Anda di halaman 1dari 63

TANTE DARTI

Seluruh masyarakat lansia usia diatas 60 tahun dan usia produktif 25-
Peserta 50 tahun

Judul Tante Darti (Pengobatan Tekanan Darah Tinggi) Dusun XX, Temon

Menurut catatan penyakit terbanyak di puskesmas temon 1 adalah hipertensi


dan di ikuti diabetes melitus dan hiperlipidemia. Salah satu alasan rendahnya
kunjungan pasien hipertensi ke puskesmas karena masalah akomodasi dan
transportasi. Dengan adanya masalah tersebut puskesmas temon 1, membuat
Latar Belakang suatu inovasi untuk jemput bola/pengobatan darah tinggi yang di singkat
“TanTe DarTi” di setiap Desa wilayah puskesmas Temon 1.
Menurut data puskesmas temon 1, di desa XX memiliki banyak pasien
dengan hipertensi. Sehingga masuk dalam sasaran program tante darti oleh
puskesmas temon 1.
Masih banyak masyarakat yang belum sadar pentingnya cek tekanan
Permasalahan darah dan melakukuan pengobatan secara rutin.
Untuk pasien usia 60 tahun keatas  Akan dilakukan pemeriksaan
vital sign. Jika terdapat hasil Tekanan darah yang tinggi akan di
berikan obat anti hipertensi selama 1 bulan dan di berikan buku
Perencanaan & kontrol tante darti untuk pengobatan bulan depan.
Intervensi Untuk pasien usia 60 tahun kebawah  Akan dilakukan pemeriksaan
vital sign. Jika terdapat hasil Tekanan darah yang tinggi akan di
berikan obat anti hipertensi selama 1 bulan dan di berikan buku
kontrol tante darti untuk pengobatan bulan depan.
1. Dilakukan Tante Darti di Dusun XX, dibantu oleh dokter iship,
perawat puskesmas dan kader Kesehatan.
2. Dilakukan pemeriksaan vital sign, jika terdapat hasil Tekanan
darah yang tinggi akan di berikan obat anti hipertensi selama 1 bulan
Pelaksanaan dan di berikan buku kontrol tante darti untuk pengobatan bulan
depan.
3. +Obat yang tersedia : amlodipine 5 mg dan 10 mg, captopril 12,5
mg dan 25mg, furosemid dan HCT
Kegiatan belum maksimal karena masih banyak masyarakat yang
Monitoring dan
belum tahu program ini meski sudah diberikan surat undangan
Evaluasi melalui RT setempat.

POSYANDU BALITA
Peserta Seluruh balita Dusun XX Kecamatan Temon,

Judul Posyandu Balita Dusun XX

Posyandu (pos pelayanan terpadu) merupakan upaya pemerintah untuk


memudahkan masyarakat Indonesia dalam memperoleh pelayanan
kesehatan.Tujuan utama posyandu balita adalah mencegah peningkatan
angka gizi buruk, stunting, dan memudahkan masyarakat desa mendapatkan
Latar Belakang pelayanan Kesehatan.
Tujuan umum dari posyandu balita adalah untuk memantau tumbuh
kembang balita, melalui kegiatan posyandu yang mandiri dalam masyarakat.
Tujuan khususnya meliputi: Meningkatkan kesadaran orangtua untuk
pentingnya memberikan gizi yang cukup dan melihat tumbuh kembang
putra putrinya sehingga terbebas dari stunting.
Asupan gizi yang diberikan saat posyandu kurang, hanya roti dan
Permasalahan jajan pasar. Dikarenakan tida adanya tenaga yang memasak.
Anak balita akan di lakukan penimbangan tinggi badan dan berat
badan untuk mengetahui perkembangan dan pertumbuhannya apakah
Perencanaan & sudah sesuai dengan kurva CDC, dan akan di beri penyuluhan /
Intervensi edukasi tentang makanan gizi yang baik untuk anak. Konsultasi gizi
dan penyakit yang di derita anak jika ada. Apabila ditemukan
stunting akan di tindak lanjuti pihak puskesmas.
Dilakukan posyandu balita di Dusun Kulur. Dibantu oleh dokter
iship, perawat puskesmas dan kader kesehatan Dusun Kulur,
posyandu berlanjar lancar.
Pada anak balita akan di lakukan penimbangan tinggi badan dan berat
Pelaksanaan badan untuk mengetahui perkembangan dan pertumbunhannnya
apakah sudah dengan kurva CDC, dan akan di beri penyuluhan /
edukasi tentang makanan gizi yag baik untuk anak. Konsultasi gizi
dan penyakit yang di derita anak jika ada. Apabila ditemukan
stunting akan di tindak lanjuti pihak puskesmas.

Monitoring dan Kegiatan posyandu berjalan lancar dan kondusif, hanya 1 anak yang
Evaluasi tidak hadir.

PENYULUHAN
PENYULUHAN KIA
Peserta Seluruh balita Dusun XX Kecamatan Temon,

Judul Cegah Stunting dengan 3A (ASAH,ASIH, dan ASUH)

Kekurangan gizi biasanya terjadi secara tersembunyi dan sering tidak


tampak dengan pengamatan biasa. Gizi buruk dan gizi kurang dapat
disebabkan oleh kurangnya kebutuhan dasar anak. Kebutuhan dasar anak
yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak diantaranya
kebutuhan asuh, asah, dan asih. Pemenuhan kebutuhan dasar balita (asuh,
Latar Belakang asah, dan asih) mempunyai hubungan dengan perkembangan balita yang
berstatus BGM
Banyaknya laporan pasien anak stunting pada program posyandu anak di
wilayah kerja puskesmas temon 1 membuat puskesmas ingin meningkatkan
pemahaman orang tua terkait pentingnya 3A (Asah, Asih, dan Asuh) demi
mencegah stunting akibat kekurangan gizi
1. Kurangnya pemahaman orang tua tentang pentingnya 3A (Asah,
Permasalahan Asih, dan Asuh)
1. Kegiatan penyuluhan dilaksanakan bersamaan dengan jadwal
posyandu balita dusun XX
2. Melakukan pemaparan terkait 3A, gizi, stunting, dan hubungan
ketiganya bagi tumbuh kembang anak
3. Sesi diskusi kasus (cth : kebiasaan makan, perilaku anak, sifat
orang tua)
Perencanaan &
Intervensi 4. Sesi tanya jawab
5. Jika ada penyakit terkait infeksi (TBC, diare, dll) dirujuk ke
puskesmas.
6. Jika ada kaitan terkait kualitas dan kuantitas makanan, dirujuk ke
bagiam gizi puskesmas
7. Kegiatan diakhiri dengan pemberian makanan sehat

Pelaksanaan 1. Penyuluhan materi stunting dan 3A dilakukan di salah satu rumah


kader yang terletak di dusun X. Pemaparan materi dilakukan selama
15 menit agar audience bisa tetap fokus.
2. Kasus balita susah makan, diusulkan oleh salah satu orang tua
balita dan dijadikan diskusi kasus. Pemecahan masalah berupa :
hindari paparan gadget selama makan (hp, tv, atau mainan)
3. Pertanyaan mayoritas tentang : apakah ISPA berbahaya bagi
pertumbuhan anak.
4. Salah satu balita mendertia scabies dan suspect TB dirujuk ke
puskesmas

Monitoring dan Kegiatan penyuluhan berjalan lancar dan kondusif, 5 anak tidak hadir
Evaluasi karena kesibukan orang tua.

PENYULUHAN GIZI LANSIA


Peserta Seluruh Lansia > 60 tahun Dusun XX Kecamatan Temon,

Makanan sehat adalah kunci pengendalian penyakit metabolik


Judul (Hipertensi, DM, Hiperlipidemia, Kegemukan)
Penyakit metabolik terjadi akibat interaksi mikrobiota usus, diet, dan genetic.
Saat ini, diet dengan makanan sehat merupakan salah satu strategi
pencegahan dan tatalaksana pada penyakit metabolik. Diet mempengaruhi
gen yang terlibat pada fungsi metabolik. Penurunan berat badan hingga 5-
Latar Belakang 10% melalui diet dan aktivitas fisik memperbaiki penyakit metabolik.

Menurut catatan, penyakit terbanyak di puskesmas temon 1 adalah


hipertensi, diikuti diabetes melitus dan hyperlipidemia. Hal ini dikarenakan
kurangnya pemahaman masyarakat terutama lansia terkait penyakit
metabolik dan bahaya yang mungkin muncul akibat komplikasinya
1. Kurangnya pemahaman lansia terkait penyakit metabolik dan
bahaya yang mungkin muncul akibat komplikasinya
Permasalahan
2. Kurangnya pemahaman lansia terkait faktor risiko yang dapat
menyebabkan timbulnya penyakit metabolik
1. Kegiatan penyuluhan dilaksanakan bersamaan dengan jadwal
posyandu lansia dusun XX
2. Melakukan pemaparan terkait penyakit metabolik dan cara
penanganannya

Perencanaan & 3. Sesi diskusi kasus (cth : serangan jantung, makanan sehat, dll)
Intervensi 4. Sesi tanya jawab
5. Jika ada gejala khas dari penyakit metabolik dan belum diberi
penanganan, disarankan ke puskesmas.
6. Jika ada kaitan terkait kualitas dan kuantitas makanan, dirujuk ke
bagiam gizi puskesmas

Pelaksanaan 1. Penyuluhan materi penyakit metabolik dan cara penanganannya


dilakukan di rumah kepala dusun yang terletak di dusun X.
Pemaparan materi dilakukan selama 15 menit agar audience bisa
tetap fokus.
2. Kasus gagal ginjal, diusulkan oleh salah satu lansia dan dijadikan
materi diskusi kasus. Pemecahan masalah berupa : kendalikan
penyakit penyebab dan kontrol rutin.
3. Pertanyaan mayoritas tentang : apakah obat penyakit metabolik
bisa dihentikan
4. Salah satu peserta memiliki xanthelasma dan belum pernah berobat
sama sekali, kemudian disarankan ke puskesmas

Monitoring dan Kegiatan penyuluhan berjalan lancar dan kondusif, 10 lansia tidak
Evaluasi hadir karena kesibukan.

PENYULUHAN JIWA
Seluruh pasien ODGJ dalam pengawasan maupun non-pengawasan
Peserta Puskesmas Temon 1 di Dusun XX Kecamatan Temon,

Judul Pentingnya terapi Obat dan CBT bagi ODGJ

Gangguan jiwa merupakan sekumpulan gangguan pada fungsi pikir, emosi,


perilaku dan sosialisasi dengan orang sekitar. Kurangnya pengetahuan dan
pemahaman tentang gangguan jiwa membuat para penderitanya kesusahan
untuk mencari terapi yang tepat. Cognitive Behavioral Therapy (CBT),
adalah salah satu tipe terapi yang menekankan pada bagaimana individu
Latar Belakang berkaitan mampu menyelesaikan permasalahan yang ia hadapi, sehingga ia
mampu kembali berfungsi secara optimal.

Menurut catatan, ada beberapa pasien dalam pengawasan puskesmas temon


yang masih belum mendapatkan terapi yang tepat dan adekuat, sehingga
masih perlu pembinaan secara intensif
1. Kurangnya pemahaman pasien ODGJ penyakit yang dialaminya
dan cara penanganannya
Permasalahan
2. Rendahnya kemampuan ODGJ mencari sumber masalah yang
dimilikinya dan menemukan solusi atas permasalah tersebut
1. Kegiatan penyuluhan dilaksanakan bersamaan dengan jadwal TAK
(Terapi Aktivitas Kelompok) di dusun XX
2. Melakukan pemaparan materi terkait ODGJ dan bagaimana cara
melakukan CBT mandiri
Perencanaan &
3. Sesi diskusi kasus (cth : kepatuhan minum obat, efek samping,
Intervensi dll)
4. Sesi tanya jawab
5. Jika ada keluhan yang makin parah, disarankan untuk kontrol ke
puskesmas

Pelaksanaan 1. Penyuluhan materi ODGJ dan bagaimana cara melakukan CBT


mandiri dilakukan di balai desa X. Pemaparan materi dilakukan
selama 15 menit agar audience bisa tetap fokus.
2. Kasus efek samping pengobatan Skizoafektif , diusulkan oleh
salah satu peserta dan dijadikan materi diskusi kasus.
3. Pertanyaan mayoritas tentang : cara mengatasi pikiran negatif.
Pemecahan : Ketika pikiran negatif muncul, usahakan tetap tenang
dan mencari seseorang untuk diajak berbicara
4. Salah satu peserta dengan diagnosis bipolar mengalami fase manik
dan tidak minum obat rutin, disarankan untuk ke puskesmas

Monitoring dan Kegiatan penyuluhan berjalan lancar dan kondusif, 2 peserta ODGJ
Evaluasi tidak datang, tanpa keterangan.

PENYULUHAN TB
Peserta Seluruh masyarakat usia produktif Dusun XX Kecamatan Temon,

Judul Bahaya TBC dan penanganannya

Tuberkulosis (TB) sampai dengan saat ini masih merupakan


salah satu masalah kesehatan masyarakat di dunia walaupun upaya
penanggulangan TB telah dilaksanakan di banyak negara sejak tahun
Latar Belakang 1995.
Masih rendahnya pemahaman masyarakat terkait penyakit TBC, baik gejala
dan penularannya membuat rendahnya angka kunjungan pasien yang
memiliki gejala TBC. Hal ini membuat angka capaian minimal penemuan
kasus TBC rendah di Puskesmas Temon 1.
1. Kurangnya pemahaman masyarakat terkait penyakit TBC
Permasalahan
2. Kurangnya pemahaman masyarakat terkait penanganan TBC
1. Kegiatan penyuluhan dilaksanakan bersamaan dengan jadwal
screening usia produktif dusun XX
2. Melakukan pemaparan penyakit TBC dan penanganannya
Perencanaan &
3. Sesi diskusi kasus (cth : perbedaan tiap penyakit sesak,
Intervensi pengobatan tbc, dll)
4. Sesi tanya jawab
5. Jika ada gejala TBC disarankan periksa ke puskesmas

Pelaksanaan 1. Penyuluhan materi penyakit TBC dan penanganannya yang


dilakukan di balai desa X. Pemaparan materi dilakukan selama 15
menit agar audience bisa tetap fokus.
2. Macam-macam penyebab sesak nafas diusulkan oleh salah satu
peserta dan dijadikan diskusi kasus. Pemecahan masalah berupa :
menjelaskan perbedaan asma, ppok, chf, dan tbc
3. Pertanyaan mayoritas tentang : apakah semua anggota keluarga
wajib diterapi juga
4. Salah peserta mengalami batuk berdahak lama, dan disarankan
untuk periksa ke puskesmas

Monitoring dan
Kegiatan penyuluhan berjalan lancar dan kondusif.
Evaluasi

PENYULUHAN KELUARGA BERENCANA


Peserta Seluruh masyarakat usia produktif Dusun XX Kecamatan Temon,

Judul Macam-macam KB dan perbedaannya

Program KB bertujuan untuk memenuhi permintaan pelayanan KB dan


Kesehatan Reproduksi (KR) yang berkualitas serta mengendalikan angka
kelahiran yang pada akhirnya meningkatkan kualitas penduduk dan
Latar Belakang mewujudkan keluarga-keluarga kecil berkualitas
Adanya ketakutan masyarakat terkait efek samping dari KB yang tidak
sesuai dengan bukti ilmiah membuat beberapa baik pasangan BARU
maupun yang memiliki lebih dari 2 anak enggan untuk KB.
1. Kurangnya pemahaman terkait efek samping dari KB membuat
penggunaan beberapa tipe KB menjadi kurang diminati
Permasalahan
2. Adanya mindset banyak anak banyak rizki, masih dipegang oleh
beberapa masyarakat
1. Kegiatan penyuluhan dilaksanakan bersamaan dengan jadwal
screening usia produktif dusun XX
2. Melakukan pemaparan KB dan dua anak lebih baik
Perencanaan &
3. Sesi diskusi kasus (cth : efek samping KB, lama KB, dll)
Intervensi
4. Sesi tanya jawab
5. Jika ada penyakit terkait organ kewanitaan, disarankan untuk ke
puskesmas
1. Penyuluhan materi KB dilakukan di Balai Desa X. Pemaparan
materi dilakukan selama 15 menit agar audience bisa tetap fokus.
2. Kasus efek samping IUD diusulkan oleh salah satu peserta dan
Pelaksanaan dijadikan diskusi kasus. Pemecahan masalah berupa : efek samping
berupa flek pada 2-3 bulan pertama sering terjadi akibat penyesuaian
tubuh akan alat kontrasepsi
3. Pertanyaan mayoritas tentang : apakah KB bikin gemuk

Monitoring dan Kegiatan penyuluhan berjalan lancar dan kondusif.


