Anda di halaman 1dari 16

PANDUAN KREDENSIAL DAN REKREDENSIAL TENAGA MEDIS

BAB I
DEFINISI

A. LATAR BELAKANG

Salah satu upaya rumah sakit dalam menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya untuk menjaga keselamatan pasien adalah dengan menjaga standar dan
kompetensi para staf medis yang akan berhadapan langsung dengan para pasien di
rumah sakit. Upaya ini dilakukan dengan cara mengatur agar setiap pelayanan
medis yang dilakukan terhadap pasien hanya dilakukan oleh staf medis yang benar-
benar kompeten. Kompetensi ini meliputi dua aspek, kompetensi profesi medis yang terdiri
dari pengetahuan, keterampilan, dan perilaku profesional, serta kompetensi fisik dan
mental.
Walaupun seorang staf medis telah mendapatkan brevet spesialisasi dari
kolegium ilmu kedokteran yang bersangkutan, namun rumah sakit wajib melakukan
verifikasi kembali keabsahan bukti kompetensi seseorang dan menetapkan
kewenangan klinis untuk melakukan pelayanan medis dalam lingkup spesialisasi
tersebut, hal ini dikenal dengan istilah credentialing. Proses credentialing ini dilakukan
dengan dua alasan utama. Alasan pertama, banyak faktor yang mempengaruhi
kompetensi setelah seseorang mendapatkan sertifikat kompetensi dari kolegium.
Perkembangan ilmu di bidang kedokteran untuk suatu pelayanan medis tertentu
sangat pesat, sehingga kompetensi yang diperoleh saat menerima sertifikat
kompetensi bisa kedaluarsa, bahkan dapat dianggap sebagai tindakan yang tidak aman
bagi pasien. Selain itu, lingkup suatu cabang ilmu kedokteran tertentu senantiasa
berkembang dari waktu ke waktu sehingga suatu tindakan yang semula tidak diajarkan
pada penerima brevet pada periode tertentu, dapat saja belakangan diajarkan pada
periode selanjutnya, bahkan dianggap merupakan merupakan suatu kemampuan
yang standar. Hal ini mengakibatkan bahwa sekelompok tenaga medis yang
menyandang sertifikat kompetensi tertentu dapat saja memiliki lingkup kompetensi yang
berbeda-beda.
Alasan kedua, keadaan kesehatan seseorang dapat saja menurun akibat
penyakit tertentu atau bertambahnya usia sehingga mengurangi keamanan pelayanan

