Pemeriksaan Audiometri Teori Dasar
Pemeriksaan Audiometri Teori Dasar
LATAR BELAKANG
Secara umum kekerasan suara berkaitan dengan amplitudo gelombang suara dan
nada berkaitan dengan prekuensi (jumlah gelombang persatuan waktu). Semakin besar
suara semakin besar amplitudo, semakin tinggi frekuensi dan semakin tinggi nada.
Namun nada juga ditentukan oleh factor - faktor lain yang belum sepenuhnya dipahami
selain frekuensi dan frekuensi mempengaruhi kekerasan, karena ambang pendengaran
lebih rendah pada frekuensi dibandingkan dengan frekuensi lain. Gelombang suara
memiliki pola berulang, walaupun masing - masing gelombang bersifat kompleks,
didengar sebagai suara musik, getaran apriodik yang tidak berulang menyebabakan
sensasi bising. Sebagian dari suara musik bersala dari gelombang dan frekuensi primer
yang menentukan suara ditambah sejumla getaran harmonik yang menyebabkan suara
memiliki timbre yang khas. Variasi timbre mempengaruhi mengetahhi suara berbagai alat
musik walaupun alat tersebut memberikan nada yang sama. (William F.Gannong, 1998)
Telah diketahui bahwa adanya suatu suara akan menurunkan kemampuan seseorang
mendengar suara lain. Fenomena ini dikenal sebagai masking (penyamaran). Fenomena
ini diperkirakan disebabkan oleh refrakter relative atau absolute pada reseptor dan urat
saraf pada saraf audiotik yang sebelumnya teransang oleh ransangan lain. Tingkat suatu
suara menutupi suara lain berkaitan dengan nadanya. Kecuali pada lingkungan yang
sangat kedap suara, Efek penyamaran suara lata akan meningkatan ambang pendengaran
dengan besar yang tertentu dan dapat diukir.
lingkungan eksternal menjadi potensi aksi di saraf pendengaran। Gelombang diubah oleh
gendang telinga dan tulang-tulang pendengaran menjadi gerakan-gerakan lempeng kaki
stapes. Gerakan ini menimbulkan gelombang dalam cairan telinga dalam. Efek
gelombang pada organ Corti menimbulkan potensial aksidi serat-serat saraf. (William
F.Gannom,1998)
Telinga luar
Auricula
Membran timpani
Telinga tengah
Telinga tengah adalah ruang berisi udara yang menghubungkan rongga
hidung dan tenggorokan dihubungkan melalui tuba eustachius, yang fungsinya
menyamakan tekanan udara pada kedua sisi gendang telinga. Tuba eustachius
lazimnya dalam keadaan tertutup akan tetapi dapat terbuka secara alami ketika
anda menelan dan menguap. Setelah sampai pada gendang telinga, gelombang
suara akan menyebabkan bergetarnya gendang telinga, lalu dengan perlahan
disalurkan pada rangkaian tulang-tulang pendengaran. Tulang-tulang yang saling
berhubungan ini - sering disebut " martil, landasan, dan sanggurdi"- secara
mekanik menghubungkan gendang telinga dengan "tingkap lonjong" di telinga
dalam. Pergerakan dari oval window (tingkap lonjong) menyalurkan tekanan
gelombang dari bunyi kedalam telinga dalam.
Telinga tengah terdiri dari :
Tuba auditorius (eustachius)
Telinga Dalam
Telinga dalam dipenuhi oleh cairan dan terdiri dari "cochlea" berbentuk
spiral yang disebut rumah siput. Sepanjang jalur rumah siput terdiri dari 20.000
sel-sel rambut yang mengubah getaran suara menjadi getaran-getaran saraf yang
akan dikirim ke otak. Di otak getaran tersebut akan di intrepertasi sebagai makna
suatu bunyi. Hampir 90% kasus gangguan pendengaran disebabkan oleh rusak
atau lemahnya sel-sel rambut telinga dalam secara perlahan. Hal ini dikarenakan
pertambahan usia atau terpapar bising yang keras secara terus menerus. Gangguan
pendengaran yang diseperti ini biasa disebut dengan sensorineural atau perseptif.