Evaluasi
PENYULUHAN P2P
Peserta Seluruh orang tua balita Dusun XX Kecamatan Temon,

Judul Pentingnya imunisasi dan PHBS untuk mencegah penyakit menular

Saat ini di Indonesia masih ada anak-anak yang belum mendapatkan


imunisasi secara lengkap bahkan tidak pernah mendapatkan imunisasi sedari
lahir. Hal itu menyebabkan mereka mudah tertular penyakit berbahaya
karena tidak adanya kekebalan terhadap penyakit tersebut.
Data dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian
Latar Belakang Kesehatan (Kemenkes) RI menunjukkan sejak 2014-2016, terhitung sekitar
1,7 juta anak belum mendapatkan imunisasi atau belum lengkap status
imunisasinya.
Beberapa penyakit menular seperi TBC, Diare, ISPA, DBD, Demam Tifoid
dapat menyebabkan gangguan dalam tumbuh kembang anak sehingga akan
mengganggu kehidupannya dimasa yang akan datang
1. Kurangnya pemahaman orang tua tentang pentingnya imunisasi
dan PHBS
Permasalahan
2. Kurangnya pemahaman orang tua terkait cara penularan beberapa
macam penyakit
1. Kegiatan penyuluhan dilaksanakan bersamaan dengan jadwal
posyandu balita dusun XX
2. Melakukan pemaparan terkait Imunisasi dan PHBS terkait
hubungan dengan tumbuh kembang anak
3. Sesi diskusi kasus (cth : Berat badan tidak naik, diare
berkepanjangan, DBD, dll)
Perencanaan &
Intervensi 4. Sesi tanya jawab
5. Jika ada penyakit terkait infeksi (TBC, diare, dll) dirujuk ke
puskesmas.
6. Jika ada kaitan terkait kualitas dan kuantitas makanan, dirujuk ke
bagiam gizi puskesmas
7. Kegiatan diakhiri dengan pemberian makanan sehat

Pelaksanaan 1. Penyuluhan materi imunisasi dan PHBS dilakukan di salah satu


rumah kader yang terletak di dusun X. Pemaparan materi dilakukan
selama 15 menit agar audience bisa tetap fokus.
2. Kasus balita DBD, diusulkan oleh salah satu orang tua balita dan
dijadikan diskusi kasus. Pemecahan masalah berupa : lakukan 4M
plus untuk mencegah dari infeksi virus Dengue dan kenali tanda
bahaya
3. Pertanyaan mayoritas tentang : berapa lama pengobatan TBC
4. Salah satu balita mengalami masalah dalam pertumbuhan,
disarankan untuk dilakukan screening ke puskesmas terkait penyakit
TBC

Monitoring dan Kegiatan penyuluhan berjalan lancar dan kondusif, 2 anak tidak hadir
Evaluasi karena kesibukan orang tua.

PENYULUHAN KESLING
Seluruh kader kesehatan dan staff pemerintahan Dusun XX
Peserta Kecamatan Temon,

Judul Menghindari penyakit diare mulai dari rumah

Kesehatan lingkungan merupakan faktor penting dalam kehidupan sosial


kemasyarakatan. Sanitasi merupakan salah satu komponen dari kesehatan
lingkungan. Dalam penerapan di masyarakat, sanitasi meliputi penyediaan
air, pengolaan limbah, pengolaan sampah, control vektor, pencegahan dan
Latar Belakang pengontrolan pencemaran tanah , sanitasi makanan, serta pencemaran udara.
Belum optimalnya sanitasi di Indonesia ditandai dengan masih tingginya
angka kejadian penyakit infeksi dan penyakit menular di masyarakat.
Masih tingginya kasus diare di daerah Puskesmas Temon 1, baik karena
virus, bakteri, maupun parasit masih menjadi pusat perhatian akibat
kurangnya edukasi keterkaitan antara kesling dengan penularan penyakit
1. Rendahnya pemahaman masyarakat terkait metode penularan
Permasalahan penyakit akibat kurangnya kebersihan lingkungan
1. Kegiatan penyuluhan dilaksanakan bersamaan dengan jadwal
SMD dusun XX
2. Melakukan pemaparan Kesehatan Lingkungan Rumah
Perencanaan &
3. Sesi diskusi kasus (cth : faktor risiko diare, penanganan diare, dll)
Intervensi
4. Sesi tanya jawab
5. Jika di lingkungannya ada masalah kebersihan harap didiskusikan
dengan pihak terkait

Pelaksanaan 1. Penyuluhan materi Kesling dan diare dilakukan di restoran ono


sambel. Pemaparan materi dilakukan selama 20 menit agar audience
bisa tetap fokus.
2. Kasus kecacingan, diusulkan oleh salah peserta dan dijadikan
diskusi kasus. Pemecahan masalah berupa : PHBS, pengelolaan
sampah, dan sanitasi yang baik dapat mengatasi masalah kecacingan,
serta pencegahan dengan minum obat cacing 6 bulan sekali bisa
menjadi solusi
3. Pertanyaan mayoritas tentang : pengangkutan sampah dari rumah
tangga ke TPS tidak efektif di dusun X

Monitoring dan
Kegiatan penyuluhan berjalan lancar dan kondusif.
Evaluasi

ANC
1
Judul Diabetes Gestasional

Ny. KR/ Usia 28th/ Tinggi 155cm/ Berat 68Kg/ G2P1A0/UK 28


Identitas Pasien Minggu
Antenatal Care (ANC) merupakan pelayanan pemeriksaan kesehatan rutin
ibu hamil untuk mendiagnosis komplikasi obstetri serta untuk memberikan
informasi tentang gaya hidup, kehamilan dan persalinan. Setiap ibu hamil
sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ANC komprehensif yang
berkualitas minimal 4 kali yaitu minimal 1 kali pada trimester pertama dan
kedua serta minimal 2 kali pada trimester ketiga.
Latar Belakang Tujuan dari pemeriksaan ANC salah satunya adalah mempersiapkan wanita
dalam menghadapi persalinan. Kesiapan persalinan adalah perencanaan awal
dan persiapan melahirkan yang bertujuan untuk membantu perempuan,
suami dan keluarga agar siap untuk melahirkan dengan membuat rencana
menghadapi komplikasi dan hal tak terduga.
Diabetes gestasional adalah diabetes yang berlangsung selama masa
kehamilan sampai proses persalinan. Kondisi ini umumnya terjadi pada
trimester kedua atau trimester ketiga
1. Kurangnya pemahaman ibu hamil terkait risiko terjadinya Diabetes
Gestasional
Permasalahan
2. Kurangnya pemahaman ibu hamil terkait komplikasi Diabetes
Gestasional
1. Kegiatan ANC dilakukan di Poli KIA Puskesmas Temon 1
2. Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan obsterik, dilanjutkan
pemeriksaan penunjang
Perencanaan &
Intervensi 3. Penegakkan diagnosis
4. Edukasi dan pembinaan terkait Diabetes Gestasional
5. Diskusi dan tanya jawab terkait masalah yang dialami

Pelaksanaan 1. Dokter melakukan penegakkan diagnosis Diabetes Gestasional


pada Ny. KR setelah dilakukan pemeriksaan secara komprehensif
(GDS 220 mg/dL)
2. Metode Pembinaan dan Edukasi = Melakukan bimbingan terkait
faktor risiko Diabetes gestasional dan komplikasinya dengan cara
diskusi dua arah
3. Pertanyaan pasien terkait apakah persalinan bisa dilakukan secara
normal atau tidak. Penyelesaian : Perlu dilakukan observasi saat
trimester ke-3
4. Kontrol berikutnya sekalian mengajak suami, untuk bimbingan
secara holistik

2
Judul Preeklamsia

Ny. TA/ Usia 32th/ Tinggi 151cm/ Berat 72Kg/ G3P2A0/UK 31


Identitas Pasien Minggu
Antenatal Care (ANC) merupakan pelayanan pemeriksaan kesehatan
rutin ibu hamil untuk mendiagnosis komplikasi obstetri serta untuk
memberikan informasi tentang gaya hidup, kehamilan dan persalinan. Setiap
ibu hamil sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ANC
komprehensif yang berkualitas minimal 4 kali yaitu minimal 1 kali pada
trimester pertama dan kedua serta minimal 2 kali pada trimester ketiga.
Tujuan dari pemeriksaan ANC salah satunya adalah mempersiapkan
Latar Belakang wanita dalam menghadapi persalinan. Kesiapan persalinan adalah
perencanaan awal dan persiapan melahirkan yang bertujuan untuk membantu
perempuan, suami dan keluarga agar siap untuk melahirkan dengan membuat
rencana menghadapi komplikasi dan hal tak terduga.
Preeklamsia adalah peningkatan tekanan darah dan kelebihan protein
dalam urine yang terjadi setelah usia kehamilan lebih dari 20 minggu. Bila
tidak segera ditangani, preeklamsia bisa menyebabkan komplikasi yang
berbahaya bagi ibu dan janin.
1. Kurangnya pemahaman ibu hamil terkait risiko terjadinya
Permasalahan Preeklamsia
2. Kurangnya pemahaman ibu hamil terkait komplikasi Preeklamsia

Perencanaan & 1. Kegiatan ANC dilakukan di Poli KIA Puskesmas Temon 1


Intervensi 2. Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan obsterik, dilanjutkan
pemeriksaan penunjang
3. Penegakkan diagnosis
4. Edukasi dan pembinaan terkait Preeklamsia
5. Diskusi dan tanya jawab terkait masalah yang dialami
1. Dokter melakukan penegakkan diagnosis Preeklamsia pada Ny.
TA setelah dilakukan pemeriksaan secara komprehensif (TD :
160/100 dan Protein Urin : Positif 1)
2. Metode Pembinaan dan Edukasi = Melakukan bimbingan terkait
faktor risiko Preeklamsia dan komplikasinya dengan cara diskusi dua
Pelaksanaan arah
3. Pertanyaan pasien terkait apakah Tekanan darah bisa kembali
normal. Penyelesaian : Bisa dengan mengkonsumsi obat penurunan
darah tinggi khusus kehamilan seperti nifedipine
4. Pasien harus dirujuk ke dokter Sp.OG setelah dilakukan bimbingan
terkait preeklamsia

3
Judul Emesis Gravidarum

Ny. SF/ Usia 26th/ Tinggi 159cm/ Berat 60Kg/ G1P0A0/UK 12


Identitas Pasien Minggu
Antenatal Care (ANC) merupakan pelayanan pemeriksaan kesehatan
rutin ibu hamil untuk mendiagnosis komplikasi obstetri serta untuk
memberikan informasi tentang gaya hidup, kehamilan dan persalinan. Setiap
ibu hamil sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ANC
komprehensif yang berkualitas minimal 4 kali yaitu minimal 1 kali pada
trimester pertama dan kedua serta minimal 2 kali pada trimester ketiga.
Tujuan dari pemeriksaan ANC salah satunya adalah mempersiapkan
Latar Belakang wanita dalam menghadapi persalinan. Kesiapan persalinan adalah
perencanaan awal dan persiapan melahirkan yang bertujuan untuk membantu
perempuan, suami dan keluarga agar siap untuk melahirkan dengan membuat
rencana menghadapi komplikasi dan hal tak terduga.
Mual dan muntah atau dalam bahasa medis disebut emesis gravidarum
atau morning sickness merupakan suatu keadaan mual yang terkadang
disertai muntah (frekuensi kurang dari 5 kali). Selama kehamilan sebanyak
70-85% wanita mengalami mual muntah
1. Kurangnya pemahaman ibu hamil terkait faktor risiko Emesis
Gravidarum
Permasalahan
2. Kurangnya pemahaman ibu hamil terkait komplikasi Emesis
Gravidarum

Perencanaan & 1. Kegiatan ANC dilakukan di Poli KIA Puskesmas Temon 1


Intervensi 2. Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan obsterik, dilanjutkan
pemeriksaan penunjang
3. Penegakkan diagnosis
4. Edukasi dan pembinaan terkait Emesis Gravidarum
5. Diskusi dan tanya jawab terkait masalah yang dialami
1. Dokter melakukan penegakkan diagnosis Emesis Gravidarum pada
Ny. SF setelah dilakukan pemeriksaan secara komprehensif
2. Metode Pembinaan dan Edukasi = Melakukan bimbingan terkait
faktor risiko Emesis Gravidarum dan komplikasinya dengan cara
diskusi dua arah
Pelaksanaan
3. Pertanyaan pasien terkait apakah emesis gravidarum dapat
menyebabkan masalah pada janin. Penyelesaian : Umumnya tidak
akan berdampak pada janin jika gizi baik selama kehamilan. Namun
jika terjadi muntah-muntah lebih dari 5 kali maka diperlukan obat
anti muntah dan supplement vitamin B1 dan B6

4
Judul Infeksi Saluran Kemih

Ny. W/ Usia 34th/ Tinggi 154cm/ Berat 69Kg/ G2P10/ UK 24


Identitas Pasien Minggu
Antenatal Care (ANC) merupakan pelayanan pemeriksaan kesehatan
rutin ibu hamil untuk mendiagnosis komplikasi obstetri serta untuk
memberikan informasi tentang gaya hidup, kehamilan dan persalinan. Setiap
ibu hamil sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ANC
komprehensif yang berkualitas minimal 4 kali yaitu minimal 1 kali pada
trimester pertama dan kedua serta minimal 2 kali pada trimester ketiga.
Tujuan dari pemeriksaan ANC salah satunya adalah mempersiapkan
Latar Belakang wanita dalam menghadapi persalinan. Kesiapan persalinan adalah
perencanaan awal dan persiapan melahirkan yang bertujuan untuk membantu
perempuan, suami dan keluarga agar siap untuk melahirkan dengan membuat
rencana menghadapi komplikasi dan hal tak terduga.
Infeksi saluran kemih terjadi karena adanya perubahan pada saluran
kemih ibu hamil, karena posisi rahim yang berada tepat di atas saluran
kemih. Saat kehamilan semakin membesar, berat ada janin akan menekan
kandung kemih, sehingga bakteri terjebak dan berkembangbiak di dalamnya
Permasalahan 1. Kurangnya pemahaman ibu hamil terkait faktor risiko terjadinya
Infeksi Saluran Kemih
2. Kurangnya pemahaman ibu hamil terkait komplikasi Infeksi
Saluran Kemih
1. Kegiatan ANC dilakukan di Poli KIA Puskesmas Temon 1
2. Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan obsterik, dilanjutkan
pemeriksaan penunjang
Perencanaan &
Intervensi 3. Penegakkan diagnosis
4. Edukasi dan pembinaan terkait Infeksi Saluran Kemih
5. Diskusi dan tanya jawab terkait masalah yang dialami
1. Dokter melakukan penegakkan diagnosis Infeksi Saluran Kemih
pada Ny. W setelah dilakukan pemeriksaan secara komprehensif
(Bakteri Urin : Positif, Leukosit Urin : 20, Eritrosit Urin : 10)
2. Metode Pembinaan dan Edukasi = Melakukan bimbingan terkait
faktor risiko Infeksi Saluran Kemih dan komplikasinya dengan cara
Pelaksanaan diskusi dua arah
3. Pertanyaan pasien terkait apakah Infeksi Saluran Kemih dapat
mempengaruhi janin. Penyelesaian : Jika tidak segera ditangani maka
dapat menyebabkan komplikasi kearah ginjal dan sepsis yang dapat
mengganggu sirkulasi Ibu dan Janin

5
Judul Anemia Gravidarum

Ny. KH/ Usia 23th/ Tinggi 160cm/ Berat 59Kg/ G1P0A0/UK 9


Identitas Pasien Minggu
Antenatal Care (ANC) merupakan pelayanan pemeriksaan kesehatan
rutin ibu hamil untuk mendiagnosis komplikasi obstetri serta untuk
memberikan informasi tentang gaya hidup, kehamilan dan persalinan. Setiap
ibu hamil sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ANC
komprehensif yang berkualitas minimal 4 kali yaitu minimal 1 kali pada
trimester pertama dan kedua serta minimal 2 kali pada trimester ketiga.
Latar Belakang Tujuan dari pemeriksaan ANC salah satunya adalah mempersiapkan
wanita dalam menghadapi persalinan. Kesiapan persalinan adalah
perencanaan awal dan persiapan melahirkan yang bertujuan untuk membantu
perempuan, suami dan keluarga agar siap untuk melahirkan dengan membuat
rencana menghadapi komplikasi dan hal tak terduga.
Anemia gravidarum adalah anemia yang terjadi pada kehamilan dimana
kadar Hb <11g/dL. Faktor risiko dibagi menjadi dua yaitu langsung dan
tidak langsung.
Permasalahan 1. Kurangnya pemahaman ibu hamil terkait risiko terjadinya Anemia
Gravidarum
2. Kurangnya pemahaman ibu hamil terkait komplikasi Anemia
Gravidarum
1. Kegiatan ANC dilakukan di Poli KIA Puskesmas Temon 1
2. Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan obsterik, dilanjutkan
pemeriksaan penunjang
Perencanaan &
Intervensi 3. Penegakkan diagnosis
4. Edukasi dan pembinaan terkait Anemia Gravidarum
5. Diskusi dan tanya jawab terkait masalah yang dialami
1. Dokter melakukan penegakkan diagnosis Anemia Gravidarum
pada Ny. TA setelah dilakukan pemeriksaan secara komprehensif
(Hb : 9.8 g/dL)
2. Metode Pembinaan dan Edukasi = Melakukan bimbingan terkait
faktor risiko Anemia Gravidarum dan komplikasinya dengan cara
Pelaksanaan diskusi dua arah
3. Pertanyaan pasien terkait apakah perlu dilakukan transfusi darah.
Penyelesaian : Belum dibutuhkan, namun perlu mengkonsumsi tablet
besi dosis tinggi serta meningkatkan konsumsi makanan tinggi zat
besi

