Anda di halaman 1dari 76

Djoti Atmodjo

UU Nomor 44 Tahun 2009


tentang
Rumah Sakit

Pasal 40 :

Dalam upaya peningkatan mutu


pelayanan, Rumah Sakit wajib
dilakukan akreditasi secara berkala
minimal 3 (tiga) tahun sekali

Djoti - Atmodjo
UU Nomor 11 Tahun 2020
tentang
Cipta Kerja

Pasal 40 :

Dalam upaya peningkatan mutu


pelayanan, Rumah Sakit wajib
dilakukan akreditasi secara berkala
minimal 3 (tiga) tahun sekali

Djoti - Atmodjo
Akreditasi Rumah Sakit
v Mutu Baik
v Keselamatan Aman

5
AKREDITASI
Peraturan
Perundang-undangan
KARS
Rumah Sakit

◉ Fire Wall
◉ Conflict of Interest
◉ Etika Surveior
Regulasi ◉ Sistem Manajemen Anti
Penyuapan (SMAP)
Survei Akreditasi

Implementasi
◉ Dokumen bukti
◉ Observasi
◉ Wawancara
◉ Simulasi 6
Tata Kelola Klinis
TATA KELOLA RUMAH SAKIT

TATA KELOLA KLINIS

RUMAH SAKIT YANG BAIK

RUMAH SAKIT YANG AMAN


Regulasi Mengacu Peraturan
Perundangan-undangan

Implementasi
Bukti Implementasi
Dokumen Rekam Medis

Dokumen Non Rekam Medis

Observasi

Wawancara & Simulasi


10
Perubahan tata nilai
UU 44/2009

Djoti - Atmodjo
Pasal 32
Hak Pasien

menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit


diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar
baik secara perdata ataupun pidana; dan

mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan


standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Pasal 29
Kewajiban Rumah Sakit

melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua


petugas Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas
Pasal 46
Kewajiban Rumah Sakit

Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua


kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan di Rumah Sakit
UPAYA KESELAMATAN
Akreditasi
Rumah Sakit
v Mutu Baik
v Keselamatan Aman

16
Akreditasi, mewujudkan
Rumah Sakit yang:
v baik
v aman

17
18
RUMAH SAKIT AMAN

UPAYA KESELAMATAN
◉ Keselamatan pasien
◉ Keselamatan staf
KAJIAN PERATURAN
PERUNDANGAN-UNDANGAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 2019
TENTANG
PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI DI
LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN

22
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 2019
TENTANG
PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI DI
LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN

Manajemen Risiko adalah proses yang proaktif dan kontinu meliputi


identifikasi, analisis, evaluasi, pengendalian, informasi komunikasi,
pemantauan, dan pelaporan risiko, termasuk berbagai strategi yang
dijalankan untuk mengelola risiko dan potensinya.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 2019
TENTANG
PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI DI
LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN

Unit Pemilik Risiko adalah Satuan Kerja yang


bertanggung jawab melaksanakan Manajemen
Risiko Terintegrasi.
Standar PMKP 1
Rumah sakit mempunyai Komite/Tim Penyelenggara Mutu yang kompeten untuk mengelola
kegiatan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Direktur menetapkan:
a) Kepala unit sebagai penanggung jawab peningkatan mutu dan keselamatan pasien
(PMKP) di tingkat unit;
b) Staf pengumpul data; dan
c) Staf yang akan melakukan validasi data (validator).

