Anda di halaman 1dari 17

PERENCANAAN TEKNIS BERKALA JALAN & JEMBATAN WILAYAH TIMIKA

BAB VII
KRITERIA PERENCANAAN
7.1 DASAR - DASAR PERENCANAAN
7.1.1. Peraturan Perundangan
Konsep perencanaan yang digunakan dalam Pekerjaan Perencanaan Teknik Jalan
Timika sepanjang 27,500 Km pada ruas Jalan Tim9ika – Pomako ini adalah
konsep perencanaan jalan berdasarkan Standar dan Kriteria yang telah baku
ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga. Perencanaan teknis merupakan
bagian dari pengembangan sistem jaringan jalan di Indonesia, maka pekerjaan
perencanaan ini haruslah didasarkan pada peraturan perundangan mengenai
perencanaan jaringan jalan seperti undang-undang dan peraturan lainnya yang
terkait. Peraturan perundangan yang merupakan Dasar Perencanaan dijabarkan
pada Tabel berikut :

Tabel : Peraturan Perundangan Perencanaan Jalan

No Peraturan Perundangan
1 Undang-Undang RI No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan
2 Undang-Undang RI No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
3 Undang-Undang RI No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan
4 Peraturan Pemerintah RI No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan
5 Peraturan Pemerintah RI No. 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan
Lalu lintas
6 Peraturan Pemerintah RI No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional
7.1.2. Norma, Standar, Pedoman dan Manual Perencanaan Jalan
Perencanaan teknis jalan merupakan perencanaan yang komprehensif dan
sistematis yang telah mempunyai langkah dan pola yang dijabarkan dalam
Norma, Standar, Pedoman dan Manual Perencanaan Jalan (NSPM). Beberapa

Laporan Antara 7- 1
PERENCANAAN TEKNIS BERKALA JALAN & JEMBATAN WILAYAH TIMIKA

Norma, Standar, Pedoman dan Manual Perencanaan yang digunakan dalam


Perencanaan Teknis Jalan sebagaimana table berikut :

Tabel :Norma, Standar, Pedoman dan Manual Perencanaan Jalan

No Standar/Pedoman/Panduan
1 Pd. T-XX-2005-B, Perencanaan Teknis Jalan
2 MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia), Departemen Pekerjaan
Umum, Direktorat Jendral Bina Marga, Jalan - No. 036/T/BNU1997,
Februari 1997
3 RSNI T-14-2004, Standar Perencanaan Geometrik Jalan Perkotaan
4 AASHTO 2001 a Policy on Geometric design of Highways and streets
5 No. 038/TBM/1997, Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar
Kota
6 Pedoman, No. 002/P/BM/2011, Pedoman Interim Desain
Perkerasan Jalan Lentur
7 Pt T-01-2002-B, Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
8 A guide to the Structural Design of Bitumen-Surfaced Roads in The
Tropical and Sub-tropical Countries, Overseas Road Note 31, 4th
Edition, 1993
9 Technical Basis of the 2004 Austroads Design Procedures for Flexible
Overlays on Flexible Pavements (AP-T34/04).
10 Pd. T-16-2004-B, Survey Inventarisasi Geometri Jalan Perkotaan
11 Pd. T-19-2004-B, Survey Pencacahan Lalu Lintas dengan Cara
Manual
12 Pd. T-12-2004-B, Marka Jalan
13 Pd. T-13-2004-B, Pedoman Penempatan Utilitas pada Daerah Milik
Jalan
14 AASHTO 1993 Guide for Design of Pavement Structures
15 Manual Desain Perkerasan Jalan No. 02/M/BM/2013

7.2. KRITERIA PERENCANAAN GEOMETRIK


7.2.1. Pengertian Perencanaan Geometrik Jalan
Perencanaan Geometrik Jalan adalah perencanaan route dari suatu ruas
jalan secara lengkap, meliputi beberapa elemen yang disesuaikan dengan

Laporan Antara 7- 2
PERENCANAAN TEKNIS BERKALA JALAN & JEMBATAN WILAYAH TIMIKA

kelengkapan dan data dasar yang ada atau tersedia dari hasil
surveilapangan yang telah dianalisis sertamengacu pada ketentuan yang
berlaku. Elemen-elemen dalam perencanaan geometrik jalan adalah :
Alinyemen Horisontal (Situasi/plan) dan alinyemen vertikal (potongan
memanjang/profil).
7.2.2. Alinyemen Horizontal
Pada perencanaan alinyemen horisontal umumnya akan ditemui dua jenis
bagian jalan, yaitu : bagian jalan lurus dan bagian lengkung atau biasa
disebut tikungan.
Panjang maksimum bagian lurus harus dapat ditempuh dalam waktu < 2.5
menit (sesuai Vr) dengan pertimbangan keselamatan pengemudi akibat
kelelahan. Berikut ini disajikan tabel panjang bagian lurus maksimum
berdasrkan kondisi jalan.

