Anda di halaman 1dari 6

CASE METHODE

“ SEJARAH SENI TARI DAN SENI PERTUNJUKAN “


Dosen pengampu: Dra.Rr.Ruth Hertami Dyah, M.Si.,Ph.D

DISUSUN OLEH:
Roman Nia Cahaya Br Purba (2233141036)/C

PRODI PENDIDIKAN TARI


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN TA 2023/2024
Sejarah dan Makna Filosofi Seni Tari Karo

Bagi masyarakat Karo, dikenal istilah uga gendangna bage endekna, yang artinya bagaimana
musiknya, harus demikian juga gerakannya (endek). Endek diartikan disini tidak sebagai gerakan
menyeluruh dari anggota badan sebagai sebagaimana tarian pada umumnya, tetapi lebih
ditekankan kepada gerakan kaki saja. Oleh sebab itu endek tidak dapat disamakan sebagai tari,
meskipun unsur tarian itu ada disana. Hal ini disebabkan konsep budaya itu sendiri yang
memberi makna yang tidak dapat diterjemahkan langsung kata per kata. Karena konsep tari itu
sendiri mempunyai perbedaan konsep seperti konsep tari yang dalam berbagai kebudayaan
lainnya. Konsep endek harus dilihat dari kebudayaan karo itu sendiri sebagai pemilik kosa kata
tersebut.

Konsep-konsep seperti ini juga dapat kita lihat pada istilah musik bagi masyarakat Karo. Pada
masyarakat Karo tidak dikenal istilah musik, dan tidak ada kosa kata musik, tetapi dalam tradisi
musik kita mengenal istilah gendang yang terkait dengan berbagai hal dalam ‘musik’ atau
bahkan dapat diterjemahkan juga sebagai musik. Bagi masyarakat Karo gendang bermakna
jamak, setidaknya gendang mempunyai lima makna,

(1) gendang sebagai ensambel musik, misalnya gendang lima sedalanen, gendang telu sedalanen
dan sebagainya;

(2) gendang sebagai repertoar atau kumpulan beberapa buah komposisi tradisional, misalnya
gendang perang-perang, gendang guru dan sebagainya;

(3) gendang sebagai nama lagu atau judul lagu secara tradisional, misalnya gendang simalungen
rayat, gendang odak-odak, gendang patam-patam (yang juga terkadang sebagai cak-cak atau
style) dan sebagainya;

(4) gendang sebagai instrument musik, misalnya gendang indung, gendang anak; dan

(5) gendang sebagai upacara, misalnya gendang guro-guro aron, dan sebagainya. Konsep seperti
ini juga berlaku bagi tarian.

Endek dapat diartikan sebagai gerakan dasar, yaitu gerakan kaki yang sesuai dengan musik
pengiring (accompaniment) atau musik yang dikonsepkan pada diri sipenari sendiri, karena ada
kalanya juga gerakan-gerakan tertentu dapat dikategorikan sebagai tarian, namun tidak
mempunyai musik pengiring. Kegiatan menari itu sendiri disebut dengan landek, namun untuk
nama tari jarang sekali dipakai kata landek, jarang sekali kita pernah mendengar untuk
menyebutkan landek roti manis untuk tari roti manis atau tarian lainnya. Malah lebih sering kita
dengar dengan menggunakan istilah yang diadaptasi dari bahasa Indonesia yaitu ‘tari’, contohnya
tidak menyebut Landek Lima Serangke, tapi Tari Lima Serangke. Landek langsung terkait
dengan kagiatan, bukan sebagai nama sebuah tarian.
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam tari karo, yaitu endek (gerakan naik turun kaki), jole
atau jemole, yaitu goyangan badan, dan tan lempir, yaitu tangan yang gemulai, lembut. Namun
disamping itu bagaimana ketiga unsur tersebut dapat diwujudkan dalam gerakan-gerakan tari,
terkait dengan musik pengiring itu sendiri dan dalam konteks tarian itu sendiri, misalnya dalam
tarian adat, muda-mudi, khusus, dan sebagainya.

