Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Untuk mengetahui kandungan ion atau logam pada suatu sampel cair atau
mengetahui kandungan senyawa yang ada dalam food and beverage industry (industri
makanan dan minuman) dan semiconductor industry (industri semikonduktor) dalam
beberapa menit dapat digunakan sebuah teknik pemisahan yang dinamakan
kromatografi. Bahkan dengan metode pemisahan ini, dapat ditentukan
ion/logam/senyawa dari sampel yang diteliti secara kualitatif maupun kuantitatif. Dalam
hitungan beberapa menit saja, ion-ion bermuatan positif (kation) seperti : Na+, NH4+, K+,
Mg2+, Ca2+, Ag+, Cu2+ dan sejumlah kation lainnya atau ion-ion bermuatan negatif (anion)
seperti : F-, Cl-, NO2-, Br-, SO42- dan jenis anion lainnya dapat diketahui
konsentrasi/jumlahnya dalam suatu sampel.
Bahkan lebih daripada itu, berbagai ion (anion dan/atau kation) dalam sampel, dapat
ditentukan secara simultaneous (serempak) dalam sebuah chromatogram
(kromatogram). Dengan kata lain, untuk sekali injet sampel saja ke dalam sistem
kromatografi, berbagai peak (puncak) anion dan/atau kation akan muncul. Inilah salah
satu yang menjadikan teknik ini lebih populer karena waktu analisisnya yang sangat
singkat dan dengan hasil yang maksimal.
Teknik pemisahan kromatografi pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli
tumbuh-tumbuhan berkebangsaan Rusia yang bernama Mikhail Tswett pada tahun
1906. Tswett memulai percobaannya dengan memisahkan sejumlah leaf pigments (zat
warna daun) seperti klorofil dan xantofil dengan mengalirkan solution (larutan) ekstrak
daun tersebut ke dalam sebuah kolom gelas yang sebelumnya diisi tepung kalsium
karbonat yang dibuatnya sendiri. Dia menamakan fenomena yang ditemukannya ini
dengan “Chromatography” (kromatografi). Yang dalam bahasa Rusia, chroma berarti
“warna” dan graphein berarti “menulis”. Sehingga kalau diartikan secara bahasa, artinya
“menulis dengan warna”.
Teknik kromatografi ini akhirnya terus dikembangkan oleh para kromatografer
lainnya antara lain R. Kurn, salah seorang kromatografer yang sangat intens
mengembangkan teknik ini. Percobaannya dengan memisahkan pigmen-pigmen
tumbuhan seperti karotin membuahkan hasil. Dengan kegigihannya ini, Kurn dianugrahi
medali Nobel pada tahun 1931 untuk pertama kalinya dalam bidang kromatografi.
Demikian juga, Martin dan Synge mendapatkan medali Nobel pada tahun 1952 setelah
sukses dengan penemuannya dalam memisahkan berbagai jenis asam amino dan asam
nukleat. Kesuksesan yang telah diraih oleh para penemu ini, mengilhami banyak para

1
kromatografer lainnya untuk lebih gigih mengembangkan teknik ini ke yang lebih modern
lagi.

1.2 Rumusan Masalah


Masalah yang dibahas pada makalah ini adalah mengenai kromatografi pertukaran
ion. Mengapa perlu dipelajari kromatografi pertukaran ion, apa saja komponen dasar
kromatografi pertukaran ion, apa kelebihan dari kromatografi ion dan apa kegunaan dari
kromatografi pertukaran ion.

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan kromatografi pertukaran ion.
2. Mengetahui komponen dasar kromatografi pertukaran ion.
3. Mengetahui kelebihan dari kromatografi pertukaran ion.
4. Mengetahui kegunaan dari kromatografi pertukaran ion.

1.4 Manfaat
Makalah ini dibuat dengan harapan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak
yang membacanya, khususnya :
a. Penulis, penulis mendapatkan banyak pengetahuan selama proses pembuatan
makalah ini dan diharapkan penulis dapat membuat makalah yang lebih baik lagi di
waktu yang akan datang.
b. Mahasiswa, mahasiswa diharapkan dapat mendapatkan banyak pengetahuan dari
makalah ini sehingga bisa memahami maksud dari materi yang di sampaikan.
c. Dosen, dosen diharapkan dapat lebih sabar, ulet, serta disiplin dalam membimbing
mahasiswanya, karena dosen sangat berperan dalam proses pembelajaran
mengenai materi ini sehingga tidak adanya kekeliruan dan penyampaian dan
pembuatan makalah ini.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2. 1 Pengertian Kromatografi Pertukaran Ion