Tabel : Panjang Bagian Lurus Maksimum


Panjang Bagian Lurus Maksimum (m)
Fungsi
Datar Bukit Gunung

Arteri 3.000 2.500 2.000

Kolektor 2.000 1.750 1.500

Sumber :RSNI No. T-14-2004, Geometri Jalan Perkotaan

Data – data alinyemen horisontal jalan didapatkan dengan melakukan


pengukuran trase jalan. Dari hasil pengukuran trase jalan diadakan analisa
besarnya perubahan sudut arah ruas jalan.
Alinyemen horisontal harus direncanakan dengan sebaik-baiknya untuk
memenuhi syarat-syarat dasar teknik lalu lintas sesuai dengan Tata Cara
Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997 atau RSNI No. T-
14-2004, Standar Perencanaan Geometri Jalan Perkotaan, yang dikeluarkan
oleh Dirjen Bina Marga – Kementerian Pekerjaan Umum.
Selain itu dalam pekerjaan perencanaan geometrik jalan juga harus
mempertimbangkan penyediaan drainase yang cukup baik dan memperkecil
pekerjaan tanah yang diperlukan.

Laporan Antara 7- 3
PERENCANAAN TEKNIS BERKALA JALAN & JEMBATAN WILAYAH TIMIKA

7.2.3. Jari-jari Lengkung Minimum


Jari-jari lengkung minimum untuk setiap kecepatan rencana ditentukan
berdasarkan miring tikungan maksimum dan koefisien gesekan melintang
maksimum, yang dinyatakan dengan rumus :

dimana :

R = jari-jari lengkung minimum (m)


V = kecepatan rencana (km/jam)
e = miring tikungan (%)
fm = koefisien gesekan melintang

Panjang jari-jari minimum berdasarkan kecepatan rencana dan e maks = 10%


adalah sebagai berikut:
Tabel : Jari-jari minimum

VR
120 100 90 80 60 50 40 30 20
(km/jam)

Rmin 600 370 280 210 115 80 50 27 15

Sumber : RSNI No. T-14-2004, Geometri Jalan Perkotaan

Suatu tikungan dengan jari-jari lengkung yang cukup besar sampai batas-
batas tertentu tidak memerlukan miring tikungan. Jari-jari lengkung
minimum dimana miring tikungan tidak diperlukan dapat dilihat pada Tabel
berikut.

7.2.4. Lengkung Peralihan


Lengkung peralihan ialah lengkung pada tikungan yang dipergunakan untuk
mengadakan peralihan dari bagian jalan lurus ke bagian jalan yang mempunyai
jari-jari lengkung dengan miring tikungan tertentu atau sebaliknya. Batas
besarnya jari-jari lengkung dimana suatu tikungan harus menggunakan
lengkung. Lengkung peralihan yang digunakan adalah lengkung spiral atau
clothoide. Panjang minimum lengkung peralihan pada umumnya ditentukan

Laporan Antara 7- 4
PERENCANAAN TEKNIS BERKALA JALAN & JEMBATAN WILAYAH TIMIKA

oleh jarak yang diperlukan untuk perubahan miring tikungan yang tergantung
pada besarnya landai relatif maksimum antara kedua sisi perkerasan.

7.2.5. Bentuk Lengkung Horisontal


Untuk mempertahankan kecepatan rencana dan menyesuaikan dengan kondisi
existing jalan serta perubahan arah tikungan jalan, dalam perencanaan
geometrik jalan terdapat 3 (tiga) bentuk lengkung horisontal, yaitu:
Lengkung Lingkaran Penuh ( Full Circle / F-C )
Lengkung Spiral – Lingkaran – Spiral ( S–C–S )
Lengkung Spiral – Spiral ( S–S )
a. Lengkung Busur Lingkaran Penuh ( F-C )
Full circle merupakan jenis tikungan yang hanya terdiri dari bagian suatu
lingkaran saja, dan hanya digunakan untuk jari-jari ( R ) yang besar agar
tidak terjadi patahan, karena dengan R yang kecil memerlukan
superelevasi (e) yang besar.
Superelevasi yang dibutuhkan untuk lengkung busur lingkaran sederhana
adalah 3%.
Rumus :

Laporan Antara 7- 5
PERENCANAAN TEKNIS BERKALA JALAN & JEMBATAN WILAYAH TIMIKA

Gambar : Tipikal Tikungan F-C

Bagian-bagian dari busur lingkaran penuh ( full circle ), yaitu :

