Ijtihad Sebagai Sumber Ajaran Islam - Docx 2
Ijtihad Sebagai Sumber Ajaran Islam - Docx 2
Disusun Oleh:
Dosen Pengampu
MARALOTTUNG SIREGAR, M.Pd
Artikel ini membahas tentang pentingnya ijtihad untuk menemukan status hukum Islam
tentang masalah ketika al-Qur'an diam dan tidak memberikan penjelasan, sementara di
Sunnah juga tidak dapat ditemukan. Tapi seberapa jauh hal-hal itu dapat dimasukkan ke
dalam kerangka ijtihad. Selain itu dibahas juga tentang siapa yang berhak memiliki otoritas
sebagai mujtahid dimana persyaratan yang ditetapkan oleh para sarjana sebelumnya cukup
ketat. Oleh karena itu, muncul pertanyaan bahwa apakah masih memungkinkan pintu untuk
melakukan ijtihad terbuka sampai sekarang? Jika tidak, maka kepada siapa dan di mana umat
Islam akan menemukan jawaban status atas hukum suatu masalah yang kompleks dan terus
berkembang mengikuti perkembangan dan kemajuan zaman
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
1
Dari sisi metodologis hukum islam dapat dipahami sebagai hukum yang
bersumber dari Al-Qur’an dan sunnah nabi melalui proses penalaran atau ijtihad. Ia
diyakini sebagai hukum yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia dan bersifat
universal. Ruang gerak metodologi antara wahyu sebagai sumber hukum yang memuat
petunjuk-petunjuk global dan jedudukan ijtihad sebagai fungsi pengembangannya,
memungkinkan hukum islam memiliki sifat elastis dan akomodatif sehingga keyakinan
diatas tidaklah belebihan. Karakteristik hukum islam yang bersendikan wahyu dan
bersandarkan akal, menurut Anderson, merupakan ciri khas yang membedakan hukum
islam dari system hukum lainnya. Syariat islam yang disampaikan dalam Al-Qur’an dan
Al-Sunnah seccara komprehensif , memerlukan penelahaan dan pengkjian ilmiah yang
sungguh – sungguh serta berkesinambungan. Di dalam keduanya terdapat lafad yang
‘am-khash, muthlaq – muqayyad, nasikhmansukh, dan muhkam- mutasyabih, yang
masih memerlukan penjelasan. Sementara itu , nas Al-Qur’an dan sunah tekah berhenti,
padahal waaktu terus berjalan dengan sejumlah peristiwa dan persoalan yang datang silih
berganti (al-wahy qad intaha wal al waqa’I layantahi ). Oleh karena itu, diperlukan usaha
penyelesaiian secara sungguh-sungguh atas persoalan-persoalan yang tidak ditunjukan
secara tegas oleh nas itu. Ijtihad menjadi sangat penting.
1.2 Rumusan masalah
Apa yang dimaksud dengan ijtihad ?
Apa saja syarat-syarat seorang mujtahid ?
1.3 Tujuan penulisan
Memperluas wawasan tentang apa itu ijtihad.
Menuntut mahasiswa agar mampu mengaplikasikan ijtihad dalam kehidupan sehari-
hari.
Mengetahui syarat-syarat seorang mujtahid dan jenis-jenis ijtihad.
1
Desi Ariani, Ijtihad Sebagai Sumber Ajaran Islam
https://www.academia.edu/12897035/IJTIHAD_SEBAGAI_SUMBER_AJARAN_ISLAM Diakse Pada
Tanggal 23 Oktober 2023 Pada Jam 12:29 )
1.4 Metode dan teknik penulisan
Berbagai metode dan teknik penuisan dapat kita gunakan. Namun dalam hal ini
metode dan teknik penulisan yang kami gunakan dengan cara browsing internet dan
kajian buku.
