Landsarchief
1892
Lembaga kearsipan di Indonesia, seperti yang kita kenal sekarang ini, secara de facto
sudah ada sejak 28 Januari 1892, ketika Pemerintah Hindia Belanda mendirikan
Landarchief. Pada tanggal tersebut dikukuhkan pula jabatan landarchivaris yang
bertanggungjawab memelihara arsip-arsip pada masa VOC hingga masa pemerintahan
Hindia Belanda untuk kepentingan administrasi dan ilmu pengetahuan, serta
membantu kelancaran pelaksanaan pemerintahan. Adapun landarchivaris pertama
adalah Mr. Jacob Anne van der Chijs yang berlangsung hingga tahun 1905. Pengganti
Mr. Jacob Anne van der Chijs adalah Dr. F. de Haan 1905 - 1992 yang hasil karya-
karyanya banyak dipakai sebagai referensi bagi ahli-ahli sejarah Indonesia. Pengganti
de Haan adalah E.C. Godee Molsbergen, yang menjabat dari tahun 1922 -1937.
Pejabat Landsarchivaris yang terakhir pada masa Pemerintahan Hindia Belanda
adalah Dr. Frans Rijndert Johan Verhoeven dari 1937 - 1942. Pada masa pergerakan
nasionalisme kebangsaan di Indonesia, terutama pada tahun 1926-1929, Pemerintah
Hindia Belanda berusaha menangkis dan menolak tuntutan Indonesia Merdeka. Dalam
rangka penolakan tersebut, Lansarchief mendapat tugas khusus, yaitu: ikut serta
secara aktif dalam pekerjaan ilmiah untuk penulisan sejarah Hindia Belanda, serta
mengawasi dan mengamankan peninggalan-peninggalan orang Belanda. Pada tahun
1940-1942 pemerintah Hindia Belanda menerbitkan Arschief Ordonantie yang
bertujuan menjamin keselamatan arsip-arsip pemerintah Hindia Belanda, yang isinya
antara lain:
Kobunsjokan
1942 - 1945
Masa pendudukan Jepang merupakan masa yang sepi dalam dunia kearsipan, karena
pada masa itu hampir tidak mewariskan peninggalan arsip. Oleh karena itu, Arsip
Nasional RI tidak memiliki khasanah arsip pada masa pendudukan Jepang. Lembaga
Kearsipan yang pada masa Hindia Belanda bernama Landarchief, pada masa
pendudukan Jepang berganti dengan istilah Kobunsjokan yang ditempatkan dibawah
Bunkyokyoku. Sebagaimana pegawai-pegawai Belanda lainnya, sebagian pegawai
Landarchief pun dimasukkan kamp tawanan Jepang. Meskipun demikian, pada masa
tersebut posisi Landarchief sangat penting bagi orang-orang Belanda yang ingin
mendapatkan keterangan asal-usul keturunannya. Keterangan dari arsip tersebut
diperlukan untuk membebaskan diri dari tawanan Jepang, jika mereka dapat
menunjukkan bukti turunan orang Indonesia meski bukan dari hasil pernikahan.
Arsip Negeri
1945 - 1947
Landsarchief
1947 - 1949
Sejak Belanda melancarkan agresi militer yang pertama dan berhasil menduduki
wilayah Indonesia di tahun 1947, keberadaan Arsip Negeri diambil alih kembali oleh
pemerintah Belanda. Nama Lembaga Arsip Negeri berganti lagi menjadi Landsarchief
kembali. Sebagai pimpinan Landsarchief adalah Prof.W. Ph. Coolhaas yang
menjabat hingga berdirinya Republik Indonesia Serikat (RIS) dan diakuinya
kedaulatan Pemerintah Republik Indonesia oleh Belanda pada akhir tahun 1949.
Setelah itu lembaga kearsipan kembali ketangan Pemerintah Republik Indonesia.
Arsip Negara
1950-1959
Arsip Nasional
1959-1967
Pada masa kepemimpinan Drs. R. Mohammad Ali diupayakan berbagai usaha untuk
meningkatkan peran dan status lembaga Arsip Negara. Langkah pertama yang diambil
adalah memasukkan Arsip Nagara dalam Lembaga Sejarah pada Kementerian PP dan
K. Perubahan itu ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri nomor 130433/5,
tanggal 24 Desember 1957. Berdasarkan SK menteri PP dan K nomor69626/a/s nama
Arsip Negara berganti menjadi Arsip Nasional. Perubahan ini berlaku surut semenjak
1 Januari 1959.
2 KONSEP ARSIP
Konsep Arsip dan Kearsipan-Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Arsip didefinisikan
sebagai simpanan surat-surat penting yang memiliki syarat :
1. Surat tersebut memiliki kepentingan bagi lembaga, organisasi, instansi, perorangan, serta
subjek lainnya baik untuk saat ini dan masa depan.
2. Surat tersebut harus disimpan dengan menggunkaan sistem tertentu sehingga mudah
dikelola dan digunakan kembali sewaktu-waktu jika diperlukan, karena surat ini memiliki
informasi dan nilai kepentingan.
Dari beberapa definisi mengenai arsip, salah satu yang cukup menggambarkan apa itu arsip
adalah “Arsip merupakan kumpulan surat atau warkat yang timbul karena suatu pekerjaan atau
kegiatan dan disimpan secara sistematis dengan tujuan agar bisa digunkana kembali pada saat
informasi tersebut dibutuyhkan dikemudian hari dengan cepat dan utuh”.
Jadi dalam hal ini arsip dan kearsipan adalah dua objek yang berbeda, arsip adalah subjek yang
digunakan oleh kearsipan dalam melakukan kegiatannya. Arsip sendiri mempunyai nila guna
yang sangat penting dan bisa bermanfaat dalam menunjang pengambilan keputusan karena nilai
informasi, nilai history, nilai yuridis, nilai ilmiah, nilai financial, nilai administrasi, nilai
organisasi, nilai politik yang bisa dimanfaatkan untuk berbagi kepentingan organisasi.
Sedangkan peranan arsip dalam organisasi adalah sebagai alat bukti, sumber bahan pengambilan
keputusan, alat ukur kegiatan organisasi dan historical organisasi. Oleh karena itu dalam sebuah
organisasi peranan arsip sangat mempengaruhi kinerja organisasi itu sendiri apabila pengelolaan
kearsipan dalam sebuah organisasi itu baik maka hasil yang akan didapatkan oleh organisasi itu
kemungkinan juga kaan baik begitu juga sebaliknya.
Dalam pengelolaan arsip yang baik ada beberpa hal yang harus diperhatikan seperti penggunaan
sistem penyimpanan yang tepat, kelengkapan fasilitas kearsipan, Petugas kearsipan, lingkungan
kearsipan.Hal tersebut diatas harus dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah kearsipan sesuai
dengan apa yang telah di tetapkan oleh pemerintah mengenai arsip yaitu pada pasal 1 UU no.43
tahun 2009 yang menjelaskan bahwa arsip adalah rekanan kegiatan atau peristiwa dalam
berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, lembaga daerah, lembaga pendidikan,
perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan dan perseorangan dalam pelaksanaan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan benegara.
Teori Kearsipan
Artikel yang ditulis ini merupakan rangkuman dari pemikiran Eastwood mengenai Teori
kearsipan : Apa dan mengapa penting ?
Jhon Roberts
Menentang gagasan mengenai teori kearsipan. Menurut Roberts, Arsip hanya semata-
mata berkaitan dengan masalah teknik dan prosedur semata.
Roberts berargumen bahwa arsiparis pekerjaan tentang melestarikan sumber-sumber
sejarah atau studi masa lalu
Roberts memandang arsip sebagai konten yang akan di eksploitasi atau konteks yang
akan membantu dalam memahami makna konten.
Roberts berargumen bahwa “pekerjaan arsiparis adalah tentang melestarikan sumber-
sumber untuk studi masa lalu, sumber-sumber yang ditentukan oleh penelitian masa lalu
menggunakan arsip mendorong proses akuisisi dan seleksi. Subjek yang menarik
ditemukan oleh para sarjana sejarah, dan kemudian bahan arsip untuk memenuhi minat
yang diidentifikasi dan dilestarikan. Dimensi evaluatif dari proses ini membutuhkan
"kebijaksanaan sejarawan yang berpengetahuan luas ... bukan ketangkasan mekanis dari
arsiparis yang terlatih" dan akibat argumen Roberts timbul pertanyaan tentang apa teori
secara umum; apa tujuan teori dalam skema membangun pengetahuan tentang arsip; apa
objek teori kearsipan itu, apa yang dilihatnya; dan apa hubungan teori dengan metode dan
praktik.
Mendefinsikan Teori
Kata teori berasal dari theoria Yunani yang berarti melihat, melihat, merenung, atau
spekulasi.
Playfair menulis pada tahun 1819 tentang "Natural Philosophy" yang mengamati bahwa
"sebuah teori seringkali tidak lain adalah sebuah penemuan untuk memahami sejumlah
fakta dalam satu ungkapan."
James Mill tahun 1869 berpendapat bahwa kata teori telah diputarbalikkan untuk
menyatakan suatu operasi yang terdiri dari anggapan dan pengaturan hal-hal yang
dianggap telah diamati dan Teori sebenarnya telah dikacaukan dengan Hipotesis. Sebuah
teori bukanlah anggapan yang memulai kontemplasi. Ini lebih merupakan konstruksi
mental yang berasal dari pengamatan untuk menjelaskan sifat dari objek perhatian.
Roberts berasumsi bahwa aspek teoritis dari pengetahuan arsiparis harus diambil dari
disiplin ilmu lain dan ia juga menyangkal bahwa ada konsistensi untuk praktik, karena
tindakan dalam hal apa pun harus sesuai dengan kekhasan, bahkan singularitas masing-
masing arsip.
Roberts berpendapat bahwa jika metode dan praktik didasarkan pada teori, hal tersebut
dapat menjadi ujian teori. Jika metode dan praktik berdasarkan teori tidak berhasil,
mungkin ada sesuatu yang salah dengan teori tersebut dan sebaliknya, metode dan praktik
yang tidak didasarkan pada beberapa teori mungkin dapat dinilai hanya dari segi
pragmatis: apakah mereka mencapai tujuan praktis yang ditetapkan untuk mereka pada
awalnya dan karena hal tersebut Roberts mengambil pandangan pragmatis tentang situasi
arsiparis, namun dia juga tidak menyangkal bahwa pandangan teoritis itu dapat
memungkin.
Eastwood menjelaskan bahwa sifat esensial arsip terikat dengan nilainya sebagai sumber sejarah.
Menurutnya, para arsiparis menyelamatkan apa yang bernilai historis. Mungkin itulah yang
dimaksud Roberts dengan mengatakan bahwa satu-satunya perspektif teoretis yang tepat tentang
arsip adalah historiografis. Dari perspektif dan kebutuhan arsiparis, arsip bukanlah bahan sumber
sejarah. Objek pertama dari teori kearsipan adalah sifat dokumen atau catatan kearsipan.
Suatu organisasi atau perseorangan, dalam menjalankan suatu urusannya, mereka membuat
dokumen-dokumen untuk menangkap fakta-fakta dari tindakan/kegiatan yang dilakukan untuk
dijadikan referensi di masa depan. Hal ini berguna untuk memperluas ingatan dan untuk
membuatnya bertahan lama. Jadi terdapat hubungan antara dokumen dengan fakta dan peristiwa
atau tindakan.
Para penulis modern mencirikan arsip sebagai keseluruhan dokumen yang dihasilkan oleh
organisasi atau orang dalam perjalanan urusan mereka, dan memperhatikan sifat-sifat dari
kumpulan dokumen-dokumen ini sekaligus cara perawatannya. Untuk memberikan jawaban atas
beberapa pertanyaan yang diajukan oleh pertengkaran Roberts, penjelasan mengenai sifat-sifat
arsip perlu dijelaskan oleh Eastwood, karena merupakan gagasan sentral dari teori kearsipan.
Impartiality (Keadilan)
Keadilan disini maksudnya bahwa dokumen arsip tidak memihak, dia sangat lekat dengan fakta.
Apabila dokumen arsip rusak oleh noda kepentingan, maka kualitas arsip akan terganggu. Oleh
karena itu, seorang arsiparis mempunyai tugas untuk melindungi catatan dari korupsi dengan
metode dan praktik yang perlu dirancang sejauh mungkin untuk menjaga ketidakberpihakan
tersebut. Tidak memihak berarti juga bahwa penafsir dokumen dapat menganggap bahwa
dokumen itu merupakan replikasi tindakan atau peristiwa.
Authenticity (Keaslian)
Keaslian disini maksudnya bahwa Keotentikan arsip bergantung pada fakta-fakta penciptaan,
pemeliharaan, dan penjagaan. Arsip yang otentik hanya dibuat ketika seseorang atau organisasi
sedang membutuhkan, kemudian dipelihara dengan tujuan sebagai saksi fakta yang setia dan
dijaga oleh pencipta dan penerusnya yang sah. Untuk menjadi bukti otentik dari aktivitas masa
lalu, maka dokumen harus dibuat, dipelihara, dan disimpan sesuai dengan prosedur yang dapat
dibuktikan.
Naturalness (Alamiah)
Alamiah artinya arsip yang dihasilkan atau tercipta mengikuti kegiatan yang dilakukan
institusinya, arsip dihimpun sesuai dengan tujuan dan kebutuhan administrasi institusi yang
menciptakannya dan arsip dilayankan hanya untuk kebutuhan institutusinya. Hal ini berbeda
dengan benda-benda museum atau dokumen koleksi perpustakaan yang dilayankan untuk semua
penggunannya. Arsip secara alami muncul dan terakumulasi dari setiap kegiatan yang dilakukan
oleh institusi yang. Contoh, di perguruan tinggi dosen yang melaksanakan penelitian. Dosen
mula-mula membuat proposal penelitiannya sekaligus rincian dana penelitian, melakukan
penelitian dan mendapatkan temuan-temuan, selanjutnya menghasilkan hasil karya penelitian
dan melaporkan hasil dana yang telah dikeluarkan seperti tercantum dalam proposal. Dokumen
penelitian ini setiap tahun tercipta di institusi perguruan tinggi dan terakumulasi karena kegiatan
penelitian tersebut berulang.
Interrelatedness (keterkaitan)
Keterkaitan, arsip tidak dapat tercipta sendiri. Arsip diciptakan (create), dipelihara
(mantainance), disimpan (storage), dimusnahkan (disposal) dan dilayankan (services). Arsip
sebagai bentuk aset, sumber informasi dan bahan pertanggungjawan kegiatan yang dilakukan
institusi. Arsip yang dihasilkan oleh institusi dapat bermakna sejarah (histories), bermakna
budaya (culture), bermakna pegetahuan (knowledge) dan informasi (information) serta sebagai
bukti hukum (official). Keterkaitan bergantung pada makna dan konteks arsip. Contoh sederhan
adanya keterkaitan antara alur dan prosedur dokumen, kode klasifikasi atau nomor registrasi.
Uniqueness (Keunikan)
Setiap dokumen yang diciptakan oleh institusi memiliki keunikan. Salinan dokumen dapat
berada di institusi yang sama atau di tempat lain, salinan dokumen tersebut unik di tempatnya
masing-masing. Persamaan atau perbedaan tempat menandakan adanya hubungan antara
aktivitas dan dokumen lain yang terakumulasi dalam perjalanan kegiatan insitusi. Jadi setiap
dokumen, baik lebih dari satu salinan atau tidak, adalah unik. Contohnya dokumen indeks
prestasi kumulatif (IPK) mahasiswa Universitas Indonesia dan mahasiswa Universitas Pancasila.
Dokumen IPK mahasiswa Universitas Indonesia apabila hilang tidak dapat digantikan oleh
salinan IPK mahasiswa Universitas Pancasila karena berbeda konten dan konteks. Artinya
apabila dokumen IPK itu hilang yang hilang, tidak bisa disalin dari institusi yang berbeda.
Undang Undang
Pada Kegiatan Belajar 3, akan diuraikan dan dijelaskan tentang dasar hukum kearsipan di
Indonesia yaitu, Undang-undang, peraturan pemerintah seperti keputusan presiden dan keputusan
kepala Arsip Nasional atau dalam bentuk peraturan lain yang terbit di Indonesia dan menjadi
landasan acuan satu organisasi, lembaga atau institusi dalam mengelola arsipnya. Hal ini,
menunjukkan bahwa pengakuan pemerintah tentang arti penting arsip dalam penyelenggaraan
kehidupan berbangsa dan bernegara sekaligus mencerminkan pertanggungjawaban pemerintah
terhadap generasi yang akan datang. 1. Undang-undang No.7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-
ketentuan pokok Kearsipan (Lampiran 1). 2. Undang-undang no. 20 Prps Tahun 1961 tentang
Tugas Kewajiban dan Lapangan Pekerjaan Dokumentasi dan Perpustakaan dalam lingkungan
Pemerintah Presiden Republik Indonesia. 3. Undang-undang No. 8 Tahun 1997 tentang
Dokumen Perusahaan. (Lampiran 2). 4. Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1979 tentang
Penyusutan Arsip. (Lampiran 3). 5. Surat Edaran Kepala Arsip Nasional No.01 Tahun 1981
tentang Penanganan Arsip Inaktif sebagai Pelaksanaan Ketentuan Peralihan Peraturan
Pemerintah tentang Penyusutan Arsip. 6. Surat Edaran Kepala Arsip Nasional RI No.02 Tahun
1983 tentang Pedoman Umum untuk Menentukan Nilai Guna Arsip. 7. Peraturan Pemerintah
No.87 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penyerahan dan Pemusnahan Dokumen Perusahaan.
(Lampiran 4). 8. Peraturan Pemerintah No.88 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pengalihan
Dokumen Perusahaan ke dalam Mikrofilm atau media lain dan Legalisasi.(Lampiran 5). 1.34
Pengantar Kearsipan 9. Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 3 Tahun 2003 tentang
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government. 10. Keputusan Presiden
Republik Indonesia No. 105 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Arsip Statis. (Lampiran 6).
Beberapa dasar hukum yang diterbitkan pemerintah tersebut di atas menjadi acuan pimpinan
sebagai pelaksanaan pengelolaan arsip organisasi. Umumnya, organisasi akan menerbitkan
kebijakan atau petunjuk teknis pelaksanaan peraturan dan hukum yang berlaku, untuk diterapkan
pada masing-masing organisasi. Sebagai contoh: Departemen Dalam Negeri menerbitkan
Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 30 Tahun 1979 tentang Tata Kearsipan Departemen
Dalam Negeri. Undang-undang No. 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-ketentuan pokok
Kearsipan. Secara garis besar Undang-undang No.7 Tahun 1971 mengatur hal-hal berikut: a.
Dasar pertimbangan, berisikan mengenai alasan disusunnya Undang undang No. 7 Tahun 1971.
b. Definisi arsip. c. Fungsi arsip di Indonesia d. Tujuan Kearsipan di Indonesia, dijelaskan di
Pasal 3 yang menegaskan bahwa kearsipan bertujuan untuk menjamin keselamatan bahan
pertanggungjawaban nasional tentang perencanaan, pelaksanaan dan penyelenggaraan kehidupan
kebangsaan serta untuk menyediakan bahan pertanggungjawaban tersebut bagi kegiatan
Pemerintah. e. f. Tugas pemerintah sehubungan dengan kearsipan yang mencakup pemerintah
mempunyai wewenang dan bertanggung jawab penuh atas semua arsip, berkewajiban juga untuk
mengamankan arsip, menertibkan penyelenggaraan arsip dinamis dan pengumpulan,
penyimpanan, perawatan, penyelamatan serta pengumpulan arsip statis serta pemerintah
mempertinggi mutu penyelenggaraan kearsipan nasional. Organisasi Kearsipan di Indonesia
yang meliputi unit kearsipan dan arsip nasional baik pusat maupun daerah.
PUST2252/MODUL 1 1.35 g. Kewajiban Lembaga Kearsipan di Indonesia, bahwa masing-
masing lembaga arsip nasional pusat dan daerah wajib menyimpan, memelihara dan
menyelamatkan arsip. Undang-undang No 20 Prps Tahun 1961 tentang Tugas Kewajiban dan
Lapangan Pekerjaan Dokumentasi dan Perpustakaan dalam Lingkungan pemerintah Presiden
Republik Indonesia. Dalam Undang-undang ini dibahas tentang : a. Definisi tentang dokumentasi
pustaka. b. Tugas kewajiban dokumentasi, dalam hal ini lebih memberi penjelasan kepada
perpustakaan dan dokumentasi. Undang-undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan
Memberikan landasan hukum tentang dokumen perusahaan khususnya yang berhubungan
dengan dokumen keuangan, karena Kitab Undang-undang Hukum Dagang dirasa tidak sesuai
lagi. Dalam hal ini mewajibkan penyimpanan dokumen (yang tersebut dalam undang-undang)
yang berkaitan dengan tata cara penyimpanan, pemindahan, pemusnahan dan penyerahan arsip.
Dahulu dokumen keuangan yang berupa neraca keuangan menurut Kitab Undang-undang
Hukum Dagang masa penyimpanannya adalah 30 tahun, maka undang-undang ini mengurangi
masa simpan menjadi 10 tahun. Dijelaskan pula undang-undang juga memberikan legalitas
penerapan teknologi maju yaitu memungkinkan dokumen perusahaan yang dibuat di atas kertas
atau sarana lainnya dapat dialihkan dalam mikrofilm atau media lainnya dan dianggap menjadi
alat bukti yang sah. Undang-undang memberikan wewenang kepada perusahaan untuk
melaksanakan penyimpanan, pemindahan, pemusnahan dan penyerahan dokumen tersebut
berdasarkan jadwal retensi baik menurut undang-undang ini maupun yang ditetapkan oleh
pimpinan perusahaan. Pemberlakuan ketentuan yang mengatur dokumen perusahaan, maka
pembuatan, penyimpanan, pemindahan, pemusnahan, dan penyerahan dokumen perusahaan
dapat dilakukan dengan sederhana, efektif, dan efisien dengan tidak mengurangi kepastian
hukum dan tetap melindungi para pihak dalam suatu hubungan hukum. Sebagai peraturan
legalitas dalam teknologi maju bahwa dokumen kertas yang dialihkan ke media lainnya, maka
pemerintah menerbitkan Peraturan 1.36 Pengantar Kearsipan Pemerintah No. 87 Tahun 1999
tentang Tata Cara Penyerahan dan Pemusnahan Dokumen Perusahaan; dan Peraturan Pemerintah
No.88 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pengalihan Dokumen Perusahaan ke dalam Mikrofilm atau
media lain dan Legalisasi. Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1979 tentang Penyusutan Arsip
Dasar pertimbangan peraturan pemerintah ini, adalah volume arsip sebagai akibat kegiatan
administrasi pemerintahan dan pembangunan berkembang dengan cepat seirama dengan
dinamika kehidupan bangsa diperlukan suatu perangkat hukum untuk mengatur penyusutan
arsip. Peraturan ini memberikan petunjuk ada tiga cara untuk melakukan penyusutan yaitu: 1).
Memindahkan arsip inaktif dari unit pengolah ke unit kearsipan dalam lingkungan lembaga-
lembaga negara atau badan-badan pemerintahan masing-masing; 2). Memusnahkan arsip sesuai
dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku dan 3). Menyerahkan arsip statis oleh unit kearsipan
ke Arsip Nasional. Sehingga penjelasan setiap pasalnya adalah memberikan petunjuk penentuan
jadwal retensi, mekanisme pemindahan dan pemusnahan arsip. Untuk penerapan dan
pelaksanaan penyusutan maka Kepala Arsip Nasional menerbitkan Surat Edaran yang berkenaan
dengan penanganan arsip inaktif dan penentuan nilai guna arsip. Masing-masing dituangkan
dalam Surat Edaran Kepala Arsip Nasional No.01 Tahun 1981 tentang Penanganan Arsip Inaktif
sebagai Pelaksanaan Ketentuan Peralihan Peraturan Pemerintah tentang Penyusutan Arsip; dan
Surat Edaran Kepala Arsip Nasional RI No.02 Tahun 1983 tentang Pedoman Umum untuk
Menentukan Nilai Guna Arsip. Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 3 Tahun 2003 tentang
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Electronic Government (E-Government).