Kromatografi Pertukaran ion adalah proses pemurnian senyawa spesifik di
dalam larutan campuran atau proses substitusi satu jenis senyawa ionik dengan
yang lain terjadi pada permukaan fase stasioner. Fase stasioner tersebut merupakan
suatu matriks yang kuat (rigid), yang permukaannya mempunyai muatan, dapat
berupa muatan positif maupun negatif. Mekanisme pemisahan berdasarkan pada
daya tarik elektrostatik.
Kromatografi pertukaran ion adalah jenis kromatografi yang melibatkan reaksi
kimia dalam pemisahannya. Dengan demikian, kesetimbangan yang terjadi di
permukaan berbeda dengan kesetimbangan kromatografi lainnya. Komponen ionik
akan tertahan secara selektif karena berkaitan dengan penukar ion yang ada pada
fase diam. Kromatografi ini mempunyai keterbatasan karena berkaitan dengan
perhitungan kimia.
Kromatografi Ion merupakan aplikasi tehnik kromatografi cairan kinerja tinggi
(KCKT) dalam kromatografi penukar ion dengan menggunakan komponen resin
penukar ion dan detektor konduktometer. Resin terdiri dari resin penukar kation dan
anion. Resin penukar kation biasanya dalam bentuk asam kuat yang dapat bereaksi
dengan kation yang berbasa kuat sperti Na, K, Ca, Mg dan juga kation berbasa
lemah misalnya NH4+, sedangkan resin penukar kation dalam bentuk asam lemah
dapat bereaksi dengan kation berbasa kuat, tetapi kurang baik untuk kation berbasa
lemah. Resin penukar anion biasanya dalam bentuk basa kuat mampu bereaksi
dengan anion asam kuat seperti Cl-, SO42-, NO3-, dan anion asam lemah misalnya
CO32-, sedangkan resin penukar anion yang bersifat basa lemah hanya baik
bereaksi dengan anion asam kuat.
Sampel cair yang mengandung ion atau logam ini bisa diketahui atau
dianalisis dengan menggunakan teknik kromatografi ion (ion chromatography).
Dengan menggunakan teknik kromatografi ion, anda bisa memastikan ion-ion atau
logam secara kualitatif ataupun kuantitatif dari sampel. Dalam waktu yang singkat,
ion-ion positif (kation) seperti : Na+, NH4+, K+, Mg2+, Ca2+, Ag+, Cu2+, Fe2+ dan
sejumlah kation lainnya atau ion-ion negatif (anion) seperti : F-, PO43-, Cl-, NO2-,
Br-, SO42-, CN-, I-, IO3-, dan sejumlah jenis anion lainnya dapat diketahui secara
pasti kepekatan perjumlahnya. Bahkan lebih dari itu, berbagai jenis ion (anion atau
kation) dalam sampel, dapat ditentukan secara serentak (simultaneous) dalam satu
kromatogram (one chromatogram run). Pada umumnya, anion dan kation dapat

3
diketahui dan dipisahkan dengan menggunakan teknik pemisahan. Atau dengan kata
lain, untuk sekali injek sampel saja ke dalam sistem kromatografi ion, berbagai-bagai
puncak kromatogram (chromatogram peaks) dari anion atau kation akan muncul.
Inilah salah satu yang menjadikan teknik ini lebih populer, bukan saja sensitivitas dan
selektivitasnya, tetapi juga waktu analisisnya yang relatif singkat dan juga hasilnya
yang maksimal. Teknik kromatografi ion merupakan salah satu subset dari
kromatografi, khususnya kromatografi cair (LC=liquid chromatography). Teknik ini
dapat menentukan kepekatan spesies ion-ion (anion atau kation) dengan
memisahkannya berdasarkan pada interaksinya dengan Resin yang ada dalam
kolom pemisah dan mobile phase yang digunakan. Spesies ion-ion ini kemudian
dapat dipisahkan (separated) dalam kolom tersebut berdasarkan pada jenis, ukuran
dan afiniti elektronnya. Campuran anion dan kation dalam suatu sampel dapat
diketahui dan jumlah ion-ion tersebut dapat ditentukan dalam waktu yang relatif
singkat (relatively short time). Suatu ion dalam sampel dengan kepekatan yang
sangat rendah, masih bisa diukur dengan teknik ini. Disebabkan itulah, teknik
kromatografi ion menjadi pilihan bagi peneliti dalam mengetahui ion yang ada dalam
sampel cair, karena teknik ini mempunyai kemampuan menentukan kepekatan ion
atau logam pada level ppt (parts per trillion). Ia juga mudah digunakan serta tidak
rumit dalam pengendalian peralatan ini. Pada umumnya, aplikasi teknik ini lebih
menjurus kepada teknik mengetahui ion-ion non organik serta ion-ion organik di
mana berat molekul relatif kecil, dan/atau ion-ion organik dengan berat molekul yang
besar dapat diketahui dengan baik dengan didahului persiapan sampel yang baik.
(Crystallography, 2016)
Secara umum, terdapat dua jenis kromatografi pertukaran ion, yaitu:

1. Kromatografi pertukaran kation, bila molekul spesifik yang diinginkan bermuatan


positif dan kolom kromatografi yang digunakan bermuatan negatif. Kolom yang
digunakan biasanya berupa matriks dekstran yang mengandung gugus karboksil
(-CH2-CH2-CH2SO3- dan -O-CH2COO-). Larutan penyangga (buffer) yang

4
digunakan dalam sistem ini adalah asam sitrat, asam laktat, asam asetat, asam
malonat, buffer MES dan fosfat.
2. Kromatografi pertukaran anion, bila molekul spesifik yang diinginkan bermuatan
negatif dan kolom kromatografi yang digunakan bermuatan positif. Kolom yang
digunakan biasanya berupa matriks dekstran yang mengandung gugus -N+
(CH3)3, -N+(C2H5)2H, dan –N+(CH3)3. Larutan penyangga (buffer) yang
digunakan dalam sistem ini adalah N-metil piperazin, bis-Tris, Tris, dan
etanolamin (Anonim, 2013).

2.2 Proses Pertukaran Ion


Kromatografi penukar ion dilakukan dengan fasa diam yang mempunyai gugus
fungsi bermuatan ion tetap. Selain itu terdapat ion lawan yang dapat ditukar didekatnya
agar muatan netral. Ion cuplikan dapat bertukar dengan ion lawan dan menjadi
pasangan dari muatan ion tetap. Jika ion cuplikan berpasangan dengan ion muatan
tetap, ion tersebut tidak keluar dari kolom. Karena afinitas berbagai senyawa terhadap
ion muatan-tetap berbeda, kita dapat memisahkan campuran senyawa ion. (Johnson
dan Stevenson, 1991)
Proses pertukaran ion dapat dilakukan dalam pelarut berair maupun tidak berair.
Fase gerak biasanya mengandung ion lawan yang bermuatan berlawanan dengan
muatan gugus ion permukaan. Ion lawan tersebut berkesetimbangan dengan resin
dalam bentuk pasangan ion. Adanya ion terlarut yang muatannya sama dengan muatan
ion lawan menimbulkan kesetimbangan. Pada proses pertukaran kation, ion lawan ialah
Na+ dan pada pertukaran anion, ion lawannya Cl-. (Johnson dan Stevenson, 1991)

Penukaran ion ini bersifat kompleks dan sesungguhnya adalah polimerik. Polimer ini
membawa satu muatan listrik yang tepat dinetralkan oleh muatan-muatan pada ion-ion
lawannya (ion-aktif). Ion-ion aktif ini berupa kation dalam suatu penukar kation dan berupa
anion dalam suatu penukar anion. Jadi sutu penukar kation terdiri dari suatu anion polimerik

5
dan kation-kation aktif, sementara penukar anion adalah suatu polimerik kation dengan
anion-anion aktif. (Basset, 1994)

Beraneka ragam bahan organik dan anorganik memperagakan perilaku pertukaran


ion, tetapi pada penelitian di laboratorium di mana keseragaman sangat penting, pertukaran
ion yang sangat disukai biasanya adalah bahan-bahan sintesis yang dikenal sebagai resin
penukar ion. Resin ini dibuat dengan cara memasukkan gugus yang dapat diionisasi ke
dalam matriks polimer organik yang paling umum adalah polistirena terhubung silang yang
telah dijelaskan di atas sebagai adsorben (Ke et al., 2014)

Resin adalah senyawa hidrokarbon terpolimerisasi smpai tingkat yang tinggi yang
mengandung ikatan-ikatan hubungan silang (cross-linking) serta gugusan yang
mengandung ion-ion yang dapat dipertukarkan. Berdasarkan gugusan fungsionalnya, resin
penukar ion dibagi menjadi dua yaitu resin penukar kation dan resin penukar anion. Resin
penukar kation mengandung kation yang dapat dipertukarkan. Sedangkan resin penukar
anion, mengandung anion yang dapat dipertukarkan.(Ke et al., 2014)

Secara umum rumus struktur resin penukar ion yang dapat merupakan resin penukar kation
(Gambar 1) dan resin penukar anion. (Gambar 2).

(gambar 1: Resin Penukar kation)

(gambar 2:
Resin Penukar Anion)

Menurut Basset (1994), syarat-syarat


dasar bagi suatu resin yang berguna
adalah:

1. Resin itu harus cukup terangkai


silang, sehingga kelarutannya yang
dapat diabaikan.
2. Resin itu harus cukup hidrofilik untuk memungkinkan difusi ion-ion melalui
strukturnya dengan laju yang terukur (finite) dan berguna.
3. Resin harus menggunakan cukup banyak gugus penukar ion yang dapat dicapai
dan harus stabil kimiawi.
4. Resin yang sedang mengembang harus lebih besar rapatannya daripada air.