KB SUNTIK
1
Judul KB Suntik pada Nullipara

Identitas Pasien Ny. AD/ Usia 23th/ Tinggi 155cm/ Berat 50Kg/ P1A0

Latar Belakang Suntik KB adalah kontrasepsi hormonal yang mengandung hormon


progestogen (progestin). Hormon ini serupa dengan hormon alami wanita,
yaitu progesteron, dan dapat menghentikan ovulasi.
Suntik KB merupakan salah satu metode kontrasepsi untuk menunda
kehamilan. Berdasarkan jangka waktu, di Indonesia terdapat dua jenis suntik
KB yang paling umum digunakan, yaitu suntik KB 1 bulan dan suntik KB 3
bulan.
Pasien Ingin menjarangkan kehamilan namun takut menggunakan
Permasalahan IUD
1. Kegiatan KB Suntik dilakukan di Poli KIA Puskesmas Temon 1
2. Mencuci tangan, memberikan informasi tentang KB yang tersedia,
anamnesa data pasien, menjelaskan prosedur dan tujuannya.
3. Dilakukan penapisan : HPHT, paritas, riwayat persalinan, dll.
setelah klien dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital serta timbang
berat badan, pasien dipersilahkan naik ketempat tidur. Pasien
disiapkan dengan posisi miring.
4. Buka dan buang tutup kaleng pada vial yang menutupi karet, hapus
karet yang ada dibagian atas vial dengan kapas yang telah dibasahi
dengan alkohol. Bila menggunakan jarum atau spoit sekali pakai,
segera buka plastiknya . Balikkan vial dengan mulut vial ke bawah.
Perencanaan & Masukkan cairan suntik dalam spoit, gunakan jarum yang sama untuk
Intervensi menghisap kontrasepsi suntik
5. Kocok botol dengan baik, hindarkan terjadinya gelembung-
gelembung udara, keluarkan isinya kemudian desinfeksi area
penyuntikan dengan kapas alkohol. Sebelum penyuntikan obat,
perlahan tarik sedikit pompa, bila ada darah masuk ke dalam spoit
tarik keluar jarum lakukan kembali aspirasi apabila tidak terdapat
darah masukkan obat perlahan. suntikkan secara intra muskular
dalam di daerah pantat (daerah gluteal).
6. Kompres area tusukkan dengan air hangat (bila perlu). Setelah
selesai jarum dibuang ditempat sampah medis lalu klien dirapikan.
7. Dokumentasikan hasil tindakan lalu Klien diberi kartu Akseptor
dan dipesan kembali sesuai jadwal yang ditentukan.
1. Dokter melakukan anamnesis kelayakan KB Suntik = Pasien layak
KB Suntik
Pelaksanaan 2. Dilakukan penyuntikan KB kepada pasien oleh Bidan sesuai SOP
3. Kontrol berikutnya sekalian mengajak suami, untuk bimbingan
secara holistik

2
Judul KB Suntik pada Multipara

Identitas Pasien Ny. YT/ Usia 29th/ Tinggi 155cm/ Berat 70Kg/ P2A0

Suntik KB adalah kontrasepsi hormonal yang mengandung hormon


progestogen (progestin). Hormon ini serupa dengan hormon alami wanita,
yaitu progesteron, dan dapat menghentikan ovulasi.
Latar Belakang Suntik KB merupakan salah satu metode kontrasepsi untuk menunda
kehamilan. Berdasarkan jangka waktu, di Indonesia terdapat dua jenis suntik
KB yang paling umum digunakan, yaitu suntik KB 1 bulan dan suntik KB 3
bulan.
Pasien Ingin menjarangkan kehamilan namun tidak mau
Permasalahan menggunakan Pil karena sering lupa
1. Kegiatan KB Suntik dilakukan di Poli KIA Puskesmas Temon 1
2. Mencuci tangan, memberikan informasi tentang KB yang tersedia,
anamnesa data pasien, menjelaskan prosedur dan tujuannya.
3. Dilakukan penapisan : HPHT, paritas, riwayat persalinan, dll.
setelah klien dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital serta timbang
berat badan, pasien dipersilahkan naik ketempat tidur. Pasien
disiapkan dengan posisi miring.
4. Buka dan buang tutup kaleng pada vial yang menutupi karet, hapus
karet yang ada dibagian atas vial dengan kapas yang telah dibasahi
dengan alkohol. Bila menggunakan jarum atau spoit sekali pakai,
segera buka plastiknya . Balikkan vial dengan mulut vial ke bawah.
Perencanaan & Masukkan cairan suntik dalam spoit, gunakan jarum yang sama untuk
Intervensi menghisap kontrasepsi suntik
5. Kocok botol dengan baik, hindarkan terjadinya gelembung-
gelembung udara, keluarkan isinya kemudian desinfeksi area
penyuntikan dengan kapas alkohol. Sebelum penyuntikan obat,
perlahan tarik sedikit pompa, bila ada darah masuk ke dalam spoit
tarik keluar jarum lakukan kembali aspirasi apabila tidak terdapat
darah masukkan obat perlahan. suntikkan secara intra muskular
dalam di daerah pantat (daerah gluteal).
6. Kompres area tusukkan dengan air hangat (bila perlu). Setelah
selesai jarum dibuang ditempat sampah medis lalu klien dirapikan.
7. Dokumentasikan hasil tindakan lalu Klien diberi kartu Akseptor
dan dipesan kembali sesuai jadwal yang ditentukan.

Pelaksanaan 1. Dokter melakukan anamnesis kelayakan KB Suntik = Pasien layak


KB Suntik
2. Dilakukan penyuntikan KB kepada pasien oleh Bidan sesuai SOP
3. Kontrol berikutnya sekalian mengajak suami, untuk bimbingan
secara holistik

KB IMPLANT
1
Judul KB Implant pada Primipara

Identitas Pasien Ny. PF/ Usia 30th/ Tinggi 152cm/ Berat 65Kg/ P1A0

KB implan atau KB susuk adalah kontrasepsi yang mengandung hormon


progestogen. KB yang berbentuk tabung mirip korek api ini digunakan
dengan cara dipasang di bawah jaringan kulit lengan atas. KB implan
mencegah kehamilan dengan cara melepaskan hormon progesteron ke aliran
Latar Belakang darah.
Hormon ini kemudian dapat mencegah kehamilan dengan cara mencegah
pelepasan sel telur (ovulasi), menebalkan lendir di leher rahim, dan
menipiskan lapisan rahim untuk membuat sperma sulit membuahi sel telur.
Jika dipasang secara benar, KB implan dapat mencegah kehamilan selama 3
tahun.
Pasien Ingin menjarangkan kehamilan namun tidak mau
Permasalahan menggunakan Pil karena sering lupa

Perencanaan & 1. Kegiatan KB Suntik dilakukan di Poli KIA Puskesmas Temon 1


Intervensi 2. Dokter melakukan anamnesis dan pemeriksaan untuk menilai
kelayakan KB implant
3. Melakukan Inform Concent
4. Melakukan tindakan pemasangan KB
a Daerah tempat pemasangan implant ditutup dengan kain steril yang
berlubang, lakukan injeksi obat anastesi kira-kira 6-10cm diatas
lipatan siku
b. Setelah itu dibuat insisi lebih kurang sepanjang 0,5cm dengan
scalpel, troika dimasukkan melalui lubang insisi sehingga sampai
pada jaringan bawah kulit
c. Kemudian kapsul dimasukkan kedalam troika dan didorong
dengan plunger sampai kapsul terletak dibawah kulit. Kemudian
dilakukan secara berturut-turut sampai kapsul kedua
d. Kedua kapsul dibawah kulit diletakkan sedemikian rupa sehingga
susunannya seperti huruf V. setelah kedua kapsul berada dibawah
kulit,troika ditarik pelanpelan keluar
e. Kontrol luka apakah ada perdarahan. Jika tidak ada perdarahan
tutup luka dengan kasa steril, kemudian diplester, umumnya tidak
diperlukan jahitan
f. Nasehati pasien agar luka jangan basah selama lebih kurang 3 hari
dan dating kembali jika ada keluhan-keluhan yang mengganggu
1. Dokter melakukan anamnesis kelayakan KB Implant = Pasien
layak KB Implant
Pelaksanaan 2. Dilakukan pemasangan KB kepada pasien oleh Bidan sesuai SOP
3. Kontrol berikutnya sekalian mengajak suami, untuk bimbingan
secara holistik

KB PIL
1
Judul KB Pil pada Multipara

Identitas Pasien Ny. NA/ Usia 32th/ Tinggi 158cm/ Berat 67Kg/ P2A0

Pil KB adalah salah satu alat kontrasepsi yang efektif dalam mencegah
kehamilan. Metode ini dipilih oleh banyak wanita, karena pil KB tergolong
praktis digunakan, mudah dibeli, dan memiliki tingkat keberhasilan tinggi
Latar Belakang hingga 99,7% jika dikonsumsi dengan benar.
Berdasarkan dari kandungan bahan di dalamnya, pil KB dibagi menjadi 2,
yaitu pil KB kombinasi dan pil KB progestin (pil mini). Kedua jenis pil ini
memiliki aturan minum yang berbeda-beda.
Pasien Ingin menjarangkan kehamilan namun takut disuntik dan
Permasalahan dipasang implant

Perencanaan & 1. Kegiatan KB Suntik dilakukan di Poli KIA Puskesmas Temon 1


Intervensi 2. Dokter melakukan anamnesis dan pemeriksaan untuk menilai
kelayakan KB Pil
3. Melakukan Inform Concent terkait tipe Pil KB yang ingin
digunakan dan efek sampingnya
4. Edukasi terkait penggunaan Pil KB Kombinasi Paket 28 hari
a. Paket ini berisi 28 pil untuk diminum setiap hari selama 28 hari
atau 4 minggu.
b. Pada hari ke-29, bisa diulangi lagi, begitu seterusnya.
c. Pada paket pil KB kombinasi 28 hari terdapat 4−7 pil palesbo
(tidak mengandung hormon) untuk diminum di hari-hari terakhir
sebagai waktu mestruasimu.
1. Dokter melakukan anamnesis kelayakan KB Pil = Pasien layak KB
Pil
2. Dilakukan inform concent pemilihan tipe KB Pil = Pasien memilih
Pelaksanaan menggunakan KB Pil Paket 28 Hari
3. Kontrol berikutnya sekalian mengajak suami, untuk bimbingan
secara holistik

IMD
1
Judul IMD dan ASI Eksklusif pada Primipara

Ny. AM/ Usia 25th/ Tinggi 154cm/ Berat 72Kg/ G1P0A0 UK 38+4
Identitas Pasien Minggu dengan Kala 1 Fasa Laten
Inisiasi Menyusu Dini adalah proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan,
di mana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri (tidak disodorkan
ke puting susu).
Latar Belakang Inisiasi Menyusu Dini akan sangat membantu dalam keberlangsungan
pemberian ASI eksklusif (ASI saja) dan lama menyusui. Dengan demikian,
bayi akan terpenuhi kebutuhannya hingga usia 2 tahun, dan mencegah anak
kurang gizi.
Pasien masih belum memahami terkait apa itu IMD dan pentingnya
Permasalahan ASI Eksklusif

Perencanaan & 1. Kegiatan Edukasi IMD dan ASI Eksklusif dilakukan di Poned
Intervensi Puskesmas Temon 1
2. Dokter melakukan bimbingan dan edukasi pada pasien terkait IMD
dan ASI Eksklusif
3. Langkah IMD
a. Bayi di tengkurapkan dada-perut ibu dengan kulit bayi melekat
pada kulit ibu dan mata bayi setinggi puting susu. Keduanya
diselimuti. Bayi dapat diberi topi.
b. Anjurkan ibu menyentuh bayi untuk merangsang bayi. Biarkan
bayi mencari puting sendiri. Ibu didukung dan dibantu mengenali
perilaku bayi sebelum menyusu.
c. Biarkan kulit bayi bersentuhan dengan kulit ibu selama paling
tidak 1 jam bila menyusu awal terjadi sebelum 1 jam, tetap biarkan
kulit ibu – bayi bersentuhan sampai setidaknya 1 jam
d. Bila dalam 1 jam menyusu awal belum terjadi, bantu ibu dengan
mendekatkan bayi ke puting tapi jangan memasukkan puting ke
mulut bayi. Beri waktu kulit melekat pada kulit 30 menit atau 1 jam
lagi.
e. Setelah setidaknya melekat kulit ibu dan kulit bayi setidaknya 1
jam atau selesai menyusu awal, bayi baru dipisahkan untuk
ditimbang, diukur, dicap, diberi vit K.
f. Berikan ASI saja tanpa minuman atau makanan lain kecuali atas
indikasi medis. Tidak diberi dot atau empeng.
1. Dokter melakukan anamnesis dan pemeriksaan obsetrik pada Ibu
Hamil
2. Saat keadaan Ibu stabil dilakukan edukasi terkait IMD dan ASI
Pelaksanaan Eksklusif sehingga dapat langsung diterapkan ketika bayi sudah
dilahirkan. Menguatkan Ibu bahwa ASI mungkin tidak akan langsung
bisa keluar, sehingga dibutuhkan kesabaran.
3. Suami ikut menemani istri sepanjang proses persalinan dan IMD

2
Judul IMD dan ASI Eksklusif pada Multipara

Ny. SA/ Usia 30th/ Tinggi 158cm/ Berat 65Kg/ G2P1A0/ UK 30


Identitas Pasien Minggu

Latar Belakang Inisiasi Menyusu Dini adalah proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan,
di mana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri (tidak disodorkan
ke puting susu).
Inisiasi Menyusu Dini akan sangat membantu dalam keberlangsungan
pemberian ASI eksklusif (ASI saja) dan lama menyusui. Dengan demikian,
bayi akan terpenuhi kebutuhannya hingga usia 2 tahun, dan mencegah anak
kurang gizi.
Pasien masih belum memahami terkait apa itu IMD dan pentingnya
Permasalahan ASI Eksklusif
1. Kegiatan Edukasi IMD dan ASI Eksklusif dilakukan di Poli KIA
Puskesmas Temon 1
2. Dokter melakukan bimbingan dan edukasi pada pasien terkait IMD
dan ASI Eksklusif
3. Langkah IMD
a. Bayi di tengkurapkan dada-perut ibu dengan kulit bayi melekat
pada kulit ibu dan mata bayi setinggi puting susu. Keduanya
diselimuti. Bayi dapat diberi topi.
b. Anjurkan ibu menyentuh bayi untuk merangsang bayi. Biarkan
bayi mencari puting sendiri. Ibu didukung dan dibantu mengenali
perilaku bayi sebelum menyusu.
Perencanaan &
Intervensi c. Biarkan kulit bayi bersentuhan dengan kulit ibu selama paling
tidak 1 jam bila menyusu awal terjadi sebelum 1 jam, tetap biarkan
kulit ibu – bayi bersentuhan sampai setidaknya 1 jam
d. Bila dalam 1 jam menyusu awal belum terjadi, bantu ibu dengan
mendekatkan bayi ke puting tapi jangan memasukkan puting ke
mulut bayi. Beri waktu kulit melekat pada kulit 30 menit atau 1 jam
lagi.
e. Setelah setidaknya melekat kulit ibu dan kulit bayi setidaknya 1
jam atau selesai menyusu awal, bayi baru dipisahkan untuk
ditimbang, diukur, dicap, diberi vit K.
f. Berikan ASI saja tanpa minuman atau makanan lain kecuali atas
indikasi medis. Tidak diberi dot atau empeng.
1. Dokter melakukan anamnesis dan pemeriksaan obsetrik pada Ibu
Hamil. Dilanjutkan menjelaskan keadaan kehamilannya saat ini.
2. Dilakukan edukasi terkait IMD dan ASI Eksklusif sehingga dapat
langsung diterapkan ketika bayi sudah dilahirkan. Menguatkan Ibu
Pelaksanaan bahwa ASI mungkin tidak akan langsung bisa keluar, sehingga
dibutuhkan kesabaran.
3. Suami ikut menemani istri nanti ketika sepanjang proses
persalinan dan IMD
KB IUD
1
Judul KB IUD pada Multipara dengan Hipertensi