Instruksi Presiden Indonesia No. 3 Tahun 2003 berisi tentang motivasi kebijakan E-Government
karena adanya tuntutan perubahan dan pemerintah yang diharapkan. Tujuan Pengembangan E-
Government mencakup pemanfaatan teknologi informasi dalam pengolahan data, pengelolaan
informasi, sistem manajemen dan proses kerja elektronis; serta pemanfaatan kemajuan teknologi
informasi untuk pelayanan publik yang dapat di akses secara mudah dan murah oleh masyarakat
di seluruh wilayah negara. PUST2252/MODUL 1 1.37 Instruksi Presiden memberikan strategi
pengembangan E-Government yang mencakup mengembangkan sistem pelayanan yang ada dan
terpercaya, serta terjangkau oleh masyarakat luas; menata sistem manajemen dan proses kerja
pemerintah dan pemerintah daerah otonom secara holistik; memanfaatkan teknologi informasi
secara optimal; meningkatkan peran serta dunia usaha dan mengembangkan industri
telekomunikasi dan teknologi informasi; meningkatkan kapasitas SDM di instansi pemerintah
maupun pemerintah daerah otonom, disertai dengan meningkatkan e-literacy masyarakat dan
melaksanakan pengembangan secara sistematik melalui tahapan-tahapan yang realistik dan
terukur. Dalam instruksi ini juga dijelaskan langkah-langkah pelaksanaan e-government, dengan
kerangka arsitektur E-Government. Kerangka arsitektur e-government yang terdiri dari empat
lapis struktur yaitu: 1. Akses – yaitu jaringan telekomunikasi, jaringan internet, dan media
komunikasi lain yang dapat dipergunakan oleh masyarakat untuk mengakses portal pelayanan
publik. 2. Portal Pelayanan Publik – yaitu situs-situs internet penyedia layanan publik tertentu
yang mengintegrasikan proses pengolahan dan pengelolaan informasi dan dokumen elektronik di
sejumlah instansi yang terkait. 3. Organisasi Pengelolaan dan Pengolahan Informasi – yaitu
organisasi pendukung (back office) yang mengelola, menyediakan dan mengolah transaksi
informasi dan dokumen elektronik. 4. Infrastruktur dan aplikasi dasar – yaitu semua prasarana
baik berbentuk perangkat keras dan perangkat lunak yang diperlukan untuk mendukung
pengelolaan, pengolahan, transaksi, dan penyaluran informasi, baik antar back office, antar
Portal Pelayanan Publik dengan jaringan internet, secara andal, aman dan terpercaya. Keempat
struktur tersebut ditunjang oleh 4 (empat) pilar, yakni penataan sistem manajemen dan proses
kerja, pemahaman tentang kebutuhan publik, penguatan kerangka kebijakan, dan pemapanan
peraturan dan perundang undangan. 1.38 Pengantar Kearsipan Keputusan Presiden Republik
Indonesia No. 105 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Arsip Statis. Dasar pertimbangan keputusan
Presiden Republik Indonesia adalah menunjukkan bahwa arsip statis sebagai bukti kinerja yang
merekam aktivitas penyelenggaraan pemerintahan perlu dipelihara dengan baik agar dapat lebih
berhasil guna dan berdaya guna. Dalam ketentuan umum bahwa yang dimaksud dengan
pengelolaan arsip statis adalah suatu rangkaian kegiatan pengumpulan, penyimpanan, perawatan,
penyelamatan, penggunaan dan pembinaan atas pelaksanaan serah arsip dalam satu kesatuan
sistem kearsipan. Bahwa pengelolaan arsip statis dilaksanakan oleh Lembaga Kearsipan yaitu
Arsip Nasional RI; Lembaga Kearsipan Propinsi dan Lembaga Kearsipan Kabupaten/Kota.
Penjelasan dalam Keputusan Presiden dalam pasal-pasalnya adalah rangkaian kegiatan tentang
pengelolaan arsip statis dimulai dengan pengumpulan melakukan kegiatan penilaian, penataan
dan pembuatan daftar arsip statis; penyimpanan dan perawatan arsip statis. Yang menjadi kriteria
arsip statis adalah yang mempunyai nilai informasi bagi pertanggung jawaban nasional
ditetapkan oleh Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia dengan memperhatikan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun Manajemen PNS meliputi penyusunan dan penetapan kebutuhan, pengadaan, pangkat
dan jabatan, pengembangan karier, pola karier, promosi, mutasi, penilaian kinerja, penggajian
dan tunjangan, penghargaan, disiplin, pemberhentian, jaminan pensiun dan jaminan hari tua, dan
perlindungan. Sementara itu, untuk Manajemen PPPK meliputi penetapan kebutuhan,
pengadaan, penilaian kinerja, gaji dan tunjangan, pengembangan kompetensi, pemberian
penghargaan, disiplin, pemutusan hubungan perjanjian kerja, dan perlindungan. Dalam upaya
menjaga netralitas ASN dari pengaruh partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan,
dan persatuan ASN, serta dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaga pada tugas
yang dibebankan, ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Untuk
meningkatkan produktivitas dan menjamin kesejahteraan ASN, dalam Undang-Undang ini
ditegaskan bahwa ASN berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban kerja,
tanggung jawab, dan resiko pekerjaannya. Selain itu, ASN berhak memperoleh jaminan sosial.
Dalam rangka penetapan kebijakan Manajemen ASN, dibentuk KASN yang mandiri dan bebas
dari intervensi politik. Pembentukan KASN ini untuk monitoring dan evaluasi pelaksanaan
kebijakan dan Manajemen ASN untuk menjamin perwujudan Sistem Merit serta pengawasan
terhadap penerapan asas, kode etik dan kode perilaku ASN. KASN beranggotakan 7 (tujuh)
orang yang terdiri dari seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap
anggota, dan 5 (lima) orang anggota. KASN dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
dibantu oleh Asisten dan Pejabat Fungsional keahlian yang dibutuhkan. Selain itu KASN dibantu
oleh sekretariat yang dipimpin oleh seorang kepala sekretariat. Ketua, wakil ketua, dan anggota
KASN ditetapkan dan diangkat oleh Presiden selaku kepala pemerintahan untuk masa jabatan
selama 5 (lima) tahun dan hanya dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Untuk
menyalurkan aspirasi dalam rangka pembinaan dan pengembangan profesi ASN, Pegawai ASN
berhimpun dalam wadah korps profesi Pegawai ASN Republik Indonesia yang bertujuan
menjaga kode etik profesi dan standar pelayanan profesi ASN serta mewujudkan jiwa korps
ASN sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Dalam rangka menjamin efisiensi, efektivitas, dan
akurasi pengambilan keputusan dalam Manajemen ASN diperlukan Sistem Informasi ASN.
Sistem Informasi ASN merupakan rangkaian informasi dan data mengenai Pegawai ASN yang
disusun secara sistematis, menyeluruh, dan terintegrasi dengan berbasis teknologi yang
diselenggarakan secara nasional dan terintegrasi.
UU KIP, atau UU 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik sangat penting sebagai
landasan hukum yang berkaitan dengan pertama, hak setiap orang untuk memperoleh Informasi;
kedua, kewajiban Badan Publik menyediakan dan melayani permintaan Informasi secara cepat,
tepat waktu, biaya ringan / proporsional, dan cara sederhana; ketiga, pengecualian bersifat ketat
dan terbatas; keempat, kewajiban Badan Publik untuk mernbenahi sistem dokumentasi dan
pelayanan Informasi.
Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda- tanda yang mengandung nilai,
makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan
dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik.
Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau
diterima oleh suatu Badan Publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan
negara dan/ atau penyelenggara dan penyelenggaraan Badan Publik lainnya yang sesuai dengan
Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.
Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan
tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan
belanja daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan
belanja daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan
menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/ atau Ajudikasi nonlitigasi.
Hak atas Informasi menjadi sangat penting karena makin terbuka penyelenggaraan negara untuk
diawasi publik, penyelenggaraan negara tersebut makin dapat dipertanggungjawabkan. Hak
setiap Orang untuk memperoleh Informasi juga relevan untuk meningkatkan kualitas pelibatan
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik. Partisipasi atau pelibatan masyarakat
tidak banyak berarti tanpa jaminan keterbukaan Informasi Publik.
Setiap Badan Publik mempunyai kewajiban untuk membuka akses atas Informasi Publik yang
berkaitan dengan Badan Publik tersebut untuk masyarakat luas. UU KIP menjelasakan bahwa
Lingkup Badan Publik dalam Undang- undang ini meliputi lembaga eksekutif, yudikatif,
legislatif, serta penyelenggara negara lainnya yang mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan mencakup
pula organisasi nonpemerintah, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum,
seperti lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, serta organisasi lainnya yang mengelola atau
menggunakan dana yang sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan
masyarakat, dan/atau luar negeri.
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik disahkan pada
tanggal 30 April 2008 di Jakarta oleh Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono. Undang-
Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 April 2008 oleh Menkumham Andi Mattalatta.
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik ditempatkan pada
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61. Penjelasan Atas Undang-Undang
Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik ditempatkan pada Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846. Agar setiap orang mengetahuinya.
Latar Belakang
a. bahwa informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional;
b. bahwa hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi
publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan
rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik;
c. bahwa keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan
publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang
berakibat pada kepentingan publik;
d. bahwa pengelolaan Informasi Publik merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan
masyarakat informasi;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan
huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Dasar Hukum
Dasar hukum UU 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik adalah Pasal 20, Pasal
21, Pasal 28 F, dan Pasal 28 J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 F disebutkan
bahwa setiap Orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh Informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, dan menyimpan Informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Untuk memberikan jaminan terhadap semua orang dalam memperoleh Informasi, perlu dibentuk
undang-undang yang mengatur tentang keterbukaan Informasi Publik. Fungsi maksimal ini
diperlukan, mengingat hak untuk memperoleh Informasi merupakan hak asasi manusia sebagai
salah satu wujud dari kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis.
Salah satu elemen penting dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang terbuka adalah hak
publik untuk memperoleh Informasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hak atas
Informasi menjadi sangat penting karena makin terbuka penyelenggaraan negara untuk diawasi
publik, penyelenggaraan negara tersebut makin dapat dipertanggungjawabkan. Hak setiap Orang
untuk memperoleh Informasi juga relevan untuk meningkatkan kualitas pelibatan masyarakat
dalam proses pengambilan keputusan publik. Partisipasi atau pelibatan masyarakat tidak banyak
berarti tanpa jaminan keterbukaan Informasi Publik.
Keberadaan Undang-undang tentang Keterbukaan Informasi Publik sangat penting sebagai
landasan hukum yang berkaitan dengan (1) hak setiap Orang untuk memperoleh Informasi; (2)
kewajiban Badan Publik menyediakan dan melayani permintaan Informasi secara cepat, tepat
waktu, biaya ringan/proporsional, dan cara sederhana; (3) pengecualian bersifat ketat dan
terbatas; (4) kewajiban Badan Publik untuk membenahi sistem dokumentasi dan pelayanan
Informasi.
Setiap Badan Publik mempunyai kewajiban untuk membuka akses atas Informasi Publik yang
berkaitan dengan Badan Publik tersebut untuk masyarakat luas. Lingkup Badan Publik dalam
Undang- undang ini meliputi lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif, serta penyelenggara negara
lainnya yang mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan mencakup pula organisasi
nonpemerintah, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, seperti
lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, serta organisasi lainnya yang mengelola atau
menggunakan dana yang sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan
masyarakat, dan/atau luar negeri. Melalui mekanisme dan pelaksanaan prinsip keterbukaan, akan
tercipta kepemerintahan yang baik dan peran serta masyarakat yang transparan dan akuntabilitas
yang tinggi sebagai salah satu prasyarat untuk mewujudkan demokrasi yang hakiki.
Dengan membuka akses publik terhadap Informasi diharapkan Badan Publik termotivasi untuk
bertanggung jawab dan berorientasi pada pelayanan rakyat yang sebaik-baiknya. Dengan
demikian, hal itu dapat mempercepat perwujudan pemerintahan yang terbuka yang merupakan
upaya strategis mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), dan terciptanya
kepemerintahan yang baik (good governance).
Isi UU KIP
Isi Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik adalah sebagai
berikut (bukan format asli):
Pasal 1
1. Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda- tanda yang mengandung nilai,
makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan
dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik.
2. Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau
diterima oleh suatu Badan Publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan
negara dan/ atau penyelenggara dan penyelenggaraan Badan Publik lainnya yang sesuai dengan
Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.
3. Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan
tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan
belanja daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan
belanja daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
4. Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan
menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/ atau Ajudikasi nonlitigasi.
5. Sengketa Informasi Publik adalah sengketa yang terjadi antara Badan Publik dan Pengguna
Informasi Publik yang berkaitan dengan hak memperoleh dan menggunakan informasi
berdasarkan perundang-undangan.
6. Mediasi adalah penyelesaian Sengketa Informasi Publik antara para pihak melalui bantuan
mediator Komisi Informasi.
7. Ajudikasi adalah proses penyelesaian Sengketa Informasi Publik antara para pihak yang diputus
oleh Komisi Informasi.
8. Pejabat Publik adalah Orang yang ditunjuk dan diberi tugas untuk menduduki posisi atau jabatan
tertentu pada Badan Publik.
9. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi adalah pejabat yang bertanggung jawab di bidang
penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di Badan Publik.
10. Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, badan hukum, atau Badan Publik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
11. Pengguna Informasi Publik adalah Orang yang menggunakan Informasi Publik sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini.
12. Pemohon Informasi Publik adalah warga negara dan/atau badan hukum Indonesia yang
mengajukan permintaan Informasi Publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Bagian Kesatu
Asas
Pasal 2
1. Setiap Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap Pengguna Informasi
Publik.
2. Informasi Publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas.
3. Setiap Informasi Publik harus dapat diperoleh setiap Pemohon Informasi Publik dengan cepat
dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana.
4. Informasi Publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan Undang-Undang, kepatutan,
dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila
suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan saksama
bahwa menutup Informasi Publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada
membukanya atau sebaliknya.
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3
a. menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program
kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu
keputusan publik;
b. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik;
c. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan
Badan Publik yang baik;
d. mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien,
akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan;
e. mengetahui alasan kebijakan publik yang memengaruhi hajat hidup Orang banyak;
f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau
g. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk
menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN PEMOHON DAN PENGGUNA INFORMASI PUBLIK
SERTA HAK DAN KEWAJIBAN BADAN PUBLIK
Bagian Kesatu
Hak Pemohon Informasi Publik
Pasal 4
1. Setiap Orang berhak memperoleh Informasi Publik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
2. Setiap Orang berhak:
a. melihat dan mengetahui Informasi Publik;
b. menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh Informasi Publik;
c. mendapatkan salinan Informasi Publik melalui permohonan sesuai dengan Undang-Undang ini;
dan/atau
d. menyebarluaskan Informasi Publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3. Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan permintaan Informasi Publik disertai
alasan permintaan tersebut.
4. Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan gugatan ke pengadilan apabila dalam
memperoleh Informasi Publik mendapat hambatan atau kegagalan sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang ini.
Bagian Kedua
Kewajiban Pengguna Informasi Publik
Pasal 5
1. Pengguna Informasi Publik wajib menggunakan Informasi Publik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2. Pengguna Informasi Publik wajib mencantumkan sumber dari mana ia memperoleh Informasi
Publik, baik yang digunakan untuk kepentingan sendiri maupun untuk keperluan publikasi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Hak Badan Publik
Pasal 6
1. Badan Publik berhak menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2. Badan Publik berhak menolak memberikan Informasi Publik apabila tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Informasi Publik yang tidak dapat diberikan oleh Badan Publik, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah:
a. informasi yang dapat membahayakan negara;
b. informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak
sehat;
c. informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi;
d. informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan; dan/atau
e. Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan.
Bagian Keempat
Kewajiban Badan Publik
Pasal 7
1. Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang
berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang
dikecualikan sesuai dengan ketentuan.
2. Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan.
3. Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Publik harus
membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi
Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah.
4. Badan Publik wajib membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang diambil untuk
memenuhi hak setiap Orang atas Informasi Publik.
5. Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) antara lain memuat pertimbangan politik,
ekonomi, sosial, budaya, dan/atau pertahanan dan keamanan negara.
6. Dalam rangka memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat
(4) Badan Publik dapat memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan nonelektronik.
Pasal 8
Kewajiban Badan Publik yang berkaitan dengan kearsipan dan pendokumentasian Informasi
Publik dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
BAB IV
INFORMASI YANG WAJIB DISEDIAKAN DAN DIUMUMKAN
Bagian Kesatu
Informasi yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala
Pasal 9
Bagian Kedua
Informasi yang Wajib Diumumkan secara Serta-merta
Pasal 10
1. Badan Publik wajib mengumumkan secara serta- merta suatu informasi yang dapat mengancam
hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum.
2. Kewajiban menyebarluaskan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.
Bagian Ketiga
Informasi yang Wajib Tersedia Setiap Saat
Pasal 11
1. Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat yang meliputi:
a. daftar seluruh Informasi Publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak termasuk informasi
yang dikecualikan;
b. hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya;
c. seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya;
d. rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan Badan Publik;
e. perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga;
f. informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik dalam pertemuan yang terbuka untuk
umum;
g. prosedur kerja pegawai Badan Publik yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat; dan/atau
h. laporan mengenai pelayanan akses Informasi Publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
ini.
2. Informasi Publik yang telah dinyatakan terbuka bagi masyarakat berdasarkan mekanisme
keberatan dan/atau penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, Pasal 49, dan
Pasal 50 dinyatakan sebagai Informasi Publik yang dapat diakses oleh Pengguna Informasi
Publik.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban Badan Publik menyediakan
Informasi Publik yang dapat diakses oleh Pengguna Informasi Publik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Petunjuk Teknis Komisi Informasi.
Pasal 12
Setiap tahun Badan Publik wajib mengumumkan layanan informasi, yang meliputi:
Pasal 13
1. Untuk mewujudkan pelayanan cepat, tepat, dan sederhana setiap Badan Publik:
a. menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi; dan
b. membuat dan mengembangkan sistem penyediaan layanan informasi secara cepat, mudah, dan
wajar sesuai dengan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik yang berlaku secara
nasional.
2. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dibantu oleh pejabat fungsional.
Pasal 14
Informasi Publik yang wajib disediakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik
Daerah dan/atau badan usaha lainnya yang dimiliki oleh negara dalam Undang-Undang ini
adalah:
a. nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta jenis kegiatan usaha, jangka waktu
pendirian, dan permodalan, sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar;
b. nama lengkap pemegang saham, anggota direksi, dan anggota dewan komisaris perseroan;
c. laporan tahunan, laporan keuangan, neraca laporan laba rugi, dan laporan tanggung jawab sosial
perusahaan yang telah diaudit;
d. hasil penilaian oleh auditor eksternal, lembaga pemeringkat kredit dan lembaga pemeringkat
lainnya;
e. sistem dan alokasi dana remunerasi anggota komisaris/dewan pengawas dan direksi;
f. mekanisme penetapan direksi dan komisaris/dewan pengawas;
g. kasus hukum yang berdasarkan Undang-Undang terbuka sebagai Informasi Publik;
h. pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip transparansi,
akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan kewajaran;
i. pengumuman penerbitan efek yang bersifat utang;
j. penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan;
k. perubahan tahun fiskal perusahaan;
l. kegiatan penugasan pemerintah dan/atau kewajiban pelayanan umum atau subsidi;
m. mekanisme pengadaan barang dan jasa; dan/atau
n. informasi lain yang ditentukan oleh Undang-Undang yang berkaitan dengan Badan Usaha Milik
Negara/ Badan Usaha Milik Daerah.
Pasal 15
Informasi Publik yang wajib disediakan oleh partai politik dalam Undang-Undang ini adalah:
Pasal 16
Informasi Publik yang wajib disediakan oleh organisasi nonpemerintah dalam Undang-Undang
ini adalah:
BAB V
INFORMASI YANG DIKECUALIKAN
Pasal 17
Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk
mendapatkan Informasi Publik, kecuali:
a. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat
menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat:
1. menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana;
2. mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi, dan/atau korban yang mengetahui adanya
tindak pidana;
3. mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana- rencana yang berhubungan dengan
pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional;
4. membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau keluarganya; dan/atau
5. membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana penegak hukum.
b. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat
mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari
persaingan usaha tidak sehat;
c. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat
membahayakan pertahanan dan keamanan negara, yaitu:
1. informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik dan teknik yang berkaitan dengan
penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara, meliputi tahap perencanaan,
pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi dalam kaitan dengan ancaman dari dalam dan luar
negeri;
2. dokumen yang memuat tentang strategi, intelijen, operasi, teknik dan taktik yang berkaitan
dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara yang meliputi tahap
perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi;
3. jumlah, komposisi, disposisi, atau dislokasi kekuatan dan kemampuan dalam penyelenggaraan
sistem pertahanan dan keamanan negara serta rencana pengembangannya;vgambar dan data
tentang situasi dan keadaan pangkalan dan/atau instalasi militer;
4. data perkiraan kemampuan militer dan pertahanan negara lain terbatas pada segala tindakan
dan/atau indikasi negara tersebut yang dapat membahayakan kedaulatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan/atau data terkait kerjasama militer dengan negara lain yang disepakati
dalam perjanjian tersebut sebagai rahasia atau sangat rahasia;
5. sistem persandian negara; dan/atau
6. sistem intelijen negara.
d. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat
mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;
e. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat
merugikan ketahanan ekonomi nasional:
1. rencana awal pembelian dan penjualan mata uang nasional atau asing, saham dan aset vital milik
negara;
2. rencana awal perubahan nilai tukar, suku bunga, dan model operasi institusi keuangan;
3. rencana awal perubahan suku bunga bank, pinjaman pemerintah, perubahan pajak, tarif, atau
pendapatan negara/daerah lainnya;
4. rencana awal penjualan atau pembelian tanah atau properti;
5. rencana awal investasi asing;
6. proses dan hasil pengawasan perbankan, asuransi, atau lembaga keuangan lainnya; dan/atau
7. hal-hal yang berkaitan dengan proses pencetakan uang.
f. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat
merugikan kepentingan hubungan luar negeri:
1. posisi, daya tawar dan strategi yang akan dan telah diambil oleh negara dalam hubungannya
dengan internasional;
2. korespondensi diplomatik antarnegara;
3. sistem komunikasi dan persandian dipergunakan dalam menjalankan internasional; dan/atau
4. perlindungan dan pengamanan infrastruktur strategis Indonesia di luar negeri.
g. Informasi Publik yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi
dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang;
h. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat
mengungkap rahasia pribadi, yaitu:
1. riwayat dan kondisi anggota keluarga;
2. riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang;
3. kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang;
4. hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendasi kemampuan
seseorang; dan/atau
5. catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan kegiatan satuan pendidikan
formal dan satuan pendidikan nonformal.
i. memorandum atau surat-surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik, yang menurut sifatnya
dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan;
j. informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang-Undang.
Pasal 18
1. Tidak termasuk dalam kategori informasi yang dikecualikan adalah informasi berikut:
a. putusan badan peradilan;
b. ketetapan, keputusan, peraturan, surat edaran, ataupun bentuk kebijakan lain, baik yang tidak
berlaku mengikat maupun mengikat ke dalam ataupun ke luar serta pertimbangan lembaga
penegak hukum;
c. surat perintah penghentian penyidikan atau penuntutan;
d. rencana pengeluaran tahunan lembaga penegak hukum;
e. laporan keuangan tahunan lembaga penegak hukum;
f. laporan hasil pengembalian uang hasil korupsi; dan/atau
g. informasi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2).