Hal ini dikarenakan otak tidak dapat menerima semua suara dan frekuensi yang
diperlukan untuk - sebagai contoh mengerti percakapan. Efeknya hampir selalu
sama, menjadi lebih sulit membedakan atau memilah pembicaraan pada kondisi
bising. Suara-suara nada tinggi tertentu seperti kicauan burung menghilang
bersamaan, orang-orang terlihat hanya seperti berguman dan anda sering meminta
mereka untuk mengulangi apa yang mereka katakan. Hal ini dikarenakan otak
tidak dapat menerima semua suara dan frekuensi yang diperlukan untuk sebagai
contoh mengerti percakapan. Contoh kecil seperti menghilangkan semua nada
tinggi pada piano dan meminta seseorang untuk memainkan sebuah melodi yang
terkenal. Dengan hanya 6 atau 7 nada yang salah, melodi akan sulit untuk dikenali
dan suaranya tidak benar secara keseluruhan. Sekali sel-sel rambut telinga dalam
mengalami kerusakan, tidak ada cara apapun yang dapat memperbaikinya. Sebuah
alat bantu dengar akan dapat membantu menambah kemampuan mendengar anda.
Andapun dapat membantu untuk menjaga agar selanjutnya tidak menjadi lebih
buruk dari keadaan saat ini dengan menghindari sering terpapar oleh bising yang
keras.
a. Canalis Semisirkularis
Canalis semisirkularis mendeteksi akselerasi atau deselarisasi anguler atau
rotasional kepala, misalnya ketika memulai atau berhenti berputar, berjungkir
balik, atau memutar kepala. Tiap – tiap telinga memiliki tiga kanalis semesirkularis
yang tegak lurus satu sama lain.
b. Utrikulus
Utrikulus adalah struktur seperti kantung yang terletak di dalam rongga tulang di
antara kanalis semisirkularis dan koklea. Rambut–rambut pada sel rambut asertif di
organ ini menonjol ke dalam suatu lembar gelatinosa di atasnya, yang gerakannya
menyebabkan perubahan posisi rambut serta menimbulkan perubahan potensial di
sel rambut.
c. Sacculus
Sacculus adalah struktur seperti kantung yang terletak di dalam rongga tulang di
antara kanalis semisirkularis dan koklea. Sacculus memiliki fungsi serupa dengan
utrikulus, kecuali dia berespons secara selektif terhadap kemiringan kepala
menjauhi posisi horizontal (misalnya bangun dari tempat tidur) dan terhadap
akselerasi atau deselerasi loner vertical (misalnya melompat atau berada dalam
elevator).
Fisiologi Pendengaran
Getaran suara ditangkap ol;eh telinga yang dialirkan ke telinga dan mengenai
memberan timpani, sehingga memberan timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke
tulang-tulang pendengaran yang berhhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes
menggerakkan perilimfe dalam skala vestibui kemudian getaran diteruskan melalui
Rissener yang mendorong endolimfe dan memberan basal ke arah bawah, perilimfe dalam
skala timpani akan bergerak sehingga tingkap bundar (foramen rotundum) terdorong
kearah luar.
Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion kalium dan ion Na
menjadi aliran listrik yang diteruskan ke cabang N.VIII yang kemudian neneruskan
ransangan ke pusat sensori pendengaran di otak melalui saraf pusat yang ada di lobus
temporalis.
1. Tuli konduktif
a. Kelainan telingna luar yang menyebabkan tuli konduktif adalah astresia liang
telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumsripta, osteoma liang teling.
2. Tuli perseptif
Disebabkan oleh kerusakan koklea (N. audiotorius) atau kerusakan pada sirkuit system
saraf pusat dari telinga. Orang tersebut mengalamipenurunan atau kehilangan kemampuan
total untuk mendengar suara dan akan terjadi kelainan pada :
a. Organo corti
3. Tuli campuran
Terjadi karena tuli konduksi yang pada pengobatannya tidak sempurna sehingga infeksi
skunder (tuli persepsi juga).
Kekurangan Pendengaran
Dalam penentuan apakah ada KP atau tidak pada penderita hal penting yang harus
diperhatiakan adalah umur prnderita. Respon manusia terhadap suara atau
percakapan yang didengranya tergantung pada umur pertumbuhannya. Usia 6
tahun diambil sebagai batas, kurang dari 6 tahun respon anak terhadap suara atau
percakapan berbeda-beda tergantung umurnya, sedangkan lebih dari 6 tahun
respon anak terhadap suara atau percakapan yang didengar sama dengan orang
dewasa karena luasnya aspek diagnostik KP. Pad kedua golongan umur tersbut,
maka dalam makalah ini yang diuraikan hanya diagnosis KP pada anak-anak umur
6 tahun keatas dan dewasa.
