Anda di halaman 1dari 10

Tinjauan Hakikat Ilmu

Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi

Disusun oleh:
Kunti Dewi Hambawani
NIM S842308005

PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
TAHUN AJARAN 2023/2024
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filsafat ilmu tidak lepas dari sejarah perkembangan ilmu Ontologi,


epistemologi, dan aksiologi. Ilmu tidak hanya berbicara tentang hakikat
(ontologi) pengetahuan itu sendiri, tetapi juga mempersoalkan tentang bagaimana
(epistemologis) pengetahuan tersebut dapat diproses menjadi sebuah pengetahuan
yang benar-benar memiliki nilai guna (aksiologi) untuk kehidupan manusia
(Suaedi, 2016: 25). Ketiga kajian tersebut sangat mempengaruhi sikap dan
pendirian para ilmuwan karena mereka menyadari benar bahwa ilmu itu
mengalami perkembangan. Ilmu memiliki karakteristik dinamis.

Ketiga ranah filsafat tersebut adalah penting dalam pemahaman akan alam
semesta, pengetahuan, dan nilai-nilai. Dalam pandangan dunia yang kompleks
ini, terdapat beberapa permasalahan yang dapat mempengaruhi pemahaman
tentang ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Kali ini permasalahan-
permasalahan yang melatarbelakangi ketiga bidang itu akan dikupas lebih
mendalam dengan analisis yang matang.

Ontologi itu membahas tentang hakikat keberadaan. Apakah keberadaan itu


objektif atau subjektif? Bagaimana wujud hakiki objek itu? Bagaimana
hubungannya objek dengan daya tangkap manusia sehingga menelurkan
pengetahuan? Bagaimana ilmu itu dicari? Bagaimana prosesnya? Lalu,
bagaimana kita dapat memahami realitas di tengah beragam perspektif yang
berbeda? Ditinjau dari sudut masalah identitas, bagaimana objek dan entitas
dapat mempertahankan identitas mereka seiring dengan perubahan yang tak
terhindarkan? Perubahan itu berjalan terus, tak dapat diam. Terkait dengan

1
realitas dan pluralisme, Bagaimana kita dapat menyatukan pandangan tradisi
tauhid dengan realitas pluralistik yang kompleks di dunia ini?

Menurut Soyomukti (2011: 116) pada Epistemologi (Cara mendapatkan


pengetahuan) mengkaji tentang bagaimana proses yang memungkingkan
ditimbanya pengetahuan. Apa prosedurnya? Apa yang harus dicermati agar
memperoleh pengetahuan yang benar? Apa kebenaran itu sendiri dan apa
kriterianya? Sarana/cara/teknik apa yang membantu kita dalam mendapatkan
pengetahuan?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat membantu dalam mengkaji


bagaimana sebuah pengetahuan itu dapat diperoleh seseorang dengan proses
yang telah dilalui. Seseorang pun juga dapat mempejalari hal-hal yang harus
diperhatikan agar ketika mempelajari ilmu tu akan memberikan dampak
kebenaran yang hakiki. Tentunya, hal itu dapat dilakukan dengan cara yang tepat.

Aksiologi, memahami nilai dan etika. "Apakah nilai-nilai itu objektif atau
subjektif? Apakah ada problematika terkait moralitas? Bagaimana kita
menentukan apa yang benar dan salah dalam konteks moralitas yang kompleks
dan beragam? Bagaimana kita dapat mengevaluasi ketika nilai-nilai kita tidak
konsisten dengan tindakan yang kita ambil dalam kehidupan sehari-hari?
Bagaimana nilai-nilai berperan dalam perubahan sosial dan apakah kita dapat
mengukur kualitas dari suatu perubahan yang terjadi?

Berdasarkan berbagai permasalahan-permaslahan yang ditemukan tersebut,


maka dalam tulisan ini akan dikerucutkan masalah tentang pemahaman ontologi
memahami hakikat keberadaan? Bagaimana epistemologi mempengaruhi cara
memperoleh pengetahuan? Bagaimana aksiologi dapat membantu kita dalam
memahami nilai-nilai mempengaruhi dalam tindakan kita?