2. Tidak termasuk informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf g dan
huruf h, antara lain apabila :
a. pihak yang rahasianya diungkap memberikan persetujuan tertulis; dan/atau
b. pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatan-jabatan publik.
3. Dalam hal kepentingan pemeriksaan perkara pidana di pengadilan, Kepala Kepolisian Republik
Indonesia, Jaksa Agung, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi,
dan/atau Pimpinan Lembaga Negara Penegak Hukum lainnya yang diberi kewenangan oleh
Undang-Undang dapat membuka informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf i, dan huruf j.
4. Pembukaan informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan
cara mengajukan permintaan izin kepada Presiden.
5. Permintaan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) untuk kepentingan
pemeriksaan perkara perdata yang berkaitan dengan keuangan atau kekayaan negara di
pengadilan, permintaan izin diajukan oleh Jaksa Agung sebagai pengacara negara kepada
Presiden.
6. Izin tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diberikan oleh Presiden
kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, Ketua Komisi Pemberantasan
Korupsi, Pimpinan Lembaga Negara Penegak Hukum lainnya, atau Ketua Mahkamah Agung.
7. Dengan mempertimbangkan kepentingan pertahanan dan keamanan negara dan kepentingan
umum, Presiden dapat menolak permintaan informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5).
Pasal 19
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di setiap Badan Publik wajib melakukan
pengujian tentang konsekuensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dengan saksama dan
penuh ketelitian sebelum menyatakan Informasi Publik tertentu dikecualikan untuk diakses oleh
setiap Orang.
Pasal 20
1. Pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e,
dan huruf f tidak bersifat permanen.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai jangka waktu pengecualian diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB VI
MEKANISME MEMPEROLEH INFORMASI
Pasal 21
Mekanisme untuk memperoleh Informasi Publik didasarkan pada prinsip cepat, tepat waktu, dan
biaya ringan.
Pasal 22
1. Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan permintaan untuk memperoleh Informasi
Publik kepada Badan Publik terkait secara tertulis atau tidak tertulis.
2. Badan Publik wajib mencatat nama dan alamat Pemohon Informasi Publik, subjek dan format
informasi serta cara penyampaian informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik.
3. Badan Publik yang bersangkutan wajib mencatat permintaan Informasi Publik yang diajukan
secara tidak tertulis.
4. Badan Publik terkait wajib memberikan tanda bukti penerimaan permintaan Informasi Publik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) berupa nomor pendaftaran pada saat
permintaan diterima.
5. Dalam hal permintaan disampaikan secara langsung atau melalui surat elektronik, nomor
pendaftaran diberikan saat penerimaan permintaan.
6. Dalam hal permintaan disampaikan melalui surat, pengiriman nomor pendaftaran dapat diberikan
bersamaan dengan pengiriman informasi.
7. Paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permintaan, Badan Publik yang
bersangkutan wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis yang berisikan :
a. informasi yang diminta berada di bawah penguasaannya ataupun tidak;
b. Badan Publik wajib memberitahukan Badan Publik yang menguasai informasi yang diminta
apabila informasi yang diminta tidak berada di bawah penguasaannya dan Badan Publik yang
menerima permintaan mengetahui keberadaan informasi yang diminta;
c. penerimaan atau penolakan permintaan dengan alasan yang tercantum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17;
d. dalam hal permintaan diterima seluruhnya atau sebagian dicantumkan materi informasi yang
akan diberikan;
e. dalam hal suatu dokumen mengandung materi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17, maka informasi yang dikecualikan tersebut dapat dihitamkan dengan disertai alasan
dan materinya;
f. alat penyampai dan format informasi yang akan diberikan; dan/atau
g. biaya serta cara pembayaran untuk memperoleh informasi yang diminta.
8. Badan Publik yang bersangkutan dapat memperpanjang waktu untuk mengirimkan
pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), paling lambat 7 (tujuh) hari kerja
berikutnya dengan memberikan alasan secara tertulis.
9. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permintaan informasi kepada Badan Publik diatur oleh
Komisi Informasi.
BAB VII
KOMISI INFORMASI
Bagian Kesatu
Fungsi
Pasal 23
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan
menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi.
Bagian Kedua
Kedudukan
Pasal 24
1. Komisi Informasi terdiri atas Komisi Informasi Pusat, Komisi Informasi provinsi, dan jika
dibutuhkan Komisi Informasi kabupaten/kota.
2. Komisi Informasi Pusat berkedudukan di ibu kota Negara.
3. Komisi Informasi provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi dan Komisi Informasi
kabupaten/kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.
Bagian Ketiga
Susunan
Pasal 25
1. Anggota Komisi Informasi Pusat berjumlah 7 (tujuh) orang yang mencerminkan unsur
pemerintah dan unsur masyarakat.
2. Anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota berjumlah 5
(lima) orang yang mencerminkan unsur pemerintah dan unsur masyarakat.
3. Komisi Informasi dipimpin oleh seorang ketua merangkap anggota dan didampingi oleh seorang
wakil ketua merangkap anggota.
4. Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh para anggota Komisi Informasi.
5. Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan musyawarah seluruh anggota
Komisi Informasi dan apabila tidak tercapai kesepakatan dilakukan pemungutan suara.
Bagian Keempat
Tugas
Pasal 26
Bagian Kelima
Wewenang
Pasal 27
Bagian Keenam
Pertanggungjawaban
Pasal 28
1. Komisi Informasi Pusat bertanggung jawab kepada Presiden dan menyampaikan laporan tentang
pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia.
2. Komisi Informasi provinsi bertanggung jawab kepada gubernur dan menyampaikan laporan
tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
provinsi yang bersangkutan.
3. Komisi Informasi kabupaten/kota bertanggung jawab kepada bupati/walikota dan menyampaikan
laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah kabupaten/ kota yang bersangkutan.
4. Laporan lengkap Komisi Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
bersifat terbuka untuk umum.
Bagian Ketujuh
Sekretariat dan Penatakelolaan Komisi Informasi
Pasal 29
1. Dukungan administratif, keuangan, dan tata kelola Komisi Informasi dilaksanakan oleh
sekretariat komisi.
2. Sekretariat Komisi Informasi dilaksanakan oleh Pemerintah.
3. Sekretariat Komisi Informasi Pusat dipimpin oleh sekretaris yang ditetapkan oleh Menteri yang
tugas dan wewenangnya di bidang komunikasi dan informatika berdasarkan usulan Komisi
Informasi.
4. Sekretariat Komisi Informasi provinsi dilaksanakan oleh pejabat yang tugas dan wewenangnya
di bidang komunikasi dan informasi di tingkat provinsi yang bersangkutan.
5. Sekretariat Komisi Informasi kabupaten/kota dilaksanakan oleh pejabat yang mempunyai tugas
dan wewenang di bidang komunikasi dan informasi di tingkat kabupaten/kota yang
bersangkutan.
6. Anggaran Komisi Informasi Pusat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,
anggaran Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.
Bagian Kedelapan
Pengangkatan dan Pemberhentian
Pasal 30
Pasal 31
1. Calon anggota Komisi Informasi Pusat hasil rekrutmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
ayat (2) diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia oleh Presiden sejumlah
21 (dua puluh satu) orang calon.
2. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia memilih anggota Komisi Informasi Pusat melalui
uji kepatutan dan kelayakan.
3. Anggota Komisi Informasi Pusat yang telah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia selanjutnya ditetapkan oleh Presiden.
Pasal 32
1. Calon anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota hasil
rekrutmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) diajukan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah provinsi dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota oleh
gubernur dan/atau bupati/walikota paling sedikit 10 (sepuluh) orang calon dan paling banyak 15
(lima belas) orang calon.
2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan/atau kabupaten/kota memilih anggota Komisi
Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota melalui uji kepatutan dan
kelayakan.
3. Anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota yang telah dipilih
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
kabupaten/kota selanjutnya ditetapkan oleh gubernur dan/atau bupati/walikota.
Pasal 33
Anggota Komisi Informasi diangkat untuk masa jabatan 4 (empat) tahun dan dapat diangkat
kembali untuk satu periode berikutnya.
Pasal 34
BAB VIII
KEBERATAN DAN PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI KOMISI INFORMASI
Bagian Kesatu
Keberatan
Pasal 35
1. Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada atasan
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi berdasarkan alasan berikut:
a. penolakan atas permintaan informasi berdasarkan alasan pengecualian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17;
b. tidak disediakannya informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
c. tidak ditanggapinya permintaan informasi;
d. permintaan informasi ditanggapi tidak sebagaimana yang diminta;
e. tidak dipenuhinya permintaan informasi;
f. pengenaan biaya yang tidak wajar; dan/atau
g. penyampaian informasi yang melebihi waktu yang diatur dalam Undang-Undang ini.
2. Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g dapat diselesaikan
secara musyawarah oleh kedua belah pihak.
Pasal 36
1. Keberatan diajukan oleh Pemohon Informasi Publik dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga
puluh) hari kerja setelah ditemukannya alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1).
2. Atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) memberikan tanggapan atas
keberatan yang diajukan oleh Pemohon Informasi Publik dalam jangka waktu paling lambat 30
(tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya keberatan secara tertulis.
3. Alasan tertulis disertakan bersama tanggapan apabila atasan pejabat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 ayat (1) menguatkan putusan yang ditetapkan oleh bawahannya.
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa Melalui Komisi Informasi
Pasal 37
1. Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik diajukan kepada Komisi Informasi Pusat
dan/atau Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota sesuai dengan
kewenangannya apabila tanggapan atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi dalam
proses keberatan tidak memuaskan Pemohon Informasi Publik.
2. Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik diajukan dalam waktu paling lambat 14 (empat
belas) hari kerja setelah diterimanya tanggapan tertulis dari atasan pejabat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2).
Pasal 38
1. Komisi Informasi Pusat dan Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi
kabupaten/kota harus mulai mengupayakan penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui
Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah
menerima permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik.
2. Proses penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat dapat
diselesaikan dalam waktu 100 (seratus) hari kerja.
Pasal 39
Putusan Komisi Informasi yang berasal dari kesepakatan melalui Mediasi bersifat final dan
mengikat.
BAB IX
HUKUM ACARA KOMISI
Bagian Kesatu
Mediasi
Pasal 40
1. Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat sukarela.
2. Penyelesaian sengketa melalui Mediasi hanya dapat dilakukan terhadap pokok perkara yang
terdapat dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g.
3. Kesepakatan para pihak dalam proses Mediasi dituangkan dalam bentuk putusan Mediasi Komisi
Informasi.
Pasal 41
Bagian Kedua
Ajudikasi
Pasal 42
Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi nonlitigasi oleh Komisi Informasi
hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan tidak berhasil secara tertulis oleh salah
satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu atau para pihak yang bersengketa menarik
diri dari perundingan.
Pasal 43
1. Sidang Komisi Informasi yang memeriksa dan memutus perkara paling sedikit 3 (tiga) orang
anggota komisi atau lebih dan harus berjumlah gasal.
2. Sidang Komisi Informasi bersifat terbuka untuk umum.
3. Dalam hal pemeriksaan yang berkaitan dengan dokumen- dokumen yang termasuk dalam
pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, maka sidang pemeriksaan perkara bersifat
tertutup.
4. Anggota Komisi Informasi wajib menjaga rahasia dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat
(3).
Bagian Ketiga
Pemeriksaan
Pasal 44
1. Dalam hal Komisi Informasi menerima permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik,
Komisi Informasi memberikan salinan permohonan tersebut kepada pihak termohon.
2. Pihak termohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pimpinan Badan Publik atau pejabat
terkait yang ditunjuk yang didengar keterangannya dalam proses pemeriksaan.
3. Dalam hal pihak termohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Komisi Informasi dapat
memutus untuk mendengar keterangan tersebut secara lisan ataupun tertulis.
4. Pemohon Informasi Publik dan termohon dapat mewakilkan kepada wakilnya yang secara
khusus dikuasakan untuk itu.
Bagian Keempat
Pembuktian
Pasal 45
1. Badan Publik harus membuktikan hal-hal yang mendukung pendapatnya apabila menyatakan
tidak dapat memberikan informasi dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan
Pasal 35 ayat (1) huruf a.
2. Badan Publik harus menyampaikan alasan yang mendukung sikapnya apabila Pemohon
Informasi Publik mengajukan permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik sebagaimana
diatur dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g.
Bagian Kelima
Putusan Komisi Informasi
Pasal 46
1. Putusan Komisi Informasi tentang pemberian atau penolakan akses terhadap seluruh atau
sebagian informasi yang diminta berisikan salah satu perintah di bawah ini:
a. membatalkan putusan atasan Badan Publik dan memutuskan untuk memberikan sebagian atau
seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik sesuai dengan keputusan Komisi
Informasi; atau
b. mengukuhkan putusan atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk tidak
memberikan informasi yang diminta sebagian atau seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17.
2. Putusan Komisi Informasi tentang pokok keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat
(1) huruf b sampai dengan huruf g, berisikan salah satu perintah di bawah ini:
a. memerintahkan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk menjalankan kewajibannya
sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini;
b. memerintahkan Badan Publik untuk memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu pemberian
informasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini; atau
c. mengukuhkan pertimbangan atasan Badan Publik atau memutuskan mengenai biaya penelusuran
dan/atau penggandaan informasi.
3. Putusan Komisi Informasi diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, kecuali putusan yang
menyangkut informasi yang dikecualikan.
4. Komisi Informasi wajib memberikan salinan putusannya kepada para pihak yang bersengketa.
5. Apabila ada anggota komisi yang dalam memutus suatu perkara memiliki pendapat yang berbeda
dari putusan yang diambil, pendapat anggota komisi tersebut dilampirkan dalam putusan dan
menjadi bagian tidak terpisahkan dari putusan tersebut.
BAB X
GUGATAN KE PENGADILAN DAN KASASI
Bagian Kesatu
Gugatan ke Pengadilan
Pasal 47
1. Pengajuan gugatan dilakukan melalui pengadilan tata usaha negara apabila yang digugat adalah
Badan Publik negara.
2. Pengajuan gugatan dilakukan melalui pengadilan negeri apabila yang digugat adalah Badan
Publik selain Badan Publik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 48
1. Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) hanya dapat
ditempuh apabila salah satu atau para pihak yang bersengketa secara tertulis menyatakan tidak
menerima putusan Ajudikasi dari Komisi Informasi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja
setelah diterimanya putusan tersebut.
2. Sepanjang menyangkut informasi yang dikecualikan, sidang di Komisi Informasi dan di
pengadilan bersifat tertutup.
Pasal 49
1. Putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri dalam penyelesaian Sengketa
Informasi Publik tentang pemberian atau penolakan akses terhadap seluruh atau sebagian
informasi yang diminta berisi salah satu perintah berikut:
a. membatalkan putusan Komisi Informasi dan/atau memerintahkan Badan Publik:
1. memberikan sebagian atau seluruh informasi yang dimohonkan oleh Pemohon Informasi Publik;
atau
2. menolak memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi
Publik.
b. menguatkan putusan Komisi Informasi dan/atau memerintahkan Badan Publik:
1. memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik; atau
2. menolak memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi
Publik.
2. Putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri dalam penyelesaian Sengketa
Informasi Publik tentang pokok keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf
b sampai dengan huruf g berisi salah satu perintah berikut:
a. memerintahkan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk menjalankan kewajibannya
sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau memerintahkan untuk memenuhi
jangka waktu pemberian informasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini;
b. menolak permohonan Pemohon Informasi Publik; atau
c. memutuskan biaya penggandaan informasi.
3. Pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri memberikan salinan putusannya kepada
para pihak yang bersengketa.
Bagian Kedua
Kasasi
Pasal 50
Pihak yang tidak menerima putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri dapat
mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung paling lambat dalam waktu 14 (empat belas) hari
sejak diterimanya putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri.
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 51
Setiap Orang yang dengan sengaja menggunakan Informasi Publik secara melawan hukum
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pasal 52
Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak
menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi Publik yang
wajib diumumkan secara serta-merta, Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau
Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan Undang-Undang ini,
dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pasal 53
Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak, dan/atau
menghilangkan dokumen Informasi Publik dalam bentuk media apa pun yang dilindungi negara
dan/atau yang berkaitan dengan kepentingan umum dipidana dengan pidana penjara paling lama
2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Pasal 54
1. Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh dan/atau
memberikan informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf a, huruf b,
huruf d, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama
2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh dan/atau
memberikan informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf c dan huruf
e, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
Pasal 55
Setiap Orang yang dengan sengaja membuat Informasi Publik yang tidak benar atau
menyesatkan dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pasal 56
Setiap pelanggaran yang dikenai sanksi pidana dalam Undang-Undang ini dan juga diancam
dengan sanksi pidana dalam Undang-Undang lain yang bersifat khusus, yang berlaku adalah
sanksi pidana dari Undang-Undang yang lebih khusus tersebut.
Pasal 57
Tuntutan pidana berdasarkan Undang-Undang ini merupakan delik aduan dan diajukan melalui
peradilan umum.
BAB XII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 58
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran ganti rugi oleh Badan Publik negara
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 59
Komisi Informasi Pusat harus sudah dibentuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak diundangkannya
Undang-Undang ini.
Pasal 60
Komisi Informasi provinsi harus sudah dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak
diundangkannya Undang-Undang ini.
Pasal 61
Pada saat diberlakukannya Undang-Undang ini Badan Publik harus melaksanakan kewajibannya
berdasarkan Undang-Undang.
Pasal 62
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 63
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan perolehan informasi yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum
diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 64
ARSIP DINAMIS
Arsip dinamis adalah arsip yang digunakan secara langsung dalam kegiatan pencipta arsip dan
disimpan selama jangka waktu tertentu. Sedangkan pengelolaan arsip dinamis adalah proses
pengendalian arsip dinamis secara efisien, efektif, dan sistematis yang meliputi penciptaan,
penggunaan dan pemeliharaan, serta penyusutan arsip.
1. Arsip vital, merupakan arsip yang keberadaannya merupakan persyaratan dasar bagi
kelangsungan operasional pencipta arsip, tidak dapat diperbarui, dan tidak tergantikan
apabila rusak atau hilang.
2. Arsip aktif, merupakan arsip yang frekuensi penggunaannya tinggi dan/atau terus menerus.
3. Arsip inaktif, merupakan arsip yang frekuensi penggunaannya telah menurun.
1. Tata naskah dinas, adalah pengaturan tentang jenis, format, penyiapan, pengamanan,
pengabsahan, distribusi dan media yang digunakan dalam komunikasi kedinasan.
2. Klasifikasi arsip, adalah pola pengaturan arsip secara berjenjang dari hasil pelaksanaan
fungsi dan tugas instansi menjadi beberapa kategori unit informasi kearsipan.
3. Jadwal retensi arsip, yang disusun berdasarkan pedoman retensi arsip yang telah dibuat.
Pedoman retensi arsip merupakan ketentuan dalam bentuk petunjuk yang memuat retensi
arsip masing-masing urusan pemerintahan yang menjadi dasar dalam penyusunan jadwal
retensi arsip di setiap lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan tinggi negeri, serta
BUMN dan/atau BUMD.
4. Sistem klasifikasi keamanan dan akses arsip, yang disusun sebagai dasar untuk
melindungi hak dan kewajiban pencipta arsip dan public terhadap akses arsip. Sebagai salah
satu sumber informasi, arsip harus mudah diakses oleh publik, namun untuk pertimbangan
keamanan dan melindungi fisik arsip maka perlu diatur ketentuan tentang pengamanan dan
akses arsip dinamis.
Pengelolaan arsip dinamis pada lembaga negara, pemerintah daerah, perguruan tinggi negeri,
serta BUMN dan/atau BUMD dilaksanakan dalam suatu sistem kearsipan nasional.
Menurut Drs. Robert M.Z. Lawang, konsep adalah pengertian yang menunjuk pada sesuatu.
Konsep itu menyatu dengan manusia karena tanpa konsep manusia tidak dapat berpikir.
Menurut Drs. Robert M.Z. Lawang, konsep adalah pengertian yang menunjuk pada sesuatu.
Konsep itu menyatu dengan manusia karena tanpa konsep manusia tidak dapat berpikir.
Hanya dengan konsep, manusia dapat berkomunikasi, berpikir, berinteraksi, dan berhubungan
dengan alam. Hidup bermasyarakat adalah belajar konsep-konsep. Sesuatu dapat disebut nasi,
air, minum, meja, kursi, dan sebagainya berasal dari konsep dalam hidup di lingkungan sosial
manusia.
Sepintas lalu sudah terlihat apa gunanya konsep untuk kehidupan manusia, baik kehidupan
sehari-hari maupun kehidupan ilmiah.
Fungsi konsep menurut Drs. Robert M.Z. Lawang ada empat, yakni:
1. Fungsi kognitifKognitif merupakan satu istilah Latin, yakni cogcoscere yang berarti
mengetahui, menyadari, menyerap. Kognitif berhubungan dengan pikiran, pengertian dan
pemahaman manusia tentang sesuatu. Bilamana konsep itu mempunyai fungsi kognitif
berarti dengan konsep itu orang akan menjadi lebih tahu, lebih mengerti, lebih kenal, lebih
paham tentang sesuatu yang ditujukan oleh konsep itu.
Contoh: surat adalah konsep. Surat artinya tulisan dalam kertas yang dibuat sebagai sarana
komunikasi. Dengan konsep seperti itu orang akan dapat membedakan tulisan dalam kertas
yang bukan surat, seperti buku, laporan, catatan harian.
2. Fungsi evaluatifEvaluatif berasal dari istilah Inggris, yakni evaluate yang berarti menilai.
Dalam contoh di atas, konsep itu mempunyai fungsi evaluatif ketika mengatakan surat maka
orang dapat menilai benda yang termasuk surat dan bukan surat.
3. Fungsi pragmatik dan fungsi komunikatif perlu dipahami dengan menggunakan indikator
sebagai berikut:
1. Indikator 1 adanya kesepakatan umum tentang arti yang tepat dari suatu konsep tertentu
dan konsistensinya. Artinya bahwa konsep tersebut, misal surat, pengertian surat tidak
hanya berlaku untuk satu orang saja, tetapi juga berlaku untuk semua orang. Pengertian
yang konsisten artinya pengertian tersebut sama dalam waktu ke waktu.
2. Indikator 2 diperlukan definisi yang tepat mengenai cakupan arti konsep yang
dimaksud. Dan contoh di atas, harus ada definisi surat.
3. Indikator 3, konsep harus menunjuk pada sesuatu yang dapat dialami atau diamati.
Konsep berfungsi pragmatik artinya dengan pengertian mengenai konsep itu orang akan
dapat menunjukkan dengan lebih cepat, lebih tepat, dan lebih relevan benda yang
dimaksudkan oleh konsep itu.
Fungsi pragmatik hanya mungkin apabila arti dari suatu konsep yang dimaksud, sama untuk
semua orang, berarti konsisten (indikator 1), jelas cakupan dapat berarti yang dimaksudkan
konsep itu (indikator 2), dan orang dapat menunjukkan benda yang sesuai oleh konsep itu
dalam kenyataan (indikator 3).
Dalam kehidupan sehari-hari istilah penyusutan barangkali sudah tidak asing di telinga setiap
orang. Ketika kita memiliki barang-barang rumah tangga yang melimpah dan sudah tidak lagi
sering digunakan, sementara tempat untuk menyimpannya terbatas, tentu segera mengambil
langkah untuk mengatasinya.
Demikian juga dengan barang milik pribadi seperti baju, sepatu, buku, majalah, koleksi boneka,
dan sebagainya. Bilamana bagi kita barang-barang tersebut sudah jarang dipergunakan lagi atau
bahkan sama sekali tidak digunakan dalam waktu tertentu, pasti akan mengambil keputusan
membuang barang-barang tersebut, terutama bila ruangan sudah tidak memadai lagi.