6
Berdasarkan pada keberadaan gugusan labilnya; resin penukar ion dapat secara luas
diklasifikasikan dalam empat golongan, yakni :

a. Resin penukar kation bersifat asam kuat (mengandung gugusan HSO3).


b. Resin penukar kation bersifat asam lemah (mengandung gugusan –COOH).
c. Resin penukar anion bersifat basa kuat (mengandung gugusan amina tersier atau
kuartener)
d. Resin penukar anion bersifat basa lemah (mengandung OH sebagai gugusan
labil)

2.3 Resin penukar anion


Prinsip dasar resin jenis ini ialah dapat ditukarnya anion hidroksil oleh anion lain
yang terjadi pada resin penukar ion. Ada dua jenis resin penukar anion, yaitu resin
yang memiliki gugus basa kuat (gugus ammonium kuartener) dan resin yang memiliki
gugus basa lemah (gugus anion). Reaksi pertukaran dapat dituliskan sebagai berikut:

nRzNR3+ OH- + An- ↔ (RzNR3)nA + nOH-

nRzNH3+ OH- + An- ↔ (RzNH3)nA + nOH-

dimana R merupakan gugus organic, biasanya metil.

Penukar basa kuat dapat digunakan di atas rentangan pH 0 s/d 12, sedangkan
resin penukar basa lemah hanya di atas rentangan pH 0 s/d 9. Golongan penukar
basa lemah tidak akan melepaskan asam yang sangat lemah, tetapi akan lebih disukai
untuk asam kuat yang mungkin tertahan oleh resin basa kuat seperti sulfonat.
(Soebagio, 2005)

2.4 Komponen Dasar Kromatografi Pertukaran Ion

7
Rangkaian alat atau komponen dasar yang biasa dipakai dalam Teknik
kromatografi ion, yang terdiri atas:
1. Eluent, yang berfungsi sebagai fase gerak yang akan membawa sampel
tersebut masuk ke dalam kolom pemisah.
2. Pompa, yang berfungsi untuk mendorong eluent dan sampel tersebut masuk
ke dalam kolom. Kecepatan alir ini dapat dikontrol dan perbedaan kecepatan
bisa mengakibatkan perbedaan hasil
3. Injektor, tempat memasukkan sampel dan kemudian sampel dapat
didistribusikan masuk ke dalam kolom.
4. Kolom pemisah ion, berfungsi untuk memisahkan ion-ion yang ada dalam
sampel. Keterpaduan antara kolom dan eluent bisa memberikan hasil/puncak
yang maksimal, begitu pun sebaliknya, jika tidak ada kesesuaian, maka tidak
akan memunculkan puncak.

Perhatian dalam preparasi kolom


1. Pemilihan dan preparasi resin
Sifat-sifat yang perlu diperhatikan dalam membeli resin dalam perdagangan
ialah ukuran partikel (mesh), tingkat ikatan silang, dan kualitasnya (analitycal
grade; AG).

2. Pembengkakan (swelling)
Bila penukar ion, misalnya resin yang tersulfonasi diberi air, gugus SO 3- dan H+
seolah-olah terlarut dalam konsentrasi yang tinggi dalam matriks. Karenanya
air bertendensi untuk mendifusi kedalam matriks.
3. Kapasitas kolom
Kapasitas penukar ion akan mempengaruhi banyaknya sampel maksimum
yang dapat dianalisis dan dipakai untuk mengetahui stabilitas resin.
4. Cara deteksi