2
BAB II
Pembahasan

Apakah hakikat keberadaan terdiri dari fakta objektif atau isyarat subyektif?
Bagaimana kita dapat memahami realitas di tengah beragam perspektif yang berbeda?
Ontologi, epistemologi, dan aksiologi adalah tiga konsep mendasar dalam filsafat
yang mengupas mengenai apa yang ada (ontologi), lalu bagaimana kita mengetahui
mengenai apa yang ada (epistemologi), dan apa yang seharusnya kita dapat lakukan
(aksiologi). Paparan kali ini akan membicarakan ketiga konsep tersebut serta
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, ilmu pengetahuan, dan etika.

A. Ontologi

Landasan Ontologis atau sering juga disebut landasan metafisik merupakan


landasan filsafat yang menunjuk pada keberadaan atau substansi sesuatu atau
substansi sesuatu (Rukayati, 2015: 23). Misalnya, pendidikan secara ilmiah ditujukan
untuk mensistematisasikan konsep-konsep dan praktik praktik pendidikan yang telah
dikaji secara metodologis menjadi suatu bentuk pengetahuan tersendiri yang disebut
Ilmu Pendidikan. Pengetahuan ilmiah tentang pendidikan pada hakikatnya didasari
suatu pemikiran tentang manusia sebagai subjek dan objek pendidikan, pandangan
tentang alam semesta; tempat manusia hidup bersama, dan pandangan tentang Tuhan
sebagai pencipta manusia dan alam semesta (Rukayati, 2015: 23).

Kneller dalam (Rukiyati, 2015: 24) mengatakan bahwa metafisika adalah


cabang filsafat yang bersifat spekulatif, membahas hakikat kenyataan terdalam.
Metafisika mencari jawaban atas persoalan mendasar: Adakah alam semesta ini
mempunyai desain rasional atau hanya sesuatu yang tidak ada maknanya? Apakah
pikiran itu merupakan kenyataan dalam dirinya atau hanya sekedar sebentuk materi

3
yang bergerak? Apakah perilaku semua organisme telah ditentukan atau apakah ada
organisme, misalnya manusia, yang mempunyai ukuran kebebasan?

Apa yang disampaikan Kneller ini menarik sekali untuk dikaji secara metafisik,
artinya apa yang dipertanyakan memang sangat rasional. Dapat dicerna secara akal
untuk mencari jawabnya, hanya saja semuanya tergantung dari sudut pandang dari
masing-masing manusia itu sendiri. ukuran itu pun berdasarkan atas patokan yang
ditetapkan dengan rasio masing-masing untuk ukuran kebenaran itu seperti apa.

Ontologi bertujuan untuk memberikan klasifikasi yang definitif dan lengkap


dari entitas di semua bidang. Klasifikasi harus definitif, dalam arti bahwa hal itu
dapat berfungsi sebagai jawaban atas pertanyaan seperti apa kelas entitas yang
diperlukan untuk penjelasan lengkap dan penjelasan dari semua kejadian-kejadian di
alam semesta. Apa kelas entitas yang diperlukan untuk memberikan penjelasan
mengenai apa yang membuat benar semua kebenaran? (Suaedi, 2016: 84). Ini
mengandung makna bahwa semua entitas harus dikelompokkan agar menjadi lengkap
dan sesuai dengan penggolongannya. Hal itu pun terkait juga dengan hubungan
antarentitas, harus disatukan untuk membentuk kekohesian.

Dalam kebijakan pengambilan keputusan, kita harus mempertimbangkan


hakikat dari situasi dan mempertimbangkan dampak dari keputusan tersebut. Oleh
karenanya apabila ini dilihat dalam praktik nyata, seorang pemimpin dalam
menentukan keputusan hendaknya dipilah, dikaji secara jeli, teliti, diukur sesuai
takaran dan sesuai kadar ketepatan dan kebenaran agar keputusan yang diambil tidak
keliru atau tidak melenceng.