Tindakan tersebut dapat berupa seleksi, pengurangan jumlah atau memindahkan barang-barang
tersebut ke suatu gudang atau dijual dan dialihtangankan. Dalam ilustrasi tersebut telah terjadi
penyusutan barang-barang rumah tangga maupun barang milik pribadi, yang intinya adalah
keputusan untuk mengurangi jumlah apapun alasannya.
Apabila disimak lebih jauh mengapa barang-barang tersebut disusutkan atau dikurangi.
Jawabannya tentu akan beraneka ragam, seperti ruangan penuh, bosan, ingin suasana lain,
barang-barang tersebut tidak berguna lagi, tidak memberikan nilai tambah, dan sebagainya.
Namun, ada satu hal yang perlu diingat bahwa apa pun alasannya penyusutan terhadap barang-
barang tersebut terjadi karena barang-barang tersebut dinilai sudah tidak memberikan kontribusi
secara langsung terhadap pemiliknya.
Demikian juga dengan penyusutan arsip yang pada dasarnya adalah upaya untuk mengurangi
jumlah arsip dengan tujuan efisiensi dan penghematan bagi pemiliknya. Pertanyaan mendasar
sebagai “benang merah” alur berpikir yang merupakan latar belakang hal-hal yang akan dibahas
selanjutnya adalah: mengapa ada penyusutan arsip? Untuk mendapatkan pemahaman yang
menyeluruh perlu dikemukakan pengertian di seputar arsip.
Secara umum arsip (records) merupakan keseluruhan bentuk informasi yang terekam dalam
berbagai media. Sebagai rekaman informasi dari setiap kegiatan administrasi suatu organisasi,
arsip akan terus berkembang secara akumulatif seiring dengan semakin kompleksnya fungsi-
fungsi dan tugas organisasi.
Selama organisasi melaksanakan fungsinya, selama itu pula arsip akan senantiasa tercipta.
Permasalahan yang sering dihadapi adalah arsip bertambah banyak dan semakin menggunung
dari hari ke hari sehingga makin terasa sesak ruangan kerja.
Arsip yang mengumpul secara alami (accumulating naturally) artinya tidak sengaja dikumpulkan
sebagaimana koleksi dalam museum, menuntut untuk dilaksanakan penanganan secara serius.
Upaya untuk mengurangi jumlah arsip yang tercipta dalam suatu organisasi ini dalam dunia
kearsipan disebut dengan istilah “Penyusutan Arsip”.
Masih dari organisasi profesi, ICA (International Council on Archives) memberi definisi
yang cenderung menyamakan disposal dengan destruction (penghancuran), yaitu tindakan
yang diambil berkenaan dengan waktu berakhirnya (habisnya) masa retensi karena
ditetapkan oleh perundang-undangan atau peraturan atau prosedur administratif.
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa, penyusutan menyangkut hal-hal
sebagai berikut:
1. Pemusnahan arsip yang sudah tidak mempunyai nilai guna primer maupun nilai
guna sekunder.
2. Memindahkan arsip yang frekuensi penggunaannya sudah sangat jarang
(inaktif) dari unit kerja ke records centre (tempat penyimpanan arsip inaktif).
3. Menyerahkan arsip bernilai historis, tetapi tidak bernilai guna primer ke badan
yang berwenang (Arsip Nasional).
4. Mengalihmediakan dari arsip kertas ke media lain (misal mikrofilm, CD- ROM,
DLT, dan sebagainya).
Penyusutan ArsipPengertian penyusutan arsip berdasarkan peraturan perundang-undangan
terdapat dalam UU No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan dan Peraturan
Pemerintah No. 34 tahun 1979 tentang Penyusutan Arsip.
Bagi perusahaan (baik BUMN/swasta) ketentuan penyusutan diatur dalam Undang-Undang
No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan dan dalam Bab IV disebutkan hal-hal
berkenaan dengan:
1. Memindahkan arsip inaktif dari unit pengolah ke unit kearsipan dalam lingkungan
lembaga-lembaga negara atau badan-badan pemerintahan masing-masing.
2. Memusnahkan arsip sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Menyerahkan arsip statis oleh unit kearsipan kepada Arsip Nasional RI.
Konsep, Pengertian, dan Tujuan Penyusutan Arsip (Bagian 2)
Dalam materi sebelumnya sudah dibahas mengenai pengertian penyusutan arsip, baik menurut
ilmuwan arsip, organisasi profesi maupun peraturan perundang-undangan yang pada hakikatnya
adalah kegiatan pengurangan arsip di setiap organisasi, baik pemerintah maupun swasta melalui
pemindahan, pemusnahan, dan penyerahan arsip.
Mengapa setiap organisasi perlu melakukan penyusutan arsip? Hal ini tidak terlepas dari suatu
kenyataan bahwa setiap organisasi berjalan selalu melaksanakan kegiatan administrasi. Kegiatan
administrasi ini menghasilkan arsip yang pada hakikatnya adalah catatan/rekaman informasi
suatu kegiatan. Seiring dengan berjalannya organisasi tersebut volume arsip akan semakin
bertambah yang berakibat menumpuknya arsip apabila tidak dilakukan pengelolaan.
Menumpuknya arsip ini akan menimbulkan permasalahan, antara lain:
1.
1. Ruang penyimpanan
Suatu pemandangan yang sering ditemui adalah arsip menumpuk di mana-mana, seperti
di sudut ruangan, bawah tangga, kolong meja kerja ataupun dalam gudang
penyimpanan bercampur dengan barang-barang kantor lainnya. Kondisi ini akan
menarik dan muncul di permukaan ketika arsip yang diperlukan oleh pimpinan tidak
dapat ditemukan dan mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan tugas dan fungsi
organisasi.
Di sini baru disadari bahwa arsip memiliki arti penting dalam menunjang kelancaran
pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi. Oleh karena itu, arsip yang menumpuk
tersebut perlu dilakukan pengelolaan agar dapat dimanfaatkan informasinya dalam
berbagai kepentingan dinas.
Penyediaan tenaga pengelola ini bukan masalah yang sederhana karena menyangkut
kebijakan keuangan maupun pembinaannya. Semakin menumpuk arsip dalam suatu
organisasi akan memerlukan tenaga pengelola semakin banyak. Untuk mengatasi
permasalahan mengenai tenaga pengelola ini, sebaiknya tidak menunggu arsip harus
menumpuk banyak, tetapi secara terprogram dilakukan penyusutan arsip.
3. Penyediaan peralatan
Arsip dengan volume banyak secara otomatis memerlukan peralatan untuk penataan
maupun penyimpanan yang banyak pula. Kebutuhan peralatan kearsipan untuk satu
ruang penyimpanan arsip tentu berbeda dengan dua ruang penyimpan yang
memerlukan peralatan lebih banyak.
Hal yang lebih tidak efisien lagi adalah arsip yang disimpan tersebut sudah tidak
memiliki nilai guna bagi organisasi tersebut artinya bahwa kondisi yang terjadi tersebut
merupakan pemborosan. Pemborosan terhadap peralatan kearsipan ini dapat ditekan
dengan melakukan penyusutan arsip sehingga arsip yang disimpan adalah arsip yang
benar-benar masih bernilai guna bagi kepentingan organisasi dan kepentingan umum.
Pemeliharaan dan perawatan arsip meliputi penyiangan arsip, yakni memisahkan antara
duplikasi dan nonarsip yang tidak berguna dengan arsip yang masih harus disimpan,
perawatan fisik arsip, seperti fumigasi, sirkulasi udara yang memadai, suhu udara yang
konstan, laminasi dan sebagainya, serta pengamanan terhadap informasinya seperti
tersedianya tempat penyimpanan arsip yang representatif, tenaga pengelola yang diberi
kewenangan khusus, yang semuanya ini memerlukan pembiayaan. Volume arsip yang
semakin banyak akan memerlukan biaya pemeliharaan dan perawatan yang semakin
tinggi.
Contoh:
1. Berkaitan dengan penyiangan arsip, semakin banyak arsip akan memerlukan
tenaga dan waktu yang relatif lebih banyak daripada penyiangan terhadap arsip
dengan volume sedikit.
2. Berkaitan dengan ruang penyimpanan, baik pemeliharaan gedung, AC maupun
biaya lain, seperti sewa ruangan/gedung semakin banyak volume arsip, akan
semakin tinggi biaya pemeliharaannya.
3. Berkaitan dengan perawatan fisik arsip, seperti fumigasi, preservasi maupun alih
media.
4. Berkaitan dengan pengamanan informasi, perlunya Arsiparis/non-Arsiparis yang
diberi kewenangan untuk mengelola arsip, terhadap informasinya sendiri, semakin
banyak volume arsip, akan menimbulkan kesulitan yang relatif lebih besar.
Dari gambaran tersebut dapat dikemukakan tujuan penyusutan arsip maupun manfaat apa yang
diperoleh apabila setiap organisasi melaksanakan penyusutan arsip. Menurut Susan Z. Diamond
(1983, 22) tujuan penyusutan arsip, yaitu:
1. Menghindari biaya tinggi terhadap penyimpanan arsip yang tidak memiliki nilai
guna.
2. Memudahkan penemuan kembali arsip (retreival) secara efisien.
3. Mewujudkan komitmen organisasi untuk melaksanakan aturan jangka simpan arsip
yang berlaku.
Sedangkan menurut Drs. Budi Martono (1994:39) tujuan penyusutan arsip adalah:
2. Pendayagunaan arsip
Arsip ada karena fungsi organisasi (pemerintah maupun swasta) berjalan. Arsip ini
berfungsi untuk mendukung operasional administrasi organisasi. Dilihat dan aspek
fungsi, terdapat asas-asas dan sikap dalam setiap pengaturan arsip, yaitu:
arsip yang harus disimpan karena masih memiliki nilai guna bagi kepentingan organisasi;
1. arsip yang diusulkan untuk dimusnahkan karena tidak memiliki nilai guna
berdasarkan peraturan perundang-undangan;
2. arsip yang harus diserahkan ke ANRI/ lembaga kearsipan daerah.
Pengawasan arsip yang bernilai guna tinggi dapat dilakukan secara intensif dengan
melakukan penyusutan arsip karena setiap keputusan yang diambil terhadap hasil akhir
suatu arsip selalu dilakukan penilaian terlebih dahulu. Dengan kata lain penyusutan
arsip sudah melewati ‘filter‘ penilaian sehingga arsip bernilai guna tinggi dapat
terdeteksi dengan penilaian terhadap arsip tersebut.
4. Penyelamatan bahan bukti kegiatan organisasi
Arsip dapat memberikan keterangan atau petunjuk tentang bukti keberadaan suatu
organisasi yang dapat meliputi asal-usul, struktur organisasi, fungsi, prosedur kerja,
keputusan-keputusan yang dibuat.
Dengan kondisi arsip yang tersebar dan tidak dikelola dengan baik besar kemungkinan
identitas organisasi pun tidak dapat diketahui di masa ini, apalagi sebagai bukti
keberadaan organisasi dalam suatu kurun waktu tertentu yang dapat merupakan warisan
sejarah bagi generasi yang akan datang. Ironisnya, arsip sebagai bukti kegiatan setiap
organisasi ini akan mudah terlupakan atau bahkan terhapus oleh waktu karena tidak
dapat diselamatkan.
(2) Pemusnahan arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap arsip:
(3) Dalam hal arsip belum memenuhi semua ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
retensinya ditentukan kembali oleh pimpinan Pencipta Arsip.
b. penyeleksian arsip;
g. pelaksanaaan pemusnahan.
Pasal 9 (1) Pelaksanaan kegiatan pemusnahan arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
dilakukan sesuai dengan prosedur pemusnahan arsip. teknik pemusnahan arsip ARSIP
NASIONAL REPUBLIK INDONESIA - 6 - (2) Ketentuan mengenai sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Kepala ini.
PEMUSNAHAN ARSIP
Prosedur pemusnahan arsip oleh Pencipta Arsip melalui tahapan sebagai berikut:
B. Penyeleksian Arsip;
D. Penilaian Arsip;
2. Panitia penilai arsip bertugas untuk melakukan penilaian arsip yang akan dimusnahkan.
5. Panitia penilai arsip pemerintah daerah yang memiliki retensi dibawah 10 (sepuluh) tahun
terdiri dari:
a. pimpinan Unit Kearsipan pada tiap perangkat daerah sebagai ketua merangkap anggota;
b. pimpinan Unit Pengolah yang arsipnya akan dimusnahkan sebagai anggota; dan
6. Panitia penilai arsip pemerintah daerah yang memiliki retensi sekurang kurangnya 10
(sepuluh) tahun terdiri dari:
b. pimpinan perangkat daerah yang arsipnya akan dimusnahkan sebagai anggota; dan
6. Dalam hal Pencipta Arsip belum memiliki Arsiparis, anggota dapat digantikan oleh pegawai
yang mempunyai tugas dan tanggungjawab di bidang pengelolaan arsip.
B. PENYELEKSIAN ARSIP
1. Penyeleksian arsip dilakukan oleh panitia penilai arsip melalui JRA dengan cara melihat pada
kolom retensi inaktif dan pada kolom keterangan dinyatakan musnah.
2. Dalam hal retensi inaktifnya telah habis atau terlampaui dan pada kolom keterangan
dinyatakan musnah, maka arsip tersebut dapat dikategorikan sebagai arsip usul musnah.
3. Dalam hal Pencipta Arsip belum memiliki JRA, dalam melaksanakan pemusnahan arsip
mengikuti tahapan prosedur pemusnahan arsip dan setelah mendapat persetujuan Kepala
ANRI.
D. PERMOHONAN PERSETUJUAN/PERTIMBANGAN
a. Pemusnahan arsip di lingkungan lembaga negara harus mendapatkan persetujuan tertulis dari
Kepala ANRI;
d. Pemusnahan arsip di lingkungan perguruan tinggi negeri yang memiliki retensi sekurang-
kurangnya 10 (sepuluh) tahun harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Kepala ANRI;
e. Pemusnahan arsip di lingkungan BUMN atau BUMD yang memiliki retensi sekurang-
kurangnya 10 (sepuluh) tahun harus mendapatkan pertimbangan tertulis dari Kepala ANRI;
f. Pemusnahan arsip di lingkungan pemerintahan daerah provinsi yang memiliki retensi dibawah
10 (sepuluh) tahun harus mendapatkan persetujuan tertulis dari gubernur;
h. Pemusnahan arsip di lingkungan perguruan tinggi negeri yang memiliki retensi dibawah 10
(sepuluh) tahun harus mendapat persetujuan tertulis dari rektor atau sebutan lain yang sejenis;
i. Pemusnahan arsip di lingkungan BUMN atau BUMD yang memiliki retensi dibawah 10
(sepuluh) tahun harus mendapat pertimbangan tertulis dari pimpinan BUMN atau BUMD.
b. menyampaikan daftar arsip usul musnah berupa salinan cetak dan salinan elektronik; dan
1. Pimpinan Pencipta Arsip mengeluarkan penetapan terhadap arsip yang akan dimusnahkan
dengan mengacu pada persetujuan tertulis dari Kepala ANRI/gubernur/bupati/walikota/rektor
sesuai wilayah kewenangannya dan pertimbangan tertulis dari panitia penilai arsip.
a. dilakukan secara total sehingga fisik dan informasi arsip musnah dan tidak dapat dikenali;
b. disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) pejabat dari unit kerja bidang hukum dan/atau
unit kerja pengawasan dari lingkungan Pencipta Arsip yang bersangkutan; dan
c. disertai penandatanganan berita acara yang memuat daftar arsip yang dimusnahkan.
2. Pelaksanaan pemusnahan arsip dilakukan dengan membuat Berita Acara Pemusnahan beserta
Daftar Arsip Usul Musnah yang dibuat rangkap 2 (dua).
3. Berita acara tersebut ditandatangani oleh pimpinan Unit Kearsipan, pimpinan Unit Pengolah
yang arsipnya akan dimusnahkan, dan disaksikan sekurang-kurangnya dari unit kerja bidang
hukum dan unit kerja bidang pengawasan.
4. Pemusnahan arsip dapat dilakukan dengan cara, antara lain: a. pencacahan; b. penggunaan
bahan kimia; atau c. pulping.
5. Arsip yang tercipta dalam pelaksanaan kegiatan pemusnahan arsip wajib disimpan oleh
Pencipta Arsip, meliputi:
a. keputusan pembentukan panitia pemusnahan arsip;
b. notulen rapat penitia penilai pemusnahan arsip pada saat melakukan penilaian;
c. surat pertimbangan dari panitia penilai kepada pimpinan Pencipta Arsip yang menyatakan
bahwa arsip yang diusulkan musnah dan telah memenuhi syarat untuk dimusnahkan;
d. surat persetujuan pemusnahan arsip dari Kepala ANRI untuk pemusnahan arsip yang memiliki
retensi sekurang-kurangnya 10 tahun;
Arsip Statis adalah arsip yang dihasilkan oleh pencipta arsip karena memiliki nilai guna
kesejarahan, telah habis retensinya, dan berketerangan dipermanenkan yang telah diverifikasi
baik secara langsung maupun tidak langsung oleh Arsip Nasional Republik Indonesia dan/atau
lembaga kearsipan.
Arsip Statis yang dikelola oleh Arsip Nasional Republik Indonesia merupakan Arsip bernilai
guna kesejarahan yang telah diserahkan oleh Pencipta Arsip yaitu Kementerian / Lembaga /
BUMN / Organisasi Masyarakat / Organisasi Politik / Perorangan.
Pengelolaan Arsip Statis telah melalui serangkaian tahapan agar dapat diakses oleh Publik antara
lain: Akuisisi Arsip, Pengolahan Arsip, Preservasi Arsip, dan Layanan Akses-Pemanfaatan
Arsip.
Untuk mempertahankan konteks penciptaannya, Arsip Statis dikelola berdasarkan Prinsip Asal
Usul (Principal of Provenance) dan Prinsip Aturan Asli (Principal of Original Order).
Prinsip Asal Usul yaitu asas yang dilakukan untuk menjaga arsip tetap terkelola dalam satu
kesatuan pencipta arsip (provenance), tidak dicampur dengan arsip yang berasal dari pencipta
arsip lain, sehingga arsip dapat melekat pada konteks penciptaannya.
Prinsip Aturan Asli yaitu asas yang dilakukan untuk menjaga arsip tetap ditata sesuai dengan
pengaturan aslinya (original order) atau sesuai dengan pengaturan ketika arsip masih digunakan
untuk pelaksanaan kegiatan pencipta arsip.
Pasal 10 Penyerahan Arsip Statis oleh Pencipta Arsip kepada Lembaga Kearsipan dilakukan
terhadap arsip yang:
a. penyeleksian dan pembuatan daftar arsip usul serah oleh Arsiparis di unit kearsipan;
c. pemberitahuan akan menyerahkan Arsip Statis oleh pimpinan Pencipta Arsip kepada kepala
Lembaga Kearsipan sesuai wilayah kewenangannya disertai dengan pernyataan dari pimpinan
Pencipta Arsip bahwa arsip yang diserahkan autentik, terpercaya, utuh, dan dapat digunakan;
dan
d. verifikasi dan persetujuan dari kepala Lembaga Kearsipan sesuai wilayah kewenangannya.
e. penetapan arsip yang akan diserahkan oleh pimpinan Pencipta Arsip; dan
f. pelaksanaaan serah terima Arsip Statis oleh pimpinan Pencipta Arsip kepada kepala Lembaga
Kearsipan dengan disertai berita acara dan daftar arsip yang akan diserahkan.
(1) Pelaksanaan kegiatan penyerahan Arsip Statis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
dilakukan sesuai dengan prosedur penyerahan Arsip Statis.
(2) Ketentuan mengenai prosedur penyerahan Arsip Statis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.
PENYERAHAN ARSIP STATIS
B. Penilaian;
1. Penyeleksian Arsip Statis dilakukan melalui JRA dengan cara melihat pada kolom retensi
inaktif dan pada kolom keterangan yang dinyatakan permanen.
2. Dalam hal retensi inaktifnya telah habis atau terlampaui dan pada kolom keterangan
dinyatakan permanen, maka arsip tersebut telah memasuki masa arsip usul serah.
4. Daftar arsip usul serah sekurang-kurangnya berisi: nomor, kode klasifikasi, uraian informasi
arsip, kurun waktu, jumlah arsip dan keterangan.
B. PENILAIAN ARSIP
1. Panitia penilai melakukan penilaian terhadap daftar arsip usul serah dengan melakukan
verifikasi secara langsung terhadap fisik arsip.
2. Hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam dituangkan dalam pertimbangan tertulis oleh
panitia penilai arsip.
1. Pemberitahuan akan menyerahkan Arsip Statis oleh pimpinan Pencipta Arsip kepada Kepala
Lembaga Kearsipan sesuai wilayah kewenangannya disertai dengan pernyataan dari pimpinan
Pencipta Arsip bahwa arsip yang diserahkan autentik, terpercaya, utuh, dan dapat digunakan.
2. Proses pemberitahuan penyerahan Arsip Statis harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. menyampaikan surat permohonan penyerahan Arsip Statis dari pimpinan Pencipta Arsip
kepada Kepala Lembaga Kearsipan sesuai wilayah kewenangannya.
1. Kepala Lembaga Kearsipan sesuai wilayah kewenangannya melakukan verifikasi daftar arsip
usul serah berdasarkan permohonan penyerahan Arsip Statis dari Pencipta Arsip.
1. Pimpinan Pencipta Arsip mengeluarkan penetapan terhadap arsip yang akan diserahkan
kepada Lembaga Kearsipan sesuai wilayah kewenangannya dengan mengacu pada
persetujuan dari Kepala Lembaga Kearsipan. –
1. Pelaksanaaan serah terima Arsip Statis oleh pimpinan Pencipta Arsip kepada Kepala Lembaga
Kearsipan dengan disertai berita acara, daftar arsip usul serah dan fisik arsip yang akan
diserahkan.
a. Kepala, memuat logo, judul, dan hari/ tanggal/ tahun, tempat pelaksanaan penandatanganan,
nama dan jabatan para pihak yang membuat berita acara;
b. batang tubuh, memuat kegiatan yang dilaksanakan, termasuk bilamana ada klausul perjanjian
antara kedua pihak khususnya mengenai hak akses Arsip Statis;
c. kaki, memuat nama jabatan dan pejabat atau pihak yang dikuasakan olehnya, serta tanda
tangan para pihak yang melakukan penandatanganan naskah berita.
1. Akuisisi
Tahap pertama pengelolaan arsip statis menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2009 tentang Kearsipan dilaksanakan melalui kegiatan akuisisi arsip statis oleh lembaga
kearsipan terhadap arsip statis yang diserahkan oleh pencipta arsip. Akuisisi arsip statis adalah
proses penambahan khazanah arsip statis pada lembaga kearsipan yang dilaksanakan melalui
kegiatan penyerahan arsip statis dan hak pengelolaannya dari pencipta arsip kepada lembaga
kearsipan. Sesuai amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan, arsip statis sebagai bukti pertanggungjawaban nasional bagi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara perlu dijamin keselamatan arsipnya, baik secara fisik
maupun informasinya sehingga tidak mengalami kerusakan atau hilang. Lembaga kearsipan
wajib melaksanakan akuisisi arsip statis dari lembaga negara, pemerintah daerah, perusahaan,
organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, perseorangan, satuan kerja, dan civitas akademika
di lingkungan perguruan tinggi yang akan menyerahkan arsip statisnya, termasuk lembaga
pendidikan swasta dan perusahaan swasta yang memperoleh anggaran negara atau bantuan luar
negeri.
Pelaksanaan akuisisi arsip statis merupakan tindak lanjut dari hasil penelusuran arsip statis di
lingkungan pencipta arsip oleh lembaga kearsipan sesuai wilayah kewenangannya. Oleh karena
itu, akuisisi arsip statis harus dilakukan secara ketat, penuh tanggung jawab, dan dengan cara
yang teratur guna mencegah penambahan khazanah arsip statis pada lembaga kearsipan di luar
kendali, tingkat daerah provinsi, dan tingkat daerah.
