Anda di halaman 1dari 5

Materi tentang manusia

manusia adalah “tubuh yang dilengkapi dengan jiwa /


berjiwa” dan bukan “jiwa abadi yang berada atau pun yang
terbungkus di dalam sebuah tubuh / badan yang fana /
tidak nyata”. Menurut Sokrates, pengertian manusia adalah
makhluk hidup yang memiliki dua kaki, yang tidak berbulu,
dan memiliki kuku datar berukuran lebar.
Materi tentang agama
Agama adalah sistem kepercayaan yang dipercayai oleh
umat manusia. Agama harus memiliki Tuhan untuk
disembah, harus mempunyai nabi/rosul, harus mempunyai
kitab suci. Agama dibagi memjadi 2 yaitu: Agama Samawi
adalah agama yang diturunkan dari langit, dari Allah melalui
perantara nabi/rosul
Hubungan antara manusia dengan agama Pada dasarnya manusia adalah makhluk yg
dibekali
ruh dan jasmani (yg berasal dari tanah), dan
dilengkapi potensi akal, hati dan jasad yg merupakan
suatu kelebihan yg Allah berikan dibanding makhluk
lain. Karenanya Islam mengatur seluruh hidup
manusia dan memandang manusia dari berbagai
dimensi secara komprehensif. Manusia selain diberi
kebebasan, juga diberi tanggung jawab sebagai
hamba dan khalifah.
Sebagai makhluk, manusia diciptakan untuk
melakukan berbagai aktifitas salah satunya aktifitas
kehalifahan yang harus bermuara dalam bentuk
pengabdian kepada Allah, dengan demikian manusia
adalah makhluk yang bercorak theosentris, bukan
bercorak anthroposentris atau homosentris tetapi
bercorak homo islamicus.

Hukum Islam sebagai salah satu sistem hukum yang juga berlaku di Indonesia di samping
sistem hukum lainnya (Sistem Hukum Adat dan Sistem Hukum Barat/Eropa) pada dasarnya
kedudukannya adalah sama. Ketiga sistem hukum tersebut adalah relevan dengan
kebutuhan masyarakat. Oleh karma itu diperguruan tinggi, hukum Islam merupakan salh
satu unsur yang mutlak untuk kelengkapan pengajaran ilmu hukum agar mahasiswa hukum
mempunyai pemahaman yang memadai tentang aspek-aspek hukum islam yang hidup
dalam masyarakat serta merupakan pematapan pemahaman dan pengamalan ilmu bagi
para alumninya.

Mura P. Hutagalung, (1985 : 140-141), menyebutkan, bahwa sekurang-kurang ada tiga alas
an mengapa mata kuliah ini menjadi sesuatu yang mutlak dipelajari dan dicantumkan dalam
kurikulum Fakultas hukum, yaitu:
1. Alasan sosiologis, alas an berdasarkan kemasyarakatan, yakni bahwa mayoritas
rakyat Indosia adalah beragama islam. Oleh karena itu para mahasiswa hukum
sebagai calon-calon penegak hukum, perlu dibekali dengan pengetahuan dasar
tentang hukum islam sebagai hukum yang hidup dalam masyarakat, agar supaya
manakala mereka terjun di tengah masyarakat dalam rangka pelaksanaan tugas
sebagai penegak hukum, diharapkan dapat memeberikan keputusan yang adil
sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat dimana mereka hidup bersama-sama
2. Alasan Historis, alasan berdasarkan sejarah. Ditinjau dari segi sejarahnya, ternyata
hukum islam menjadi suatu cabang ilmu hukum yang telah diajarkan sejak jaman
penjajahab Belanda pada Perguruan Tinggi Hukum/Rechtshogeschool di Batavia
(nama Jakarta pada masa lampau) dengan nama Islamologi atau
Momammedansche Recht.
3. Alasan Yuridis, alas an berdasarkan hukum. Dari sgi Yuridis, Hukum Islam telah
lama dipraktekkan oleh masyarakat Islam Indonesia terutama di daerah-daerah yang
penduduknya sangat berpegang teguh pada ajaran Islam seperti di Aceh,
Minangkabau dan daerah-daerah lainnya.