2. Jenis KP
a. KP jenis hantaran
Lokalisasi gangguan atau lesi terletak pada telinga luar dan atau telinga
tengah.
b. KP jenis sensorineural
Lokalisasi gangguan atau lesi terletak pada telinga dalam (pada koklea dan
N.VIII)
c. KP jenis campuran
Lokalisasi gangguan atau lesi terletak pada telinga tengah dan telinga dalam.
d. KP jenis sentral
Lokalisasi gangguan atau lesi terletak pada nucleus auditorius dibatang otak
sampai dengan korteks otak.
e. KP jenis fungsional
Pada KP jenis ini tidak dijumpai adanya gangguan atau lesi organic pada
system pendengaran baik perifer maupun sentral, melainkan berdadasarkan
adanya masalah psikologis atau omosional.
3. Menentukan penyebab KP
b. Pemeriksaan umum dan khusus (telinga, hidung dan tenggorokan ) yang teliti.
Ada 4 cara yang dapat kita lakukan untuk mengetes fungsi pendengaran
penderita, yaitu :
a. Tes bisik
c. Tes garputala
d. Pemeriksaan audiometri
Pemeriksaan audiometri
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini menghasilkan
nada-nada murni dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap frekuensi ditentukan
intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai prsentasi dari pendengaran
normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif derajat ketulian dan gambaran mengenai
rentang nada yang paling terpengaruh.
a. Definisi
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan
mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur
ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan
lokalisasi kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran.
Kehilangan Klasifikasi
dalam Desibel
0-15 Pendengaran normal
>15-25 Kehilangan pendengaran kecil
>25-40 Kehilangan pendengaran ringan
>40-55 Kehilangan pendengaran sedang
>55-70 Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat
>70-90 Kehilangan pendengaran berat
>90 Kehilangan pendengaran berat sekali
2) Audiometri tutur
b. Manfaat audiometri
c. Tujuan
1. Test Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang dengan
hantaran udara pada satu telinga pasien.
a. Garputal 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak
lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah
pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan didepan
meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat
mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya
b. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara
tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan
meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi
garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang
meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif jika pasien
mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne
negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus eksternus lebih lemah
atau lebih keras dibelakang.
2) Tuli konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih
lama)
3) Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan :
a) Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala.
b) Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-)
c) Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada posisi
I yang mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-mula
timbul.
Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun
pasien. Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak lurus, tangkai
garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai aurikulum pasien. Juga bisa
karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal.
Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak
mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum mastoid pasien.
Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita memindahkan garputala
kedepan meatus akustukus eksternus.
2. Test Weber
Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara
kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan garputala 512 Hz
lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana
yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar
lebih keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-
sama tidak mendengar atau sam-sama mendengaar maka berarti tidak ada lateralisasi.
Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan
terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan ptologis pada MAE atau cavum timpani
missal:otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus di dalam cavum
timpani ini akan bergetar, biala ada bunyi segala getaran akan didengarkan di sebelah kanan.
Interpretasi:
a. Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut lateralisai
ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya.
1) Tuli konduksi sebelah kanan, missal adanya ototis media disebelah kanan.
2) Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan ebih
hebat.
3) Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di
dengar sebelah kanan.
4) Tuli persepsi pada kedua teling, tetapi sebelah kiri lebih hebaaaat dari pada
sebelah kanan.
5) Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kana jarang terdapat.
3. Test Swabach
Tujuan :
Membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal) dengan
probandus.
Dasar :
Getaran yang datang melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak,
khususnya osteo temporale
Cara Kerja :
Penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak
kepala probandus. Probandus akan mendengar suara garputala itu makin lama makin
melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat garputala tidak
mendengar suara garputala, maka penguji akan segera memindahkan garputala itu, ke
puncak kepala orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya
(pembanding). Bagi pembanding dua kemungkinan dapat terjadi : akan mendengar
suara, atau tidak mendengar suara.