Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KONSEP SYARIAH DAN AKHLAK


Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu :
ABDILLAH, M.PDi

Disusun Oleh :
Biasari Wardany 212210045
Riska Ananda 212210055

KELAS A PAGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDKAN
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PGRI PONTIANAK
TAHUN 2023
Jl. Ampera No.88, Sungai Jawi,Kec. Pontianak Kota, Kota Pontianak,
Kalimantan Barat 78116
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ungkapkan kepada Allah swt atas segala rahmat dan
hidayah yang telah dilimpahkan-Nya kepada kita, sehingga makalah ini dapat
kami selesaikan dengan baik yang membahas konsep syariah dan akhlak.
Selanjutnya, salawat dan salam kami sanjungkan kepada rassulullah saw dan para
sahabat beliau yang telah membawa umat manusia dari alam kebodohan ke alam
penuh ilmu pengetahuan. Kami berterima kasih kepada dosen pengampu
Abdillah, M, Pdi selaku dosen mata kuliah pendidikan agama islam yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita tentang syariah dan akhlak. Semoga makalah
sederhana ini dapat berguna bagi siapapun yang membacanya. Kami
mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam merupakan ajaran yang sempurna, lengkap dan universal yang terangkum
dalam salah satunya yaitu Syariah dan Akhlak. Syariah dan akhlak pada dasarnya
merupakan satu kesatuan dalam ajaran islam. Unsur tersebut dapat dibedakan
tetapi tidak bisa dipisahkan, karena ketiga unsur tersebut merupakan pondasi atau
kerangka dasar dari Agama Islam.
Ajaran Agama Islam yang seharusnya bersumber pada Al-Qur’an dan as Sunnah
telah banyak yang melenceng. Hal itu dapat dilihat dengan banyaknya
bermunculan aliran-aliran sesat atau yang sifatnya bid’ah. Selain itu, kasus-kasus
kriminalitas yang semakin merajalela pada saat sekarang ini merupakan suatu
cerminan keruntuhan akhlak pada umat Islam saat ini. Untuk itulah, kita selaku
umat Rasulullah SAW perlu mengetahui serta mempelajari tentang Ilmu yang
membahas ketiga unsur yang menjadi kerangka dasar ajaran agama Islam tersebut
agar kita tidak tersesat dan tetap berada di jalan yang benar.
Oleh sebab itu, dalam makalah kali ini kami membahas tentang unsur tersebut
yaitu Syari’ah, dan Akhlaq. Dengan mempelajari dan mengambil esensi dari unsur
ini, semoga Allah memberikan kita petunjuk agar selamat di dunia dan di akhirat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Syariah
A. Pengertian Syariah
Syari’ah Secara etimologis, syariah berarti jalan ke sumber air atau jalan yang
harus diikuti, yakni jalan kearah sumber pokok bagi kehidupan. Orang-orang Arab
menerapkan istilah ini khususnya pada jalan setapak menuju palung air yang tetap
dan diberi tanda yang jelas terlihat mata (Ahmad Hasan, 1984: 7).
Adapun secara terminologis syariah berarti semua peraturan agama yang
ditetapkan oleh Allah untuk kaum Muslim baik yang ditetapkan dengan alQuran
maupun Sunnah Rasul (Muhammad Yusuf Musa, 1988: 131).
Mahmud Syaltut mendefinisikan syariah sebagai aturan-aturan yang
disyariatkan oleh Allah atau disayariatkan pokok-pokoknya agar manusia itu
sendiri menggunakannya dalam berhubungan dengan Tuhannya, dengan
saudaranya sesama Muslim, dengan saudaranya sesama manusia, dan alam
semesta, serta dengan kehidupan (Syaltut, 1966: 12).
Syaltut menambahkan bahwa syariah merupakan cabang dari aqidah yang
merupakan pokoknya. Keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat yang
tidak dapat dipisahkan. Aqidah merupakan fondasi yang dapat membentengi
syariah, sementara syariahmerupakan perwujudan dari fungsi kalbu dalam
beraqidah (Syaltut, 1966: 13).
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa kajian syariah tertumpu pada
masalah aturan Allah dan Rasul-Nya atau masalah hukum. Aturan atau hukum ini
mengatur manusia dalam berhubungan dengan Tuhannya (hablun minallah) dan
dalam berhubungan dengan sesamanya (hablun minannas).
Kedua hubungan manusia inilah yang merupakan ruang lingkup dari syariah
Islam. Hubungan yang pertama itu kemudian disebut dengan ibadah, dan
hubungan yang kedua disebut muamalah. Ibadah mengatur bagaimana manusia
bisa berhubungan dengan Allah. Dalam arti yang khusus (ibadah mahdlah),
ibadah terwujud dalam rukun Islam yang lima, yaitu mengucapkan dua kalimah
syahadah (persaksian), mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan
Ramadhan, dan pergi haji bagi yang mampu. Sedang muamalah bisa dilakukan
dalam berbagai bentuk aktivitas manusia dalam berhubungan dengan sesamanya.
Bentuk-bentuk hubungan itu bisa berupa hubungan perkawinan(munakahat),
pembagian warisan (mawaris), ekonomi (muamalah), pidana (jinayah),politik
(khilafah), hubungan internasional (siyar), dan peradilan (murafa‟at). Dengan
demikian, jelaslah bahwa kajian syariah lebih tertumpu pada pengamalan konsep
dasar Islamyang termuat dalam aqidah. Pengamalan inilah yang dalam al-Quran
disebut dengan al-a‟mal al-shalihah (amal-amal shalih). Untuk lebih
memperdalam kajian syariah ini para ulama mengembangkan suatu ilmu yang
kemudian dikenal dengan ilmu fikih atau fikih Islam. Ilmu fikih ini mengkaji
konsep-konsep syariah yang termuat dalam al-Quran dan Sunnah dengan melalui
ijtihad.
Dengan ijtihad inilah syariah dikembangkan lebih rinci dan disesuaikan dengan
perkembangan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat manusia. Sebagaimana
dalam kajian aqidah, kajian ilmu fikih ini juga menimbulkan berbagai perbedaan
yang kemudian dikenal dengan mazhab-mazhab fikih. Jika aqidah merupakan
konsep kajian terhadap iman, maka syariah merupakan konsep kajian terhadap
islam. Islam yang dimaksud di sini adalah islam sebagaimana yang dijelaskan
dalam hadis Nabi Shalallahu „Alaihi Wassalam, yang diriwayatkan oleh Umat Ibn
Khaththab sebagaimana yang diungkap di atas.
Secara umum syariah terbagi menjadi dua hal yaitu ibadah khusus atau ibadah
mahdlah, dan ibadah dalam arti umum atau muamalah. Ibadah khusus atau ibadah
mahdlah adalah ibadah yang telah dicontohkan secara langsung oleh Nabi
Muhammad Shalallahu „Alaihi Wassalam, seperti shalat, puasa, dan haji. Maka
dari itu umat muslim harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah
diperintahkan Allah dan diajarkan oleh Nabi Muhammad tanpa boleh melakukan
perubahan-perubahan terhadap ketentuan tersebut. Hal-hal di luar ketentuan
tersebut tidak sah atau batal dan lebih dikenal dengan istilah bid‟ah. Sedangkan
Ibadah umum atau muamalah adalah ibadah yang pelaksanaannya tidak
seluruhnya dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu „Alaihi Wassalam,
namun hanya berupa prinsipprinsip dasar dan pengembangannya diserahkan pada
kemampuan dan daya jangkau pikiran umat Islam sendiri. Contoh dari muamalah
misalnya, aturan-aturan keperdataan seperti hal-hal yang menyangkut
perdagangan, ekonomi, perbankan, pernikahan, hutang piutang, atau pun juga
aturan-aturan dalam bidang pidana dan tata negara.