Gerakan dasar tarian Karo dibagi atas beberapa style yang dalam bahasa Karo disebut dengan
cak-cak. Ada beberapa cak-cak yang dikenal pada musik Karo, yang terkait dengan gaya dan
tempo sekaligus, yaitu yang dimulai dari cak-cak yang sangat lambat sampai kepada cak-cak
yang relative cepat, yaitu antara lain yang lazim dikenal adalah:

cak-cak simalungen rayat, dengan tempo lebih kurang 60 – 66 jika kita konversi dalam skala
Metronome Maelzel. Apabila kita buat hitungan berdasarkan ketukan dasar (beat), maka cak-cak
ini dapat kita kategorikan sebagai cak-cak bermeter delapan. Artinya pukulan gung dan
penganak (small gong) sebagai pembawa ketukan dasar diulang-ulang dalam hitungan delapan;

cak-cak mari-mari, yang merupakan cak-cak yang lebih cepat dari cak-cak simalungen rayat.
Temponya lebih kurang 70 hingga 80 per menit;

cak-cak odak-odak, yang merupakan cak-cak yang temponya lebih kurang 90 – 98 per menit
dalam skala Maelzel.

cak-cak patam-patam, merupakan cak-cak kelipatan bunyi ketukan dasar dari cak-cak odak-odak,
dan temponya biasanya lebih dipercepat sedikit antara 98 sampai 105. Endek kaki dalam cak-cak
ini merupakan kelipatan endek dari cak-cak odak-odak.

cak-cak gendang seluk, yaitu cak-cak yang sifatnya progressif, semakin lama semakin cepat,
yang biasanya dimulai dari cak-cak patam-patam. Jika dikonversi dalam skala metronome
Maelzel, kecepatannya bias mencapai 160-an, dan cak-cak silengguri, biasanya cak-cak ini
paling cepat, karena cak-cak ini dipakai untuk mengiringi orang yang intrance atau seluk
(kesurupan).

Sejarah dan Makna Filosofi

Berbicara tentang sejarah seni tari Karo, maka kita akan dihadapkan pada kajian folklore, karena
tidak ada tanggal-tanggal yang pasti diketahui kapan munculnya tarian Karo. Tetapi pada
umumnya tari yang unsur dasarnya adalah gerak dapat kita temui dalam ritus-ritus dan upacara-
upacara tradisional yang ada pada masyarakat Karo. Dengan demikian makna dari setiap
gerakan-gerakan mempunyai makna dan filosofi tergantung jenis tarinya. Meskipun demikian
ada beberapa hal yang terkait dengan tari karo, misalnya gerakan tangan yang lempir, pandangan
mata, endek nahe, b ukan buta-buta. Disamping itu juga makna gerakan-gerakan tangan juga
mempunyai makna tersendiri.

Ada beberapa makna dari gerakan tari Karo berupa perlambangan, yaitu:
gerak tangan kiri naik, gerak tangan kanan ke bawah melambangkan tengah rukur, yaitu
maknanya selalu menimbang segala sesuatunya dalam bertindak;

Gerakan tangan kanan ke atas, gerakan tangan kiri ke bawah melambangkan sisampat-sampaten,
yang artinya saling tolong menolong dan saling membantu;

gerakan tangan kiri ke kanan ke depan melambangkan ise pe la banci ndeher adi langa si oraten,
yang artinya siapa pun tidak boleh dekat kalau belum mengetahui hubungan kekerabatan,
ataupun tidak kenal maka tidak saying;

gerakan tangan memutar dan mengepal melambangkan perarihen enteguh, yang artinya
mengutamakan persatuan, kesatuan, dan musyawarah untuk mencapai mufakat; gerakan tangan
ke atas, melambangkan ise pe labanci ndeher, artinya siapapun tidak bias mendekat dan berbuat
sembarangan;