Ny. R/ Usia 35th/ Tinggi 152cm/ Berat 58Kg/ P3A0 dengan


Identitas Pasien Hipertensi Grade 2
IUD yang merupakan singkatan dari intrauterine device (alat kontrasepsi
dalam rahim), juga dikenal dengan sebutan kontrasepsi spiral. IUD bekerja
dengan cara menghambat gerakan sperma menuju saluran rahim untuk
mencegah pembuahan, sehingga tidak terjadi kehamilan
Latar Belakang Kontrasepsi IUD dapat melindungi selama 3-10 tahun, tergantung pada jenis
kontrasepsi IUD yang digunakan. Perlu diperhatikan, penggunaan IUD harus
sesuai dengan jangka waktu pemakaian yang telah ditentukan demi
keamanan dan efektivitasnya. Selain itu, meski dapat mencegah kehamilan,
IUD tidak dapat mencegah penyakit menular seksual, sehingga tetap
disarankan untuk menjalani aktivitas seksual yang sehat dan aman.
Pasien Ingin menjarangkan kehamilan namun dikarenakan memiliki
Permasalahan hipertensi dan riwayat kanker pada sepupu sehingga takut dengan KB
hormonal

Perencanaan & 1. Kegiatan Pemasangan IUD dilakukan di Poli KIA Puskesmas


Intervensi Temon 1
2. Dokter melakukan anamnesis dan pemeriksaan untuk menilai
kelayakan KB IUD
3. Melakukan Inform Concent
4. Melakukan tindakan pemasangan IUD
a. Toiler Vagina
b. Pasang spekulum vagina, sampai serviks dapat terlihat dengan baik
Jepit serviks dengan tenakulum secara hati-hati  Ukur
kedalaman dan posisi uterus menggunakan sonde uterus dengan
teknik tanpa menyentuh (no touch technique).
c. Sesuaikan penanda biru pada tabung inserter yang masih berada di
dalam kemasan sterilnya dengan kedalaman uteri sesuai hasil sonde,
lalu buka seluruh kemasan steril IUD
d. Angkat tabung IUD secara hati-hati, pegang IUD dengan posisi
lengan horizontal. Tangan kiri menarik tenakulum secara hati-hati,
tangan kanan memasukkan tabung inserter IUD ke dalam uterus
sampai leher biru menyentuh serviks atau sampai dirasakan ada
tahanan. Pegang serta tahan tenakulum dan pendorong dengan satu
tangan
e. Lepaskan lengan IUD dengan teknik withdrawal yaitu menarik
keluar tabung inserter sampai pangkal pendorong, sambil tetap
menahan pendorong
f. Keluarkan pendorong, kemudian tabung inserter didorong kembali
ke serviks sampai penanda biru menyentuh serviks atau terdapat
tahanan
g. Keluarkan sebagian tabung inserter dan gunting benang 3-4 cm.
Keluarkan seluruh tabung inserter, buang ke tempat sampah medis.
Lepaskan tenakulum secara hati-hati dan rendam di larutan klorin
0,5%
h. Periksa serviks dan bila ada pendarahan tekan serviks dengan
menggunakan kassa yang dijepit tampon tang selama 30-60 detik
i. Keluarkan spekulum dengan hati-hati dan rendam di larutan klorin
0,5%
1. Dokter melakukan anamnesis kelayakan IUD = Pasien layak KB
IUD
2. Dilakukan pemasangan IUD kepada pasien oleh Bidan sesuai SOP
Pelaksanaan
3. Edukasi terkait efek samping dan jangka waktu IUD dapat bekerja
secara efektif. Kontrol berikutnya sekalian mengajak suami, untuk
bimbingan secara holistik

DETEKSI
STUNTING
1
Seluruh Anak-anak Kecamatan Temon yang pada pengukuran
Peserta posyandu terindikasi stunting (BB/TB -2,5 SD)
Screening Stunting dan TB Anak Masyarakat Wilayah Puskesmas
Judul Temon 1

Latar Belakang Banyaknya laporan pasien anak stunting pada program posyandu anak di
wilayah kerja puskesmas temon 1. Membuat puskesmas temon 1
bekerjasama dengan Residen Anak FK UGM, untuk screening pasien
stunting dan screening TB pada pasien.
1. Dilakukan pengukuran BB/TB, BB/U pada 55 anak suspek
stunting yang di laporkan oleh bidan wilayah puskesmas temon 1
pada posyandu anak di setiap desa.
2. Jika pada pengukuran BB/TB di dapatkan hasil -2,5 SD maka
pasien akan di lakukan anamnesis mendalam apakah memiliki
penyakit genetic bawaan, penyakit jantung, tiroid, penyakit TB,
menayakan pola dan menu makan setiap hari.
Perencanaan &
Intervensi 3. Apabila tidak ada Riwayat penyakit diatas maka pasien akan
dilakukan screening TB dengan Test Mantoux. Hasil test Mantoux
akan dilihat 72 jam setelah tes dilakukan yaitu pada hari senin tgl
7/3/2022 pukul 08.00 di puskesmas temon 1. Akan di datangkan
dokter spesialis anak dan dokter residen anak untuk menilai hasil
Mantoux test tersebut. Jika hasil test Mantoux menunjukan indurasi
lebih dari 10 mm, maka akan dilakukan test foto rongten thorax dan
dilakukan pebotan TB anak pada pasien.
1.Telah dilakukan Pengukuran pada 30 anak, namun sisanya tidak
dating tanpa keterangan
2. Tes mantoux dilakukan pada 15 anak yang didasarkan atas hasil
Pelaksanaan SD kurang dari -2,5SD
3. Pasien yang sedang mengalami infeksi akut langsung diarahkan ke
poli MTBS untuk mendapatkan tatalaksana lanjutan

2
Seluruh Anak-anak Kecamatan Temon yang pada pengukuran
Peserta posyandu terindikasi stunting (BB/TB -2,5 SD)

Judul Screening Stunting Wilayah Puskesmas Temon 1

Banyaknya laporan pasien anak stunting pada program posyandu anak di


Latar Belakang wilayah kerja puskesmas temon 1. Membuat puskesmas temon 1 untuk
melakukan screening pasien stunting
Perencanaan & 1. Kegiatan sceening dilakukan di Poli MTBS bersamaan dengan
Intervensi jadwal imunisasi dasar
2. Dilakukan pengukuran BB/TB, BB/U pada anak suspek stunting
yang di laporkan oleh bidan wilayah puskesmas temon 1 pada
posyandu anak di setiap desa.
3. Jika pada pengukuran BB/TB di dapatkan hasil -2,5 SD maka
pasien akan di lakukan anamnesis mendalam apakah memiliki
penyakit genetic bawaan, penyakit jantung, tiroid, penyakit TB,
menayakan pola dan menu makan setiap hari.
4. Apabila tidak ada Riwayat penyakit diatas maka pasien akan
disarankan ke poli gizi
5. Apabila memenuhi scoring TB maka akan dirujuk ke dokter anak
untuk Test Mantoux.
1. Terdapat 10 pasien yang di screening dengan hasil SD < -2.5
2. Dua pasien dirujuk ke dokter anak untuk tes mantoux karena
Pelaksanaan memenuhi scoring TB
3. Delapan pasien dikonsultasikan kebagian gizi untuk dilakukan
konseling gizi

MONITORING GIZI
MONITORING
Peserta Seluruh balita stunting Dusun XX Kecamatan Temon,

Judul Monitoring Gizi Balita Stunting Dusun XX

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang ditandai dengan tubuh
pendek. Penderita stunting umumnya rentan terhadap penyakit, memiliki
tingkat kecerdasan di bawah normal serta produktivitas rendah. Tingginya
prevalensi stunting dalam jangka panjang akan berdampak pada kerugian
Latar Belakang ekonomi bagi Indonesia.
Monitoring Stunting adalah salah satu tujuan utama posyandu sekaligus
meningkatkan kesadaran orangtua untuk pentingnya memberikan gizi yang
cukup dan melihat tumbuh kembang putra putrinya sehingga terbebas dari
stunting.
1. Kurangnya pemahaman orang tua terkait faktor penyebab stunting
Permasalahan
2. Kurangnya asupan gizi balita

Perencanaan & 1. Kegiatan Monitoring Stunting dilakukan bersamaan dengan


Intervensi Posyandu Balita
2.Anak balita akan di lakukan penimbangan tinggi badan dan berat
badan untuk mengetahui perkembangan dan pertumbuhannya apakah
sudah sesuai dengan kurva CDC, dan akan di beri penyuluhan /
edukasi tentang makanan gizi yang baik untuk anak. 3. Konsultasi
gizi dan penyakit yang di derita anak jika ada.
1.Dilakukan posyandu balita di Dusun XX. Dibantu oleh dokter,
perawat puskesmas dan kader kesehatan Dusun XX
2. Terdapat 5 anak yang mengalami gizi buruk dan 10 anak gizi
kurang
Pelaksanaan
3. Sepuluh anak yang mengalami gizi kurang memiliki riwayat gizi
buruk, namun sudah mengalami perbaikan dalam 2 bulan ini
4. Lima anak gizi buruk disarankan ke Puskesmas untuk dilakukan
pemeriksaan lanjutan

SUPLEMENT GIZI
SUPLEMENT
Peserta Seluruh balita Dusun XX Kecamatan Temon,

Judul Monitoring Gizi Balita Stunting Dusun XX

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang ditandai dengan tubuh
pendek. Penderita stunting umumnya rentan terhadap penyakit, memiliki
tingkat kecerdasan di bawah normal serta produktivitas rendah. Tingginya
prevalensi stunting dalam jangka panjang akan berdampak pada kerugian
Latar Belakang ekonomi bagi Indonesia.
Suplemetasi gizi adalah salah satu program utama posyandu balita sekaligus
meningkatkan kesadaran orangtua untuk pentingnya memberikan gizi yang
cukup dan melihat tumbuh kembang putra putrinya sehingga terbebas dari
stunting.
1. Kurangnya pemahaman orang tua terkait fungsi gizi sempurna bagi
Permasalahan tumbuh kembang balita
2. Kurangnya asupan gizi balita
1. Kegiatan Suplementasi gizi dilakukan bersamaan dengan
Posyandu Balita
2.Anak balita akan di lakukan penimbangan tinggi badan dan berat
Perencanaan & badan untuk mengetahui perkembangan dan pertumbuhannya apakah
Intervensi sudah sesuai dengan kurva CDC, dan akan di beri penyuluhan /
edukasi tentang makanan gizi yang baik untuk anak. 3. Konsultasi
gizi dan penyakit yang di derita anak jika ada.
4. Pemberian suplementasi gizi diakhir pertemuan
1.Dilakukan posyandu balita di Dusun XX. Dibantu oleh dokter,
perawat puskesmas dan kader kesehatan Dusun XX
2. Terdapat 5 anak yang mengalami gizi buruk dan 10 anak gizi
kurang. 3 anak tidak datang
3. Sepuluh anak yang mengalami gizi kurang memiliki riwayat gizi
Pelaksanaan buruk, namun sudah mengalami perbaikan dalam 2 bulan ini
4. Lima anak gizi buruk disarankan ke Puskesmas untuk dilakukan
pemeriksaan lanjutan
5. Dibagikan supplement gizi pada semua balita baik yang mengikuti
dan tidak mengikuti posyandu

VAKSINASI COVID
VAKSIN COVID
Tn. K/ Usia 49 th/ Tinggi 163cm/ Berat 66Kg/ Booster dengan vaksin
Peserta primer Astrazeneka/ Riwayat Penyakit Dahulu (-)

Judul Vaksinasi Covid-19 Puskesmas Temon 1

Vaksinasi Covid-19 merupakan salah satu langkah terbaik untuk mengatasi


pandemi covid-19, apalagi dengan adanya lonjakan fase 3 covid-19 dengan
varian omicron yang sangat mudah menyebar, masyarakat umum khususnya
Latar Belakang masyarakat daerah kecamatan temon, kulon progo sangat membutuhkan
vaksinasi covid-19 dosis 1, 2 dan booster / dosis 3.
Kegiatan vaksin ini rutin dilakukan oleh PKM Temon 1 untuk mendukung
terlaksananya percepatan vaksin dosis 1,2 dan booster atau dosis 3.
Kasus covid-19 di Indonesia pada bulan februari 2022 ini sedang
memasuki fase gelombang ke-3. Dengan adanya varian terbaru
Permasalahan omicron yang mudah sekali menular. Sehingga membutukan booster
vaksin.

Perencanaan & 1. Dilakukan screening kelayakan vaksin


Intervensi 2. Dilakukan pemeriksaan tekanan darah dan suhu tubuh
3. Jenis vaksin
Dosis 1 & Dosis 2
- Usia 6 – 11 tahun, dosis 1 menggunakan vaksin Sinovac
- Usia 12 tahun ke atas dosis 1 menggunakan vaksin Sinovac
- Vaksin dosis ke 2 sama dengan dosis 1, namun yang tersedia
untuk dosis kedua hanya Sinovac dan Astrazeneca.
Dosis 3 (Booster)
- Usia 18 tahun ke atas
- Dosis ke 3 menggunakan Astra Zeneca
- Sudah lengkap vaksin dosis ke 2 dan telah berjarak 3 bulan.
4. Vaksinasi dilanjutkan dengan monitoring
1. Dilakukan screening pada Tn. K = layak menerima vaksin booster.
Tidak ditemukan adanya komorbid dan kontraindikasi pemberian
vaksin booster (TD : 130/85, T = 36.3 C).
2. Dilakukan vaksinasi covid menggunakan vaksin jenis Astrazeneka
Pelaksanaan dengan dosis penuh.
3. Dilakukan monitoring selama 30 menit, peserta hanya merasakan
nyeri di daerah suntukan. Pusing (-), lemas (-), nyeri dada (-), sesak
(-)
4. Peserta dibolehkan meninggalkan Puskesmas Temon 1

VAKSINASI DASAR
1
By. LS/ Usia 2 bulan/ Panjang 55cm/ Berat 5,4Kg/ BBLC/ Post
Peserta Partus Normal

Judul Imunisasi Dasar

Saat ini di Indonesia masih ada anak-anak yang belum mendapatkan


imunisasi secara lengkap bahkan tidak pernah mendapatkan imunisasi sedari
lahir. Hal itu menyebabkan mereka mudah tertular penyakit berbahaya
karena tidak adanya kekebalan terhadap penyakit tersebut.
Data dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) RI menunjukkan sejak 2014-2016, terhitung sekitar
Latar Belakang 1,7 juta anak belum mendapatkan imunisasi atau belum lengkap status
imunisasinya.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengubah konsep imunisasi dasar
lengkap menjadi imunisasi rutin lengkap. Imunisasi rutin lengkap itu terdiri
dari imunisasi dasar dan lanjutan. Imunisasi dasar saja tidak cukup,
diperlukan imunisasi lanjutan untuk mempertahankan tingkat kekebalan
yang optimal.
Permasalahan 1. Masih banyak masyarakat yang belum sadar pentingnya imunisasi
dan langkah yang perlu dilakukan
2. Memfasilitasi program imunisasi
1. Untuk pasien usia kurang dari 18 tahun akan dilakukan screening
kelayakan imunisasi dan riwayat imunisasi yang sudah diberikan
Perencanaan & 2. Akan dilakukan imunisasi sesuai jadwal usianya
Intervensi
3. Vaksin yang diberikan berupa BCG, Polio, Pentabio, Campak
4. Edukasi terkait imunisasi
1. Dilakukan imunisasi di Poli Imunisasi Puskesmas Temon 1,
dibantu oleh dokter iship dan perawat puskesmas temon 1
2. Dilakukan screening kelayakan imunisasi oleh dokter iship dan
dilanjutkan penyuntikan oleh perawat
a. Keluhan : Tidak ada, minum ASI cukup, rewel (-), demam (-),
diare (-), batuk (-), pilek (-). Vaksin sudah sesuai jadwal
Pelaksanaan
b. Tanda dehidrasi (-), thoraks dbn, abdomen dbn
3. Dikarekan usia 2 bulan imunisasi yang dilakukan
a. Pentabio dan Polio 1
4. Dilakukan edukasi dan bimbingan dengan metode dua arah terkait
fungsi imunisasi dan efek samping dari imunisasi

