2016 1 MembangunSistemdanKontenRepositoriLembaga Rev
2016 1 MembangunSistemdanKontenRepositoriLembaga Rev
net/publication/319794885
CITATIONS READS
0 6,757
1 author:
Wahid Nashihuddin
Indonesian Institute of Sciences
147 PUBLICATIONS 138 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Wahid Nashihuddin on 16 September 2017.
Wahid Nashihuddin
Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah – LIPI
Jl.Jend.Gatot Subroto No.10 Jakarta 12710
Email: mamaz_wait@yahoo.com
PENDAHULUAN
Setiap institusi/lembaga di Indonesia boleh membangun dan mengembangkan sistem
repositori, namun hal terpenting adalah bersinergi untuk mengintegrasikan akses informasi
digital antar-lembaga dan meningkatkan kualitas hasil karya/publikasi ilmiah nasional.
Repositori berkontribusi meningkatkan webometrik repositori lembaga di database
pengindeks nasional dan internasional. Kedepannya, LIPI (yang dikoordinasi oleh PDII) akan
membangun dan mengembangkan sistem repositori ilmiah nasional terintegrasi (satu
sistem/tempat). Hal tersebut menjadi dasar penetapan kebijakan iptek nasional, mencakup: (1)
prioritas riset unggulan; (2) maping hasil karya/publikasi ilmiah; (3) sistem
kolaborasi&kerjasama antar-peneliti/lembaga; (4) interoperabilitas database IR; (5) target
publikasi ilmiah nasional; dan 6) diseminasi informasi ilmiah ke masyarakat.
Dalam buku “Naskah Akademik Rancangan Kebijakan Implementasi Repositori
Ilmiah Nasional” terbitan PDII-LIPI (2015) dijelaskan tujuan, fungsi, dan manfaat dari
repositori. Adapun tujuan membangun repositori adalah untuk: (1) menyimpan dan
melestarikan aset intelektual (preservasi); (2) menyediakan akses terbuka terhadap karya
intelektual institusi kepada stakeholders; (3) meningkatkan aksesibitas local content lembaga
di indeks global; dan (4) memudahkan temu kembali informasi dalam satu sistem terintegrasi.
Adapun fungsi repositori yaitu sebagai sistem pengelola aset intelektual guna mendukung dan
menjamin pelaksanaan penelitian yang berasaskan kebebasan, kebenaran, dan integritas.
Sistem repository yang telah dibuat lembaga memiliki beberapa manfaat, diantaranya bagi
peneliti/pemilik data & karya ilmiah; kelembagaan; bidang bisnis; penyedia dana; dan
masyarakat umum.
Pengembangan sistem dan konten repositori kedepannya diharapkan tersedia open
access. Hal ini untuk mewujudkan tujuan gerakan open access dunia hasil deklarasi Budapest
Open Access Initiative pada tahun 2002. Gerakan akses terbuka yang dideklarasikan Budapest
(2002) merupakan resolusi dunia yang telah disepakati secara global untuk penyediakan akses
informasi ilmiah secara terbuka melalui internet, yang memungkinkan setiap pengguna untuk
membaca, men-download, menyalin, mendistribusikan, mencetak, mencari, menautkan, dan
menarik data (crawl) untuk mengindeks metadata melalui perangkat lunak dengan
memperhatikan legalitas hukum. Prinsip penerapan open access yaitu tidak ada hambatan
dalam aspek finansial, hukum, atau teknis, yang terkait dengan pemanfaatan konten digital
dalam internet. Gerakan open access ini dilatarbelakangi karena banyaknya permintaan dari
masyarakat global untuk membuka akses informasi hasil penelitian seluas-luasnya secara
gratis tanpa adanya batasan. Hasil rekomendasi Budapest yaitu pengarsipan diri (self
archiving) dan akses jurnal terbuka (open access journal). Adapun tujuan deklasari Budapest
tersebut adalah untuk menyediakan akses informasi kepada masyarakat luas tanpa batas dan
gratis ke informasi hasil penelitian ilmiah yang dibiayai publik. Penyediakan akses gratis ini
tersedia untuk semua orang dengan memperhatikan hak cipta dan lisensi dalam pemanfaatan
hasil penelitian dalam upaya peningkatan akses informasi digital ke pembaca. Adapun tujuan
open access menurut Directory of Open Access Repositories/DOAR
(http://www.opendoar.org/about.html), yaitu:
1
Diskusi Mendalam Jaringan Perpustakaan Hukum dan HAM: Konsep Pengembangan Repositori Institusi
Bagi Pusat, Komisi Nasional Perempuan Jakarta, 29 September 2016.
1
1) Menggerakkan akses terbuka terhadap hasil penelitian akademik ;
2) Membangun sistem dan daftar deskriptif repositori akses terbuka relevan dengan
penelitian akademik;
3) Menyediakan daftar komprehensif & otoritatif kepada pengguna akhir;
4) Memberikan daftar lengkap, terstruktur, dan ter-update dengan sistem self-regulation
protokol untuk memungkinkan pengembangan daftar bibliografi.