8
Untuk hal-hal khusus digunakan : adsorbsi sinar, indeks refraksi, pH,
radioaktivitas dan pengukuran polarografik.

2.5 Kelebihan dan Kekurangan Kromatografi Pertukaran Ion


Beberapa kelebihan yang dimiliki kromatografi ion sehingga menjadikan “the
best choice” dalam dunia pemisahan ion-ion di antaranya :
a. Kecepatan (speed)
Kecepatan dalam analisis suatu sampel menjadi aspek yang sangat
penting dalam hal analisis ion. Salah satu yang menyebabkannya adalah masalah
klasik yaitu untuk mengurangi biaya dan bisa menghasilkan data-data analisis
yang akurat dan cepat. Namun, sebenarnya yang lebih penting adalah
memberikan andil dengan maksimal dalam perhatian kepada kondisi lingkungan
(environmental efforts) yang dari hari ke hari jumlah sampel yang mau dianalisis
(untuk diketahui kandungan apa saja di dalamnya) semakin bertambah. Itulah
sebabnya, teknik ini terus dikembangkan orang untuk mendapatkan teknik
pemisahan/pendeteksian yang lebih praktis dengan biaya yang relatif murah.
Sebagai tambahan pula bahwa limbah (waste) yang dihasilkan dari penggunaan
eluen dapat dikurangi.
b. Sensitivitas (sensitivity)
Dengan berkembangnnya teknologi mikroprosessor, mulailah orang
mengkombinasikannya dengan efisiensi kolom pemisah, mulai skala konvensional
(ukuran diameter dalam milimeter) sampai skala mikro yang biasa juga disebut
microcolumn. Sehingga walaupun hanya dengan jumlah sampel yang sangat
sedikit, misal 10µl yang diinjetkan ke dalam sistem kromatografi, ion-ion yang ada
dalam sampel tersebut dapat terdeteksi dengan baik.
c. Selektivitas (selectivity)
Dengan sistem ini, bisa dilakukan pemisahan berdasarkan keinginan,
misalnya kation/anion organik saja atau kation/anion anorganik yang ingin
dipisahkan. Itu dapat dilakukan dengan memilih kolom pemisah yang tepat.
Ataupun hanya ion tertentu yang ingin diukur walaupun banyak ion lain yang ada
dalam sampel.
d. Pendeteksian yang serempak (simultaneous detection)
Secara umum, anion dan kation dipisahkan/dideteksi terpisah dengan
menggunakan sistem analisis yang terpisah (different systems). Padahal sangat
penting dilakukan pendeteksian secara serempak (simultaneous) antara anion
dan kation dalam dalam sekali injek untuk sebuah sampel. Tentunya, pendekatan
yang terakhir ini punya sejumlah kelebihan dibanding pemisahan terpisah.

9
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, beberapa kelebihan di antaranya dapat
menekan biaya operasional, memperkecil jumlah limbah saat analisis
berlangsung, memperpendek waktu analisis (short time analysis) serta dapat
memaksimalkan hasil yang diinginkan.
e. Kestabilan pada kolom pemisah (stability of the separator column)
Walaupun sebenarnya, ketahanan kolom ini berdasarkan pada paking
(packing) material yang diisikan ke dalam kolom pemisah. Namun, kebanyakan
kolom pemisah bisa bertahan pada perubahan yang terjadi pada sampel,
misalnya konsentrasi suatu ion terlalu tinggi, tidak akan mempengaruhi kestabilan
material penyusun kolom. Walapun diakui bahwa ada juga kolom pemisah yang
mempunyai waktu penggunaan yang tidak terlalu lama, dikarenakan paking kolom
yang kurang baik atau karena faktor internal lainnya (Amin, 2009).

Kekurangan metode kromatografi penukar ion:

 Larutan ionik seringkali bersifat korosif dan mengakibatkan kolom tidak bertahan
lama
 Beberapa larutan ionik mengabsorbsi pada panjang gelombang UV tetapi
membatasi detektor UV
 Bahan berdasar silika terbatas pada pH di bawah 7,5
 Fase gerak tidak boleh dibiarkan semalaman tetapi diganti dengan air

2.6 Penggunaan kromatografi Pertukaran ion


Sampel cair yang mengandung ion atau logam ini bisa diketahui atau
dianalisis dengan menggunakan teknik kromatografi ion (ion chromatography).
Dengan menggunakan teknik kromatografi ion, anda bisa memastikan ion-ion atau
logam secara kualitatif ataupun kuantitatif dari sampel. Dalam waktu yang singkat,
ion-ion positif (kation) seperti : Na+, NH4+, K+, Mg2+, Ca2+, Ag+, Cu2+, Fe2+ dan
sejumlah kation lainnya atau ion-ion negatif (anion) seperti : F -, PO43-, Cl-, NO2-, Br-,
SO42-, CN-, I-, IO3-, dan sejumlah jenis anion lainnya dapat diketahui secara pasti
kepekatan perjumlahnya. Bahkan lebih dari itu, berbagai jenis ion (anion atau kation)
dalam sampel, dapat ditentukan secara serentak (simultaneous) dalam satu
kromatogram (one chromatogram run).
Pada umumnya, anion dan kation dapat diketahui dan dipisahkan dengan
menggunakan teknik pemisahan. Atau dengan kata lain, untuk sekali injek sampel
saja ke dalam sistem kromatografi ion, berbagai-bagai puncak kromatogram
(chromatogram peaks) dari anion atau kation akan muncul. Inilah salah satu yang