2
By. AI/ Usia 4 bulan/ Panjang 60cm/ Berat 5,9Kg/ BBLC/ Post
Peserta Partus Normal

Judul Imunisasi Dasar

Latar Belakang Saat ini di Indonesia masih ada anak-anak yang belum mendapatkan
imunisasi secara lengkap bahkan tidak pernah mendapatkan imunisasi sedari
lahir. Hal itu menyebabkan mereka mudah tertular penyakit berbahaya
karena tidak adanya kekebalan terhadap penyakit tersebut.
Data dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) RI menunjukkan sejak 2014-2016, terhitung sekitar
1,7 juta anak belum mendapatkan imunisasi atau belum lengkap status
imunisasinya.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengubah konsep imunisasi dasar
lengkap menjadi imunisasi rutin lengkap. Imunisasi rutin lengkap itu terdiri
dari imunisasi dasar dan lanjutan. Imunisasi dasar saja tidak cukup,
diperlukan imunisasi lanjutan untuk mempertahankan tingkat kekebalan
yang optimal.
1. Masih banyak masyarakat yang belum sadar pentingnya imunisasi
Permasalahan dan langkah yang perlu dilakukan
2. Memfasilitasi program imunisasi
1. Untuk pasien usia kurang dari 18 tahun akan dilakukan screening
kelayakan imunisasi dan riwayat imunisasi yang sudah diberikan
Perencanaan & 2. Akan dilakukan imunisasi sesuai jadwal usianya
Intervensi
3. Vaksin yang diberikan berupa BCG, Polio, Pentabio, Campak
4. Edukasi terkait imunisasi
1. Dilakukan imunisasi di Poli Imunisasi Puskesmas Temon 1,
dibantu oleh dokter iship dan perawat puskesmas temon 1
2. Dilakukan screening kelayakan imunisasi oleh dokter iship dan
dilanjutkan penyuntikan oleh perawat
a. Keluhan : Tidak ada, minum ASI cukup, rewel (-), demam (-),
diare (-), batuk (-), pilek (-). Vaksin sudah sesuai jadwal
Pelaksanaan
b. Tanda dehidrasi (-), thoraks dbn, abdomen dbn
3. Dikarekan usia 4 bulan imunisasi yang dilakukan
a. Pentabio dan Polio 3
4. Dilakukan edukasi dan bimbingan dengan metode dua arah terkait
fungsi imunisasi dan efek samping dari imunisasi

3
By. YT/ Usia 1 bulan/ Panjang 51cm/ Berat 4,4Kg/ BBLC/ Post
Peserta Partus Normal

Judul Imunisasi Dasar

Latar Belakang Saat ini di Indonesia masih ada anak-anak yang belum mendapatkan
imunisasi secara lengkap bahkan tidak pernah mendapatkan imunisasi sedari
lahir. Hal itu menyebabkan mereka mudah tertular penyakit berbahaya
karena tidak adanya kekebalan terhadap penyakit tersebut.
Data dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) RI menunjukkan sejak 2014-2016, terhitung sekitar
1,7 juta anak belum mendapatkan imunisasi atau belum lengkap status
imunisasinya.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengubah konsep imunisasi dasar
lengkap menjadi imunisasi rutin lengkap. Imunisasi rutin lengkap itu terdiri
dari imunisasi dasar dan lanjutan. Imunisasi dasar saja tidak cukup,
diperlukan imunisasi lanjutan untuk mempertahankan tingkat kekebalan
yang optimal.
1. Masih banyak masyarakat yang belum sadar pentingnya imunisasi
Permasalahan dan langkah yang perlu dilakukan
2. Memfasilitasi program imunisasi
1. Untuk pasien usia kurang dari 18 tahun akan dilakukan screening
kelayakan imunisasi dan riwayat imunisasi yang sudah diberikan
Perencanaan & 2. Akan dilakukan imunisasi sesuai jadwal usianya
Intervensi
3. Vaksin yang diberikan berupa BCG, Polio, Pentabio, Campak
4. Edukasi terkait imunisasi
1. Dilakukan imunisasi di Poli Imunisasi Puskesmas Temon 1,
dibantu oleh dokter iship dan perawat puskesmas temon 1
2. Dilakukan screening kelayakan imunisasi oleh dokter iship dan
dilanjutkan penyuntikan oleh perawat
a. Keluhan : Tidak ada, minum ASI cukup, rewel (-), demam (-),
diare (-), batuk (-), pilek (-). Vaksin sudah Hepatitis dan Polio saat
Pelaksanaan akan pulang dari Rumah Sakit
b. Tanda dehidrasi (-), thoraks dbn, abdomen dbn
3. Dikarekan usia 1 bulan imunisasi yang dilakukan
a. BCG
4. Dilakukan edukasi dan bimbingan dengan metode dua arah terkait
fungsi imunisasi dan efek samping dari imunisasi

4
By. Ny. HD/ Usia 0 hari/ Panjang 47cm/ Berat 3,4Kg/ BBLC/ Post
Peserta Partus Normal

Judul Imunisasi Dasar

Latar Belakang Saat ini di Indonesia masih ada anak-anak yang belum mendapatkan
imunisasi secara lengkap bahkan tidak pernah mendapatkan imunisasi sedari
lahir. Hal itu menyebabkan mereka mudah tertular penyakit berbahaya
karena tidak adanya kekebalan terhadap penyakit tersebut.
Data dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) RI menunjukkan sejak 2014-2016, terhitung sekitar
1,7 juta anak belum mendapatkan imunisasi atau belum lengkap status
imunisasinya.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengubah konsep imunisasi dasar
lengkap menjadi imunisasi rutin lengkap. Imunisasi rutin lengkap itu terdiri
dari imunisasi dasar dan lanjutan. Imunisasi dasar saja tidak cukup,
diperlukan imunisasi lanjutan untuk mempertahankan tingkat kekebalan
yang optimal.
1. Masih banyak masyarakat yang belum sadar pentingnya imunisasi
Permasalahan dan langkah yang perlu dilakukan
2. Memfasilitasi program imunisasi
1. Pasien bayi bayu lahir akan dilakukan screening kelayakan
imunisasi
Perencanaan & 2. Akan dilakukan imunisasi sesuai jadwal usianya
Intervensi
3. Vaksin yang diberikan berupa BCG, Polio, Pentabio, Campak
4. Edukasi terkait imunisasi
1. Dilakukan imunisasi di Poned Puskesmas Temon 1, dibantu oleh
dokter iship dan bidan puskesmas temon 1
2. Dilakukan screening kelayakan imunisasi oleh dokter iship dan
dilanjutkan penyuntikan oleh perawat
a. Keluhan : Tidak ada, minum ASI baik, meconium (+), rewel (-),
demam (-), diare (-), batuk (-), pilek (-).
Pelaksanaan
b. Tanda dehidrasi (-), thoraks dbn, abdomen dbn
3. Dikarekan post partus H-0 imunisasi yang dilakukan
a. Hepatitis 1 dan Polio 0
4. Dilakukan edukasi dan bimbingan dengan metode dua arah terkait
fungsi imunisasi dan efek samping dari imunisasi

5
By. EW/ Usia 3 bulan/ Panjang 55cm/ Berat 6.0Kg/ BBLC/ Post
Peserta Partus Normal

Judul Imunisasi Dasar

Latar Belakang Saat ini di Indonesia masih ada anak-anak yang belum mendapatkan
imunisasi secara lengkap bahkan tidak pernah mendapatkan imunisasi sedari
lahir. Hal itu menyebabkan mereka mudah tertular penyakit berbahaya
karena tidak adanya kekebalan terhadap penyakit tersebut.
Data dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) RI menunjukkan sejak 2014-2016, terhitung sekitar
1,7 juta anak belum mendapatkan imunisasi atau belum lengkap status
imunisasinya.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengubah konsep imunisasi dasar
lengkap menjadi imunisasi rutin lengkap. Imunisasi rutin lengkap itu terdiri
dari imunisasi dasar dan lanjutan. Imunisasi dasar saja tidak cukup,
diperlukan imunisasi lanjutan untuk mempertahankan tingkat kekebalan
yang optimal.
1. Masih banyak masyarakat yang belum sadar pentingnya imunisasi
Permasalahan dan langkah yang perlu dilakukan
2. Memfasilitasi program imunisasi
1. Untuk pasien usia kurang dari 18 tahun akan dilakukan screening
kelayakan imunisasi dan riwayat imunisasi yang sudah diberikan
Perencanaan & 2. Akan dilakukan imunisasi sesuai jadwal usianya
Intervensi
3. Vaksin yang diberikan berupa BCG, Polio, Pentabio, Campak
4. Edukasi terkait imunisasi
1. Dilakukan imunisasi di Poli Imunisasi Puskesmas Temon 1,
dibantu oleh dokter iship dan perawat puskesmas temon 1
2. Dilakukan screening kelayakan imunisasi oleh dokter iship dan
dilanjutkan penyuntikan oleh perawat
a. Keluhan : Tidak ada, minum ASI cukup, rewel (-), demam (-),
diare (-), batuk (-), pilek (-). Vaksin sudah sesuai jadwal
Pelaksanaan
b. Tanda dehidrasi (-), thoraks dbn, abdomen dbn
3. Dikarekan usia 3 bulan imunisasi yang dilakukan
a. Pentabio dan Polio 2
4. Dilakukan edukasi dan bimbingan dengan metode dua arah terkait
fungsi imunisasi dan efek samping dari imunisasi

PENGOBATAN TB
1
Ny. K/ Usia 49 th/ Tinggi 152cm/ Berat 42Kg/ TB Paru Pengobatan
Peserta Fase Lanjut Bulan ke-3 + DM Tipe 2

Judul Pengobatan TB Paru


Masalah tuberkulosis (TBC) adalah masalah kesehatan yang telah lama
dihadapi berbagal negara di dunia, termasuk Indonesia. Oleh karena itu,
Pemerintah mempunyal komitmen kuat untuk segera mencapal Eliminasi
TBC pada tahun 2030. Berbagal upaya dalam penanggulangan tuberkulosis
(TBC) telah dilaksanakan di Indonesia. Berbagal kemajuan telah kita capal
Latar Belakang dalam penanggulangan tuberkulosis, utamanya dalam bentuk ketersediaan
fasilitas pelayanan kesehatan untuk tuberkulosis.
Obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam
pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling
efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari bakteri
penyebab TB.
1. Efek samping yang dialami membuat pasien mengeluhkan terapi
Permasalahan TBC
2. Memfasilitasi program Eliminasi TBC 2030
1. Semua pasien yang sudah terkonfirmasi infeksi TB dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik di Poli Batuk Puskesmas Temon 1
2. Pemberian obat disesuaikan dengan fase pengobatan yang dijalani
Perencanaan &
Intervensi 3. Efek samping yang timbul dinilai dan diberi pengobatan efek
samping yang sesuai
4. Edukasi dan pembinaan terkait kepatuhan minum obat serta
mencegah penularan
1. Dilakukan pemeriksaan terhadap Ny. K yang terkonfirmasi TB.
Petugas menggunakan APD level 2 dan N95
2. Keadaan Pasien
a. Keluhan : Badan terasa pegal, batuk (-), sesak (-), pusing (-)
b. Fisik : Thoraks : SDV (+/+), Rhonki (-), KGB dbn, Abdomen
dbn, Ekstremitas dbn (edem (-), eritem (-), deformitas (-))
3. Pengobatan TB
Pelaksanaan
a. Pengobatan Fase Lanjutan diberikan selama 2 minggu
b. FDC OAT diberikan 18 butir, yang diminum pada hari (SENIN-
RABU-JUMAT)
c. Diberikan obat Natrium Diclofenak 2x50mg bila perlu
d. Lanjutkan obat DM dari Rumah Sakit
4. Dilakukan edukasi dan mimbingan dengan metode dua arah terkait
anjuran minum obat dan efek samping yang mungkin timbul
2
Ny. T/ Usia 42 th/ Tinggi 158cm/ Berat 35Kg/ TB Paru Pengobatan
Peserta Fase Awal Bulan ke-2

Judul Pengobatan TB Paru

Masalah tuberkulosis (TBC) adalah masalah kesehatan yang telah lama


dihadapi berbagal negara di dunia, termasuk Indonesia. Oleh karena itu,
Pemerintah mempunyal komitmen kuat untuk segera mencapal Eliminasi
TBC pada tahun 2030. Berbagal upaya dalam penanggulangan tuberkulosis
(TBC) telah dilaksanakan di Indonesia. Berbagal kemajuan telah kita capal
Latar Belakang dalam penanggulangan tuberkulosis, utamanya dalam bentuk ketersediaan
fasilitas pelayanan kesehatan untuk tuberkulosis.
Obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam
pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling
efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari bakteri
penyebab TB.
1. Efek samping yang dialami membuat pasien mengeluhkan terapi
Permasalahan TBC
2. Memfasilitasi program Eliminasi TBC 2030
1. Semua pasien yang sudah terkonfirmasi infeksi TB dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik di Poli Batuk Puskesmas Temon 1
2. Pemberian obat disesuaikan dengan fase pengobatan yang dijalani
Perencanaan &
Intervensi 3. Efek samping yang timbul dinilai dan diberi pengobatan efek
samping yang sesuai
4. Edukasi dan pembinaan terkait kepatuhan minum obat serta
mencegah penularan

Pelaksanaan 1. Dilakukan pemeriksaan terhadap Ny. T yang terkonfirmasi TB.


Petugas menggunakan APD level 2 dan N95
2. Keadaan Pasien
a. Keluhan : Batuk (+) berdahak, sesak (+), pusing (-), nyeri badan
(-), mata buram (-)
b. Fisik : Thoraks : Rhonki (+/+), KGB dbn, Abdomen dbn,
Ekstremitas dbn (edem (-), eritem (-), deformitas (-))
3. Pengobatan TB
a. Pengobatan Fase Awal diberikan selama 1 minggu
b. FDC OAT diberikan 14 butir, yang diminum setiap hari
c. Diberikan obat NAC 3x200mg dan Salbutamol 3x2mg bila perlu
4. Dilakukan edukasi dan mimbingan dengan metode dua arah terkait
anjuran minum obat dan efek samping yang mungkin timbul

3
An. YR/ Usia 17 th/ Tinggi 150cm/ Berat 40Kg/ TB Paru Pengobatan
Peserta Fase Lanjut Bulan ke-4

Judul Pengobatan TB Paru

Masalah tuberkulosis (TBC) adalah masalah kesehatan yang telah lama


dihadapi berbagal negara di dunia, termasuk Indonesia. Oleh karena itu,
Pemerintah mempunyal komitmen kuat untuk segera mencapal Eliminasi
TBC pada tahun 2030. Berbagal upaya dalam penanggulangan tuberkulosis
(TBC) telah dilaksanakan di Indonesia. Berbagal kemajuan telah kita capal
Latar Belakang dalam penanggulangan tuberkulosis, utamanya dalam bentuk ketersediaan
fasilitas pelayanan kesehatan untuk tuberkulosis.
Obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam
pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling
efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari bakteri
penyebab TB.
1. Efek samping yang dialami membuat pasien mengeluhkan terapi
Permasalahan TBC
2. Memfasilitasi program Eliminasi TBC 2030
1. Semua pasien yang sudah terkonfirmasi infeksi TB dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik di Poli Batuk Puskesmas Temon 1
2. Pemberian obat disesuaikan dengan fase pengobatan yang dijalani
Perencanaan &
Intervensi 3. Efek samping yang timbul dinilai dan diberi pengobatan efek
samping yang sesuai
4. Edukasi dan pembinaan terkait kepatuhan minum obat serta
mencegah penularan
1. Dilakukan pemeriksaan terhadap An. YR yang terkonfirmasi TB.
Petugas menggunakan APD level 2 dan N95
2. Keadaan Pasien
a. Keluhan : Batuk (-), sesak (-), pusing (-), nyeri badan (-)
b. Fisik : Thoraks : SDV (+/+), Rhonki (-), KGB dbn, Abdomen
dbn, Ekstremitas dbn (edem (-), eritem (-), deformitas (-))
Pelaksanaan
3. Pengobatan TB
a. Pengobatan Fase Lanjutan diberikan selama 2 minggu
b. FDC OAT diberikan 18 butir, yang diminum pada hari (SENIN-
RABU-JUMAT)
4. Dilakukan edukasi dan mimbingan dengan metode dua arah terkait
anjuran minum obat dan efek samping yang mungkin timbul

4
An. MH/ Usia 4 th/ Tinggi 85cm/ Berat 12Kg/ TB Paru Pengobatan
Peserta Fase Awal Bulan ke-1

Judul Pengobatan TB Paru

Masalah tuberkulosis (TBC) adalah masalah kesehatan yang telah lama


dihadapi berbagal negara di dunia, termasuk Indonesia. Oleh karena itu,
Pemerintah mempunyal komitmen kuat untuk segera mencapal Eliminasi
TBC pada tahun 2030. Berbagal upaya dalam penanggulangan tuberkulosis
(TBC) telah dilaksanakan di Indonesia. Berbagal kemajuan telah kita capal
Latar Belakang dalam penanggulangan tuberkulosis, utamanya dalam bentuk ketersediaan
fasilitas pelayanan kesehatan untuk tuberkulosis.
Obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam
pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling
efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari bakteri
penyebab TB.
1. Efek samping yang dialami membuat pasien mengeluhkan terapi
Permasalahan TBC
2. Memfasilitasi program Eliminasi TBC 2030