4
B. Epistemologi

Epistemologi adalah cabang filsafat yang memberikan fokus perhatian pada


sifat dan ruang-lingkup ilmu pengetahuan, yang terdiri dari pertanyaan apakah
pengetahuan? Bagaimanakah pengetahuan diperoleh? Bagaimanakah kita mengetahui
apa yang kita ketahui. Banyak perdebatan yang menganalisis. Menjawab pertanyaan-
pertanyaan tersebut maka ilmu pengetahuan itu berarti suatu ilmu yang didapat
dengan cara mengetahui, yang dilakukan dengan cara-cara yang tidak sekedar tahu.
Kata “ilmu” juga dapat dikaitkan dengan kata “ilmiah” yang artinya berdasarkan
kaidah keilmuan, ada syaratnya, adan bukti, ada cara mendapatkannya, ada
kegunaannya (Soyomukti, 2011:153)

Mempelajari hakikat pengetahuan dan proses pemerolehannya. Contohnya


penerapan epistemologi dalam ilmu pengetahuan dapat dilihat dari teori evolusi, di
mana proses pengembangan memerlukan pengumpulan bukti berupa observasi,
pengujian hipotesis, dan ilmu matematika. Meskipun teori evolusi ini dibantah atau
terbantahkan dengan teori yang dikaitkan dengan filsafat Islam. Lantas bagaimana
penerapan dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat dari cara kita mengumpulkan
informasi dan memilah-milah informasi yang benar dan salah. Memilah sebuah
kebenaran harus melibatkan kejujuran, tanpa adanya kejujuran ini sama saja kita tidak
akan dapat membedakan benar salah. Selain itu dalam memutuskan sebuah kebenaran
terkadang akan terjadi kekurang tepatan dalam menentukannya. Oleh karenanya,
memutuskannya pun juga tidak dapat dilakukan asal-asalan atau sembarangan.

Yang menarik pada kajian epistemologi ini menurut Kant dalam Khairul Umam
(2022: 193) dalam proses menemukan kebenarannya dengan paradigma filsafat kritis,
paradigma kritis menawarkan kerja berpikir tanpa henti layaknya fungsi akal yang
tiada henti untuk mencari dan menemukan jawaban hingga tak mampu lagi untuk
menjawabnya.

5
Berdasarkan pendapat Kant di atas maka implementasi epistemologi dalam
ilmu pengetahuan dapat dicermati ketika melakukan sebuah pengumpulan data yaitu
melalui observasi langsung. Selanjutnya dibangun teori sebagai bentuk pembuktian
atas fakta atau bukti yang ditemukan. Apabila ada teori yang tidak terbukti, dengan
sendirinya akan ditolak. Secara bijak pun harus meminta maaf kepada masyarakat
atas klaim teori yang ternyata salah. ini harus dilakukan agar hal yang salah atau
keliru tidak diterapkan dalam kehidupan agar tidak terjadi hal yang tidak baik atau hal
yang tidak pas (tidak pantas). Kemudian dilakukan uji hipotesis yang tentunya
dengan menggunakan metoda ilmiah agar akurat, valid, dan reliabel.

C. Aksiologi

Aksiologi adalah cabang filsafat yang membahas teori-teori nilai dan berusaha
menggambarkan apa yang dinamakan dengan kebaikan dan perilaku yang baik.
Bagian aksiologi adalah etika dan estetika. Etika memfokuskan pada kajian filsafati
tentang nilai-nilai akhlak (sikap) dan tindakan. Estetika berkaitan dengan kajian nilai-
nilai keindahan dan seni (Rukiyati, 2015: 32). Sebagai misal untuk nilai moral ini
adalah saat berjalan melewati orang tua atau orang yang lebih tua, maka kita akan
sedikit membungkukkan badan dan mengulas senyum. Lalu, menjaga etika makan
untuk tidak bersuara atau menimbuklan bunyi “kecap” dari mulut. Adanya reward
dan keyakinan kesepakatan antara murid dan guru jika murid melakukan kekeliruan.

Istilah axiologi sangat kurang familiar dipakai di kalangan filosof pada zaman
sekarang. Sebagai gantinya, para ahli berbicara tentang teori nilai dan tentang
pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam konteks ini terkait dengan hakikat nilai.
Bidang aksilogi yang mengupas nilai sebuah seni (kesenian) disebut estetika.
berkenaan dengan hakikat baik dan buruk, benar dan salah disebut etika atau filsafat

6
moral (Fadhil, 2015: 13). Pendapat ini hampir mirip dengan apa yang disampaikan
oleh Rukayati di atas.