1
medis yang dilakukannya. Kompetensi fisik dan mental dinilai melalui uji kelaikan
kesehatan baik fisik maupun mental. Tindakan verifikasi kompetensi profesi medis
tersebut oleh rumah sakit disebut sebagai mekanisme credentialing, dan hal ini dilakukan
demi keselamatan pasien. Tindakan verifikasi kompetensi ini juga dilakukan pada
profesi lain untuk keamanan kliennya. Misalnya kompetensi profesi penerbang (pilot)
yang senantiasa diperiksa secara teratur dalam periode tertentu oleh perusahaan
penerbangan.
Setelah seorang tenaga medis dinyatakan kompeten melalui suatu proses
kredensial, rumah sakit menerbitkan suatu izin bagi yang bersangkutan untuk
melakukan serangkaian pelayanan medis tertentu dirumah sakit tersebut, hal ini
dikenal sebagai kewenangan klinis (clinical privilege). Tanpa adanya kewenangan klinis
(clinical privilege) tersebut seorang tenaga medis tidak diperkenankan untuk melakukan
pelayanan medis di rumah sakit tersebut.
Luasnya lingkup kewenangan klinis (clinical privilege) seseorang dokter
spesialis/dokter gigi spesialis dapat saja berbeda dengan koleganya dalam spesialisasi
yang sama, tergantung pada ketetapan komite medik tentang kompetensi untuk
melakukan tiap pelayanan medis oleh yang bersangkutan berdasarkan hasil proses
kredensial. Dalam hal pelayanan medis seorang tenaga medis membahayakan pasien
maka kewenangan klinis (clinical privilege) seorang tenaga medis dapat saja dicabut
sehingga tidak diperkenankan untuk melakukan pelayanan medis tertentu di lingkungan
rumah sakit tersebut. Pencabutan kewenangan klinis (clinical privilege) tersebut dilakukan
melalui prosedur tertentu yang melibatkan komite medik.
Kewajiban rumah sakit untuk menetapkan kewenangan klinis (clinical
privilege) tersebut telah diatur dengan tegas dalam peraturan perundang-undangan
tentang perumahsakitan bahwa setiap rumah sakit wajib menyusun dan
melaksanakan hospital bylaws, yang dalam penjelasan peraturan perundang-
undangan tersebut ditetapkan bahwa setiap rumah sakit wajib melaksanakan tata
kelola klinis yang baik (good clinical governence). Hal ini harus dirumuskan oleh
setiap rumah sakit dalam peraturan tenaga medis rumah sakit (medical tenagaf
bylaw) antara lain diatur kewenangan klinis (clinical privilege).
Kelemahan rumah sakit dalam menjalankan fungsi kredensial akan
menimbulkan tanggung jawab hukum bagi rumah sakit dalam hal terjadi kecelakaan
pelayanan medis. Setiap rumah sakit wajib melindungi pasiennya dari segala pelayanan
medis yang dilakukan oleh setiap tenaga medis di rumah sakit tersebut, hal ini dikenal
2
sebagai the duty of due care. Tanggung jawab rumah sakit tersebut berlaku tidak hanya
terhadap tindakan yang dilakukan oleh tenaga medis pegawai rumah sakit saja, tetapi juga
setiap tenaga medis yang bukan berstatus pegawai (tenaga medis tamu). Rumah sakit
wajib mengetahui dan menjaga keamanan setiap pelayanan medis yang dilakukan
dalam lingkungannya demi keselamatan semua pasien yang dilayaninya sebagai
bagian dari the duty of due care.
Untuk memenuhi kebutuhan tenaga medis di rumah sakit dalam rangka
meningkatkan pelayanan rumah sakit memerlukan penambahan tenaga medis.
Kepala/direktur rumah sakit menentukan kebutuhan dan penambahan tenaga medis.
Komite medik dapat diminta oleh kepala/direktur rumah sakit untuk melakukan kajian
kompetensi calon tenaga medis.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk melindungi keselamatan pasien dengan memastikan bahwa tenaga
medis yang akan melakukan pelayanan medis dirumah sakit kredibel.
2. Tujuan Khusus
a. Mendapatkan dan memastikan tenaga medis yang profesional dan
akuntabel bagi pelayanan di rumah sakit;
b. Tersusunnya jenis-jenis kewenangan klinis (clinical privilege) bagi setiap
tenaga medis yang melakukan pelayanan medis di rumah sakit sesuai
dengan cabang ilmu kedokteran/kedokteran gigi yang ditetapkan oleh
Kolegium Kedokteran/Kedokteran Gigi Indonesia;
c. Dasar bagi kepala/direktur rumah sakit untuk menerbitkan penugasan klinis
(clinical appointment) bagi setiap tenaga medis untuk melakukan pelayanan
medis di rumah sakit;
d. Terjaganya reputasi dan kredibilitas para tenaga medis dan institusi rumah
sakit di hadapan pasien, penyandang dana, dan pemangku kepentingan
(stakeholders) rumah sakit lainnya.