B. Ruang Lingkup Syariah


Segala peraturan yang berkaitan dengan seluk beluk agama Islam dan menjadi
ruang lingkup syari’at Islam adalah masalah-masalah sebagai berikut :
1) Ubudiyah (ibadah), yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan
manusia dengan Allah Swt dalam hal ritual seperti menyangkut pelaksanaan
rukun Islam (Syahadat, Sholat, Puasa, Zakat, dan Haji. Ibadah ini masuk kategori
khusus (khassah) atau lebih dikenal dengan sebutan ibadah mahdah, yaitu ibadah
yang ketentuan pelaksanaannya sudah pasti ditetapkan oleh Allah dan dijelaskan
oleh Rasulnya dengan contoh. Karena itu pelaksanaan ibadah ini sangat ketat,
yaitu harus sesuai dengan contoh Rasulullah.Penambahan dan pengurangan dari
contoh yang telah ditetapkan disebut bid’ah (bidah) yang menjadikan ibadah itu
menjadi batal atau tidak sah. Oleh karena itu para ahli menetapkan satu kaidah
dalam ibadah khusus yaitu : ”semua dilarang kecuali yang diperintahkan Allah
atau dicontohkan Rasulullah”. Selanjutnya ada pula yang disebut ibadah umum
atau ibadah gair mahdah, yaitu bentuk hubungan manusia dengan sesama atau
manusia dengan alam yang memiliki makna ibadah. Syariat Islam tidak
menentukan bentuk dan macam ibadah ini, yang penting adalah kegiatan seorang
muslim dapat bernilai ibadah asalkan kegiatan tersebut bukan perbuatan yang
dilarang Allah dan Rasul-Nya serta diniatkan karena Allah.
2) Muamalah, yaitu peraturan yang mengatur hubungan dengan sesama
manusia dalam hal; jual beli, dagang, pinjammeminjam, sewa-menyewa, utang
piutang, warisan, wasiat, dan lain sebagainya.
3) Munakahat, yaitu peraturan yang mengatur hubungan sesorang dengan
orang lain dalam hal; pernikahan, mas kawin, perceraian, pengaturan nafkah,
pergaulan suami istri, pemeliharaan anak, dan lain sebagainya.
4) Jinayat, yaitu mengatur masalah pidana, berupa ; pembunuhan, perampokan,
pemerkosaan, perzinahan, minuman keras, kisas, diyat, kifarat, dan juga
kesaksian. 5) Siyasah, yaitu mengatur masalah kemasyarakatan, politik, zi’amah
(kepemimpinan), pemerintahan dan lain-lain.