2
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
2. Bidang Akidah
Pada zaman Ali ibn Abi Thalib timbul satu masalah: bagaimana kedudukan orang
yang berbuat dosa besar, apakah masih mukmin atau sudah kafir? Kaum Khawarij
berijtihad bahwa orang yang berbuat dosa besar itu keluar dari Islam, dan karena itu ia
adalah kafir. Kaum Murji’ah berijtihad bahwa ia masih mukmin. Sedangkan menurut
Kaum Mu’tazilah, ia tidak mukmin dan tidak pula kafir, tetapi muslim.
Dalam bidang akidah ini selanjutnya timbul masalah: apakah perbuatan
manusia itu ciptaan Tuhan atau ciptaan manusia itu sendiri? Mengenai masalah ini,
ijtihad kaum Muktazilah dan Maturidiah Samarkand sama: Perbuatan manusia terjadi
terjadi berkat kehendak dan daya yang diciptakan oleh Tuhan dalam diri manusia. Hal
ini bertentangan dengan ijtihad Asy’ari dan Bazdawi dari Maturidian Bukhara
:perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan. Menurut Asy’ari, manusia hanya
memperoleh perbuatan yang diciptakan oleh Tuhan/ al-kasb. Sedang menurut al-
Bazdawi, manusia hanya melakukan perbuatan yang diciptakan oleh Tuhan, dan
untuk ini ia menggunakan istilah maf’ul Tuhan dan fi’il manusia.
Mengenai sifat-sifat Tuhan dalam ajaran Al-Qur’an yang
menggambarkan bentuk jasmani, Asy’ari berijtihad bahwa ayat-ayat yang
berkenaan dengan sifat-sifat Tuhan itu harus diartikan secara harfiah; kursi Tuhan
harus diartika kursi pula, tetapi tidak sama dengan kursi manusia. Sedang menurut
ijtihad kaum Muktazilah ayat-ayat tersebut harus diambil arti tersiratnya, bukan arti
tersuratnya.Dengan demikian, kursi Tuhan berarti kekuasaan Tuhan.
Hasil ijtihad yang berbeda-beda dalam bidang akidah ini melahirkan 5 mazhab ilmu
kalam : Khawarij, Murji’ah, Muktazilah, Asy’ariyah, dan Maturudiah. Dan ajaran
masing-masing mazhab ini mengikat pengikut masing-masing.
3. Bidang Filsafat
Setelah terjadi kontak dengan filsafat Yunani, para ulama Islam mempelajari
pemikiran-pemikiran para filosof Barat. Karena Al-Qur’an tidak merinci tentang
penciptaan alam timbullah ijtihad di kalangan para filosof Islam tentang penciptaan
alam. Menurut al-farabi dan Ibn Sina, Tuhan menciptakan alam ini dari sesuatu yang
telah ada, bukan dari ketidakadaan, melalui pancaran (al-faid) dari Tuhan. Unsur ini
(pancaran) bersifat qadim karena ia diciptakan oleh Tuhan sejak qidam. Dengan
demikian, alam menurut ijtihad mereka adalah qadim ditinjau dari segi
unsurnya.Menciptakan sesuatu dari ketidakadaan menurut filsafat adalah
mustahil.Sedangkan menurut ijtihad al-Ghazali, Tuhan itu Maha Kuasa dan dapat saja
5
menciptakan alam ini dari ketiadaan, dan memang alam ini diciptakan oleh Tuhan
dari ketidakadaan, dan bukan melalui pancaran.Selanjutnya al-Ghazali mengatakan
bahwa karena unsur itu tidak qadim, maka alam pun bukan qadim, tetapi hadis (baru).
Adapun Ibn Rusyd memperkuat ijtihad golongan al-Farabi dengan mengutip dua ayat
Al-Qur’an ;” dan Ialah yang menciptakan langit dan bumi dalam 6 dan tahta-Nya
(pada waktu itu) berada di atas air (Hud, 11:7)dan ayat “Kemudian Iapun naik ke
langit sewaktu ia masih merupakan uap” (Hamim, 41:11)Ibn Rusyd berijtihad,
kedua ayat itu menjelaskan bahwa sebelum bumi dan langit diciptakan oleh
Tuhan, air dan uap itu telah ada. Dari kedua unsur inilah Tuhan menciptakan
alam.Kedua ayat di atas tidak mendukung pendapat al-Ghazali yang
menyatakan bahwa alam diciptakan dari ketidakadaan, dalam arti bahwa sebelum
bumi dan langit diciptakan tak ada sesuatupun selain Tuhan. (Desi Ariani, di akses 23
Oktober 2023)
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berpikir.”(Q.S Al-Rum (30):21).