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 80 TAHUN 2020
TENTANG
KOMITE MUTU RUMAH SAKIT
Program peningkatan mutu dan keselamatan pasien rumah sakit meliputi tapi tidak
terbatas pada (a-i):
a) Pengukuran mutu indikator termasuk indikator nasional mutu (INM), indikator mutu
prioritas rumah sakit (IMP RS) dan indikator mutu prioritas unit (IMP Unit).
b) Meningkatkan perbaikan mutu dan mempertahankan perbaikan berkelanjutan.
c) Mengurangi varian dalam praktek klinis dengan menerapkan
PPK/Algoritme/Protokol dan melakukan pengukuran dengan clinical pathway.
d) Mengukur dampak efisiensi dan efektivitas prioritas perbaikan terhadap keuangan
dan sumber daya misalnya SDM.
e) Pelaporan dan analisis insiden keselamatan pasien.
f) Penerapan sasaran keselamatan pasien.
g) Evaluasi kontrak klinis dan kontrak manajemen.
h) Pelatihan semua staf sesuai perannya dalam program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien.
i) Mengkomunikasikan hasil pengukuran mutu meliputi masalah mutu dan capaian
data kepada staf.
Program peningkatan mutu dan keselamatan pasien rumah sakit meliputi tapi tidak
terbatas pada (a-i) (urutan diubah):
a) Pelatihan semua staf sesuai perannya dalam program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien.
b) Pengukuran mutu indikator termasuk indikator nasional mutu (INM), indikator mutu
prioritas rumah sakit (IMP RS) dan indikator mutu prioritas unit (IMP Unit).
c) Meningkatkan perbaikan mutu dan mempertahankan perbaikan berkelanjutan.
d) Mengurangi varian dalam praktek klinis dengan menerapkan
PPK/Algoritme/Protokol dan melakukan pengukuran dengan clinical pathway.
e) Mengukur dampak efisiensi dan efektivitas prioritas perbaikan terhadap keuangan
dan sumber daya misalnya SDM.
f) Evaluasi kontrak klinis dan kontrak manajemen.
g) Mengkomunikasikan hasil pengukuran mutu meliputi masalah mutu dan capaian
data kepada staf.
h) Penerapan sasaran keselamatan pasien.
i) Pelaporan dan analisis insiden keselamatan pasien.
2. Komite/Tim Penyelenggara Mutu D Bukti daftar risiko rumah sakit
telah membuat daftar risiko rumah berdasarkan daftar risiko unit-unit
sakit berdasarkan daftar risiko unit- di rumah sakit
unit di rumah sakit

• Komite/Tim Mutu RS
W
• Kepala Unit kerja
3. Komite/Tim Penyelenggara Mutu D Bukti profil risiko dan rencana
telah membuat profil risiko dan penanganan (strategi penanganan
rencana penanganan risiko)

• Komite/Tim Mutu RS
W
• Kepala Unit kerja
Manajer
RS
Komite
SPI Medis

Komite
Kepala
RISIKO Kepera-
Unit
watan

Komite
Komite
Mutu
PKRS
Komite RS
K3RS
Manajemen Risiko
Identifikasi Risiko

Analisis Risiko

Upaya Mengurangi Risiko

Register Risiko
Penilaian Dampak
Tingkat
Kategori Deskripsi
risiko
1 Tidak signifikan Tidak ada cidera dan kerugian
2 Minor Cidera ringan dan dapat diatasi dengan pertolongan
pertama
3 Moderat Cidera sedang, berkurangnya fungsi motorik / sensorik /
psikologi atau intelektual yang bersifat reversibel dan
dapat memperpanjang perawatan

4 Mayor Cidera luas, kehilangan fungsi motorik / sensorik /


psikologi atau intelektual yang bersifat irreversibel, tidak
berhubungan dengan penyakit

5 Katastropik Kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan


penyakit
Penilaian Probabilitas
Tingkat
Deskripsi
risiko
1 Sangat jarang terjadi (> 5 tahun sekali)
2 Jarang terjadi ( > 2-5 tahun sekali)
3 Mungkin terjadi (1-2 tahun sekali)
4 Sering terjadi (beberapa kali dalam 1 tahun)
5 Sangat sering terjadi (tiap hari / tiap minggu /
tiap bulan)
Matriks Grading Risiko

Proba Dampak
bilitas 1 2 3 4 5

5 Moderat Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim

4 Moderat Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim

3 Rendah Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim

2 Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrim

1 Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrim


Ekstrem
Opsi Perlakuan Risiko/mitigasi
Klasifikasi Jenis Pengendalian
Menghindari risiko 1 Menghentikan kegiatan
2 Tidak melakukan kegiatan
Mengurangi risiko 1 Membuat regulasi (pembuatan dan pembaruan
pedoman/panduan, SPO dan check-list);
2 Pelatihan komunikasi efektif;
3 Merancang form komunikasi;
4 Supervisi
5 Pelatihan

Mentransfer risiko 1 Asuransi


2 Alih dayakan pekerjaan
Menerima risiko
Identifikasi Risiko

Analisis Risiko s i
n ika
m u
Ko
s i ko i e n
UpayaR iMengurangi
P a s Risiko
e r n
g i st suha
Re m A
a
D al Daftar Risiko