5) Mempromosikan sistem repositori institusi terkemuka di rancah internasional.
6) Mendukung jangkauan akses terbuka dan advokasi lembaga di rancah internasional.
Membangun repositori berarti membangun sistem dan konten. Terkait dengan
pengembangannya, ada beberapa permasalahan yang terkait repositori, antara lain:
• Masih ada dualisme kebijakan akses informasi digital IR (close access dan open
access) konvensi Budapest Open Access Initiative 2002 menginisiasi “Go Open
Access”
• Kebijakan submit konten publikasi ke sistem IR belum jelas dan berbeda-beda saat
ini entri data masih dilakukan oleh perpustakaan atau pusat data dan informasi,
seharusnya dilakukan oleh pengelola terbitan/peneliti/ penulis;
• Migrasi metadata ke sistem repositori susah dilakukan standar metadata berbeda-
beda MARC, DublinCore, RDA OAI-MPH (https://www.openarchives.org/pmh/)
• Belum ada sistem repositori ilmiah nasional terintegrasi untuk publikasi hasil
litbangsedang dikembangkan PDII-LIPI.
Terkait dengan permasalahan di atas, tulisan ini akan membahas tentang: (1) data repositori di
dunia dan Indonesia; (2) dasar hukum repositori di Indonesia; (3) road map repositori ilmiah
nasional; (4) repositori & depositori ilmiah nasional; dan (5) sinergi repositori lembaga.
PEMBAHASAN
Data Repositori di Dunia dan Indonesia
Berdasarkan data DOAR per-6 September 2016 diketahui ada sejumlah 3233 database
repositori di dunia (Gambar 1). Dari jumlah tersebut diketahui Eropa merupakan benua yang
memiliki database repositori lembaga paling banyak (45,6%); Amerika Serikat merupakan
Negara yang memiliki database repositori lembaga paling banyak (48,8%); DSpace
merupakan database repositori yang paling banyak digunakan oleh lembaga (44,4%); dan
Institusi merupakan lembaga pengguna paling banyak yang membangun repositori (85,1%).
Kemudian, dilihat dari subjeknya, multidisciplinary (berbagai disiplin ilmu) merupakan
subjek yang paling banyak dikembangan lembaga untuk sistem repositorinya.
2
Apabila ditarik lebih mengerucut, dari sejumlah data repositori lembaga dunia diketahui sejumlah 52 lembaga di
Indonesia yang mengembangan sistem repositori lembaga (Tabel 1). Dari jumlah tersebut diketahui Institut
Pertanian Bogor (IPB) merupakan lembaga dengan jumlah pemilik repositor lembaga terbanyak, yakni memiliki
3 (tiga) repositori.
Tabel 1. Data Repositori Lembaga di Indonesia Menurut DOAR (6 September 2016)
Dari sejumlah repositori lembaga di atas, diketahui peringkat webometrik tertinggi sistem
repositori lembaga adalah repositori Universitas Diponegoro (Semarang). Peringkat
webometrik repositori lembaga tersebut dapat dilihat di Website Rangking Web of
Repositories di http://repositories.webometrics.info/en/Asia/Indonesia%20 (Gambar 2).
Peringkat webometrik sistem repositori lembaga dapat meningkat jika sistem tersebut: (1)
menyediakan layanan dan konten open access; (2) tidak menerapkan kebijakan akses
langganan; (3) link ke situs utama repository; dan (4) metadata bibliografi informasi di sistem
repositori menggunakan metadata standar internasional.
3
Dasar Hukum Repositori di Indonesia
Beberapa dasar hukum yang menjadi acuan pengembangan repositori lembaga di
Indonesia, sebagai berikut (PDII-LIPI, 2015).
• UU No.18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan
Penerapan Iptek. Bagian yang mendukung adanya repositori data dan karya ilmiah adalah
bagian ketiga mengenai sumber daya. Pasal 11 menyebutkan bahwa sumber daya ilmu
pengetahuan dan teknologi terdiri atas keahlian, kepakaran, kompetensi manusia dan
pengorganisasiannya, kekayaan intelektual dan informasi, serta sarana dan prasarana
iptek; Pasal 13 ayat 1 menyebutkan bahwa pemerintah mendorong kerja sama antara
semua unsur kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pengembangan
jaringan informasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
• UU No.28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Bagian kedua membahas ciptaan yang
dilindungi (hak moral, ekonomi, eksklusif) memberikan wewenang untuk
menyediakan akses informasi seluas-luasnya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
dan perpustakaan.
• UU No.43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan Bagian kelima membahas perpustakaan
khusus. Pasal 25 menyebutkan bahwa perpustakaan khusus menyediakan bahan
perpustakaan sesuai dengan kebutuhan pemustaka di lingkungannya; Pasal 26
menyebutkan bahwa perpustakaan khusus memberikan layanan kepada pemustaka di
lingkungannya dan secara terbatas memberikan layanan kepada pemustaka di luar
lingkungannya;
• UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan informasi Publik Badan publik wajib
menyediakan dan mengumumkan informasi publik koleksi perpustakaan dan grey
literature merupakan informasi publik;
• PerMenristekDIKTI No. 44 Tahun 2015 Tentang Standar Nasional Pendidikan
Tinggi Pasal 31 menyebutkan bahwa standar sarana dan prasarana pembelajaran
merupakan kriteria minimal tentang sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan isi
dan proses pembelajaran dalam rangka pemenuhan capaian pembelajaran lulusan, yang
dikemudian diperjelas dengan Pasal 32 bahwa salah satu standar sarana pembelajaran
yang dimaksud adalah ketersediaanbuku, buku elektronik, dan repositori .