1. Prinsip
Dalam rangka menjamin khazanah arsip statis di lembaga kearsipan lebih efektif, akuisisi arsip
statis perlu memperhatikan hal-hal mendasar yang terkait dengan prinsip dan strategi akuisisi
arsip statis. 1) Akuisisi arsip statis dilakukan dengan cara penarikan arsip statis oleh lembaga
kearsipan dari pencipta arsip ataupun serah terima arsip statis dari pencipta arsip kepada lembaga
kearsipan. 2) Arsip statis yang akan diakuisisi ke lembaga kearsipan telah ditetapkan sebagai
arsip statis melalui proses penilaian berdasarkan pedoman penilaian kriteria dan jenis arsip yang
memiliki nilai guna sekunder dan telah dinyatakan selesai masa simpan dinamisnya. 3) Arsip
statis yang diakuisisi dalam keadaan teratur dan terdaftar dengan baik sesuai dengan bentuk dan
media. 4) Serah terima arsip statis dari hasil kegiatan akuisisi arsip statis wajib
didokumentasikan melalui pembuatan naskah serah terima arsip yang berupa berita acara serah
terima arsip statis, daftar arsip statis yang diserahkan berikut riwayat arsip, dan arsipnya. 5)
Akuisisi arsip statis oleh lembaga kearsipan diikuti dengan peralihan tanggung jawab
pengelolaannya.
Strategi akuisisi Setiap arsip statis yang akan diakuisisi merupakan tanggung jawab lembaga
kearsipan. Kegiatan akuisisi arsip statis merupakan awal pelaksanaan pengelolaan arsip statis
oleh lembaga kearsipan. Oleh karena itu, diperlukan strategi akuisisi arsip statis agar
pelaksanaannya dapat berjalan sesuai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Strategi akuisisi
arsip statis bertujuan 1) mengarahkan keseluruhan kegiatan sesuai dengan sasaran akuisisi arsip
statis; 2) memberi batasan-batasan yang perlu dilakukan untuk memperoleh arsip statis; 3)
mencegah terjadinya perolehan arsip yang tidak layak disimpan secara permanen; ) mengatur
proses serah terima arsip antara pihak lembaga kearsipan dan pencipta arsip; 5) mengontrol
keseluruhan penyelenggaraan kegiatan akuisisi. Strategi akuisisi arsip statis merupakan langkah
koordinasi aktivitas berbagai tahapan dalam pelaksanaan akuisisi arsip yang tercantum dalam
haluan akuisisi dan bertujuan memperoleh arsip statis guna menambah khazanah arsip statis di
lembaga kearsipan.
Pelaksanaan akuisisi
Pelaksanaan akuisisi arsip statis merupakan rangkaian program kegiatan yang dimulai dari tahap
pendataan, penilaian, dan serah terima arsip statis. Tahap pendataan arsip statis merupakan
kegiatan untuk mengumpulkan serta mengidentifikasi informasi mengenai pencipta arsip yang
memiliki nilai guna sekunder atau arsip statis yang sudah tidak diperlukan lagi secara langsung
untuk penyelenggaraan kegiatan di lingkungan pencipta arsip. Tahap penilaian arsip statis
merupakan proses penentuan status arsip yang akan diakuisisi. Pelaksanaan penilaian lembaga
kearsipan dapat mengacu pada nilai guna arsip yang tercantum dalam jadwal retensi arsip (JRA)
pencipta arsip. Tahap serah terima arsip statis oleh pencipta arsip kepada lembaga kearsipan
sesuai wilayah kewenangannya yang merupakan proses akhir dari kegiatan akuisisi arsip statis
terkait dengan peralihan tanggung jawab pengelolaan dan serah terima arsip statis dari pencipta
arsip kepada lembaga kearsipan. Kegiatan serah terima arsip statis harus memperhatikan hal-hal
berikut ini. 1) Arsip statis yang diserahkan oleh pencipta arsip kepada lembaga kearsipan harus
merupakan arsip yang autentik, tepercaya, utuh, dan dapat digunakan. 2) Dalam hal arsip statis
yang diserahkan tidak autentik, pencipta arsip melakukan autentikasi. 3) Apabila pencipta arsip
tidak melakukan autentikasi, lembaga kearsipan berhak menolak penyerahan arsip statis. 4)
Dalam hal arsip statis yang tidak diketahui penciptanya, autentikasi dilakukan oleh lembaga
kearsipan.
Dalam melakukan serah terima arsip statis, terdapat beberapa persyaratan yang wajib diserahkan
dan dilengkapi oleh pencipta arsip sebagai berikut.
1. Arsip statis yang diserahkan (a) Fisik arsip mudah dikenali, baik bentuk dan media maupun
kuantitas/jumlah arsip. (b) Fisik arsip sudah dalam keadaan tertata dan teratur dalam boks arsip
ataupun media simpan lain sesuai bentuk dan media arsip. (c) Fisik arsip dalam boks ataupun
media simpan lain sudah dilengkapi dengan identitas asal pencipta arsip, kurun waktu penciptaan
arsip, nomor arsip, dan nomor boks.
2. Daftar arsip statis yang diserahkan (a) Format ketikan dalam bentuk hardcopy. (b) Mempunyai
identitas nama dan alamat asal pencipta arsip. (c) Memuat informasi sekurang-kurangnya
mengenai nomor, seri/jenis, kurun waktu, jumlah, dan tingkat keaslian arsip. (d) Daftar arsip
dibuat minimal rangkap dua, masing-masing disimpan oleh pencipta arsip dan lembaga kearsipan
atau unit/satuan organisasi lain yang dianggap perlu (khusus akuisisi arsip statis di lingkungan
pemerintahan daerah dan perguruan tinggi). (e) Diketahui/disetujui dan ditandatangani oleh
pimpinan atau penanggung jawab pengelolaan arsip di lingkungan pencipta arsip.
3. Berita acara serah terima arsip statis (a) Format naskah berita acara sesuai dengan aturan yang
ditentukan. (b) Naskah apabila diperlukan dilengkapi dengan klausul perjanjian antara kedua
pihak, khususnya mengenai hak akses arsip. (c) Naskah berjumlah rangkap dua, masing-masing
disimpan oleh pihak yang menyerahkan arsip/pencipta arsip dan pihak yang menerima arsip,
dalam hal ini adalah lembaga kearsipan. (d) Naskah kedua-duanya ditandatangani dengan tinta
warna hitam oleh kedua belah pihak. (e) Naskah yang telah ditandatangani diberi cap dinas tanda
pengenal yang sah dari pencipta arsip dan lembaga kearsipan.
4. Riwayat administrasi dan arsip statis yang diserahkan Riwayat administrasi berkaitan dengan
informasi singkat mengenai riwayat pencipta arsip. Bagi pencipta arsip berbentuk kelembagaan,
riwayat informasi yang diperlukan antara lain adalah pembentukan dan perkembangan
organisasi, pihak atau pimpinan/pejabat yang terlibat, struktur, fungsi, dan tugas organisasi. Bagi
pencipta arsip perseorangan, informasi yang diperlukan adalah riwayat peranan yang pernah
dilakukan oleh pencipta arsip yang bersangkutan. Riwayat arsip berkaitan dengan informasi
singkat mengenai riwayat sistem penataan, kondisi, dan pengiriman arsip dari tempat
penyimpanan ke lembaga kearsipan.
5. Pengolahan
Tahap kedua pengelolaan arsip statis, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2009 tentang Kearsipan, dilaksanakan melalui kegiatan pengolahan arsip statis.
Pengolahan arsip statis adalah proses pembuatan sarana bantu penemuan kembali arsip statis
berdasarkan kaidahkaidah kearsipan melalui kegiatan deskripsi dan penataan arsip. Pengolahan
arsip statis akan menghasilkan sarana bantu penemuan kembali arsip (finding aids). Jenis sarana
bantu penemuan kembali arsip statis yang umum dihasilkan dalam rangka pengolahan arsip statis
pada lembaga kearsipan itu berupa daftar arsip statis, inventaris arsip, dan guide arsip statis.
Ketiga jenis sarana bantu penemuan kembali arsip statis ini digunakan oleh unit kerja
penyimpanan dan layanan informasi arsip pada lembaga kearsipan dalam rangka akses dan
layanan informasi kepada pengguna arsip (user). Ketersediaan sarana bantu penemuan kembali
arsip statis sebagai hasil (output) dari kegiatan pengolahan arsip statis pada lembaga kearsipan
merupakan salah satu prasyarat aksesibilitas arsip statis yang disimpan oleh lembaga kearsipan.
Oleh karena itu, dalam rangka menjamin ketersediaan arsip statis untuk berbagai kepentingan,
seperti kegiatan pemerintahan, penelitian, pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan serta
penyebaran informasi arsip statis pada lembaga kearsipan, harus tersedia daftar arsip statis,
inventaris arsip, dan guide arsip statis yang dilaksanakan melalui kegiatan pengolahan arsip
statis.
1. Prinsip
2. Pengolahan arsip statis merupakan keseluruhan proses analisis pengorganisasian kelompok arsip
statis melalui pemahaman asal usul dan aturan asli arsip statis serta arsip statis ditetapkan dalam
fonds, seri, berkas, dan item dengan aturan yang melindungi dan mencerminkan pemahaman itu.
3. Pengolahan arsip statis harus tetap setia mereproduksi dan mendokumentasikan susunan serta
proses yang digunakan untuk menangkap (capture), menciptakan, mengolah, dan memelihara
arsip selama digunakan oleh penciptanya.
4. Pengolahan arsip statis diatur dengan prinsip respect des fonds. Prinsip respect des fonds terdiri
atas dua konsep terkait, yaitu asal usul (provenance) dan aturan asli (original order). Asal usul
mengacu pada ‘lembaga asal’ arsip (pencipta arsip); sedangkan aturan asli mengacu pada aturan
dan pengorganisasian arsip yang diciptakan serta disimpan oleh lembaga asalnya. Penjelasannya
sebagai berikut. a) Respect des fonds: respek terhadap pencipta arsip, termasuk pemeliharaan
asal usul dan aturan asli. b) Asal usul (provenance): organisasi atau perseorangan yang membuat
atau menerima, memelihara, dan menggunakan arsip dinamisnya. c) Aturan asli (original order):
aturan terhadap arsip yang diciptakan, diolah, dan dipelihara.
5. Prinsip-prinsip tersebut mensyaratkan lembaga kearsipan untuk mengolah arsip statis
lembaga/organisasi yang berbeda secara terpisah dan memelihara aturan asli arsip statis yang
diterima. Penerapan prinsip-prinsip tersebut sebagai berikut.
1. Tidak menggabungkan arsip statis dari dua lembaga/organisasi. Arsip statis dari
lembaga/organisasi yang berbeda harus dikelola terpisah meskipun lembaga/organisasi itu
terlibat pada kegiatan yang sama atau memiliki orang-orang yang sama. Demikian pula arsip
statis pribadi dari perseorangan yang berbeda tidak digabungkan meskipun individuindividu
tersebut terkait atau mengalami peristiwa yang sama.
2. Tidak mengolah kembali arsip statis yang sudah memperlihatkan aturan aslinya. Aturan asli arsip
statis yang diterima tidak harus diolah kembali apabila aturannya jelas menggambarkan fungsi
dan aktivitas pencipta arsip. Secara khusus, arsip statis tidak harus diolah berdasarkan subjek,
tanggal, atau medianya jika tidak sesuai dengan aturan asli arsip ketika diciptakan.
3. Mengidentifikasi level arsip statis sesuai dengan level hierarki pengaturan yang digunakan dalam
pekerjaan kearsipan.
6. Jika tidak ada cara untuk membedakan aturan apa pun dalam arsip statis atau jika arsip statis
diolah secara sembarangan, lembaga kearsipan dapat menggunakan aturan artifisial (buatan)
yang dapat mencerminkan semangat dan tujuan pencipta arsipnya serta memfasilitasi
penggunaan arsip statis untuk penelitian.
Prosedur
Prosedur pengolahan arsip statis dalam rangka penyusunan sarana bantu penemuan kembali arsip
statis (finding aids)dilakukan melalui tahapan kerja sebagai berikut: 1) identifikasi arsip; 2)
penyusunan rencana teknis; 3) melaksanakan penelusuran sumber data; 4) penyusunan skema
sementara pengaturan arsip; 5) rekonstruksi arsip; 6) deskripsi arsip statis; 7) manuver/penyatuan
informasi arsip statis; 8) penyusunan skema definitif pengaturan arsip. 9) penomoran definitif;
10) manuver fisik dan penomoran arsip; 11) pemberian label arsip dan penataan dalam boks
arsip; 12) penulisan draf sarana bantu penemuan arsip; 13) penilaian dan uji petik; 14) perbaikan
atas hasil penilaian dan uji petik; 15) pengesahan daftar arsip statis.
Preservasi
Tahap ketiga pengelolaan arsip statis, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2009 tentang Kearsipan, dilaksanakan melalui kegiatan preservasi arsip statis. Preservasi
adalah keseluruhan proses dan kerja dalam rangka perlindungan arsip statis terhadap kerusakan
arsip atau unsur perusak dan restorasi/perbaikan bagian arsip yang rusak. Preservasi ditinjau dari
tindakannya yang terdiri atas preservasi preventif dan preservasi kuratif. Menurut Ellis (1993),
preservasi adalah tindakan yang memungkinkan bahan arsip dapat dipertahankan dalam jangka
waktu lama melalui kegiatan penyimpanan, perlindungan, dan pemeliharaan arsip statis di
lembaga kearsipan. Walne (1988) mendefinisikan preservasi sebagai proses perlindungan arsip
dari kerusakan ataupun penurunan daya tahan serta tindakan perbaikan terhadap arsip yang
mengalami kerusakan atau penurunan. Sementara itu, menurut Bellardo (1992), yang termasuk
dalam kegiatan preservasi adalah memindahkan informasi arsip yang terekam dalam suatu media
ke media lainnya, misalnya ke microfilm.
Preservasi arsip statis secara umum bertujuan melindungi fisik dan informasi arsip statis agar
memiliki ketahanan yang optimal serta menghindarkan kerusakan sehingga fisik dan informasi
yang dikandungnya dapat terlindungi selama mungkin atau lestari. Preservasi arsip statis
meliputi kegiatan berikut:
1. pemeliharaan dan penjagaan arsip statis terhadap berbagai faktor perusak arsip, baik yang
diakibatkan oleh faktor internal maupun faktor eksternal (tindakan yang bersifat pencegahan atau
preventif);
1. perawatan dan perbaikan terhadap arsip statis apabila suatu waktu terjadi kerusakan (tindakan
yang bersifat kuratif atau korektif);
2. pengamanan dan perlindungan terutama terhadap informasi yang terkandung dalam arsip statis.
Selain istilah “preservasi”, istilah lain yang sering digunakan untuk merujuk kegiatan yang
berkaitan dengan pelestarian arsip statis pada lembaga kearsipan adalah istilah “konservasi arsip”
(conservation). Dalam konteks penyelenggaraan kearsipan di Indonesia, konsep “konservasi
arsip” merupakan bagian dari “preservasi arsip”. Menurut Ellis (1993), konservasi adalah proses
dari preservasi secara fisik terhadap media rekam asli arsip. Dalam pelaksanaannya, konservasi
ini menyangkut dua hal, yaitu konservasi yang bersifat pencegahan (preventive conservation)
dan konservasi yang bersifat perbaikan (restoration conservation). Secara alami, keberadaan
media arsip statis di lembaga kearsipan akan mengalami proses penurunan daya tahan jika
disimpan dalam jangka waktu lama. Kertas sebagai salah satu media perekam informasi arsip
statis merupakan bahan organik yang dapat terurai seiring dengan berjalannya waktu. Demikian
pula arsip statis jenis lainnya, seperti arsip foto, film, video, rekaman suara, memiliki risiko
kerusakan karena mengandung bahan-bahan yang tidak stabil. Proses penurunan daya tahan
terhadap media arsip statis di lembaga kearsipan akan terus berjalan dan sering tidak diketahui
dan tidak mampu untuk dicegah sampai ditemukan perubahan pada fisik arsip. Oleh karena itu,
upaya yang dapat dilakukan adalah memperlambat dan mengurangi kerusakan yang terjadi serta
menjamin arsip tersimpan dalam lingkungan yang aman.
Lembaga kearsipan yang memiliki tugas, fungsi, dan tanggung jawab di bidang pengelolaan
arsip statis harus memiliki komitmen untuk menjamin keselamatan dan kelestarian arsip statis.
Pimpinan lembaga kearsipan wajib memberikan bukti komitmennya dalam bentuk kebijakan
preservasi arsip statis dalam penyusunan dan implementasi sistem manajemen preservasi secara
efektif dan berkesinambungan. Namun demikian, preservasi arsip statis pada lembaga kearsipan
bukanlah tugas yang mudah. Preservasi arsip statis yang dilakukan di seluruh dunia menghadapi
masalah yang serius karena kerusakan yang disebabkan oleh berbagai faktor perusak. Sumber
kerusakan arsip statis dapat berasal dari faktor internal dan eksternal. Faktor perusak internal
dapat disebabkan oleh penyusun bahan dasar arsip itu sendiri, di antaranya penggunaan bahan-
bahan yang berbahaya dalam proses pembuatan bahan dasar arsip (misalnya lignin dan alum
rosin) serta penggunaan tinta yang bersifat asam. Faktor perusak eksternal dapat disebabkan oleh
lingkungan tempat arsip statis disimpan, seperti suhu dan kelembapan yang tidak stabil, sinar
ultraviolet, polusi udara, hama perusak arsip statis (seperti jamur/kapang, serangga, dan binatang
pengerat), serta faktor manusia (seperti ketidakpedulian ketika menangani arsip dan pencurian).
Upaya melindungi arsip statis terhadap kerusakan arsip yang disebabkan oleh berbagai faktor
perusak dilakukan melalui kegiatan preservasi arsip statis, baik secara preventif maupun kuratif.
1. Kebijakan preservasi
Kebijakan preservasi arsip statis yang ditetapkan oleh pimpinan lembaga kearsipan sangat
diperlukan karena merupakan kerangka kerja untuk tetap mempertahankan arsip dalam keadaan
optimal sehingga arsip memiliki kesempatan terbaik untuk tetap bertahan dalam jangka waktu
yang lama. Kebijakan preservasi arsip statis juga merupakan pernyataan mengenai ketentuan-
ketentuan preservasi secara garis besar yang dibuat oleh pemegang kebijakan lembaga kearsipan.
Prinsip-prinsip dalam menentukan kebijakan preservasi arsip statis pada lembaga kearsipan
sebagai berikut. 1) Arsip statis harus dilestarikan selamanya. 2) Semua aspek dari format asli
meliputi nilai kesejarahan, teks, gambar, dan keadaan fisik lainnya tetap dilestarikan. 3)
Tindakan preservasi preventif dilakukan untuk mencegah dan mengurangi semua efek kerusakan
pada arsip statis. 4) Tindakan preservasi kuratif dilakukan terhadap arsip yang teridentifikasi
mengalami kerusakan arsip dan terhadap arsip yang sudah diprioritaskan untuk pemulihannya. 5)
Semua tindakan di atas dilakukan secara profesional sesuai standar.
Metode preservasi
Metode preservasi arsip statis di lembaga kearsipan harus menyangkut pada dua jenis presrvasi
arsip, yaitu preservasi yang bersifat preventif atau pencegahan (preventive preservation) serta
preservasi yang bersifat perbaikan (curative/restoration preservation). Preservasi preventif adalah
preservasi yang bersifat pencegahan terhadap kerusakan arsip statis melalui penyediaan
prasarana dan sarana, perlindungan, pemeliharaan, serta pembatasan akses arsip statis. Sementara
itu, reservasi kuratif adalah preservasi yang bersifat perbaikan/perawatan terhadap arsip statis
yang rusak atau kondisinya memburuk sehingga dapat memperpanjang usia arsip statis di
lembaga kearsipan. Penerapan preservasi arsip statis dengan metode preventif dan kuratif di
lembaga kearsipan sesuai dengan amanat Pasal 60 ayat (1) dan (2) Nomor 43 Tahun 2009
tentang Kearsipan yang menyebutkan bahwa preservasi arsip statis dilakukan untuk menjamin
keselamatan dan kelestarian arsip statis. Preservasi arsip statis dilakukan secara preventif dan
kuratif. Untuk efektivitas dan efisiensi, sebaiknya dalam implementasi program preservasi arsip
statis, lembaga kearsipan harus mengutamakan preservasi yang bersifat preventif atau
pencegahan karena jika arsip statis telanjur rusak akan sangat sulit untuk mengembalikannya ke
keadaan semula serta informasi yang terkandung di dalam arsip statis tidak dapat digunakan.
Tindakan preservasi arsip statis secara kuratif di lembaga kearsipan harus dilakukan sesegera
mungkin terhadap arsip statis yang telah mengalami kerusakan dengan cara perbaikan. Teknik
perbaikan/perawatan/restorasi yang digunakan tergantung dari jenis media dan jenis kerusakan
yang terjadi pada arsip statis. Untuk melakukan tindakan preservasi secara kuratif, lembaga
kearsipan membutuhkan ruangan, peralatan, dan petugas yang ahli serta pendukung lain sesuai
dengan karakter arsip statis yang ditangani.
Akses
Tahap keempat pengelolaan arsip statis, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2009 tentang Kearsipan, dilaksanakan melalui kegiatan akses arsip statis. Akses arsip
adalah ketersediaan arsip sebagai hasil dari kewenangan hukum dan otorisasi legal serta
keberadaan sarana bantu untuk mempermudah penemuan dan pemanfaatan arsip. Adelman dan
Elliot dalam Hikmat (1999: 35) menjelaskan akses sebagai cakupan pelayanan bagi kelompok-
kelompok masyarakat dalam menggunakan pelayanan publik. Secara khusus, mereka
menambahkan kelompok-kelompok mana yang harus tercakup (beneficieries) dalam pelayanan
dan mana yang tidak baik. Pilihan ini merupakan dilema-dilema yang khas (akses, daya tanggap,
profesionalisme, dan keefektifan) yang menghadang para administrator pelayanan kearsipan
ketika mereka berhadapan dengan pengguna arsip. Kata akses (kemudahan) biasanya dilengkapi
dengan kata abilitas (kemampuan) sehingga menjadi kata aksesibilitas. Aksesibilitas merupakan
istilah umum yang dipergunakan untuk menggambarkan seberapa mudah orang mendapatkan
sesuatu, mempergunakannya dan memahaminya, serta seberapa mudah sesuatu bisa
dipergunakan oleh pengguna dengan tipe tertentu (Rosmilawati, 2005: 5).
Akses dalam kearsipan adalah ketersediaan arsip untuk dibaca sebagai akibat ketentuan hukum
yang berlaku dan tersedianya sarana penemuan arsip. Ini juga berarti tersedianya izin untuk
membaca arsip atau manuskrip atau kesempatan yang diberikan untuk memperoleh
arsip/informasi yang demi pertimbangan keamanan masih dinyatakan tertutup atau yang
penggunanya masih dibatasi secara administratif. Walne (1989: 15) mendefinisikan akses
sebagai kesempatan untuk menggunakan arsip sebagai akibat berlakunya peraturan perundangan
dan tersedianya sarana penemuan kembali arsip. Akses dalam bahasa Inggris dikenal dengan
istilah acces, sedangkan dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah openbaarheid. Namun,
openbaarheid ini tidak secara otomatis berlaku. Ia harus didampingi dengan toegankelijkheid
(Rijksarcheifscool, 1975: 17 dalam Utomo, 1994: 4). Dengan telah disediakannya
toegankelijkheid, ini berarti setiap arsip statis yang disimpan sudah ada jalan masuk atau sarana
penemuan kembali (finding aids).
layanan arsip statis terdiri dari: 1. Keterbukaan arsip statis, meliputi prinsip, pembatasan
keterbukaan, dan tujuan pembatasan keterbukaan; 2. Aksesibilitas arsip statis kepada publik
sesuai kaidah-kaidah kearsipan dan ketentuan peraturan perundang-undangan; 3. Pelayanan arsip
statis, meliputi: prinsip, prasarana dan sarana, petugas layanan, persyaratan petugas layanan,
kewajiban dan kewenangan petugas layanan, jenis layanan, serta prosedur pelayanan.
