Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

Objektif :
Setelah selesai pembahasan Bab I, mahasiswa diharapkan mengetahui dan memahami
secara umum apa yang dimaksud dengan SMK3, mengapa perlu penerapan SMK3 dan
apa manfaat penerapan SMK3 baik bagi pekerja maupun perusahaan di bidang
konstruksi.

1.1 Latar Belakang


Perkembangan pembangunan di dunia konstruksi saat ini sedang mengalami kemajuan
dan secara berkelanjutan tengah mengacu ke era yang lebih baik berkat adanya perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memacu
adanya pengembangan kreativitas setiap orang maupun perusahaaan untuk melaksanakan
pembangunan secara lebih baik. Bila ditinjau dari segi manajemen dan teknologi, konstruksi
bangunan pada umumnya dituntut menerapkan prinsip manajemen yang lengkap dan utuh, baik
dari segi peningkatan mutu, efisiensi, maupun produktivitas dari setiap kegiatan konstruksi.
Kegiatan konstruksi ini mencakup aspek keamanan, dan kesehatan lingkungan kerja yang saat ini
banyak menjadi sorotan, selain dari segi permasalahan perikemanusiaan, biaya, dan manfaat
ekonomi, serta kendalanya dalam peraturan akibat pertanggungjawaban serta citra organisasi
atau perusahaan sendiri.
Pekerjaan konstruksi merupakan sektor pekerjaan yang memiliki tingkat resiko terhadap
kecelakaan yang relatif tinggi. Salah satu indikatornya adalah angka kecelakaaan kerja di
indonesia yang masih sangat tinggi. Menurut Ketua Umum Asosiasi Ahli Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Konstruksi (A2K4) Indonesia Anas Zaini Z Iksan mengatakan bahwa setiap
tahun terjadi 96.000 kasus kecelakaan kerja, dari jumlah ini, sebagian besar kecelakaan kerja
terjadi pada proyek jasa konstruksi dan sisanya terjadi di sektor Industri manufaktur (Suara
Karya, 2010). Menurut data dari ILO (International Labour Organization) keselamatan kerja di
Indonesia pada tahun 2010 menduduki peringkat 52 dari 53 negara di dunia (ILO,2010). Masih
menurut ILO, data dari sejumlah negara industri bahwa para pekerja konstruksi memiliki resiko
potensi kecelakaan yang mengakibatkan meninggal 3 sampai 4 kali lebih besar (ILO,2010) .
Data dari International Labour Organization (ILO) juga turut mencatat, setiap hari terjadi sekitar
6.000 kecelakaan kerja fatal di dunia. Di Indonesia sendiri, terdapat kasus kecelakaan yang setiap
harinya dialami para buruh dari setiap 100 ribu tenaga kerja dan 30% di antaranya terjadi di
sektor konstruksi. ILO juga mencatat bahwa dari periode tahun 2007 – 2011, jumlah kecelakaan
dan nilai kompensasi kecelakaan kerja di Indonesia cenderung meningkat (Jamsostek, 2011).
Sementara itu, Kasubdit Pengawasan Konstruksi Bangunan Instalasi Listrik dan Penanggulangan
Kebakaran Kemenaker Indonesia menyatakan bahwa pekerja konstruksi di Indonesia hanya 6%
dari total pekerja Indonesia, namun memberikan kontribusi angka kecelakaan kerja sebesar
31,9% (Republika, 2015). Tak hanya itu, menurut kalkulasi ILO, kerugian yang harus
ditanggung akibat kecelakaan kerja di negara-negara berkembang juga tinggi, yakni mencapai
4% dari GNP (gross national product). Oleh karena itu, seluruh pihak harus mulai melakukan
upaya dan kerja keras agar penerapan sistem manajemen K3 (SMK3) di dalam setiap jenis
kegiatan usaha konstruksi dapat menekan angka kecelakaan kerja (Wirahadikusumah, 2007).
Ada beberapa hal yang menyebabkan industri konstruksi mengandung risiko kecelakaan
dan sakit akibat kerja yang tinggi, di antaranya adalah sebagai berikut (Departemen Tenaga
Kerja, 1993; Reese & Edison, 2006) :
1. Kondisi lapangan dan pekerjaan yang selalu berubah;
2. Melibatkan berbagai bidang keterampilan (sipil, mekanikal dan elektrikal);
3. Melibatkan tenaga kerja dalam jumlah yang banyak dengan jenis dan tingkat
keterampilan yang berbeda;
4. Pekerja pada ketinggian atau di bawah tanah, bahkan terkadang di bawah
permukaan air;
5. Menggunakan berbagai peralatan yang berat, tajam baik yang dioperasikan secara
manual, mekanis, maupun elektris;
6. Menggunakan bahan bagunan yang mengandung bahan kimia yang
membahayakan bagi kesehatan pekerja.
Selain kondisi lapangan dan masalah teknis, sumber penyakit lainnya yang juga perlu
dicermati adalah masalah sosial dan ekonomi yang dihadapi para pekerja. Pada umumnya
pekerja pada industri konstruksi merupakan pekerja tidak tetap. Biasanya mereka berstatus
pekerja harian atau borongan dengan tingkat ekonomi yang condong rendah sehingga tidak
jarang hal ini menimbulkan berbagai masalah ekonomi dan sosial. Kondisi ini juga dapat
menambah stress pekerja, menurunkan konsentrasi kerja dan pada akhirnya dapat menimbulkan
kecelakaan dan sakit akibat kerja (Van der Molen, dkk., 2004).
Dari paparan di atas, jelas terlihat bahwa pekerjaan di bidang industri konstruksi
mengandung resiko yang tinggi akan terjadinya kecelakaan dan sakit akibat kerja. Untuk
menekan timbulnya kecelakaan dan sakit akibat kerja, maka perlu dilakukan perbaikan kondisi
kerja secara menyeluruh baik melalui rekayasa teknik maupun manajemen dengan tetap
mengacu pada standar keselamatan dan kesehatan kerja yang ada. Di samping itu juga perlu
dilakukan penyuluhan kepada para pekerja untuk memberikan pemahaman tentang betapa
pentingnya untuk berperilaku kerja yang sehat dan aman sehingga para pekerja dapat
mempertahankan masa produktifnya secara optimal.
Undang–Undang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Indonesia No. 1/1970,
menjelaskan bahwa semua lokasi kerja harus mengupayakan pencegahan terhadap terjadinya
kecelakaan kerja. Dan di dalam Undang– Undang no 23/1992, memberikan ketentuan bahwa
kesehatan kerja harus dilaksanakan supaya semua pekerja dapat bekerja dalam kondisi kesehatan
yang baik tanpa membahayakan diri sendiri maupun masyarakat sekitar lokasi pekerjaan
konstruksi. Hal tersebut bertujuan untuk dapat mengoptimalkan produktivitas pekerja sesuai
dengan program perlindungan tenaga kerja. Penyelenggaraan Sistem Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) pada perusahaan besar melalui UU Ketenagakerjaan, baru
menghasilkan 2,1% dari 15.000 lebih perusahaan berskala besar di Indonesia yang telah
menerapkan Sistem manajemen K3. Minimnya jumlah tersebut sebagian besar disebabkan oleh
adanya anggapan bahwa program K3 hanya menjadi tambahan beban biaya perusahaan, padahal
jika diperhitungkan dengan seksama besarnya biaya santunan/kompensasi untuk korban
kecelakaan kerja sebagai akibat diabaikannya Sistem Manajemen K3, yang besarnya mencapai
lebih dari 190 Milyar rupiah di tahun 2003, jelaslah bahwa masalah K3 tidak selayaknya
diabaikan(Warta Ekonomi, 2 juni 2006). Dari hasil investigasi yang dilakukan oleh Lion’s, dapat
disimpulkan bahwa peraturan perundang-undangan tentang keselamatan kerja di Indonesia sudah
mengacu pada standar internasional, namun dari berbagai kasus yang disurvei, ternyata
implementasi dari peraturan perundang-undangan tersebut masih lemah.
Dalam upaya meningkatkan kepedulian terhadap pelaksanaan manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja (K3), pemerintah Indonesia terus berupaya untuk mengembangkan berbagai
kebijakan baik melalui penetapan Undang-undang, Peraturan Menteri maupun Keputusan
Menteri Tenaga Kerja. Salah satu di antaranya adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan, yang menyatakan bahwa : "Setiap orang berkewajiban untuk ikut serta
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perseorangan, keluarga dan lingkungannya”.
Hal ini selaras dengan konvensi atau kebijakan yang ditetapkan oleh World Health Organization
(WHO) dalam konferensi internasional tentang pelayanan kesehatan primer sebagai upaya
mencapai kesehatan bagi semua penduduk (WHO, 2006).
Dalam kaitannya dengan perkembangan hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa
antar negara di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020
mendatang, K3 juga merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dan harus dipenuhi oleh
seluruh negara anggota, termasuk Indonesia. Sementara itu, ISO 18000 telah menetapkan suatu
keputusan sebagai hasil rapat kerja “ISO on Occupational Health and Safety Management” di
Jenewa pada tanggal 5- 6 September 1996 suatu prasyarat bagi produk yang ingin dijual di pasar
bebas. Dalam rapat kerja tersebut diputuskan tentang penerapan secara intemasional Program
K3, sebagai salah satu syarat yang berkaitan dengan perdagangan bebas bagi semua jenis
industri. Penerapan program K3 dimaksudkan untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat,
bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan
dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas
kerja. (Tresnaningsih, 2004).