10
menjadikan teknik ini lebih populer, bukan saja sensitivitas dan selektivitasnya, tetapi
juga waktu analisisnya yang relatif singkat dan juga hasilnya yang maksimal.
Teknik kromatografi ion merupakan salah satu subset dari kromatografi,
khususnya kromatografi cair (LC=liquid chromatography). Teknik ini dapat
menentukan kepekatan spesies ion-ion (anion atau kation) dengan memisahkannya
berdasarkan pada interaksinya dengan Resin yang ada dalam kolom pemisah dan
mobile phase yang digunakan. Spesies ion-ion ini kemudian dapat dipisahkan
(separated) dalam kolom tersebut berdasarkan pada jenis, ukuran dan afiniti
elektronnya.
Campuran anion dan kation dalam suatu sampel dapat diketahui dan jumlah
ion-ion tersebut dapat ditentukan dalam waktu yang relatif singkat (relatively short
time). Suatu ion dalam sampel dengan kepekatan yang sangat rendah, masih bisa
diukur dengan teknik ini. Disebabkan itulah, teknik kromatografi ion menjadi pilihan
bagi peneliti dalam mengetahui ion yang ada dalam sampel cair, karena teknik ini
mempunyai kemampuan menentukan kepekatan ion atau logam pada level ppt
(parts per trillion). Ia juga mudah digunakan serta tidak rumit dalam pengendalian
peralatan ini.
Pada umumnya, aplikasi teknik ini lebih menjurus kepada teknik mengetahui
ion-ion non organik serta ion-ion organik di mana berat molekul relatif kecil, dan/atau
ion-ion organik dengan berat molekul yang besar dapat diketahui dengan baik
dengan didahului persiapan sampel yang baik.
Beberapa kegunaan Kromatografi Pertukaran Ion lainnya :
a. Untuk menghilangkan ion
Untuk menghilangkan ion-ion keseluruhannya, air tersebut dapat dialirkan
melalui penukar kation, kemudian dialirkan melalui penukar anion, yang akan
menghilangkan semua anion dan diganti dengan ion hidroksida. Bila kedua resin
tersebut (kation dan anion) dijadikan satu, penghilangan kedua jenis ion tersebut
sekaligus dapat dikerjakan.

b. Mengkonsentrasikan komponen berkadar kecil


Ion-ion yang jumlahnya kecil (trace element) dapat dikonsentrasikan dengan
penukar ion. Setelah ion solut terikat dalam kolom, kemudian dielusi dengan
jumlah eluen yang kecil.
c. Pemisahan asam-asam amino
Pada suatu pH, Asam-asam amino dapat dipisahkan menjadi tiga golongan
berdasarkan titik isoelektrisnya. Dengan demikian campuran asam-asam amino
dapat dipisahkan dalam suatu aliran fase mobil dengan secara gradual dengan

11
merubah pH untuk elusi (gradient elution). Perubahan pH sering dikombinasikan
dengan perubahan suhu.

2.7 Aplikasi kromatografi penukar anion


a. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah resin penukar anion,
perak nitrat,indikator K2CrO4, H2SO4, NaHCO3, dan NaCl.
b. Peralatan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol plastik polietilen, gelas
beker, labu ukur, erlenmeyer,tabung reaksi, kolom,statif, klem, neraca analitik,
dan oven.

c. Analisis Sampel

Sampel diambil di tiga sumber mata air yang terdapat di Desa Sedang,
Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Propinsi Bali menggunakan botol
polietilen di tiga titik pengambilan sampel pada masing-masing sumber mata air.
Selanjutnya kandungan klornya diukur, baik sebelum lewat kolom resin dan
setelah lewat kolom resin.

d. Prosedur kerja
1. Kandungan klor dalam air diukur sebelum lewat kolom melalui Titrasi
Argentometri.

Titrasi argentometri merupakan titrasi dengan menggunakan larutan


perak nitrat untuk menentukan kadar halogen. Penelitian ini menggunakan titrasi
+
argentometri dengan metode Mohr yakni mula- mula Ag yang ditambahkan
-
bereaksi membentuk endapan AgCl berwarna putih. Apabila Cl sudah habis
+ 2-
bereaksi maka kelebihan Ag selanjutnya bereaksi dengan CrO4 yang berasal
dari indikator K2CrO4 yang ditambahkan dan membentuk endapan Ag2CrO4
yang berwarna merah bata, berarti titik akhir titrasi sudah tercapai.

NaX(aq) + AgNO3(aq)  AgX(aq) + NaNO3(aq)

Sebelum proses titrasi, dilakukan proses pembakuan larutan AgNO3

dengan cara:

12
Larutan standar NaCl 0,1 N sebanyak 10 mL dimasukkan ke dalam erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 1 mL indikator K2CrO4 dan 1 mL larutan NaHCO3,
kemudian dititrasi dengan AgNO3 sampai terjadi endapan merah bata.

2. Penentuan waktu jenuh resin


Dibuat larutan standar klor 400 ppm selanjutnya dipipet 40 mL dimasukkan ke
dalam labu ukur 100 mL lalu ditambahkan akuades sampai tanda batas
(sebanyak 9 botol), selanjutnya dimasukkan ke dalam kolom resin dan
didiamkan masing-masing dengan variasi waktu 60 – 330 menit. Kemudian
efluen dari masing-masing waktu dipipet 10,0 mL lalu dimasukkan ke dalam
erlenmeyer dan titambahkan 1 mL indikator K2CrO4 dan 1 mL larutan
NaHCO3, kemudian dititrasi dengan AgNO3 sampai terbentuk endapan merah
bata. Untuk mengetahui waktu jenuh, dibuat grafik antara banyaknya klor yang
terikat oleh resin pada masing-masing variasi waktu tersebut.