Perencanaan & 1. Semua pasien yang sudah terkonfirmasi infeksi TB dilakukan


Intervensi anamnesis dan pemeriksaan fisik di Poli Batuk Puskesmas Temon 1
2. Pemberian obat disesuaikan dengan fase pengobatan yang dijalani
3. Efek samping yang timbul dinilai dan diberi pengobatan efek
samping yang sesuai
4. Edukasi dan pembinaan terkait kepatuhan minum obat serta
mencegah penularan
1. Dilakukan pemeriksaan terhadap An. MH yang terkonfirmasi TB.
Petugas menggunakan APD level 2 dan N95
2. Keadaan Pasien
a. Keluhan : Batuk (-), sesak (-), pusing (-), nyeri badan (-), mata
buram (-), tidak nafsu makan (+)
b. Fisik : Thoraks : SDV (+/+), KGB dbn, Abdomen dbn,
Ekstremitas dbn (edem (-), eritem (-), deformitas (-))
Pelaksanaan
3. Pengobatan TB
a. Pengobatan Fase Awal diberikan selama 1 minggu
b. FDC OAT diberikan 21 butir, yang diminum setiap hari
c. Diberikan Syr Ferrous Sulfat 1x1 cth
4. Dilakukan edukasi dan mimbingan dengan metode dua arah terkait
anjuran minum obat dan efek samping yang mungkin timbul

5
Peserta Tn. RS/ Usia 21th/ Tinggi 159cm/ Berat 47Kg/ TB MDR bulan ke-3

Judul Pengobatan TB Paru

Masalah tuberkulosis (TBC) adalah masalah kesehatan yang telah lama


dihadapi berbagal negara di dunia, termasuk Indonesia. Oleh karena itu,
Pemerintah mempunyal komitmen kuat untuk segera mencapal Eliminasi
TBC pada tahun 2030. Berbagal upaya dalam penanggulangan tuberkulosis
(TBC) telah dilaksanakan di Indonesia. Berbagal kemajuan telah kita capal
Latar Belakang dalam penanggulangan tuberkulosis, utamanya dalam bentuk ketersediaan
fasilitas pelayanan kesehatan untuk tuberkulosis.
Obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam
pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling
efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari bakteri
penyebab TB.
1. Efek samping yang dialami membuat pasien mengeluhkan terapi
Permasalahan TBC
2. Memfasilitasi program Eliminasi TBC 2030

Perencanaan & 1. Semua pasien yang sudah terkonfirmasi infeksi TB dilakukan


anamnesis dan pemeriksaan fisik di Poli Batuk Puskesmas Temon 1
2. Pemberian obat disesuaikan dengan fase pengobatan yang dijalani

Intervensi 3. Efek samping yang timbul dinilai dan diberi pengobatan efek
samping yang sesuai
4. Edukasi dan pembinaan terkait kepatuhan minum obat serta
mencegah penularan
1. Dilakukan pemeriksaan terhadap Tn. RS yang terkonfirmasi TB
MDR. Petugas menggunakan APD level 2 dan N95
2. Keadaan Pasien
a. Keluhan : Batuk (-), sesak (-), pusing (-), nyeri badan (-)
Pelaksanaan
3. Pengobatan TB
a. Pengobatan TB MDR diberikan selama 1 bulan
4. Dilakukan edukasi dan mimbingan dengan metode dua arah terkait
anjuran minum obat dan efek samping yang mungkin timbul

PENAPISAN TB
1
Ny. SH/ Usia 44 th/ Tinggi 152cm/ Berat 44Kg/ Asma Persistent
Peserta Sedang + Suspect TB Paru

Judul Penapisan TB Paru

Masalah tuberkulosis (TBC) adalah masalah kesehatan yang telah lama


dihadapi berbagal negara di dunia, termasuk Indonesia. Oleh karena itu,
Pemerintah mempunyal komitmen kuat untuk segera mencapal Eliminasi
TBC pada tahun 2030. Berbagal upaya dalam penanggulangan tuberkulosis
Latar Belakang (TBC) telah dilaksanakan di Indonesia. Berbagal kemajuan telah kita capal
dalam penanggulangan tuberkulosis, utamanya dalam bentuk ketersediaan
fasilitas pelayanan kesehatan untuk tuberkulosis.
Skrining TBC adalah prosedur pemeriksaan yang dilakukan untuk
mengetahui apakah seseorang terinfeksi tuberkulosis (TBC) atau tidak.
1. Masyarakat masih belum mengetahui gejala dan tanda-tanda
Permasalahan infeksi TBC
2. Memfasilitasi program Eliminasi TBC 2030

Perencanaan & 1. Semua pasien yang memiliki gejala aktif TB dilakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisik di Poli Batuk Puskesmas Temon 1
2. Dilakukan pemeriksaan dahak
Intervensi 3. Diberikan obat untuk mengatasi gejala sementara sembari
menunggu hasil tes dahak
4. Edukasi dan pembinaan terkait penyebaran dan terapi TBC
1. Dilakukan pemeriksaan terhadap Ny. SH yang terdiagnosis Asma
Persistan Berat. Petugas menggunakan APD level 2 dan N95
2. Keadaan Pasien
a. Keluhan : Batuk (+) berdahak sejak 6 bulan yang lalu, sesak (+),
pusing (-), mengalami penurunan berat badan (+), demam (+), sering
berkeringat pada malam hari (+)
b. Fisik : Thoraks : Rhonki (+/+), Wheezing (+/+), KGB dbn,
Abdomen dbn,
Pelaksanaan 3. Diberikan Pot Dahak untuk menampung dahak dan diserahkan ke
bagian laboratorium
4. Pengobatan Gejala Aktif
a. Salbutamol 3x2mg dan Dexametason 3x0,5mg
b. NAC 3x200mg dan Paracetamol 3x500mh
c. Spacer dilanjutkan sesuai dosis
5. Dilakukan edukasi dan mimbingan dengan metode dua arah terkait
terkait penyebaran dan terapi TBC

2
Tn. K/ Usia 52 th/ Tinggi 162cm/ Berat 45Kg/ PPOK dd. Ca Pulmo
Peserta dd. Suspect TB Paru

Judul Penapisan TB Paru

Masalah tuberkulosis (TBC) adalah masalah kesehatan yang telah lama


dihadapi berbagal negara di dunia, termasuk Indonesia. Oleh karena itu,
Pemerintah mempunyal komitmen kuat untuk segera mencapal Eliminasi
TBC pada tahun 2030. Berbagal upaya dalam penanggulangan tuberkulosis
Latar Belakang (TBC) telah dilaksanakan di Indonesia. Berbagal kemajuan telah kita capal
dalam penanggulangan tuberkulosis, utamanya dalam bentuk ketersediaan
fasilitas pelayanan kesehatan untuk tuberkulosis.
Skrining TBC adalah prosedur pemeriksaan yang dilakukan untuk
mengetahui apakah seseorang terinfeksi tuberkulosis (TBC) atau tidak.
1. Masyarakat masih belum mengetahui gejala dan tanda-tanda
Permasalahan infeksi TBC
2. Memfasilitasi program Eliminasi TBC 2030
1. Semua pasien yang memiliki gejala aktif TB dilakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisik di Poli Batuk Puskesmas Temon 1

Perencanaan & 2. Dilakukan pemeriksaan dahak


Intervensi 3. Diberikan obat untuk mengatasi gejala sementara sembari
menunggu hasil tes dahak
4. Edukasi dan pembinaan terkait penyebaran dan terapi TBC
1. Dilakukan pemeriksaan terhadap Tn. K yang terdiagnosis PPOK.
Petugas menggunakan APD level 2 dan N95
2. Keadaan Pasien
a. Keluhan : Batuk (+) berdahak sejak 3 tahun yang lalu, dahak
pernah berwarna merah tapi tidak sering, sesak (+), pusing (+),
mengalami penurunan berat badan (+)
b. Fisik : Thoraks : SDV (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-), KGB
dbn, Abdomen dbn,
Pelaksanaan
3. Diberikan Pot Dahak untuk menampung dahak dan diserahkan ke
bagian laboratorium
4. Pengobatan Gejala Aktif
a. Salbutamol 3x2mg dan Dexametason 3x0,5mg
b. NAC 3x200mg dan Paracetamol 3x500mh
5. Dilakukan edukasi dan mimbingan dengan metode dua arah terkait
terkait penyebaran dan terapi TBC

3
Nn. FR/ Usia 27 th/ Tinggi 156cm/ Berat 39Kg/ Faringitis Kronis +
Peserta Suspect TB Paru

Judul Penapisan TB Paru


Masalah tuberkulosis (TBC) adalah masalah kesehatan yang telah lama
dihadapi berbagal negara di dunia, termasuk Indonesia. Oleh karena itu,
Pemerintah mempunyal komitmen kuat untuk segera mencapal Eliminasi
TBC pada tahun 2030. Berbagal upaya dalam penanggulangan tuberkulosis
Latar Belakang (TBC) telah dilaksanakan di Indonesia. Berbagal kemajuan telah kita capal
dalam penanggulangan tuberkulosis, utamanya dalam bentuk ketersediaan
fasilitas pelayanan kesehatan untuk tuberkulosis.
Skrining TBC adalah prosedur pemeriksaan yang dilakukan untuk
mengetahui apakah seseorang terinfeksi tuberkulosis (TBC) atau tidak.
1. Masyarakat masih belum mengetahui gejala dan tanda-tanda
Permasalahan infeksi TBC
2. Memfasilitasi program Eliminasi TBC 2030
1. Semua pasien yang memiliki gejala aktif TB dilakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisik di Poli Batuk Puskesmas Temon 1

Perencanaan & 2. Dilakukan pemeriksaan dahak


Intervensi 3. Diberikan obat untuk mengatasi gejala sementara sembari
menunggu hasil tes dahak
4. Edukasi dan pembinaan terkait penyebaran dan terapi TBC
1. Dilakukan pemeriksaan terhadap Nn. FR yang terdiagnosis
Faringitis Kronis. Petugas menggunakan APD level 2 dan N95
2. Keadaan Pasien
a. Keluhan : Batuk (+) berdahak sejak 3 bulan yang lalu, pilek (-),
sesak (-), pusing (-), mengalami penurunan berat badan (+), demam
(+), sering berkeringat pada malam hari (-)
b. Fisik : Thoraks : SDV (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-),
Pelaksanaan Limfadenopati coli sinistra (+) soliter, Abdomen dbn
3. Diberikan Pot Dahak untuk menampung dahak dan diserahkan ke
bagian laboratorium
4. Pengobatan Gejala Aktif
1. NAC 3x200mg dan Paracetamol 3x500mh
5. Dilakukan edukasi dan mimbingan dengan metode dua arah terkait
terkait penyebaran dan terapi TBC

4
An. MH/ Usia 4 th/ Tinggi 85cm/ Berat 10Kg/ Obs Febris H-13 +
Peserta Suspect TB Paru

Judul Penapisan TB Paru

Latar Belakang Masalah tuberkulosis (TBC) adalah masalah kesehatan yang telah lama
dihadapi berbagal negara di dunia, termasuk Indonesia. Oleh karena itu,
Pemerintah mempunyal komitmen kuat untuk segera mencapal Eliminasi
TBC pada tahun 2030. Berbagal upaya dalam penanggulangan tuberkulosis
(TBC) telah dilaksanakan di Indonesia. Berbagal kemajuan telah kita capal
dalam penanggulangan tuberkulosis, utamanya dalam bentuk ketersediaan
fasilitas pelayanan kesehatan untuk tuberkulosis.
Skrining TBC adalah prosedur pemeriksaan yang dilakukan untuk
mengetahui apakah seseorang terinfeksi tuberkulosis (TBC) atau tidak.
1. Masyarakat masih belum mengetahui gejala dan tanda-tanda
Permasalahan infeksi TBC
2. Memfasilitasi program Eliminasi TBC 2030
1. Semua pasien yang memiliki gejala aktif TB dilakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisik di Poli Batuk Puskesmas Temon 1

Perencanaan & 2. Dilakukan pemeriksaan dahak


Intervensi 3. Diberikan obat untuk mengatasi gejala sementara sembari
menunggu hasil tes dahak
4. Edukasi dan pembinaan terkait penyebaran dan terapi TBC
1. Dilakukan pemeriksaan terhadap An. MH yang terdiagnosis Obs
Febris H-13. Petugas menggunakan APD level 2 dan N95
2. Keadaan Pasien
a. Keluhan : Demam sejak 13 hari yang lalu, terus menerus (+),
batuk (+) berdahak sejak 1 minggu yang lalu, sesak (-), pusing (+),
mengalami penurunan berat badan (+), sering berkeringat pada
malam hari (+), kakak pasien sedang mengalami pengobatan TBC
b. Fisik : Thoraks : SDV (+/+) Rhonki (-/-), Wheezing (-/-),
Pelaksanaan Limfadenopati coli dextra (+) multiple, Abdomen dbn,
3. Dikarenakan belum bisa mengelurakan dahak, maka akan dirujuk
ke Spesialis anak untuk dilakukan Tes Mantoux
4. Pengobatan Gejala Aktif
a. Paracetamol syr (120/5cc) 3x1 cth dan Gliceryl Guaicolat
3x50mg
5. Dilakukan edukasi dan mimbingan dengan metode dua arah terkait
terkait penyebaran dan terapi TBC

5
An. YR/ Usia 17 th/ Tinggi 150cm/ Berat 36Kg/ Bronkitis Kronis +
Peserta Suspect TB Paru

Judul Penapisan TB Paru

Masalah tuberkulosis (TBC) adalah masalah kesehatan yang telah lama


dihadapi berbagal negara di dunia, termasuk Indonesia. Oleh karena itu,
Pemerintah mempunyal komitmen kuat untuk segera mencapal Eliminasi
TBC pada tahun 2030. Berbagal upaya dalam penanggulangan tuberkulosis
Latar Belakang (TBC) telah dilaksanakan di Indonesia. Berbagal kemajuan telah kita capal
dalam penanggulangan tuberkulosis, utamanya dalam bentuk ketersediaan
fasilitas pelayanan kesehatan untuk tuberkulosis.
Skrining TBC adalah prosedur pemeriksaan yang dilakukan untuk
mengetahui apakah seseorang terinfeksi tuberkulosis (TBC) atau tidak.
1. Masyarakat masih belum mengetahui gejala dan tanda-tanda
Permasalahan infeksi TBC
2. Memfasilitasi program Eliminasi TBC 2030
1. Semua pasien yang memiliki gejala aktif TB dilakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisik di Poli Batuk Puskesmas Temon 1

Perencanaan & 2. Dilakukan pemeriksaan dahak


Intervensi 3. Diberikan obat untuk mengatasi gejala sementara sembari
menunggu hasil tes dahak
4. Edukasi dan pembinaan terkait penyebaran dan terapi TBC
1. Dilakukan pemeriksaan terhadap An. YR yang terdiagnosis
Bronkitis Kronis. Petugas menggunakan APD level 2 dan N95
2. Keadaan Pasien
a. Keluhan : Batuk (+) berdahak sejak 3 bulan yang lalu, sesak (+),
pusing (-), mengalami penurunan berat badan (+), demam (-), sering
berkeringat pada malam hari (+)
b. Fisik : Thoraks : Rhonki (+/+), Wheezing (-/-), KGB dbn,
Abdomen dbn,
Pelaksanaan
3. Diberikan Pot Dahak untuk menampung dahak dan diserahkan ke
bagian laboratorium
4. Pengobatan Gejala Aktif
a. Salbutamol 3x2mg dan Dexametason 3x0,5mg
b. NAC 3x200mg
5. Dilakukan edukasi dan mimbingan dengan metode dua arah terkait
terkait penyebaran dan terapi TBC
TRACING
PENYAKIT
MENULAR
1
Peserta Tn. S/ Usia 29th/ Tinggi 162cm/ 49Kg/ Hepatitis B Confirm

Judul Tracing Hepatitis B

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh “Virus Hepatitis
B” (VHB), suatu anggota famili Hepadnavirus yang dapat menyebabkan
peradangan hati akut atau menahun yang pada sebagian kecil kasus dapat
berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Virus ini tidak menyebar
Latar Belakang melalui makanan atau kontak biasa, tetapi dapat menyebar melalui darah
atau cairan tubuh dari penderita yang terinfeksi. Seorang bayi dapat
terinfeksi dari ibunya selama proses kelahirannya. Juga dapat menyebar
melalui kegiatan seksual, penggunaan berulang jarum suntik, dan transfusi
darah dengan virus di dalamnya.
1. Kurangnya pemahaman pasien dan keluarga inti terkait penyakit
Permasalahan yang dialaminya dan kemungkinan risiko penularannya
1. Kegiatan tracing penyakit menular dilakukan saat pasien dirawat di
Puskesmas
2. Seluruh anggota keluraga inti di tracing dengan cara anamnesis
Perencanaan & serta diberikan form screening penyakit menular
Intervensi
3. Dilakukan pengambilan specimen darah anggota keluarga yang
menyetujui untuk screening
4. Sesi edukasi dan pembinaan