1.2 Definisi Umum


Definisi umum dari keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dapat dikaji dari beberapa
aspek sebagai berikut (PPNS ITS – Depnakertrans, 2007) :
1. Secara filosofis, K3 dapat diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin
keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rokhaniah tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat
adil dan makmur.
2. Secara keilmuan juga dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam
usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
3. Secara praktis, K3 merupakan suatu upaya perlindungan agar tenaga kerja selalu dalam
keadaan selamat dan sehat selama melakukan pekerjaan di tempat kerja serta bagi orang
lain yang memasuki tempat kerja maupun sumber dan proses produksi dapat secara aman
dan efisien dalam pemakaiannya.
Dari ketiga uraian tersebut, maka secara umum K3 dapat didefinisikan sebagai suatu
pemikiran yang mendasari pengembangan ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam upaya
mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja untuk menjamin keselamatan dan
kesehatan pekerja dan lingkungan kerjanya.
Sementara itu, berdasarkan Kepmen Kimpraswil tahun 2004 tentang Pedoman Sistem
Manajemen K3 Konstruksi, Keselamatan Kerja (Occupational Safety) adalah suatu keadaan
atau faktor yang menjamin atas keamanan bekerja baik bagi pekerja, pengunjung, ataupun siapa
saja yang berada ditempat kerja, termasuk yang berada di lingkungan di sekitar tempat kerja
terhadap bahaya insiden ataupun kecelakaan yang diprediksi akan terjadi. Sedangkan kesehatan
kerja (Occupational Health) adalah suatu keadaan bagi manusia dan lingkungannya yang
bertujuan menjamin dalam mencapai derajat kesehatan bekerja setinggi-tingginya, baik fisik,
mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, bagi pekerja, pengunjung,
ataupun siapa saja yang berada di tempat kerja dan sekitarnya terhadap penyakit-penyakit /
gangguan-gangguan kesehatan ataupun bahaya adanya faktor penyakit-penyakit yang bersifat
umum sebagai akibat keadaan kerja di tempat kegiatan kerja yang diprediksi akan terjadi.
Dengan demikian, maka keselamatan dan kesehatan kerja atau disingkat dengan K3 adalah suatu
kondisi kerja yang diciptakan oleh dan untuk siapa saja yang terlibat baik secara langsung
maupun tidak langsung dengan aktivitas kerja, dengan tujuan untuk menghindari atau menekan
terjadinya kecelakaan dan sakit akibat kerja.
Pengertian Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) menurut
OHSAS 18001:2007 adalah Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
adalah semua kondisi dan faktor yang dapat berdampak pada Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja tenaga kerja maupun orang lain (kontraktor, pemasok, pengunjung dan
tamu) di tempat kerja (OHSAS 18001:2007). Sistem Manajemen K3 adalah sistem yang
digunakan untuk mengelola aspek K3 dalam organisasi atau perusahaan. Sistem manajemen K3
adalah pengelolaan K3 dengan menerapkan sistem manajemen untuk mencapai hasil yang efektif
dalam mencegah kecelakaan dan efek lain yang merugikan. Berdasarkan definisi tersebut maka
Sistem Manajemen K3 juga terjadi atas komponen-komponen yang saling terkait dan terintegrasi
satu dengan lainnya. Komponen-komponen ini sering disebut elemen sistem manajemen K3
(Soehatman Ramli, 2013). Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) :
 Merupakan suatu rangkaian proses kegiatan K3 yang memiliki siklus dimulai dari kegiatan
PERENCANAAN , IMPLEMENTASI, PEMANTAUAN dan PENINJAUAN KEMBALI.
 Prinsip dasar manajemen perbaikan melalui siklus Plan – Do – Check – Action.
 PLAN :
Menetapkan sasaran dan proses yang diperlukan untuk mencapai hasil yang
dipersyaratkan pelanggan dan kebijakan organisasi.
 DO :
Menerapkan proses proses tsb.
 CHECK :
Memantau dan mengukur proses dan produk terhadap kebijakan,sasaran,persyaratan
produk dan melaporkan hasilnya.
 ACTION :
Mengambil tindakan untuk meningkatkan kinerja proses secara bekesinambungan.
 Rangkaian merupakan rangkaian tertutup yang mengandung spirit PERBAIKAN
BERKESINAMBUNGAN.

Gambar 1.1. Prinsip Dasar SMK3 Versi


OHSAS 18001 : 1999
Pengelolaan K3 melalui pendekatan Sistem Manajemen :
 Melibatkan seluruh aspek sumberdaya yang mempengaruhi K3 ditempat kerja.
 Mencakup seluruh fungsi manajemen P-D-C-A.
 Mencakup kegiatan yang bersifat Preventif,Kuratif,Rehabilitatif dan Promotif.
 Mendorong peran aktif seluruh tingkatan Manajemen dan tenaga kerja.
 Pemenuhan terhadap perundang undangan Standar Nasional dan Internasional.
 Menjamin proses peningkatan berkesinambungan.
 Terintegrasi dengan Sistem Manajemen

1.3 Tujuan Penerapan SMK3


Bertitik tolak dari latar belakang, kondisi kerja pada industri konstruksi dan definisi
umum tersebut, maka tujuan penerapan SMK3 adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengenali dan memahami berbagai sumber kecelakaan dan penyakit akibat pekerjaan
di lingkungan proyek konstruksi;
2. Agar dapat menganalisis tingkat risiko kecelakaan dan penyakit yang ada;
3. Sebagai upaya untuk menekan dan atau mengendalikan sumber kecelakaan dan penyakit;
4. Sebagai upaya untuk menciptakan kondisi kerja yang mampu menjamin keselamatan,
kesehatan dan kenyamanan pekerja;
5. Secara komprehensif, tujuan penerapan SMK3 adalah untuk melindungi keselamatan dan
kesehatan pekerja guna mewujudkan produktivitas yang optimal yang bermuara pada
peningkatan kualitas hidup baik bagti pekerja maupun bagi perusahaan.
Berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dijelaskan bahwa
terdapat 3 (tiga) tujuan utama dalam Penerapan SMK3. Adapun tujuan dari penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja antara lain :
1). Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja.
2). Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien.
3). Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas Nasional.