Adapun sunnah yang menjadi dasar ijtihad di antarannya hadis ‘Amr bin al-‘Ash yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, dan Ahmad yang menyebutkan bahwa
Nabi Muhammad bersabda :
“Apabila seorang hakim menetapkan hukum dengan berijtihad,kemudian dia benar
maka ia mendapatkan dua pahala. Akan tetapi, jika ia menetapkan hukum dalam
ijtihad itu salah maka ia mendapatkan satu pahala” (Muslim,II,t.th:62)
6
2.3 Syarat-Syarat Mujtahid
Mujtahid ialah orang yang mampu melakukan ijtihad melalui cara istiinbath
(mengeluarkan hukum dari sumber hukum syariat) dan tathbiq (penerapan hukum).
Rukun ijtihad:
Al-waqi’, yaitu adanya kasus yang terjadi atau diduga akan terjadi yang tidak
diterangkan nas.
Mujtahid, ialah orang yang melakukan ijtihad yang mempunyai kemampuan
untuk berijtihad dengan syarat-syarat tertentu.
Mujtahid fih, ialah hukum-hukum syariah yang bersifat amali (takhlifi)
Dalil syara untuk menentukan suatu hukum bagi mujtahid fih (nadiyah syafari
al- umari, t.th:199-200)
Menurut Fakkhr Al-Din Muhammad bin Umar bin Al-Husain al-Razi (1988:496-7),
syarat-syarat mujtahid adalah:
Mukalaf, karena hanya mukalaflah yang mungkin dapat melakukan penetapan
hukum.
Mengetahui makna-makna lafad dan rahasianya.
Mengetahui keadaan mukhathab yang merupakan sebab pertama terjadinya
perintah atau larangan.
Mengetahui keadaan lafad; apakah memiliki qarinah atau tidak.
Menurut Abu Ishaq bin Musa al-Syatibi (1341 H: 90-1), syarat-syarat mujtahid ada
tiga.
Memahami tujuan-tujuan syara’ (maqashid al-syari’ah), yaitu dlaruriyyat yang
mencakup pemeliharaan agama (hifzh al-din), pemeliharaan jiwa (hifzh al-
nafs), pemeliharaan akal (hifzh al-aql), pemeliharaan keturunan (hifzh al-nasl), dan
pemeliharaan harta (hifzh al-mal);hajiyyat, dan tahsiniyyat.
Mampu melakukan penetapan hukum.
Memahami bahasa arab dan ilmu-ilmu yang berhubungan dengannya.
7
Berbeda degan syarat-syarat terdahulu, Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad al-
Syaukani menyodorkan syarat-syarat mujtahid sebagai berikut :
Mengetahui Al-Qur’an dan al-Sunnah yang bertalian dengan masalah-masalah
hukum.Jumlah ayat-ayat hukum di dalam Al-Qur’an sekitar 500 ayat.
Mengetahui ijmak sehingga tidak berfatwa atu berpendapat yang menyalahi
ijmak ulama.
Mengetahui bahasa Arab karena Al-Qur’an dan al-sunnah disusun dalam
bahasa Arab.
Mengetahui ilmu Ushul Fiqh. Ilmu ini merupakan ilmu terpenting bagi
mujtahid karena membahas dasar-dasar serta hal-hal yang berkaitan dengan
ijtihad.