Pelaksanaan 1. Tn. S dirawat dengan keluhan muntah dan nyeri pada perut, mata
tampak ikterik serta hasil HBsAg positif
2. Tn. S dan Istri dilakukan screening Hepatitis dan HIV
3. Seluruhnya memberikan inform concent untuk dilakukan
pemeriksaan
4. Tn. S dan Istri Positif Hepatitis B dan Negatif HIV
5. Dilakukan edukasi dan bimbingan dengan metode dua arah terkait
penyakit Hepatitis

2
Ny. FS/ Usia 26th/ Tinggi 149cm/ 59Kg/ G1P0A0 UK 36+3 dengan
Peserta KPD + COVID-19

Judul Tracing COVID-19

Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-


CoV-2) adalah virus yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit akibat
infeksi virus ini disebut COVID-19. Virus Corona bisa menyebabkan
gangguan ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru yang berat,
hingga kematian.
Latar Belakang Gejala-gejala COVID-19 ini umumnya muncul dalam waktu 2 hari sampai 2
minggu setelah penderita terpapar virus Corona. Sebagian pasien yang
terinfeksi virus Corona bisa mengalami penurunan oksigen tanpa adanya
gejala apa pun. Kondisi ini disebut happy hypoxia.
Guna memastikan apakah gejala-gejala tersebut merupakan gejala dari virus
Corona, diperlukan rapid test atau PCR.
1. Kurangnya kesadaran pasien terkait risiko penularan COVID-19
Permasalahan 2. Kurangnya pengetahuan pasien terkait risiko COVID-19 terhadap
kehamilan
1. Kegiatan tracing penyakit menular dilakukan saat pasien dirawat di
Puskesmas
2. Seluruh anggota keluraga yang tinggal serumah di tracing dengan
Perencanaan & cara anamnesis serta diberikan form screening penyakit menular
Intervensi COVID-19
3. Dilakukan pengambilan specimen (Swab Antigen) anggota
keluarga yang menyetujui untuk screening
4. Sesi edukasi dan pembinaan

Pelaksanaan 1. Ny. FS dirawat dengan keluhan keluar cairan ketuban sejak 6 jam
yang lalu disertai perut kenceng-kenceng pada usia kehamilan pada
usia kehamilan 36+3 minggu
2. Suami serta orang tua pasien merupakan anggota keluarga yang
tinggal serumah
3. Seluruhnya memberikan inform concent untuk dilakukan
pemeriksaan dan swab antigen
4. Suami pasien positif, namun kedua orang tuanya negatif
5. Dilakukan edukasi dan bimbingan dengan metode dua arah terkait
penyakit Covid-19

KEMITRAAN
1
Nama UKS SD Negeri Kalisari

Judul Pencegahan DBD di UKS SD Negeri Kalisari

Pembinaan kesehatan anak usia sekolah merupakan langkah


strategis dalam rangka menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas di
masa depan.Upaya ini dapat dilakukan melalui program Usaha Kesehatan
Sekolah (UKS). Kegiatan pokok program UKS, dikenal dengan
Latar Belakang istilah Trias UKS, meliputi:pelayanan kesehatan di sekolah, penyuluhan
pendidikan kesehatan di sekolah, danpembinaan lingkungan kehidupan
sekolah yang sehat.
Tingginya kasus demam berdarah di kawasan Puskesmas Temon 1
menginisiasi Puskesmas untuk melakukan penyuluhan kesehatan terkait 4M
Plus dan Jumantik
1. Kurangnya pemahaman siswa sekolah dasar terkait DBD
Permasalahan 2. Kurangnya pengetahuan siswa sekolah dasar terkait pencegahan
DBD
1. Kegiatan kemitraan UKS dilaksanakan bersamaan dengan
screening COVID-19
Perencanaan & 2. Program utama yaitu dilakukan penyuluhan 4M Plus
Intervensi
3. Sesi diskusi kasus
4. Sesi Tanya jawab

Pelaksanaan 1. Telah dilaksanakannya program penyuluhan 4M Plus setelah


dilakukannya screening COVID-19
2. Penyuluhan dilakukan pada siswa kelas 4,5, dan 6 dalam satu
ruang selama 15 menit
3. Kegiatan diikuti oleh 65 siswa dan diambil perwakilan 2 orang tiap
kelas untuk menjadi jumantik sekolah
4. Sesi Tanya jawab dan diskusi terkait gejala dari DBD
5. Hasil dari kemitraan yaitu dibentuk jumantik di UKS SDN Kalisari

KESLING
1
Identitas KK Tn. Y/ Anggota Keluarga 6 orang/ Penghasilan perbulan 1-2jt/
Keluarga Rumah Permanen/ RPK : Diabetes (+), HT (+), PPOK (+), Diare (+)

Judul Bina Rumah Sehat

Rumah sehat merupakan bangunan tempat berlindung dan beristirahat


yang menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik, mental dan sosial,
sehingga seluruh anggota keluarga dapat memperoleh derajat kesehatan yang
optimal. Menurut Depkes RI (2013) rumah sehat merupakan rumah yang
memenuhi kriteria minimal akses air minum, akses jamban sehat, lantai,
ventilasi, dan pencahayaan. Kriteria rumah sehat yang digunakan apabila
Latar Belakang memenuhi tujuh kriteria, yaitu atap berplafon, dinding permanen
(tembok/papan), jenis lantai bukan tanah, tersedia jendela, ventilasi cukup,
pencahayaan alami cukup, dan tidak padat huni yaitu lebih besar atau sama
dengan 8 m2/orang (Kemenkes RI, 2012).
Masih rendahnya kesadaran masyarakat terkait rumah sehat baik
sayaratnya maupun fungsinya sehingga masih memerlukan pengarahan dan
binaan.
1. Kurangnya pemahaman masyarakat terkait syarat rumah sehat
Permasalahan
2. Kurangnya pemahaman masyarakat terkait fungsi rumah sehat
1. Kegiatan membina rumah sehat dilaksanakan bersamaan dengan
kegiatan Home Visit PIS-PK di dusun Kulur

Perencanaan & 2. Peserta diberikan dan dibantu dalam pengisian formulir penilaian
Intervensi rumah sehat sesuai depkes 2002
3. Dilakukan edukasi dan pembinaan rumah sehat
4. Sesi Tanya jawab

Pelaksanaan 1. Telah dilaksanakannya program pembinaan rumah sehat kepada


keluarga Tn. Y bersamaan dengan kegiatan Home Visit PIS-PK
2. Dilakukan pengisian formulir rumah sehat dan dibantu oleh dokter.
a. Didapatkan Skor 32 = Skala sedang
b. Skor rendah di SPAL, Pengelolaan got dan sampah
3. Dilakukan edukasi dan pembinaan dengan metode dua arah terkait
solusi dari pengelolaan got, sampah, dan SPAL
4. Sesi Tanya jawab dan diskusi terkait kurangnya ekonomi dan
keikutsertaan anggota keluarga serta warga sekitar dalam
menjalankan rumah sehat

2
Identitas KK Tn. K/ Anggota Keluarga 4 orang/ Penghasilan perbulan 1-2jt/
Keluarga Rumah Permanen/ RPK : HT (+)

Judul Bina Rumah Sehat

Rumah sehat merupakan bangunan tempat berlindung dan beristirahat


yang menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik, mental dan sosial,
sehingga seluruh anggota keluarga dapat memperoleh derajat kesehatan yang
optimal. Menurut Depkes RI (2013) rumah sehat merupakan rumah yang
memenuhi kriteria minimal akses air minum, akses jamban sehat, lantai,
ventilasi, dan pencahayaan. Kriteria rumah sehat yang digunakan apabila
Latar Belakang memenuhi tujuh kriteria, yaitu atap berplafon, dinding permanen
(tembok/papan), jenis lantai bukan tanah, tersedia jendela, ventilasi cukup,
pencahayaan alami cukup, dan tidak padat huni yaitu lebih besar atau sama
dengan 8 m2/orang (Kemenkes RI, 2012).
Masih rendahnya kesadaran masyarakat terkait rumah sehat baik
sayaratnya maupun fungsinya sehingga masih memerlukan pengarahan dan
binaan.
1. Kurangnya pemahaman masyarakat terkait syarat rumah sehat
Permasalahan
2. Kurangnya pemahaman masyarakat terkait fungsi rumah sehat
1. Kegiatan membina rumah sehat dilaksanakan bersamaan dengan
kegiatan Home Visit PIS-PK di dusun Temon Wetan

Perencanaan & 2. Peserta diberikan dan dibantu dalam pengisian formulir penilaian
Intervensi rumah sehat sesuai depkes 2002
3. Dilakukan edukasi dan pembinaan rumah sehat
4. Sesi Tanya jawab

Pelaksanaan 1. Telah dilaksanakannya program pembinaan rumah sehat kepada


keluarga Tn. K bersamaan dengan kegiatan Home Visit PIS-PK
2. Dilakukan pengisian formulir rumah sehat dan dibantu oleh dokter.
a. Didapatkan Skor 35 = Skala Baik
b. Skor rendah di SPAL, Pengelolaan got dan sampah
3. Dilakukan edukasi dan pembinaan dengan metode dua arah terkait
solusi dari pengelolaan got, sampah, dan SPAL
4. Sesi Tanya jawab dan diskusi terkait kurangnya ekonomi dan
keikutsertaan anggota keluarga serta warga sekitar dalam
menjalankan rumah sehat

3
Identitas KK Tn. BU/ Anggota Keluarga 5 orang/ Penghasilan perbulan 2-3jt/
Keluarga Rumah Permanen/ RPK : DM (+), PPOK (+)

Judul Bina Rumah Sehat

Rumah sehat merupakan bangunan tempat berlindung dan beristirahat


yang menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik, mental dan sosial,
sehingga seluruh anggota keluarga dapat memperoleh derajat kesehatan yang
optimal. Menurut Depkes RI (2013) rumah sehat merupakan rumah yang
memenuhi kriteria minimal akses air minum, akses jamban sehat, lantai,
ventilasi, dan pencahayaan. Kriteria rumah sehat yang digunakan apabila
Latar Belakang memenuhi tujuh kriteria, yaitu atap berplafon, dinding permanen
(tembok/papan), jenis lantai bukan tanah, tersedia jendela, ventilasi cukup,
pencahayaan alami cukup, dan tidak padat huni yaitu lebih besar atau sama
dengan 8 m2/orang (Kemenkes RI, 2012).
Masih rendahnya kesadaran masyarakat terkait rumah sehat baik
sayaratnya maupun fungsinya sehingga masih memerlukan pengarahan dan
binaan.
1. Kurangnya pemahaman masyarakat terkait syarat rumah sehat
Permasalahan
2. Kurangnya pemahaman masyarakat terkait fungsi rumah sehat
1. Kegiatan membina rumah sehat dilaksanakan bersamaan dengan
kegiatan Home Visit PIS-PK di dusun Temon Wetan

Perencanaan & 2. Peserta diberikan dan dibantu dalam pengisian formulir penilaian
Intervensi rumah sehat sesuai depkes 2002
3. Dilakukan edukasi dan pembinaan rumah sehat
4. Sesi Tanya jawab

Pelaksanaan 1. Telah dilaksanakannya program pembinaan rumah sehat kepada


keluarga Tn. BU bersamaan dengan kegiatan Home Visit PIS-PK
2. Dilakukan pengisian formulir rumah sehat dan dibantu oleh dokter.
a. Didapatkan Skor 40 = Skala Baik
b. Skor rendah di kepadatan hunian dan polusi
3. Dilakukan edukasi dan pembinaan dengan metode dua arah terkait
solusi dari kedapatan hunian dan polusi
4. Sesi Tanya jawab dan diskusi terkait kurangnya kiat menghindari
asap rokok dan program KB

4
Identitas KK Tn. M/ Anggota Keluarga 3 orang/ Penghasilan perbulan 1-2jt/
Keluarga Rumah Permanen/ RPK : DM (+), HT (+), CHF (+)

Judul Bina Rumah Sehat

Rumah sehat merupakan bangunan tempat berlindung dan beristirahat


yang menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik, mental dan sosial,
sehingga seluruh anggota keluarga dapat memperoleh derajat kesehatan yang
optimal. Menurut Depkes RI (2013) rumah sehat merupakan rumah yang
memenuhi kriteria minimal akses air minum, akses jamban sehat, lantai,
ventilasi, dan pencahayaan. Kriteria rumah sehat yang digunakan apabila
Latar Belakang memenuhi tujuh kriteria, yaitu atap berplafon, dinding permanen
(tembok/papan), jenis lantai bukan tanah, tersedia jendela, ventilasi cukup,
pencahayaan alami cukup, dan tidak padat huni yaitu lebih besar atau sama
dengan 8 m2/orang (Kemenkes RI, 2012).
Masih rendahnya kesadaran masyarakat terkait rumah sehat baik
sayaratnya maupun fungsinya sehingga masih memerlukan pengarahan dan
binaan.
1. Kurangnya pemahaman masyarakat terkait syarat rumah sehat
Permasalahan
2. Kurangnya pemahaman masyarakat terkait fungsi rumah sehat
1. Kegiatan membina rumah sehat dilaksanakan bersamaan dengan
kegiatan Home Visit PIS-PK di dusun Temon Wetan

Perencanaan & 2. Peserta diberikan dan dibantu dalam pengisian formulir penilaian
Intervensi rumah sehat sesuai depkes 2002
3. Dilakukan edukasi dan pembinaan rumah sehat
4. Sesi Tanya jawab

Pelaksanaan 1. Telah dilaksanakannya program pembinaan rumah sehat kepada


keluarga Tn. M bersamaan dengan kegiatan Home Visit PIS-PK
2. Dilakukan pengisian formulir rumah sehat dan dibantu oleh dokter.
a. Didapatkan Skor 26 = Skala Rendah
b. Skor rendah di Polusi, SPAL, Pengelolaan got dan sampah
3. Dilakukan edukasi dan pembinaan dengan metode dua arah terkait
solusi dari pengelolaan got, sampah, SPAL, dan terkait polusi rokok
4. Sesi Tanya jawab dan diskusi terkait kurangnya ekonomi dan
keikutsertaan anggota keluarga serta warga sekitar dalam
menjalankan rumah sehat. Selain itu kampanye anti asap rokok juga
disampaikan

5
KK Tn. W/ Anggota Keluarga 7 orang/ Penghasilan perbulan 2-3jt/
Identitas
Rumah Permanen/ RPK : HT (+), CHF (+), Dislipidemia (+), TBC
Keluarga (+)

Judul Bina Rumah Sehat

Rumah sehat merupakan bangunan tempat berlindung dan beristirahat


yang menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik, mental dan sosial,
sehingga seluruh anggota keluarga dapat memperoleh derajat kesehatan yang
optimal. Menurut Depkes RI (2013) rumah sehat merupakan rumah yang
memenuhi kriteria minimal akses air minum, akses jamban sehat, lantai,
ventilasi, dan pencahayaan. Kriteria rumah sehat yang digunakan apabila
Latar Belakang memenuhi tujuh kriteria, yaitu atap berplafon, dinding permanen
(tembok/papan), jenis lantai bukan tanah, tersedia jendela, ventilasi cukup,
pencahayaan alami cukup, dan tidak padat huni yaitu lebih besar atau sama
dengan 8 m2/orang (Kemenkes RI, 2012).
Masih rendahnya kesadaran masyarakat terkait rumah sehat baik
sayaratnya maupun fungsinya sehingga masih memerlukan pengarahan dan
binaan.
1. Kurangnya pemahaman masyarakat terkait syarat rumah sehat
Permasalahan
2. Kurangnya pemahaman masyarakat terkait fungsi rumah sehat

Perencanaan & 1. Kegiatan membina rumah sehat dilaksanakan bersamaan dengan


Intervensi kegiatan Home Visit PIS-PK di dusun Kulur
2. Peserta diberikan dan dibantu dalam pengisian formulir penilaian
rumah sehat sesuai depkes 2002
3. Dilakukan edukasi dan pembinaan rumah sehat
4. Sesi Tanya jawab
1. Telah dilaksanakannya program pembinaan rumah sehat kepada
keluarga Tn. W bersamaan dengan kegiatan Home Visit PIS-PK
2. Dilakukan pengisian formulir rumah sehat dan dibantu oleh dokter.
a. Didapatkan Skor 23 = Skala Rendah
b. Skor rendah di Polusi, Ventilasi, Kepadatan hunian, SPAL,
Pengelolaan got dan sampah
Pelaksanaan
3. Dilakukan edukasi dan pembinaan dengan metode dua arah terkait
solusi dari pengelolaan got, sampah, SPAL, dan terkait polusi rokok,
ventilasi, serta kepadatan hunian.
4. Sesi Tanya jawab dan diskusi terkait kurangnya ekonomi dan
keikutsertaan anggota keluarga serta warga sekitar dalam
menjalankan rumah sehat. Selain itu kampanye anti asap rokok juga
disampaikan