1.4 Dasar Hukum Penerapan SMK3


Dalam upaya untuk menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja, maka dengan
mengacu pada Undang-undang Dasar 1945 khususnya pasal 27 ayat 2 yang menyatakan bahwa
setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,
pemerintah telah mengeluarkan berbagai produk hukum yang terkait dengan bidang K3 dengan
hierarkinya mulai dari undang-undang, peraturan pemerintah sampai dengan peraturan menteri.
Di antara produk hukum tersebut yang terkait langsung dengan pelaksasanaan K3 untuk industri
konstruksi adalah sebagai berikut:
1. Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
2. Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan;
3. Peraturaan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.02/MEN/1992 tentang Tata Cara
penunjukkan, Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan kesehatan Kerja;
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja;
6. Keputusan Menteri Kimpraswil No. 384/KPTS/M/2004 tentang Pedoman Teknis
Keselamatan dan kesehatan kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi Bendungan; dan
7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 09/PER/M/2008 tentang Pedoman Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi Bidang Pekerjaan
Umum.
8. Surat keputusan bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum No.
174/MEN/1986 dan 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
Tempat Kegiatan Konstruksi.
Menurut Peraturan Menteri PU No. 9 Tahun 2008, Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang
meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan
sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan
pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang
selamat, aman, efisien dan produktif. SMK3 konstruksi bidang pekerjaan umum adalah SMK3
pada sektor jasa konstruksi yang berhubungan dengan kepentingan umum (masyarakat) antara
lain pekerjaan konstruksi: jalan, jembatan, bangunan gedung fasilitas umum, sistem penyediaan
air minum dan perpipaannya, sistem pengolahan air limbah dan perpipaannya, drainase,
pengolahan sampah, pengaman pantai, irigasi, bendungan, bending, waduk, dan lainnya. Pada
Bab 3 peraturan menteri PU nomor 9 tahun 2008 pasal 4 dijelaskan tentang ketentuan
penyelenggaraan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di bidang konstruksi,
adapun ketentuannya sebagai berikut:
1. Kegiatan jasa konstruksi yang dilaksanakan oleh pengguna jasa/penyedia jasa terdiri dari jasa
pemborongan, jasa konsultasi dan kegiatan swakelola yang aktifitasnya melibatkan tenaga kerja
dan peralatan kerja untuk keperluan pelaksanaan pekerjaan fisik di lapangan wajib
menyelenggarakan SMK 3 konstruksi bidang pekerjaan umum.
2. Penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum wajib menggunakan pedoman
ini beserta lampirannya
3. Penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum dikelompokkan menjadi 3 (tiga)
kategori, yaitu:
a) Risiko Tinggi, adalah mencakup pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya berisiko
sangat membahayakan keselamatan umum, harta benda, jiwa manusia dan lingkungan
serta terganggunya kegiatan konstruksi
b) Risiko Sedang, adalah mencakup pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya dapat
berisiko membahayakan keselamatan umum, harta benda dan jiwa manusia serta
terganggunya kegiatan konstruksi
c) Risiko Kecil, adalah mencakup pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya tidak
membahayakan keselamatan umum dan harta benda serta terganggunya kegiatan
konstruksi
4. Kinerja penerapan penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum dibagi
mencapai 3 (tiga), yaitu:
a. Baik, bila mencapai hasil penilaian >85%;
b. Sedang, bila mencapai hasil penilaian 60% - 85%;
c. Kurang, bila mencapai hasil penilaian <60%.
5. Dalam rangka penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum harus dibuat
Rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kontrak (RK3K) oleh penyedia jasa dan disetujui
oleh pengguna jasa.
6. Di tempat kerja harus selalu terdapat pekerja yang sudah terlatih dan/atau bertanggung jawab
dalam Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
7. Untuk kegiatan swakelola, perlu ada penentuan tentang:
a. Pihak yang berperan sebagai penyelenggara langsung
b. Pihak yang berperan sebagai pengendali.
Menurut PP No. 50 Tahun 2012 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang
selanjutnya disingkat SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara
keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Mengapa perlu adanya Sistem
Manajemen K3? Sistem manajemen diperlukan untuk meningkatkan upaya K3 yang dijalankan
dalam perusahaan agar berjalan secara efisien dan efektif.
Menurut PP No. 50/2012, penerapan SMK3 bertujuan untuk:
a. Meningkatkan efektivitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang
terencana,terukur, terstruktur, dan terintegrasi
b. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan melibatkan
unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat buruh
c. Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, adan efisien untuk mendorong produktivitas.
Pengelolaan K3 dapat lebih komprehensif karena mengikuti kaidah manajemen yang baik, yaitu
dimulai dengan proses perencanaan, kemudian penerapan yang didukung oleh sistem
pengukuran dan pemantauan dan terakhir dilakukan tinjau ulang secara berkala untuk
memperbaiki proses secara berkesinambungan.

1.5. Undang-Undang Jasa Konstruksi dan K3 Konstruksi


Tujuan Undang-Undang Jasa Konstruksi :
• Mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan antara
pengguna dan penyedia jasa
• Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi nasional untuk
mewujudkan struktur usaha yang kokoh andal dan berdaya saing tinggi dengan hasil
berkualitas
• Mewujudkan peran serta masyarakat dibidang jasa konstruksi
Kaitan Undang-Undang Jasa Konstruksi No. 18 Tahun 1999 dan K3 Konstruksi, bahwa dalam
undang-undang tersebut diatur mengenai :
Pasal 9 UUJK Persyaratan Usaha, Keahlian dan Keterampilan :
(1) Perencana dan pengawas orang peseorangan harus memiliki sertifikat keahlian
(2) Pelaksana orang perseorangan harus memiliki sertifikat keterampilan kerja dan sertifikat
keahlian kerja
(3) Orang perseorang yang dipekerjakan oleh Badan Usaha sebagai perencana atau pengawas
harus memiliki sertifikat keahlian
(4) Tenaga Kerja yang melaksanakan harus memiliki sertifikat keterampilan dan sertifikat
keahlian
UUJK-BAB IV PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI-PASAL 23 :
1. Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan yang masing-masing tahap dilaksanakan melalui kegiatan penyiapan, pengerjaan
dan pengakhiran
2. Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang ketehnikan,
keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja. Perlindungan tenaga kerja serta tata lingkungan
setempat untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
UUJK-BAB X SANKSI KHUSUS - PASAL 43 :
1. Barang siapa yang lalai dalam perencanaan konstruksi dan mengakibatkan kegagalan
bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling
banyak 10% (sepuluh persen) dari Nilai Kontrak
2. Barang siapa yang lalai dalam pelaksanaan konstruksi dan mengakibatkan kegagalan
bangunan dikenai pidana paling lam 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling
banyak 5% (lima persen) dari Nilai Kontrak
3. Barang siapa yang lalai dalam pengawasaan konstruksi dan mengakibatkan kegagalan
bangunan dikenai pidana paling lam 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling
banyak 10% (sepuluh persen) dari Nilai Kontrak
BAB II
SUMBER KECELAKAAN KERJA
PADA INDUSTRI KONSTRUKSI

Objektif :
Setelah selesai pembahasan Bab II, mahasiswa mengetahui, memahami dan mampu
mengenali sumber kecelakaan kerja pada industri konstruksi.
2.1. Definisi Umum
Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan dimana akan berakibat cidera,
sakit / penyakit akibat kerja sampai kepada kematian dan / atau mengakibatkan kerusakan
ataupun kerugian.Sedangkan Penyakit Akibat Kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan
oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Untuk dapat mencegah atau menekan terjadinya
kecelakaan atau sakit / penyakit akibat kerja. ,aka perlu dikeatui dan dipahami sumber
kecelakaan dan sakit / penyakit akibat kerja tersebut.
Kecelakaan kerja menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03 /MEN/1998
tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan
kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat
menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. Secara umum, sumber kecelakaan dan sakit
/ penyakit akibat kerja dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu kondisi/lingkungan kerja,
manajemen/organisasi kerja, dan perilaku kerja yang tidak aman seperti yang diilustrasikan
pada Gambar 2.1 (Anonim, 2003).