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan mewajibkan lembaga kearsipan
sesuai dengan wilayah kewenangannya untuk menjamin kemudahan akses arsip statis bagi
pengguna arsip untuk kepentingan pemanfaatan, pendayagunaan, dan pelayanan publik dengan
memperhatikan prinsip keutuhan, keamanan, dan keselamatan arsip. Karena itu dalam menjamin
kemudahan akses dan layanan arsip statis bagi pengguna arsip, lembaga kearsipan perlu
menetapkan ketentuan umum yang berkaitan dengan akses dan layanan arsip statis. Ketentuan
umum akses dan layanan arsip statis merupakan kebijakan pimpinan lembaga kearsipan sesuai
kebutuhan dan budaya lembaga kearsipan masing-masing berdasarkan pedoman yang ditetapkan
oleh ANRI dan ketentuan peraturan perundang-undangan. A. Prinsip Akses dan Layanan Arsip
Statis 1. Berdasarkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan, arsip statis sudah
dapat dibuka (principle of legal authorization); 2. Ketersediaan sarana bantu penemuan kembali
arsip statis (finding aids), baik manual maupun elektronik; 3. Kondisi fisik dan informasi arsip
statis yang akan diakses dan diberikan kepada pengguna arsip statis dalam keadaan baik; 4.
Akses dan layanan arsip statis harus mempertimbangkan keamanan dan pelestarian, atau
terhindar dari risiko kerusakan, kehilangan, dan vandalisme pengguna arsip statis; 5. Akses arsip
statis dilaksanakan secara wajar, dengan pelayanan paling mendasar, tanpa biaya, kecuali
dinyatakan lain/diatur dengan PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak); 6. Ketersedian akses
arsip statis dilakukan melalui prosedur yang jelas (transparan) kepada semua pengguna arsip
statis tanpa membedakan (diskriminasi) apapun kebangsaannya, latar belakang, usia, kualifikasi
atau kepentingan penelitiannya; 7. Prosedur akses harus sesederhana mungkin untuk menjamin
perlindungan arsip statis pemindahan atau perusakan. dan penghilangan,
pengubahan,pemindahan atau perusakan
A. Jenis Layanan Arsip Statis Lembaga kearsipan sesuai dengan wilayah kewenangannya
memberikan layanan arsip statis, antara lain: 1. Penggunaan dan pemanfaatan sarana bantu
penemuan kembali arsip statis, baik manual maupun elektronik; 2. Pemberian jasa konsultasi
penelusuran arsip statis; 3. Penggunaan dan peminjaman arsip statis di ruang baca dalam
berbagai bentuk dan media; 4. Pemberian referensi atau bacaan lain yang dapat mendukung
penelitian pengguna arsip statis; 5. Penggunaan atau pemanfaatan seluruh fasilitas layanan arsip
yang tersedia, baik arsip kertas maupun nonkertas; 6. Penyediaan jasa reproduksi arsip baik
untuk arsip kertas maupun nonkertas; 7. Penyediaan jasa transliterasi, transkripsi, alih bahasa
dalam bahasa Indonesia, bahasa daerah (nusantara) maupun dalam bahasa asing.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KEARSIPAN
Records dalam ISO 15489 berarti Information created, received, and maintained as evidence and
information by an organization or person, in pursuance of legal obligation or in the transaction.
Versi Indonesia dari ISO 15489 dengan nama Standar Nasional Indonesia/SNI No.19-6962.1-
2003 Umum. Dalam standar SNI 19-6962.1 2003 pada poin “ruang lingkup” dijelaskan bahwa
istilah “Rekaman” dipakai untuk menggantikan istilah “Records”, rekod atau arsip dinamis.
Standar ISO 15489 memberikan pedoman records management guna mendukung kerangka
proses kualitas agar memenuhi ISO 9001 tentang Sistem Manajemen Mutu dan ISO 14001
tentang Sistem Manajemen Lingkungan. ISO15489/SNI 19-6962.1-2003 merupakan panduan
bagi pemerintah/ swasta untuk mengelola records dalam berbagai format dan media. 1. Semua
elemen di ISO ini direkomendasikan untuk menjamin agar records yang diperlukan dapat dicipta,
ditata, dikelola dengan benar. 2. Pihak yang disarankan memakai standar ini a. Pimpinan
organisasi. b. Profesional manajemen arsip, informasi, dan teknologi. c. Semua personal lain di
dalam organisasi. d. Individu lain yang bertugas mencipta dan memelihara arsip. 3. Manajemen
Arsip dalam tiap organisasi a. Penetapan kebijakan dan standar. b. Penunjukan tanggung jawab
dan wewenang. c. Penetapan dan pengembangan pedoman dan prosedur. d. Pemberian berbagai
layanan yang berhubungan dengan manajemen dan penggunaan arsip/rekaman. e. f. Merancang,
mengimplementasikan dan mengendalikan sistem khusus untuk pengelolaan arsip.
Mengintegrasikan manajemen arsip ke dalam proses dan sistem bisnis. 1.8 Metodologi Penelitian
dan Laporan Kearsipan E. PENDEKATAN DAN MODEL DALAM PENGELOLAAN
ARSIP Dalam memahami objek kajian kearsipan dikenal adanya pendekatan life cycle (daur
hidup arsip). Di samping itu, ada model yang dapat digunakan untuk memahami objek kajian
kearsipan. Berikut akan dikemukakan kedua hal tersebut. 1. Pendekatan Daur Hidup Daur hidup
arsip merupakan cara yang populer dalam memandang manajemen arsip. Kennedy (1998)
membagi menjadi lima fase utama, yaitu penciptaan, distribusi, penggunaan, pengelolaan,
penyusutan. Elemen program manajemen arsip menurut Kennedy (1998: 3) terdiri atas sistem
pengelolaan arsip (recordkeeping systems), analisis kebutuhan manajemen arsip dinamis,
penilaian dan penyusutan arsip, manajemen penangkapan dan penciptaan arsip dinamis,
manajemen arsip aktif, kebijakan dan prosedur, program pelatihan, manajemen arsip inaktif,
program perlindungan arsip vital. Sementara itu, Betty Ricks (1992) dalam membahas records
management memperkenalkan konsep sistem, yaitu Sistem Manajemen Arsip Dinamis. Sistem
diartikan sebagai sekumpulan dari bagian-bagian yang saling berhubungan yang bekerja bersama
untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan records management system adalah memberikan informasi
yang benar kepada orang yang benar pada saat yang tepat dengan kebaya yang seminim
mungkin. Sistem terdiri atas tiga elemen dasar input, proses, dan output, ketiganya menyumbang
untuk pencapaian tujuan sistem (lihat Gambar 1.1). ASIP4427/MODUL 1 1.9 Gambar 1.1.
Sistem Manajemen Arsip Dinamis Input merupakan bahan-bahan untuk memproses agar tujuan
untuk menyediakan arsip yang benar untuk orang yang benar, pada saat yang tepat dan dengan
biaya seminimal mungkin tercapai. Informasi dalam output adalah bentuk bahan-bahan terekam.
Peralatan dan perlengkapan sebagai input adalah semua hardware, software maupun peralatan
yang digunakan untuk memproses arsip dinamis (records), peralatan bisa dalam bentuk
tradisional, seperti rak arsip, filing kabinet maupun dalam bentuk komputer. Uang merupakan
sumber yang digunakan untuk membiayai baik dalam perencanaan, implementasi, pengendalian
sistem keseluruhan dari administrasi arsip. Orang sebagai input adalah pegawai maupun
manajernya yang menghasilkan arsip dinamis maupun yang mengolah input dalam sistem. 1.10
Metodologi Penelitian dan Laporan Kearsipan Komponen proses, meliputi fungsi yang terdiri
atas penciptaan/ penerimaan arsip, distribusi, penggunaan, pemeliharaan, dan penyusutan.
Penciptaan dan penerimaan, meliputi klasifikasi dokumen, korespondensi, formulir, laporan,
input dan output komputer, distribusi intern, ekstern (meliputi electronical mail, sistem
persuratan, akses terhadap database), Penggunaan (meliputi filing, retrieving/penemuan kembali,
transfer dokumen), Penyusutan (meliputi dokumen inaktif, pemusnahan dokumen, jadwal retensi
dokumen). Subsistem tujuan berpungsi menyediakan informasi yang cepat, tepat, kepada orang
yang berhak. Jadi, pelayanan arsip hanya diberikan kepada orang yang berkepentingan. Adapun
siapa yang dinyatakan mempunyai akses harus diatur lebih lanjut dalam ketentuan pengelolaan
arsip di organisasi masing-masing. 2. Model Aktivitas dan Entitas (Activity and Entity Models)
Pendekatan yang lain untuk memahami manajemen kearsipan diperkenalkan oleh University of
Columbia Master of Archival Studies Research Team dan U.S Departement of Defense Records
Management Task Force dalam model Activity and Entity Models. Dalam pengelolaan arsip hal
yang harus diperhatikan, antara lain dokumen yang dihasilkan, informasi tentang pencipta
dokumen (records creator) dan dokumennya (its records), pengetahuan/ilmu kearsipan (archival
science), peraturan perundangan (Juridical system), tugas dan fungsi organisasi (creator’s
mandate and functions), standar nasional dan internasional (national and international standards),
tempat penyimpanan, software dan hardware, sumber daya manusia. ASIP4427/MODUL 1
1.11 Manajemen Arsip Sumber: Adaptasi model The US Department of Defense (US DoD)
Records Management Program Management Office and the University of British
Columbia(UBC), Project Genesis & Preservation of an Agency’s Archival Fonds, 11 Juni 1996.
Gambar 1.2 Model di atas dapat digunakan untuk membuat model pengelolaan arsip di Indonesia
sehingga akan terlihat pengelolaan arsip dengan aspek-aspek yang terkait lainnya. a. Aspek
Dokumen Masuk terlihat dokumen yang masuk, jumlah dokumen/arsip, jenis media (arsip kertas,
nonkertas). Dari aspek ini hal yang perlu diketahui adalah jenis-jenis dokumen apa yang
dihasilkan oleh suatu organisasi. b. Informasi tentang Pencipta dan Arsipnya Sementara itu, dari
sisi organisasi pencipta dapat diketahui jenis organisasinya, misal organisasi pemerintah atau
swasta. Jenis perusahaan atau bukan. Jika merupakan perusahaan apakah bidang perbankan,
pertambangan, manufacturing atau jenis lainnya. Dari aspek ini yang perlu diketahui adalah
tugas dan fungsi organisasi, seperti fungsi substantif, fungsi fasilitatif suatu organisasi, deskripsi
kerja (job description) setiap jabatan, serta tugas fungsinya. 1.12 Metodologi Penelitian dan
Laporan Kearsipan Misalnya, perusahaan mempunyai fungsi pokok produksi, marketing,
perguruan tinggi mempunyai fungsi pokok pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan
pengabdian masyarakat. Adapun fungsi fasilitatif, contohnya arsip kepegawaian, arsip
perlengkapan, arsip keuangan. 3. Aspek Ilmu Kearsipan Ketentuan yang berlaku baik dalam
manajemen arsip dinamis (Records Management) maupun manajemen arsip statis (Archives
management) maupun prinsip yang berlaku dalam kearsipan, seperti prinsip original order,
provenance adalah acuan yang harus ditaati dalam pengelolaan arsip. Original Order adalah
Urutan atau tertib penyimpanan arsip ketika masa aktifnya, yaitu tertib akumulasi arsip ketika
diciptakan, di kelola, dan digunakan. Prinsip aturan asli (Original Order) menghendaki bahwa
pengaturan asli arsip harus dipertahankan. Arsip boleh direkonstruksi, kecuali jika sesudah
diadakan pemeriksaan yang cermat ternyata penumpukan arsip secara sembarangan sehingga
arsip tidak dapat ditemukan. Provenance adalah badan, lembaga, kantor atau perseorangan asal
arsip, yaitu entitas yang menciptakan, menerima atau mengakumulasi dan menggunakan arsip
dalam rangka pelaksanaan kegiatannya atau kehidupan pribadinya. Prinsip provenance adalah
prinsip yang menghendaki khasanah arsip suatu badan atau orang tidak boleh dicampur ataupun
dikombinasikan dengan arsip dari badan atau orang lain. Dengan kata lain, arsip disimpan dan
didokumentasikan sesuai dengan konteks organisasi dan atau fungsinya. 4. Aspek Hukum
(Juridical systzem) Aspek Hukum (Juridical system), Peraturan, dan Undang-undang yang Harus
Diperhatikan dalam Kearsipan di Indonesia adalah sebagai berikut. a. Undang-undang No. 7
Tahun 1971 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan. b. Undang-undang No. 8 Tahun
1997 tentang Dokumen Perusahaan. c. Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1979 tentang
Penyusutan Arsip. d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 87 Tahun 1999 tentang Tata
Cara Penyerahan dan Pemusnahan Dokumen Perusahaan. e. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 88 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pengalihan Dokumen Perusahaan ke dalam
Microfilm atau Dokumen lainnya dan legalisasi. ASIP4427/MODUL 1 1.13 f. Keputusan
Presiden No. 105 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Arsip Statis. g. Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara No. 72/KEP/M PAN/07/2003 tentang Pedoman Umum Tata
Naskah Dinas. h. Peraturan Kepala ANRI No. 06 Tahun 2005 tentang Pedoman Perlindungan,
Pengamanan dan Penyelamatan Arsip Vital terhadap Musibah/Bencana. i. j. Surat Edaran Kepala
Arsip Nasional Republik Indonesia No. SE/01/ 1981 tentang: Penanganan Arsip Inaktif sebagai
Pelaksanaan Ketentuan Peralihan Peraturan pemerintah tentang Penyusutan Arsip. Surat Edaran
Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia No. 02 Tahun 1983 tentang Pedoman Umum untuk
Menentukan Nilaiguna Arsip. k. Keputusan Kepala ANRI No. 10 Tahun 2002 tentang Pedoman
Penyusunan Jadwal Retensi. l. Peraturan Bersama Kepala ANRI dengan Badan Kepegawaian
Negara Nomor 05 tahun 2007, Nomor 41 Tahun 2007 tentang Jadwal Retensi Arsip
Kepegawaian Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara. m. Peraturan Kepala Arsip Nasional
Republik Indonesia No. 07 Tahun 2007 tentang Jadwal Retensi Arsip Keuangan. n. Keputusan
Kepala ANRI No. 3 Tahun 2000 tentang Standar Minimal Gedung dan Ruang Penyimpanan
Arsip Inaktif. o. Keputusan Kepala ANRI No. 4 Tahun 2000 tentang Pedoman Penggunaan
Kertas untuk Arsip Bernilaiguna Tinggi. 5. Aspek Standar Kearsipan Dari aspek ini dapat dilihat
adanya standar-standar sebagai berikut. a. Sistem Manajemen Mutu-Persyaratan, SNI 19-9001-
2001 b. International Standard: ISO 15489-1 Information and documentation- Records
management- Part1: General. c. International Standard: ISO 15489-2 Information and
documentation- Records management- Part1: Guidelines. d. Standar Nasional Indonesia SNI 19 -
6962. 1 - 2003 Dokumentasi dan Informasi - Manajemen Rekaman. Bagian 1: Umum. e. ISO/TS
23081-1 Information and documentation- Records management Processes – Metadata for
Records- Part1 : Principles. 1.14 Metodologi Penelitian dan Laporan Kearsipan f. International
Standard: ISO 5963, Documentation- Methods for examining documents, determining their
subjects, and selecting indexing terms. g. ISAD (G): General Standard Archival Description
yang dikeluarkan oleh International Council On Archives. Standar ini sebagai pedoman dalam
melakukan deskripsi arsip lembaga pemerintah. h. ISAAR (CPF) International Standard Archival
Authority Record for Corporate Bodies, Persons and Families. Standar ini sebagai pedoman
dalam melakukan deskripsi arsip badan usaha, perorangan dan keluarga.
Sistem Penyimpanan Arsip Standar kearsipan Standar kearsipan adalah norma, aturan, atau
persyaratan yang dijadikan sebagai acuan, yang biasanya berupa dokumen formal agar ada
keseragaman dalam pelaksanaannya. Standar kearsipan terbagi menjadi dua yaitu: Standar
yuridis, biasanya terbentuk dari perundang-undangan yang digunakan sebagai bahan rujukan dan
mencakup wilayah yang luas, misalnya secara nasional, regional, atau wilayah. Standar de facto,
standar yang dikembangkan oleh masing-masing perusahaan yang biasanya berupa Standard
Operating Procedur (SOP) Standar kearsipan sendiri sudah diatur baik secara nasional maupun
internasional, adapun standar kearsipan yang digunakan yakni: ISO 15489-2001 tentang Record
Management SNI 19-6962. 1-2003 tentang Dokumentasi dan Informasi-Manajemen Rekaman
ISO 23081-2004 tentang Metada for Records ICA Standard, yakni ISAAD, ISAAR, ISDF, dan
standar teknis lainnya
5. Peraturan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2014 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Arsip Nasional Republik Indonesia (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 1759);
1. Arsip Nasional Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat (ANRI) adalah Lembaga
Pemerintah Non Kementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
langsung kepada Presiden.
. 3. Instansi Daerah adalah perangkat daerah provinsi dan perangkat daerah kabupaten/kota yang
meliputi sekretariat daerah, sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah, dinas daerah, dan
lembaga teknis daerah.
4. Perguruan Tinggi Negeri adalah perguruan tinggi yang didirikan oleh Pemerintah melalui
Kementerian dan/atau Lembaga Pemerintah Non Kementerian.
5. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang
memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina
kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.
7. Pejabat yang Berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan melaksanakan proses
pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
8. Jabatan Fungsional Arsiparis adalah jabatan fungsional tertentu yang mempunyai ruang
lingkup fungsi, dan tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melaksanakan kegiatan
kearsipan pada Instansi Pusat, Perguruan Tinggi Negeri, dan Pemerintahan Daerah.
9. Prestasi Kerja Arsiparis adalah hasil kerja yang dicapai oleh setiap Arsiparis sesuai dengan
Sasaran Kerja Pegawai dan perilaku kerja dalam melaksanakan kegiatan kearsipan.
10. Sasaran Kerja Pegawai yang selanjutnya disingkat SKP adalah rencana kerja dan target yang
akan dicapai oleh seorang Arsiparis.
11. Perilaku Kerja Arsiparis adalah setiap tingkah laku, sikap, atau tindakan yang dilakukan oleh
PNS atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
12. Tugas Pokok Arsiparis adalah tugas yang dilakukan Arsiparis dalam melaksanakan kegiatan
kearsipan dalam mendukung tugas pokok dan fungsi satuan unit kerjanya, yang meliputi:
pengelolaan arsip dinamis, pengelolaan arsip statis, pembinaan kearsipan, dan pengolahan dan
penyajian arsip menjadi informasi;
13. Tugas Tambahan Arsiparis adalah tugas lain atau tugas tugas yang ada hubungannya dengan
tugas jabatan Arsiparis yang bersangkutan dan tidak ada dalam SKP yang telah ditetapkan.
14. Rincian Bukti Kerja adalah kelengkapan pendukung kegiatan kearsipan yang wajib
dikumpulkan sebagai bahan penilaian terhadap kualitas hasil kerja Arsiparis.
15. Daftar usul penetapan Nilai Kinerja Arsiparis yang selanjutnya disingkat DUPNK adalah
formulir yang dipergunakan oleh Arsiparis untuk mengajukan usul penetapan Prestasi Kerja
Arsiparis yang diperoleh dalam 1 (satu) tahun pelaksanaan kegiatan kearsipan dan perilaku
kerja Arsiparis.
16. Standar Kualitas Hasil Kerja Pejabat Fungsional Arsiparis yang selanjutnya disingkat SKHK
adalah persyaratan mutu dari suatu kegiatan kearsipan yang harus dipenuhi oleh Arsiparis
untuk mendapatkan penilaian kinerja dari Pejabat Penilai Kinerja dan Tim Penilai Kinerja
Arsiparis.
17. Penetapan Prestasi Kerja Arsiparis adalah meliputi penetapan Angka Kredit Kumulatif
Tahunan, dan penetapan Angka Kredit Kumulatif.
18. Nilai Kinerja yang selanjutnya disingkat NK adalah jumlah nilai SKP ditambah dengan nilai
Prilaku yang dikonversikan menjadi Angka Kredit Kumulatif.
19. Angka Kredit Kumulatif Tahunan yang selanjutnya disingkat AKKT adalah angka kredit
kumulatif minimal per tahun yang harus dicapai oleh Arsiparis sesuai jenjang jabatannya
dalam kurun waktu 1 (satu) tahun periode penilaian untuk dapat terhindar dari nilai kinerja
kurang atau buruk.
20. Angka Kredit Kumulatif yang selanjutnya disingkat AKK adalah angka kredit kumulatif
minimal yang harus dicapai oleh Arsiparis untuk dapat direkomendasikan naik pangkat dan
jabatansesuai jenjang jabatan masing masing Arsiparis.
21. Pejabat Pengusul Penilaian Prestasi Kerja Arsiparis yang selanjutnya disingkat Pejabat
Pengusul adalah pimpinan Unit Kearsipan dan Lembaga Kearsipan yang bertugas
menyampaikan DUPNK Arsiparis ke Tim Penilai Kinerja untuk dilakukan penilaian prestasi
kerja Arsiparis dalam 1 (satu) tahun periode penilaian.
22. Pejabat Penilai KinerjaArsiparis selanjutnya disingkat Pejabat Penilai adalah pejabat yang
berkedudukan sebagai atasan langsung Arsiparis yang mempunyai kewenangan
melaksanakan penilaian kinerja Arsiparis.
23. Tim Penilai Kinerja Instansi adalah tim yang dibentuk oleh Pejabat yang Berwenang dan
ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat/Daerah yang bertugas menjamin
objektivitas penilaian oleh pejabat penilai kinerja dan memberikan pertimbangan terhadap
usulan kenaikan pangkat dan/atau jabatan Arsiparis.
24. Tim Penilai Kinerja Instansi Pembina Jabatan Fungsional Arsiparis adalah tim yang dibentuk
dan ditetapkan oleh pimpinan instansi Pembina Jabatan Fungsional Arsiparis, yang bertugas
menjamin objektivitas penilaian oleh pejabat penilai kinerja dan memberikan pertimbangan
terhadap usulan kenaikan pangkat dan/atau Jabatan FungsionalArsiparis Keahlian jenjang
Ahli Madya dan Ahli Utama.
25. Pejabat Penetap Prestasi Kerja Arsiparis adalah pejabat yang berwewenang menandatangani
penetapan Angka Kredit Kumulatif Tahunan, dan Angka Kredit Kumulatif.
26. Spesimen Tanda Tangan Pejabat Penetap AKK adalah contoh tanda tangan pejabat yang
berwenang menetapkan angka kredit kumulatifdan atau contoh tanda tangan pejabat yang
menerima delegasi wewenang untuk menetapkan Angka KreditKumulatif.
Pasal 2
(1) Pedoman Penilaian Prestasi Kerja Arsiparis merupakan acuan bagi Arsiparis, Pejabat Penilai,
Atasan Pejabat Penilai dan Tim Penilai Kinerja dalam melakukan penilaian prestasi kerja
Arsiparis.
(2) Pedoman Penilaian Prestasi Kerja Arsiparis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
menjamin proses penilaian prestasi kerja Arsiparis yang objektif, terukur, akuntabel,
partisipasif dan transparan pengembangan karier dalam manajemen PNS.