3
C. DEFINISI

1. Komite medik adalah perangkat rumah sakit untuk menerapkan tata kelola klinis
(clinical governance) agar tenaga medis dirumah sakit terjaga profesionalismenya
melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi medis, dan pemeliharaan
etika dan disiplin profesi medis.
2. Tenaga medis adalah dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi
spesialis di rumah sakit.
3. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
4. Peraturan internal rumah sakit (hospital bylaws) adalah aturan dasar yang
mengatur tata cara penyelenggaraan rumah sakit meliputi peraturan internal
korporasi dan peraturan internal tenaga medis.
5. Peraturan internal korporasi (corporate bylaws) adalah aturan yang mengatur agar
tata kelola korporasi (corporate governance) terselenggara dengan baik melalui
pengaturan hubungan antara pemilik, pengelola, dan komite medik di rumah sakit.
6. Peraturan internal tenaga medis (medical tenagaf bylaws) adalah aturan yang
mengatur tata kelola klinis (clinical governance) untuk menjaga profesionalisme
tenaga medis di rumah sakit.
7. Kewenangan klinis (clinical privilege) adalah hak khusus seorang tenaga medis
untuk melakukan sekelompok pelayanan medis tertentu dalam lingkungan rumah
sakit untuk suatu periode tertentu yang dilaksanakan berdasarkan penugasan
klinis (clinical appointment).
8. Penugasan klinis (clinical appointment) adalah penugasan kepala/direktur rumah
sakit kepada seorang tenaga medis untuk melakukan sekelompok pelayanan
medis dirumah sakit tersebut berdasarkan daftar kewenangan klinis yang telah
ditetapkan baginya.
9. Kredensial adalah proses evaluasi terhadap tenaga medis untuk menentukan
kelayakan diberikan kewenangan klinis (clinical privilege).
10. Re-kredensial adalah proses re-evaluasi terhadap tenaga medis yang telah
memiliki kewenangan klinis (clinical privilege) untuk menentukan kelayakan
pemberian kewenangan klinis tersebut.

4
11. Audit medis adalah upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu pelayanan
medis yang diberikan kepada pasien dengan menggunakan rekam medisnya yang
dilaksanakan oleh profesi medis.
12. Mitra bestari (peer group) adalah sekelompok tenaga medis dengan reputasi dan
kompetensi profesi yang baik untuk menelaah segala hal yang terkait dengan
profesi medis.

5
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Dasar hukum
Dasar hukum yang berhubungan dengan pelaksanaan dan implementasi kredensial
tenaga medis, meliputi :
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomer 36 tahun 2009 tentang
KesehatanUndang-undang Republik Indonesia Nomer 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit

2. Undang-undang Republik Indonesia Nomer 29 tahun 2004 tentang Praktik


Kedokteran

3. Keputusan Menterian Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1333/MENKES/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan RumahSakit

4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


129/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.

5. Keputusan MenteriKesehatan Republik Indonesia Nomor


772/MENKES/SK/VI/2002 tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit
(Hospital By Laws).

6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


755/MENKES/PER/IV/2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah
Sakit.

B. Keanggotaan sub komite kredensial tenaga medis


1. Ketua
2. Sekretaris
3. Anggota

C. Penanggung jawab
1. Kepala Rumah Sakit Umum Daerah Saparua
2. Sub komite kredensial tenaga medis Rumah Sakit Umum Daerah Saparua
3. Komite Medis Rumah Sakit Umum Daerah Saparua
6
D. Sarana & Prasarana
1. Ruang kerja yang lengkap dan representative
2. Alat tulis kantor untuk kerja
3. Formulir pengendalian profesi tenaga medis.
4. Buku Pedoman dan Prosedur Kerja Panitia Kredensial.
5. Buku Etika Profesi
6. Buku perundang-undangan yang berkaitan dengan tenaga profesi
7. Buku putih (white paper)