PI : Titik perpotongan tangen ( Point of Intersection )

TC : Titik awal lingkaran ( Tangent Circle )

CC : Titik tengah busur lingkaran ( Circle Circle )

CT : Titik akhir lingkaran ( Circle Tangent )

O : Titik pusat lingkaran

Tc : Panjang tangen ( jarak TC ke PI atau PI ke CT )

Rc : Jari-jari lingkaran

Lc : Panjang busur lingkaran

Ec : Jarak Eksternal ( Jarak PI ke CC )

Δ : Sudut luar PI

D : Derajat Kelengkungan

emaks : Kemiringan Maksimum Tikungan

b. Lengkung Spiral – Lingkaran – Spiral ( S–C–S )

Laporan Antara 7- 6
PERENCANAAN TEKNIS BERKALA JALAN & JEMBATAN WILAYAH TIMIKA

Gambar : Tipikal Tikungan S-C-S

Bagian-bagian dari lengkung Spiral – Lingkaran – Spiral adalah :

PI : Titik perpotongan tangen ( Point of Intersection )


TS : Titik dari tangen ke spiral
SC : Titik dari spiral ke lingkaran
ST : Titik perubahan spiral ke tangen
Xs : Absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titik TS ke SC (jaraklurus
lengkung peralihan)
Ys : Ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis tangen, jarak tegak luruske
titik SC pada lengkung)
Ls : Panjang lengkung peralihan (panjang dari titik TS ke SC atau CS keST)
Lc : Panjang busur lingkaran (panjang dari titik SC ke CS)
Ts : Panjang tangen dari titik PI ke titik TS atau ke titik ST
Es : Jarak dari PI ke busur lingkaran
Θs : Sudut lengkung spiral
Rc : jari-jari lingkaran
emaks : Kemiringan maksimum tikungan
p : pergeseran tangen terhadap spiral
k : absis dari p pada garis tangen spiral

Rumus yang digunakan adalah :

Laporan Antara 7- 7
PERENCANAAN TEKNIS BERKALA JALAN & JEMBATAN WILAYAH TIMIKA

Jika dari hasil perhitungan didapatkan harga Lc 25 m, maka sebaiknya tidak


digunakan bentuk S-C-S, tetapi digunakan lengkung S-S.

c. Lengkung Spiral – Spiral ( S–S )


Adalah lengkung yang terdiri dari 2 (dua) lengkung peralihan, tanpa busur lingkaran
sehingga titik SC berimpit dengan titik CS. Rc yang dipilih harus sedemikian rupa
sehingga Ls yang dibutuhkan lebih besar dari Ls yang menghasilkan landai relatif
minimum yang disyaratkan. Rumus-rumus yang digunakan sama dengan pada
perhitungan untuk Lengkung S-C-S, kecuali :

Laporan Antara 7- 8
PERENCANAAN TEKNIS BERKALA JALAN & JEMBATAN WILAYAH TIMIKA

Kontrol yang digunakan terhadap lengkung peralihan adalah :

1. Berdasarkan landai relatif menurut metoda Bina Marga,


dengan nilai kelandaian adalah :

Tabel Panjang Kelandaian Menurut Kecepatan

VR
20 30 40 50 60 80
(km/jam)

m 50 75 100 115 125 150


Sumber : RSNI No. T-14-2004, Geometri Jalan Perkotaan

Rumus :

2. Berdasarkan panjang perjalanan selama 3 detik, yaitu :


Ls ≥ 3 x 60 x 1000 / 3600 = 50 m

Gambar : Tipikal Tikungan S-S

7.2.6. Alinyemen Vertikal


Alinyemen vertikal adalah perencanaan elevasi sumbu jalan pada setiap titik yang
ditinjau dalam bentuk profil memanjang, yang terdiri dari garis-garis lurus dan
garis-garis lengkung. Alinyemen vertikal merupakan penggambaran jalan tentang

