Anda di halaman 1dari 1

Jum'at, 17 April 2015

EDITORIAL KORAN TEMPO

BERANI JUJUR DALAM UJIAN


da kabar baik dalam pelaksanaan ujian nasional siswa sekolah
menengah atas (SMA) kali ini. Apresiasi patut diberikan kepada
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Salah satu poin yang
menarik, ujian tidak mutlak menjadi penentu kelulusan.
Ini melegakan, karena memang mustahil meringkas performa siswa selama tiga tahun
masa belajar hanya dalam tiga hari ujian.
Ujian kali ini juga menerapkan terobosan yang membesarkan hati. Ada 585
sekolah dari ratusan ribu sekolah di seluruh Indonesia-yang menyelenggarakan ujian
secara online, dengan koneksi Internet. Ujian online jauh lebih hemat, tanpa jutaan
lembar kertas, tanpa ongkos distribusi Dan, yang lebih penting, ujian online juga lebih
aman. Murid dibekali kata kunci (password), dan hanya dia sendiri yang bisa membuka
naskah ujian. Terobosan ini layak diperluas sampai ke seluruh Indonesia, dengan syarat
perbaikan infrastruktur pendukung.
Sayangnya, di tengah kemajuan itu, tetap saja kebocoran terjadi. Federasi Guru
Seluruh Indonesia (FGSI) melaporkan adanya jual-beli kunci soal ujian dengan nilai Rp 14-
21 juta. Juga dilaporkan ada guru yang mengunduh 25 jenis soal ujian melalui lemari
virtual Google Drive. Kendati jumlah variasi soal ujian ada 11.730 paket dan yang bocor di
Google Drive "hanya" 25 jenis paket (0.0021 persen). tetap saja kebocoran ini
mengecewakan.
Benar, secara keseluruhan, FGSI juga mendeteksi turunnya kuantitas kecurangan.
Tahun ini jumlah laporan yang diterima FGSI ada 91 kasus, jauh menurun dibanding
tahun lalu, yang mencapai 304 laporan. Kecurangan tertinggi, menurut data FGSI, terjadi
pada 2013 dengan 1.035 laporan kecurangan ujian nasional.
Kebocoran ini membuktikan bahwa, apa pun sistemnya, baik dengan kertas
maupun digital, tetap ada risiko bocor. Seketat apa pun pengawasan, distribusi dikawal
puluhan batalion polisi, misalnya, mustahil membuat kebocoran menjadi nol. Sistem dan
metode bisa dibuat super-canggih, tapi manusia di balik sistem yang harus ditingkatkan
kualitasnya. Pengawasan harus berlipat-lipat.
Mata rantai ujian nasional memang panjang. Semua yang terlibat, dari pem-
buat soal, pengawas, guru, kepala sekolah, sampai pegawai percetakan, berpotensi
menjadi pembocor. Karena itu, penegakan hukum menjadi kunci mutlak untuk
menegaskan bahwa negara ini tidak menenggang kecurangan ujian. Tak bisa kita biarkan
murid-murid sekolah merajut hari depan bangsa ini melalui jalan curang. Siapa pun yang
terbukti menjadi biang kerok pembocor harus dihukum berat. Baik pula kita dorong
rencana Menteri Pendidikan Anies Baswedan untuk menerapkan indeks kejujuran.
Sejauh ini baru ada 52 kabupaten/kota (12.5 persen dari 400-an kabupaten/kota) dengan
indeks kejujuran 90. Ini berarti mayoritas siswa di wilayah itu menjalani ujian dengan
jujur. Jangkauan indeks kejujuran dan integritas ini harus diperluas di dunia pendidikan.
Caranya, antara lain, dengan memberi penghargaan kepada sekolah yang berani tertular
dan menularkan virus penting: virus berani jujur.

Anda mungkin juga menyukai