36
Manajer
RS
Komite
SPI Medis

Komite
Kepala
RISIKO Kepera-
Unit
watan

Komite
Komite
Mutu
PKRS
Peran Komite RS
PKRS K3RS
Elemen penilaian PMKP 11
1) Komite/ Tim Penyelenggara Mutu memandu penerapan program manajemen risiko yang di
tetapkan oleh Direktur
2) Komite/ Tim Penyelenggara Mutu telah membuat daftar risiko rumah sakit berdasarkan
daftar risiko unit-unit di rumah sakit
3) Komite/ Tim Penyelenggara Mutu telah membuat profil risiko dan rencana penanganan
4) Komite/ Tim Penyelenggara Mutu telah membuat pemantauan terhadap rencana
penanganan dan melaporkan kepada direktur dan representatif pemilik/dewan pengawas
setiap 6 (enam) bulan
5) Komite/ Tim Penyelenggara Mutu telah menyusun Program manajemen risiko tingkat
rumah sakit untuk ditetapkan Direktur
6) Komite/ Tim Penyelenggara Mutu telah memandu pemilihan minimal satu analisis secara
proaktif proses berisiko tinggi yang diprioritaskan untuk dilakukan analisis FMEA setiap
tahun.
Manajemen Risiko Komunikasi
Identifikasi Risiko

Analisis Risiko

Upaya Mengurangi Risiko

Daftar Risiko
ri.si.ko
bentuk tidak baku: resiko
⇢ Tesaurus

• n akibat yang kurang menyenangkan (merugikan,


membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan
KOMUNIKASI DENGAN PASIEN/KELUARGA
PENDAFTARAN
BENTUK
RISIKO DAMPAK
KOMUNIKASI
WAWANCARA Identifikasi tidak tepat/lengkap Kesalahan pasien dalam proses
asuhan/pelayanan
Gagal identifikasi nilai dan keyakinan Menimbulkan kesalahpahaman, terutama
menyangkut keyakinan yang sensitif
Gagal identifikasi hak privasi yang Menimbulkan kesalahpahaman, terutama
diinginkan menyangkut privasi yang sensitif
INFORMASI Gagal dalam melaksanakan general Berakibat hukum
consent for treatment
Gagal dalam menjelaskan Tata Tertib dan Menimbulkan kesalahpahaman dan bahkan
Peraturan RS keributan
Gagal dalam menjelaskan tentang aspek Menimbulkan komplain dan bisa derdampak
jaminan ke manajemen (misalnya pengaduan BPJS)
KOMUNIKASI DENGAN PASIEN/KELUARGA
ASUHAN PASIEN
BENTUK
POTENSI KEGAGALAN RISIKO
KOMUNIKASI
WAWANCARA Tidak tergali riwayat alergi Kejadian alergi
Tidak tergali riwayat penggunaan obat Duplikasi obat, penggantian obat rutin
Kesalahan diagnosis Berakibat hukum
INFORMASI Tidak jelas atau tidak lengkap Kesalahpahaman yang berakibat hukum
Tidak menjelaskan perluasan tindakan atau Menimbulkan kesalahpahaman/komplain
konversi tindakan dan berakibat hukum
Tidak jelas atau tidak lengkap penjelasan Menimbulkan kesalahpahaman/komplain
terkait rujukan dan berakibat hukum
KOMUNIKASI DENGAN PASIEN/KELUARGA
ASUHAN PASIEN
BENTUK
POTENSI KEGAGALAN RISIKO
KOMUNIKASI
EDUKASI Tidak dilaksanakan dengan lengkap dan Tidak dipahami, dapat berakibat kesalahan
benar implementasi
Materi yang disampaikan tidak konsisten Menimbulkan ketidakpercayaan
INSTRUKSI Tidak jelas atau tidak lengkap Salah implementasi, misalnya cara
penggunaan obat, salah posisi
Tidak lengkap saat menjelaskan dan Menimbulkan kesalahpahaman dan
menuliskan pada ringkasan pulang dari berakibat hukum
gawat darurat atau rawat inap
Tidak menjelaskan perluasan tindakan atau Menimbulkan kesalahpahaman dan
konversi tindakan berakibat hukum
KOMUNIKASI DENGAN PASIEN/KELUARGA
INFORMASI
BENTUK
POTENSI KEGAGALAN RISIKO
KOMUNIKASI
INFORMASI Tidak dilaksanakan dengan lengkap dan Tuntutan hukum
UNTUK benar
PERSETUJUAN
Materi yang disampaikan tidak konsisten Menimbulkan ketidak pastian
INFORMASI Tidak jelas atau tidak lengkap Tuntutan hukum
PADA MAM
RISIKO MITIGASI
Perbedaan penjelasan/informasi
Salah materi yang disampaikan Materi tertulis
Informasi berubah-ubah
RISIKO KOMUNIKASI
ANTAR STAF KLINIS
DPJP
PPJA