3. Pertukaran ion Cl- dengan menggunakan metode kromatografi kolom


penukar ion dan Penentuan kapasitas dan efektivitas resin
Konstruksi metode pengikatan klor dengan sistem batch menggunakan
kolom dengan diameter 2,8 cm dan panjang kolom 50 cm, diisi 50 g resin
penukar anion. Dibuat larutan standar klor 200, 300, 400, 500, dan 600 ppm
selanjutnya masing- masing dimasukkan ke dalam kolom resin dan didiamkan
selama waktu jenuh. Setelah itu efluen diambil untuk dianalisis konsentrasi
klornya dengan titrasi argentometri.

4. Penentuan kadar klor setelah melewati kolom penukar ion dengan metode
Titrasi Argentometri.

Langkah-langkah pelaksanaanya sama dengan prosedur pertama.

5. Perhitungan jumlah klor terikat oleh resin

13
Jumlah klor yang terikat oleh resin dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :

6.
Per
hitungan efektivitas resin

Efektivitas resin dihitung dengan rumus sebagai berikut :

2.8 Pembahasan Hasil Penelitian

pembakuan AgNO3

Pembakuan larutan AgNO3 menggunakan larutan NaCl 0,1 N. Adapunn data hasil
pengukuran sebagai berikut:

Volum NaCl Volum AgNO3 Normalitas


(ml) (ml) AgNO3
(N)
10,0 10,05 0,0995
10,0 10,00 0,1000
10,0 10,05 0,0995
10,0 9,95 0,1005
10,0 9,95 0,1005
Rata-rata 0,1000

14
Berdasarkan hasil pembakuan diatas maka dapat diperoleh bahwa
konsentrasi AgNO3 adalah 0,1 N yang selanjutnya dipakai sebagai titran.

Waktu Jenuh Resin

Penentuan waktu jenuh resin terhadap klor digunakan larutan klor 400 ppm.
Hal ini dikerjakan dengan mendiamkan larutan klor di dalam resin penukar anion
yang telah diisi 50 g resun penukar anion dengan variasi waktu anatar 60 – 330
menit, waktu jenuh resin terhadap klor ditentukan dengan membuat grafik antara
berat klor yang terikat oleh resin (mg/g) versus waktu (menit) ternyata diperoleh
waktu jenuhnya pada 260 menit.

0,7

100 200 300 400

Waktu (menit)

Ini berarti resin mampu mengadakan pertukaran secara efektif dengan klor
pada waktu 260 menit,sedangkan di atas 260 menit tidak terjadi peningkatan
jumlah klor yang terikat oleh resin karena resin telah jenuh sehingga tidak mampu
lalu melakukan pertukaran dengan klor.

Kapasitas dan efektivitas resin

Kapasitas dan efektivitas resin terhadap klor dikerjakan dengan melewatkan


larutan klor dengan beberapa variasi konsentrasi ke dalam kolom resin yang
didiamkan selama waktu jenuhnya. Kapasitas resin penukar anion didefinisikan
sebagai banyaknya anion yang dapat diturunkan oleh setiap 1 g resin kering,
selanjutnya kapasitas resin dicari berdasarkan grafik kapasitasnya yang diperoleh
dengan cara membuat grafik antaravariasi konsentrasi larutan klor dengan banyak
nya klor yang terikat oleh 1 g resin.

15
0,7

0 200 400 600 800

Konsentrasi (ppm)

Berdasarkan grafik kapasitas diperoleh bahwa resin mulai tampak jenuh


pada penambahan klor dengan konsentrasi 400 ppm. Ini dapat dilihat dari tidak
terjadinya peningkatan jumlah klor yang terikat pada resin walaupun konsentrasi
klor dinaikkan karena resin sudah tidak mampu lagi melakukan pertukaran dengan
klor dan diperoleh bahwa kapasitas maksimum resin terhadap klor sebesar
0,6462mg/g dengan waktu jenuh 260 menit.

Efektivitas resin dicari berdasarkan grafik efektivitasnya yang diperoleh


dengan cara membuat grafik antara konsentrasi klor yang dimasukkan kekolom
versus persen efektivitas sehingga didapatkan bahwa semakin besar konsentrasi
klor yang dilewatkan ke dalam kolom maka efektivitasnya semakin kecil dan
sistem efektif menurunkan konsentrasi klor pada konsentrasi 300 ppm yaitu sebesar
94,50%.