7
BAB III
TATA LAKSANA

A. TATA LAKSANA PERMOHONAN KEWENANGAN KLINIS

1. Rumah Sakit mengatur seluruh pelayanan medis yang dilakukan oleh tenaga
medis agar pelayanan berlangsung aman bagi pasien dan sesuai dengan
ketentuan medis yang berlaku.
2. Tenaga medis yang ingin melakukan pelayanan kesehatan dilingkungan Rumah
Sakit Umum Daerah Saparua, wajib mengajukan permohonan kewenangan klinis
kepada Kepala Rumah Sakit dengan mengisi formulir daftar rincian
kewenangan klinis yang telah disediakan rumah sakit dengan dilengkapi bahan-
bahan pendukung.
3. Berkas-berkas lamaran beserta bahan-bahan pendukung meliputi :
a. Surat lamaran
b. Daftar Riwayat hidup
c. Fotocopy ijasah sesuai dengan bidang dan kompetensi yang dimiliki
d. Sertifikat yang dimiliki
e. Formulir daftar rincian kewenangan klinis
f. Berkas permohonan tenaga medis yang telah lengkap disampaikan oleh
Kepala/direktur rumah sakit kepada komite medik.
4. Sub komite kredensial melakukan kajian terhadap formulir daftar rincian
kewenangan klinis yang telah diisi oleh pemohon.
5. Bila dimungkinkan kajian terhadap berkas permohonan dilakukan dengan
membentuk panitia ad-hoc dengan melibatkan mitra bestari dari disipllin ilmu dan
profesi yang terkait.

B. TATA LAKSANAN PEMBENTUKAN PANEL ATAU PANITA AD-HOC

1. Dalam melakukan kajian, subkomite kredensial dapat membentuk panel atau


panitia ad-hoc dengan melibatkan mitra bestari dari disiplin yang sesuai dengan
kewenangan klinis yang diminta berdasarkan buku putih (white paper).
2. Sub komite kredensial melakukan pengkajian tentang profesi yang akan dilakukan
kredensial di Rumah Sakit Umum Daerah Saparua. Bila diperlukan sub komite

8
kredensial melalui Komite Medik melakukan kerjasama dengan mitra bestari dalam
melaksanakan tugas kredensialnya
3. Mitra bestari didapatkan dari anggota profesi yang terkait dan berkompeten
dibidangnya, bisa kerjasama dengan kolegium profesi, Rumah Sakit Umum atau
rumah sakit lainnya yang mempunyai tenaga profesi yang berkompeten
dibidangnya.
4. Sub komite kredensial melakukan seleksi terhadap anggota panel atau panitia ad-
hoc dengan mempertimbangkan reputasi, adanya konflik kepentingan, bidang
disiplin, dan kompetensi yang bersangkutan.
5. Panitia kredensial yang berasal dari sub komite kredensial Rumah Sakit Umum
Daerah Saparua beserta mitra bestari ditetapkan oleh Kepala Rumah Sakit Umum
Daerah Saparua dan diberlakukan sesuai dengan standar profesi dan kompetensi
tenaga medis terkait.

C. TATA LAKSANA PENGKAJIAN KEWENANGAN KLINIS

1. Pengkajian berkas-berkas lamaran dan kewenangan klinis yang diberikan oleh


pelamar dilakukan pengkajian oleh anggota sub komite kredensial dan panitia ad-
hoc yang terkait dengan penilaian nantinya.
2. Pengkajian oleh subkomite kredensial meliputi elemen:
a) Kompetensi :
1) berbagai area kompetensi sesuai standar kompetensi yang disahkan oleh
lembaga pemerintah yang berwenang untuk itu;
2) kognitif;
3) afektif;
4) psikomotor.
b) kompetensi fisik;
c) kompetensi mental/perilaku;
d) perilaku etis (ethical standing).
3. Kewenangan klinis yang diberikan mencakup derajat kompetensi dan cakupan
praktik.
4. Daftar rincian kewenangan klinis (delineation of clinical privilege) diperoleh dengan
cara:

9
a) menyusun daftar kewenangan klinis dilakukan dengan meminta masukan
dari setiap Kelompok Tenaga Medis.
b) mengkaji kewenangan klinis bagi Pemohon dengan menggunakan daftar
rincian kewenangan klinis (delineation of clinical privilege).
c) mengkaji ulang daftar rincian kewenangan klinis bagi tenaga medis
dilakukan secara periodik.
5. Rekomendasi pemberian kewenangan klinis dilakukan oleh komite medik
berdasarkan masukan dari subkomite kredensial.

