan bahwa untuk mendapatkan derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya sesuai yang diharapkan dilakukan upaya kesehatan
yang terpadu dan menyeluruh baik melalui upaya kesehatanperseorangan maupun
upaya kesehatan masyarakat. Eksistensi pengobatan penyembuhan alternatif selain
medis juga diatur pada Pasal 1 Ayat (1) dan (2) Permenkes No.
1109/MENKES/PER/IX/2007 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer
Alternatif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
E. Landasan Hukum
- Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan
- Undang-undang nomor 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan
- Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 75 tahun 2014 tentang pusat kesehatan
masyarakat
- PP nomor 103 tahun 2014 tentang pelayanan kesehatan tradisiomal
- Peraturan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2018
tentang Penyelenggaraan Pelayannan Kesehatan Tradisional Komplementer.
3
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. Distribusi ketenagaan
Penanggung jawab program Upaya pengobatan Tradisional (Batra) dan latar belakang
pendidikannya adalah sebagai berikut :
C. Jadwal kegiatan
1. Monitoring pembinaan kelompok hatra
2. Sosialisai STPT
Sosialisasi STPT
4
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruangan
Koordinasi pelaksanaan upaya Pengobatan Tradisional yaitu penanaman Toga
dilakukan oleh penanggung jawab Program di luar gedung Puskesmas yaitu
berdekatan dengan rumah Kepala Puskesmas Kotaraja. Pelaksanaan rapat koordinasi
dilakukan di aula Rapat Puskesmas Kotaraja. Untuk kegiatan luar gedung petugas
mendatangi sasaran di rumah/fasilitas atau di tempat yang sudah disepakati untuk
melakukan kegiatan.
B. Standar fasilitas
Untuk mendukung tercapainya tujuan kegiatan upaya Pengobatan Tradisional
Puskesmas Kotaraja memiliki fasilitas penunjang sebagai berikut :
5
- ATK
- Fc
- Leaflet
- Laptop
Pendataan Jumlah Toga yang ATK
telah dilakukan pembinaan
6
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
B. Lingkup kegiatan
1. Pelaksanaan kegiatan dalam gedung:
a. Sosialisasi Program Batra pada kader posyandu di wilayah kecamatan Sikur.
b. Pelatihan kader terkait manfaat, jenis Toga dan budidaya Toga di lahan yang
sempit.
c. Pembinaan pengobat traditional yang berijin dan tidak berijin di wilayah
Puskesmas Kotaraja.
2. Pelaksanaan kegiatan Batra luar gedung:
a. Sosialisasi Program Batra.
b. Sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat terkait Pembinaan Toga.
c. Pendataan pengobat tradisional yang terdaftar/berijin di wilayah Puskesmas
Kotaraja.
C. Metode
Dalam upaya mencapai tujuan tercapainya Pembinaan program Batra diperlukan
peran petugas kesehatan dan fasilitator, dimana petugas kesehatan memberikan
pelayanan dan fasilitator bertanggung jawab dalam mengkomunikasikan inovasi
dibidang kesehatan kepada masyarakat. Metode yang digunakan adalah :
1. Pendataan sasaran
2. Wawancara/anamnesa
3. Pembinaan
4. Penyuluhan dan sosialisasi
5. Pelatihan
6. Pencatatan dan pelaporan
D. Langkah kegiatan
1. Kegiatan dalam gedung :
a. Wawancara/anamnesa
b. Penyuluhan dan sosialisasi
c. Pelatihan kader posyandu
d. Pencatatan dan pelaporan
2. Kegiatan luar gedung :
a. Sosialisasi dan penyuluhan
b. Pendataan
7
BAB V
LOGISTIK
8
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN/ PROGRAM
Setiap kegiatan yang dilakukan pasti akan menimbulkan resiko atau dampak, baik
resiko yang terjadi pada masyarakat sebagai sasaran kegiatan maupun resiko yang terjadi
pada petugas sebagai pelaksana kegiatan. Keselamatan pada sasaran harus diperhatikan
karena masyarakat tidak hanya menjadi sasaran satu kegiatan saja melainkan menjadi
sasaran banyak program kesehatan lainnya. Tahapan-tahapan dalam mengelola
keselamatan sasaran antara lain :
1. Identifikasi Resiko.
Penanggung jawab program sebelum melaksanakan kegiatan harus mengidentifikasi
resiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan
kegiatan. Identifikasi resiko atau dampak dari pelaksanaan kegiatan dimulai sejak
membuat perencanaan. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi dampak yang
ditimbulkan dari pelaksanaan kegiatan. Upaya pencegahan risiko terhadap sasaran
harus dilakukan untuk tiap-tiap kegiatan yang akan dilaksanakan.
2. Analisis Resiko.
Tahap selanjutnya adalah petugas melakukan analisis terhadap resiko atau dampak dari
pelaksanaan kegiatan yang sudah diidentifikasi. Hal ini perlu dilakukan untuk
menentukan langkah-langkah yang akan diambil dalam menangani resiko yang terjadi.
3. Rencana Pencegahan Resiko dan Meminimalisasi Resiko.
Setelah dilakukan identifikasi dan analisis resiko, tahap selanjutnya adalah menentukan
rencana yang akan dilakukan untuk mencegah terjadinya resiko atau dampak yang
mungkin terjadi. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah atau meminimalkan resiko yang
mungkin terjadi.
4. Rencana Upaya Pencegahan.
Tahap selanjutnya adalah membuat rencana tindakan yang akan dilakukan untuk
mengatasi resiko atau dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan yang dilakukan. Hal ini
perlu dilakukan untuk menentukan langkah yang tepat dalam mengatasi resiko atau
dampak yang terjadi.
5. Monitoring dan Evaluasi.
Monitoring adalah penilaian yang dilakukan selama pelaksanaan kegiatan sedang
berjalan.
9
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari-hari sering disebut
Safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin
keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah petugas dan hasil
kegiatannya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya
dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat pekerjaan
atau kegiatan yang dilakukan.
Keselamatan kerja bagi petugas pelaksana pelayanan Program Batra disini lebih terkait
pada perlindungan fisik petugas terhadap resiko pekerjaan. Dalam penjelasan undang-
undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap
tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan
kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
10
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Pengendalian mutu adalah kegiatan yang bersifat rutin yang dirancang untuk mengukur
dan menilai mutu pelayanan. Pengendalian mutu sangat berhubungan dengan aktifitas
pengawasan mutu, sedangkan pengawasan mutu merupakan upaya untuk menjaga agar
kegiatan yang dilakukan dapat berjalan sesuai rencana dan menghasilkan keluaran yang
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Kinerja pelaksanaan dimonitor dan dievaluasi dengan menggunakan indikator sebagai
berikut :
1. Indikator kinerja SPM
2. Ketepatan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan jadual
3. Kesesuaian petugas yang melaksanakan kegiatan
4. Ketepatan metoda yang digunakan
5. Tercapainya indikator
Hasil pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi serta permasalahan yang ditemukan
dibahas pada tiap pertemuan lokakarya mini tiap bulan.
11
BAB IX
PENUTUP
12