Penerapan dalam etika, aksiologi memegang peran penting dalam etika karena
etika membahas pertanyaan tentang bagaimana kita seharusnya berperilaku dalam
kehidupan sehari-hari. Penerapan aksiologi dalam kehidupan terkait dengan etika
adalah kebajikan dan moralitas berhubungan dengan nilai-nilai murni seperti kasih
sayang, kedermawanan, integritas, dan kejujuran. Terkait dengan keperibadian dan
tanggung jawab, manusia memiliki tanggung jawab untuk menjaga harkat dan
martabat manusia lain dan wajib melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai
warga negara.

Objek dari etika adalah laku atau tindakan manusia. tindakan itu dilakukan
secara sadar dan bebas. Sementara, objek formal etika adalah kebaikan dan
keburukan atau bermoral dan tidak bermoral (immoral) dari tingkah laku tersebut
(Rohana, 2021: 61). Ini mengandung makna bahwa etika mengajarkan kita untuk
tidak melakukan kekerasan atau perbuatan merusak, dan menyakiti. Mengajarkan
untuk merawat lingkungan agar tercipta perdamaian di dunia. Selain itu contoh
penerapan aksiologi dalam kehidupan sehari-hari adalah ketika kita memberikan
sumbangan atau bantuan makanan atau pakaian bagi orang-orang yang
membutuhkan.

7
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Ketiga konsep filsafat ini sangat penting bagi kita untuk memahami hakikat
keberadaan, proses pengetahuan, dan nilai-nilai moral. Ketiganya sangat terjalin erat.
Kemudian, implikasi dalam kehidupan sehari-harinya adalah ketika kita memahami
tiga konsep ini dengan aksi atau tindakan. Kita dapat mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari, seperti dalam pengambilan keputusan, memilah-milah
informasi, dan bertindak dalam tugas-tugas sosial. Implikasinya dalam ilmu
pengetahuan adalah ketiga konsep ini juga sangat penting dalam ilmu pengetahuan,
seperti dalam pengumpulan data, pembangunan teori, dan pengujian hipotesis.

B. Saran
Ketiga cabang ini ontologi, epistemologi, dan aksiologi adalah holistik artinya
ketiganya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ketiganya sangat ketergantungan,
apabila salah satu tidak dapat diimplikasikan secara tepat maka akan terjadi
ketimpangan, ketidakcocokan atau ketidakselarasan dalam kehidupan manusia.
Bukankan ini senyatanya ada di dunia nyata? Sebagian pendahulu mengatakan ini
adalah suratan yang sudah tertulis dalam ketetapan Tuhan. Atau memang keangkuhan
manusia itu sendiri? Oleh karenanya, ebagai makhluk ciptaannya kita harus mampu
mengendalikan diri sehingga keterjalinan ketiga cabang ilmu tersebut dapat padu,
saling berkaitan satu sama lain.

8
Daftar Pustaka

Drijarkara.1979. Percikan Filsafat. Jakarta: Pembangunan

https://an-nur.ac.id/hakikat-filsafat-ilmu/

https://lmsspada.kemdikbud.go.id/pluginfile.php/131864/mod_resource/content/2/M1
.1%20PENGANTAR%20FILSAFAT%20DAN%20ETIKA.pdf

https://www.tahuinformasi.com/2022/09/pengertian-filsafat-dari-segi-etimologi-dan-
terminologi-ada-pendapat-dari-jujun-suriasumantri.html?m=1
https://anyflip.com/ethql/fvfz

Fadhil Lubis, Nur A. 2015. Pengantar Filsafat Ilmu. Medan: Perdana Publishing.

Soyomukti, Nuraeni. 2011. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: PT Penerbit IPB Press

Rohana. 2021. Filsafat Ilmu dan Kajiannya. Universitas Negeri Makasar.

Rukayati dan L. Andriyani. 2015. Mengenal Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: UNY


Press.

Soyomukti, Nuraeni. 2011. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: PT Penerbit IPB Press

Umam, Khairul. 2022. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Diva Press

Anda mungkin juga menyukai