D. TATA LAKSANA KREDENSIAL

1. Rumah Sakit Umum Daerah Saparua mengatur pemberian kewenangan klinis


(clinical privilege) setiap tenaga medis sesuai dengan kompetensi yang nyata.
2. Kredensial dilakukan untuk memberikan jaminan pelayanan medis dilakukan oleh
tenaga medis yang profesional dibidangnya dan menentukan tenaga medis
layak untuk diberikan kewenangan klinis (clinical privilege).
3. Mekanisme kredensial dan re-kredensial di Rumah Sakit Umum Daerah Saparua
dilaksanakan dengan semangat keterbukaan, adil, obyektif, sesuai dengan
prosedur dan terdokumentasi.
4. Sub komite kredensial mempersiapkan kebijakan rumah sakit tentang kredensial,
kewenangan klinis, pedoman penilaian kompetensi klinis, formulir yang
diperlukan selama proses sebelum dan sesudah kredensial.
5. Komite medik menetapkan dan mendokumentasikan syarat-syarat yang terkait
kompetensi yang dibutuhkan melakukan setiap jenis pelayanan medis sesuai
dengan ketentuan kolegium setiap spesialisasi ilmu kedokteran.
6. Dokumentasi dan syarat-syarat seluruh kompetensi/profesi untuk melakukan
pelayanan medis tertuang dalam “buku putih”(white paper).
7. Pemberian kewenangan klinis (clinical privilege) setiap tenaga medis dapat saling
berbeda meskipun mereka memiliki spesialisasi yang sama.
8. Pemberian kewenangan klinis (clinical privilege) untuk setiap spesialisasi ilmu
kedokteran harus dirinci lebih lanjut (delineation of clinical privilege).
9. Rincian kewenangan klinis (delineation of clinical privilege) setiap spesialisasi di
Rumah Sakit Umum Daerah Saparua ditetapkan oleh Komite Medik dengan
berpedoman pada norma keprofesian yang ditetapkan oleh kolegium setiap
spesialisasi.
10
10. Kewenangan klinis seorang tenaga medis yang diberikan dan dilakukan pada
rumah sakit pendidikan akan lebih bersifat khusus, fakultas kedokteran ikut andil
dalam menentukan kewenangan klinis seorang tenaga medis tersebut.

E. TATA LAKSANA REKOMENDASI PENUGASAN KLINIS (CLINICAL


APPOINTMENT)

1. Proses kredensial yang telah dilakukan oleh Sub komite kredensial terhadap
tenaga medis menghasilkan suatu penilaian kelayakan atau ketidaklayakan tenaga
medis tersebut dapat melakukan pelayanan medis di rumah sakit.
2. Kriteria yang harus dipertimbangkan dalam memberikan rekomendasi kewenangan
klinis:
a) Pendidikan :
1) lulus dari sekolah kedokteran yang terakreditasi, atau dari
2) sekolah kedokteran luar negeri dan sudah diregistrasi;
3) menyelesaikan program pendidikan konsultan.
b) Perizinan (lisensi):
1) memiliki surat tanda registrasi yang sesuai dengan bidang profesi;
2) memiliki izin praktek dari dinas kesehatan setempat yang masih berlaku.
c) kegiatan penjagaan mutu profesi:
1) menjadi anggota organisasi yang melakukan penilaian
2) kompetensi bagi anggotanya;
3) berpartisipasi aktif dalam proses evaluasi mutu klinis.
d) kualifikasi personal:
1) riwayat disiplin dan etik profesi;
2) keanggotaan dalam perhimpunan profesi yang diakui;
3) keadaan sehat jasmani dan mental, termasuk tidak terlibat penggunaan obat
terlarang dan alkohol, yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan terhadap
pasien;
4) riwayat keterlibatan dalam tindakan kekerasan;
5) memiliki asuransi proteksi profesi (professional indemnity Insurance).
e) pengalaman dibidang keprofesian:
1) riwayat tempat pelaksanaan praktik profesi;
2) riwayat tuntutan medis atau klaim oleh pasien selama menjalankan profesi.

