Anda di halaman 1dari 3

EPISTAKSIS

Serang kakek, umur 61 tahun, datang ke ruang gawat darurat dengan epistaksis hidung kiri yang
terjadi terus menerus selama 1 jam. Dia menaksir telah kehilangan darah sebanyak ½ cangkir dan
mengatakan tidak ada riwayat obstruksi hidung, epistaksis, trauma, diatesis perdarahan, atau
mudah memar. Pasien mempunyai riwayat hipertensi, riwayat pengobatan yang meliputi atenolol
dan aspirin. Bagaimana seharusnya pasien ini dievaluasi dan di terapi?
Problem klinik
Epistaksis diperkirakan terjadi pada 60% dari total populasi manusia diseluruh dunia selama
hidup mereka, dan kira-kira 6% dari pasien pendarahan hidung tersebut mencari pengobatan.
Prevalensinya meningkat untuk anak-anak usia kurang dari 10 tahun dan kemudian kambuh lagi
setelah berumur 35 tahun.

Anatomi
Lebih dari 90% dari kasus epistaksis terjadi sepanjang septum nasal anterior pada daerah yang
dinamakan area kisselbach. Vaskularisasinya mendapat suplai dari arteri karotis eksterna melalui
labium superior cabang dari arteri facialis dan cabang terminal dari arteri sphenopalatina dan dari
arteri carotis interna melewati arteri ethmoidal anterior dan posterior. Kira-kira 10% dari
pendarahan hidung terjadi di posterior, sepanjang septum nasal atau dinding lateral nasal. Darah
disuplai ke area ini dari arteri carotis eksterna melewati cabang sphenopalatina dari arteri
maksilaris eksterna. Pendarahan hidung posterior lebih banyak terjadi pada pasien yang lebih
tua; dalam sebuah laporan retrospektif, usia rata-rata pasien dengan epistaksis posterior adalah
64 tahun.
Kasus dan kondisi yang berhubungan
Keadaan lokal dan sistemik memberikan kontribusi terjadinya epistaksis. Yang paling sering
adalah dipicu sendiri dengan tangan, khususnya pada anak-anak. Trauma mukosa dari obat
hidung topikal, seperti kortikosteroid atau antihistamin, mungkin mengakibatkan epistaksis
minimal pada 17-20% dari pasien yang menggunakan produk tersebut. Insiden dari epistaksis
muncul lebih rendah jika pasien langsung menyemprotkan ke arah lateral untuk meminimalkan
efek pengobatan ini pada septum. Pelarangan penggunaan obat hidung mungkin juga karena
epistaksis. Profound Epistaksis mungkin akibat dari trauma pada tulang atau septum nasal.
Dehumidification mukosa nasal mungkin mendasari peningkatan insiden epistaksis yang tercatat
selama musim dingin. Faktor lain yang berhubungan dengan epistaksis termasuk perforasi
septum, dimana biasanya menyebabkan mukosa kering, rhinosinusitis viral dan bakteri, dan
neoplasma.
Kondisi sistemik yang terkait dengan koagulopati mungkin juga dipertimbangkan pada pasien
dengan epistaksis. Dalam sebuah studi retrospektif, 45% dari pasien rumah sakit untuk epistaksis
mempunyai gangguan sistemik yang memiliki kontribusi potensial untuk pendarahan hidung,
termasuk gangguan genetik seperti hemophilia dan koagulopati didapat yang berhubungan
dengan penyakit liver atau renal, menggunakan pengobatan antikoagulasi, atau kanker darah.
Aspirin dosis rendah menimbulkan peningkatan risiko epistaksis; dalam uji coba aspirin dosis
rendah yang diberikan untuk profilaksis kardiovaskuler pada wanita, dilaporkan tingkat kejadian
epistaksis untuk aspirin dan plasebo masing-masing adalah 19,1% dan 16,7%, selama periode 10
tahun. Terapi alternatif, seperti menelan bawang putih, ginkgo, atau gingseng, mungkin juga
memberikan kontribusi untuk koagulopati sistemik sedang yang mengakibatkan epistaksis.
Hipertensi mungkin berkontribusi terjadinya epistaksis, tetapi teori ini kontroversial. Sebuah
studi cross-seksional, studi berdasarkan populasi menunjukkan tidak ada hubungan antara
epistaksis dan hipertensi. Dalam sebuah studi prospektif pasien dengan hipertensi yang
mempunyai epistaksis, insiden epistaksis tidak tergantung pada keparahan dari hipertensi. Dalam
populasi ini, tekanan darah yang diukur pada saat epistaksis sama dengan tekanan yang diukur
setiap saat. Dalam penelitian yang berbeda dilaporkan bahwa peningkatan tekanan darah terjadi
pada pasien epistaksis. Ketika onset epistaksis mendadak terjadi, hal ini menjadikan sulit menilai
apakah hipertensi adalah penyebabnya, karena banyak pasien dengan perdarahan yang aktif
mempunyai kecemasan yang memicu peningkatan tekanan darah. Talangiektasis hemorraghic
heriditer adalah gangguan dgenetik lainnya yang mengakibatkan hidung berdarah.