The
The Three
Three BasicofCauses
Basic Causes Occupational
of OccupationalAccident Accident
Poor Management Safety Policy & Decisions
Personal Factors Basic Causes
Environmental Factors

Unsafe
Unsafe Act Indirect Causes Condition

ACCIDENT
Personal Injury
Unplanned release of
Property Damage
Energy and/or
Hazardous material

Gambar 2.1 Faktor Utama Penyebab Kecelakaan Kerja


Sumber : Anonim, 2003.
Lingkungan kerja yang tidak aman dan Manajemen yang kurang proporsional dapat
menyebabkan timbulnya kondisi kerja dan perilaku kerja yang tidak aman, yang pada akhirnya
akan menimbulkan terjadinya kecelakaan, sakit dan kerugian baik bagi pekerja maupun
perusahaan.
Penyebab kecelakaan menurut Teori Domino adalah sebagai berikut :

Logika terjadinya kecelakaan (Teori Domino) :


Setiap kejadian kecelakaan, ada hubungan mata rantai sebab-akibat (Domino Squen)

Gambar 2.2. Penyebab Kecelakaan (Teori Domino)

Adapun faktor-faktor yang merupakan sumber-sumber kejadian kecelakaan pada umumnya


berkisar pada 3 (tiga ) faktor penting, yaitu :
1. Keadaan Lingkungan Kerja ( Work Enviroment)
Keadaan lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap moral para pekerja. Lingkungan kerja
yang baik dapat mempertinggi efficiency kerja mengurangi kelelahan ( fatique), yang berati
dapat menambah kenaikan produksi.
Faktor-faktor keadaan lingkungan kerja yang penting dan perlu mendapat perhatian adalah:
a. Pemeliharaan Rumah Tangga ( house keeping )
Kesalahan-kesalahan yang biasanya terdapat pada soal pemeliharaan rumah tangga adalah
tentang tata ruang ( Plant Lay Oot ) yang tidak memenuhi syarat, misalnya ruangan terlalu
sempit dan cara menempatkan mesin-mesin tidak betul. Hal-hal lain yang merupakan
kesalahan-kesalahan ialah jalur-jalur lalu lintas yang dipergunakan untuk menempatkan
balian-bahan/alat-alat kerja tidak pada tempatnya.
Demikian pula mengenai pemeliharaan lemari, rak, tempat pembuangan sampah dan sisa-sisa
bahan tidak sempuma. Keadaan lantai yang kotor dan licin, kurang mendapat perhatian dan
tidak jarang pula terdapat barang-barang yang berantakan di pekarangan.
b. Ventilasi.
Tentang ventelasi sering terdapat tidak sempuna karena kurangnya peredaran atau
pertukaran udara luar, sehingga di dalam ruangan kerja terdapat banyak debu, keadaan
lembab, dan sebagainya. Dalam keadaan demikian tentu para pekerja akan merasakan tidak
enak/nyaman bekerja.
c. Penerangan ( Lighting )
Mengenai soal penerangan juga acap kali terdapat tidak sempurna, misalnya ruangan terlalu
gelap, kesilauan dan tidak ada penerangan setempat (spotlight).

2. Keadaan Mesin-mesin dan Alat-alat Kerja ( Machines and Tools )


Kesalahan-kesalahan yang terdapat pada faktor keadaan mesin-mesin dan alat-alat kerja ialah
cara menempatkan atau letaknya yang salah, tidak dilengkapi dengan alat pelindung atau alat
pelindungnya tidak dipakai. Selanjutnya sering terdapat juga alat-alat kerja yang telah rusak atau
yang telah terlalu tua masih dipergunakan untuk melakukan pekerjaan dan alat-alat perlengkapan
perlindungan buruh yang telah rusak masihjuga dipakai.

3. Keadaan Pekerja ( Human Factor)


Factor keadaan pekerja adalah factor yang memerlukan perhatian sepenuhnya dan pemikiran
yang teliti, karena persoalannya menyangkut tingkah laku atau perwatakan manusia, kecakapan
atau keterampilan mengerjakan sesuatu, dan kesehatan physik atau mentalnya. Kesalahan-
kesalahan yang terdapat pada faktor keadaan pekerjaan sering terdapat sikap yang tidak wajar,
diantaranya terlalu berani, sembrono tidak mengindahkan instruksi, kelalaian, melamun, tidak
mau memekai alat pelindung, tidak mau bekerjasama, kurang sabar dan sebagainya. Kesalahan-
kesalahan yang terdapat pada kekurangan kecakapan atau ketrampilan mengerjakan sesuatu
adalah misalnya, tidak mendapat latihan kerja yang cukup, masih baru dalam mengerjakan
sesuatu, belum cukup paham akan instruksi yang diberikan.
Kekurangan-kekurangan yang terdapat pada physik atau mental ialah diantaranya cacat pada
badan, tuli, kurang penglihatan, berpenyakit ayan, reaksi yang lamban dan kesehatan badan
umumnya kurang. Dengan telah diketahui faktor-faktor utama yang dapat menyebabkan
kecelakaan dan kesimpulan kesalahan-kesalahan serta kekurangan-kekurangan tersebut dengan
cara pencegahannya yang telah ditentukan.

2.2. Kondisi kerja yang Tidak Aman (unsafe condition-environment factors)


Yang dimaksud dengan kondisi kerja adalah kondisi interaksi antara manusia kerja
dengan sarana/prasarana/alat kerja, lingkungan kerja, benda kerja dan sistem atau organisasi
kerja. Karakteristik kondisi sarana/prasarana/alat kerja, lingkungan kerja, benda kerja dan sistem
kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia kerja dapat
menyebabkan terjadinya kecelakaan dan sakit/penyakit akibat kerja seperti yang diilustrasikan
pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Faktor Penyebab Kecelakaan dan Sakit Akibat Kerja


Dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi dalam industri jasa konstruksi terdapat beberapa
kondisi berbahaya yang dapat ditemukan, seperti :
a. Pengamanan yang tidak sempurna
b. Peralatan/bahan yang tidak seharusnya
c. Kecacatan, ketidak sempurnaan
d. Prosedur yang tidak aman
e. Penerangan tidak sempurna
f. Iklim kerja yang tidak aman
g. Tekanan udara yang tidak aman
h. Getaran yang berbahaya
i. Pakaian, kelengkapan yang tidak aman
j. Kejadian berbahaya lainnya
Kondisi kerja pada industri konstruksi pada umumnya tidak aman karena banyak sumber bahaya
yang tidak dapat dihindari seperti bekerja di ketinggian tertentudibawah paparan panas,
kebisingan, getaranserta bahan-bahan bangunan yang mengandung bahan berbahaya seperti
semen, kapur, bahan-bahan cat dan sebagainya (Gambar 2.4). Pekerjaan konstruksi juga sering
menggunakan alat-alat yang tajam baik yang dioperasikan secara manual, mekanik maupun
elektrik. Sumber bahaya tersebut memang sulit untuk dieliminasi, namun dapat dikendalikan
melalui pengaturan manajemen yang proporsional sehingga dampak dari kondisi kerja yang tidak
aman tersebut tidak membahayakan pekerja.

Gambar 2.4 Berbagai Kondisi Kerja Pada Industri Konstruksi

2.3. Manajemen atau Organisasi Kerja Yang Kurang Proporsional (poor management)
Timbulnya kecelakaan dan sakit/penyakit akibat kerja juga sering terjadi akibat
manajemen atau organisasi kerja yang kurang proporsional. Penempatan tenaga kerja pada posisi
yang kurang sesuai dengan kemampuan, kapasitas dan keterbatasan pekerja,penjadwalan waktu
kerja dan istirahat yang kurang berimbang, gizi kerja yang kurang memadai, kondisi informasi
yang minimdapat menyebabkan adanya kondisi kerja yang tidak aman dan secara akumulatif
dapat mendorong timbulnya perilaku kerja yang tidak aman yang bermuara pada terjadinya
kecelakaan dan sakit akibat kerja.

2.4. Perilaku Tidak Aman (unsafe act-personal factors)


Pada pelaksanaan pekerjaan konstruksi terdapat beberapa tindakan yang membayakan
keselamatan dan kesehatan pekerja, adapun tindakan tersebut yaitu :
a. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang,
b. Bekerja dengan kecepatan berbahaya.
c. Membuat alat pengaman tidak berfungsi
d. Memakai peralatan yang tidak aman, tanpa peralatan.
e. Melakukan Proses dengan tidak aman
f. Posisi atau sikap tubuh tidak aman
g. Bekerja pada objek yang berputar atau berbahaya
h. Mengalihkan perhatian, mengganggu, sembrono / berkelakar, mengagetkan dan lain-lain.
i. Melalaikan penggunaan alat pelindung diri yang ditentukan, dan lain-lain.
Perilaku kerja tidak aman seringkali timbul akibat kondisi kerja yang tidak aman dan
manajemen/organisasi kerja yang kurang proporsional. Kondisi kerja yang tidak aman serta
manajemen/organisasi kerja yang kurang proporsional dapat memberikan beban kerja tambahan
baik yang bersifat fisik maupun psikologis yang dapat menimbulkan berbagai keluhan dan
kelalahan dini, dan pada akhirnya menurunkan tingkat ketelitian dan kewasdaan yang
menyebabkan timbulnya kecelakaan dan sakit akibat kerja. Di samping itu, perilaku kerja tidak
aman juga sering timbul karena kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik yang sudah menjadi
budaya atau juga karena kurangnya pemahaman pekerja terhadap cara kerja yang aman dan sehat
seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5. Berbagai Perilaku Kerja Yang Tidak Aman

Kondisi kerja yang tidak aman, manajemen/organisasi kerja yang kurang proporsional
dan perilaku kerja yang tidak aman secara akumulatif akan akan menambah beban kerja,
menimbulkan berbagai keluhan fisik, kelelahan, menurunnya tingkat ketelitian dan kewasdaan,
risiko kecelakaan dan sakit akibat kerja meningkat, efisiensi dan produktivitas rendah, dan pada
akhirnya akan mengurangi keuntungan perusahaan atau bahkan merugi yang pada akhirnya
bermuara pada rendahnya tingkat kesejahteraan dan kualitas hidup baik bagi pekerja maupun
perusahaan.
BAB III
KECELAKAAN KERJA
PADA INDUSTRI KONSTRUKSI

Objektif :
Setelah selesai pembahasan Bab II, mahasiswa mengetahui, memahami dan mampu
menjelaskan jenis-jenis dan pencegah kecelakaan kerja pada industri konstruksi.