6
Identitas KK Tn. P/ Anggota Keluarga 4 orang/ Penghasilan perbulan 1-2jt/
Keluarga Rumah Permanen/ RPK : Asma, HNP

Judul Bina Rumah Sehat

Rumah sehat merupakan bangunan tempat berlindung dan beristirahat


yang menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik, mental dan sosial,
sehingga seluruh anggota keluarga dapat memperoleh derajat kesehatan yang
optimal. Menurut Depkes RI (2013) rumah sehat merupakan rumah yang
memenuhi kriteria minimal akses air minum, akses jamban sehat, lantai,
ventilasi, dan pencahayaan. Kriteria rumah sehat yang digunakan apabila
Latar Belakang memenuhi tujuh kriteria, yaitu atap berplafon, dinding permanen
(tembok/papan), jenis lantai bukan tanah, tersedia jendela, ventilasi cukup,
pencahayaan alami cukup, dan tidak padat huni yaitu lebih besar atau sama
dengan 8 m2/orang (Kemenkes RI, 2012).
Masih rendahnya kesadaran masyarakat terkait rumah sehat baik
sayaratnya maupun fungsinya sehingga masih memerlukan pengarahan dan
binaan.
Permasalahan 1. Kurangnya pemahaman masyarakat terkait syarat rumah sehat
2. Kurangnya pemahaman masyarakat terkait fingsi rumah sehat
1. Kegiatan membina rumah sehat dilaksanakan bersamaan dengan
kegiatan Home Visit PIS-PK di dusun Kulur

Perencanaan & 2. Peserta diberikan dan dibantu dalam pengisian formulir penilaian
Intervensi rumah sehat sesuai depkes 2002
3. Dilakukan edukasi dan pembinaan rumah sehat
4. Sesi Tanya jawab
1. Telah dilaksanakannya program pembinaan rumah sehat kepada
keluarga Tn. P bersamaan dengan kegiatan Home Visit PIS-PK
2. Dilakukan pengisian formulir rumah sehat dan dibantu oleh dokter.
a. Didapatkan Skor 33 = Skala Sedang
b. Skor rendah di Polusi, Ventilasi, dan sampah
Pelaksanaan
3. Dilakukan edukasi dan pembinaan dengan metode dua arah terkait
solusi dari pengelolaan sampah, polusi rokok, dan ventilasi
4. Sesi Tanya jawab dan diskusi terkait kurangnya ekonomi dan
keikutsertaan anggota keluarga serta warga sekitar dalam
menjalankan rumah sehat. Selain itu kampanye anti asap rokok juga
disampaikan

ADVOKASI
1
Identitas KK Tn. M/ Anggota Keluarga 3 orang/ Penghasilan perbulan 1-2jt/
Keluarga Rumah Permanen/ RPK : DM (+), HT (+), CHF (+)

Judul Bahaya rokok dan hipertensi dalam penilaian IKS

Latar Belakang Program Indonesia Sehat dilaksanakan untuk meningkatkan derajat


kesehatan masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan
masyarakat. Keberhasilan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga diukur dengan Indeks Keluarga Sehat (IKS), yang merupakan
komposit dari 12 indikator. Semakin banyak indikator yang dapat dipenuhi
oleh suatu keluarga, maka status keluarga tersebut akan mengarah kepada
Keluarga Sehat. Sementara itu, semakin banyak keluarga yang mencapai
status Keluarga Sehat, maka akan semakin dekat tercapainya Indonesia
Sehat.
Indeks Keluarga Sehat (IKS) adalah perhitungan kedua belas indikator
keluarga sehat dari setiap keluarga yang besarnya berkisar antara 0 sampai
dengan 1. Keluarga yang tergolong dalam keluarga sehat adalah keluarga
dengan IKS > 0,8
Pelaksanaan intervensi keluarga sehat ini, merupakan salah satu upaya
untuk mengupdate Indeks Keluarga Sehat (IKS) baik di tingkat keluarga
sampai tngkat kecamatan. Dan diharapkan dari kegiatan ini, IKS terdapat
perubahan ke tingkat yang lebih baik
1. Kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya dan manfaat
Permasalahan penggunaan air bersih, serta apasaja syarat-syarat air bersih.
2. Kurangnya pengetahuan mengenai bahayanya merokok
1. Kegiatan membina keluarga sehat dilaksanakan bersamaan dengan
kegiatan Home Visit PIS-PK di Dusun Temon Wetan
2. Peserta diberikan dan dibantu dalam pengisian formulir penilaian
Perencanaan & IKS
Intervensi
3. Dilakukan edukasi dan pembinaan keluarga sehat sesuai faktor
yang mengalami kekurangan
4. Sesi Tanya jawab
1. Telah dilaksanakannya program pembinaan keluarga sehat kepada
keluarga Tn. M bersamaan dengan kegiatan Home Visit PIS-PK
2. Dilakukan pengisian formulir IKS dan dibantu oleh dokter.
a. Didapatkan Skor 0,7 = Pra Sehat
b. Skor rendah di pengobatan hipertensi dan anggota keluarga
Pelaksanaan merokok
3. Dilakukan edukasi dan pembinaan dengan metode dua arah terkait
solusi dari masalah hipertensi dan bahaya merokok
4. Sesi Tanya jawab dan diskusi terkait kurangnya pemahaman
anggota keluarga dalam menjalankan keluarga sehat. Selain itu
kampanye anti asap rokok juga disampaikan

2
Identitas KK Tn. BU/ Anggota Keluarga 5 orang/ Penghasilan perbulan 2-3jt/
Keluarga Rumah Permanen/ RPK : DM (+), PPOK (+)

Judul Melaksanakan Program KB dalam penilaian IKS

Latar Belakang Program Indonesia Sehat dilaksanakan untuk meningkatkan derajat


kesehatan masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan
masyarakat. Keberhasilan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga diukur dengan Indeks Keluarga Sehat (IKS), yang merupakan
komposit dari 12 indikator. Semakin banyak indikator yang dapat dipenuhi
oleh suatu keluarga, maka status keluarga tersebut akan mengarah kepada
Keluarga Sehat. Sementara itu, semakin banyak keluarga yang mencapai
status Keluarga Sehat, maka akan semakin dekat tercapainya Indonesia
Sehat.
Indeks Keluarga Sehat (IKS) adalah perhitungan kedua belas indikator
keluarga sehat dari setiap keluarga yang besarnya berkisar antara 0 sampai
dengan 1. Keluarga yang tergolong dalam keluarga sehat adalah keluarga
dengan IKS > 0,8
Pelaksanaan intervensi keluarga sehat ini, merupakan salah satu upaya
untuk mengupdate Indeks Keluarga Sehat (IKS) baik di tingkat keluarga
sampai tngkat kecamatan. Dan diharapkan dari kegiatan ini, IKS terdapat
perubahan ke tingkat yang lebih baik
1. Kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya dan manfaat
Permasalahan penggunaan air bersih, serta apasaja syarat-syarat air bersih.
2. Kurangnya pengetahuan mengenai bahayanya merokok
1. Kegiatan membina keluarga sehat dilaksanakan bersamaan dengan
kegiatan Home Visit PIS-PK di Temon Wetan
2. Peserta diberikan dan dibantu dalam pengisian formulir penilaian
Perencanaan & IKS
Intervensi
3. Dilakukan edukasi dan pembinaan keluarga sehat sesuai faktor
yang mengalami kekurangan
4. Sesi Tanya jawab
1. Telah dilaksanakannya program pembinaan keluarga sehat kepada
keluarga Tn. BU bersamaan dengan kegiatan Home Visit PIS-PK
2. Dilakukan pengisian formulir IKS dan dibantu oleh dokter.
a. Didapatkan Skor 0,8 = Pra Sehat
Pelaksanaan b. Skor rendah di program KB dan pemantauan pertumbuhan balita
3. Dilakukan edukasi dan pembinaan dengan metode dua arah terkait
solusi dari masalah program KB dan pentingnya pertumbuhan balita
4. Sesi Tanya jawab dan diskusi terkait kurangnya pemahaman
keluarga terkait program KB dan pertumbuhan balita.

3
Identitas KK Tn. K/ Anggota Keluarga 4 orang/ Penghasilan perbulan 1-2jt/
Keluarga Rumah Permanen/ RPK : HT (+)

Judul Melaksanakan Program KB dalam penilaian IKS

Program Indonesia Sehat dilaksanakan untuk meningkatkan derajat


kesehatan masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan
masyarakat. Keberhasilan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga diukur dengan Indeks Keluarga Sehat (IKS), yang merupakan
komposit dari 12 indikator. Semakin banyak indikator yang dapat dipenuhi
oleh suatu keluarga, maka status keluarga tersebut akan mengarah kepada
Keluarga Sehat. Sementara itu, semakin banyak keluarga yang mencapai
status Keluarga Sehat, maka akan semakin dekat tercapainya Indonesia
Latar Belakang Sehat.
Indeks Keluarga Sehat (IKS) adalah perhitungan kedua belas indikator
keluarga sehat dari setiap keluarga yang besarnya berkisar antara 0 sampai
dengan 1. Keluarga yang tergolong dalam keluarga sehat adalah keluarga
dengan IKS > 0,8
Pelaksanaan intervensi keluarga sehat ini, merupakan salah satu upaya
untuk mengupdate Indeks Keluarga Sehat (IKS) baik di tingkat keluarga
sampai tngkat kecamatan. Dan diharapkan dari kegiatan ini, IKS terdapat
perubahan ke tingkat yang lebih baik
1. Kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya dan manfaat
Permasalahan penggunaan air bersih, serta apasaja syarat-syarat air bersih.
2. Kurangnya pengetahuan mengenai bahayanya merokok
1. Kegiatan membina keluarga sehat dilaksanakan bersamaan dengan
kegiatan Home Visit PIS-PK di Dusun Temon Wetan
2. Peserta diberikan dan dibantu dalam pengisian formulir penilaian
Perencanaan & IKS
Intervensi
3. Dilakukan edukasi dan pembinaan keluarga sehat sesuai faktor
yang mengalami kekurangan
4. Sesi Tanya jawab

Pelaksanaan 1. Telah dilaksanakannya program pembinaan keluarga sehat kepada


keluarga Tn. K bersamaan dengan kegiatan Home Visit PIS-PK
2. Dilakukan pengisian formulir IKS dan dibantu oleh dokter.
a. Didapatkan Skor 0,9 = Sehat
b. Skor rendah hanya di aspek merokok
3. Dilakukan edukasi dan pembinaan dengan metode dua arah terkait
solusi dari masalah program KB dan pentingnya pertumbuhan balita
4. Sesi Tanya jawab dan diskusi terkait kurangnya pemahaman
keluarga terkait bahaya asap rokok. Selain itu kampanye anti asap
rokok juga disampaikan

PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
POSYANDU BALITA
Peserta Seluruh balita Dusun XX Kecamatan Temon,

Judul Posyandu Balita Dusun XX

Latar Belakang UKBM merupakan wahana pemberdayaan masyarakat yang dibentuk


atas dasar kebutuhan masyarakat dikelola oleh masyarakat dan untuk
masyarakat dengan bimbingan petugas puskesmas, lintas sektor dan lembaga
terkait lainnya. Melalui pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan
diharapkan Masyarakat mampu mengatasi sendiri masalah kesehatan yang
mereka hadapi.
UKBM merupakan wujud nyata peran serta masyarakat dalam
pembangunan kesehatan, UKBM diharapkan dapat berkembang kearah
bentuk yang ideal yaitu bentuk yang lestari dan mandiri. Ditopang oleh
kemampuan pengorganisasian dan pendanaan oleh masyarakat.
Posyandu (pos pelayanan terpadu) merupakan upaya pemerintah untuk
memudahkan masyarakat Indonesia dalam memperoleh pelayanan
kesehatan. Tujuan utama posyandu balita adalah mencegah peningkatan
angka gizi buruk, stunting, dan memudahkan masyarakat desa mendapatkan
pelayanan Kesehatan.
1. Kurangnya pemahaman orang tua terkait faktor penyebab stunting,
gizi buruk, dan penyakit pada balita
Permasalahan
2. Kurangnya keikutsertaan masyarakat dalam meningkatkan
kesehatan balita
1. Pendataan balita didesa kulur meliputi : nama, usia, KK, status
gizi, pendidikan orang tua
2. Pelatihan kader posyandu balita
3. Melakukan kegiatan posyandu balita yang didampingi puskesmas
a. Balita akan di lakukan penimbangan tinggi badan dan berat
badan untuk mengetahui perkembangan dan pertumbuhannya
Perencanaan &
apakah sudah sesuai dengan kurva CDC
Intervensi
b. Penyuluhan / edukasi tentang makanan gizi yang baik untuk
anak.
c. Konsultasi gizi dan penyakit yang di derita anak jika ada.
Apabila ditemukan stunting akan di tindak lanjuti pihak
puskesmas.
4. Observasi kegiatan Posyandu balita tiap bulan
1. Data balita didesa kulur sebanyak 30 balita, namun yang
mengikuti sebanyak 17 anak
2. Kader dipandu terkait teknik pengukuran tinggi, panjang, LK,
LL, BB, pada balita. Selain itu diajarkan terkait interpretasi
Pelaksanaan kurva CDC
3. Penyuluhan terkait ASAH, ASIH, dan ASUH, serta stunting
dan makanan bergizi pada orang tua balita dan kader
4. Observasi pada bulan berikutnya pada keberlangsungan
posyandu balita

UKP 9/7/2022
Identitas Ny. S/ Usia 28/ Tinggi 156cm/ Berat 79Kg

Riwayat Keluhan
Seorang G1P0A0 UK 37+5 minggu datang ke IGD dengan
keluhan rembes dari jalan lahir sejak 5 jam yang lalu. Rembes cairan
berwarna putih, bau (-), bercampur darah (+), prongkol (-). Pusing
(-), mata blawur (-), sesak (-), perut nyeri (-), kenceng-kenceng (+)
3x tiap 10 menit. BAB 2 jam yang lalu, BAK (+) 2 jam yang lalu.
Riwayat Trauma (-), jatuh (-), berhubungan intim (-), minum jamu
(-).

RPD
Asam lambung (-), opname (-), kejang (-), pengobatan rutin (-)
RPK
Tidak ada

Pemeriksaan Fisik
KU : Sedang/CM
VAS : 9
Airway : Clear
Breathing : RR : 23x/min, regular, SpO2 100%
Circulation : TD : 121/89 mmHg, HR :92x/min, regular, kuat
angkat
T : 36,9 *C
Kepala : Conjungtiva anemis (-), Conjungtiva ikterik (-), Wajah
Simetris (+), Mukosa basah (+)
Leher : Limfadenopati (-), Massa (-), Deviasi Trakea (-), Peningkatan
JVP (-)
Thoraks
I : Simetris (+), Jejas (-)
A : SI-II regular, SDV (+/+), Wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
P : Sonor (+), Batas jantung dbn
P : Nyeri (-), Krepitasi (-), Fremitus Taktil dbn
Abdomen (OBSTETRIK)
His 3x/30-40'/10'', Kuat, regular, DJJ 154x/min
Leopold I : Bokong, TFU 32cm
Leopold II : PUKI
Leopold III : Keras Melenting
Leopold IV : Sudah masuk PAP
VT : Pembukaan 6 sempit, konsistensi lunak, posisi anterior,
STLD --> Observasi 4 jam --> Pembukaan Lengkap
Extremitas : Hangat, CRT < 2s, edem (-), Tonus (+), Jejas (-), ROM
dbn

Pemeriksaan Penunjang
Lab Darah
Hb :12.1
Hmt : 37
AL : 8
AT : 223
Neutrofil : 50
Limfosit : 15
HBsAg : NEGATIF
Swab Antigen : NEGATIF

Urine Lengkap
Warna : Kuning
Protein : Negatif
Bakteri : Negatif
Darah : Negatif
Leukosit : Negatif
Infus Ringer Laktat 500cc 20 tpm
PPN
Observasi 10
Tatalaksana
KIE
1. Makan Tinggi Kalori dan Protein
2. ASI tiap 2 jam
Diagnosis Single spontaneous delivery
G1P0A0 UK 37+5 Minggu, Janin Tunggal Hidup Intrauterine,
Preskep

Anda mungkin juga menyukai