STRATEGI DAN BUKTI


Evaluasi pada beberapa pasien dengan epistaksis harus dimulai dengan mengamankan jalan
nafas dan menstabilkan hemodinamik. Dibalik bentuknya yang menakutkan, kebanyakan
perdarahan hidung tidak mengancam nyawa. Seluruh riwayat epistaksis harus dicatat, dengan
penekanan pada bagian yang terkena, durasi, frekwensi, dan keparahan; faktor yang berperan
atau faktor yang memicu dan riwayat gangguan perdarahan pada keluarga.
Pemeriksaan fisik harus terfokus pada sumber pendarahan apakah terjadi pada cavum anterior
atau posterir nasal. Obat anestesi semprot topikal dan vasokonstriktor, seperti kombinasi lidokain
atau pantokain dengan phenilephrin atau oxymetazoline, mungkin dibutuhkan untuk mengontrol
pendarahan pada saat pemeriksaan. Obat semprot tersebut dapat digunakan secara bergantian
atau dicampur dan digunakan bersamaan. Sebagai tambahan, dapat dunakan pula semprot
topikal, atraumatik, aplikasi topikal untuk anestesi dan vasokonstriktor pada kapas. Pengalaman
klinik membuktikan bahwa pendekatan ini selalu memperlambat atau menghentikan perdarahan
dan dapat digunakan untuk membuang bekuan dengan lembut, hal ini membuat pasien lebih
nyaman selama pemeriksaan yang menyeluruh. Pada pasien dengan pendarahan posterior yang
signifikan, injeksi transpalatal arteri sphenopalatina dapat digunakan. Hal itu dapat dilakukan
dengan membengkokkan sebuah jarum ukuran 25G sepanjang 2,5cm dan masukkan jarum
melalui penurunan foramen palatine hanya tengah sampai atas molar kedua. Setelah diaspirasi
untuk memastikan jarum tidak masuk ke pembuluh darah, 1,5 sampai 2 ml dari lidokain dengan
epinephrine pada pengenceran 1:100 dapat disuntikkan dengan pelan. Pada saat pendarahan
melambat, bekuan darah dicavum nasal dapat disedot sehingga asal pendarahan dapat dievaluasi.
Untuk pasien dengan perdarahan yang parah, penghitungan darah lengkap dapat dilakukan,
sebagai pencatatan dan skreening bila dibutuhkan transfusi darah. Kebanyakan pasien dengan
epistaksis ringan hingga sedang tidak membutuhkan transfusi dan pemeriksaan koagulasi
umumnya tidak dibutuhkan. Studi laboratorium mungkin diperlukan pada pasien tertentu,
sebagai contohnya, pada pasien yang menggunakan warfarin, test mungkin dibutuhkan untuk
menentukan apakah sudah tepat pada level anticoagulan atau supra therapeutik, dan pada pasien
dengan gangguan sistemik dapat memicu koagulopati, test untuk fungsi hepar atau renal
mungkin dibutuhkan. Bahkan ketika test dilakukan secara selektif, hasilnya dalah normal pada
hampir 80% pasien.
Rekurren Epistaksis unilateral yang tidak berespon pada penanganan dengan tindakan-tindakan
sederhana harus dicurigai kearah keganasan. Hampir semua pasien dengan benigh atau malignant
sinus nasal neoplasma datang dengan gejala perdarahan unilateral (atau setidaknya asimetris),
kadang termasuk juga obstruksi nasal, rhinorrhea, nyeri wajah, atau terdapat neuropati kranial
seperti baal pada muka atau penglihatan ganda. Beberapa epistaksis unilateral rekuren
membutuhkan pemeriksaan radiografi seperti CT scan, MRI, dan endoskopi untuk
menyingkirkan kondisi yang gawat.

PILIHAN TERAPI
Perdarahan hidung anterior kebanyakan bisa hilang dengan sendirinya dan tidak membutuhkan
penanganan medis. Hal itu dapat diatasi dengan menekan ujung hidung selama 15 menit.

Anda mungkin juga menyukai