• PerMenristekDIKTI No. 13 Tahun 2015 Tentang Rencana Strategis Kemenristek-
DIKTI Tahun 2015-2019 dijelaskan bahwa dalam rangka peningkatan dukungan bagi
riset dan pengembangan dasar, pembangunan Iptek diarahkan untuk: pembangunan
sarana dan prasarana Iptek antara lain revitalisasi Puspiptek menuju STP yang maju dan
modern serta pembangunan repositori dan diseminasi informasi Iptek; pembangunan
repositori dan diseminasi informasi Iptek; dan peningkatan jaringan Iptek melalui
konsorsium riset;
• KepMenristek No. 44/M/Kp/VII/2000 tentang Penyampaian Literatur Kelabu (Grey
Literature) berkaitan dengan iptek. Pasal pertama menyatakan bahwa setiap lembaga
pemerintah yang menyimpan dan atau memiliki literatur kelabu berupa laporan
penelitian, laporan survei, prosiding, disertasi, tesis, dan dokumen sejenisnya serta
publikasi kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan iptek, baik cetak maupun digital
diwajibkan untuk menyampaikan salinannya kepada Kantor Menristek;
• Peraturan Kepala LIPI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja LIPI
mengatur bahwa tugas melaksanakan pengelolaan dokumentasi, data, dan hasil-hasil
penelitian dan pengembangan, hak kekayaan intelektual, dan sistem informasi merupakan
tugas dari Bidang Pengelolaan dan Diseminasi Hasil Pengembangan dari masing-masing
pusat penelitian di lingkungan LIPI. Adapun PDII bertugas untuk melaksanakan
pendokumentasian informasi ilmiah dan menyediakan akses ke informasi ilmiah;
• Peraturan Dirjen DIKTI No.1/2014 dan Peraturan Kepala LIPI No.3/2014 tentang
Pedoman Akreditasi Terbitan Berkala Ilmiah mengatur tentang wajib serah simpan
4
terbitan berkala kepada lembaga penyimpan nasional, seperti Arsip Nasional, PDII, atau
lainnya;
• Peraturan Kepala LIPI No. 12 Tahun 2016 Tentang Repositori dan Depositori Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia dalam rangka menjamin ketersediaan karya ilmiah dan
data primer untuk jangka panjang, perlu ditetapkan mekanisme repositori karya ilmiah
dan depositori data primer di lingkungan LIPI.
Tahap awal pengembangan sistem repositori dan depositori imiah nasional di PDII-LIPI,
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut.
1. Pengembangan repositori
a) Identifikasi requiremen (data dan kebutuhan pengguna)capturing;
b) Penelitian dan pengembangan infrastruktur.
2. Operasional repositori
a) Pengelolaan infrastruktur;
b) Pelaporan pemanfaatan (utilitas) infrastruktur;
c) Pelatihan pengguna;
d) Analisis data;
e) Pembuatan dashboard dan pelaporan (reporting);
f) Penyimpanan data dan karya ilmiah oleh pengguna (peneliti);
g) Pengolahan data dan karya ilmiah oleh pengguna (peneliti);
h) Publikasi data dan karya ilmiah;
i) Penilaian kinerja peneliti.
5
Adapun tahapan proses pengelolaan sistem repositori dan depositori ilmiah lembaga
digambarkan sebagai berikut (Gambar 3).
6
intelektual yang ada di lembaga penelitian dan pengembangan (litbang), perguruan tinggi,
penerbit, dan pemerintah. Model sinergi kelembagaan untuk akses terbuka melalui peran
perpustakaan, digambarkan sebagai berikut (Gambar 4).
Gambar 4. Model Sinergi Kelembagaan Akses Terbuka (Yaniasih dan Sihombing, 2016)
PENUTUP
• Repositori bukanlah katalog perpustakaan atau digital library, tetapi merupakan sistem
terintegrasi untuk akses dan preservasi informasi digital jangka panjang;
• Sistem repositori perlu dibangun untuk memenuhi kebutuhan informasi di dunia
pendidikan, penelitian, dan perpustakaan, dan layanannya sebaiknya disediakan akses
terbuka (open access) untuk masyarakat global;
• Membangun dan mengembangkan sistem dan konten repositori lembaga sebaiknya
bersinergi & bekerjasama dengan pihak lain, serta memperhatikan standar metadata dan
interoperability database agar dapat efektif dalam pemanfaatannya.
DAFTAR PUSTAKA
Budapest. 2002. “Budapest Open Access Initiative | Read the Budapest Open Access
Initiative.” http://www.budapestopenaccessinitiative.org/read.