C. Sumber-Sumber Syariah
a) Sumber Pertama Al-Quran
Menurut bahasa, Quran berarti bacaan (dari kata qaraa = membaca). Al–Quran
adalah kumpulan wahyu Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
Saw melalui perantaraan Jibril dan menjadi pedoman bagi manusia. Sebagai
risalah Nabi Muhammad Saw, Al-Quran merupakan mu’jizat dan berfungsi
mematahkan argumentasi orang yang menentang kerasulan Muhammad serta
membuktikan kebenaran ajaran Islam.
Al-Quran sebagai sumber nilai dan norma umat Islam terdiri dari 30 juz
(bagian), 114 surat (bab) lebih dari 6.000 ayat (terdapat perbedaan pendapat
tentang jumlah ayat). Dilihat dari tempat turunnya Al-quran ini terdiri dari dua
tempat yaitu; turun di Mekah yang dikenal dengan surat-surat Makkiyah,
umumnya surat-suratnya pendek dan isinya menyangkut prinsip-prinsip keimanan
dan akhlak. Kemudian yang turun di Madinah dikenal dengan surat Madaniyah,
umumnya suratsuratnya panjang, isinya menyangkut syariah. Cara turunnya
AlQuran secara berangsur-angsur dan lamanya selama 22 tahun, 2 bulan 22 hari.
Al-Quran adalah kitab Allah, karena itu tidak seorang pun manusia atau
kalangan jin yang bisa mampu membuat serupa dengan Al-Quran tersebut.
Firman Allah QS. Al Isra ayat 88
‫ُق ْل َّلِٕىِن اْج َتَم َعِت اِاْل ْنُس َو اْلِج ُّن َع ٰٓلى َاْن َّي ْأُتْو ا ِبِم ْث ِل ٰه َذ ا اْلُق ْر ٰا ِن اَل َي ْأُتْو َن ِبِم ْثِل ٖه َو َل ْو َك اَن‬
‫َبْعُض ُهْم ِلَبْع ٍض َظِهْيًرا‬
Artinya : ”Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk
membuat yang serupa Al-Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat
yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi
sebagian yang lain"
Dalam ayat lain Allah berfirman sebagai berikut :
‫َاْم َيُقْو ُلْو َن اْفَتٰر ىُه ۗ ُقْل َفْأُتْو ا ِبُسْو َر ٍة ِّم ْثِلٖه َو اْدُع ْو ا َمِن اْسَتَطْع ُتْم ِّم ْن ُد ْو ِن ِهّٰللا ِاْن ُكْنُتْم ٰص ِدِقْيَن‬
Artinya : ”Atau (patutkah) mereka mengatakan : "Muhammad
membuatbuatnya." Katakanlah: "(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka
cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapasiapa yang
dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang
yang benar" (Q.S. Yunus, 10 : 38).
Dalam hubungannya dengan kitab-kitab Allah Swt. yang turun sebelumnya,
Al-Quran mengoreksi dan menyempurnakan kitab-kitab tersebut. Sejak turunnya
hingga perkembangan kehidupan manusia sekarang ini, Al-Quran tidak pernah
mengalami perubahan, dan penambahan baik surat-surat maupun ayat-ayatnya,
kemurniannya tetap terpelihara oleh Allah sendiri. Firman Allah sebagai berikut :