100

0 200 400 600 800

Menurut teori pertukaran kristal dan teori memberan Donnan bahwa asas
keelektronegatifa nlah yang menyebabkan terjadinya pertukaran ion dimana ion yang
mempunyai keelekronegatifan lebih besar akan lebih mudah mengalami pertukaran
(Khopar,1990). Klor lebih banyak terikat oleh resin sehingga waktu yang diperlukan
untuk mencapai keadaan jenuh akan semakin lama. Sedangkan menurut teori
selektivitas mengenai afinitas bahwa ion-ion yang mempunyai afinitas yang tinggi
akan memberikan pemuaian yang lebih kecil bagi resin sehingga ion-ion tersebut
mampu bertahan lebih kuat dan terikat lebih banyak dalam resin (Khopar, 1990).

16
Kadar Klor Pada Sampel

Klor pada sumber mata air di Desa Sedang Kecamatan Abiansemal


Kabupaten Badung berasal dari limbah-limbah peternakan, pertanian,kotoran
manusia khususnya urin, dan industri rumah tangga di sekitar sumber mata air
tersebut.Selain itu,klor dapat berasal dari peresapan septictank yang berdekatan
dengan sumber mata air, dimana bahan klor yang dilepaskan oleh tinja dan air
kencing melalui proses perombakan menghasilkan klor-organik yang pada akhirnya
merembes kedalam sumber mata air tersebut. Penggunaan pestisida sangat
berperan dalam menghasilkan limbah klor karena pestisida yang mengandung
klor-organik sangat mudah terlarutkan oleh perairan sehingga potensi sebagai
sumber percemar klor( Putra Manuaba,2007),dimana sumber mata air ini berada di
sekitar wilayah pertanian dan peternakan yang produktif.

Kadar klor
Sumber mata air Sebelum lewat Setelah lewat Efektivitas (%)
A 260,33 23,67 90,91
B 295,83 71,00 79,00
C 284,00 53,25 81,25

Berdasarkan hasil penelitian bahwa kandungan klor di ketiga sumber


mata air tersebut melebihi batas yang diperbolehkan untuk air minum (batas
maksimum yang diperbolehkan adalah 250 mg/L) (Anonim,2000). Setelah
dilewatkan pada resin penukar anion yang dikerjakan padawaktu jenuh resin,
ternyata kadar klornya mampu diturunkan sampai dibawah batas maksimum
yang diperbolehkan.

Terjadinya perbedaan kemampuan resin dalam menurunkan kadar klor


diketiga sumber mata air tersebut disebabkan adanya perbedaan komposisi kimia di
ketiga sumber mata air tersebut,karena selain klor kemungkinananion- anion lain
terutama nitrat terdapat pada sumber mata air sehingga anion-anionlain tersebuti
ikut bersaing melakukan pertukaran dengan counter ion dari resin. Semakin besar
anion kompotitornya maka semakin kecil klor yang dapat diikat oleh resin.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa resin mampu menurunkan kadar klor hingga
di bawah Baku Mutu Air Golongan B dengan kapasitas sebesar 0,6462 mg/g dan
waktu jenuh 260 menit. Sedangkan efektivitasnya antara64,50% - 97,04%.

Analisis beberapa sumber mata air di Desa Sedang menunjukkan bahwa sumber
mata air tersebut telah tercemar klor dengan kadar antara 260,33 ppm – 295,83 ppm.
Penggunaan resin mampu menurunkan kadar klor dalam air yang berasal dari
sumber mata air tersebut hingga kadarnya dibawah Baku Mutu Air 250 mg/L (Baku
Mutu Air Golongan B).

3.2 SARAN
Dalam kromatografi penukar anion ini harus dibutuhkan zat fase diam yang sesuai
dengan sampel kita,sehingga hasil yang didapatkan akan sesuai dengan yang
diinginkan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Crystallography, X. D. (2016). 済無 No Title No Title No Title. 1–23.


Ke, K., M, D. P. A., Eng, B., & Si, M. (2014). " Kromatografi Pertukaran Ion " Tahun
Ajaran 2013-2014 Palembang.
Alimin, Muh. Yunus dan Irfan Idris. 2010. Kimia Analitik. Makassar: Alauddin Press.

Basset, J., dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Jakarta: EGC.
Biyantoro, dkk. 2006. Pemisahan Ce dan Nd Menggunakan Resin Dowex 50W-X8
Melalui Proses Pertukaran Ion, Jurnal Batan, Vol 9, No 1, Hal 29 – 35.
Christian, G.D. 2004. Analytical Chemistry 6th edition. Washington: John Wiley and
Sons Inc.
Day, R. A dan A.L Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Johnson, Edward. L dan Robert Stevenson. 1991. Dasar Kromatografi Cair
(Penerjemah: Kosasih Padmawinata). Bandung: ITB Press.
Soebagio, dkk. 2005. Kimia Analitik II. Malang: UM Press.

19

Anda mungkin juga menyukai