UU 38 2014
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 38 TAHUN 2014
TENTANG
KEPERAWATAN

Pasal 32
(2) Pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan secara delegatif atau mandat.
(3) Pelimpahan wewenang secara delegatif untuk melakukan sesuatu
tindakan medis diberikan oleh tenaga medis kepada Perawat
dengan disertai pelimpahan tanggung jawab.
(4) Pelimpahan wewenang secara delegatif sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) hanya dapat diberikan kepada Perawat profesi atau
Perawat vokasi terlatih yang memiliki kompetensi yang diperlukan.
(5) Pelimpahan wewenang secara mandat diberikan oleh tenaga medis
kepada Perawat untuk melakukan sesuatu tindakan medis di bawah
pengawasan.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 38 TAHUN 2014
TENTANG
KEPERAWATAN

Pasal 32

(1) Pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1)huruf e
hanya dapat diberikan secara tertulis oleh tenaga medis
kepada Perawat untuk melakukan sesuatu tindakan medis
dan melakukan evaluasi pelaksanaannya.
Apoteker
Gizi
Laboratorium
Radiologi
RISIKO MITIGASI
Salah dengar Konfirmasi
Salah ucap Konfirmasi
RISIKO MITIGASI

Salah baca Konfirmasi


Salah tulis Konfirmasi
ess
oc
pr
ack
d b
rea
he
T
Institute of Medicine (IOM) melaporkan bahwa
"serah terima pasien yang tidak memadai sering
sebagai kegagalan pertama dalam keselamatan
pasien" (Hughes, 2008).
◉ Serah terima pasien antar shif
◉ Serah terima pasien antar unit
keperawatan
◉ Serah terima pasien antara unit
perawatan dengan unit
pemeriksaan diagnostik
◉ Serah terima pasien antar fasilitas
kesehatan
Andai……..

Semua staf klinis dilatih komunikasi efektif dengan benar


◉ Keselamatan pasien
◉ Keselamatan staf

Peran
PKRS
◉ Keselamatan pasien
◉ Kesalahan obat

◉ Kesalahan pemberian obat


◉ Keselamatan staf
◉ Kekerasan
◉ Hukum
◉ Keselamatan pasien
◉ Kesalahan sisi operasi

◉ Kesalahan tindakan
◉ Keselamatan staf
◉ Kekerasan
◉ Hukum
◉ Para staf klinis, terutama PPA, harus
menyadari dan memahami adanya
risiko kesalahan dalam berkomunikasi
◉ Kesalahpahaman komunikasi dalam
asuhan pasien sangat berisiko
menimbulkan terjadinya insiden
keselamatan pasien
◉ Untuk mengurangi risiko dalam
komunikasi antar staf klinis, harus
dilakukan pelatihan komunikasi
Hal-hal yang perlu diperhatikan penyebab kesalahan
dalam komunikasi

✿ Informasi yang Tidak Jelas atau Bias


✿ Ketidakmampuan Menggunakan Bahasa Tubuh
✿ Kesulitan Menyusun Kata-kata
✿ Keterbatasan Dalam Menyusun Kalimat
✿ Kesulitan Dalam Berbicara
✿ Tidak Tepat Dalam Menggunakan Bahasa
Agar dapat terwujud staf RS yang perduli
pada program keselamatan
✿ Jadikan materi orientasi
✿ Laksanakan pelatihan secara berkesinambungan
✿ Ciptakan sadar keselamatan mulai pada jajaran
manajemen termasuk Pemilik RS
✿ Jadikan upaya keselamatan menjadi rencana
kerja RS yang kerkesinambungan dan selalu
dilakukan evaluasi
Agar dapat terwujud staf RS yang perduli
pada program keselamatan
✿ Jadikan materi orientasi
✿ Laksanakan pelatihan secara berkesinambungan
✿ Ciptakan sadar keselamatan mulai pada jajaran
manajemen termasuk Pemilik RS
✿ Jadikan upaya keselamatan menjadi rencana
kerja RS yang kerkesinambungan dan selalu
dilakukan evaluasi

Anda mungkin juga menyukai