‫ِاَّن ا َن ْح ُن َن َّز ْلَن ا الِّذ ْك َر َو ِاَّن ا َلٗه َلٰح ِفُظ ْو َن‬

Artinya :”Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan


sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” (Q.S. Al-Hijir, 15: 9)
Sepanjang hayat manusia di dunia fana ini Al-Quran tetap terjaga dari usaha-
usaha pemalsuan, penambahan atau pengurangan-pengurangan. Dalam catatan
sejarah dapat dibuktikan bahwa proses kodifikasi dan penulisan Al-Quran dapat
menjamin kesuciannya secara meyakinkan. Sebagai wahyu Allah Al-Quran
memiliki dua fungsi, yaitu sebagai mu’jizat dan sebagai pedoman dasar ajaran
Islam. Sebagai mu’jizat Al-Quran menjadi bukti kebenaran Muhammad selaku
utusan Allah yang membawa missi universal, risalah akhir, dan syari’ah yang
sempurna bagi manusia. Oleh karena itu Allah menurunkan Al-Quran dengan
susunan bahasa, kandungan makna, hukum dan pengetahuan yang terkandung di
dalamnya unsur-unsur mu’jizat. Ia menjadi dalil argumentasi yang mampu
melemahkan segala argumen dan mematahkan segala dalil yang dibuat manusia
untuk mengingkari kebenaran Muhammad selaku Rasulullah. Dan yang paling
pokok ke mu’jizatan dari pada Al-Quran ini antara lain adalah aspek
kebahasaannya.
Keistimewaan bahasa Al-Quran terletak pada gaya pengungkapannya, antara
lain kelembutan dalam jalinan huruf dan kata dengan lainnya. Susunan huruf-
huruf dan kata-kata AlQuran terajut secara teratur sehingga menjelma menjadi
ayatayat yang indah untuk dibaca dan diungkap. Keistimewaan lainnya bahasa Al-
Quran adalah keserasian bahasa dengan akal dan perasaan manusia, mengandung
sastra yang indah sehingga kalau dibaca menyentuh akal dan hati orang
membacanya seperti pada ayat sebagai berikut :
‫َو ِم ْن ٰا ٰي ِتٖٓه َاَّنَك َتَر ى اَاْلْر َض َخاِشَع ًة َفِاَذ ٓا َاْنَز ْلَنا َع َلْيَها اْلَم ۤا َء اْهَتَّزْت َو َر َبْۗت ِاَّن اَّلِذ ْٓي َاْح َياَها‬
‫َلُم ْح ِي اْلَم ْو ٰت ى ِۗاَّنٗه َع ٰل ى ُك ِّل َش ْي ٍء َقِد ْيٌر‬
Artinya : ”Dan sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan) -Nya bahwa kamu
melihat bumi itu kering tandus, maka apabila Kami turunkan air di atasnya,
niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkannya
tentu dapat menghidupkan yang mati; sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala
sesuatu”(Q.S Fussilat.41 : 39)
Sebagai sumber ajaran Islam Al-Quran mengandung empat sikap yang
menunjukkan komitmen muslim terhadap Al-Quran tersebut yakni :
Pertama, mengimani Al-Quran; yaitu meyakini bahwa AlQuran merupakan
kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw, yang mengandung
kebenaran yang mutlak dan merupakan syariat terakhir menyempurnakan
syariatsyariat diturunkan Allah sebelumnya.
Kedua, mempelajari Al-Quran sebagai pengejawantahkan rahmat Allah.
Mempelajarinya berarti membuka pintu rahmat Allah. Sebaliknya
ketidakperdulian terhadap Alquran berarti menutup rahmat Allah yang
mengakibatkan terputusnya rahmat tersebut.
Ketiga, menghayati dan mengamalkan Al-Quran, sehingga seseorang dapat
membentuk mental dan sikap jiwa yang Qurani.
Keempat, mendakwahkan Al-Quran. Setelah diterima, dipelajari, dihayati dan
diamalkan, Al-Quran harus disosialisasikan kepada orang lain dari mulai keluarga
hingga masyarakat umumnya.
b) Sumber Kedua As-Sunnah
Sunnah menurut tata bahasa adalah kata-kata kuno, yang dalam bahasa Arab
dikenal dengan makna ”cara yang berlaku”, tanpa dibedakan apakah cara itu baik
atau buruk. Sunnah merupakan amal perbuatan para nabi-nabi sebelumnya.
Beberapa Firman Allah menjelaskan hal ini:
. ‫َقْد َخ َلْت ِم ْن َقْبِلُك ْم ُس َنٌۙن َفِس ْيُرْو ا ِفى اَاْلْر ِض َفاْنُظُرْو ا َكْيَف َك اَن َعاِقَبُة اْلُم َك ِّذ ِبْيَن‬
Artinya :”Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah;
karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat
orang-orang yang mendustakan Rasul-rasul ” (Q.S. Al-Imran, 3 : 137”).

‫ُس َّنَة ِهّٰللا ِفى اَّلِذ ْيَن َخ َلْو ا ِم ْن َقْبُل َۚو َلْن َتِج َد ِلُس َّنِة ِهّٰللا َتْبِد ْياًل‬
Artinya : ”Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah
terdahulu sebelum (mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati perubahan
pada sunnah Allah” (Q.S. Al-Ahzab, 33 : 62).