11
3. Kepala Rumah Sakit Umum Daerah Saparua menerbitkan surat keputusan untuk
menugaskan tenaga medis untuk melakukan pelayanan medis di rumah sakit
setelah adanya surat rekomendasi dari Komite Medik.
4. Rumah Sakit Umum Daerah Saparua harus mengatur kewenangan klinis (clinical
privileges) setiap tenaga medis yang bertanggung jawab atas keselamatan pasien
pada saat dilakukannya pelayanan medis.
5. Kepala Rumah Sakit Umum Daerah Saparua dapat menerbitkan surat penugasan
klinis sementara (temporary clinical appointment) kepada tenaga medis yang
bersifat sebagai konsultan di rumah sakit tersebut.
6. Kepala Rumah Sakit Umum Daerah Saparua dapat membekukan atau mengakhiri
penugasan klinis (clinical appointment) seorang tenaga medis atas
pertimbangan komite medik berdasarkan pertimbangan tertentu.
7. Tenaga medis dapat melakukan pelayanan kesehatan terhadap pasien setelah
mendapatkan surat rekomendasi kewenangan klinis (clinical privilege) dari Kepala
Rumah Sakit Umum Daerah Saparua disertai dengan rincian kewenangannya
(delineation of clinical privilege).

F. TATA LAKSANA REKOMENDASI PENOLAKAN KEWENANGAN KLINIS TERTENTU

1. Penolakan rekomendasi kewenangan klinis (clinical privilege) oleh komite medik


dapat disebabkan adanya pelanggaran dari tenaga medis terhadap standar
profesi atau belum memenuhinya kriteria penilaian pada saat dilakukannya
proses kredensial.
2. Penolakan rekomendasi atas pelanggaran dan belum memenuhinya kriteria
penilaian berdasarkan bukti-bukti dan fakta nyata yang diketemukan serta melalui
mekanisme disiplin profesi.
3. Penolakan rekomendasi kewenangan klinis (clinical privilege) akan diinformasikan
oleh komite medik secara tertulis kepada tenaga medis terkait.
4. Tenaga medis diwajibkan memenuhi persyaratan atau tidak melakukan
pelanggaran terkait dengan pelayanan yang diberikan kepada pasien dalam kurun
waktu yang ditetapkan oleh komite medik disertai dengan tindakan disiplin profesi.
5. Tindakan disiplin yang diberikan berupa penangguhan hak istimewa (suspension
of clinical privilege) agar masyarakat terhindar dari praktisi medis yang tidak
profesional.

12
6. Penetapan tindakan disiplin profesi dilakukan oleh konsil kedokteran (medical
council atau medical board)setelah melalui proses sidang disiplin profesi
(disciplinary tribunal).

G. TATA LAKSANA PEMULIHAN KEWENANGAN KLINIS

1. Pemulihan kewenangan klinis dapat dilakukan dengan mengajukan kembali


prosedur kredensial dan re-kredensial.
2. Tenaga medis mengikuti segala ketentuan dan persyaratan dimulai dari proses
awal berupa permohonan pengajuan kewenangan klinis (clinical privilege) kepada
Kepala Rumah Sakit Umum Daerah Saparua.
3. Komite medis, sub komite kredensial dan mitra bestari akan mengkaji dan
mengevaluasi pengajuan kewenangan klinis (clinical privilege) dari tenaga medis
berdasarkan data-data yang ada.
4. Komite medis dapat memberikan pemulihan kewenangan klinis (clinical privilege)
tenaga medis dan merekomendasikan kepada Kepala Kepala Rumah Sakit Umum
Daerah Saparua, apabila proses kredensial memenuhi kriteria dan persyaratan
yang ditentukan.