3.1. Jenis Kecelakaan Kerja


Adapun kecelakaan kerja yang kemungkinan terjadi pada pelaksanan pekerjaan konstruksi antara
lain:
1. Terbentur
2. Terpukul
3. Tertangkap pada, dalam atau diantara benda
4 Jatuh dari ketinggian yang sama.
5. Jatuh dari ketinggian yang berbeda.
6. Tergelincir.
7. Terpapar
8. Penghisapan, penyerapan
9. Tersentuh aliran listrik.
Jenis-jenis kecelakaan kerja dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Kecelakaan Terjepit
Kecelakaan ini sering terjadi antara lain :
Contoh :
a. Kecelakaan terjepit sewaktu mengangkat sesuatu alat berat tanpa suatu komando dan pada
waktu menurunkan tidak sama sehingga tangan atau kaki terjepit, dan untuk ini perlu suatu
kerja sama di bawah komando
b. Kecelakaan terjadi sewaktu menyambung pipa diameter besar karena kurang hati-liati
mengakibatkn jari-jari terjepit, untuk ini perlu kerja sama di bawah suatu komando pada
waktu menggeser pipa-pipa.
c. Dan lain-lain.
2. Kecelakaan Jatuh
Contoh :
a. Kecelakaan jatuh dari pekerjaan gedung bertingkat dengan demikian disarankan supaya
selalu menggunakan atau memasang sabuk pengaman.
b. Kecelakaan jatuh dari mobil, sewaktu mobil masih berjalan penumpang turun dan
terpelanting, karena daya tarik yang tidak diketahui. Supaya jangan turun dari mobil selama
masih bergerak, sebaiknya ditunggu sampai berhenti.
c. Kecelakaan jatuh dari tiang listrik, sewaktu memanjat tiba-tiba terpeleset atau kena arus
listrik, karena tidak menggunakan alat pengaman pinggang sehingga jatuh dan untuk inilah
setiap memanjat selalu memakai tali pinggang pengaman.
d. Kecelakaan jatuh dari sepeda motor, karena kurang mengusai mengendarai atau kurang
terampil, jalan licin dan lain-lain, mengakibatkan cacat fatal atau kematian, dan inilah
disarankan supaya mengetahui peraturan lalu lintas dan memakai helm pengaman.

3. Kecelakaan Terpukul
a. Kecelakaan terpukul kawat, sewaktu mengangkat sesuatu alat, tanpa memperhitungkan daya
tahan kawat putus dan memukul yang dekat atau yang sekitarnya, dan untuk ini selalu
memperhitungkan daya tahan kawat.
b. Dan lain – lain peregangan otot yang berlebihan

4. Kecelakaan Tergelincir.
Kecelakaan ini sering terjadi di tempat berminyak seperti di sentral-sentral listrik, di bengkel, di
tangga-tangga dan lain-lain karena kurang bersih, selalu dibiarkan berminyak dan untuk ini
selalu disarankan untuk menjaga kebersihan.

5. Kecelakaan Percikan
Contoh :
a. Kecelakaan percikan batu gerinda kena mata atau muka, dan untuk ini disarankan selalu
mamakai kaca mata pengaman atau penutup muka sewaktu menggerinda.
b. Kecelakaan percikan las kena mata atau badan, untuk inilah selalu disarankan mamakai alat
pengaman kaca mata, baju dan sarung tangan las.
c. Dan lain-lain

6. Kecelakaan Kena Timbun Tanah.


Contoh :
Kecelakaan kena timbun tanah sewaktu tanah longsor, karena tinggi front kerja melebihi dari 6
meter atau karena keadaan tanahnya mudah longsor, maka dari itu tinggi dan keadaan jenis
tanahnya selalu diperhatikan.

7. Kecelakaan Kena Aliran Listrik.


Contoh :
Kecelakaan kena aliran listrik dapat terjadi misalnya sewaktu pemindahan lampu sorot di
tambang-tambang, karena tidak mengetahui bahayanya sewaktu memindahkan lampu sorot kabel
listrik tertarik atau terkelupas atau kena air, sehingga si korban kena aliran listrik yang
mengakibatkan meninggal dunia, dengan demikian disarankan selalu memasang sakelar
pengaman atau tidak di perkenankan memindahkan.

8. Kecelakaan Kebakaran
Contoh :
Kecelakaan kebakaran karena kurang hati-hati membuang rokok yang masih menyala ke tempat
yang ada kertas, bekas minyak dan lain-lain, atan alat pemasak yang tidak sempurna
mengakibatkan peledakan terbakar, kawat listrik terbakar karena sekring palsu yang
mengakibatkan alat lain turut terbakar dan untuk itu selalu hati-hati mempergunakan alat
pengaman yang baik (sekring asli)

9. Kecelakaan Terbelit.
Contoh :
Kecelakaan terbelit di poros mesin yang berputar. Dan biasanya terjadi kecelakaan terbelit di
poros mesin yang berputar ini apabila tutup pengaman poros berputar tidak dipasang atau lupa
memasang. Untuk ini selalu disarankan supaya memasang tutup pengaman atau pagar pengainan
di setiap alat berputar sebab kecelakaan seperti ini akibatnya fatal, baik pada diri sendiri ataupun
pada orang lain.

10. Kecelakaan Kejatuhan.


Contoh :
Kecelakaan kejatuhan benda sewaktu sedang kerja di bawah, tiba-tiba baut atau mur dan kunci
yang sedang di pakai oleh pekerja yang mengerjakan sesuatu pekerjaan di atas jatuh dari tangan
atau dan kantongnya dan mengenai si korban di bawah, maka untuk itu di sarankan selalu
memakai tutup topi pengaman selama bekerja.

11. Kecelakaan Debu/Gas.


Contoh :
Kecelakaan ini terjadi apabila pekerja bekerja dimana di sekitar lingkungan kerjanya banyak
debu bertaburan, dalam jangka pendek kelihatannya tidak menimbulkan atau mengakibatkan
sakit, akan tetapi dalam jangka panjang mengakibatkan penyakit paru-paru dan lain-lain, maka
untuk itu disarankan selalu memakai tutup hidung mulut (masker).

12. Kecelakaan Tenggelam


Contoh :
Kecelakaan tenggelain dalam air, kalau sampan atau perahu tempat kerja atau alat angkutan tiba-
tiba pecah. Si korban tidak dapat berenang, akhirnya meninggal dunia karena tenggelam dan
untuk itu selalu disarankan supaya setiap pekerja di atas air memakai alat pelampung atau dapat
berenang.