‫ُس َّنَة َم ْن َقْد َاْر َس ْلَنا َقْبَلَك ِم ْن ُّر ُس ِلَنا َو اَل َتِج ُد ِلُس َّنِتَنا َتْح ِو ْياًل‬
Artinya : ”(Kami menetapkan yang demikian) sebagai suatu ketetapan terhadap
rasul-rasul Kami yang Kami utus sebelum kamu dan tidak akan kamu dapati
perubahan bagi ketetapan Kami itu” (Q.S. Al-Isra’ 17 : 77)
Dalam perkembangannya sunnah menjadi satu istilah yang dipergunakan oleh
para ulama, yakni : ”Segala sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi saw berupa
perkataan, perbuatan, dan penetapan”. Dengan pengertian ini, maka kedudukan
Sunnah dalam syariat Islam merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Quran
sumber pertama dan utama.
Bertalian dengan kedudukan sunnah yang seperti itu, maka para ulama telah
melakukan kajian-kajian secara khusus dan meneliti berbagai permasalahan yang
bertalian dengan sunnah, baik yang bertalian dengan kedudukannya sebagai dalil
maupun pembagian-pembagiannya, dapat atau tidak dapat diterima, sah dan
lemahnya, hukum-hukum yang dapat ditetapkan dengannya dan yang tidak, dan
bertalian dengan kedudukannya dalam Al-Quran, serta ada atau tidaknya
pengaruh sunnah terhadap Al-Quran, dan berbagai kajian lain yang telah mereka
lakukan.
Apabila penafsiran-penafsiran tersebut hanya didasrkan kepada pertimbangan
rasio, sudah barang tentu akan melahirkan tafsiran-tafsiran tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Sumber hukum yang kedua ini lebih banyak berfungsi
untuk menjelaskan atau menafsirkan ayat-ayat AlQuran, di samping dapat juga
berfungsi untuk menetapkan hukum-hukum tertentu yang tidak dibahas oleh Al-
Quranul Karim.
Para ahli umumnya menyamakan istilah sunnah dengan istilah hadits. Meski
demikian, namun ada sebagian ahli hadits mengatakan bahwa istilah hadits
dipergunakan khusus untuk sunnah qauliayah (perkataan nabi), sedangkan sunnah
fi’liyah (perbuatan) dan sunnah taqririyah yang tidak disebut hadits tetapi sunnah
saja. Dari istilah ini tampak bahwa sunnah ternyata ada tiga bagian, yakni :
(1) sunnah qauliyah,
(2) sunnah fi’liyah, dan
(3) sunnah taqririyah.
Yang tergolong sunnah qauliyah ini itulah yang dikenal dengan sebutan hadits.
Perbedaan antara sunnah dengan hadits adalah; sunnah lebih umum dan luas,
meliputi perkataan, perbuatan dan sikap diam Rasulullah tanda setuju, dibanding
dengan hadits yang terbatas pada perkataan (qauliyah).
Walaupun Al-Hadits terbatas pada perkataan nabi (qauliyah), namun memiliki
peranan yang tinggi yakni :, Pertama, menegaskan lebih lanjut ketentuan yang
terdapat dalam AlQuran, misalnya mengenai sholat. Di dalam Al-Quran hanya
disebutkan dirikanlah sholat, tetapi tidak dirinci bagaimana tata cara
pelaksanaannya sholat itu, hal ini tidak dirinci secara sempurna. Karena itu
Rasulullah menjelaskannya baik lewat hadits beliau maupun sunnah-sunnah
lainnya. Kedua, sebagai penjelasan isi terhadap Al-Quran. Ketiga, menambahkan
atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau samar-samar ketentuannya di
dalam Al-Quran.
Selain sunnah dan hadits tersebut, ada pula yang dikenal dengan hadit Qudsi,
yakni ucapan Allah yang redaksi kalimatnya disusun oleh nabi sendiri dan tidak
menjadi bagian dari Al-Quran. Isi Hadits Qudsi kebanyakan tentang hubungan
langsung antara manusia dengan seperti tersirat dalam sebuah Hadits Qudsi yang
terkenal sering diucapkan berulang-ulang oleh para sufi seperti :
”Hamba-Ku tidak pernah berhenti mendekatkan dirinya kepada-Ku melalui
pengabdian yang bebas sampai Kucintai dia. Dan, apabila telah Kucintai dia,
maka Akulah pendengaran yang dengannya ia mendengar, mata yang dengannya
ia melihat, tangan dengan apa ia berjuang, dan kaki yang dengannya ia berjalan”
(Hadis Qudsi).
Hadits Qudsi merupakan pernyataan-pernyataan Allah yang berhubungan
dengan masalah spritual manusia, katakatanya disusun dengan indah pula oleh
nabi. Sebagai pernyataan, Hadits Qudsi menunjukkan betapa dalamnya akar
spritualitas Islam tertanam dalam sumber petunjuk Allah. Para Sufisme banyak
mengadakan kajian-kajian Hadits Qudsi untuk mendorong spritual mereka lebih
mendekatkan diri kepada Allah.

c) Sumber Ketiga Ar-Ra’yu (Ijtihad)