1) Untuk menjawab pertanyaan ini Anda diperkenankan untuk membuat


kriteria-kriteria alasan yang akan digunakan. Pada umumnya kriteria
dimaksud terdiri dari alasan secara historis, demografi, yuridis,
konstitusional, ilmiah. Anda cukup mengemukakan secara ringkas dan
apabila perlu dapat memberikan contoh-contoh:
a. Alasan historis, yakni dengan melihat sejarah pendidikan hukum di
Indonesia yang dimulai sejak zaman kolonial. Pada zaman itu,
mengenal mata kuliah Mohammadansch Recht yang kini dikenal
dengan Hukum Islam.
b. Alasan demografi, yakni fakta bahwa Indonesia merupakan negara
dengan penduduk muslim terbesar di dunia.
c. Alasan yuridis, yakni dengan membedakan secara normatif dan
formal yuridis. Secara normatif mengkaitkan berlakunya hukum
Islam sangat tergantung pada keimanan seorang muslim, sementara
di ranah formal yuridis materi muatan hukum Islam sebagian
dijadikan sebagai materi dalam peraturan perundang-undangan atau
setidaknya berlakunya hukum Islam ditunjuk oleh peraturan
perundang-undangan. Contoh: berlakunya Undang-Undang
Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, Undang-Undang Wakaf,
Undang-Undang Zakat, dan Undang-Undang Perbankan Syariah.
d. Alasan konstitusional, yakni dengan mengaitkan hukum Islam
dengan Pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945 sehingga diperoleh
hasil analisis bahwa Pemerintah harus menjamin dapat
dilaksanakannya hukum yang bersendikan agama dan Pemerintah
dilarang membuat suatu norma hukum yang bertentangan dengan
nilai-nilai Ketuhanan.
e. Alasan Ilmiah, yakni bahwa Hukum Islam memenuhi kriteria
sebagai suatu hukum dan sekaligus dipelajari di berbagai universitas
besar dunia dengan dibentuknya Islamic Legal Studies, antara lain di
Harvard Law School, Oxford Law School, Melbourne Law School,
dan sebagainya.
1. Akidah
Akidah adalah iman atau keyakinan yang menjadi pegangan hidup setiap muslim. Akidah
dipelajari dalam suatu disiplin ilmu bernama ilmu kalam. Materi utama dalam akidah, yakni
perihal rukun imam (arkanul iman), yakni
bahwa pada diri seorang muslim harus mempercayai/iman kepada Allah selaku Tuhan, para
Malaikat, kitab-kitab Allah, para utusan Allah (Rasul), hari akhir, dan takdir (Qadha dan
Qadar). Nilai kebenaran dalam akidah bersifat untestable truth atau tidak perlu dibuktikan
secara empirik, melainkan didasarkan pada Iman dengan mendasarkan pada tanda-tanda
(sign) yang ada. Aspek Iman merupakan landasan yang utama, berisi ajaran
atau ketentuan-ketentuan tentang akidah ini. Aspek ini juga disebut dengan
Ahkam I’tiqadiyah (Usman, 2001: 22).
2. Syariah
Syariah adalah seperangkat norma Illahi yang mengatur hubungan
manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan
manusia dengan benda dan alam sekitarnya. Syariah dibedakan menjadi
ibadah dan muamalah. Syariah dipelajari melalui suatu disiplin ilmu bernama
ilmu fikih. Dengan demikian, akan dikenal fikih ibadah dan fikih muamalah.
Perbedaan antara syariah dan fikih akan dikemukakan pada kegiatan belajar
berikutnya.
Di bidang ibadah berlaku kaidah bahwa segala sesuatu adalah dilarang
(haram), kecuali ada perintah tegas mengenai ibadah tersebut dan
dicontohkan oleh Nabi Muhmmad SAW. Sebaliknya kaidah dasar dalam
muamalah, yaitu bahwa segala sesuatu kegiatan muamalah boleh
(mubah/ibahah) dilakukan, kecuali sudah larangan tegas mengenai hal itu.
Dalam bidang muamalah ini dapat dicontohkan bahwa jual beli adalah boleh,
akan tetapi riba (membungakan uang) adalah dilarang secara tegas dalam alQur’an.
3. Akhlak
Akhlak adalah ketentuan yang menyangkut tingkah laku atau budi
pekerti manusia, yakni menyangkut baik dan buruk. Akhlak dipelajari dalam
suatu disiplin ilmu bernama ilmu tassawuf. Dalam khasanah ilmu filsafat akhlak dikenal
dengan etika, yakni salah satu bagian yang dipelajari di ranah
aksiologi.
Ketiga aspek tersebut saling berkaitan. Artinya, bahwa iman yang benar
dan kuat kepada Allah SWT, akan melahirkan perbuatan (amal) yang baik
dan benar, dalam bentuk ibadah (pengabdian) kepada-Nya. Ibadah yang
benar kepada Allah SWT, akan melahirkan perilaku atau akhlak yang baik.
Kalau diibaratkan pohon, aspek pertama adalah ibarat akar, aspek kedua
ibarat daun, dan aspek ketiga ibarat buah. Kalau akarnya (iman) kuat, akan
menumbuhkan daun (amal) yang baik dan lebat, dan daun yang lebat akan
menumbuhkan buah (ikhsan, akhlak) yang baik
4. al-ahkam al-khamsah
Dalam hukum Islam ada lima hukm atau kaidah
yang dipergunakan sebagai patokan mengukur perbuatan manusia
baik dibidang ibadah maupun di lapangan muamalah. Kelima jenis
kaidah tersebut, disebut al-ahkam al-khamsah atau penggolongan
yang lima10 atau lima kualifikasi11, yaitu

Al Ahkam AI Khamsah Ahkam jamak dari perkataan hukm Khamsah atinya lima Al
Ahkam Al Khamsah yang disebut juga hukum taklifi Hukum yang menghendaki
dilakukannya suatu pekerjaan oleh mukallaf, atau melarang mengerjakannya, atau
melakukan pilihan antara melakukan dan meninggalkannya.