3.2. Pencegahan Kecelakaan Kerja


Pencegahan kecelakaan kerja dapat dilakukan pada berikut ini :
1. Tempat Kerja
Perencanaan tata letak (lay out plan) bangunan sementara sangat penting sekali artinya bagi
kelancaran dan ketertiban pelaksanaan pekerjaan suatu proyek.
Bangunan sementara yang terdiri antara lain seperti Kantor Direksi/Konsultan Pengawas, Kantor
Pemborong, Gudang, Barak Kerja, Rumah, Diesel, Kantin, Toilet, Tempat Material dan lain-
lainnya, perlu diatur penempatannya dengan baik. Harus diusahakan agar pengaturan tempat
kerja, lingkungan kerja dan tata cara kerja sedemikian rupa sehingga membuat para pekerja dapat
tenang melaksanakan pekerjaannya, karena merasa terlindung dari resiko bahaya kecelakaan.
Dengan menciptakan suatu lingkungan kerja yang nyaman dan aman dari bahaya kecelakaan,
akan dapat mempertinggi efisiensi kerja, mengurangi kelelahan, sehingga dapat meningkatkan
produktivitas kerja.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai lingkungan kerja dan tempat kerja antara lain
sebagai berikut:
 Pengaturan tata ruang (site lay out plan) yang baik, sehingga jalan lalu lintas kerja tidak
saling mengganggu.
 Bila dipandang perlu dapat disediakan pintu masuk dan pintu keluar yang berbeda.
 Diadakan penerangan yang cukup, untuk dapat menjamin keamanan kerja dan barang selain
itu dapat meningkatkan produktivitas kerja.
 Tersedianya air minum yang memenuhi syarat kesehatan.
 Tempat kerja yang harus mempunyai system sirkulasi udara segar yang cukup.
 Disediakan bangunan kantin yang bersih dan sehat.
 Disediakan bangunan untuk WC dan Uranoir yang sehat dan bersih.
 Disediakan alat pemadam kebakaran, baik di kantor, gudang, bengkel, dan tempat lainnya
yang dianggap rawan terhadap bahaya kebakaran.
 Peralatan kerja, bahan bangunan dan lain-lainnya harus diatur sedemikian rupa sehingga
mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan. Pengaturan diusahakan untuk dapat
meningkatkan produktivitas kerja.
 Disediakan tempat sampah dan larangan untuk membuang sampah serta kotoran lain
disembarangan tempat.
 Jalur lalu lintas kendaraan dan bahan diatur rapi dengan memberikan tanda-tanda lalu lintas,
memindahkan bahan-bahan yang tidak berguna yang dapat mengganggu angkutan bahan
bangunan.
 Pengaturan ruang pekerja yang cukup sehingga memberikan keleluasaan bergerak seorang
pekerja mempunyai daerah kerja tertentu.
 Bahan yang mudah terbakar dan meledak tidak boleh disimpan ditempat kerja, tempat
penyimpanan dibuatkan tersendiri dan memenuhi persyaratan keamanan.
2. Peralatan Keselamatan Kerja.
Untuk menghindari akibat yang lebih parah bila terjadi kecelakaan, maka setiap pekerja
dilengkapi dengan pakaian serta perlengkapannya sesuai dengan persyaratan serta peralatan yang
berlaku. Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :
a. Perlengkapan pakaian. Pada saat menjalankan tugasnya, apakah sudah dilaksanakan aturan
mengenai pakaian kerja dan perlengkapannya.
b. Pedoman untuk Operator. Dengan mengetahui serta mendalami cara bekerjanya suatu jenis
peralatan, maka operator akan lebih berhati-hati dalam menggunakan peralatan tersebut.
Selain akan dapat mencegah terjadinya kecelakaan, juga akan meningkatkan produktivitas
kerja.

3. Perancah dan Tangga Sementara


Perancah dan tangga sementara sangat diperlukan pada pekerjaan yang mempunyai ketinggian
di luar jangkauan manusia. Dengan digunakannya perancah serta tangga sementara, maka
pekerja dapat melakukan tugasnya secara aman. Untuk dapat membuat perasaan aman dan
tentram bagi pekerja, maka dalam pelaksanaan pekerjaan dengan menggunakan bantuan
perancah dan tangga sementara, dapatlah diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Perancah dibuat dari bahan kayu atau lainnya yang kuat dengan konstruksi yang rapi dan
memberikan kekuatan yang diperlukan.
b. Anjungan (Platform) tempat pekerja melakukan tugasnya harus ditunjang dengan perancah
yang kuat.
c. Berhati-hati jika bekerja di anjungan.
d. Buatlah tangga sementara yang cukup kuat dengan lebar kurang lebih 60 cm dengan dua
pegangan tangan di kiri kanannya.
e. Buatlah anjungan datar pada tangga (bodres) pada setiap 3,5 m tanjakan.
f. Jika harus di buat jembatan penghubung sementara, buatlah jembatan yang kuat dan tidak
terlalu lentur.
g. Pada lubang terbuka disekitar anjungan di atas perancah, harus diberi tutup yang memberi
kesan tentang adanya lubang tersebut dan digunakan jarring-jaring untuk perancah yang
tinggi.
h. Perhatikan dan selalu diperiksa ikatan dan sambungan pada perancah.

4. Peralatan Angkut, Alat Berat dan AIat Bantu Konstruksi.


a. Peralatan Angkut.
Peralatan angkut yang akan diutarakan sehubungan dengan pembahasannya tentang keselamatan
kerja meliputi forklift dan truk. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian oleh pengemudi
untuk menjaga agar dapat dihindari terjadinya kecelakaan antara lain sebagai berikut:
1) Periksalah dulu mesin, lampu sign, rem sebelum penggunaan alat angkut bersangkutan ( baca
buku pedoman )
2) Buatlah jalan kerja yang cukup lebar, tanjakan yang tidak terlalu tajam, tidak berdebu dan
dilengkapai tanda-tanda lalu lintas.
3) Perhatikan jumlah muatan, agar tidak melampaui kapasitas keknatan mesin.
4) Jarak antara truk harus dijaga, bila truk beriringan.
5) Perhatikan pengaturan lalu lintas di dalam daerah proyek.
6) Jembatan sementara harus cukup kuat untuk dilalui.
7) Harus cukup penerangan jika bekerja malam.
8) Jangan mengemudikan truk terlalu dekat dengan tebing dengan kecepatan tinggi pada saat
menikung.

b. Alat Berat.
Yang perlu diperhatikan dalam mengoperasikan alat berat antara lain :
1) Mempelajari medan kerja. Pekerjaan akan tidak lancar apabila kita kurang mengenal medan
tempat kerja.
2) Sebelum menggunakan alat-alat berat, bacalah lebih dahulu buku pedoman untuk
mengoperasikan peralatan tersebut.
3) Berpikirlah selalu sebelim mulai bekerja, untuk menghindari kecelakaan yang mungkin
terjadi.
4) Persiapan sebelum menghidupkan mesin dengan pemeriksaan menyeluruh sebelum
menghidupkan mesin.
5) Bekerja dengan aman. Naiklah ke atas peralatan dengan baik, penuh keyakinan diri.
6) Matikan mesin pada waktu istirahat
7) Parkirlah kendaraan di tempat yang aman, jangan parkir di tempat jalan umum.
8) Jangan mengoperasikan peralatan dekat dengan tebing.
9) Pada alat angkut/lift, berikan tulisan kapasitas muatan maksimalnya dan lengkapi dengan
pintu penutup.
10) Crane harus berdiri di tempat yang stabil.
11) Jangkar dan beban lawan (counter weight) pada crane harus mendapat perhatian untuk
pekerjaan tertentu.
12) Berat beban/benda yang diangkat tidak boleh lebih dari pada kapasitas angkat crans, segala
gerakan mengangkat dan memutar harus dilakukan berhati-hati dan perlahan-lahan,
13) Harus ada petugas di bawah yang memberi petunjuk pada operator crane yang bekerja di
atas.
14) Perhatikan keselamatan orang lain yang ada di sekeliling tempat bekerja crane.
15) Ekstra makanan serta pemeriksaan kesehatan operator perlu diperhatikan.

5. Pekerjaan Galian, Galian dan Timbunan, Pekerjaan Terowongan


Data-data hasil penyelidikan tanah yang meliputi jenis tanah, susunan lapisan (strata) tanah serta
tinggi muka air tanah sangat membantu dalam pelaksanaan pekerjaan tanah. Dengan
diketahuinya data tanah di tempat pekerjaan tanah, maka dapat disiapkan peralatan sesuai dengan
kebutuhan pekerjaan tersebut. Disamping itu dapat pula direncanakan dan disiapkan alat-alat
pembantu dan bangunan penunjang sebagai sarana pencegahan terjadinya kecelakaan.