Setelah memahami dua sumber di atas, maka sumber yang ketiga dalam
syariat Islam adalah ijtihad atau dikenal dengan ar Rayu. Ijtihad atau ar-Rayu
didasarkan pada akal pikiran yang sehat.
Sebagai sumber ajaran Islam yang ketiga, kedudukan akal sehat manusia
sangat penting dalam sistem ajaran Islam. Mengingat banyaknya persoalan yang
muncul setelah wafatnya beliau Nabi Muhammad saw, sementara tempat untuk
bertanya dan menyelesaikan persoalan yang timbul itu tidak ada lagi, maka
Ijitihad yang didasarkan pada akal sehat tersebut menjadi penting dalam
kedudukan hukum Islam. Inilah yang disebut sumber hukum ketiga dalam syariat
Islam.
2.2 Akhlak
A. Pengertian Akhlak
Akhlak Secara etimologis, kata akhlak berasal dari bahasa Arab al-akhlaq
yang merupakan bentuk jamak dari kata khuluq yang berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku, atau tabiat (Hamzah Ya‟qub, 1988: 11). Sinonim dari kata
akhlak ini adalah etika, moral, dan karakter. Sedangkan secaraterminologis,
akhlak berarti keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan
dengan tidak menghajatkan pikiran. Inilah pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu
Maskawaih.
Sedang al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai suatu sifat yang tetap pada
jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak
membutuhkan kepada pikiran (Rahmat Djatnika, 1996: 27). Adapun ilmu akhlak
oleh Dr. Ahmad Amin didefinisikan suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan
buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh sebagian manusia
kepada sebagian lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia
dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus
diperbuat (Hamzah Ya‟qub, 1988: 12).
Dari pengertian di atas jelaslah bahwa kajian akhlak adalah tingkah laku
manusia, atau tepatnya nilai dari tingkah lakunya, yang bisa bernilai baik (mulia)
atau sebaliknya bernilai buruk (tercela). Yang dinilai di sini adalah tingkah laku
manusia dalam berhubungan dengan Tuhan, yakni dalam melakukan ibadah,
dalam berhubungan dengan sesamanya, yakni dalam bermuamalah atau dalam
melakukan hubungan sosial antar manusia,dalam berhubungan dengan makhluk
hidup yang lain seperti binatang dan tumbuhan, serta dalam berhubungan dengan
lingkungan atau benda-benda mati yang juga merupakan makhluk Tuhan. Secara
singkat hubungan akhlak ini terbagi menjadi dua, yaitu akhlak kepada Khaliq
(Allah Sang Pencipta) dan akhlak kepada makhluq (ciptaan-Nya). Akhlak
merupakan konsep kajian terhadap ihsan. Ihsan merupakan ajaran tentang
penghayatan akan hadirnya Tuhan dalam hidup, melalui penghayatan diri yang
sedang menghadap dan berada di depan Tuhan ketika beribadah. Ihsan juga
merupakan suatu pendidikan atau latihan untuk mencapai kesempurnaan Islam
dalam arti sepenuhnya (kaffah), sehingga ihsan merupakan puncak tertinggi dari
keislaman seseorang. Ihsan ini baru tercapai kalau sudah dilalui dua tahapan
sebelumnya,yaitu iman dan islam. Orang yang mencapai predikat ihsan ini disebut
muhsin. Dalam kehidupan sehari-hari ihsan tercermin dalam bentuk akhlak yang
mulia (al-akhlak alkarimah). Inilah yang menjadi misi utama diutusnya Nabi
Shalallahu „Alaihi Wassalam. ke dunia, seperti yang ditegaskannya dalam sebuah
hadisnya:
‫اَ َّهمِ ْث ُ ت اُ ِـ تَ ِ مّ ُۡ لَثم اَۡ لْ ٗخ لِ قَ مََ ِكَر م‬
“Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak mulia”
(HR. Al-Baihaqi)

B. Ruang Lingkup Akhlak


1. Akhlak Mahmudah
Akhlak Mahmudah adalah Akhlak terpuji atau akhlak yang baik. Contoh akhlak
terpuji, diantaranya:
a. Jujur, adalah tingkah laku yang mendorong keinginan atau niat baik dengan
tujuan tidak mendatangkan kerugian bagi dirinya atau orang lain.
b. Berperilaku baik, adalah reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya
dengan cara terpuji.
c. Malu, adalah perangai seseorang untuk meninggalkan perbuatan buruk dan
tercela sehingga mampu menghalangi seseorang untuk berbuat dosa dan maksiat
serta dapat mencegah orang untuk melalaikan orang lain.
d. Rendah hati, sifat seseorang yang dapat menempatkan dirinya sederajat dengan
orang lain dan tidak merasa lebih tinggi dari orang lain.
e. Murah hati, adalah sikap suka memberi kepada sesama tanpa pamrih atau
imbalan.
f. Sabar, menahan segala sesuatu yang menimpa diri (hawa nafsu).
2. Akhlak Madzmumah
Akhlak Madzmumah adalah akhlak yang tercela atau akhlak yang buruk.
Contoh akhlak madzmumah antara lain:
a. Riya‟, beramal atau melakukan sesuatu perbuatan baik dengan niat untuk
dilihat orang atau mendapatkan pujian orang. Dengan kata lain, Riya‟ yaitu
pamer.
b. Sum‟ah, melakukan perbuatan atau berkata sesuatu agar didengar oleh orang
lain dengan maksud agar namanya dikenal.
c. Ujub, mengagumi diri sendiri.
d. Takabur, membanggakan diri sendiri karaena merasa dirinya paling hebat
dibandingkan dengan orang lain.
e. Tamak, serakah atau rakus terhadap apa yang ingin dimiliki.
f. Malas, enggan melakukan sesuatu.
g. Fitnah, mengatakan sesuatu yang bukan sebenarnya.
h. Bakhil, tidak suka membagi atau memberikan sesuatu yang dimiliki dengan
orang lain (pelit).
i. Dan segala yang merugikan makhluk lain