Pasal 3
a. laporan kinerja;
Pasal 4
(1) Penilaian Prestasi Kerja Arsiparis dilaksanakan terhadap SKP dan Perilaku Kerja Arsiparis.
b. Tugas Tambahan.
(4) Rincian tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b berdasarkan Peraturan
Kepala ANRI tentang Pelaksanaan Tugas Jabatan Fungsional Arsiparis.
(5) Tugas Tambahan sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b adalah tugas jabatan:
b. Kegiatan unit kerja tetapi tidak ada dalam SKP Arsiparis yang telah ditetapkan..
c. Kegiatan yang bersumber dari kreativitas, ide, gagasan, inovasi Arsiparis yang bersifat
pengembangan profesi kearsipan yang bermanfaat bagi unit kerja, organisasi, atau negara.
(1) Pejabat Penilai mempunyai tugas dan tanggung jawab melakukan penilaian
dilingkungannya. atas kinerja Arsiparis
(2) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setiap tahun periode penilaian.
(3) Dalam melakukan penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 didasarkan atas bukti kerja
sesuai DUPNK Arsiparis.
(4) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib mempergunakan SKHK sebagai
panduan penilaian.
(5) Dalam melakukan penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, Pejabat
Penilai dapat berkoordinasi dengan unit kepegawaian dilingkungannya.
(6) Dalam melakukan penilaian, Pejabat Penilai dapat mempertimbangkan pendapat rekan kerja
setingkat dan bawahannya.
(7) Dalam hal Pejabat Penilai mendapati kesulitan dalam melakukan penilaian, maka Pejabat
Penilai dapat meminta bantuan kepada sumber daya manusia kearsipan yang berkompeten
untuk melakukan penilaian.
(9) Hasil penilaian Pejabat Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diserahkan kepada Tim
Penilai Kinerja Arsiparis penilaian.
(1) Dalam rangka menjamin objektivitas dan keselarasan hasil penilaian yang dilakukan oleh
Pejabat Penilai, dibentuk Tim Penilai Kinerja.
(2) Tim Penilai Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
(3) Tim Penilai Kinerja Instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas:
(4) Tim Penilai Kinerja Instansi di lingkungan Instansi Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf a terdiri atas:
a. Kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan
kesekretariatan lembaga nonstruktural; dan
Pasal 7
(1) Tim Penilai Kinerja melakukan Penilaian SKP Tahunan Arsiparis sesuai kewenangannya.
tugas, tanggung jawab, dan
(2) Dalam melakukan Penilaian Prestasi Kerja Arsiparis sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Tim Penilai Kinerja memperhatikan hasil penilaian oleh Pejabat Penilai.
(1) Tim Penilai Kinerja Instansi di lingkungan Instansi Pusat dibentuk dan ditetapkan oleh
Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama atau sebutan lain di lingkungannya.
(2) Susunan keanggotaan Tim Penilai Kinerja Instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
terdiri atas:
a. Ketua merangkap anggota dijabat oleh Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama yang
memimpin penyelenggaraan kearsipan dan/ataupejabat yang memimpin Unit Kearsipan
di lingkungan Instansi Pusat;
c. Paling kurang 1 (satu) orang anggota berasal dari unit kerja yang melaksanakan fungsi
dan tugas dibidang kearsipan di lingkungannya; dan
d. Paling kurang 2 (dua) orang anggota dari Arsiparis yang telah tersertifikasi kompetensi
Tim Penilai Kinerja atau minimal memiliki sertifikat Bimbingan Teknis Tim Penilai
Arsiparis.
(3) Ketua Tim Penilai Kinerja Instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sebagai
berikut:
a. Direktur yang membidangi fungsi pembinaan SDM Kearsipan di lingkungan ANRI; dan
b. Kepala Unit Kearsipandi lingkungan Instansi Pusat;
(4) Jumlah anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf d dapat ditambah
dengan ketentuan anggota seluruhnya harus berjumlah ganjil.
Pasal 9
(1) Tim Penilai Kinerja Instansi di lingkungan Perguruan Tinggi Negeri dibentuk dan ditetapkan
oleh Rektor atau sebutan jabatan lain yang setara.
(2) Susunan keanggotaan Tim Penilai Kinerja Instansi di lingkungan Perguruan Tinggi Negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
a. Ketua merangkap anggota dijabat oleh Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama yang
memimpin penyelenggaraan kearsipan Perguruan Tinggi Negeri (LKPTN);
c. Paling kurang 3 (tiga) orang anggota dari Arsiparis yang telah tersertifikasi kompetensi
Tim Penilai Kinerja atau minimal memiliki sertifikat Bimbingan Teknis Tim Penilai
Arsiparis.
(3) Ketua Tim Penilai Kinerja Instansi di lingkungan Perguruan Tinggi Negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah Kepala Lembaga Kearsipan Perguruan Tinggi Negeri.
(4) Jumlah anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat ditambah dengan
ketentuan anggota seluruhnya harus berjumlah ganjil.
Pasal 10
(1) Tim Penilai Kinerja Instansi di lingkungan Pemerintah Provinsi dibentuk dan ditetapkan oleh
Sekretaris Daerah Provinsi.
(2) Susunan keanggotaan Tim Penilai Kinerja Instansi di lingkungan Pemerintah Provinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:
a. Ketua merangkap anggota dijabat oleh Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama yang memimpin
penyelenggaraan urusan pemerintahan dibidang kearsipan;
b. Sekretaris merangkap anggota yang dijabat oleh Pejabat Administrator yang melaksanakan
fungsi dan tugas di bidang kepegawaian yang berasal dari Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi;
c. paling kurang 1 (satu) orang anggota berasal dari unit kearsipan SKPD Provinsi; dan d. paling
kurang 2 (dua) orang anggota dari Arsiparis yang telah tersertifikasi kompetensi Tim Penilai
Kinerja atau minimal memiliki sertifikat Bimbingan Teknis Tim Penilai Arsiparis.
(3) Ketua Tim Penilai Kinerja Instansi di lingkungan Pemerintah Provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah Kepala Lembaga Kearsipan Daerah Provinsi.
(4) Jumlah anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf d dapat ditambah
dengan ketentuan anggota seluruhnya harus berjumlah ganjil.
Pasal 11
(1) Tim Penilai Kinerja Instansi di lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kota dibentuk dan
ditetapkan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota.
a. Ketua merangkap anggota yang dijabat oleh Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama yang
memimpin penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang kearsipan;
c. paling kurang 1 (satu) orang anggota berasal dari unit kearsipan SKPD Kabupaten/Kota;
dan
d. paling kurang 2 (dua) orang anggota dari Arsiparis yang telah tersertifikasi kompetensi
Tim Penilai Kinerja atau minimal memiliki sertifikat Bimbingan Teknis Tim Penilai
Arsiparis.
(3) Ketua Tim Penilai Kinerja Instansi di lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah Kepala Lembaga Kearsipan Daerah Kabupaten/Kota.
(4) Jumlah anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf d dapat ditambah
dengan ketentuan anggota seluruhnya harus berjumlah ganjil. Pasal 12 Tim Penilai Kinerja
Instansi memiliki tugas:
a. mengevaluasi keselarasan hasil penilaian yang dilakukan oleh para Pejabat Penilai terhadap
Arsiparis mulai dari jenjang Arsiparis Terampil, Arsiparis Mahir, Arsiparis Penyelia,
Arsiparis Ahli Pertama, dan Arsiparis Ahli Muda;
Pasal 13
b. mengubah nilai kinerja Arsiparis yang telah ditetapkan oleh Pejabat Penilai jika terdapat
kekeliruan atau kesalahan penilaian;
d. melakukan konversi nilai kinerja Arsiparis menjadi Angka Kredit Kumulatif yang dilakukan
setiap periode penilaian;
e. menetapkan Angka Kredit Kumulatif Tahunan dan Angka Kredit Kumulatif Arsiparis.
Pasal 14
(1) Dalam rangka tertib administrasi dan pengendalian terhadap objektivitas penilaian prestasi
kerja, Pejabat Pembina Kepegawaian dalam menetapkan nilai kinerja Arsiparis, harus
membuat spesimen tanda tangan dan disampaikan kepada Kepala ANRI, Kepala BKN
dan/atau Kepala Kantor Regional BKN.
(2) Dalam hal terjadi pergantian Pejabat Pembina Kepegawaian, pejabat yang menggantikan
harus membuat spesimen tanda tangan dan disampaikan kepada Kepala ANRI, Kepala
BKNdan/atau Kepala Kantor Regional BKN.
Pasal 15
(1) Syarat pembentukan Tim Penilai Kinerja Instansi antara lain: a. paling kurang 35 (tiga puluh
lima) orang Arsiparis di lingkungannya; dan b. paling kurang 2 (dua) orang calon Tim
Penilai Kinerja Instansi yang telah memiliki sertifikat kompetensi Tim Penilai Kinerja
Instansi.
(2) Dalam hal Tim Penilai Kinerja Instansi belum memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), maka Instansi Pusat, Perguruan Tinggi Negeri dan Pemerintah Daerah dapat
membentuk Tim Penilai Kinerja Instansi Gabungan.
(3) Tim Penilai Kinerja Instansi Gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari:
a. Tim Penilai Kinerja Instansi Gabungan lingkup Instansi Pusat adalah gabungan
kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan
kesekretariatan lembaga nonstruktural;
b. Tim Penilai Kinerja Instansi Gabungan Provinsi adalah gabungan dari beberapa
kabupaten/kota dilingkungannya; dan
c. Tim Penilai Kinerja Instansi Gabungan Perguruan Tinggi Negeri adalah gabungan
beberapa Perguruan Tinggi Negeri.
(4) Tim Penilai Kinerja Instansi Gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari
sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dalam melakukan penilaian kinerja
Arsiparis.
(5) Susunan Tim Penilai Kinerja Instansi Gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
melibatkan sumber daya manusia kearsipan sebagai tim penilai dari:
a. ANRI bagi Tim Penilai Kinerja Instansi Gabungan di lingkungan Instansi Pusat;
b. Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi bagi Perguruan Tinggi Negeri; dan
(7) Ketua, Sekretaris dan Sekretariat Tim Penilai Kinerja Gabungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) huruf b unsur yang melaksanakan fungsi dan tugas dibidang kepegawaian
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi.
(8) Ketua, Sekretaris dan Sekretariat Tim Penilai Kinerja Gabungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) huruf cdi Lembaga Kearsipan Provinsi.
(9) Susunan keanggotaan dan sekretariat Tim Penilai Kinerja Instansi Gabungan ditentukan
berdasarkan kesepakatan dan berjumlah ganjil.
Pasal 16
(1) Dalam hal Tim Penilai Kinerja Instansi Gabungan karena beberapa kendala sehingga tidak
dapat dibentuk, maka penilaian Prestasi Kerja Arsiparis dilaksanakan oleh Tim Penilai
Kinerja Instansi Pembina Jabatan Fungsional Arsiparis sampaidengan Tim Penilai Kinerja
Instansi terbentuk.
(2) Usul Penilaian Prestasi Kerja Arsiparis disampaikan oleh Pejabat Pengusul ke Ketua Tim
Penilai Kinerja Instansi Pembina Jabatan Fungsional Arsiparis ANRI melalui Direktur yang
membidangi fungsi pembinaan sumber daya manusia kearsipan ANRI paling lambat setiap
tanggal 15 Januari pada tahun berikutnya, dengan melampirkan:
e. Surat Pernyataan Melakukan Kegiatan (SPMK) yang ditandatangani oleh Pejabat Penilai
dan/atau pimpinan unit kerja sesuai pelaksanaan tugas pokok dan tugas tambahan yang
dilakukan oleh Arsiparis.
(3) Pejabat Pengusul sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terdiri atas:
a. Kepala Unit Kearsipan Instansi Pusat paling rendah setingkat eselon III;
Pasal 17
(1) Syarat untuk menjadi Anggota Tim Penilai Kinerja Instansi adalah sebagai berikut:
a. pangkat dan jabatan paling rendah sama dengan pangkat dan jabatan Arsiparis yang dinilai;
b. memiliki keahlian serta kemampuan untuk menilai Prestasi Kerja Arsiparis secara objektif;
dan
(2) Syarat menjadi Anggota Tim Penilai Kinerja Instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b harus mengikuti dan lulus uji kompetensi Tim Penilai Kinerja Instansi.
(3) Apabila jumlah Anggota Tim Penilai Kinerja Instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak dapat dipenuhi, maka Anggota Tim Penilai Kinerja Instansi dapat diangkat dari PNS
lain yang memiliki kompetensi untuk menilai kinerja Arsiparis.
(4) Dalam hal terdapat Anggota Tim Penilai Kinerja Instansi yang ikut dinilai, maka Arsiparis
yang bersangkutan tidak diperkenankan menilai kinerja dirinya sendiri.
Pasal 18
(1) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Tim Penilai Kinerja Instansi didukung oleh
Sekretariat Tim Penilai Kinerja Instansi.
(2) Sekretariat Tim Penilai Kinerja Instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
unit kerja yang mempunyai tugas dan fungsi dalam melakukan pembinaan kearsipan.
(3) Pembiayaan untuk pelaksanaan tugas dan fungsi Tim Penilai Kinerja Instansi dibebankan
kepada anggaran instansi yang bersangkutan.
Pasal 19
(1) Masa jabatan keanggotaan Tim Penilai Kinerja Instansi adalah 3 (tiga) tahun.
(2) Keanggotaan Tim Penilai Kinerja Instansi maksimal menduduki jabatan dalam 2 (dua) masa
jabatan berturut-turut.
(3) Tim Penilai Kinerja Instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), karena alasan tertentu
dapat diangkat kembali pada masa jabatan yang ketiga dengan syarat setelah melampaui
masa tenggang waktu 1 (satu) masa jabatan.
Paragraf 2 Tim Penilai Kinerja Instansi Pembina Jabatan Fungsional Arsiparis Pasal 20
(1) Pembentukan Tim Penilai Kinerja Instansi Pembina Jabatan Fungsional Arsiparis sebagai
berikut: a. terdapat jabatan Arsiparis Ahli Madya dan/atau Arsiparis Ahli Utama yang
dinilai; dan b. tersedia sekretariat tetap Tim Penilai Kinerja Instansi Pembina Jabatan
Fungsional Arsiparis di ANRI.
(2) Tim Penilai Kinerja Instansi Pembina Jabatan Fungsional Arsiparis bertempat di ANRI.
(3) Tim Penilai Kinerja Instansi Pembina Jabatan Fungsional Arsiparis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala ANRI.
Pasal 21
(1) Tim Penilai Kinerja Instansi Pembina Jabatan Fungsional Arsiparis mempunyai tugas:
a. mengevaluasi keselarasan hasil penilaian yang dilakukan oleh para Pejabat Penilai
terhadap Arsiparis Ahli Madya dan Arsiparis Ahli Utama;
Pasal 22
Tim Penilai Kinerja Instansi Pembina Jabatan Fungsional Arsiparis mempunyai kewenangan
sebagai berikut:
b. mengubah nilai kinerja yang telah ditetapkan oleh Pejabat Penilai jika terdapat kekeliruan atau
kesalahan penilaian;
d. melakukan konversi nilai kinerja menjadi Angka Kredit Kumulatif yang dilakukan setiap
periode penilaian; dan e. menetapkan Angka Kredit Kumulatif Tahunan dan Angka Kredit
Kumulatif.
Pasal 23
(1) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Tim Penilai Kinerja Instansi Pembina Jabatan
Fungsional Arsiparis didukung oleh Sekretariat Tim Penilai Kinerja Instansi Pembina
Jabatan Fungsional Arsiparis.
(2) Sekretariat Tim Penilai Kinerja Instansi Pembina Jabatan Fungsional Arsiparis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh direktorat yang membidangi urusan sumber daya
manusia kearsipan ANRI.
(3) Pembiayaan untuk pelaksanaan tugas dan fungsi Tim Penilai Kinerja Instansi Pembina
Jabatan Fungsional Arsiparis dibebankan kepada anggaran ANRI. Pasal 24 (1) Keanggotaan
Tim Penilai Kinerja Instansi Pembina Jabatan Fungsional Arsiparis terdiri atas:
a. pejabat yang berasal dari unit teknis yang membidangi fungsi pembinaan kearsipan
nasional;
(2) Susunan keanggotaan Tim Penilai Kinerja Instansi Pembina Jabatan Fungsional Arsiparis
terdiri atas:
Pasal 25
(1) Ketua merangkap Anggota Tim Penilai Kinerja Instansi Pembina Jabatan Fungsional
Arsiparis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a, dijabat oleh Deputi yang
membidangi fungsi pembinaan kearsipan ANRI.
(2) Wakil Ketua merangkap Anggota Tim Penilai Kinerja Instansi Pembina Jabatan Fungsional
Arsiparis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf b, dijabat oleh Direktur yang
membidangi fungsi pembinaan sumber daya manusia kearsipan dan sertifikasi ANRI.
(3) Sekretaris merangkap Anggota Tim Penilai Kinerja Instansi Pembina Jabatan Fungsional
Arsiparis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf c, berasal dari unsur
kepegawaian.
(4) Anggota Tim Penilai Kinerja Instansi Pembina Jabatan Fungsional Arsiparis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf d, paling kurang 2 (dua) orang dari pejabat
fungsional Arsiparis yang telah tersertifikasi kompetensi Tim Penilai Kinerja atau minimal
memiliki sertifikat Bimbingan Teknis Tim Penilai Arsiparis, paling rendah jenjang Arsiparis
Ahli Madya, pangkat Pembina Utama Muda, Golongan/Ruang IV/c.
(5) Jumlah anggota dapat ditambah dengan ketentuan anggota seluruhnya harus berjumlah ganjil.
Pasal 26
(1) Syarat untuk menjadi Anggota Tim Penilai Kinerja Instansi Pembina Jabatan Fungsional
Arsiparis, yaitu:
a. menduduki jabatan paling rendah jenjang Arsiparis Ahli Madya, pangkat Pembina
Utama Muda, Golongan/Ruang IV/c;
(2) Syarat menjadi Anggota Tim Penilai Kinerja Instansi Pembina Jabatan Fungsional Arsiparis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus lulus uji kompetensi Tim Penilai Kinerja
Instansi Pembina Jabatan Fungsional Arsiparis.
(3) Apabila jumlah Anggota Tim Penilai Kinerja Instansi Pembina Jabatan Fungsional Arsiparis
tidak dapat terpenuhi, maka Anggota Tim Penilai Kinerja Instansi Pembina Jabatan
Fungsional Arsiparis dapat diangkat dari PNS lain yang memiliki kompetensi di bidang
kearsipan.
(4) Dalam hal terdapat Anggota Tim Penilai Kinerja Instansi Pembina Jabatan Fungsional
Arsiparis yang ikut dinilai, Ketua Tim Penilai Kinerja dapat mengangkat Anggota Tim
Penilai Kinerja Pengganti.
Pasal 27
(1) Masa jabatan keanggotaan Tim Penilai Kinerja Instansi Pembina Jabatan Fungsional
Arsiparis adalah 3 (tiga) tahun.
(2) Keanggotaan Tim Penilai Kinerja Instansi Pembina Jabatan Fungsional Arsiparis maksimal
menduduki jabatan dalam 2 (dua) masa jabatan berturut-turut.
(3) Tim Penilai Kinerja Instansi Pembina Arsiparis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), karena
alasan tertentu dapat diangkat kembali pada masa jabatan yang ketiga dengan syarat setelah
melampaui masa tenggang waktu 1 (satu) masa jabatan.
Pasal 28
(1) Arsiparis harus mencatat setiap kegiatan yang dilakukan baik kegiatan yang telah ditetapkan
dalam SKP tahunan Arsiparis maupun kegiatan tugas tambahan didalam Buku Kerja
Arsiparis.
(2) Buku Kerja Arsiparis berfungsi sebagai referensi dalam membuat DUPNK Arsiparis.
Pasal 29
(1) Arsiparis menyampaikan DUPNK ke Tim Penilai Kinerja Instansi Pembina Jabatan
Fungsional Arsiparis melalui Pejabat Pengusul.
(2) Pejabat Pengusul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Kepala Unit Kearsipan Instansi
Pusat, Kepala Lembaga Kearsipan Perguruan Tinggi Negeri, Kepala Lembaga Kearsipan
Kabupaten/Kota. Daerah Pasal 30 Provinsi dan (1) Pejabat Pengusul menyampaikan
DUPNK kepada Tim Penilai Kinerja melalui Sekretariat Tim Penilai Kinerja paling lambat
tanggal 10 Januari tiap tahunnya, dengan melampirkan:
b. Rincian bukti kerja Arsiparis sesuai dengan SKHK sebagai realisasi target kinerja
Arsiparis; dan
c. Surat Pernyataan Melakukan Kegiatan (SPMK) yang ditanda tangani oleh Pejabat
Penilai dan/atau pimpinan unit kerja sesuai pelaksanaan tugas pokok, tugas tambahan
yang dilakukan oleh Arsiparis.
(2) Sekretariat Tim Penilai Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
b. menerima berkas DUPNK Tahunan Arsiparis dari Arsiparis untuk dilakukan penilaian
prestasi kerja tahunan bagi Arsiparis Kategori Keterampilan dan Arsiparis Kategori
Keahlian sampai dengan Arsiparis Muda;
(4) Tugas Sekretariat Tim Penilai Kinerja Instansi Pembina Jabatan Fungsional Arsiparis sebagai
berikut:
a. membuat pembaruan data Arsiparis meliputi angka kredit terakhir, pangkat/golongan, dan
jabatan;
b. menerima berkas DUPNK Tahunan Arsiparis untuk dilakukan penilaian prestasi kerja tahunan
bagi Arsiparis Ahli Madya dan Arsiparis Ahli Utama;
c. memberikan data terkait penilaian terakhir kepada Tim Penilai Kinerja; d. membuat konsep
sampai dengan net penetapan nilai kinerja Arsiparis; dan
Pasal 31
(1) Penilaian Prestasi Kerja Arsiparis sampai dengan penetapannya dilakukan 1 (satu) kali
dalam setahun pada bulan Januari sampai dengan bulan Februari pada tahun berikutnya.
(2) Penilaian Prestasi Kerja Arsiparis oleh Pejabat Penilai dilingkungannya mulai tanggal 16
sampai dengan 25 Januari bagi Arsiparis Kategori Keterampilan mulai jabatan Arsiparis
Terampil sampai dengan Arsiparis Penyelia dan Arsiparis Kategori Keahlian mulai Arsiparis
Ahli Pertama sampai dengan Arsiparis Ahli Muda dan tanggal 16 sampai dengan tanggal 20
Januari bagi Arsiparis Ahli Madya dan Arsiparis Ahli Utama.
(3) Penilaian Prestasi Kerja Arsiparis dilaksanakan oleh Tim Penilai Kinerja setiap tanggal 26
Januari sampai dengan tanggal 15 Februari.
(4) Penetapan Nilai Kinerja Arsiparis dilakukan setiap akhir bulan Februari.
(5) Penyampaian hasil Penetapan Nilai Kinerja kepada tiap Arsiparis paling lambat awal Maret.
Pasal 32
(1) Penilaian Prestasi Kerja Arsiparis diberikan dalam bentuk bobot nilai kinerja.
(2) Nilai kinerja Arsiparis diperoleh dari nilai SKP ditambah dengan nilai perilaku kerja.
(3) Bobot nilai kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. SKP Arsiparis
sebanyak 60% ,dan b. perilaku kerja sebanyak 40%.
a. Kuantitas Pekerjaan;
(5) Kuantitas Pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a adalah jumlah atau volume
pekerjaan yang menghasilkan output.
(6) Nilai dari unsur Kuantitas Pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditentukan:
(7) Kualitas Hasil Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b diatur dengan SKHK
Arsiparis.