Al-ahkam al-khamsah adalah lima penilaian yang disebut


norma atau kaidah dalam ajaran Islam yang meliputi seluruh
lingkungan hidup dan kehidupan.

Ahkam berasal dari bahasa Arab yang merupakan jamak dari kata
hukm dan khamsah artinya lima. Oleh karena itu, gabungan kedua kata
dimaksud al-ahkam al-khamsah (baca: ahkamul khamsah) atau biasa juga
disebut hukum taklifi.

Hukum Taklifi, diantaranya:


1. Wajib Sesuatu yang diperintahkan oleh syari' agar dikerjakan oleh mukallaf
dengan perintah secara wajib dengan ketentuan perintah itu dilakukan sesuai
dengan yang ditujukan atas kewajiban melakukannya. Cont: Perintah Berpuasa pada
bulan Ramadhan. Maka puasa adalah wajib, karena bentuk yang dijadikan perintah
menunjukan atas kewajiban puasa, di mana Allah telah berfirman: "Diwajibkan atas
kamu berpuasa" (QS. Al-Baqarah:183)

2. Sunnat/mandub Sesuatu yang diperintahkan oleh Syari' agar dikerjakan oleh


mukallaf secara tidak pasti, artinya bentuk perintah syari' itu sendiri tidak
menunjukan atas kewajibannya, atau perintahnya tidak dibarengi oleh beberapa
qorinah yang menunjukan ketiadaan mewajibkan. Contoh: orang-orang yang
beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai dalam waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya" (QS. Ál- Baqarah: 282) Perintah
menulis Utang (muamalah) itu adalah perintah sunnat, bukan perintah wajib dengan
dalil qorinah yang ada dalam ayat diatas.

3. Haram Tuntutan yang tegas dari syari' untuk tidak dikerjakan, dengan perintah
secara pasti. Seperti Firman Allah: "Dan janganlah kamu mendekati zina,
sesuangguhnya perbuatan zina itu adalah suatu perbuatan yang keji" (QS. Al Isra:
32) Keharaman itu diambil dari bentuk berita yang menunjukan kepada haram, atau
dari bentuk permintaan yang berupa larangan, atau dari bentuk permintaan yang
berupa perintah menjauhi, maka qorinah itu menunjukan bahwa permintaan adalah
untuk mengharamkan.

4. Makruh Sesuatu yang diperintahkan oleh Syari' agar mukallaf mencegah dari
mengerjakan sesuatu, dengan perintah yang tidak pasti. Seperti firman Allah: “
Janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan,
niscaya menyusahkan kamu" (QS. Al-Maidah:101) Hal itu dilarang oleh-Nya, dan
larangan itu adalah larangan yang dibarengi dengan dalil yang menunjukan bahwa
larangan itu adalah larangan karohah (makruh), bukan larangan tahrim (haram).

5. Mubah Sesuatu yang oleh Syari' seorang mukallaf diperintah memilih di antara
mengerjakan atau meninggalkan. Syari' tidak memerintah mukallaf agar
mengerjakan pekerjaan ini dan tidak meminta untuk meninggalkan. Contoh: "Dan
tidak ada dosa bagi meminang wanita-wanita itu dengan sendirian" (QS. Al-Baqarah:
235)

5. Pembangunan hukum nasional harus memperhatikan kesadaran hukum dalam


masyarakat atau merujuk pada hukum yang hidup dalam masyarakat. Hukum Islam
sebagai hukum yang hidup dalam masyarakat mempunyai posisi yang sangat
strategis daiam pembangunan hukum nasional. Peranan hukum islam dalam
pembentukan atau pembangunan hukum nasional dapat dihat dari dua sisi, yaitu
pertama dari sisi hukum Islam sebagai salah satu sumber pembentukan hukum
nasional; dan kedua dari sisi diangkatnya hukum islam sebagai hukum positif yang
berlaku secara khusus dalam bidang hukum tertentu. Hukum Islam telah
memberikan kontribusi yang sangat besar, paling tidak dari segi ruh atau jiwanya
terhadap pembangunan hukum nasional. Membumikan asas-asas hukum Islam dan
istinbath ahkam dalam pembangunan hukum nasional menempati posisi yang
strategis, dibandingkan tuntutan pemberlakuan hukum Islam yang formalistik

Anda mungkin juga menyukai