C. Jenis-Jenis Akhlak
Ruang lingkup akhlak sangat luas.
Menurut Muhammad Abdullah Daras ada 5 bagian ruang lingkup diantaranya:
1. Akhlak Pribadi (Al-Ahklak Al-Fardiyah)
Akhlak pribadi terdiri dari:
b. Ahklak yang diperintahkan
c. Akhlak yang dilarang
d. Akhlak yang dibolehkan
e. Akhlak dalam keadaan darurat
2. Akhlak Berkeluarga (Al-Akhlak Al-Usrawiyah)
Akhlak berkeluarga terdiri dari:
a. Kewajiban timbal balik orang tua dan anak
b. Kewajiban suami istri
c. Kewajiban terhadap karib kerabat
3. Akhlak Bermasyarakat (Al-Akhlaq Al Ijtima‟iyah)
Akhlak Bermasyarakat terdiri dari:
a. Akhlak yang dilarang
b. Aklhak ytang diperintahkan
c. Kaedah-kaedah adab

4. Akhlak Bernegara (Akhlak ad-Daulah)


Akhlak Bernegara terdiri dari:
a. Hubungan antara pemimpin dan rakyat
b. Hubungan luar negeri

5. Akhlak Beragama
Akhlak beragama yaitu kewaiban terhadap Allah Subhanahu Wa Ta‟ala.
Menurut Yuniar Ilyas, ruang lingkup akhlak dibagi menjadi 6 bagian diantaranya:
a. Akhlak terhadap Allah Subhanahu Wa Ta‟ala.
b. Akhlak terhadap Rasulullah
c. Akhlak terhadap diri sendiri
d. Akhlak dalam keluarga
e. Akhlak dalam bermasyarakat

D. Karakteristik Akhlak
a. Al- Akhlaq al-rabbaniyah. Yang dimaksud dengan akhlak rabbani ialah akhlak
yang bersumber kepada wahyu Allah dan al-Sunnah.

b. Al-Akhlaq al-Insaniyah (akhlak manusiawi) yakni ajaran akhlak sejalan dan


memenuhi fitrah insani. Kerinduan jiwa manusia akan kebajikan akan dipenuhi
dengan mengikuti ajaran akhlak Islami. Akhlak Islami adalah benar-benar
memelihara eksistensi manusia sebagai makhluk yang terhormat yang sesuai
dengan fitrahnya. (Q.S. al-Rum: 30)
‫َف َاِقْم َو ْج َهَك ِللِّد ْي ِن َح ِنْي ًفۗا ِفْط َر َت ِهّٰللا اَّلِتْي َفَط َر الَّن اَس َع َلْي َه ۗا اَل َت ْب ِدْي َل ِلَخ ْل ِق ِهّٰللا ٰۗذ ِل َك الِّد ْيُن اْل َقِّي ُۙم‬
‫َو ٰل ِكَّن َاْكَث َر الَّن اِس اَل َي ْع َلُمْو َۙن‬
Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui.

c. Al-Akhlaq al-Syamilah (akhlak universal), yakni ajaran akhlak bersifat


menyeluruh sesuai dengan kehidupan manusia, baik dalam dimensi veritkal
maupun horisontal (Q.S. al-Baqarah: 29, 177).

‫ٰاْل‬ ‫ٰل‬
‫َلْي َس اْلِبَّر َاْن ُتَو ُّلْو ا ُو ُجْو َه ُك ْم ِقَبَل اْلَم ْش ِر ِق َو اْلَم ْغ ِر ِب َو ِكَّن اْلِبَّر َم ْن ٰا َمَن ِباِهّٰلل َو اْلَي ْو ِم ا ِخ ِر‬
‫ٰۤل‬
‫َو اْلَم ِٕىَك ِة َو اْلِك ٰت ِب َو الَّن ِبّٖي َن ۚ َو ٰا َت ى اْلَم اَل َع ٰل ى ُحِّبٖه َذ ِو ى اْل ُقْر ٰب ى َو اْلَي ٰت ٰم ى َو اْلَم ٰس ِكْي َن َو اْب َن الَّس ِبْي ِۙل‬

‫َو الَّس ۤا ِٕىِلْي َن َو فِى الِّر َق اِۚب َو َاَق اَم الَّص ٰل وَة َو ٰا َت ى الَّز ٰك وَة ۚ َو اْلُمْو ُفْو َن ِبَع ْهِدِه ْم ِاَذ ا َع اَه ُد ْو ا ۚ َو الّٰص ِبِر ْي َن‬
‫ٰۤل‬ ‫ٰۤل‬
‫ِفى اْلَب ْأَس ۤا ِء َو الَّضَّر ۤا ِء َو ِحْي َن اْلَب ْأِۗس ُاو ِٕىَك اَّلِذْي َن َص َد ُقْو ا َۗو ُاو ِٕىَك ُه ُم اْلُم َّت ُقْو َن‬
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan,
akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari
Kemudian, malaikat-malaikat, kitabkitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir
(yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang memintaminta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang
sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-
orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orangorang yang bertakwa.

d. Al-akhlaq al-Tawazun ( akhlak keseimbangan), yakni ajaran akhlak yang


memahami manusia memiliki dua sisi potensi naluri, naluri hewaniyah dan naluri
ruhaniyah atau manusia memiliki unsur jasmaniyah dan unsur ruhani yang
membutuhkan pelayanan keseimbangan. Ajaran akhlak Islam akan menuntun
kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. (Q.S. alBaqarah: 201).