Laporan Antara 7- 9
PERENCANAAN TEKNIS BERKALA JALAN & JEMBATAN WILAYAH TIMIKA

variasi kelandaian. Perbedaan kelandaian jalan dalam derajat tertentu sangat


berpengaruh terhadap arus lalu lintas yang ada.
Tujuan dari pengukuran alinyemen vertikal adalah untuk mengetahui derajat
perubahan kelandaian dari setiap ruas yang terjadi.
Untuk mendapatkan data-data alinyemen vertikal dilakukan pengukuran elevasi
trase jalan. Selanjutnya data elevasi trase jalan akan dianalisa untuk
mendapatkan besarnya perubahan kelandaian pada setiap ruas.
Pada perencanaan alinyemen vertikal akan ditemui kelandaian positif (tanjakan),
kelandaian sama dengan nol (datar) dan kelandaian negatif (turunan) dimana
kelandaian dinyatakan dalam persen, sehingga kombinasinya berupa lengkung
cembung dan lengkung cekung.
Landai jalan diberi tanda positif untuk pendakian dari kiri ke kanan, dan landai
negatif untuk penurunan dari kiri. Pendakian dan penurunan memberi efek yang
berarti terhadap gerak kendaraan.
Kelandaian :
Untuk menghitung dan merencanakan lengkung vertikal, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan yaitu :
1. Kelandaian Minimum
Berdasarkan kepentingan arus lalu lintas, landai ideal adalah landai datar
(0%). Sebaliknya ditinjau dari kepentingan drainase jalan, jalan yang
berlandai adalah jalan yang ideal.
2. Kelandaian Maksimum
Berdasarkan Kerangka Acuan Kerja landai maksimum adalah 15%.
Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan
penuh mampu bergerak dengan kecepatan tidak kurang dari separuh
kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah.
3. Panjang Kritis Suatu Kelandaian
Merupakan panjang maksimum landai yang masih dapat diterima tanpa
mengakibatkan gangguan yang berarti pada jalannya arus lalu lintas. Lama
panjang kritis tidak lebih dari satu menit.

Laporan Antara 7- 10
PERENCANAAN TEKNIS BERKALA JALAN & JEMBATAN WILAYAH TIMIKA

Nilai panjang kritis berdasarkan kelandaian adalah sebagai berikut :

Tabel : Panjang Kritis Berdasarkan Kelandaian


Landai (%) 3 4 5 6 7 8 10 12

Panjang
480 330 250 200 170 150 135 120
Kritis (m)
Sumber : RSNI No. T-14-2004, Geometri Jalan Perkotaan

Namun harga tersebut tidak mutlak, tergantung kepada biaya pembangunan yang
ada dengan ketentuan bahwa bagian jalan di atas landai kritis, di sampingnya harus
ditambahkan suatu lajur pendakian khusus untuk kendaraan-kendaraan yang berat.

7.2.7. Lengkung Vertikal


Lengkung vertikal merupakan tempat peralihan dari 2 (dua) kelandaian yang
berbentuk lengkung parabola sederhana. Lengkung vertikal direncanakan untuk
merubah secara bertahap perubahan dari dua macam kelandaian arah memanjang
jalan pada setiap lokasi yang diperlukan. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi
goncangan akibat perubahan kelandaian dan menyediakan jarak pandang henti
yang cukup untuk keamanan dan kenyamanan.
Lengkung vertikal terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu :
 Lengkung vertikal cekung
 Lengkung vertikal cembung

Tipikal lengkung vertikal ditunjukkan seperti gambar di bawah ini.

Laporan Antara 7- 11
PERENCANAAN TEKNIS BERKALA JALAN & JEMBATAN WILAYAH TIMIKA

Gambar : TipikalLengkung Vertikal Parabola

Bagian-bagian lengkung vertikal dihitung dengan rumus-rumus pendekatan, yang


merupakan persamaan parabola.

Rumus :

Dimana :
g1 : kelandaian tangen dari titik P (%),
g2 : kelandaian tangen dati titik Q (%),
Y : Perbedaan elevasi antara titik P dan titik yang ditinjau
pada Sta. (m),
X : Jarak dari titik P ke titik yang ditinjau Sta. (m)
Lv : Panjang lengkung vertikal parabola, yang merupakan
jarak proyeksi dari titik A dan titik Q (Sta.)
Ev : Pergerseran vertikal dari titik Pusat Perpotongan
Vertikal (PPV) ke bagian lengkung

 Lengkung Vertikal Cembung

Laporan Antara 7- 12
PERENCANAAN TEKNIS BERKALA JALAN & JEMBATAN WILAYAH TIMIKA

Lengkung vertikal cembung adalah lengkung dimana titik perpotongan antara


kedua tangen berada di atas permukaan jalan yang bersangkutan.
Pemilihan panjang lengkung vertikal cembung haruslah merupakan panjang
terpanjang yang dibutuhkan setelah mempertimbangkan jarak pandangan baik
jarak pandang henti maupun jarak pandang menyiap, persyaratan drainase dan
bentuk visual.
Pada lengkung vertikal cembung, ada batasan yang didasarkan pada jarak
pandang baik jarak pandang henti maupun jarak pandang menyiap. Adapun
batasan tersebut dapat dibedakan menjadi 2 keadaan, yaitu :
 Jarak pandang berada seluruhnya dalam daerah lengkung ( S  Lv )
 Jarak pandang berada di luar dan di dalam daerah lengkung ( S  Lv )
Dalam perencanaan pekerjaan Paket ini, digunakan jarak pandang henti dan
mendahului menurut RSNI No. T-14-2004 seperti terlihat di bawah ini:

Tabel : Jarak Pandang Henti dan Mendahului


Untuk h1 (m) h2 (m)

Jarak Pandang Tinggi Mata Tinggi Obyek

Henti ( Sh ) 1.05 0.15

Mendahului ( Sd ) 1.05 1.05

Sumber : RSNI No. T-14-2004, Geometri Jalan Perkotaan

Rumus-rumus yang digunakan adalah :


Panjang Lv berdasarkan jarak pandang henti (Sh), yaitu :

Sh < Lv

maka
Sh > Lv

maka

Laporan Antara 7- 13
PERENCANAAN TEKNIS BERKALA JALAN & JEMBATAN WILAYAH TIMIKA

Panjang Lv berdasarkan jarak pandang mendahului (Sd), yaitu :

Sd < Lv

maka
Sd > Lv

maka

 Lengkung Vertikal Cekung

Lengkung vertikal cekung adalah lengkung dimana titik perpotongan antara


kedua tangen berada di bawah permukaan jalan.
Pemilihan panjang lengkung vertikal cekung harus merupakan panjang
terpanjang yang dibutuhkan setelah mempertimbangkan jarak penyinaran lampu
depan kendaraan di malam hari, penampilan secara umum dan kenyamanan
pengemudi.

Rumus-rumus yang digunakan adalah :


a. Panjang Lv berdasarkan jarak pandangan akibat penyinaran lampu depan
Sh < Lv

maka
Sh > Lv

maka
b. Panjang Lv berdasarkan jarak pandangan bebas di bawah bangunan
Sd < Lv

maka
Sd > Lv

Laporan Antara 7- 14
PERENCANAAN TEKNIS BERKALA JALAN & JEMBATAN WILAYAH TIMIKA

maka
Adapun panjang lengkung vertikal cekung minimum yang digunakan untuk
kenyamanan pengemudi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan di
bawah ini.
Rumus :

Dimana :
A : Perbedaan aljabar landai (%) = g1 – g2
V : Kecepatan Rencana (km/jam)

7.2.8. Pemilihan Lengkung Horisontal


Dalam perancangan tikungan, dapat digunakan
tiga kriteria utama sebagal Dasar dan kontrol
perancangan.
Ketiga kriteria tersebut adalah panjang Tangens
(T) yang tersedia, panjang Offset (E) dan jari-jari
tikungan (R).
Proses Perancangan tikungan secara umum
adalah suatu proses iteratif Dengan penyesuaian
jari-jari, sehingga Diperoleh nilal T dan E yang
sesuai dengan keinginan, seperti dapat dilihat
Pada gambar berikut :

 Pemilihan Jenis Lengkung

Laporan Antara 7- 15
PERENCANAAN TEKNIS BERKALA JALAN & JEMBATAN WILAYAH TIMIKA

Pada dasarnya dalam pemilihan


lengkung tidak ada ketentuan baku
tetapi demi keseragaman perancangan
maka Bina Marga menyarankan untuk
menggunakan spiral-circle-spiral
sebagai dasar perancangan dan sebagai
alur pemilihan lengkung yang
disarankan oleh bina marga adalah
sebagai berikut :
Dalam perencanaan geometrik jalan, dikenal dua macam tikungan gabungan,
yaitu :
 Tikungan gabungan searah, yaitu gabungan dua atau lebih
tikungan dengan arah putaran yang sama, tetapi dengan jari
jari yang dapat tidak sama
 Tikungan gabungan balik arah, yaitu gabungan dua tikungan
dengan arah putaran yang berbeda.
Penggunaan tikungan gabungan tergantung perbandingan R 1 dan R2, R1 : R2 >
2/3, tikungan gabungan searah harus dihindarkan R 1 : R2 < 2/3, tikungan
gabungan harus dilengkapi bagian lurus atau clothaoide sepanjang paling tidak
20 m. Setiap tikungan gabungan balik arah harus dilengkapi dengan bagian
lurus di antara kedua tikungan tersebut sepanjang paling tidak 20 meter.

Laporan Antara 7- 16
PERENCANAAN TEKNIS BERKALA JALAN & JEMBATAN WILAYAH TIMIKA

Laporan Antara 7- 17

Anda mungkin juga menyukai