gerakan tangan sampai kepala dan membentuk seperti burung merak, melambangkan beren
rukur, yang maknanya menimbang sebelum memutuskan, piker dahulu pendapatan, sesal
kemudian tiada berguna;

gerak tangan kanan dan kiri sampai bahu, melambangkan baban simberat ras menahang ras
ibaba, yang bermakna ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Artinya mampu berbuat mampu
bertanggung jawab dan serasa sepenanggunan gerakan tangan dipinggang melambangkan penuh
tanggung jawab;

dan gerakan tangan kiri dan tangan kanan ke tengah posisi badan berdiri melambangkan ise per
eh adi enggo ertutur ialo-alo alu mehuli, artinya siapapun yang dating jika sudah berkenalan dan
mengetahui hubungan kekerabatan diterima dengan baik sebagai keluarga (kade-kade).
TARI LIMA SERANGKAI

Tari Lima Serangkai adalah tari tradisional Suku Karo dari Sumatera Utara yang diperkirakan
sudah ada sejak tahun 1956, merupakan jenis tari yang bersifat hiburan dan biasanya ditampilkan
pada kegiatan Gendang Guro-guro Aron. Dalam pelaksanaanya tarian ini diiringi dengan
Gendang Karo dan dipadukan dari lima jenis tari, yaitu tari Morah-morah, tari Perakut, Tari Cipa
Jok, Tari Patam-patam Lance, dan Tari Kabang Kiung.

sejarah
Pada zaman dahulu, Tari Lima Serangkai adalah salah satu tari tradisional Suku Karo yang diperkirakan
sudah ada sejak tahun 1956. Tarian ini merupakan tari yang bersifat hiburan dan biasanya ditampilkan
pada kegiatan Kerja Tahun/Merdang Merdem (pesta tahunan) dan Gendang Guro-guro Aron. Guro-guro
artinya senda gurau atau bermain, bisa juga bermaknakan pesta hiburan, sedangkan Aron artinya muda-
mudi (usia tidak dibatasi) yang dilakukan dalam satu kelompok kerja berbentuk arisan untuk
mengerjakan ladang/kebun.

MAKNA DAN FUNGSI

tari Lima Serangkai ini bertemakan pergaulan. Pergaulan yang dimaksud adalah muda mudi Karo, yakni
pertemuan ramah tamah sepasang insan manusia yang berkenalan secara adat Karo (ertutur), kemudian
secara tutur muda mudi ini dapat berteman dekat (berpacaran) dan akhirnya mereka menjalin
hubungan kasih hingga sampai ke jenjang pernikahan. Tari Lima Serangkai ini dilakukan oleh sepasang
muda-mudi yang usianya tidak dibatasi tetapi belum menikah. Biasanya penari dalam satu kelompok
merupakan siswa-siswi yang tergabung dalam satu sanggar tari

ciri khas
Tari Lima Serangkai merupakan satu tarian yang diiringi lima gendang yaitu gendang morah-
morah, gendang perakut, gendang patam-patam sereng, gendang sipajok dan gendang
kabangkiung, yang menghasilkan komposisi pola gerak tari dan gerak tersebut memiliki nilai-
nilai estetis dalam penyajiannya. Tari dalam bahasa Karo disebut “Landek.” Pola dasar tari Karo
adalah posisi tubuh, gerakan tangan, gerakan naik turun lutut (endek) disesuaikan dengan tempo
gendang dan gerak kaki. Pola dasar tarian itu ditambah dengan variasi tertentu sehinggga tarian
tersebut menarik dan indah

1. Gerakan Tari Lima Serangkai

Keindahan dalam suatu tarian tidak terlepas dari gerakan dan unsur pembentuk, maka unsur
gerakan pembentuk Tari Lima Serangkai ada 3 yaitu:

 Gerak Endek (Gerak naik turun)


 Gerak Jole (Gerak goyang badan)
 Gerak Lampir Tan (Gerak kelentikan jari)

Anda mungkin juga menyukai