‫ٰا‬
‫َو ِم ْنُهْم َّم ْن َّيُقْو ُل َر َّبَنٓا ِتَنا ِفى الُّد ْنَيا َحَس َنًة َّو ِفى اٰاْل ِخ َر ِة َحَس َنًة َّو ِقَنا َع َذ اَب الَّناِر‬
Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, Maka berdzikirlah dengan
menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan)
nenek moyangmu[126], atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di
antara manusia ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami
(kebaikan) di dunia", dan Tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di
akhirat.

e. Al-akhlaq al-Waqi‟iyah (akhlak realistik), yakni ajaran akhlak Islam


memperhatikan kenyataan hidup manusia. Meskipun manusia telah dinyatakan
sebagai makhluk memiliki kelebihan dari mkhluk lain, tetapi manusia juga
memiliki kelemahan. Ajaran Islam memberikan kemudahan dan keringanan dalam
melaksanakan ajarannya. (Q.S. al-Baqarah: 35-37).

E. Urgensi Akhlak Dalam Kehidupan


Telah disebutkan sebelumnya pengertian tentang akhlak dan sebagai umat
muslim kita tahu bahwa akhlak memiliki kedudukan yang tinggi dalam agama
islam. Beberapa keutamaan mmeiliki akhlak yang terpuji antara lain
1. Berat timbangannya diakhirat
Seseorang yang memiliki akhlak terpuji disebutkan dalam hadits
bahwa ia akan memiliki timbangan yang berat kelak dihari akhir atau
kiamat dimana semua amal manusia akan ditimbang, sebagaimana sabda
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam berikut
Tidak ada sesuatu yang diletakkan pada timbangan hari kiamat yang
lebih berat daripada akhlak yang mulia, dan sesungguhnya orang yang
berakhlak mulia bisa mencapai derajat orang yang berpuasa dan shalat.
(HR Tirmidzi )
2. Dicintai Rasul Shalallahu Alaihi Wassalam
Rasul Shalallahu Alaihi Wassalam diutus tidak lain adalah untuk
menyempurnakan akhlak manusia didunia. Dan tentu saja Rasul
Shalallahu Alaihi Wassalam sendiri mencintai manusia yang mmeiliki
akhlak yang baik. Dari Jabir RA; Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam
bersabda:
Sesungguhnya yang paling aku cintai dari kalian dan yang paling
dekat tempatnya dariku di hari kiamat adalah yang paling mulia
akhlaknya, dan yang paling aku benci dari kalian dan yan paling jauh
tempatnya dariku di hari kiamat adalah yang banyak bicara, angkuh
dalam berbicara, dan sombong. [Sunan Tirmidzi: Sahih]
3. Memiliki kedudukan yang tinggi
Dalam suatu hadits disebutkan bahwa seseorang yang memiliki akhlak
dan budi pekerti yang mulia memiliki kedudukan yang tinggi diakhirat
kelak. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda
“Tidak ada kemelaratan yang lebih parah dari kebodohan dan
tidak ada harta (kekayaan) yang lebih bermanfaat dari kesempurnaan
akal. Tidak ada kesendirian yang lebih terisolir dari ujub (rasa angkuh)
dan tidak ada tolong-menolong yang lebih kokoh dari musyawarah. Tidak
ada kesempurnaan akal melebihi perencanaan (yang baik dan matang)
dan tidak ada kedudukan yang lebih tinggi dari akhlak yang luhur. Tidak
ada 85 wara‟ yang lebih baik dari menjaga diri (memelihara harga dan
kehormatan diri), dan tidak ada ibadah yang lebih mengesankan dari
tafakur (berpikir), serta tidak ada iman yang lebih sempurna dari sifat
malu dan sabar. (HR. Ibnu Majah dan Ath-Thabrani)
4. Dijamin rumah disurga
Memiliki akhlak yang mulia sangat penting bagi seorang muslim dan
keutamaan memiliki akhlak mulia sangatlah besar. Dalam sebuah hadits
disebutkan bahwa Rasul menjamin seseorang sebuah rumah disurga
apabila ia memiliki akhlak yang mulia. Dari Abu Umamah ra; Rasulullah
Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:
Saya menjamin sebuah rumah tepi surga bagi orang
meninggalkan debat sekalipun ia benar, dan sebuah rumah di tengah
surga bagi orang yang tidak berbohong sekalipun hanya bergurau, dan
rumah di atas surga bagi orang yang mulia akhlaknya. [HR Abu Daud ]

Anda mungkin juga menyukai