(8) Waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c adalah satuan waktu yang dipergunakan
oleh Arsiparis dalam melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan.
(9) Nilai dari unsur Waktu Pelaksanaan Pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (9)
ditentukan:
(10) Satuan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditentukan pada saat membuat SKP
Tahunan sesuai rencana kinerja unit kerja di lingkungannya.
Pasal 33
Komponen penilaian berdasarkan SKHK Arsiparis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat
(8) meliputi:
a. hasil kerja;
b. ketentuan teknis;
c. manfaat;
d. format;
e. volume; dan
f. waktu.
Pasal 34
(1) Penilaian komponen hasil kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a merupakan
bukti kerja atau bukti fisik yang dihasilkan dari setiap kegiatan kearsipan.
(2) Penilaian komponen ketentuan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf
bmerupakan pengendali teknis dalam mekanisme/tahapan dari kegiatan kearsipan sesuai
ketentuan peraturan perundang undangan dibidang kearsipan.
(3) Penilaian komponen manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf c merupakan hasil
kerja yang dapat dimanfaatkan secara langsung/tidak langsung bagi kegiatan dan/atau unit
kerja.
(4) Penilaian komponenformat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf d merupakan bentuk
satuan hasil kerja yang harus dipenuhi dari setiap hasil kerja.
(5) Penilaian komponen volume sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf e meliputi jumlah
minimal produk yang harus dikerjakan dalam melaksanakan pekerjaan sesuai target.
(6) Penilaian komponen waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf f meliputi waktu
yang harus ditempuh dalam melaksanakan pekerjaan sesuai target.
Pasal 35
(1) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Pejabat Penilai dan Tim Penilaian Kinerja
Arsiparis memberikan nilai kualitas terhadap Tugas Pokok dan Tugas Tambahan Arsiparis.
(2) Nilai Kualitas terhadap Tugas Pokok Arsiparis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan terhadap kualitas hasil kerja sesuai Standar Kualitas Hasil Kerja Arsiparis.
(3) Nilai Kualitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan sebagai berikut:
a. nilai 100;
b. nilai 90;
c. nilai 75;
e. nilai 50.
Pasal 36
(1) Nilai Kualitas yang bersumber dari Tugas Tambahan Arsiparis ditentukan oleh jumlah
kegiatan yang dilakukan.
(2) Jumlah kegiatan Tugas Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan nilai
dengan ketentuan sebagai berikut:
1 (satu) a. Tugas Tambahan yang dilakukan dalam tahun sebanyak 1 (satu) sampai 3
(tiga) kegiatan mendapat nilai 1 (satu);
b. Tugas Tambahan yang dilakukan dalam 1 (satu) tahun sebanyak 4 (empat) sampai 6
(enam) kegiatan mendapat nilai 2 (dua); dan
c. Tugas Tambahan yang dilakukan dalam 1 (satu) tahun sebanyak 7 (tujuh) kegiatan
atau lebih mendapat nilai 3 (tiga).
Pasal 37
(1) Pejabat Penilai melakukan Penilaian Prestasi Kerja Arsiparis sebagai berikut:
a. memberikan penilaian dan melakukan verifikasi kesesuaian antara jumlah kegiatan pada
target kinerja dengan jumlah kegiatan yang direalisasikan oleh Arsiparis setiap bulan
yang bersangkutan;
c. melakukan akumulasi nilai kerja bulanan menjadi nilai kinerja tahunan pada akhir tahun;
dan
d. memberi nilai kinerja akumulatif tahunan dan menyampaikan kepada Tim Penilai
Kinerja Instansi pada awal Januari tahun berikutnya.
(2) Pejabat Penilai menyampaikan DUPNK kepada Tim Penilai Kinerja melalui Sekretariat Tim
Penilai Kinerja Instansi atau Tim Penilai Kinerja Instansi Pembina Jabatan Fungsional
Arsiparis.
Pasal 38
(1) Pemberian angka kredit kumulatif ditetapkan berdasarkan hasil Penilaian Prestasi Kerja
Arsiparis.
(2) Hasil Penilaian Prestasi Kerja Arsiparis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikonversi ke
dalam angka kredit kumulatif sebagai berikut:
a. nilai kinerja 91 ke atas atau dengan sebutan ”sangat baik” mendapatkan angka kredit
sebesar 150 % dari angka kredit yang harus dicapai setiap tahun;
b. nilai kinerja 76 – 90 atau dengan sebutan ”baik” mendapatkan angka kredit sebesar 125
% dari angka kredit yang harus dicapai setiap tahun;
c. nilai kinerja 61 – 75 atau dengan sebutan ”cukup” mendapatkan angka kredit sebesar
100 % dari angka kredit yang harus dicapai setiap tahun;
e. nilai kinerja 50 ke bawah atau dengan sebutan ”buruk” mendapatkan angka kredit
sebesar 50 % dari angka kredit yang harus dicapai setiap tahun.
Pasal 39
(1) Dalam hal Arsiparis merasa dirugikan dari hasil Penilaian Prestasi Kerja Arsiparis oleh
Pejabat Penilai berhak menyatakan keberatan.
(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut :
a. keberatan dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak penilaian ditetapkan;
b. keberatan dilakukan secara tertulis menyampaikan alasan dan bukti kerja; dan dengan
(3) Keberatan yang diajukan melebihi batas waktu 14 (empat belas) hari kerja tidak dapat
dipertimbangkan kembali.
Pasal 40
(1) Pejabat Penilai setelah menerima keberatan dari Arsiparis yang dinilai, membuat tanggapan
secara tertulis atas keberatan Arsiparis yang dinilai.
(2) Pejabat Penilai setelah memberikan tanggapan menyampaikan kepada Atasan Pejabat Penilai
paling lama 14 (empat belas) hari kalender terhitung mulai Pejabat Penilai menerima
keberatan.
(3) Atasan Pejabat Penilai berdasarkan keberatan yang diajukan Pejabat Penilai memeriksa
dengan seksama hasil Penilaian Prestasi disampaikan kepadanya. Kerja Arsiparis yang
(4) Terhadap keberatan yang diajukan oleh Arsiparis yang dinilai, Atasan Pejabat Penilai dapat
meminta penjelasan kepada Pejabat Penilai dan Arsiparis yang dinilai.
Pasal 41
Ketentuan mengenai teknik Penilaian Prestasi Kerja Arsiparis tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.
Pasal 42
a. AKKT; dan
b. AKK.
(2) AKKT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan angka kredit minimal yang
harus dicapai oleh Arsiparis setiap tahun dalam periode penilaian kinerja.
(3) AKK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan Angka Kredit Kumulatif yang
harus dicapai oleh Arsiparis sesuai jenjang jabatan yang dipangkunya untuk dapat
direkomendasikan pangkat/golongan/ruang dan jabatan. kenaikan
Pasal 43
(1) Arsiparis Terampil yang akan naik jenjang jabatan menjadi Arsiparis Mahir, harus mencapai
Angka Kredit Kumulatif sebesar 20.
(2) Arsiparis Mahir yang akan naik jenjang jabatan menjadi Arsiparis Penyelia, harus mencapai
Angka Kredit Kumulatif sebesar 50.
(3) Arsiparis Ahli Pertama yang akan naik jenjang jabatan menjadi Arsiparis Ahli Muda, harus
mencapai Angka Kredit Kumulatif sebesar 50.
(4) Arsiparis Ahli Muda yang akan naik jenjang jabatan menjadi Arsiparis Ahli Madya, harus
mencapai Angka Kredit Kumulatif sebesar 100.
(5) Arsiparis Ahli Madya yang akan naik jenjang jabatan menjadi Arsiparis Ahli Utama, harus
mencapai Angka Kredit Kumulatif sebesar 150.
Pasal 44
(1) Arsiparis Terampil, pangkat Pengatur, golongan ruang II/c yang akan naik pangkat menjadi
Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/d, harus mencapai Angka Kredit Kumulatif sebesar
20.
(2) Arsiparis Terampil, pangkat Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/d yang akan naik pangkat
menjadi Penata Muda, golongan ruang III/a,harus mencapai Angka Kredit Kumulatif sebesar
20.
(3) Arsiparis Mahir, pangkat Penata Muda, golongan ruang III/a yang akan naik pangkat menjadi
Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b, harus mencapai Angka Kredit Kumulatif
sebesar 50.
(4) Arsiparis Mahir, pangkat Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b yang akan naik
jenjang jabatan dan pangkat menjadi Arsiparis Penyelia, pangkat Penata, golongan ruang
III/c, harus mencapai Angka Kredit Kumulatif sebesar 50.
(5) Arsiparis Penyelia, pangkat Penata, golongan ruang III/c yang akan naik pangkat menjadi
Penata Tingkat I, golongan ruang III/d, harus mencapai Angka Kredit Kumulatif sebesar
100.
(6) Arsiparis Ahli Pertama, pangkat Penata Muda, golongan ruang III/a yang akan naik pangkat
menjadi Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b, harus mencapai Angka Kredit
Kumulatif sebesar 50.
(7) Arsiparis Ahli Pertama, pangkat Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b yang akan naik
jenjang jabatan dan pangkat menjadi Arsiparis Ahli Muda, pangkat Penata, golongan ruang
III/c, harus mencapai Angka Kredit Kumulatif sebesar 50.
(8) Arsiparis Ahli Muda pangkat Penata, golongan ruang III/c yang akan naik pangkat menjadi
Penata Tingkat I, golongan ruang III/d, harus mencapai Angka Kredit Kumulatif sebesar
100.
(9) Arsiparis Ahli Muda, pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d yang akan naik jenjang
jabatan dan pangkat menjadi Arsiparis Ahli Madya, pangkat Pembina, golongan ruang IV/a,
harus mencapai Angka Kredit Kumulatif sebesar 100.
(10) Arsiparis Ahli Madya, pangkat Pembina, golongan ruang IV/a yang akan naik pangkat
menjadi Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b, harus mencapai Angka Kredit Kumulatif
sebesar 150.
(11) Arsiparis Ahli Madya, pangkat Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b, yang akan naik
pangkat menjadi Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c, harus mencapai Angka Kredit
Kumulatif sebesar 150.
(12) Arsiparis Ahli Madya, pangkat Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c, yang akan naik
jenjang jabatan dan pangkat menjadi Arsiparis Ahli Utama, pangkat Pembina Utama Madya,
golongan ruang IV/d, harus mencapai Angka Kredit Kumulatif sebesar 150.
(13) Arsiparis Ahli Utama, pangkat Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d, yang akan
naik pangkat menjadi Pembina Utama, golongan ruang IV/e, harus mencapai Angka Kredit
Kumulatif sebesar 200. –
Pasal 45
Angka Kredit Kumulatif minimal yang harus dicapai setiap tahun untuk Arsiparis Terampil
sebagai berikut:
a. Pangkat Pengatur, golongan ruang II/c, Angka Kredit Kumulatif minimal yang harus dicapai
setiap tahun sebesar 5; dan
b. Pangkat Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/d, Angka Kredit Kumulatif minimal yang harus
dicapai setiap tahun sebesar 5.
Pasal 46
(1) Angka Kredit Kumulatif minimal yang harus dicapai setiap tahun untuk Arsiparis Mahir
sebagai berikut:
a. Pangkat Penata Muda, golongan ruang III/a, Angka Kredit Kumulatif minimal yang
harus dicapai setiap tahun sebesar 12,5; dan
b. Pangkat Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b, Angka Kredit Kumulatif
minimal yang harus dicapai setiap tahun sebesar 12,5.
(2) Angka Kredit Kumulatif minimal yang harus dicapai setiap tahun untuk Arsiparis Penyelia
sebagai berikut:
a. Pangkat Penata, golongan ruang III/c, Angka Kredit Kumulatif minimal yang harus
dicapai setiap tahun sebesar 25; dan
b. Pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d, Angka Kredit Kumulatif minimal
yang harus dicapai setiap tahun sebesar 25.
(3) Angka Kredit Kumulatif minimal yang harus dicapai setiap tahun untuk Arsiparis Ahli
Pertama sebagai berikut:
a. Pangkat Penata Muda, golongan ruang III/a, Angka Kredit Kumulatif minimal yang
harus dicapai setiap tahun sebesar 12,5; dan
b. Pangkat Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b, Angka Kredit Kumulatif
minimal yang harus dicapai setiap tahun sebesar 12,5.
(4) Angka Kredit Kumulatif minimal yang harus dicapai setiap tahun untuk Arsiparis Ahli Muda
sebagai berikut:
a. Pangkat Penata, golongan ruang III/c, Angka Kredit Kumulatif minimal yang harus
dicapai setiap tahun sebesar 25; dan
b. Pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d, Angka Kredit Kumulatif minimal
yang harus dicapai setiap tahun sebesar 25.
(5) Angka Kredit Kumulatif minimal yang harus dicapai setiap tahun untuk Arsiparis Ahli
Madya sebagai berikut:
a. Pangkat Pembina, golongan ruang IV/a, Angka Kredit Kumulatif minimal yang
harus dicapai setiap tahun sebesar 37,5;
b. Pangkat Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b, Angka Kredit Kumulatif minimal
yang harus dicapai setiap tahun sebesar 37,5; dan
c. Pangkat Pembina utama Muda, golongan ruang IV/c, Angka Kredit Kumulatif
minimal yang harus dicapai setiap tahun sebesar 37,5.
(6) Angka Kredit Kumulatif minimal yang harus dicapai setiap tahun untuk Arsiparis Ahli
Utama sebagai berikut:
a. Pangkat Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d, angka kredit kumulatif
minimal yang harus dicapai setiap tahun sebesar 50; dan
b. Pangkat Pembina Utama, golongan ruang IV/e, Angka Kredit Kumulatif minimal
yang harus dicapai setiap tahun sebesar 50.
(1) Nilai kinerja yang telah ditetapkan di konversi menjadi angka kredit kumulatif.
(2) Angka Kredit Kumulatif hasil konversi yang telah ditetapkan dapat menjadi dasar bagi
Pejabat Penilai untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja Arsiparis.
(3) Pejabat yang berwenang menetapkan Angka Kredit Kumulatif Tahunan adalah Ketua Tim
Penilai Kinerja.
(4) Pejabat yang berwenang menetapkan Angka Kredit Kumulatif sebagai berikut:
a. Deputi yang membidangi fungsi pembinaan kearsipan ANRI bagi Arsiparis Ahli Madya
dan Ahli Utama;
b. Direktur yang membidangi urusan sumber daya manusia kearsipan dan sertifikasi ANRI
bagi Arsiparis Kategori Keterampilan mulai dari Arsiparis Terampil sampai dengan
Arsiparis Penyelia, dan Arsiparis Kategori Keahlian dari Arsiparis Ahli Pertama sampai
dengan Arsiparis Ahli Muda di lingkungan ANRI;
c. Kepala Unit Kearsipan Instansi Pusat, paling rendah Pimpinan Tinggi Pratama eselon II,
yang tugas dan fungsinya di bidang pengelolaan arsip dan pembinaan kearsipan bagi
Arsiparis Kategori Keterampilan mulai dari Arsiparis Terampil sampai dengan Arsiparis
Penyelia, dan Arsiparis Kategori Keahlian dari Arsiparis Ahli Pertama sampai dengan
Arsiparis Ahli Muda di lingkungan Instansi Pusat;
d. Kepala Lembaga Kearsipan Provinsi bagi Arsiparis Kategori Keterampilan mulai dari
Arsiparis Terampil sampai dengan Arsiparis Penyelia, dan Arsiparis Kategori Keahlian
dari Arsiparis Ahli Pertama sampai dengan Arsiparis Ahli Muda di lingkungan
Pemerintah Daerah Provinsi;
(5) Dalam hal Pejabat Penetapangka kredit hasil konversi per tahun, dan Angka Kredit Kumulatif
Arsiparis berhalangan untuk menandatangani penetapan dalam masa tenggang 3 (tiga) bulan
sebelum periode kenaikan pangkat, maka pejabat penetap dapat mendelegasikan
kewenangannya kepada pejabat lain satu tingkat dibawahnya.
(6) Dalam rangka tertib administrasi dan pengendalian, pejabat yang berwenang menetapkan
Angka Kredit Kumulatif Arsiparis, harus membuat spesimen tanda tangan dan disampaikan
kepada Kepala ANRI, Kepala Badan Kepegawaian Negara/Kepala Kantor Regional Badan
Kepegawaian Negara yang bersangkutan.
(7) Apabila terdapat pergantian pejabat yang berwenang menetapkan Angka Kredit
Kumulatif,maka pejabat yang menggantikan harus membuat spesimen tanda tangan dan
disampaikan kepada Kepala ANRI,Kepala Badan Kepegawaian Negara/Kantor Regional
Kepegawaian Negara yang bersangkutan. Badan
(8) Hasil penetapan Angka Kredit Kumulatif Tahunan dan Angka Kredit Kumulatif Arsiparis
bersifat final dan mengikat.
Pasal 48
(1) Penetapan Angka Kredit Kumulatif Tahunan dan Angka Kredit Kumulatif Arsiparis
disampaikan kepadaKepala ANRI,Kepala Badan Kepegawaian Negara atau Kepala Kantor
Regional Badan Kepegawaian Negara.
(2) Tembusan Penetapan Angka Kredit Tahunan, dan Angka Kredit Kumulatif Arsiparis
disampaikan kepada:
Pasal 49
(1) Penetapan Angka Kredit Tahunan, dan Angka Kredit Kumulatif Arsiparis disampaikan
kepada Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Penetapan Angka Kredit Tahunan, dan Angka Kredit Kumulatif Arsiparis yang disampaikan
kepada Pejabat Pembina Kepegawaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
salah satu persyaratan dan mekanisme yang wajib dipenuhi untuk kenaikan jabatan, pangkat
dan golongan Arsiparis.
(3) Kenaikan jabatan, pangkat, dan golongan Arsiparis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
memperhatikan ketersediaan formasi.
(4) Selain telah memenuhi Angka Kredit Kumulatif yang dipersyaratkan untuk dapat naik
jabatan, Arsiparis harus mengikuti dan lulus uji kompetensi di bidang kearsipan. Pasal 50
Penggunaan hasil Penetapan Prestasi Kerja Arsiparis dalam rangka kenaikan pangkat,
golongan dan jabatan dapat diberlakukan untuk periode:
Pasal 51
Angka kredit Arsiparis yang diperoleh berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor PER/3/M.PAN/3/2009 tentang Jabatan Fungsional Arsiparis sebelum
Peraturan Kepala ini diperhitungkan sebagai angka kredit kumulatif.
Pasal 52
berlaku, Pada saat Peraturan Kepala ini mulai berlaku,Peraturan Kepala Arsip Nasional
Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2004 tentang Tata Kerja Tim Penilai dan Tata Cara
Penilaian Prestasi Kerja Arsiparis dicabut dan tidak berlaku.
Pasal 53
Peraturan Kepala ini mulai berlaku sejak tanggal 1 November 2017. - 37 - Agar setiap orang
mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Kepala ini dengan menempatkannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Februari 2017
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 10 Februari 2017
Definisi
SIKN adalah aplikasi yang digunakan oleh simpul jaringan untuk menghimpun dan mengelola
data dan informasi kearsipan. SIKN berupa web service yang mendukung interoperabilitas dan
interaksi sistem pada jaringan. SIKN hanya terbatas digunakan oleh pengguna tertentu di instansi
bersangkutan dan pengguna lainnya yang mendapat kewenangan dari administrator sesuai
perannya.
JIKN adalah antar-muka pengguna umum (masyarakat) untuk mencari informasi kearsipan yang
sebelumnya telah dihimpun dan dikelola oleh simpul jaringan dengan menggunakan aplikasi
SIKN. Fitur JIKN lainnya adalah pameran virtual, galeri arsip, pemesanan membaca dan
mengkopi arsip online, link ke lembaga kearsipan, dan lain-lain.
Program implementasi SIKN-JIKN tercermin dalam RPJMN Tahun 2015-2019 (Nawa Cita)
Poin 2, yaitu Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan
terpercaya. Berkaitan dengan hal tersebut, ANRI menetapkan Visi untuk tahun 2015-2019 yaitu
Arsip sebagai pilar good governance dan integrasi memori kolektif bangsa. Program SIKN-JIKN
masuk menjadi prioritas nasional yang dibawa oleh Bappenas. RPJMN Tahun 2015-2019
memiliki subagenda yaitu Membangun transparansi dan akuntabilitas kinerja pemerintahan,
dengan arah kebijakan dan strategi:
1. Penerapan e-government untuk mendukung bisnis proses pemerintahan dan
pembangunan, melalui strategi Penguatan sistem kearsipan berbasis TIK.
2. Penerapan Open Government, melalui strategi Pengelolaan Sistem dan Jaringan
Informasi Kearsipan Nasional.
Program pembangunan SIKN dan pengembangan JIKN juga tertuang dalam Misi ANRI pada
Poin 2 dan 4, yaitu:
Dasar Hukum
Dasar hukum yang menjadi landasan oleh ANRI dalam pembangunan SIKN dan pengembangan
JIKN adalah sebagai berikut.
Selain itu, di dalam Undang-Undang No. 43 Th. 2009 tentang Kearsipan Pasal 12 menyebutkan
bahwa
Kemudian, di dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Th. 2012 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang No. 43 Th. 2009 tentang Kearsipan Pasal 112 menyebutkan bahwa
Standar Internasional
Standar internasional yang digunakan oleh ANRI dalam melakukan pembangunan SIKN dan
pengembangan JIKN adalah sebagai berikut.
1. ISO 30300:2011: Information and Documentation – Management Systems for Records –
Fundamentals and Vocabulary
2. ISO 30301:2011: Information and Documentation – Management System for Records –
Requirements
3. ISO 15489-1:2001: Information Documentation – Records Management – Part 1: General
(SNI 19-6962.1-2003: Dokumentasi dan Informasi – Manajemen Rekaman)
4. ISO/TR 15489-2:2001: Information Documentation – Records Management – Part 2:
Guidelines
5. ISO 23081-1:2006: Information and Documentation – Metadata for Records – Part 1:
Principles
6. ISO 23081-2:2009: Information and Documentation – Managing Metadata for Records –
Part 2: Conceptual and Implementation Issues
7. ISO 23081-3:2011: Information and Documentation – Managing Metadata for Records –
Part 3: Self-Assessment Method
8. ISO/TR 26122:2008: Information and Documentation – Work Process Analysis for
Records
9. ISO 16175-2010: Information and Documentation – Principle and Functional
Requirements for Records in Electronic Office Environments – Part 1: Overview and
Statement of Principles
10. ISO 16175-2010: Information and Documentation – Principle and Functional
Requirements for Records in Electronic Office Environments – Part 2: Guidelines and
Functional Requirements for Digital Records Management Systems
11. ICA Standard:2000: ISAD(G) – General International Standard Archival Description –
2nd edition
12. ICA Standard:2004: ISAAR (CPF) – International Standard Archival Authority Record
for Corporate Bodies, Persons and Families, 2nd edition
13. ICA Standard:2007: ISDF – International Standard for Describing Functions
14. ICA Standard:2008: ISDIAH – International Standard for Describing Institutions with
Archival Holdings
Manfaat
Manfaat yang bisa didapatkan oleh organisasi dari implementasi program SIKN-JIKN sangat
banyak sekali.
Selain itu, manfaat yang bisa didapatkan oleh masyarakat secara nasional dari
lembaga/organisasi yang mengimplementasikan program SIKN-JIKN juga sangat banyak.
1. Efisiensi pencarian informasi kearsipan secara nasional melalui website JIKN (layanan
prima)
2. Efisiensi dalam sharing dan pemanfaatan informasi kearsipan
3. Pengejawantahan dari arsip sebagai simpul pemersatu bangsa
4. Salah satu bukti implementasi Indonesia terhadap Open Government Initiative (OGI)
dimana Indonesia sebagai salah satu negara pelopor
5. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara negara dan pemerintahan
6. Dapat menjadi platform dalam pengelolaan dan pemanfaatan informasi secara nasional
dalam suatu sistem yang terpadu