H. TATA LAKSANA RE-KREDENSIAL

1. Rekomendasi pemberian izin untuk melakukan pelayanan medis (entering to the


profession) dilakukan melalui sub komite kredensial.
2. Secara berkala sub komite kredensial melakukan evaluasi (sekurang-kurangnya 3
tahun) dan kontrol terhadap tenaga medis yang habis masa izinnya di rumah sakit.
3. Pelaksanaan re-kredensial dilakukan pada saat akan berakhirnya pemberian izin
bagi tenaga medis terkait.
4. Proses re-kredensial ditujukan untuk mengevaluasi kembali kewenangan klinis
(clinical privilege) dan rinciannya (delineation of clinical privilege) tenaga medis
dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
5. Hasil penilaian re-kredensial dapat berupa diberikannya kembali kewenangan
klinis (clinical privilege), perubahan/modifikasi rincian kewenangan klinik
(delineation of clinical privilege)

13
6. Rekomendasi Penangguhan kewenangan klinis tertentu, hingga pencabutan izin
melakukan pelayanan medis (expelling from the profession) dilakukan melalui sub
komite etika dan disiplin profesi.
7. Re-kredensial dilakukan oleh sub komite kredensial, komite medik dan mitra
bestari, apabila diperlukan untuk tenaga medis khusus.
8. Hasil re-kredensial direkomendasikan oleh komite medik kepada Kepala Rumah
Sakit Umum Daerah Saparua untuk mendapatkan penetapan kembali
izin/kewenangan klinis (clinical privilege) dari tenaga medis yang bersangkutan.
9. Sub Subkomite kredensial melakukan re-kredensial bagi setiap tenaga medis yang
mengajukan permohonan pada saat berakhirnya masa berlaku surat penugasan
klinis (clinical appointment), dengan rekomendasi berupa:
a) kewenangan klinis yang bersangkutan dilanjutkan;
b) kewenangan klinis yang bersangkutan ditambah;
c) kewenangan klinis yang bersangkutan dikurangi;
d) kewenangan klinis yang bersangkutan dibekukan untuk waktu tertentu;
e) kewenangan klinis yang bersangkutan diubah/dimodifikasi;
f) kewenangan klinis yang bersangkutan diakhiri.

BAB IV
DOKUMENTASI

14
B. BUKTI PELAKSANAAN KREDENSIAL DAN RE-KREDENSIAL

Bukti pelaksanaan kegiatan kredensial yang dilakukan, berupa :


1. Kebijakan Kepala Rumah Sakit Umum Daerah Saparua tentang Kredensial
tenaga medis
2. Daftar Rincian Kewenangan klinis setiap spesialisasi medis
3. Daftar mitra bestari yang merepresentasikan tiap spesialisaasi medis
4. Buku putih (white paper) setiap pelayanan medis
5. Pedoman penilaian kompetensi klinis
6. Formulir-formulir yang diperlukan dalam proses dan pelaksanaan kredensial
7. Materi pelaksanaan kegiatan kredensial dan re-kredensial, notulen, daftar hadir
8. Formulir-formulir dan berkas pengajuan persyaratan kredensial
9. Rekomendasi sub komite kredensial, komite medik
10. Surat kewenangan klinis, surat penangguhan, rincian kewenangan klinis,
kewenangan klinis sementara dari Kepala Rumah Sakit Umum Daerah Saparua.
11. Hasil evaluasi kegiatan sub komite kredensial selama tribulan
12. Hasil penilaian kredensial

15
BAB IV
PENUTUP

Demikian Panduan Kredensial dan Rekredensial ini dibuat untuk dapat digunakan
dalam proses pelayanan keperawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Saparua.

Ditetapkan di : Saparua
pada tanggal 16 Agustus 2023

Plt. Direktur RSUD saparua,

Andreson, Souisa,SE
NIP:19730422 199303 1002

16

Anda mungkin juga menyukai