A. Pekerjaan galian terbuka.


Pelaksanaan galian tanah pada pekerjaan saluran, parit, sumur dan sejenisnya perlu diperhatikan
adanya kemungkinan terjadinya kecelakaan sehubungan dengaujenis dan sifat tanah. Beberapa
hal yang perlu mendapat perhatian adalah:
a. Galian kemiringan tebing yang cukup aman pada galian terbuka sesuai dengan jenis
tanahnya. (ingat bidang lereng alam setiap jenis tanah).
b. Memasang turap kayu atau besi sebagai dinding penahan tanah pada galian parit untuk
menghindari terjadinya longsoran.
c. Meletakan beban dekat dengan tebing galian, menyebabkan kemungkinan terjadinya tanah
longsor.
d. Pembuatan saluran air bila diperlukan untuk drainaseair hujan atau air tanah pada penggalian
yang luas.
e. Pengaturan lalu lintas kendaraan angkut pada tempat penggalian tanah dengan menggunakan
mesin gali (excavator). Operator harus selalu memperhatikan keadaan sekitar dan petunjuk
dari pemandit.
f. Penyediaan alat-alat penolong untuk tenaga kerja yang sedang menggali tanah pada
kedalaman yang cukup membahayakan.

B. Pekerjaan galian di bawah tanah.


Beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian pada pekerjaan galian di bawah tanah adalah
sebagai benkut:
a. Pembuatan konstaiksi penahan tanah yang kuat untuk menghindari terjadinya tanah longsor.
b. Pengaturan sirkulasi udara bersih di dalam terowongan harus diusahakan.
c. Pengadaan penerangan yang cukup untuk keamanan kerja.
d. Pengadaan pemeriksaan apakah di dalam lubang tau terowongan terdapat gas berbahiaya.
e. Pemeriksaan dilakukan paling sedikit setiap penggantian regu kerja (shift).
f. Penggunaan topeng anti gas beracun diharuskan bagi tenaga kerja yang memberikan
pertolongan pada tenaga kerja yang pingsan karena gas beracun.
g. Penggunaan tutup muka untuk melingdungi diri terhadap debu pada pengeboran batu.
h. Pengeboran dibawah tanah sebaiknya mpnggunakan alat dengan penggerak angin
(Compressed atr).
i. Pemeriksaan kabel-kabel listrik untuk menghidari terjadinya korsluting listrik.
j. Penggalian batu bawah tanah dengan menggunakan bahan peledak harus waspada terhadap
timbulnya gas yang membahayakan terhadap pekerja.
k. Peledak dilakukan bila telah diyakini bahwa tidak ada tenaga kerja yang berada pada tempat
yang berbahaya.
l. Tenaga kerja baru diijinkan kembali ketempat kerja setelah dinyatakan aman.

6. Pekerjaan Beton dan Tiang Pancang


a. Pekerjaan Beton
Tanpa disadari oleh tenaga kerja karena kurang pengetahuannya mengenai konstraksi beton
bertulang, maka kecorobohan pada saat mengerjakannya dapat menimbulkan akibat yang kurang
baik bagi kesehatan dan keselamatan tenaga kerja bersangkutan.
Dalam usaha menghindari akibat-akibat yang kurang baik bagi tenaga kerja, perlu adanya
perhatian mengenai hal-hal sebagai berikut:
1. Menggunakan perlengkapan pakaian kerja seperti sarung tangan, sepatu dan topi keras bagi
tenaga kerja yang sedang mengerjakan beton.
2. Pada saat memotong besi beton, berhati-hatilah dan menggunakan cara memotong yang
benar.
3. Selama penarikan besi/kabel beton praktekan, pekerja tidak boleh berdiri dibelakang atau
searah dengan bagian yang sedang ditarik maupun dibelakang dongkrak.
4. Pekerja tidak boleh memotong besi/kabel beton praktekan sebelum beton cukup keras.
5. Pembukaan papan acuan tidak boleh dilakukan sebelum terpenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan serta atas perintah yang berwenang.

b. Tiang Pancang
1. Memeriksa kabel kawat yang digunakan untuk mengangkat tiang pancang sebelum
digunakan.
2. Mengangkat tiang pancang dilakukan perlahan-lahan, hati-hati dan cara yang benar.
3. Para pekerja dilengkapi dengan perlengkapan pakaian seperti sarung tangan, sepatu dan topi
keras.

7. Pekerjaan Las
Pekerjaan las dapat dilaksanakan di bawah yaitu sebelum dilakukan pemasangan (install) atau
pada saat pemasangan misalkan bangunan konstruksi rangka baja. Sebelum pekerjaan las
dimulai, lokasi sekitar tempat kerja harus diperiksa terlebih dahulu dari bahan-bahan yang
mudah terbakar seperti bensin, bahan-bahan kimia dan sebagainya.
Untuk menjaga agar pekerjaan las dapat berjalan dengan aman maka perlu diperhatikan atziran
yang ditaati pada saat tenaga kerja melaksanakan pengelasari antara lain:
a. Tenaga kerja memakai perlengkapan pakaian kerja seperti sarung tangan, kacamata
pelindung yang dipakai pada saat melaksanakan pengelasan.
b. Tenaga kerja yang memakai pakaian yang penuh bekas minyak, lemak dan bahan lain yang
mudah terbakar.
c. Pada saat melaksanakan pengelasan, usahakan agar orang yang lewat tidak terkena percikan
api.
d. Pelaksanaan pengelasan tidak diperkenankan dekat dengan bahan-bahan yang mudah
terbakar, misalnya tumpukan kayu kering, tekstil, kertas, bahan cat dan sebagainya.
e. Sebelum mulai pelaksanaan pengelasan agar dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu
mengenai peralatan las, listrik dan kabelnya untuk menghindari korsluting.
f. Sebelum menyalakan api, agar diperiksa selang karetnya. Bila selang karet bocor harus
diganti dan berhati-hati pada saat menyalakan api.
g. Simpanlah tabung gas di tempat yang aman, terhindar dari panas api atau sinar matahari.
h. Pengelasan ditempat tertutup, harus dilaksanakan dengan hati-hati
i. Hindari gas beracun yang timbul.

8. Bahaya Aliran Listrik


Aliran listrik dapat membahayakan bagi jiwa manusia, oleh karena itu para pekerja yang sedang
melaksanakan pekerjaan listrik atau dekat dengan kabel listrik hendaklah berhati-hati dan
dilengkapi dengan perlengkapan pengaman.
Dalam hubungan bahaya aliran listrik ini, perlu mendapatkan perhatian hal-hal sebagai berikut:
a. Tegangan listrik dapat membawa maut.
b. Bekerja dengan kabel terbuka yang beraliran listrik, baik tegangan rendah, sedang maupun
tinggi jangan dilakukan.
c. Usahakan jangan menggunakan kabel listrik yang bungkusnya sudah terkelupas.
d. Bau hangus, tanda suatu bahaya, periksalah alat listrik yang sedang dipakai.
e. Berhati-hari waktu lewat atau bekerja di bawah kabel listrik PLN.
f. Bila terjadi korsluting, segera putuskan aliran listrik.
g. Berhati-hatilah atau sedapat mungkin menghindari alat konstruksi beroperasi dekat kabel
listrik bertegangan tinggi.
h. Lampu penerangan harus diberi pelindung yang baik.
i. Jagalah agar jangan terjadi korsluting pada pompa air.
9. Penggunaaa Bahan Peledak dan Peledakan
Penggunaan bahan peledak dalam pelaksanaan kostruksi bangunan atau pada quarry batu,
diperlukan bila dengan cara lain yang lebih aman tidak dapat dilakukan. Dalam hal ini perlu
adanya perhatian secara khusus untuk penyimpanan bahan peledak maupun penggunaannya.
Diperlukan tenaga khusus yang ahli mengenai bahan peledak.
Beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah:
a. Gudang bahan peledak dibuat jauh dari kantor proyek maupun rumah penduduk.
b. Gudang bahan peledak harus terpisah dari gudang bahan bakar.
c. Peledakan dilaksanakan padajam tertentu saat sepi atau waktu istirahat.
d. Tanda pengaman atau bendera peringatan harus dipasang, dan tanda bahaya (sirine)
dibunyikan pada saat peledakan akan dilaksanakan.
e. Periksa peralatan peledakan sebelum dipakai.
f. Periksa sambungan kabel atau sumbu.
g. Pilihlah orang yang berpengalaman untuk memesang bahan peledak.
h. Pilihlah orang yang dapat dipercaya untuk memegang kunci alat penyulut ledak (exploder)
atau penyulut sumbu api.
i. Gunakan bahan peledak sesuai dengan kondisi batu-batuan yang akan diledakan.
j. Setelah peledakan, tunggu beberapa menit untuk memeriksa hasil peledakan.