Dengan demikian, syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid itu
cukup banyak.Maka menurut Muhaimin dkk, sesuai dengan syarat-syarat yang
dimilikinya, mujtahid itu terbagi menjadi beberapa tingkatan.Tingkatan-tingkatan itu
adalah mujtahid muthlaq danmujtahid madzhab. Mujtahid Muthlaq ialah mujtahid
yang mampu menggali hukum-hukum agama dari sumbernya. Di samping itu, ia pun
mampu menerapkan dasar-dasar pokok sebagai landasan ijtihad. Mujtahid mutlaq
terbagai menjadi dua tingkatan. Pertama, mujtahid muthlaq mustaqil, yaitu mujtahid
yang dalam ijtihadnya menggunakan metode dan dasar-dasar yang ia susun sendiri. Ia
tidak taklid kepada mujtahid lainnya, dan bahkan metode dan dasar-dasar yang ia susun
menjadi mazhab tersendiri. Yang termasuk mazhab ini, umpamanya, empat tokoh
mazhab fiqh terkenal seperti Abu Hanifah, Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam
Hambali.Kedua, mujtahid muthlaq muntasib, yaitu mujtahid yang telah mencapai
derajat muthlaq mustaqil tetapi ia tidak menyusun metode sendiri. Mujtahid kelompok
ini tidak taklid kepada imamnya tanpa dalil dan keterangan, ia menggunakan
keterangan imamnya untuk meneliti dalil-dalil dan sumber-sumber pengambilannya.
Contohnya, Al-Mujani dari mazhab Syafi’i dan Al-Hasan bin Ziyad dari mazhab
Hanafi. Mujtahid Fi Al-Mazhab ialah mujtahid yang mampu mengeluarkan hukum-
hukum agama yang tidak dan atau belum dikeluarkan oleh mazhabnya dengan cara
menggunakan metode yang telah disusun oleh mazhabnya itu. Contohnya, Abu Ja’far
Al-Thahtawi dalam mazhab Hanafi. Kelompok mujtahid ini terbagi dua :
Mujtahid takhrij.
Mujtahid tarjih atau bisa disebut dengan mujtahid fatwa.
8
2.4 Fungsi Ijtihad
Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal
dalam kehidupan manusia diatur secara detail oleh Al Quran maupun Al Hadist.Selain
itu ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran dengan kehidupan modern.
Sehingga setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-
aturanturunan dalam melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-
hari. Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau
di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang
dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al
Hadist.Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang
ada sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau Al Hadits itu.Namun jika persoalan
tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al
Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam memerlukan ketetapan
Ijtihad.Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham Al
Quran dan Al Hadist.
9
Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan titik
persamaan di antara keduanya.Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif
lainnya, melalui suatu persamaan di antaranya.
Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam [Al-Qur'an]
atau [Hadis] dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab (iladh).
Menetapkan sesuatu hukum terhadap sesuatu hal yang belum di terangkan oleh al-
qur'an dan hadist
Istihsân
Beberapa definisi Istihsân
Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fikih), hanya karena dia merasa
hal itu adalah benar.
Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa diekspresikan secara lisan
olehnya
Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahat orang
banyak.
Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan.
Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap perkara yang ada
sebelumnya...
Maslahah murshalah
Adalah tindakan memutuskan masalah yang tidak ada naskhnya dengan pertimbangan
kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat dan
menghindari kemudharatan.
Sududz Dzariah
Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi
kepentinagn umat.
Istishab
Adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa
mengubahnya.
Urf
Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan
masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-
aturan prinsipal dalam Alquran dan Hadis.
10
11
11
BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Ijtihad secara harfiah adalah usaha keras. Dalam terminology hukum islam itu berarti
berusaha sekeras-kerasnya untuk membentuk penilaian yang bebas tentang sesuatu
masalah hukum.
Mujtahid adalah orang muslim dewasa yang berakal sehat yang mempunyai kapabilitas
& kopetensi untuk menghasilkan hukum-hukum dari sumber-sumbernya.
Ijma' artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu
hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara
yang terjadi.Qiyas adalah menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada
cabangnya, berdasarkan titik persamaan di antara keduanya.Istihsan adalah
argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa diekspresikan secara lisan
olehnya.
DAFTAR PUSTAKA
12