10. Pembongkaran
Pembongkaran bangunan seperti antara lain gedung bertingkat, pabrik, cerobong asap perlu
dilakukan survey terlebih dahulu untuk mendapatkan cara pembongkaran yang tepat dan tidak
membahayakan. Beberapa cara pembongkaran dapat dilakukan dengan menggunakan bahan
peledak, bulldozer, bola besi, tenaga manusia dan lain sebagainya. Dalam pelaksanaan
pembongkaran ini, beberapa hal perlu mendapatkan perhatian agar tidak membahayakan pekerja
dan lingkungan sebagai berikut:
a. Sebelum pembongkaran dimulai, harus diadakan pemeriksaan untuk mencegah kemungkinan
bahaya yang dapat terjadi.
b. Periksalah terlebih dahulu, kabel listrik, pipa gas, pipa air panas dan sebagainya pada bagian
bangunan yang akan dibongkar. Matikan aliran instalasi tersebut sebelum pembongkaran
dimulai.
c. Pembongkar bangunan dimulai dari atas ke bawah secara sistimatis.
d. Waspadalah terhadap paku dan tajam yang lainnya yang dapat menjadi penyebab luka.
e. Buanglah bekas bongkaran dengan hati-hati, kalau perlu buatlah cerobong pembuang
kebawah yang tertutup.
f. Bila perlu, perkuatan sementara dibuat untuk pengaman sisa bongkaran.
g. Hindari jangan terlalu banyak tenaga kerja untnk pekerjaan pembongkaran dan selalu
waspada terhadap keadaan sekeliling.

11. Bekerja di Atas Atap.


a. Bagi yang mempunyai epilepsy (ayan) atau vertigo dilarang bekerja diatas atap.
b. Untuk memanjat keatas harus diyakini bahwa kaki tangan untuk naik cukup stabil dan
demikian juga untuk turun.
c. Perhatikan letak tangga dan kekuatan kaki tangga.
d. Harus tahu jenis bahan atap, apakah bisa manahan beban orang.
e. Gunakan papan untuk berjalan di atas atap danjangan salah injak.
f. Gunakan sabuk pengaman untuk tempat yang berbahaya.
g. Gunakan sepatu yang ringan dan tidak kaku.
h. Jangan menggnnakan tangga yang terlalu pendek.
i. Jangan membawa beban lebih dari 50 kg jika harus memanjat tangga.
j. Periksa kondisi engsel tangga jika harus memakai tangga double.

12. Waspada Dalam Bekerja Membawa Barang.


a. Semua pekerjaan memerlukan kejelian dan kewaspadaa.
b. Hati-hatilah kalau berjalan, jangan sampai menginjak paku atau besi beton dan lain-lain yang
dapat menyebabkan luka.
c. Hati-hatilah jangan sampai tersandung waktu membawa barang.
d. Susunlah semen, kayu atau besi secara teratur agar mudah dibongkar dan mengurangi bahaya
kecelakaan.
e. Jangan membawa kayu dipundak dengan arah datar, karena akan mengurangi pandangan
kedepan.
f. Kerjasama yang teratur akan menunjang keamanan kerja.
g. Jangan membawa barang terlalu berat, carilah teman untuk membantunya.
h. Dalam membawa barang diatas truck, susunannya jangan terlalu tinggi, usahakan melebar,
dengan barang berat diletakan dibawah.
i. Sopir harus dapat bergerak bebas dalam cabin dan jangan membawa penumpang duduk
dipinggir bak.

13. Pengecatan.
Dalam pelaksanaan pekerjaan pengecatan agar diperhatikan:
a. Penyimpanan bahan cat, vernis dan bahan pengecatan lain harus disimpan dalam kaleng yang
tertutup dan jauhkan dari percikan api, sumber panas dan sinar matahari.
b. Siapkan alat pemadam kebakaran didekat tempat penyimpanan bahan cat.
c. Cat semprot mudah, bersih dan cepat dalam pelaksanaan, tetapi pada umumnya sangat
mudah terbakar dan menimbulkan gas racun.
d. Jauhkan terjadinya banyak uap/gas dengan mengurangi tekanan udara dari kompresor.
e. Pakailah masker untuk melindungi pernafasan terutama apabila mengecat semprot diruang
tertutup.
f. Hati-hatilah dengan menggunakan bahan cat yang mengandung timah hitam. Pakailah
perlindungan muka dan yakini bahwa tubuh saudara terlndung dengan baju atau penutup lain,
hati-hatilah agar bahan cat tidak masuk kemulut, karena racun yang terkandung.
g. Lap kotor dan sisa cat adalah penyebab kebakaran, bersihkan tempat kerja saudara dari
barang ini.

14. Bahan Bakar


Penyimpanan bahan bakar perlu mendapatkan perhatian, mengingat bahan-bahan bakar peka
terhadap api. Dalam hal ini perlu diperhatikan antara lain:
a. Penyimpanan bahan bakar bensin jangan dilakukan didalam proyek kecuali ada izin dan
peralatan khusus.
b. Bahan bakar solar dapat disimpan di proyek dengan ketentuan tempat penyimpanan cukup
jauh dari kantor, bengkel, dan gudang serta harus diberi pagar keliling.
c. Dilarang merokok dekat penyimpanan bahan bakar.
d. Dilarang menggunakan bahan bakar bensin untuk membersihkan mesin peralatan.
15. Perkakas dan Alat Tangan
a. Mekanik atau tukang yang baik mengenal betul akan perkakas dan alat tangannya.
b. Simpanlah kunci dan alat-alat perkakas lainnya didalam laci atau lemari dan susunlah secara
teratiir dan rapi, agar tidak banyak waktu terbuang untuk mencarinya.
c. Gunakanlah perkakas atau alat tangan lain dengan cara yang baik dan pilih perkakas yang
masih dalam keadaan baik.
d. Gunakanlah perkakas dan alat yang cocok dengan fungsinya.
e. Hanya alat yang berisolasi atau tidak meneruskan listrik boleh dipakai apabila ada
kemungkinan bahaya listrik.
f. Hanya alat yang tidak menimbulkan api boleh digunakan didekat bahan yang mudali terbakar
atau meledak.
g. Jangan sembarangan meletakan perkakas atau alat di lantai, dan bawalah alat tersebut dalam
kotak dan tas.
h. Selama bekerja simpanlah perkakas dan alat yang tajam dan runcing di tempat yang aman
agar tidak terjatuh menimpa orang.
i. Berhati-hatilah dalam menggunakan alat listrik, periksalah dahulu kabelnya dam periksa
apakah masih berfungsi baik.
j. Berhati-hatilah dalam menggunakan pistolet, pemaku beton. Selalu pegang pada posisi yang
stabil.

16. Peralatan Bengkel.


a. Hati-hatilah dan waspada terhadap pipa listrik, air dan sebagainya dari mesin, dan jangan
bekerja dengan mesin yang sama sekali tidak kenal tanpa berkonsultasi.
b. Diingatkan bahwa memperbaiki atau menservise mesin dalam keadaan jalan adalah sangat
berbahaya.
c. Jangan meninggalkan mesin dalam keadaan jalan tanpa diawasi.
d. Sebelum mesin dijalankan yakinlah bahwa mesin tersebut dalam kondisi baik.
e. Rambut yang panjang dan baju yang kedodoran menjadi penyebab utama kecelakaan dalam
bekerja dengan mesin bengkel.
f. As transmisi air banyak menyebabkan kecelakaan yang membawa maut.
g. Jangan membersihkan mesin dengan bensin karena akan mengundang kebakaran.
h. Hati-hatilah bekerja dengan roda gigi, rambut yang panjang dan baju yang terlalu longgar
akan terseret dan berputar.
i. Mesin potong besi dapat dengan mudah memotong tangan, hati-hatilah dalarn menggunakan
dan beri pelindung pada mesin tersebut.
j. Mesin gergaji kayu adalah mesin yang paling berbahaya. Gunakanlah tenaga kerja yang
berpengalaman dan berilah pelindung gergaji.
k. Pakailah kacamata pengaman dan sarung tangan pada waktu bekerja dengan mesin gerinda.
Gambar 3.1. Safety and Health Protective Equipment

Anda mungkin juga menyukai